pengaruh modal intelektual dan pertumbuhan …
TRANSCRIPT
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
1
ISSN: 2337778X
PENGARUH MODAL INTELEKTUAL DAN PERTUMBUHAN MODAL
INTELEKTUAL TERHADAP NILAI PASAR DAN KINERJA KEUANGAN
PERUSAHAAN
(Studi pada Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Indra Setyawan Akuntansi [email protected]
Yohana Kus Suparwati
STIE Bank BPD Jateng
Metta Kusumaningtyas
STIE Bank BPD Jateng
ABSTRAK
Modal intelektual merupakan kekayaan perusahaan berupa aset tidak berwujud yang dapat digunakan
sebagai penciptaan nilai perusahaan. Di Indonesia, pengungkapan dan pelaporan modal intelektual masih
terbatas sehingga secara tidak langsung dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan terkait dengan
penilaian kinerja keuangan perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh modal
intelektual dan pertumbuhan modal intelektual terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Sampel dalam penelitian ini adalah 69 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tahun 2007-2011. Penelitian ini menggunakan metode Partial Least Square (PLS) untuk analisis data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal intelektual tidak berpengaruh terhadap nilai pasar, modal
intelektual tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan, modal intelektual berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan masa depan, dan tingkat pertumbuhan modal intelektual berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan perusahaan masa depan.
Kata kunci: modal intelektual, nilai pasar, kinerja keuangan perusahaan, Partial Least Square (PLS) 1. Pendahuluan
Perkembangan ekonomi dan teknologi saat ini yang membuat persaingan bisnis menjadi semakin ketat, menuntut perusahaan-perusahaan agar selalu berinovasi untuk mempertahankan eksistensinya ditengah perkembangan dan pertumbuhan pesaing dan munculnya pesaing-pesaing baru. Ditambah lagi setelah ditanda tanganinya Perjanjian Perdagangan China – ASEAN (China – ASEAN Free Trade Area, CAFTA) tahun 2010 lalu. Dengan kesepakatan tersebut, maka barang-
barang antarnegara China dan ASEAN akan saling bebas masuk dengan pembebasan tarif
hingga nol persen. CAFTA merupakan
pergeseran era baru dalam ekonomi, dari old economy menjadi new economy. Dalam old
economy, kesejahteraan diciptakan melalui peningkatan unit produk dan sistem
pengukurannya berdasarkan pada pendapatan
(revenue), biaya (cost), dan laba (profit).
Sedangkan dalam new economy, kesejahteraan
diciptakan melalui peningkatan nilai tambah
yang tergabung (incorporated value added) dari
produk dan jasa (Ulum, 2008). Agar dapat terus
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
2
ISSN: 2337778X
bertahan dalam sebuah industri, perusahaan harus mengubah bisnis mereka yang didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju bisnis yang berdasarkan pengetahuan
(knowledge-based business) dengan karakteristik
utama ilmu pengetahuan (Kuryanto dan
Syafruddin, 2008). Perusahaan-perusahaan yang
menerapkan knowledge based business akan
menciptakan suatu cara untuk mengelola
pengetahuan sebagai sarana untuk memperoleh
penghasilan perusahaan, dengan penerapan
knowledge based business maka penciptaan nilai
perusahaan itu akan berubah (Sunarsih dan Yuria
Mendra, 2012).
Perusahaan yang telah menerapkan bisnis berbasis pengetahuan memiliki tujuan untuk memenangi persaingan dalam industri,
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan.
Keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuan-tujuan tersebut merupakan salah satu
prestasi manajemen sebagai pihak yang
mengelola perusahaan. Penilaian prestasi atau
kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat
dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan
baik pihak internal maupun eksternal
(Ermayanti, 2009). Peningkatan kinerja
perusahaan juga menjadi tolok ukur efisiensi dan
efektivitas perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Apabila perusahaan bisa
untuk lebih efisien dan efektif dalam mengelola sumber dayanya dibandingkan dengan
pesaingnya, hal tersebut merupakan suatu nilai tambah bagi perusahaan.
Nilai tambah merupakan suatu tambahan nilai yang digunakan dalam proses menghasilkan barang atau jasa yang
menjadikannya barang atau jasa yang nilainya
lebih tinggi. Salah satu bentuk persaingan
perusahaan-perusahaan go public yang ada di Indonesia adalah mendapatkan investor guna
meningkatkan stockholder’s equity perusahaan
untuk melakukan pengembangan usaha yang
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
perusahaan pada tahun-tahun berikutnya agar
nilai pasar dari perusahaan meningkat. Dengan
demikian perusahaan memiliki kemampuan
bersaing dengan perusahaan lain karena
perdagangan bebas saat ini yang mengharuskan
perusahaan-perusahaan lokal di Indonesia
meningkatkan persaingannya dengan perusahaan
asing yang ada didalam negeri maupun
perusahaan asing yang memasarkan produknya
di Indonesia (Margaretha dan Rakhman, 2006).
Selanjutnya menurut Margaretha dan Rakhman
(2006) meningkatkan nilai pasar dan kinerja
keuangan perusahaan sangat penting dilakukan
agar pertumbuhan perusahaan terus berkembang.
Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil dari keputusan individual yang dibuat oleh
manajemen secara kontinyu dimana dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu
perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto, 2003). Menurut Tampubolon (2005) dalam
Ermayanti (2009) kinerja keuangan merupakan pengukuran kinerja perusahaan yang timbul
sebagai akibat dari proses pengambilan
keputusan manajemen karena menyangkut
pemanfaatan modal, efisiensi, dan rentabilitas
dari kegiatan perusahaan. Kondisi kinerja
keuangan perusahaan menjadi pegangan bagi
pihak internal maupun pihak eksternal dalam
pengambilan keputusan. Salah satunya bagi
investor dimana kinerja keuangan yang baik
tentunya akan menarik minat investor untuk
menanamkan dana dalam sebuah perusahaan.
Salah satu cara melihat kondisi kinerja keuangan
yaitu melalui laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan kombinasi
dari data keuangan suatu perusahaan yang
menggambarkan kemajuan perusahaan dan
dibuat secara periodik (Ermayanti, 2009).
Laporan keuangan sangat berarti untuk
mengadakan perbaikan dalam penyusunan
kebijakan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang. Dengan mengetahui kelemahan-
kelemahan yang dimiliki perusahaan, maka
dapat dijadikan sebagai dasar perbaikan dan
hasil-hasil yang telah dianggap cukup baik juga
harus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan
(Ermayanti, 2009). Namun, laporan keuangan
belum mencerminkan gambaran keuangan
perusahaan secara keseluruhan. Laporan
keuangan yang biasanya terfokus pada kinerja
keuangan perusahaan, mulai dirasa kurang
memadai di dalam melaporkan kinerja perusahaaan. Hal ini disebabkan masih ada
beberapa informasi-informasi lain yang masih
harus disampaikan kepada pengguna laporan
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
3
ISSN: 2337778X
keuangan mengenai adanya nilai lebih yang dimiliki perusahaaan. Nilai lebih tersebut seperti
inovasi, penemuan, pengetahuan, perkembangan karyawan, dan hubungan baik dengan para
konsumen, yang sering diistilahkan sebagai knowledge capital (modal pengetahuan) atau
intellectual capital (modal intelektual).
Modal intelektual merupakan kemampuan
perusahaan dalam menggabungkan informasi
dan pengetahuan yang kemudian diaplikasikan
dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai.
Dengan menggunakan kombinasi antara
pengetahuan dan teknologi maka akan diperoleh
bagaimana cara menggunakan sumber daya
lainnya secara efisien dan ekonomis, yang
nantinya akan memberikan keunggulan bersaing (Rupert, 1998) dalam Sawarjuwono dan Kadir
(2003).
Beberapa tahun terakhir ini, para
pengamat ekonomi mulai melihat bahwa
perusahaan dengan perbedaan yang cukup
signifikan antara nilai pasar dengan nilai
bukunya ternyata cukup banyak. Nilai pasar
merupakan nilai suatu barang yang diindikasikan
oleh penawaran pasar. Kenyataan ini
membuktikan bahwa pasar menilai perusahaan
tidak hanya berdasar pada apa yang tercantum di
neraca atau laporan posisi keuangan maupun komponen laporan keuangan lainnya.
Kemungkinan adanya selisih lebih antara nilai
pasar perusahaan terhadap nilai bukunya,
mengindikasikan bahwa terdapat sumber daya
lain yang tersembunyi yang menjadi sumber
penilaian perusahaan dimana sumber daya lain tersebut tidak dilaporkan di laporan keuangan.
Menurut Stewart (1997) dalam Imaningati
(2009), selisih antara nilai pasar dan nilai buku
tersebut, yang diberinya istilah The Missing
Value, merupakan Intangible Assets (IA) yang
tidak disajikan di neraca atau laporan posisi
keuangan.
Menurut Lev dan Zarowin (1999) dalam Suhardjanto (2010) juga menemukan banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa model akuntansi yang ada sekarang tidak bisa
menangkap faktor kunci dari company’s long term value, yaitu intangible resources. Laporan
keuangan dinilai gagal dalam menggambarkan
luas cakupan nilai intangible asset,
memunculkan peningkatan asimetri informasi
antara perusahaan dengan user, dan menciptakan
ketidakefisienan dalam proses alokasi sumber
daya dalam pasar modal. Kegagalan akuntansi
untuk mengakui secara penuh atas intangible
(yang meliputi human resources, customer
relationship dan sebagainya), menegaskan klaim
bahwa laporan keuangan tradisional telah
kehilangan relevansinya sebagai instrumen
pengambilan keputusan (Suhardjanto, 2010). Perhatian terhadap praktik pengelolaan aset
tidak berwujud (intangible asset) sebenarnya
telah meningkat secara dramatis sejak tahun
1990-an menurut Harrison dan Sullivan (2000)
dalam Ulum (2008).
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran asset tak berwujud (intangible asset) tersebut adalah modal intelektual. Chen et al. (2005) mengungkapkan bahwa keterbatasan laporan keuangan dalam
menjelaskan nilai perusahaan menguatkan fakta
bahwa sumber daya ekonomi perusahaan sudah
bukan lagi sumber daya fisik, tetapi penciptaan
modal intelektual. Konsep modal intelektual
telah mendapatkan perhatian besar dari berbagai
kalangan terutama para akuntan. Fenomena ini
menuntut mereka untuk mencari informasi yang
lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan pengelolaan modal intelektual. Menurut
Yuniasih (2010) penelitian mengenai modal
intelektual dalam konteks Indonesia menjadi
sangat menarik karena berdasarkan survey
global yang dilakukan Taylor and Associates pada tahun 1998 dalam Williams (2001) ternyata isu-isu mengenai pengungkapan modal intelektual merupakan salah satu dari sepuluh jenis informasi yang dibutuhkan pemakai.
Menurut Abidin (2000), modal intelektual masih belum dikenal secara luas di Indonesia. Sampai dengan saat ini, perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung menggunakan conventional based dalam membangun bisnisnya sehingga produk yang dihasilkannya
masih miskin kandungan teknologi. Di samping
itu, perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan perhatian lebih terhadap human
capital, structural capital, dan customer capital.
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
4
ISSN: 2337778X
Padahal, semua ini merupakan elemen pembangun modal intelektual perusahaan. Kesimpulan ini dapat diambil karena minimnya informasi tentang modal intelektual di Indonesia. Selanjutnya, Abidin (2000)
menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan di
Indonesia akan dapat bersaing apabila
menggunakan keunggulan kompetitif yang
diperoleh melalui inovasi-inovasi kreatif yang
dihasilkan oleh modal intelektual perusahaan.
Hal ini akan mendorong terciptanya produk-
produk yang semakin favourable di mata
konsumen.
Yusup dan Sawitri (2009) menyatakan
bahwa dengan meningkatnya modal intelektual
perusahaan, maka nilai tambah (value added)
bagi perusahaan akan meningkat dan penilaian
pasar terhadap perusahaan secara otomatis juga
akan meningkat. Pasar akan mempunyai
penilaian lebih terhadap perusahaan jika
perusahaan memiliki nilai modal intelektual
yang tinggi dibandingkan dengan nilai aset yang
tercatat. Hal tersebut merupakan cerminan
kinerja perusahaan yang semakin baik.
Bertolak belakang dengan meningkatnya
pengakuan modal intelektual dalam mendorong
nilai dan keunggulan kompetitif perusahaan,
pengukuran yang tepat terhadap modal
intelektual perusahaan belum dapat ditetapkan.
Pulic (1998; 1999; 2000, 2003) dalam Yuniasih
dkk (2010) tidak mengukur secara langsung
modal intelektual perusahaan, tetapi mengajukan
suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai
tambah sebagai hasil dari kemampuan
intelektual perusahaan yaitu Value Added
Intellectual Coefficient (VAIC™). Komponen
utama dari VAIC™ dapat dilihat dari sumber
daya perusahaan, yaitu physical capital (value
added capital employed – VACA), human capital (value added human capital – VAHU),
dan structural capital (structural capital value
added – STVA).
Menurut Firer dan Williams (2003) ada dua keuntungan dari metode VAIC™ yaitu mudah dihitung, terstandarisasi dan basis pengukurannya konsisten, serta efektif digunakan untuk analisis perbandingan dengan perusahaan maupun negara, data yang
digunakan didasarkan laporan keuangan yang telah diaudit. Chen et al. (2005) juga
mengatakan bahwa pengukuran dengan metode VAIC™ ini relatif mudah dan memungkinkan
untuk dilakukan karena menggunakan akun-akun dalam laporan keuangan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pengaruh kinerja modal intelektual terhadap peningkatan kinerja perusahaan dan penciptaan nilai tambah bagi perusahaan. Chen et al. (2005) meneliti
pengaruh modal intelektual (VAICTM
) terhadap
kinerja keuangan (ROA, ROE, EP, GR) dan nilai pasar perusahaan (M/B) pada perusahaan go publik di Taiwan Stock Exchange tahun 1992-2002, hasil menunjukkan bahwa modal intelektual berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan. Sementara Tan et al. (2007) menggunakan 150 perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Singapore (SGX) sebagai sampel penelitian, hasil penelitian menunjukkan bahwa modal intelektual
(VAICTM
) berhubungan secara positif dengan kinerja perusahaan (ROE, ASR, EPS). Appuhami dalam Sawarjuwono (2003) menganalisis dampak IC terhadap keuntungan
atas penanaman saham yang diperoleh investor di perusahaan go public Thailand sektor
Perbankan, Keuangan dan Asuransi. Hasilnya positif signifikan bahwa IC berpengaruh
terhadap investors’ capital gains on shares.
Hasil penelitian yang masih beragam, coba dikaji ulang oleh Yuniasih dkk (2010) dengan melakukan eksplorasi kinerja pasar perusahaan yang dikaji menggunakan modal intelektual dengan struktur kepemilikan perusahaan sebagai variabel kontrol. Modal intelektual diukur menggunakan metode
VAICTM
dan kinerja pasar diukur dengan price
to book value ratio (PBV). Hasilnya tidak mendukung hipotesis bahwa modal intelektual berhubungan positif dengan kinerja pasar. Entika dan Ardiyanto (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh modal intelektual terhadap kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan. Variabel independen yang digunakan adalah modal intelektual yang diukur
dengan (VAICTM
). Variabel dependennya
adalah kinerja perusahaan yang diukur menggunakan ROA, ROE, dan GR. Nilai pasar
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
5
ISSN: 2337778X
perusahaan diukur menggunakan MtBV. Entika dan Ardiyanto (2012) melakukan penelitian pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007-2012, hasilnya menunjukkan bahwa modal intelektual berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan.
Berdasarkan beberapa penelitian yang
telah dilakukan, terdapat berbagai macam
perbedaan hasil penelitian. Pada penelitian Chen
et al. (2005), Abdolmohammadi (2005), dan Tan
et al. (2007) menemukan bahwa intellectual
capital berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan dan/atau nilai pasar perusahaan.
Sedangkan penelitian di Indonesia masih
menunjukkan hasil yang beragam. Ulum dkk
(2008) mampu membuktikan bahwa intellectual
capital dapat berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan, baik masa kini maupun masa
mendatang. Kuryanto dan Syafruddin (2008)
menunjukkan hasil yang berbanding terbalik
yaitu tidak ada pengaruh antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan. Solikhah
(2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
intellectual capital tidak berpengaruh terhadap
nilai pasar, akan tetapi di sisi lain penelitian ini
menemukan bahwa intellectual capital terbukti
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
dan pertumbuhan perusahaan. Demikian juga
dengan Entika dan Ardiyanto (2012), hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa modal
intelektual berpengaruh secara positif terhadap
nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Entika dan Ardiyanto (2012), dimana dalam penelitiannya masih terdapat beberapa keterbatasan yaitu pada salah satu alat ukur kinerja keuangan perusahaan yaitu pertumbuhan pendapatan (GR) memiliki
nilai adjusted R2 yang sangat kecil yaitu sebesar
0,020 yang berarti bahwa variabel independennya hanya mampu menjelaskan 2% dari variasi pertumbuhan pendapatan (GR). Nilai
adjusted R2 yang rendah membuktikan bahwa
masih banyak alat ukur pada kinerja keuangan perusahaan yang masih bisa diteliti.
Penggantian proksi pada kinerja keuangan
akan dilakukan dengan harapan untuk
meningkatkan nilai adjusted R2 yang dirasa
masih sangat kecil. Peneliti mengganti variabel pertumbuhan pendapatan (GR) dengan ukuran kinerja keuangan yang berbasis market value yaitu variabel earning per share (EPS). Earning per share (EPS) dipilih sebagai ukuran kinerja keuangan perusahaan karena earning per share (EPS) dapat menggambarkan kondisi
perusahaan terkait dengan laba dan jumlah
saham yang diterbitkan. Earning per share
(EPS) juga dapat menunjukkan hubungan antara
perusahaan dengan pihak eksternal, terutama
investor. Adanya market value menjadikan perusahaan memiliki value added yang
dimungkinkan berasal dari pengelolaan lebih
atas modal intelektual yang dimiliki perusahaan.
Selain itu, penelitian Tan et al. (2007) menunjukkan bahwa modal intelektual berpengaruh terhadap earning per share (EPS).
Pada umumnya manajemen perusahaan,
pemegang saham, dan calon pemegang saham
sangat tertarik dengan earning per share (EPS)
karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah
yang diperoleh untuk setiap lembar saham dan
merupakan salah satu indikator keberhasilan
perusahaan (Syamsuddin, 2004: 66). Biasanya,
investor berani membayar lebih tinggi untuk
saham perusahaan dengan sumber daya
intelektual yang tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki sumber daya
intelektual rendah (Chen et al., 2005).
Peneliti mengganti proksi pertumbuhan
pendapatan (GR) menjadi proksi earning per
share (EPS) dengan beberapa asumsi. Pertama,
berdasarkan hasil pengujian inner model dalam
penelitian Ulum (2008) menunjukkan bahwa
tidak semua ukuran kinerja keuangan yang
digunakan berkorelasi dengan komponen-
komponen VAIC™, hanya VACA yang secara
statistik signifikan berhubungan positif dengan
ukuran kinerja keuangan perusahaan. Sementara
STVA hanya berhubungan dengan ukuran
kinerja profitabilitas ROA dan VAHU hanya
berhubungan dengan produktivitas ATO. Dari
hasil pemaparan tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa proksi pertumbuhan
pendapatan (GR) kurang mampu menjelaskan
kinerja keuangan perusahaan sehingga peneliti
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
6
ISSN: 2337778X
menggantinya dengan proksi earning per share (EPS) yang notabene merupakan ukuran kinerja keuangan berbasis market value. Kedua, berdasarkan hasil koefisien determinasi
antara VAICTM
dengan pertumbuhan pendapatan (GR) pada penelitian Entika dan Ardiyanto (2012) menunjukkan bahwa nilai
adjusted R2 adalah sebesar 0,020 yang berarti
2% variasi GR dapat dijelaskan oleh VAICTM
sedangkan sisanya (100% - 2% = 98%) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Berdasarkan hasil penelitian Entika dan Ardiyanto (2012) tersebut, peneliti mengganti proksi pertumbuhan pendapatan (GR) menjadi proksi earning per share (EPS) dengan harapan proksi earning per share (EPS) ini dapat
meningkatkan nilai adjusted R2 penelitian.
Penambahan satu variabel independen juga akan dilakukan dalam rangka meningkatkan
nilai adjusted R2 yang dirasa masih sangat kecil
pada penelitian Entika dan Ardiyanto (2012). Variabel tambahannya adalah pertumbuhan modal intelektual / rate of growth of intellectual capital (ROGIC). Rate of growth of intellectual capital (ROGIC) merupakan tingkat
pertumbuhan modal intelektual, dimana ROGIC
menunjukkan selisih antara modal intelektual
tahun ini dengan modal intelektual tahun
sebelumnya (Ulum, 2008). Adanya ROGIC juga
dapat berpengaruh terhadap kinerja keuangan
masa depan. Hal itu dikarenakan jika sebuah
perusahaan mampu menggunakan modal
intelektualnya dengan baik dan secara kontinyu,
maka dapat membangun keunggulan tersendiri
dalam perusahaan tersebut. Keunggulan tersebut
dapat dijadikan sebagai nilai tambah bagi
perusahaan untuk memenangkan persaingan
usaha dan meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan baik tahun berjalan maupun masa
depan.
Obyek penelitian yang digunakan adalah
seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun 2007 sampai dengan
tahun 2011. Penggunaan objek penelitian seluruh
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia ini dengan tujuan untuk menambah
populasi dan sampel penelitian.
2. Metode Penelitian 2.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2007 sampai
dengan 2011. Penentuan sampel dalam penelitian ini mengunakan metode purposive
sampling dengan menerapkan beberapa kriteria
tertentu, yaitu:
1. Perusahaan sampel merupakan perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara berturut-turut selama tahun 2007 hingga tahun
2011.
2. Perusahaan yang menjadi sampel tidak melakukan merger atau akuisisi selama tahun 2007 hingga 2011.
3. Perusahaan yang menjadi sampel selama 5 tahun
berturut-turut dari tahun 2007 hingga 2011 menerbitkan laporan keuangan.
4. Perusahaan yang menjadi sampel memiliki Laba
bersih yang menunjukkan nilai positif secara berturut-turut selama tahun 2007 sampai tahun 2011.
2.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu
sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) berupa
bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan
(Indriatoro dan Supomo, 2002). Data sekunder
dalam penelitian ini diperoleh dari laporan
keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di
BEI dari tahun 2007 sampai 2011. Selain itu,
data sekunder yang didapat juga berasal dari
Indonesian Capital Market Directory (ICMD)
tahun 2007 dan 2011.
2.3 Metode Analisis Data
a. Analisis Kuantitatif
Metode kuantitatif adalah pendekatan
ilmiah terhadap pengambilan keputusan manajerial dan ekonomi Kuncoro (2001). Lebih
lanjut Kuncoro (2001) menjelaskan bahwa pendekatan analisis kuantitatif terdiri atas
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
7
ISSN: 2337778X
perumusan masalah, menyusun model, mendapatkan data, mencari solusi, menguji solusi, menganalisis hasil dan
mengimplementasikan hasil. Metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif
merupakan pemrosesan dan manipulasi data
mentah menjadi informasi yang bermanfaat.
Pada analisis kuantitatif lebih ditekankan pada
pemecahan masalah yang relevan dengan
permasalahan karena pengolahan data tersebut
memakai metode statistik, maka data tersebut
diklasifikasikan dalam kategori-kategori tertentu dengan menggunakan tabel untuk mempermudah
analisis. Metode analisis kuantitatif yang
digunakan dalam penelitian ini untuk keperluan
menganalisis data yang akan diteliti dengan alat
statistik yang didukung software aplikasi smartPLS yang merupakan aplikasi software
yang digunakan untuk mengolah data dalam
pengujian menggunakan metode analisis data
Partial Least Square (PLS).
PLS adalah metode penyelesaian structural equation modelling (SEM) yang
dalam hal ini (sesuai tujuan penelitian) lebih
tepat dibandingkan dengan teknik-teknik SEM
lainnya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa dalam penelitian ini terdapat dua variabel
laten yang dibentuk dengan indikator formative
(Ulum dkk, 2008).
b. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik desktiptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum. Statistik deskriptif juga
bermanfaat untuk mendeskripsikan variabel-
variabel dalam penelitian ini, yaitu akan
memberikan gambaran umum dari tiap variabel
penelitian agar mudah dipahami. Statistik
deskriptif yang digunakan yaitu: mean dan
standard deviation yang memberikan gambaran
mengenai data penelitian berupa variabel
penelitian yang meliputi variabel independen
(Intellectual Capital yang diproksikan dengan
VACA, VAHU dan STVA), dan Tingkat
Pertumbuhan Modal Intelektual (ROGIC) serta
variabel dependen (kinerja keuangan yang
diproksikan dengan ROA, ROE dan EPS serta
nilai pasar perusahaan yang diproksikan dengan
MtBV) dengan sampel seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2007 sampai 2011.
c. Analisis Statistik Inferensial
Penelitian ini menggunakan alat analisis
Structural Equation Modeling (SEM) dengan
metode alternatif yaitu Partial Least Square
(PLS). Pemilihan metode PLS didasarkan pada
pertimbangan bahwa dalam penelitian ini
terdapat dua variabel laten yang dibentuk
dengan indikator formatif, dan bukan refleksif
(Solikhah dkk, 2010). Model refleksif
mengasumsikan bahwa konstruk atau variabel
laten mempengaruhi indikator, dimana arah
hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator
atau manifes (Ghozali, 2006). Lebih lanjut
Ghozali (2006) menyatakan bahwa model
formatif mengasumsikan bahwa indikator-
indikator mempengaruhi konstruk, dimana arah
hubungan kausalias dari indikator ke konstruk.
Dalam penelitian ini, baik variabel
independen (VAIC™) maupun variabel
dependen (kinerja keuangan dan nilai pasar
perusahaan), keduanya dibangun dengan
indikator formatif. Oleh karena itu, penelitian
ini menggunakan PLS karena program analisis
lainnya (misalnya AMOS, Lisrel, dsb.) tidak
mampu melakukan analisis data atas laten
variabel dengan indikator formatif (Ghozali,
2006). Terdapat dua bagian analisis yang harus
dilakukan dalam PLS, yaitu:
1. Menilai Outer Model atau Evaluasi Model Pengukuran
Pemodelan di dalam PLS berupa model
pengukuran yang menghubungkan
indikator dengan variabel latennya.
Menurut Ghozali (2006) dalam Ulum
dkk (2007) menjelaskan bahwa karena
diasumsikan antar indikator tidak saling
berkorelasi, maka ukuran internal
konsistensi reliabilitas (cronbach alpha)
tidak diperlukan untuk menguji
reliabilitas konstruk formatif. Ulum dkk
(2007) menambahi bahwa karena
konstruk formatif pada dasarnya
merupakan hubungan regresi dari
indikator ke konstruk, maka cara
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
8
ISSN: 2337778X
menilainya adalah dengan melihat nilai
koefisien regresi dan signifikansi dari
koefisien regresi tersebut. Uji outer
model dievaluasi berdasarkan pada
substantive content-nya yaitu dengan
melihat signifikansi dari weight. Dimana
weight digunakan untuk menghitung
data variabel laten (Yamin dan
Kurniawan, 2011).
2. Menilai Inner Model atau Evaluasi Model Struktural
Setelah pemeriksaan model
pengukuran terpenuhi, maka selanjutnya
adalah pemeriksaan terhadap model struktural. Pemodelan di dalam PLS berupa model struktural yang
menghubungkan antar variabel laten.
Menurut Ulum dkk (2007) pengujian
inner model atau model struktural
dilakukan untuk melihat hubungan
antara konstruk, nilai signifikansi dan R-
square dari model penelitian. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen
d. Uji Kebaikan Model
Koefisien Determinasi (R2)
Penjelasan nilai R2 sama halnya dengan
nilai R2 dalam regresi linier yaitu besarnya
variability variabel endogen (dependen) yang mampu dijelaskan oleh variabel eksogen (independen) (Yamin dan Kurniawan, 2011). Uji kebaikan model atau yang sering disebut
Koefisien Determinasi (R2) merupakan
pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kebaikan model yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan. Pada intinya untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen, setiap penambahan satu variabel independen,
maka R2 pasti meningkat tidak peduli variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009). Chin (1998) dalam Yamin dan Kurniawan (2011)
menjelaskan bahwa kriteria batasan nilai R2
dalam tiga klasifikasi, yaitu nilai R2 0.67, 0.33,
dan 0.19 sebagai subtansial, moderat, dan lemah.
3. Hasil dan Pembahasan
Hipotesis Keterangan Hasil
Modal intelektual
H1 berpengaruh positif
Ditolak terhadap nilai pasar
perusahaan.
Modal intelektual
berpengaruh positif
H2 terhadap kinerja Ditolak
keuangan
perusahaan.
Modal intelektual
berpengaruh positif
H3 terhadap kinerja Diterima
keuangan perusahaan
masa depan.
Tingkat pertumbuhan
modal intelektual
H4 berpengaruh positif
Diterima terhadap kinerja
keuangan perusahaan
masa depan.
3.1 Pengaruh Modal Intelektual terhadap
Nilai Pasar Perusahaan
Modal intelektual tidak berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pasar kurang merespon modal intelektual yang diberikan
oleh perusahaan, karena investor akan lebih merespon suatu informasi yang betul-betul menguntungkan bagi dirinya, seperti pembagian dividen, laba perusahaan yang meningkat. Disisi lain modal intelektual masih mengalami proses yang panjang untuk
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
9
ISSN: 2337778X
memberikan keuntungan bagi investor, sehingga kurang direspon oleh pasar. Hasil ini
mendukung penelitian Yuniarsih (2010), Solikhah (2010), yang menyatakan tidak
terdapat pengaruh IC terhadap nilai pasar perusahaan.
Hasil ini sesuai dengan teori yang
menyatakan intangible asset berupa modal
intelektual yang memberikan pengaruh
terhadap peningkatan kinerja perusahaan,
namun sering diabaikan karena wujudnya tidak
terlihat, sehingga kurang direspon oleh pasar.
Hasil ini tidak mendukung argument Chen et al
(2005) yang menyatakan pengembangan modal
intelektual di perusahaan dilakukan dengan
memanfaatkan pengetahuan karyawan untuk
mengelola modal perusahaan secara efektif dan
efisien sehingga tercapai tujuan perusahaan
untuk memperoleh keuntungan yang optimal
dan peningkatan nilai perusahaan. Keuntungan
yang di peroleh perusahaan tersebut nantinya
akan didistribusikan kepada para pemegang saham. sehingga dengan kata lain, nilai
perusahaan tercermin dari kesejahteraan para
pemegang sahamnya.
3.2 Pengaruh Modal Intelektual terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan
Modal intelektual tidak berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam perusahaan
memiliki tiga modal utama dalam perusahaan,
yaitu modal (equity), sumber daya manusia dan
material. Apabila sumber daya manusia
dilakukan peningkatan kualitas melalui modal
intelektual, sedangkan untuk produk atau
material tidak ada pengembangan produk dan
peningkatan kualitas produk, maka yang terjadi
perusahaan tidak bisa meningkatkan kinerjanya
secara maksimal, sebab produk kurang diterima
oleh konsumen dan penjualan kurang sesuai
dengan keinginan konsumen. Disamping itu
perusahaan menjual produk jadinya langsung
kekonsumen, apabila produk belum diterima
oleh masyarakat, maka kinerja perusahaan juga
belum meningkat. Hasil ini mendukung
penelitian Kuryanto dan Syafruddin (2008),
akan tetapi berbanding terbalik dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (2005), Tan et al. (2007), Ulum dkk (2008),
dan Solikhah dkk (2010) bahwa kinerja modal
intelektual berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan perusahaan yang menyatakan modal
intelektual tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan. Hasil ini tidak mendukung teori
pemangku kepentingan (stakeholder theory), pemangku kepentingan umumnya mengharapkan manajemen melakukan aktivitas yang di anggap penting oleh pemangku kepentingan, dalam arti memberikan keuntungan untuk stakeholder. Tujuan umum
teori pemangku kepentingan adalah menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai
dari dampak aktivitas-aktivitas mereka dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi pemangku kepentingan (Kuryanto dan Syafruddin, 2008)
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa stakeholder perusahaan senantiasa mengharapkan manajemen untuk efisien dalam
mengelola asset milik perusahaan baik asset berwujud maupun asset tidak berwujud dan
efektif dalam pencapaian tujuan perusahaan
agar diperoleh keuntungan yang optimal, sehingga pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan stakeholder (Kuryanto dan Syafruddin, 2008). Sementara berdasarkan teori
reource based view (RBV), perusahaan dikatakan memiliki keungguulan kompetitif
apabila mampu mengelola sumber daya yang
dimilikinya secara efektif. Dengan masukknya
konsep modal intelektual dimana di dalamnya
terdapat komponen modal fisik, modal manusia
dan modal organisasi yang bekerja bersama,
diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi perusahaan yang berdampak terhadap
peningkatan kinerja perusahaan. Jika modal
intelektual merupakan sumber daya yang
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
10
ISSN: 2337778X
terukur peningkatan competitive advantages, maka modal intelektual memberikan kontribusi kepada kinerja perusahaan (Susanto, 2008).
3.3 Pengaruh Modal Intelektual terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan Masa
Depan
Modal intelektual berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan. Hasil ini mengindikasikan bahwa modal
intelektual merupakan aset penting perusahaan dalam penciptaan nilai dan peningkatan kinerja
perusahaan. Hasil ini mendukung teori bahwa stakeholder selalu mengharapkan manajemen melakukan kegiatan yang membawa
keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan
tersebut diindikasikan oleh peningkatan kinerja,
termasuk peningkatan kinerja keuangan
perusahaan. Manajemen sebagai pihak
pengelola harus menggunakan sumber daya
yang dimiliki perusahaan secara optimal dalam
kegiatan operasional perusahaan sehingga
mampu menciptakan kinerja perusahaan yang baik pula menurut Ulum, dkk (2008).
Penelitian ini juga mendukung resource based theory yang menjelaskan bahwa
perusahaan memperoleh keunggulan kompetitif
dan kinerja keuangan yang baik dengan cara
memiliki, menguasai, dan memanfaatkan aset-
aset strategis yang penting. Aset-aset strategis
tersebut termasuk aset berwujud maupun aset
tak berwujud, salah satunya modal intelektual.
Dengan teori ini dapat disimpulkan bahwa jika
perusahaan mampu mengelola sumber dayanya
dengan baik, maka pertumbuhan perusahaan
akan meningkat. Selain itu, modal intelektual
hanya berpengaruh terhadap kinerja keuangan
masa depan. Modal intelektual dapat
berpengaruh terhadap kinerja keuangan masa
depan dengan asumsi bahwa modal intelektual merupakan aset tak berwujud yang berguna
untuk orientasi jangka panjang seperti kelangsungan hidup perusahaan. menurut
Ulum, dkk (2008). Hasil ini mendukung penelitian Chen et
all (2005), Ulum, dkk (2008), yang
membuktikan secara empiris bahwa modal
intelektual berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan masa depan. Akan tetapi, hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan
penelitian Kuryanto dan Syafruddin (2008)
yang hasilnya menunjukkan tidak adanya
hubungan positif antara modal intelektual
dengan kinerja keuangan perusahaan masa
depan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
sejak masuknya konsep modal intelektual di
Indonesia, perusahaan mulai menyadari bahwa
tidak hanya aset berwujud saja yang
berkontribusi terhadap baiknya kinerja
keuangan perusahaan baik masa kini maupun
masa depan, melainkan juga aset tidak
berwujud termasuk modal intelektual. Adanya
penelitian ini maka terbukti bahwa melalui
penggunaan modal intelektual, perusahaan
dapat mencapai kinerja keuangan yang baik
untuk masa depan.
3.4 Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Modal Intelektual terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan Masa Depan
Tingkat pertumbuhan modal intelektual berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan. Hal ini
mengindikasikan bahwa jika perusahaan memiliki modal intelektual yang lebih tinggi,
maka cenderung memiliki kinerja masa datang
yang lebih baik. Tingkat pertumbuhan modal intelektual (ROGIC) juga akan memiliki
hubungan terhadap kinerja keuangan masa
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
11
ISSN: 2337778X
depan. Hal ini dikarenakan jika perusahaan mampu menggunakan modal intelektualnya
dengan baik dan secara kontinyu, maka akan membangun keunggulan tersendiri dalam
perusahaan tersebut menurut Tan et al (2007). Keunggulan tersebut dapat dijadikan sebagai
nilai tambah bagi perusahaan untuk memenangkan persaingan usaha dan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan
masa depan. selain itu, modal interlektual merupakan sarana untuk membangun kompetisi
perusahaan sehingga perusahaan harus mengelola dan meningkatkan modal intelektualnya untuk mempertahankan posisi kompetitifnya. Hasil ini mendukung penelitian Tan et al (2007), yang membuktikan bahwa ROGIC
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan di masa depan, hasil ini berbanding
terbalik dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ulum,dkk (2008) dan Kuryanto dan Syafruddin (2008) bahwa tingkat pertumbuhan modal intelektual tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan masa depan. karena jika perusahaan
mampu mengelola dan memanfaatkan modal intelektual dengan baik nantinya akan mampu
menciptakan produk yang unggul dalam
perusahaan. Adanya produk yang unggul
diharapkan mampu bersaing dalam pasar yang
nantinya bertujuan untuk menaikkan income
dan kinerja keuangan perusahaan.
3.5 Koefisen Determinasi
Uji kebaikan model atau koefisien
determinasi (R2) merupakan pengujian yang
dilakukan untuk mengetahui tingkat kebaikan model yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan. Chin (1998) dalam Yamin dan Kurniawan (2011) menjelaskan bahwa kriteria
batasan nilai R2 dalam tiga klasifikasi, yaitu
nilai R2 0,67; 0,33; dan 0,19 sebagai subtansial,
moderat, dan lemah. Dalam penelitian ada tiga model pengujian, yaitu:
Tabel 4.8 diatas menunjukkan besar nilai R square untuk masing-masing model
pengujian hipotesis. Hipotesis 1 menjelaskan
hubungan modal intelektual dengan nilai pasar
adalah sebesar 0,590. Hal itu berarti bahwa
variabilitas nilai pasar yang dapat dijelaskan
oleh modal intelektual adalah sebesar 59%
sementara 41% lainnya dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Model pengujian dalam hipotesis ini tergolong
moderat karena nilai R square diatas 0,67.
Hipotesis 2 menjelaskan hubungan
modal intelektual dengan kinerja keuangan
adalah sebesar 0,620. Hal itu berarti bahwa
variabilitas kinerja keuangan yang dapat
dijelaskan oleh modal intelektual adalah
sebesar 62% sementara 38% lainnya dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini. Model pengujian dalam hipotesis
ini tergolong moderat karena nilai R square
diatas 0,67.
Hipotesis 3 menjelaskan hubungan
modal intelektual dengan kinerja keuangan
masa depan adalah sebesar 0,480. Hal itu
berarti bahwa variabilitas kinerja keuangan
masa depan yang dapat dijelaskan oleh modal
intelektual adalah sebesar 48% sementara 52%
lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini. Model pengujian
dalam hipotesis ini tergolong moderat karena
nilai R square diatas 0,67.
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
12
ISSN: 2337778X
Hipotesis 4 menjelaskan hubungan tingkat
pertumbuhan modal intelektual dengan kinerja
keuangan masa depan adalah sebesar 0,364. Hal
itu berarti bahwa variabilitas kinerja keuangan
masa depan yang dapat dijelaskan oleh tingkat
pertumbuhan modal intelektual adalah sebesar
36,4% sementara 63,6% lainnya dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian
ini. Model pengujian dalam hipotesis ini
tergolong moderat karena nilai R square diatas
0,33 dan dibawah 0,67.
4. Kesimpulan Kesimpulan yang bisa diambil dari hasil
penelitaian yang dibahas pada bab sebelumnya adalah: 1. Modal intelektual tidak berpengaruh
terhadap nilai pasar perusahaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pasar kurang
merespon modal intelektual yang diberikan
oleh perusahaan, karena investor akan lebih
merespon suatu informasi yang betul-betul
menguntungkan bagi dirinya, seperti
pembagian dividen, laba perusahaan yang
meningkat. Disisi lain modal intelektual
masih mengalami proses yang panjang
untuk memberikan keuntungan bagi
investor, sehingga kurang direspon oleh
pasar.
2. Modal intelektual tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam perusahaan memiliki 3 modal utama dalam perusahaan,
yaitu modal (equity), sumber daya manusia dan material. Apabila sumber daya manusia dilakukan peningkatan kualitas melalui modal intelektual, sedangkan untuk produk atau material tidak ada
pengembangan produk dan peningkatan
kualitas produk, maka yang terjadi perusahaan tidak bisa meningkatkan
kinerjanya secara maksimal, sebab produk
kurang diterima oleh konsumen dan
penjualan kurang sesuai dengan keinginan
konsumen. Disamping itu perusahaan menjual produk jadinya langsung kekonsumen, apabila produk belum
diterima oleh masyarakat, maka kinerja perusahaan juga belum meningkat.
3. Modal intelektual berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan. Hasil ini mengindikasikan bahwa modal intelektual merupakan aset penting perusahaan dalam penciptaan nilai dan peningkatan kinerja perusahaan. Para stakeholder perusahaan senantiasa
mengharapkan manajemen untuk efisien
dalam mengelola aset milik perusahaan
baik aset berwujud dan efektif dalam
pencapaian tujuan perusahaan agar
diperoleh keuntungan yang optimal,
sehingga pada akhirnya meningkatkan
kesejahteraan stakeholder dan kinerja
keuangan perusahaan pada masa depan.
Dengan kata lain, stakeholder akan berperan sebagai kontrol dalam penggunaan dan pengelolaan sumber daya perusahaan termasuk sumber daya
intelektual.
4. Tingkat pertumbuhan modal intelektual
berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan perusahaan masa depan. Hal ini
mengindikasikan bahwa jika perusahaan
memiliki modal intelektual yang lebih
tinggi, maka cenderung memiliki kinerja
masa datang yang lebih baik. Tingkat
pertumbuhan modal intelektual (ROGIC)
juga akan memiliki hubungan terhadap
kinerja keuangan masa depan. Hal ini
dikarenakan jika perusahaan mampu
menggunakan modal intelektualnya dengan
baik dan secara kontinyu, maka akan
membangun keunggulan tersendiri dalam
perusahaan tersebut. Keunggulan tersebut
dapat dijadikan sebagai nilai tambah bagi perusahaan untuk memenangkan
persaingan usaha dan meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan masa depan. selain
itu, modal interlektual merupakan sarana
untuk membangun kompetisi perusahaan
sehingga perusahaan harus mengelola dan
meningkatkan modal intelektualnya untuk
mempertahankan posisi kompetitifnya.
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
13
ISSN: 2337778X
5.1 Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan yang diuraikan sebagai berikut:
1. Pengakuan mengenai pengaruh modal
intelektual dalam menciptakan nilai dan
keunggulan kompetitif perusahaan terus meningkat, namun sebuah pengukuran yang
tepat untuk modal intelektual masih terus dikembangkan (Chen et al, 2005). Hal ini dikarenakan modal intelektual
merupakan konsep pengetahuan yang
masih baru dan belum terdapat standar
yang mewajibkan perusahaan melaporkan
modal intelektualnya. Sehingga perlu
dilakukan penghitungan secara manual
untuk mengetahui modal intelektual pada
suatu perusahaan. Selain itu, tidak semua
perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI) melaporkan modal
intelektual secara kuantitatif dalam laporan
keuangannya sehingga menjadi kendala
penulis dalam memperoleh data penelitian. 2. Nilai R square untuk hubungan antara
modal intelektual dengan nilai pasar dalam
penelitian ini hanya sebesar 36,4% sementara 63,6% nya dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
5.2 Saran
Berdasarkan keterbatasan dari hasil
penelitian ini, maka saran yang diberikan untuk
penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut: 1. Penelitian ini dalam menghitung modal
intelektual perusahaan menggunakan
metode Pulic (1999) dengan melihat
laporan keuangan perusahaan. Oleh karena
modal intelektual merupakan asset tidak
berwujud yang belum ditetapkan sebagai
komponen wajib dalam pelaporan
keuangan, maka pada penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk
menggunakan metode lain agar lebih
mudah mengidentifikasi besarnya modal
intelektual pada perusahaan.
Nilai R square yang rendah dalam menjelaskan
hubungan antara pertumbuhan modal intelektual
dengan kinerja keuangan masa depan perusahaan
yaitu sebesar 36,4%, mengindikasikan bahwa
63,6% nya dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya dapat
mempertimbangkan untuk memasukkan rasio lain
untuk mengukur kinerja keuangan masa depan
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin (2000), Pelaporan Modal Intelektual :
Upaya Mengembangkan Ukuran- Ukuran Baru, Media Akuntansi No.7 /Th VII / Maret.
Chen, Ming Chin., Cheng, Shu-Ju., Hwang,
Yuhchang (2005), An empirical investigation of the relationship
between intellectual capital and firms’ market value and financial performance, Journal of Intellectual Capital, Vol. 6, N0. 2, 159-176.
Entika, Nova Lili dan Ardiyanto, M Didik
(2012), Pengaruh elemen pembentuk
intellectual capital terhadap nilai pasar
dan kinerja keuangan pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI),diponegoro journal of
accounting, Vol. 1, No. 2, 1-11.
Ermayanti, Dwi (2009), Kinerja Keuangan
Perusahaan, tersedia di dwiermayanti.wordpress.com (diakses Desember 2011).
Firer, Steven. dan Williams, S. Mitchell (2003),
Intellectual capital and traditional measures of corporate performance,
Journal of Intellectual Capital, Vol. 4, No. 3, 348-360.
Hanafi, Mamduh M. dan Halim, Abdul (2009),
Analisis Laporan Keuangan,
Yogyakarta: STIM YKPN.
http://jurnalsdm.blogspot.com/2010/01/earnins-
per-share-eps-definisi-dan.html
Jurnal Magisma Vol. 5 No. 2 – Tahun 2017
14
ISSN: 2337778X
Imaningati, Sri (2009), Pengaruh Modal
Intelektual terhadap Bussines Performance, Prestasi Vol.5, No.2 – Desember 2009.
Kuryanto, Benny. dan Syafruddin, Muchamad
(2008), Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Perusahaan, Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak.
Margaretha, Farah dan Rakhman (2006),
Analisis Pengaruh Modal intelektual terhadap Market Value dan Financial Performance Perusahaan dengan Metode Value Added Modal intelektual Coefficient, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 8, No. 2, Agustus 2006, 199-217.
Pulic, Ante. dan Kolakovic, Marko (2003),
Value creation efficiency in the new economy, tersedia di www.vaic-on.net (diakses Desember 2011).
Sawarjuwono, Tjiptohadi. dan Kadir, Agustine
Prihatin (2003), Intellectual Capital:
Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research), Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Vol. 5, No. 1, 31-51.
Solikhah, Badingatus., Rohman, Abdul.,
Meiranto, Wahyu. (2010), Implikasi Intellectual Capital Terhadap Financial Performance, Growth dan Market Value; Studi Empiris dengan Pendekatan Simplistic Specification. Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.
Sucipto (2003), Penilaian Kinerja Keuangan,
USU Digital Library. Suhardjanto, Djoko dan Wardhani, Mari
(2010), Praktik Intelectual Capital Disclosure Perusahaan yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia, JAAI Volume 14 No. 1, Juni 2010: 71–85.
Sunarsih, Ni Made dan Yuria Mendra, Ni Putu.
(2012) , Pengaruh Modal Intelektual
Terhadap Nilai Perusahaan Dengan
Kinerja Keuangan Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XV, Banjarmasin
Syamsuddin, Lukman (2004), Manajemen
Keuangan Perusahaan; Konsep
Aplikasi dalam Perencanaan, Pengawasan dan Pengambilan Keputusan, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Tan, Hong Pew., Plowman, David., Hancock,
Phil. (2007), Intellectual capital and
financial returns of companies, Journal of Intellectual Capital , Vol. 8, No. 1,
76-95. Ulum, Ihyaul., Ghozali, Imam, Chariri, Anis
(2008), Intellectual Capital dan Kinerja
Keuangan Perusahaan; Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Squares, Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak.
Ulum, Ihyaul (2009), Intellectual Capital;
Konsep dan Kajian Empiris,
Yogyakarta: Graha Ilmu. Williams, S Mitchell (2001), Is intellectual
capital performance and disclosure practices related?,Univercity of calgary
Yuniasih, Ni Wayan, Dewa G. Wirama, dan
Dewa N. Badera. (2010) . Eksplorasi Kinerja Pasar Perusahaan: Kajian Berdasarkan Modal Intelektual. Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto: 13-15 Oktober.
Yusuf dan Sawitri, Peni (2009), Modal
Intelektual dan Market Performance Perusahaan-perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur, & Sipil (PESAT), Depok: Universitas Gunadarma.