implementasi pasal 12 huruf e dan pasal 5 ayat ( 2 ... file(skripsi) fakultas hukum universitas...

54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANG- UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN) Penulisan Hukum ( Skripsi ) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universutas Sebelas Maret Oleh Henggar Tuti Kusumawardani NIM. E1107031 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: hanhi

Post on 08-May-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANG-

UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20

TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO

458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN

MADIUN)

Penulisan Hukum

( Skripsi )

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna memperoleh Derajat Sarjana S1

Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universutas Sebelas Maret

Oleh

Henggar Tuti Kusumawardani

NIM. E1107031

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

Page 2: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 )

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG

NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK

PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA

KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI

PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN)

Oleh

Henggar Tuti Kusumawardani

NIM. E1107031

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Maret 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Rofikah, SH. M.H Subekti, SH. M.H

NIP. 19551212 198303 2001 NIP. 19641022 198903 2002

Page 3: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 )

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG

NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK

PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA

KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI

PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN)

Oleh

Henggar Tuti Kusumawardani

NIM. E1107031

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Jum’at

Tanggal : 29 Juli 2011

DEWAN PENGUJI

1 Rehnalemken Ginting, S.H., M.H: …………………………………………. Ketua 2 Subekti, S.H., M.H:…………………………………………………………. Sekretaris 3 Rofikah, S.H.,M.H…………………………………………………………... Anggota

Mengetahui

Dekan, Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum NIP. 195702031985032001

Page 4: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Henggar Tuti Kusumawardani

NIM : E1107031

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANG-

UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20

TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO

458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN

MADIUN)

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan

hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila

di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima

sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (Skripsi) dan gelar yang saya

peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2011

Yang membuat pernyataan

Henggar Tuti Kusumawardani

NIM. E1107031

Page 5: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Henggar Tuti Kusumawardani, E 1107031. 2011. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN

Jenis penelitian yang digunakan oleh Penulis di dalam Penulisan Hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum sekunder dengan teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu berupa pengumpulan bahan hukum sekunder yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti dan digolongkan sesuai dengan katalogisasi, setelah semua data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis bahan hukum yang bersifat kualitatif.

Penelitian Hukum ini bertujuan untuk mengkaji mengenai implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi dalam penegakan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, maka penulis menyimpulkan bahwa Terdakwa AA Kuncoro Bin Soepar selaku Kepala Desa Wonoasri yang didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atas kasus program Prona di Desa Wonoasri Kabupaten Madiun, telah terbukti bersalah dan diputus hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun melanggar Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) subsidair 3 (tiga bulan kurungan).

Kata kunci : korupsi, penegakan tindak pidana korupsi, undang-undang tindak pidana korupsi

Page 6: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Henggar Tuti Kusumawardani. E1107031.2011.Faculty of Law of Surakarta Sebelas Maret University. THE IMPLEMENTATION OF ARTICLE 12 LETTER E AND ARTICLE 5 CLAUSE (2) OF ACT NUMBER 31 OF 1999 Jo ACT NUMBER 20 OF 2001 ABOUT CORRUPTION CRIME IN THE CORRUPTION CRIME ENFORCEMENT (A STUDY ON DECISION No.458 /Pid.B/ 2011/PN.Kb.Mn IN DISTRICT COURT OF MADIUN REGENCY).

This study belongs to normative law research. The legal materials type used was secondary legal materials, while the technique of collecting data used was library study, in the form of secondary legal materials to the problem studied and categorized according to cataloguing. After all legal materials collected, they were then analyzed using legal materials analysis method that is quantitative in nature.

This research aims to study the implementation of Article 12 letter e and Article 5 clause (2) of Act Number 31 of 1999 jo Act Number 20 of 2001 about Corruption Crime in the corruption crime enforcement. Considering the result of research the writer has conducted, the writer concludes that the defendant AA Kuncoro Bin Soepar as the chief of Wonoasri Village indicted with violation against the Article 12 letter e and Article 5 clause (2) of Act Number 31 of 1999 jo Act Number 20 of 2001 about Corruption Crime for Prona program in Wonoasri Village of Madiun Regency, has been evidenced as guilty and is decide by the judge of District Court of Madiun Regency as violating the Article 12 letter e and Article 5 clause (2) of Act Number 31 of 1999 jo Act Number 20 of 2001 about Corruption Crime, and the defendant is sentenced with 1 9one) year and 3 (three) mounths imprisonment subtracted with the time when the defendant is in detention and fine of Rp 60.000,00 (sixty millions rupiahs) subsidiary 3 (three) mounth imprisonment.

Keywords: corruption, the enforcement of corruption crime, corruption crime act.

Page 7: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Penulisan Hukum (skripsi) dengan judul “IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e

DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA

KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI

PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN”. Penulisan Hukum (skripsi) ini

disusun guna melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

bidang ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung sehingga Penulisan Hukum (skripsi) ini dapat tersusun. Ucapan terima kasih

penulis haturkan kepada :

1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. R. Ginting, S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana.

3. Rofikah, S.H., M.H dan Subekti, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Penulisan

Hukum (skripsi) yang dengan arif dan bijaksana telah meluangkan waktu dan

pikiran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan.

4. Harjono, S.H.,M.H selaku Ketua Program Non Reguler Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Rahayu Subekti, S.H.,M.Hum selaku Pembimbing Akademik Penulis.

Page 8: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta,

semoga ilmu yang didapat penulis dapat menjadi berkah dan bermanfaat bagi

masa depan.

7. Bapak, Ibu dan Adik Hangga Putra Kusumawardana yang selalu mencurahkan

doa, semangat dan kasih sayangnya kepada penulis.

8. Sahabat Penulis, Ayu Kusumaningtyas, Nova, Berlian, Kartika, Shinta, Tiara,

Silvy Ayu, Riana dan Endah yang selalu bekerjasama dan membantu penulis.

9. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) ini.

Semoga Allah SWT membalas jasa serta budi baik kepada pihak-pihak yang

telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) ini.

Penulis menyadari bahwa dalam Penulisan Hukum (skripsi) ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis

harapkan untuk kesempurnaan Penulisan Hukum (skripsi) ini.

Dengan demikian semoga Penulisan Hukum (skripsi) ini bermanfaat bagi

penulis dan pembaca serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan Laporan ini.

Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

Henggar Tuti Kusumawardani

Page 9: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

MOTTO

Tidak ada yang lebih utama sesudah pekerjaan fardhu, selain menuntut ilmu

pengetahuan dan agama

(HR.Asy Safi’i)

Berpedomanlah bahwa orang lain bisa mengapa kita tidak, orang lain berani

mengapa kita takut, orang lain sukses mengapa kita gagal.

(A. Masrur Dan B. Marhijanto)

Hidup ini bukanlah beban sekedar cobaan, mampukah kau bertahan

( Justice Voice)

Apapun yang kamu yakini itulah yang kamu dapatkan , keyakinan hati adalah

kunci utama dalam meraih keberhasilan

( Pepatah )

Page 10: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

PERSEMBAHAN

Ø ALLAH S.W.T, yang telah memberikan kesehatan, kemudahan dan

kelancaran

Ø Nabi Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi penulis

Ø Ayah dan Bunda tercinta, yang senantiasa memberikan doa dan semangat

Ø Adikku tersayang, yang memberikan doa, dukungan dan semangat

Ø Sahabat-sahabat tersayang

Page 11: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................................ v

ABSTRACT ...................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

MOTTO ............................................................................................................ ix

PERSEMBAHAN ........................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5

E. Metode Penelitian ........................................................................... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ......................................................... 8

Page 12: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori .................................................................................. 10

1. Tinjaua

n tentang Tindak Pidana Korupsi ……………………… 10

2. Tindak Pidana Korupsi sebagai

Kejahatan Luar Biasa (Extra Odinary Crime) ………………..... 18

3. Tindak Pidana Korupsi dalam sejarah hukum di Indonesia…….

B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 25

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam

putusan No. 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn............................... ..... 27

B. Kendala Implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi dalam putusan No 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn ........ .... 74

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................... 76

B. Saran ................................................................................................. 77

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 78

Page 13: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 25

Page 14: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia terkenal sebagai salah satu dari jajaran negara yang paling korup di

tingkat dunia. Hal ini ditandai bahwa korupsi telah merambah keseluruh lingkup

birokrasi pemerintah tingkat pusat dan daerah, lembaga legislatif, peradilan,

kejaksaan, kepolisian, dan juga melibatkan sektor swasta.

Praktik korupsi di Indonesia, menurut R. Dyatmiko Soemodiharjo dalam

penjelasannya :

Bahwa korupsi di Indonesia sudah sampai pada tingkat yang paling membahayakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hal ini bukan semata-mata dari jumlahnya yang mencapai triliunan rupiah, tetapi juga karena korupsi telah dilakukan di berbagai bidang penting, antara lain pendidikan, kesehatan, penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan sarana atau prasarana yang menyangkut hajat hidup rakyat. (R. Dyatmiko Soemodiharjo, 2008: ix).

Korupsi telah membawa dampak yang buruk bagi keberadaan suatu negara

karena korupsi dapat merusak seluruh sendi kehidupan bangsa, menghancurkan moral

masyarakat, merugikan perekonomian negara yang berakibat pada kemiskinan.

Korupsi juga menghambat upaya suatu negara untuk meningkatkan peradaban guna

bersaing dengan negara lain (Rudi silabaan,http://politik.kompasiana.com/2009/12/12,

diakses pada tanggal 30 Desember 2010 pukul 20.00). Penyebab korupsi berakar pada

kondisi politik dan ekonomi tertentu dari setiap negara dan kompleksitas yang

membuat upaya perbaikan sulit. Ada tiga faktor utama diidentifikasi sebagai penyebab

yaitu kesempatan, gaji, dan aparat penegak hukum. Merupakan terjemahan dalam

bahasa Indonesia yang disadur dari jurnal internasional yang diterapkan di negara

Malaysia yang mengemukakan bahwa “The causes of corruption are rooted in the

particular political and economic conditions of each country and the complexity of

Page 15: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

which makes remedial efforts difficult . Three main factors are identified as principle

causes: opportunities, salaries, and policing”( Nik Rosnah Wan Abdullah. 2008. “

Eradicating Corruption”. The Malaysian Experience JOAAG, volume 3 nomor 1).

Korupsi di Indonesia dianggap sebagai salah satu musuh utama, namun demikian

harapan masyarakat untuk membasminya, bukan merupakan suatu hal yang mudah.

Seringkali muncul sikap-sikap skeptisme terhadap persoalan pencegahan dan

pemberantasan korupsi. Adanya anggapan bahwa Indonesia tergolong sebagai suatu

negara yang paling besar korupsinya, namun tidak satupun koruptor yang terjerat,

menandakan adanya sikap skeptisme tersebut (Sjahruddin Rasul, 2009: 543).

Fakta bahwa korupsi memang sudah sedemikian meluasnya di Indonesia juga

tampak dari presepsi masyarakat khususnya para pakar atau pengamat dan lembaga-

lembaga anti korupsi di dalam negeri serta masyarakat atau lembaga intenasional

yang secara khusus menilai praktik-praktik korupsi di berbagai negara termasuk di

Indonesia. Meluasnya tindak pidana tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus yang

terjadi, kerugian yang diderita oleh negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana

yang dilakukan semakin sistematis serta ruang lingkupnya yang memasuki seluruh

aspek kehidupan masyarakat. Tindak pidana korupsi bukan hanya terjadi di Ibu kota

negara yang dikenal sebagai pusat pemerintahan, tetapi banyak juga korupsi yang

terjadi di daerah. Maka tidak salah bahwa korupsi sering disebut sebagai kejahatan

luar biasa (extra ordinary crime), sehingga selalu mendapatkan perhatian yang lebih

besar daripada tindak pidana yang lain. Pemerintah beserta para aparat penegak

hukum selalu berusaha keras untuk dapat mencegah dan menanggulangi tindak

pidana korupsi tersebut.

Masalah korupsi bukan hanya terkait dengan hukum saja, tetapi juga berkaitan

dengan budi pekerti, moral, etika atau akhlak. Seseorang yang melakukan korupsi,

disamping terdapatnya kesempatan untuk berbuat korupsi juga karena ada niat dalam

dirinya untuk berbuat korupsi. Bahkan dengan sengaja memperkaya diri sendiri tanpa

menghiraukan tindakannya tersebut melanggar norma hukum serta merugikan rakyat,

Page 16: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

bangsa, dan negara. Ironisnya bahwa korupsi tidak lagi dilakukan secara individu atau

perorangan, sekarang ini korupsi telah dilakukan secara kelompok tanpa adanya rasa

malu (Dani al Amahkya, http://scribd.com/doc/38803830, diakses pada tanggal 28

Desember 2010 pukul 20.00).

Pada kenyataannya, Korupsi telah menjadi budaya masyarakat Indonesia,

bahkan sekarang ini, hampir tidak ada yang bisa dilakukan seseorang tanpa korupsi.

Para pelaku korupsi umumnya orang-orang terdidik dan relatif memiliki jabatan di

birokrasi pemerintahan. Pada asasnya setiap korupsi di birokrasi mana saja sifatnya

sama, yakni pemanfaatan jabatan oleh oknum pejabat pemerintah yang bertujuan

untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya, dalam hal mana perbuatan

tersebut menyimpang dari sumpah jabatan dan hukum yang berlaku (M Satria,

http://jurnal.unhalu.ac.id, diakses pada tanggal 27 Desember 2010 pukul 22.00).

Mencermati kasus Kuncoro, yaitu Kepala Desa Wonoasri Kabupaten Madiun

ini, dalam hal ini Penuntut Umum menuntut bahwa Kuncoro telah melakukan tindak

pidana korupsi berupa memanfaatkan program Prona (Program Nasional Agraria)

sebagai upaya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Perbuatan terdakwa

Kuncoro tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 Huruf e dan Pasal 5 ayat

(2) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Berdasarkan permasalahan tersebut, serta masih sedikitnya penelitian terhadap

hal tersebut, penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dalam rangka tugas

akhir dengan judul “IMPLEMENTASI PASAL 12 Huruf e DAN PASAL 5 AYAT

(2) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG

NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA

KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI

PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI

KABUPATEN MADIUN)”.

Page 17: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang mengidentifikasikan

mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menemukan

pemecahan masalah dengan tepat dan sesuai dengan tujuan.

Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah, maka penulis

dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2)

Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001

tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam Putusan No 458 / Pid.B /

2011 / PN.Kb.Mn Di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ?

2. Apa kendala implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2)

Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001

tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam Putusan No 249 / 0.5.14 /

Biasa / 11 / 2010 di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas yang

hendak dicapai, tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pengarahan dalam

melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan objektif

a. Untuk mengetahui implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat

(2) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

b. Untuk mengetahui kendala implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal

5 ayat (2) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 18: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun

karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar

kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Suarakarta.

b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan

pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek

lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis sendiri khususnya dan dapat

memberi manfaat bagi masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan

yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari

penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum Pidana

pada khususnya.

b. Untuk memberikan suatu tambahan informasi, referensi, maupun

literatur yang berguna bagi penulisan hukum selanjutnya guna pengembangan

ilmu hukum

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang

diteliti oleh penulis yaitu mengetahui tentang implementasi Pasal 12 huruf e

dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang

No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal

untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

Page 19: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-

prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentsi, teori atau

konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter

Mahmud Marzuki 2005:35).

Metode penelitian adalah suatu cara yang akan digunakan dalam proses

penelitian. Metode penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari sudut penelitian hukum, dalam penelitian ini penulis

menggunakan jenis penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum normatif

atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif adalah suatu

prosedur penelitian ilmiah untuk menemukn kebenaran berdasarkan logika

keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Jhonny Ibrahim, 2006 : 57)

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu

sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif. Artinya

sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum,

konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,

2005:22)

3. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian normatif,

maka terdapat beberapa macam pendekatan penelitian hukum antara lain

pendekatan Undang-Undang (statue approach), pendekatan kasus (case

Page 20: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)

(Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Dari berbagai pendekatan tersebut, penelitian

ini menggunakan pendekatan Undang-Undang (statue approach) yakni Undang-

Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dan

pendekatan kasus (case approach).

4. Jenis dan Sumber Penelitian hukum

Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah bahan hukum

sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa pada dasarnya

penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Sehingga penelitian ini

menggunakan bahan hukum yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-

catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan hukum

primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo

Undang-Undang No 20 Tahun 2001.

b.Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu memahami dan

menganalisis bahan hukum primer, misalnya buku-buku teks yang ditulis para

ahli hukum, literature-literatur, dokumen resmi, karya ilmiah yang berhubungan

dengan penelitan ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah yaitu bahan-bahan yang memberikan

petunjuk dalam penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

misalnya kamus hukum, kamus besar Indonesia, dan bahan-bahan dari internet

yg berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Page 21: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini

adalah bahan pustaka atau studi dokumen, yaitu merupakan suatu teknik

pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen, artikel,

literatur, karangan ilmiah, jurnal-jurnal dan sebagainya yang berkaitan dengan

pokok permasalahan yang dikaji dan dipergunakan sebagai penunjang dalam

penulisan penelitian hukum. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan

secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat

umum terhadap permasalahan kongkret yang dihadapi (Jonny Ibrahim, 2006:393).

6. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Penulisan Penelitian Hukum ini menggunakan teknik analisis bahan hukum

deduksi silogisme. Menurut Philipus M. Hadjon sebagaiman dikutip oleh Peter

Mahmud Marzuki metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh

Aristoteles penggunaan deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor

(pernyataan bersifat umum), kemudian diajukan premis minor (pernyataan

khusus) dari kedua premis itu ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter

Mahmud Marzuki, 2006 : 47). Dalam Penulisan penelitian hukum ini, Undang-

Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 sebagai premis

mayor, sedangkan yang menjadi premis minor adalah Putusan Nomor 458 / Pid.B

/ 2011 / PN.Kb.Mn

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan memberikan

gambaran mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam

Page 22: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

penelitian hukum, maka penulis menjabarkannya dalam bentuk sistematika penelitian

hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub

bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan

hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

Pada Bab I Pendahuluan, penulis memberikan gambaran awal tentang

penelitian, yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum

yang digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi dari penelitian ini secara

garis besar.

Pada Bab II Tinjauan Pustaka, penulis menguraikan mengenai dua sub bab

yaitu kerangka teori dan kerangkan pemikiran. Dalam kerangka teori, penulis akan

menguraikan mengenai tinjauan tentang Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana

Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa (Extraordinary Crime), dan Tindak Pidana

Korupsi Dalam Sejarah Hukum di Indonesia.

Pada Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, penulis memberikan

pembahasan hasil penelitian mengenai Implemetasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat

(2) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

tentang Tindak Pidana Korupsi dalam Putusan No 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn Di

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun serta kendala Implemetasi Pasal 12 huruf e dan

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Putusan No 458 /

Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn Di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.

Pada Bab IV Penutup, penulis memberikan simpulan dari pembahasan atas

rumusan masalah dan saran dalam penulisan penelitian hukum ini.

Page 23: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Korupsi

a. Pengertian Korupsi

Menurut asal katanya korupsi berasal dari kata Latin yaitu corruptio dan

dalam Bahasa Inggris menjadi corruption yang selanjutnya dalam Bahasa

Indonesia disebut korupsi. Korupsi secara harafiah mengandung arti jahat.

Dalam Black’s Law dictionary, korupsi merupakan suatu perbuatan yang

dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak

resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya

atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri

atau orang lain. Dalam arti sempit, korupsi berarti penyimpangan standar

perilaku tertentu oleh pihak yang berwenang demi memenuhi kepentingan diri

sendiri maupun orang lain (Rohim, 2008: 1).

Selama ini istilah korupsi mengacu pada berbagai aktivitas atau tindakan secara tersembunyi dan illegal untuk mendapatkan keuntungan demi kepentingan pribadi atau golongan, dalam perkembangannya tedapat penekanan bahwa korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atau kedudukan untuk kepentingan pribadi. Huntington menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang dari public official atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan dianut oleh masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. Vito Tansi mengemukakan bahwa korupsi perilaku yang tidak mematuhi prinsip, dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau pejabat publik, keputusan yang dibuat berdasarkan hubungan pribadi atau keluarga akan menimbulkan korupsi, termasuk juga konflik kepentingan dan nepotisme. Dalam konteks ini, Alatas mengemukakan pengertian korupsi dengan menyebutkan aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan

Page 24: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat-akibat yang diderita oleh masyarakat (Chaerudin, 2009: 2).

Selanjutnya Alatas mengembangkan 7 (tujuh) tipologi korupsi sebagai berikut :

1) Korupsi Transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara seorang donor dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak.

2) Korupsi Ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi.

3) Korupsi Investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk mengatisipasi adanya keuntungan di masa datang.

4) Korupsi Nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat.

5) Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat medapatkan keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (inseders informatioan) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan.

6) Korupsi Supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan, dan

7) Korupsi Detensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan (Chaerudin, 2009: 2). Klitgaard mengemukakan pengertian tindak pidana korupsi, adalah

sebagai berikut:

Korupsi ada apabila seseorang secara tidak sah meletakkan kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakat dan sesuatu yang dipercayakan kepadanya untuk dilaksanakan. Korupsi muncul dalam berbagai bentuk dan dapat bervariasi dari yang kecil sampai monumental. Korupsi dapat melibatkan penyalahgunaan perangkat kebijaksanaan, ketentuan tarip dan perkreditan, kebijaksanaan sistem irigasi dan perumahan, penegakan hukum dan peraturan bekaitan dengan keselamatan umum, pelaksanaan kontrak dan pelunasan pinjaman atau melibatkan prosedur yang sederhana. Hal itu dapat terjadi pada sektor swasta atau melibatkan sektor publik dan sering terjadi dalam kedua sektor tersebut secara simultan. Hal itu dapat jarang atau meluas terjadinya. Pada sejumlah Negara yang sedang berkembang, korupsi telah menjadi sistematik. Korupsi dapat melibatkan janji ancaman atau keduanya, dapat dimulai oleh seorang pegawai negeri atau masyarakat yang berkepentingan, dapat mencakup

Page 25: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

perbuatan tidak melakukan atau melakukan, dapat melibatkan pekerjaan yang tidak sah maupun yang sah, dapat di dalam atau diluar organisasi publik. Batas-batas korupsi sangat sulit didefinisikan dan tergatung pada hukum lokal dan adat kebiasaan. Tugas pertama dari analisis kebijakan adalah untuk mengelompokkan tipe-tipe kebiasaan korupsi dan tidak sah dalam situasi yang nyata dan melihat pada contoh-contoh yang kongkrit (Chaerudin, 2009: 3).

Definisi korupsi juga dikemukakan U Myint yang mendefinisikan

korupsi sebagai penggunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi atau

dengan kata lain menggunakan posisi resmi, pangkat untuk keuntungan

pribadi. Merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang disadur dari

jurnal internasional yang mengemukakan corruption is defined as the use of

public office for private gain, or in other words, use of official position, rank

or status by an office bearer for his own personal benefit (U Myint. 2000.

“Corruption: Causes, consequences and cures”. Asia Pasific Development

Journal Volume 7 Nomor 2).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2

dan 3 mendefinisikan korupsi sebagai berikut :

1) Setiap orang yang secara sengaja melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

2) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

3) Dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara

b. Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi

Dalam bahasa latin modus operandi berarti cara bertindak atau prosedur.

Modus operandi korupsi adalah cara-cara bagaimana korupsi itu dilakukan.

Modus operandi korupsi telah berkembang pesat mulai dari cara konvensional

Page 26: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

sampai pada pemanfaatan teknologi yang memunculkan kejahatan berdimensi

baru. Sebagai extraordinary crime, pemberantasan tindak korupsi seakan-akan

berpacu dengan munculnya beragam modus operandi korupsi yang semakin

canggih (Rohim, 2002: 14).

Saat ini juga telah muncul berbagai korupsi dengan modus operandi yang

amat halus sehingga seolah-olah terkesan bukan merupakan tindak pidana

korupsi. Contoh konkritnya adalah penjualan saham atau privatisasi sejumlah

Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebelum diprivatisasi, saham direkayasa

supaya niainya turun, lalu dijual. Setelah di jual, saham tersebut ternyata

melonjak tajam.

Modus operandi yang paling canggih dari tindak pidana korupsi saat ini

adalah kebijakan publik baik yang dikeluarkan dari lembaga legislatif,

eksekutif, maupun lembaga-lembaga pembuat keputusan yang ada di BUMN

atau BUMD dan juga lembaga perbankan (Rohim, 2008: 19). Semenjak

otonomi daerah dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah

memberikan peluang bagi setiap daerah untuk mengeluarkan produk-produk

legislatif maupun eksekutif berupa peraturan daerah,surat keputusan ataupun

keputusan-keputusan rapat. Produk-produk seperti itu seakan memberikan

legislasi secara hukum bagi pembuatnya, walaupun kebijakan tersebut ternyata

mengandung unsur-unsur yang masuk dalm pengertian melawan hukum atau

menyalahgunakan kewenangan. Para pelaku dari pembuat kebijakan publik ini

adalah pimpinan dan anggota DPRD, Menteri, Gubernur, Bupati, Kepala

Dinas, Direksi BUMN, BUMD atau perbankan milik pemerintah. Terdapat

macam-macam modus operandi korupsi secara umum yaitu :

1) Pemberian Suap atau sogok (Bribery)

Memberi suap sepertinya tidak menjadi rahasia lagi. Suap adalah salah

satu tindak korupsi yang paling sering terjadi di masyarakat, bahkan pelaku

Page 27: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

tindak pidana ini seakan-akan tidak mempunyai rasa bersalah. Suap

menurut Pasal 209 KUHP adalah memberi hadiah kepada pegawai negeri

dengan maksud untuk membujuk pegawai negeri itu agar berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Sedangkan,

menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Krupsi, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau

penyelenggara Negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan

dengan jabatannya dan yang berlawan dengan kewajibannya atau tugasnya,

antara lain diatur dalam Pasal 5, 6, 11, dan 12. Disamping itu terdapat

beberapa pemberian uang kepada orang lain tetapi tidak termasuk suap,

sehingga setiap orang bebas melakukannya antara lain:

a) Uang Jasa yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh seseorang terhadap

orang tertentu yang sudah melakukan suatu pekerjaan baginya. Uang

sejenis ini adalah uang tambahan diluar dari biaya wajib yang akan

dibayar oleh konsumen, biasanya dilakukan di hotel,restoran, biro jasa,

urusan kantor atau administrasi lainnya.

b) Uang Administrasi, khusus dalam kepengurusan surat-menyurat dengan

pemerintah daerah maupun pusat, kadang kita diperhadapkan dengan

berbagai kesulitan. Salah satu kesulitan itu adalah mengenai biaya

administrasi surat. Sebagaian biaya administrasi surat-surat tersebut

telah tercantum biayanya, tetapi ada juga yang tidak tercantum.

c) Uang Registrasi, apabila mendaftarkan sebuah institusi dari tingkat

daerah ke tingkat pusat atau mengurus surat-surat ke badan pemerintah,

tentu akan dikenakan biaya administrasi. Seringkali biaya tidak

tercantum. Untuk itu perlu diadakan pendekatan lalu membicarakan

tentang biaya. Atas kesepakatan kedua belah pihak barulah hal itu

ditindaklanjuti. Kalau membayar sesuai dengan harga yang telah

Page 28: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

ditetapkan oleh pihak pemerintah yang tidak bedasarkan harga resmi,

maka hal itu bukanlah suap (dengan ketentuan bahwa seluruh

persyaratan terpenuhi).

2) Pemalsuan (Fraud)

Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan

oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud

untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara

langsung merugikan pihak lain. Otonomi daerah yang mengakibatkan

pendegalasian wewenang pemerintah pusat banyak dilimpahkan ke daerah

kabupaten atau kota juga bepotensi memindahkan fraud dari pusat ke

daerah..

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa secara umum intensitas

terjadinya fraud pada aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan

kegiatan, dan pengawasan berada daam kategori pernah terjadi fraud.

Kegiatan yang dianggap signifikan dalam intensitas kemunculan fraud-nya

adalah meninggikan anggaran dalam pengajuan kegiatan serta

menggunakan barang milik Negara untuk kepentingan pribadi.

Demikian juga bidang kegiatan yang teridentifikasi dalam kategori

sering terjadi tindakan fraud yaitu bidang perijian, pengadaan barang dan

jasa, pemilhan kepala daerah, kepegawaian, pemeliharaan fasilitas umum,

penerimaan pendapatan daerah, pengawasan, dan pertanggungjawaban

kepala daerah.

3) Pemerasan (Exortion)

Dalam sejumlah kasus, fenomena pemerasan memang menjadi salah

satu modus untuk menjalankan kejahatan. Merupakan perbuatan

memaksa seseorang untuk membayar atau memberikan sejumlah uang

atau barang atau bentuk lain sebagai ganti dari seorang pejabat publik

Page 29: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perbuatan tersebut dapat diikuti

dengan ancaman fisik ataupun kekerasan.

4) Penyalahgunaan Jabatan atau Wewenang (Abuse of Discretion)

Penyalahgunaan jabatan atau wewenang merupakan perbuatan

mempergunakan kewenangan yang dimiliki, untuk melakukan tindakan

yang memihak kepada kelompok atau perseorangan, sementara bersikap

diskriminatif terhadap kelompok atau perseorangan lainnya. Pasal 3

Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan

penyalahgunaan jabatan atau wewenang adalah setiap orang yang dengan

sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan

Negara atau perekonomian Negara.

5) Nepotisme (Nepotism)

Istilah nepotisme, yang berasal dari kata Latin nepos, yang artinya

cucu. Nepotisme dipakai sebagai istilah untuk menggambarkan perbuatan

mengutamakan sanak keluarga, kawan dekat serta anggota, partai politik

yang sepaham, tanpa memperhatikan persyaratan yang ditentukan. Jadi,

jika keluarga itu memang memenuhi syarat, maka tidaklah termasuk

nepotisme dalam pengertian itu. Nepotisme secara umum lebih berarti

moral daripada yuridis (Rohim, 2008: 21).

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001, korupsi dirumuskan ke dalam 30 (tiga puluh) bentuk

atau jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Page 30: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

1) Korupsi yang terkait dengan keuangan Negara, yaitu melawan hukum untuk

memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan keuangan Negara,

menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat

merugikan keuangan Negara yang terdapat dalam Pasal 2 dan 3.

2) Korupsi yang terkait dengan suap menyuap, yaitu menyuap pegawai negeri,

memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya, pegawai negeri

menerima suap, pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan

jabatannya, menyuap hakim, menyuap advokad, hakim dan advokad yang

menerima suap, hakim yang menerima suap, adokad yang menerima suap

yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal

13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf a an huruf b, Pasal 11, Pasal 6 ayat (1)

huruf a dan huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf c dan huruf d.

3) Korupsi yang terkait penggelapan dalam jabatan, yaitu pegawai negeri yang

menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan, pegawai negeri

memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi, pegawai negeri

merusakkan bukti, pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan

bukti, pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti, terdapat

dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, dan Pasal 10

huruf c.

4) Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan, yaitu pegawai negeri

memeras, pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain, terdapat

dalam Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf g, dan Pasal 12 huruf f

5) Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, yaitu pemborong berbuat

curang, pengawas proyek membiarkan perbuatan curang, rekanan TNI atau

POLRI berbuat curang, pengawas rekanan TNI atau POLRI membiarkan

perbuatan curang, penerimaan barang TNI atau POLRI membiarkan

perbuatan curang, pegawai negeri menyerobot tanah Negara sehingga

merugikan orang lain, terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat

Page 31: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

(1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat

(2), Pasal 12 huruf h.

6) Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, yaitu

pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya, yang terdapat

dalam Pasal 12 huruf i.

7) Korupsi yang terkait dengan gratifikasi yaitu, pegawai negeri menerima

gratifikasi dan tidak melapor KPK, yang terdapat dalam Pasal 12B jo.Pasal

12C

Selain tujuh kelompok jenis tindak pidana korupsi tersebut, maka masih

ada 6 (enam) tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi,

yaitu merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi, tidak memberikan

keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, bank yang tidak

memberikan keterangan rekening tersangka, saksi atau ahli yang tidak

memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu, orang yang memegang

rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu,

saksi membuka identitas pelapor ( R.Dyatmiko Soemodihardjo, 2008: 188).

2. Tindak Pidana Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa (Extra Odinary Crime).

Tindak Pidana korupsi di Indonesia telah banyak terjadi. Dilihat dari awal

mula kejadiannya, semua jenis kejahatan (termasuk korupsi) selalu dimulai dari

pelanggaran hukum di bidang keuangan yang kuantitasnya kecil dan kualitasnya

rendah. Kejahatan - kejahatan demikian itu akan segera menjadi besar dan meluas

apabila didukung oleh situasi lingkungan yang permisif dan kontrol hukum yang

lemah. Kultur hukum di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan ada situasi yang

serba negatif. Kejahatan kecil yang dilakukan individu dengan cepat menjadi

kejahatan besar (kolektif). Kini, korupsi itu sudah merupakan kejahatan kolektif

atau dapat disebut sebagai extraordinary crime. Korupsi bukan lagi merupakan

Page 32: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

kejahatan biasa dan bersifat per individu, melainkan telah menjadi kejahatan luar

biasa yang bersifat kolektif. (Sudjito, http://koruptorindonesia.com, diakses pada

tanggal 10 Juni 2010 pukul 20.00). Terdapat empat alasan korupsi dapat dikatakan

sebagai extraordinary crime. Pertama tindakan korupsi itu dapat dilakukan lintas

negara (transnasional). Kedua, pembuktian yang sulit dilakukan. Ketiga

bertentangan dengan Undang-Undang dan keempat dampaknya sangat luar biasa.

Korupsi merupakan extraordinarycrime, maka dibutuhkan extraordinary body

untuk mengatasi kejahatan ini. Lembaga yang dimaksud adalah Komisi

Pemberantasan Korupsi atau KPK (Abdullah, http://mesjidui.ui.ac.id,diakses pada

tanggal 09 Juni 2011 pukul 19.00).

Mengingat korupsi merupakan extraordinary crime, maka penegakan

hukumnya berbeda dengan penegakan hukum biasa. penegakan hukum tindak

pidana korupsi menggunakan extraordinary method (di luar penegakan hukum

konvensional). Hal ini bukanlah berarti pelanggaran atau penolakan hukum.

Metode penegakan hukum yang kita pilih harus lebih unggul dan bisa mengatasi

perkembangan korupsi itu sendiri dan para aparat penegak hukum dapat berhasil

menangkap para koruptor. Para aparat penegak hukum wajib menemukan metode

baru yang antisipatif sekaligus represif terhadap perkembangan korupsi.

Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan

sikap kritis, kreatif, dan inovatif. Sikap kritis diperlukan tertuju kepada doktrin-

doktrin hukum individual-liberal yang masih kuat mengakar pada hukum pidana.

Dari sikap kritis itu diharapkan muncul keberanian untuk melakukan dekonstruksi

ke arah doktrin baru yang berkarakter kolektivitas, sosial dan religius. Artinya,

pemberantasan korupsi hendaknya didasarkan kepada ajaran yang

mempersepsikan korupsi itu sebagai kejahatan kolektif yang bertentangan dengan

nilai-nilai sosial dan agama. Doktrin baru demikian diharapkan mendorong

terwujudnya pemberantasan korupsi sebagai gerakan nasional yang mendapatkan

dukungan aktif dari segenap lapisan masyarakat, didasarkan atas keyakinan agama

Page 33: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

dan kecintaan kepada negeri tercinta, Indonesia (Sudjito,

http://koruptorindonesia.com, diakses pada tanggal 10 Juni 2010 pukul 20.00).

3. Tindak Pidana Korupsi Dalam Sejarah Hukum di Indonesia.

Pengaturan Tindak Pidana Korupsi dalam Sejarah Hukum di Indonesia adalah

sebagai berikut :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Keberadaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417,

418, 419, 420, 423, 425, dan 435, yang telah diadopsi oleh Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 dan diharmonisasikan dalam Pasal-Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10,

11, 12, 12 A, 12 B, dan 23.

b. Peraturan Penguasa Militer Nomor : Prt/PM-06/1957, tanggal 9 April 1957.

Rumusan atau batasan tentang korupsi menurut Peraturan Penguasa

Militer Nomor: Prt/PM-06/1957, tanggal 9 April 1957 dikelompokkan menjadi

dua, yaitu :

1) Tiap peraturan yang dilakukan oleh siapa pun juga baik untuk kepentingan

sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan

yang langsung ataupun tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan

atau perekonomian negara.

2) Tiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji

atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara

atau daerah, yang dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan

atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak

langsung membawa keuntungan keuangan atau material baginya.

c. Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat Nomor:

Prt/Peperpu/013/1958, Tanggal 16 April 1958, tentang Pengusutan, Penuntutan

dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi Pidana, dan Pemilikan Harta Benda (BN

Nomor 40 Tahun 1958).

Page 34: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor

Prt/Peperpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi, membagi

perbuatan korupsi menjadi dua yaitu :

1) Perbuatan korupsi pidana, yang dimaksud perbuatan korupsi ialah:

a) Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu

kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

suatu badan secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan

atau perekonomian negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu

badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau badan hukum

lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari

masyarakat.

b) Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu

kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

suatu badan dan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau

kedudukan .

c) Kejahatan-kejahatan tercantum dalam Paasal 41 sampai 50 Peraturan

Penguasa Perang ini dan dalam Pasal 209, 210, 418, 419, dan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana.

2) Perbuatan korupsi lainnya yang disebut perbuatan korupsi lainnya ialah:

a) Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan

melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan

negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang

menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum

lain yang mempergunakan model dan kelonggaran-kelonggaran dari

masyarakat.

b) Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan perbuatan

melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

Page 35: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

badan dan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau

kedudukan.

d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960

tentang Pengusutan, Penuntutan, Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi (LN

nomor 72 Tahun 1960)

Pengertian pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun

1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi

terdapat dalam Bab I tentang Pengertia Tindak Pidana Korupsi, Pasal 1 huruf a,

huruf b, dan huruf c yang dimaksud tindak pidana korupsi ialah:

1) Tindakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan

atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan

yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara atau

daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari

keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan

modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau Masyarakat.

2) Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu

kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

badan dan dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.

3) Kejahatan-kejahatan tercantum dalam Pasal 17 sampai Pasal 21

peraturan ini Dan dalam pasal 209, 210, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423,

425, dan 435 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

e. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Rumusan Tindak Pidana Korupsi menurut Undng-Undang Nomor 3 Tahun

1971 meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

suatu badan yang dilakukan secara melawan hukum yang secara langsung

ataupun tidak langsung dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian

negara.

Page 36: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

f. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor

XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi,

kolusi, dan nepotisme.

Menurut Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, bahwa dalam

penyelenggaraan negara telah terjadi praktik-praktik usaha yang

menguntungkan sekelompok tertentu yang mengakibatkan adanya korupsi,

kolusi, dan neotisme, yang melibatkan para pejabat negara dengan para

pengusaha. Majelis Permusyawaratan Rakyat bertetapan untuk memfungsikan

secara proporsional dan benar lembaga-lembaga negara yang ada, sehingga

penyelenggaraan negara dapat berlangsung sesuai dengan Undang-Undang

Dasar 1945 dan bebas dari korupsi, kolusi serta nepotisme.

g. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang

bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dalam Pasal 1 angka 1 sampai angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 tentang Penyelenggara Negara, Penyelenggara Negara yang bersih dan

bebas korupsi, kolusi, nepotisme, dan Asas Umum Pemerintahan yang baik,

adalah sebagai berikut :

1) Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi

eksekutif, legislative, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas

pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang

menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik

korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya.

3) Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peeraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana

korupsi.

Page 37: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

4) Kolusi adalah permufakatan atau kerja secara melawan hukum antar

Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain

yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.

5) Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan

hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di

atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

6) Asas Umum Pemerintahan Negara yang baik adalah asas yang menjunjung

tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan

Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan

nepotisme.

h. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Rumusan Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, terdapat dalam Pasal-Pasal 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12,

12 A, 12 B, 13, 14, 15, 16, 20, 21, 22, dan 23, selain memperlus pengertian

perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai korupsi, Undang-Undang juga

menegaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau

perekonomian negara tidak dapat menghapuskan dipidananya pelaku tindak

pidana korupsi (pasal 4)

i. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Pemberantasan tindak pidana korupsi tidak dapat dilakukan secara

biasa,karena itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui

pembentukan suatu badan khusus yang menangani pemberantasan tindak pidana

korupsi. badan khusus itu disebut Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Ermansjah Djaja, 2009: 8).

Page 38: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

B. Kerangka Pemikiran

PRONA

(Program Nasional Agraria)

BPN

Mengadakan Sosialisasi Menyangkut PRONA

WARGA Wonoasri

Kepala Desa Wonoasri

Mengadakan Musyawarah dan warga sepakat membayar biaya Prona

Memanfaatkan Program PRONA untuk menguntungkan diri sendiri

Melanggar : Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001

Melanggar : Pasal 5 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001

Putusan

Page 39: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Keterangan :

Mencermati kasus korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Wonoasri

Kabupaten Madiun, dalam hal ini Kepala Desa Wonoasri diduga telah

melakukan tindakan korupsi berupa memanfaatkan program Prona (Program

Nasional Agraria) sebagai upaya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

lain.

Kasus tersebut berawal pada Tahun 2009, Desa Wonoasri Kecamatan

Wonoasri Kabupaten Madiun termasuk desa yang terpilih mendapat Program

Prona atau Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang merupakan Program

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang merupakan program

bantuan Gardu Taskin (Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan) untuk

masyarakat miskin di Desa Wonoasri agar mereka dapat memiliki sertifikat hak

atas tanahnya. Dalam sosialisasi yang diselenggarakan oleh BPN, pihak BPN

tidak menyebutkan bahwa dana untuk melaksanakan Program Prona tersebut

ditanggung pemerintah sebesar Rp.300.000 per bidang.

Masyarakat dengan dibantu oleh Kepala Desa mengadakan musyawarah

mengenai biaya Prona tersebut dan musyawarah tersebut menghasilkan

kesepakatan bahwa para peserta Prona tersebut bersedia membayar biaya untuk

program Prona.

Dengan adanya musyawarah dan pembayaran baiaya Prona kepada Kepala

Desa tersebut, maka Kepala Desa diduga telah melakukan tindakan korupsi yang

berupa menguntungkan diri sendiri atau orang lain

Page 40: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi Studi Perkara di Pengadilan Negeri Kabupaten

Madiun

1. Identitas Terdakwa

Nama : AA Kuncoro Bin Soepar

Tempat Lahir : Madiun

Tanggal Lahir : 30 April 1971 (39 tahun)

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan :Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun

2. Kasus Posisi

Pada tahun 2009, Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun

termasuk Desa yang terpilih Prona (Program Nasional Agraria) atau Percepatan

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang merupakan program bantuan Gardu Taskin

(Gerakan Terpadu Pengentasan Kemskinan) untuk masyarakat miskin di Desa

Wonoasri agar masyarakat dapat memilki sertifikat hak atas tanahnya dan

Program Pemerintah tersebut bersumber dari dana APBN (Anggaran Pendapatan

Belanja Negara) 2009, di programkan melalui Kantor Pertanahan Kabupaten

Madiun dengan alokasi dana sebesar Rp. 300.000,- per bidang samapai dengan

terbit sertipikat. Dalam sosialisasi program tersebut oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Madiun telah dijelaskan program tersebut gratis yang diperuntukkan

Page 41: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

bagi masyarakat miskin dan peserta tinggal menyiapkan keperluan yang tidak

termasuk dalam bantuan pemerintah berupa materai @Rp.6000 sebanyak 4

lembar, Patok batas tanah diperlukan 4 patok, kelengkapan berupa foto copy

Kartu Tanda Penduduk 4 lembar, foto copy Kartu Keluarga sebanyak 4 lembar,

foto copy tanda lunas Pajak Bumi dan Bangunan sebanyak 4 lembar dan foto

copy SPPT sebanyak 4 lembar.

Terdakwa selaku Kepala Desa membentuk Kepanitiaan Prona, dalam hal ini

terdakwa berperan sebagai pelindung, kemudian panitia tersebut mengumpulkan

para peserta Prona di Desa untuk diadakan pertemuan membahas pembiayaan

Prona Dan pada pertemuan tersebut para peserta Prona dibebani biaya sebesar

Rp.400.000,- untuk setiap bidangnya. Biaya tersebut melebihi dari ketentuan

dalam Petunjuk Teknis Kegiatan Prona yang disampaikan dalam sosialisasi oleh

Pegawai Badan Pertanahan Kabupaten Madiun. Perbuatan terdakwa selaku

Kepala Desa di Desa Wonoasri telah memanfaatkan Program Prona sebagai

sarana menerima pemberian dari peserta Prona yang bertentangan dengan

kewajibannya sebagai Kepala Desa.

3. Dakwaan

Terdakwa didakwa dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-

Undang Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dakwaan Pertama :

Bahwa ia terdakwa A.A. Kuncoro Bin Soepar selaku Kepala Desa Wonoasri

Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun yang diangkat berdasarkan Keputusan

Bupati Madiun Nomor : 188.45/16/KPTS/ 402.013 / 2008 tanggal 08 Januari

2008 tentang Pemberhentian Pejabat Kepala Desa dan Pengesahan Kepala Desa

terpilih di Kabupaten Madiun, terdakwa pada tanggal 23 Maret 2009 sampai

dengan bulan Juli 2010 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2009

Page 42: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

sampai dengan tahun 2010 bertempat di Desa wonoasri Kecamatan Wonoasri

Kabupaten Madiun atau setidak-tidaknya pada suatu tempat termasuk dalam

Daerah Hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang berwenang

memeriksa dan mengadili, “dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan

kekuasaannnya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau

menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi

dirinya” dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :

Bahwa pada tahun 2009, Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten

Madiun termasuk desa yang terpilih mendapat Program Prona/Percepatan

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang merupakan Program Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia yang merupakan program bantuan Gardu Taskin

(Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan) untuk masyarakat miskn di Desa

Wonoasri agar mereka dapat memiliki sertifikat hak atas tanahnya dan program

bantuan Pemerintah tersebut bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja

Negara (APBN) tahun 2009, diprogramkan melalui Kantor Pertnahan Kabupaten

Madiun dengan alokasi dana perbidang sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu

rupiah) sampai dengan terbit sertifikat, dan untuk Desa wooasri telah dialokasikan

dana sebesar Rp. 84.600.000,- (delapan puluh empat juta enam ratus ribu rupiah)

untuk 282 (dua ratus delapan puluh dua) bidang.

Bahwa di dalam sosialisasi program tersebut oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Madiun telah dijelaskan program dimaksud “Gratis” yang

diperuntukan bagi orang miskin, dan peserta tinggal menyiapkan keperluan yang

tidak termasuk dalam bantuan pemerintah berupa Materai @ Rp. 6000,- (enam

ribu rupiah) sebanyak 4 lembar, Pathok batas tanah terbuat dari beton minimal 1

bidang diperlukan 4 patok, kelengkapan berupa Foto Copy Kartu Tanda

Penduduk Pemohon 4 lembar, Foto Copy kartu Keluarga 4 lembar, Foto Copy

tanda lunas Pajak Bumi Dan bangunan 4 lembar Dan Foto Copy SPPT 4 lembar

Page 43: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

yang untuk semuanya itu total biaya yang diperlukan kurang lebih adalah sebesar

Rp. 75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah).

Bahwa dalam pelaksanaan Program Prona di Desa Wonoasri tersebut,

terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara yang mempunyai tugas

dan tanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan serta sebagai pengayom masyarakat dan mengetahui maksud

program tersebut untuk orang miskin, seharusnya ia berkewajiban untuk

mengayomi warganya antara lain membantu warga desanya yang miskin agar

berhasil memperoleh sertifikat hak atas tanahnya, namun melaksanakan hal yang

bertentangan dengan kewajibannya yaitu membentuk Kepanitiaan Prona melalui

SK Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri No. 6 Tahun 2009 tanggal 25

Maret 2009 tentang Penetapan Panitia Sertifikat Tanah Masal atau Prona Desa

Wonoasri Kecamatan Wonoasri kabupaten Madiun (dalam SK tersebut terdakwa

duduk sebagai Pelindung), kemudian Panitia tersebut mengumpulkan para peserta

Program Prona di Desa untuk diadakan pertemuan membahas pembiayaan

program Prona Dan pada pertemuan tersebut para peserta Prona dibebani biaya

sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) untuk setiap bidangnya, biaya

tersebut melebihi dari ketentuan dalam Petunjuk Teknis Kegiatan Prona Tahun

2008 No : 963 – 310 – D.II tanggal 28 Maret 2008 yang disampaikan dalam

sosialisasi oleh Pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, sehingga

membebani masyarakat miskin. Dari jumlah 282 (dua ratus delapan dua) bidang

tersebut terdapat 16 (enam belas) orang yang belum membayar, sehingga

terkumpul uang sebesar kurang lebih Rp. 106.200.000,- (seratus enam juta dua

ratus ribu rupiah) yang dipergunakan untuk :

1) Untuk biaya materai Rp. 8.460.000,- (delapan juta empat ratus enam puluh

ribu rupiah)

2) Untuk Patok Rp. 12.690.000,- (dua belas juta enam ratus Sembilan puluh ribu

rupiah)

3) Untuk Pendataan Rp. 4.230.000,- (empat juta dua ratus tiga puluh ribu rupiah)

Page 44: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

4) Untuk Konsumsi Rp. 13.800.000,- (tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah)

5) Untuk Saksi-saksi sidang klarifikasi data dan penandatanganan berkas

pengukuran Rp. 33.840.000,- (tiga puluh tiga juta deapan ratus empat puluh

ribu rupiah)

6) Untuk Pemasangan Patok Rp. 2.820.000,- (dua juta delapan ratus dua puluh

ribu rupiah)

7) Untuk ATK Rp. 1.410.000,- (satu juta empat ratus sepuluh ribu rupiah)

8) Biaya Rapat Rp. 1.120.000,- (satu juta seratus dua puluh ribu rupiah)

9) Beli Aqua Rp. 1.062.000,- (satu juta enam puluh dua ribu rupiah)

10) Sewa Mobil Rp. 390.000,- (tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah)

11) Perjalanan Dinas Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)

12) Untuk Konsumsi pengukuran Rp. 9.180.000,- (sembilan juta seratus delapan

puluh ribu rupiah)

Jumlah total sebesar Rp. 94.002.000,- (sembilan puluh empat juta dua ribu

rupiah), sisanya sejumlah Rp. 12.198.000,- (dua belas juta seratus sembilan puluh

delapan ribu rupiah) yang diantaranya telah disita sejumlah Rp. 10.396.000,-

(sepuluh juta tiga ratus Sembilan puluh enam ribu rupiah).

Bahwa terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara di desa

sekaligus sebagai Pelindung Panitia Prona telah nyata memanfaatkan Program

Prona sebagai sarana menerima pemberian dari peserta Pona yang bertentangan

dengan kewajibannya sebagai Kepala Desa atau Penyelenggara Negara yang

seharusnya menjadi pengayom masyarakat.

Bahwa pada faktanya, dana dari masyarakat tersebut telah dipergunakan oleh

terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara di desa sekaligus

sebagai Pelindung Panitia Prona untuk menguntungkan diri sendiri sebesar Rp.

9.870.000,- (Sembilan juta delapan ratus tujuh puluh ribu rupiah) atau orang lain

antara lain dipergunakan untuk honor Sekdes (sekretaris desa), honor Kasun

Page 45: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

(kepala dusun), dan honor Petugas Lapangan yang sebenarnya untuk itu telah ada

honorariumnya dalam DIPA Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, serta untuk

konsumsi-konsumsi yang seharusnya tidak dibebankan kepada peserta Prona.

Bahwa peserta Prona di Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten

Madiun bersedia membayar masing-masing Rp. 400.000,- per bidang kepada

Panitia Prona karena Pelindung Panitia Prona adalah Kepala Desa mereka yang

mempunyai kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan desa atau Penyelenggara

Negara di desa yang jabatan dan kedudukannnya menentukan dalam keberhasilan

Program Prona sedangkan para peserta sendiri didesak oleh keperluan memiliki

sertipikat dengan mudah dan harga tidak mahal.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12

huruf e Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dakwaan kedua :

Bahwa tedakwa A.A. Kuncoro Bin Soepar selaku Kepala Desa Wonoasri

Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun yang diangkat berdasarkan Keputusan

Bupati Madiun Nomor : 188.45/ 16/ KPTS/ 402.013/ 2008 tanggal 08 Januari

2008 tentang Pemberhentian pejabat Kepala Desa dan Pengesahan Pengangkatan

Kepala Desa terpilih di Kabupaten Madiun, terdakwa pada tanggal 23 Maret 2009

sampai bulan Juli 2010 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2009

sampai setidak-tidaknya pada suatu tempat termasuk dalam Daerah Hukum

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun atau setidak-tidaknya pada suatu tempat

termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang

berwenang memeriksa dan mengadili, “sebagai pegawai negeri atau

penyelenggara Negara, menerima pemberian atau janji, atau menjanjikan sesuatu

kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dengan maksud supaya

pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersbut berbuat atau tidak berbuat

dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dilakukan atau tidak

Page 46: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

dilakukan dalam jabatannnya” perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara

sebagai berikut :

Bahwa pada Tahun 2009, Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten

Madiun termasuk Desa yang terpilih mendapat Program Prona atau Percepatan

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang merupakan Program Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia yang merupakan program bantuan Gardu Taskin

(Gerakan Terpadu Pengentasan Kemisinan) untuk masyarakat miskin di Desa

Wonoasri agar mereka dapat memiliki sertipikat hak atas tanahnya dan Program

bantuan pemerintah tersebut bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja

Negara (APBN) tahun 2009, diprogramkan melalui Kantor Pertanahan Kabupaten

madiun dengan alokasi dana perbidang sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu

rupiah) sampai dengan terbit sertipikat, dan untuk Desa Wonoasri telah

dialikasikan dana sebesar Rp. 84.600.000,- (delapan puluh empat juta enam ratus

ribu rupiah) untuk 282 (dua ratus delapan puluh dua) bidang.

Bahwa dalam sosialisasi program tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten

Madiun telah dijelaskan program dimaksud “Gratis” yang diperuntukkan bagi

orang miskin, dan peserta tinggal menyiapkan keperluan yang tidak trmasuk

dalam bantuan pemerintah berupa materai Rp. 6000,- (enam ribu rupiah)

sebanyak 4 lembar, Pathok batas tanah terbuat dari beton minimal 1 bidang

diperlukan 4 pathok, kelengkapan berupa Foto Copy tanda lunas Pajak Bumi dan

Bangunan 4 lembar dan Foto Copy SPPT 4 lembar yang untuk kesemuanya itu

total biaya yang diperlukan kurang lebih adalah sebesar Rp. 75.000,- (Tujuh

puluh lima ribu rupiah).

Bahwa dalam pelaksanaan Program Prona di Desa Wonoasri tersebut,

terdakwa selaku Kepala Desa telah mengetahui maksud program tersebut untuk

orang miskin, dan seharusnya sebagai seorang Kepala Desa atau Penyelenggara

Negara di Desa, terdakwa berkewajiban membantu warga desanya yang miskin

sebagai peserta Prona agar berhasil memperoleh sertifikat hak atas tanahnya,

namun terdakwa melaksanakan hal yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu

Page 47: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

membentuk Kepanitiaan Prona melalui SK Kepala Desa Wonoasri Kecamatan

Wonoasri Nomor : 6 tahun 2009 tanggal 25 Maret 2009 tentang Penetapan Panitia

Sertipikat Tanah Masal atau Prona Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri

Kabupaten Madiun (dalam SK tersebut terdakwa duduk sebagai Pelindung),

kemudian Panitia tersebut mengumpulkan para peserta Program Prona di Desa

untuk diadakan pertemuan membahas pembiayaan program Prona dan pada

pertemuan tersebut para peserta Prona dibebani biaya sebesar Rp. 400.000,-

(empat ratus ribu rupiah) untuk setiap bidangnya, biaya tersebut melebihi dari

ketentuan yang disampaikan dalam sosialisasi oleh Pegawai Kantor Badan

Pertanahan Kabupaten Madiun, sehingga membebani masyarakat miskin. Dari

jumlah 282 (dua ratus delapan puluh dua) bidang tersebut terdapat 16 (enam

belas) orang yang belum membayar, sehingga terkumpul uang sebesar kurang

lebih Rp. 106.200.000,- (seratus enam juta dua ratus ribu rupiah) yang

dipergunakan untuk :

1) Untuk biaya materai Rp. 8.460.000,- (delapan juta empat ratus enam puluh

ribu rupiah)

2) Untuk pathok Rp. 12.690.000,- (dua belas juta enam ratus Sembilan puluh

ribu rupiah)

3) Untuk pendataan Rp. 4.230.000,- (empat juta dua ratus Sembilan puluh ribu

rupiah)

4) Untuk konsumsi Rp. 13.800.000,- (tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah)

5) Untuk saksi-saksi didang klarifikasi data dan penandatangan berkas

pengukuran Rp. 33.840.000,- (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah)

6) Untuk pemasangan pathok Rp. 2.820.000,- (dua juta delapan ratus dua puluh

ribu rupiah)

7) Untuk ATK Rp. 1.410.000,- (satu juta empat ratus sepuluh ribu rupiah)

8) Biaya rapat Rp. 1.120.000,- (satu juta seratus dua puluh ribu rupiah)

9) Beli Aqua Rp. 1.062.000,- (satu juta enam puluh dua ribu rupiah)

10) Sewa mobil Rp. 390.000,- (tiga ratus Sembilan puluh ribu rupiah)

Page 48: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

11) Perjalanan Dinas Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)

12) Untuk konsumsi pengukuran Rp. 9.180.000,- (Sembilan juta seratus delapan

puluh ribu rupiah), sisanya sejumlah Rp. 12.198.000,- (dua belas juta seratus

sembilan puluh delapan ribu rupiah) yang diantaranya telah disita sejumlah

Rp. 10.396.000,- (sepuluh juta tiga ratus Sembilan puluh enam ribu rupiah).

Bahwa terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara di desa

sekaligus sebagai Pelindung Panitia Prona telah nyata memanfaatkan Program

Prona sebagai sarana menerima pemberian dari peserta Prona yang bertentangan

dengan kewajibannya sebagai Kepala Desa atau Penyelenggara Negara yang

seharusnya membantu masyarakatnya khususnya yang miskin untuk memperoleh

sertipikat dengan biaya yang ringan.

Bahwa pada faktanya dana dari masyarakat tersebut telah dipergunakan oleh

terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara di desa sekaligus

sebagai Pelindung Panitia Prona untuk menguntungkan diri sendiri sebesar Rp.

9.870.000,- (sembilan juta delapan ratus tujuh puluh ribu rupiah)

Bahwa peserta Prona di Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten

Madiun bersedia membayar masing-masing Rp. 400.000,- per bidang kepada

Panitia Prona karena Pelindung Panitia Prona adalah Kepala Desa mereka yang

mempunyai kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan desa atau Penyelenggara

Negara di desa yang jabatannya diangap penting dan menentukan dalam

keberhasilan Program Prona, walaupun sebenarnya pembayarn tersebut

memberatkan.

Perbuatan terdakwa sebagaiman diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5

ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Keterangan Saksi – Saksi

a. Saksi Edy Prasetyo,SH Bin Soeridjan, Madiun, 45 Tahun/25 Mei 1965,

Laki-laki, Indonesia, Perum.Taman Salak Blok B-221 Kelurahan Padean

Page 49: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Kecamatan Taman Kota Madiun, Islam, Kasi Sengketa Konflik dan

Perkara pada Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, S1 (Hukum),

dibawah sumpah dipersidangan pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut :

1) Bahwa keterangan yang disampaikan pada Berita Acara Pemeriksaan

(BAP) adalah benar.

2) Bahwa sejak Tahun 2006 sampai sekarang saksi bertugas di Kantor

Pertanahan Kabupaten Madiun sebagai Kasi Sengketa Konflik dan

Perkara. Bahwa tupoksi ( tugas pokok fungsi) saksi sekarang adalah

membantu Kepala Kantor Pertanahan untuk menyelesaikan sengketa

konflik dan perkara pertanahan di Kabupaten Madiun.

3) Bahwa saksi sebagai koordinator Prona di Kabupaten Madiun pada

Tahun 2009

4) Program Prona adalah Program Pengelolaan Pertanahan yang

merupakan tgas dan kewenangan kantor Pertanaan dengan kegiatan

percepatan pendaftaran tanah yang dialokasikan dari dana APBN

dalam DIPA Kantor Pertanahan tahun 2009. Bahwa maksud dan

tujuan diadakannya Prona adalah melaksanakan percepatan

pelaksanaan pendaftaran guna diterbitkannya sertifikat yang

sasarannya diutamakan adalah masyarakat golongan ekonomi lemah

sampai dengan menengah.

5) Bahwa sosialisasi Prona dilakukan sebanyak 3 ( tiga ) kali, pertama di

Pemerintah Kabupaten Madiun yang menghadiri adalah Kepala Dinas

dan Camat, sosialisasi yang kedua di Kecamatan yang menghadiri

Kepala Desa dan yang ketiga sosialisasi diadakan di Desa yang

menghadiri calon peserta Prona, Kepala Desa dan Perangkat Desa,

tokoh masyarakat dan lembaga desa dan saksi yang memberikan

sosialisasi. Yang disampaikan sosialisasi ada tiga materi pokok yaitu

persertifikatan Prona, biaya, dan persyaratan.

Page 50: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

6) Bahwa biaya sertifikat ditanggung dari APBN.

7) Pengurusan sertifikat ada dua yang pertama kegiatan di BPN, yang

kedua persiapan peserta Prona.

8) Bahwa mengenai persyaratan Prona adalah Foto Copy KTP, KK,

SPPT, Patok dan materai.

9) Bahwa dalam sosialisasi terkait Prona tersebut tidak ada sarana dalam

bentuk brosur, pamflet ataupun sarana sosialiasi yang lain.

10) Bahwa sosialisasi hanya dilakukan sekali.

11) Bahwa program Prona ini dibiayai dana APBN atau disubsidi oleh

Negara atau Pemerintah yang besarnya Rp. 300.000,- per bidang dan

itu sudah cukup untuk biaya sampai denan terbit sertifikat. Bahwa

memang ada biaya yang harus ditanggung peserta yang tidak

ditanggung oleh Negara antara lain pemberkasan, materai 4 lembar,

fotokopi alas hak Rp. 5000,- kemudian data fisik berupa patok

minimal 4 buah sebesar Rp. 35.000,-.

12) Bahwa biaya dari APBN sebesar Rp. 300.000,- ( tiga ratus ribu rupiah)

saksi tidak dapat merinci untuk apa saja dipergunakan, antara lain

dipergunakan untuk penyuluhan, pengukuran, pengumpulan data

yuridis. Tidak ada subsidi makan. Biaya tersebut cukup atau tidak

cukup pelaksanaan Prona tetap berjalan.

13) Bahwa petunjuk sosialisasi ada yang mengkoordinir untuk hubungan

kerja agar mudah.

14) Bahwa pengumpulan data berupa identitas ( KTP, KK ), bukti tanah,

riwayat tanah dengan Berita Acara, SPPT harus lunas. Pengisian data

tersebut dibantu Petugas Kantor Pertanahan. Pengukuran dilakukan

besama perangkat desa untuk menunjukkan lokasi tanah, sedangkan

pemasangan patok dilakukan oleh perangkat desa.

15) Bahwa dalam satu bidang tanah ada biaya yang masih ditanggung oleh

peserta Prona.

Page 51: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

16) Bahwa di Desa Wonoasri mendapat jatah Prona sebanyak 282 (dua

ratus delapan puluh dua ) bidang.

17) Bahwa saksi tidak pernah menerima uang dari kegiatan Prona di Desa

Wonoasri.

18) Bahwa untuk biaya patok minimal 4 buah sebesar Rp.40.000,- (empat

puluh ribu rupiah), materai 4 buah @ Rp.6.000,- dan foto copy.

19) Bahwa saksi tidak menyarankan dibentuk panitia di Desa dan

anggotanya harus perangkat desa.

20) Bahwa sertipikat sebanyak 282 bidang sudah jadi.

21) Bahwa maksud dan tujuan pogram Prona ini adalah membantu

golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah atau miskin untuk

memperoleh sertipikat, tentunya pungutan dmaksud tidak benar dan

bertentangan dengan program Prona.

22) Bahwa apabila ada pungutan yang dilakukan Desa untuk kegiatan

Prona diperbolehkan, tetapi kalau bukan untuk kegiatan Prona hal

tersebut adalah kewenangan Desa, contoh : pengukuran tanah,

penyuluhan, tranportasi di biayai oleh APBN.

23) Bahwa BPN mengajukan dana pendamping ntuk kegiatan Prona ke

Pemkab, namun tidak pernah dikabulkan.

b. Saksi Sutarno, Madiun, 55 Tahun/04 Desember 1954, Laki-laki,

Indonesia, Desa Wonoasri RT 10 RW 5 Kecamatan Wonoasri Kabupaten

Madiun, Islam, Kepala Dusun III Dukuh Pucung Desa Wonoasri, dibawah

sumpah dipersidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

1) Bahwa keterangan yang disampaikan pada Berita Acara Pemeriksaan

(BAP) adalah benar.

2) Bahwa saksi sebagai Kepala Dusun III Dukuh Pucung Desa Wonoasri

sejak tahun 1979 dan sehubungan dengan kegiatan Prona Tahun 2009,

saksi selaku sekretaris dalam Kepanitiaan Prona tahun 2009 di Desa

Page 52: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun, dengan tugas

melakukan pendataan, sidang klarifikasi data, pemasangan patok dan

pengukuran.

3) Bahwa pernah ada sosialisasi di Desa Wonoasri terkait Prona dari

Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun pada tanggal 24 Maret 2009

yang pada dasarnya menyampaikan bahwa Desa Wonoasri akan ada

Prona gratis yang di BPN, yang tidak gratis dibayar peserta seperti

patok, materai, foto copy KTP, KK, SPPT, pelaksanaan Prona di Desa

Wonoasri pertama dilakukan sosialisasi oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Madiun, yang membahas persyaratan : kegiatan Prona

tidak ditarik biaya ( gratis ), pendataan, pengisian berkas, sidang

klarifikasi status tanah bermasalah atau tidak, dilanjutkan pemasangan

patok batas, asal usul tanah. Setelah sosialisasi selesai, Kepala Desa

menyampaikan kepada peserta Program bahwa Program Prona

dilanjutkan atau tidak, kemudian peserta meminta untuk dilanjutkan,

setelah itu Kepala Desa meninggalkan tempat dan peserta Prona

bermusyawarah membahas masalah pembiayaan pensertifikatan.

Musyawarah tidak ada yang memimpin dan hasil musyawarah tersebut

menyepakati bahwa peserta Prona membayar Rp. 400.000,- tetapi

tidak ada perincian tentang biaya tersebut.

4) Bahwa pada tanggal 25 Maret 2009 Kepala Desa mengundang

Perangka Desa untuk membentuk Kepanitaiaan Prona dengan susunan

Kepanitiaan Prona Tahun 2009 di Desa Wonoasri adalah sebagai

berikut :

Pelindung : AA. Kuncoro ( Kepala Desa )

Ketua : Suwarno ( Sekretaris Desa )

Sekretaris : Sutarno

Bendahara I : Nurcholis (Kepala Dusun I Desa Wonoasri)

Bendahara II : Ridwan ( Kepala Dusun II Desa Wonoasri)

Page 53: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Anggota : Parminto

5) Bahwa di Desa Wonoasri tidak dipasangi spanduk maupun pamflet

mengenai pelaksanaan Prona Tahun 2009 dari Kantor Pertanahan

Kabupaten Madiun.

6) Bahwa benar di Desa Wonoasri mendapat jatah Prona Tahun 2009

sebanyak 282 bidang dan sudah dilaksanakan.

7) Bahwa Kepala Dusun III Desa Wonoasri yang saksi tangani mendapat

jatah Prona sebanyak 91 bidang, berdasarkan musyawarah peserta per

bidangnya ditarik biaya Rp. 400.000,- . terhadap penarikan tersebut

Kepal Desa mengetahuinya. Besarnya penarikan uang di Kepala

Dusun III Desa Wonoasri sebanyak 91 bidang yang besarnya tiap

bidang Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah). Namun jumlah peserta

Prona yang melalui Kasun III sebanyak 81 (delapan puluh satu) bidang

yang jumlahnya 81 x Rp. 400.000,- per bidang = Rp. 32.4000,- (tiga

puluh dua juta empat ratus rupiah), yang selanjutnya diserahkan

langsung ke bendahara Nurcholis.

8) Bahwa uang yang terkumpul dari 282 bidang tersebut yang

dipergunakan untuk :

Materai : Rp. 8.460.000,-

Patok : Rp. 12.690.000,-

Pendataan : Rp. 4.230.000,-

Konsumsi : Rp. 13.800.000,-

Saksi-saksi sidang klarifikasi data dan pendataan berkas pengukuran :

Rp. 33.840.000,-

Pemasangan patok : Rp. 2.820.000,-

Alat Tulis Kantor : Rp. 1.410.000,-

Rapat : Rp. 1.120.000,-

Air minum : Rp. 1.062.000,-

Sewa mobil : Rp. 390.000,-

Page 54: IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ... file(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I ... TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Perjalanan Dinas : Rp. 5.000.000,-

Konsumsi Pengukuran : Rp. 9.180.000,-

Jumlah total sebesar Rp. 94.002.000,- dan sisanya sejumlah Rp.

12.198.000,-

9) Bahwa saksi menerima uang sebesar Rp. 5.640.000,- dari bendahara

Prona sebagai uang saksi dan semua panitia mendapat uang. Kepala

Desa sebagai Pelindung mendapatkan uang sebesar Rp. 9.870.000,-,

Ketua Panitia mendapat uang sebesar Rp. 7.500.000,-, Bendahara I

mendapatkan uang sebesar Rp. 6.660.000,-, bendahara II mendapatkan

uang sebesar Rp. 4.800.000,-

10) Bahwa ada lima orang Peserta Prona yang tidak membayar uang

pungutan Rp. 400.000,- namun sertipikatnya jadi.

11) Bahwa Prona tersebut ditujukan untuk Rumah Tangga Miskin (RTM).

c. Saksi Nurcholis, Madiun, 32 tahun/4 Juni 1978, Laki-laki, Indonesia, Desa

Wonoasri Kabupaten Madiun, Islam, Kepala Dusun I Desa Wonoasri

Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun, SLTP, dibawah sumpah

dipersidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

1) Bahwa keterangan yang disampaikan pada Berita Acara Pemeriksaan

(BAP ) adalah benar.

2) Bahwa saksi sebagai Kepala Dusun I Desa Wonoasri sejak tahun

2009. Saksi sebagai Kepala Dusun I Wonoasri diberi tugas oleh

Kepala Desa Wonoasri untuk memberitahukan kepada masyarakat

Dusun Wonoasri I bahwa di Desa akan ada program sertipikat Prona

dan akan disosialisasikan oleh pihak BPN (Badan Pertanahan

Nasional), setelah itu masyarakat mendaftar ke Kantor Desa Wonoasri

lewat Kepala Dusun masing-masing.

3) Bahwa pernah ada sosialisasi di Desa Wonoasri terkait Prona di

Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun pada tanggal 24 Maet 2009