implementasi model inquiry learning pada materi suhu untuk meningkatkan keterampilan proses sains...

17
Implementasi Model Inquiry Learning Pada Materi Suhu Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mojokerto IMPLEMENTASI MODEL INQUIRY LEARNING PADA MATERI SUHU UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 MOJOKERTO Mu’jizatul A’iniyah Mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan IPA, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya [email protected] Winarsih Dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya [email protected] Elok Sudibyo Dosen Program Studi S1 Pendidikan IPA, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran dan peningkatan keterampilan proses sains setelah menerapkan pembelajaran dengan model inquiry learning. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Rancangan penelitian ini menggunakan one group pre-test and pos-test design dengan sasaran penelitian yaitu siswa kelas VII-I SMP Negeri 1 Mojokerto. Data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis keterlaksanaan pembelajaran melalui observasi dan analisis tes keterampilan proses sains berdasarkan hasil pre-test dan post-test siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pembelajaran telah terlaksana dengan 100% dan memperoleh rata-rata sebesar 3,83 dengan kategori sangat baik. Hasil uji normalitas diperoleh bahwa data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji-t berpasangan keterampilan proses sains dalam pembelajaran diperoleh t hitung >t tabel yaitu 57,25>2,04 dengan α = 0,05. Hasil uji N-gain menunjukkan bahwa rata-rata hasil tes tiap aspek keterampilan proses sains termasuk dalam kategori tinggi dengan ketuntasan sebesar 91,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model inquiry learning pada materi suhu dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Kata Kunci: Model inquiry learning, Keterampilan Proses Sains Abstract Aimed this study is to describe the feasibility of learning and skills improvement after applying the learning process of science inquiry learning model. This research is descriptive quantitative research. The research design uses one group pre-test and post-test design with the goal of research that students of class VII-I Junior High School 1 Mojokerto. The data obtained, were analyzed using analysis techniques feasibility of learning through observation and analysis test of science process skills based on the pre-test and post-test students. The results showed that the overall learning has been implemented by 100% and gained an average of 3.83 with a very good category. Normality test results showed that the data are normally distributed. Based on 1

Upload: alim-sumarno

Post on 18-Dec-2015

42 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : MUJIZATUL AINIYAH

TRANSCRIPT

Paper Title (use style: paper title)

Jurnal E-Pensa. Tahun 2015 Implementasi Model Inquiry Learning Pada Materi Suhu Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mojokerto

IMPLEMENTASI MODEL INQUIRY LEARNING PADA MATERI SUHU UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VII

SMP NEGERI 1 MOJOKERTO

Mujizatul Ainiyah Mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan IPA, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

Dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

Elok Sudibyo

Dosen Program Studi S1 Pendidikan IPA, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya

[email protected] Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran dan peningkatan keterampilan proses sains setelah menerapkan pembelajaran dengan model inquiry learning. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Rancangan penelitian ini menggunakan one group pre-test and pos-test design dengan sasaran penelitian yaitu siswa kelas VII-I SMP Negeri 1 Mojokerto. Data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis keterlaksanaan pembelajaran melalui observasi dan analisis tes keterampilan proses sains berdasarkan hasil pre-test dan post-test siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pembelajaran telah terlaksana dengan 100% dan memperoleh rata-rata sebesar 3,83 dengan kategori sangat baik. Hasil uji normalitas diperoleh bahwa data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji-t berpasangan keterampilan proses sains dalam pembelajaran diperoleh thitung>ttabel yaitu 57,25>2,04 dengan = 0,05. Hasil uji N-gain menunjukkan bahwa rata-rata hasil tes tiap aspek keterampilan proses sains termasuk dalam kategori tinggi dengan ketuntasan sebesar 91,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model inquiry learning pada materi suhu dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.Kata Kunci: Model inquiry learning, Keterampilan Proses SainsAbstract

Aimed this study is to describe the feasibility of learning and skills improvement after applying the learning process of science inquiry learning model. This research is descriptive quantitative research. The research design uses one group pre-test and post-test design with the goal of research that students of class VII-I Junior High School 1 Mojokerto. The data obtained, were analyzed using analysis techniques feasibility of learning through observation and analysis test of science process skills based on the pre-test and post-test students. The results showed that the overall learning has been implemented by 100% and gained an average of 3.83 with a very good category. Normality test results showed that the data are normally distributed. Based on the results of paired t-test science process skills in the learning obtained tcount> ttable is 57.25> 2.04 with = 0.05.N-gain test results showed that the average results of tests every aspect of science process skills in the high category with a completeness of 91.2%. This suggests that learning by using a model of inquiry learning in the temperature section can improve science process skills of students.Keywords: Inquiry learning model, Science Process Skills PENDAHULUAN Pembelajaran IPA menurut Kurikulum 2013, menekankan pada peserta didik untuk mendorong belajar melalui keterlibatan aktif dengan keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Peserta didik mendapatkan pengalaman dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan peserta didik menemukan konsep dan prinsip-prinsip untuk diri peserta didik sendiri melalui kegiatan pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran terjadi apabila peserta didik ikut terlibat secara aktif dalam menggunakan keterampilan proses agar peserta didik memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan peserta didik untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip tersebut. Proses pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila guru sejak awal dapat mengkondisikan kegiatan belajar secara efektif. Selain itu, kesiapan siswa dalam belajar dan motivasi yang diberikan guru merupakan prinsip belajar yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa (Amri, 2013). Wilcox dalam Nur (2008: 10) menyatakan bahwa dalam pembelajaran berdaarkan penemuan siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif siswa sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, serta guru mendorong peserta didik untuk memiliki pengalaman dalam belajar dan melakukan percobaan sehingga peserta didik menemukan prinsip-prinsip untuk diri sendiri. Sasaran Inquiry Learning adalah mengembangkan penguasaan pengetahuan yang merupakan hasil dari pengolahan data dan informasi melalui keterampilan proses sains. Pada kegiatan ini peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses mencari tahu untuk menginterpretasikan informasi, membedakan antara asumsi yang benar dan yang salah, dan memandang suatu kebenaran hubungannya dengan berbagai situasi tidak hanya berupa informasi, tetapi peserta didik menempatkan diri sebagai saintis yang melakukan penelitian, berpikir dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta tetapi dari hasil menemukan sendiri melalui keterampilan proses (Hamdani, 2010: 182).

Pembelajaran dengan penemuan merupakan satu komponen penting dalam pendekatan konstruktivisme yang telah memiliki sejarah panjang selama inovasi atau pembaharuan pendidikan. Salah satu model pembelajaran berbasis penemuan yaitu inquiry. Inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual namun seluruh potensi yang dimiliki peserta didik termasuk pengembangan emosional dan keterampilan. Inkuiri merupakan suatu rangkaian proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan (Gulo, 2002).Sund (1975) dalam Nur (2008) mengatakan bahwa inquiry learning merupakan suatu proses mental yang dalam proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Sanjaya (2008) mengemukakan bahwa model inquiry learning ialah suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan jawaban secara mandiri dari suatu masalah yang dipertanyakan. Semua tingkatan peserta didik memperoleh kesempatan untuk berlatih melakukan penelitian untuk mengembangkan kemempauan berpikir dan berperilaku secara ilmiah termasuk yang didalamnya yaitu mengajukan pertanyaan, merencanakan dan melakukan penelitian, menggunakan alat dan teknik pengumpul data, berpikir kritis, berpikir logis mengenai hubungan antar bukti dan penjelasan, membangun dan menganalisis penjelasan serta mengkomunikasikan argumen secara ilmiah (National Research Council, 2000).Model pembelajaran berbasis inquiry learning menginginkan peserta didik bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah daripada menerima pengajaran langsung dari guru. Guru bertindak sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Pekerjaan guru dalam pembelajaran inkuiri ini bukan menawarkan pengetahuan melainkan membantu peserta didik selama proses mencari pengetahuan secara mandiri. Sasaran utama kegiatan inquiry learning yaitu 1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; 2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; 3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan pada proses inquiry (Trianto, 2007).

Model inquiry learning sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori pembelajaran konstruktivisme. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Pembelajaran penemuan menurut Bruner dalam Slavin (2011) bahwa mengetahui adalah suatu proses bukan suatu produk. Menurut Piaget (1996) dalam Slavin (2011), setiap indivdu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual yaitu a) Sensori motor (0-2 tahun), b) Pra operasional (2-7 tahun), c)Operasional konkret (7-11 tahun), d) Operasional formal (11 tahun keatas). Dalam teori perkembangan Kognitif dari Piaget yang mengatakan bahwa mulai usia 11 tahun ke atas (tahap formal-operasional), peserta didik telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu: (1) Kapasitas menggunakan hipotesis; dan (2) Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Sedangkan teori konstrukivistik merupakan salah satu teori belajar yang berhubungan dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada penemuan makna (meaningfullness). Berdasarkan paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan tidak dapat dipindahkan (transfer) dari seorang guru kepada siswa dalam bentuk yang serba sempurna, melainkan bertahap sesuai dengan pengalaman masing-masing siswa (Sofyan, 2007).Pada pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Mojokerto juga belum terpadu meskipun buku siswa sudah terpadu, karena guru mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan antara materi satu dengan yang lainnya. Ketika proses pembelajaran siswa jarang melakukan praktikum, sehingga penguasaan konsep siswa masih kurang maksimal. Pada hal Kurikulum 2013 mengedepankan pendekatan ilmiah, seharusnya siswa dilatihkan keterampilan-keterampilan proses sains, sehingga anak dapat menemukan konsep sendiri setelah melakukan pengamatan pada suatu objek ataupun praktikum kecil di laboratorium. Dengan melakukan kegiatan praktikum siswa dapat memperoleh konsep/pengetahuan secara mandiri, sehingga dapat meningkatkan retensi konsep/pengetahuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan praktikum dan pengetahuan tersebut dapat tersimpan dalam memori jangka panjang siswa.Berdasarkan data pra-penelitian yang telah peneliti lakukan di SMP Negeri 1 Mojokerto terkait dengan keterampilan proses sains peserta didik menunjukkan bahwa pembelajarannya belum optimal sebagai proses ilmiah di sekolah. Hal ini dapat dibuktikan dari kurang berkembangnya tingkat keterampilan proses sains peserta didik. Dari hasil angket siswa pada tingkat keterampilan proses sains menunjukkan persentase ketuntasan yang diperoleh siswa dalam mengamati 55,3%, merumuskan masalah sebesar 40,0%, merumuskan hipotesis sebesar 39,4%, mengidentifikasi variabel sebesar 17,7%, menentukan devinisi operasional variabel sebesar 9,3%, pengintegrasian data dari diagram sebesar 54,0%, pengintegrasian data dari tabel sebesar 43,7%, dan penarikan kesimpulan sebesar 56,7%. Dari seluruh tes keterampilan proses yang diujikan diperoleh rata-rata persentase ketuntasan sebesar 37,3% (sumber: data pra-penelitian pribadi tentang tingkat Keterampilan Proses Sains). Tingkat keterampilan proses sains siswa SMP Negeri 1 Mojokerto masih terbilang kurang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model inquiry learning belum dapat terlaksana secara maksimal, sehingga pengembangan keterampilan proses sains peserta didik juga belum maksimal.

Dengan penguasaan keterampilan proses sains ini dapat memberikan kemudahan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dengan pendekatan ilmiah dan mengkaitkan pemahaman mengenai materi pelajaran. Disamping itu, kebiasaan kerja secara cermat, bersih, dan sistematis dapat berkembang bersamaan dengan pencapaian keterampilan proses sains. Keterampilan hanya dapat dikembangkan melalui latihan. Oleh karena itu, langkah-langkah pembelajaran dengan model inquiry learning ini menekankan pelatihan keterampilan proses sains. Menurut Dahar, R.W (1996), keterampilan proses sains adalah kemampuan peserta didik untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan pengetahuan. Kemampuan keterampilan proses sains dibedakan menjadi 2 macam yaitu keterampilan proses dasar (basic skills) dan keterampilan proses terintegrasi (integrated skills). Penguasaan keterampilan proses sains dasar merupakan prasyarat untuk dapat menguasai keterampilan proses sains terintegrasi. Keterampilan proses sains terintegrasi merupakan keterampilan proses sains yang membentuk kecakapan dalam memecahkan berbagai permasalahan. Keterampilan proses dasar terdiri dari mengamati, menggolongkan/mengklasifikasi, mengukur, mengkomunikasikan, menginterpretasi data, memprediksi, menggunakan alat, melakukan percobaan, dan menyimpulkan. Sedangkan untuk keterampilan proses teritegrasi meliputi merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, mendeskripsikan hubungan antarvariabel, mengendalikan variabel, mendefinisikan variabel secara operasional, memperoleh dan menyajikan data, merancang penelitian, dan melakukan penyelidikan/percobaan (Nur, 2011).

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi. Semua keterampilan-keterampilan fisik dan mental telah dimiliki anak dalam wujud potensial atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, kemampuan yang masih sangat sederhana, kemampuan yang masih perlu dirangsang agar mampu menampilkan diri. Dalam hal ini, guru harus dapat menunjukkan potensi itu dari dalam diri anak dan mengembangkan keterampilan tersebut sesuai dengan taraf perkembangan pemikiran anak. Selain itu, keterampilan proses sains ini sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.Keterampilan proses sains menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan, dan mengkomunikasikan perolehannya. Keterampilan diartikan kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai sesuatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Menurut Nur (2011), terdapat beberapa hal yang mempengaruhi keterampilan proses sains yang dituntut untuk dimiliki siswa yaitu perbedaan kemampuan siswa secara genetik, kualitas guru, serta perbedaan strategi guru dalam mengajar.Berdasarkan dari uraian tersebut, maka yang menjadi masalah umum dalam penelitian ini adalah Bagaimana keterlaksanaan proses pembelajaran model Inquiry Learning pada materi suhu untuk meningkatkan keterampilan proses sains kelas VII di SMP Negeri 1 Mojokerto? dan Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi suhu setelah pembelajaran menerapkan model Inquiry Learning kelas VII di SMP Negeri 1 Mojokerto?. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan proses pembelajaran model inquiry learning pada materi suhu serta peningkatan keterampilan proses sains siswa materi suhu setelah pembelajaran menerapkan model inquiry learning kelas VII di SMP Negeri 1 Mojokerto. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Mojokerto menjadi lebih baik, dan meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains di SMP Negeri 1 Mojokerto. METODE

Penelitian ini merupakan jeni penelitian deskriptif kuantitatif yaitu mendeskripsikan ada atau tidaknya akibat dari suatu perlakuan, melalui kegiatan mengamati dan mendeskripsikan hasil dari perlakuan pada subjek penelitian. Perlakuan dalam hal penelitian ini yaitu pembelajaran dengan menerapkan model inquiry learning pada materi suhu selama tiga kali pertemuan, sedangkan hasil dari suatu perlakuan yaitu berupa ada atau tidaknya peningkatan keterampilan proses sains antara hasil pre-test dan post-test.Penelitian ini dilakukan di kelas VII SMP Negeri 1 Mojokerto Kabupaten Mojokerto. Waktu pelaksanaan penelitian ini yaitu pada tanggal 28 Januari 2015 sampai 05 Februari 2015. sasaran dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-I SMP Negeri 1 Mojokerto dengan jumlah siswa sebanyak 34 siswa. Penentuan kelas sasaran ini dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Arikunto, 2006: 139-140). Berdasarkan data nilai dari sekolah tingkat kemampuan siswa dalam satu kelas sudah heterogen dan antar kelas satu dengan kelas lainnya tingkat kemampuannya homogen. Rancangan penelitian ini adalah One Group Pretest and Postest Design yaitu eksperimen yang dilakukan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Dalam desain ini tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu ketika sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Pre-test ini dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik sebelum proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya melaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inquiry learning pada materi suhu selama tiga kali pertemuan. Setelah itu tahap pemberian post-test sesudah pembelajaran dengan menerapkan model nquiry learning pada materi suhu selama tiga kali pertemuan. Post-test ini dilaksanakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains peserta didik. Setelah semua data terkumpul, tahap selanjutnya yaitu analisis data hasil penelitian, dan dilanjutkan dengan penyusunan laporan penelitian dalam bentuk skripsi.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi keterlaksanaan pembelajaran dan tes. Metode tes keterampilan proses sains ini dilakukan secara dua kali yaitu sebelum penerapan model inquiry learning dan setelah penerapan model inquiry learning. Sebelum penerapan model inquiry learning, tes ini digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik, sedangkan tes setelah penerapan model Inquiry Learning ini digunakan untuk mengidentifikasi peningkatan keterampilan proses sains siswa. Sebelum soal tes ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan telaah pada Dosen pembimbing dan validasi pada 2 Dosen ahli dan 1 Guru SMP. Setelah dinyatakan layak untuk di ujikan, maka tes ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan keterampilan proses sains pada setiap peserta didik. Instrumen penelitian merupakan serangkaian kegiatan/alat yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian yaitu lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dan lembar tes keterampilan proses sains. Untuk instrumen tes keterampilan proses sains siswa yang terdiri dari dua jenis tes, yaitu pre-test dan post-test. Tes ini sebagai data pendukung peneliti untuk mendapatkan hasil data mengenai kemampuan keterampilan proses sains siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran. Soal pada pre-test dan post-test ini dibuat sendiri oleh penulis berupa soal keterampilan proses sains. Butir tes sesuai dengan keterampilan proses sains yang telah dilatihkan ketika proses pembelajaran IPA. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Namun penelitian ini hanya diarahkan untuk mendapatkan deskripsi, maka analisis datanya cukup dengan menggunakan statistik deskriptif sederhana yaitu menghitung frekuensi dan persentase yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik (Sukmadinata, 2010). Analisis adanya perbedaan antara pre-test dan post-test, maka dapat menggunakan uji-t berpasangan. Namun, sebelum dilakukannya uji-t berpasangan maka perlu adanya analisis terhadap data yang diperoleh merupakan data berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji normalitas yaitu uji Chi-kuadrat dengan rumus sebagai berikut: (Sudjana, 2005: 273)

Keterangan:

x2

: Distribusi Chi-kuadrat

Oi

: Frekuensi observasi pengamat

Ei

: Frekuensi teoritik/yang diharapkan

k

: Banyaknya kelas interval

dk

: k-1

: 0,05Data dikatakan berdistribusi normal jika x2 x2(1-)(k-1). Setentuk lah data berdistribusi normal, maka dilakukan uji hipotesis. Untuk mengetahui signifikansi peningkatan hasil pre-test dan post-test, maka dalam menganalisis datanya menggunakan uji-t berpasangan (dua pihak) dengan menggunakan rumus:(Arikunto, 2010: 125)

Keterangan:

Md: mean dari perbedaan pre-test dengan post-test

xd: deviasi masing-masing subjek (d-Md)

x2d: jumlah kuadrat deviasi

N: jumlah subjek pada sampel

kesimpulan diperoleh berdasarkan kriteria pengujian data yakni tolak H0 jika thitung > ttabel, dimana H0 merupakan rata-rata hasil pre-test siswa = rata-rata hasil post-test siswa sedangkan H1 merupakan rata-rata hasil pre-test siswa rata-rata hasil post-test siswa. Hal ini berarti bahwa adanya perbedaan signifikan antara nilai pre-test dan post-test.Peningkatan keterampilan proses sains siswa pada pre-test dan post-test dapat diketahui dengan melakukan analisis N-Gain Score ternormalisasi , selanjutnya dibandingkan dengan ketegori yang dikemukakan oleh Hake (1999) yaitu, skor gain-ternormalisasi yaitu perbandingan skor gain actual dengan skor gain maksimum. skor gain-ternomalisasi dapat dinyatakan dengan cara sebagai berikut:(Hake, 1999)

Keterangan:

g: Gain

Sf : skor final (Post-test)

Si : skor initial (Pre-test)

Smaks: skor maksimum yang mungkin dicapai

Hasil dari Gain-ternomalisasi tersebut kemudian diinterpretasikan sesuai dengan kriteria menurut Hake seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 1 Kriteria N- Gain ScoreRentang N-Gain TernomalisasiKriteriaGain

0,00 < < 0,30Rendah

0,70 > > 0,30Sedang

1,00 > > 0,70Tinggi

(Hake, 1999).

Analisis penilaian ketuntansan setiap aspek keterampilan proses sains dilakukan dengan menganalisis data hasil pre-test dan post-test. Penilaian keterampilan proses sains siswa dikategorikan dengan skala Likert pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2Kriteria Skor Skala LikertPenilaianSkor

Sangat baik4

Baik3

Cukup2

Kurang1

(Riduwan, 2010: 13)Perhitungan persentase skor untuk tiap aspek keterampilan proses dapat menggunakan rumus berikut:

Dalam menganalisis ketuntasan keterampilan proses sains siswa, maka data hasil pre-test dan post-test dianalisis dengan menggunakan kriteria seperti yang tertera pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3 Kriteria PenskoranPenilaianSkor

Sangat baik4

Baik3

Cukup2

Kurang1

(Riduwan, 2012: 15)Data yang diperoleh dari hasil pre-test dan post-test dapat digunakan untuk menghitung ketuntasan keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan rumus berikut ini:

Interpretasi nilai keterampilan proses sains siswa dapat terlihat seperti pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4 Kriteria Ketuntasan Keterampilan Proses SainsNilai keterampilanSkor

predikat

3,85 - 4A

3,51 - 3,84A-

3,18 3,50B+

2,85 3,17B

2,51 2,84B-

2,18 - 250C+

1,85 2,17C

1,51 1,84C-

1,18 1,50D+

1,00 1,17D

0,00 0,99E

(Permendikbud No. 104, 2014:12)Data hasil keterampilan proses sains siswa dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan persentase dalam setiap aspek yang diamati. Siswa dinyatakan telah tuntas apabila menunjukkan indikator nilai 3,20 dari hasil tes . Apabila siswa memperoleh nilai kurang dari 3,20 maka akan diadakan remedial secara klasikal apabila terdapat lebih dari 75% siswa yang belum mencapai ketuntasan minimal yang telah ditetapkan.HASIL DAN PEMBAHASANPenelitian peningkatan keterampilan proses sains melalui model inquiry learning pada materi suhu ini dilakukan selama tiga kali pertemuan. pembelajaran dengan model pembelajaran inquiry learning pada materi suhu di kelas VII-I SMP Negeri 1 Mojokerto pada pertemuan I, II, dan III telah terlaksana 100% pada setiap tahapnya. Secara umum rata-rata nilai keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran inquiry learning pada pertemuan I, II, dan III terlaksana dengan sangat baik dengan memperoleh rata-rata keterlaksanaan keseluruhan pembelajaran dari pertemuan I sampai III memperoleh rata-rata sebesar 3,83. . Hal ini terjadi karena, setiap selesai pembelajaran peneliti melakukan evaluasi dengan pengamat untuk mengetahui letak kekurangan peneliti dan saran dari pengamat sehingga pada pertemuan selanjutnya dapat memperbaiki kekurangan dari pertemuan sebelumnya.Keterampilan proses sains siswa diukur dengan menggunakan instrument penilaian dari tes keterampilan proses sains yang dilakukan secara dua kali yaitu pre-test dan post-test. Berikut hasil capaian keterampilan proses sains tiap peserta didik dapat disajikan dalam Tabel 5 sebagai berikut.Tabel 5 Hasil Capaian Keterampilan Proses Sains Tiap SiswaNo. UrutPre-testPost-test

Angka (0-100)Angka (0-4)HurufKetun-tasanAngka (0-100)Angka (0-4)HurufKetun-tasan

1351.40D+TT853.39B+T

2291.17DTT823.28B+T

3351.40D+TT873.47B+T

4240.94DTT853.39B+T

5271.09DTT823.28B+T

6371.48D+TT823.28B+T

7251.01DTT803.20B+T

8220.86DTT672.65B-TT

9271.09DTT873.47B+T

10251.01DTT803.20B+T

11371.48D+TT883.51A-T

12291.17DTT923.67A-T

13271.09DTT823.28B+T

14311.25D+TT783.12BTT

15220.86DTT682.69B-TT

16391.56C-TT813.24B+T

17411.64C-TT893.55A-T

18411.64C-TT983.90AT

19240.94DTT803.20B+T

20311.25D+TT803.20B+T

21271.09DTT803.20B+T

22491.95CTT983.90AT

23251.01DTT823.28B+T

24331.33D+TT823.28B+T

25491.95CTT983.90AT

26371.48D+TT853.39B+T

27491.95CTT923.67A-T

28391.56C-TT883.51A-T

29331.33D+TT823.28B+T

30291.17DTT873.47B+T

31411.64C-TT923.67A-T

32291.17DTT823.28B+T

33271.09DTT813.24B+T

34451.79C-TT883.51A-T

Rata-rata331.32D+TT853.37B+T

Keterangan:

T: Tuntas

TT: Tidak TuntasHasil antara pre-test dan post-test ini mengalami kenaikan yang signifikan terjadi karena setiap pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inquiry learning yang sintak pembelajarannya melatihkan keterampilan proses sains pada peserta didik dan proses pembelajarannya berlangsung selama tiga kali pertemuan sehingga peserta didik dapat belajar memahami keterampilan proses sains yang dilatihkan selama pembelajaran berlangsung walaupun belum secara maksimal. Hal ini dikarenakan setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual yang berbeda-beda. Dalam teori perkembangan Kognitif dari Piaget yang mengatakan bahwa mulai usia 11 tahun keatas (tahap formal-operasional), peserta didik individu telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu kapasitas menggunakan hipotesis dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, namun pada kenyataannya dalam mengabstraksi sesuatu hal peserta didik masih belum dapat berkembang secara maksimal.Pada capaian masing-masing aspek keterampilan proses sains dengan perhitungan Gain Score dapat disajikan dalam Tabel 6 sebagai berikut.

Tabel 6 Capaian N-Gain Tiap Aspek Keterampilan Proses SainsAspek Keterampilan Proses SainsPre-test (%)Post-test (%)N-GainKriteria

Mengamati41.1878.820.64Sedang

Merumuskan Masalah27.0678.820.71Tinggi

Merumuskan Hipotesis25.2976.470.69Sedang

Mengidentifikasi Variabel21.3279.900.74Tinggi

Mengkomunikasikan43.2491.760.85Tinggi

Menyimpulkan Data39.4191.760.86Tinggi

Mengukur35.2988.240.82Tinggi

Rata-rata33.383.70.76Tinggi

Rata-rata Keseluruhan58.5

Peningkatan50.4

Keterampilan proses dasar yang dilatihkan mengalami peningkatan yang tinggi karena keterampilan proses sains dasar lebih mudah dibandingkan dengan keterampilan proses sains terintegrasi. Namun, keterampilan dasar mengamati yang termasuk dalam kriteria peningkatan sedang. Hal ini dikarenakan objek yang diamati oleh peserta didik tidak nyata melainkan sebuah gambar, sehingga pesan yang terdapat dalam gambar tersebut tidak dapat tersampaikan pada peserta didik dengan jelas. Selain itu, tingkat kemampuan peserta didik dalam mengabstraksi sesuatu masih kurang, oleh karena itu ketika diberikan sebuah gambar, peserta didik mengalami kesulitan untuk menjelaskan apa saja yang terdapat dalam gambar yang diamati tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran selama tiga kali pertemuan, sudah dilatihkan, namun dari hasil pengamatan aktivitas keterampilan proses sains peserta didik aspek mengamati memperoleh peningkatan yang tidak terlalu signifikan pada tiap pertemuan. Menurut Piaget (1996) dalam Slavin (2011), untuk anak SMP yang berusia 11 tahun ke atas sudah memasuki tingkat perkembangan intelektual tahap operasional formal. Namun dalam kenyataannya peserta didik masih belum dapat berfikir secara abstraksi karena tingkat perkembangan intelektual peserta didik tidak semuanya sudah memasuki tahap operasional formal, namun masih terdapat perkembangan intelektual peserta didik pada tahap operasional konkret. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur (2011) yang menyatakan bahwa beberapa hal yang mempengaruhi keterampilan proses sains yang harus dimiliki siswa adalah kualitas guru, perbedaan kemampuan siswa secara genetik, serta perbedaan penggunaan strategi guru dalam mengajar.Dari keterampilan proses terintegrasi yang dilatihkan mengalami peningkatan yang tinggi kecuali merumuskan hipotesis yang termasuk dalam kriteria peningkatan sedang, dan dalam pembelajaran sudah dilatihkan namun dari hasil pengamatan aktivitas keterampilan proses sains peserta didik aspek merumuskan hipotesis memperoleh rata-rata 67,65%. Padahal dalam proses pembelajaran guru sudah membimbing dan melatihkan merumuskan hipotesis yang dapat terlihat pada keterlaksanaan pembelajaran dengan memperoleh ketegori sangat baik pada setiap pertemuan. Hal ini dikarenakan tingkat intelegensi siswa berbeda-beda sehingga penerimaan penjelasan yang disampaikan oleh guru kurang maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Sofyan (2007) yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru pada siswa dalam bentuk serba sempurna, namun bertahap sesuai dengan pengalaman setiap siswa.Keterampilan proses sains juga dinilai menggunakan lembar pengamatan aktivitas keterampilan proses sains. Berikut ini hasil pengamatan aktivitas tiap aspek keterampilan proses sains dapat disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengamatan Aktivitas Tiap Aspek Keterampilan Proses Sains.Aspek Keterampilan Proses SainsPerte-muan I (%)Perte-muan II (%)Perte-muan III (%)Rata-rata (%)

Mengamati66.1879.4191.1878.92

Mengkomunikasi-kan70.5975.0095.5980.39

Merumuskan Masalah66.1862.5086.7671.81

Merumuskan Hipotesis50.0061.7691.1867.65

Mengidentifikasi Variabel33.0961.7679.4158.09

Menyimpulkan Data75.0095.59100.0090.20

Mengukur37.5066.9188.2464.22

Rata-rata Tiap Pertemuan (%)56.9371.8590.34

Rata-rata Keseluruhan (%)73.04

Aktivitas tiap aspek keterampilan proses sains secara keseluruhan mengalami peningkatan dari pertemuan I, II, maupun III. Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran inquiry ini peserta didik bekerja secara bersama untuk menyelesaikan masalah bukan hanya menerima pengetahuan dari guru. Guru disini sebagai fasilitator dalam pembelajaran bukan sebagai bejana bagi pengetahuan siswa yaitu bukan menawarkan pengetahuan melainkan membantu peserta didik selama proses mencari pengetahuan secara mandiri.Data hasil capaian keterampilan proses sains tiap peserta didik dengan menggunakan perhitungan N-Gain dapat disajikan dalam Tabel 8 berikut ini.Tabel 8 Hasil N-Gain Keterampilan Proses Sains Tiap SiswaNo. UrutNilai GainN-GainKriteria

Pre-testPost-test

13585500.77Tinggi

22982530.75Tinggi

33587520.80Tinggi

42485620.81Tinggi

52782550.76Tinggi

63782450.72Tinggi

72580550.74Tinggi

82267450.58Sedang

92787600.82Tinggi

102580550.74Tinggi

113788510.81Tinggi

122992630.89Tinggi

132782550.76Tinggi

143178470.69Sedang

152268460.59Sedang

163981420.69Sedang

174189480.82Tinggi

184198570.97Tinggi

192480570.74Tinggi

203180490.71Tinggi

212780530.73Tinggi

224998490.96Tinggi

232582570.76Tinggi

243382490.74Tinggi

254998490.96Tinggi

263785480.77Tinggi

274992430.85Tinggi

283988490.81Tinggi

293382490.74Tinggi

302987580.82Tinggi

314192510.87Tinggi

322982530.75Tinggi

332781540.74Tinggi

344588430.79Tinggi

Berdasarkan Tabel 8 terdapat nilai gain yang rendah yaitu 43 termasuk dalam kriteria peningkatan tinggi. Sedangkan nilai gain 47 termasuk dalam kriteria rendah. Hal ini dikarenakan perbedaan nilai pre-test dan post-test yang diperoleh peserta didik dan peningkatan pada setiap aspeknya.Berdasarkan hasil perhitungan pada uji normalitas diperoleh hasil bahwa sampel data keterampilan proses sains yang digunakan yaitu kelas VII-I berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas diperoleh sampel data berdistribusi normal, maka dilakukan analisis data dengan uji-t berpasangan untuk mengetahui signifikansi adanya perbedaan antara nilai pre-test dan post-test. Nilai thitung sebesar 53,35 sedangkan nilai ttabel dengan nilai signifikansi = 0,05 yaitu sebesar 2,04. Dari hasil perhitungan, nilai thitung lebih besar dari ttabel, sehingga hipotesis (H0) yaitu nilai hasil pre-test peserta didik sama dengan nilai post-test dinyatakan ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai pre-test dan post-test keterampilan proses sains peserta didik. Dengan demikian capaian keterampilan proses sains peserta didik dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test setelah pembelajaran model inquiry pada materi suhu.

Jika ditinjau dari nilai tiap aspek keterampilan proses sains, maka hasil analisis uji-t berpasangan dapat diketahui bahwa nilai thitung sebesar 18,85 sedangkan nilai ttabel dengan nilai signifikansi = 0,05 yaitu sebesar 2,45. Adanya perbedaan antara hasil pre-test dan post-test untuk tiap aspek keterampilan proses sains peserta didik, dikatakan signifikan apabila diperoleh nilai thitung lebih besar dari ttabel. Sehingga hipotesis (H0) yaitu rata-rata nilai hasil pre-test peserta didik sama dengan rata-rata nilai hasil post-test, dinyatakan ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara rata-rata nilai hasil pre-test dan post-test untuk tiap aspek keterampilan proses sains. Dengan demikian, untuk tiap aspek keterampilan proses sains dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test pada penerapan model inquiry learning pada materi suhu.Dalam pembelajaran dengan model inquiry learning ini melatihkan keterampilan-keterampilan ilmiah, hal ini sesuai dengan pendapat National Research Council (2000) yang menyatakan bahwa semua tingkatan peserta didik memperoleh kesempatan untuk berlatih melakukan penelitian untuk mengembangkan kemempauan berpikir dan berperilaku secara ilmiah yaitu mengajukan pertanyaan, merancang dan melakukan penelitian, mengumpulkan data, berpikir kritis serta berpikir logis tentang hubungan antar bukti dan penjelasan, menganalisis data yang telah diperoleh serta mengkomunikasikan hasil penelitian secara ilmiah. Pembelajaran dengan model Inquiry Learning ini menekankan kepada pengembangan intelektual peserta didik. Keterampilan proses sains juga melibatkan keterampilan kognitif, intelektual, dan sosial. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Sund (1975) dalam Nur (2008) mengatakan bahwa inquiry learning merupakan proses mental yang dalam proses penemuan itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip yang telah mereka temukan dalam pembelajaran.Belajar dengan menerapkan keterampilan proses dapat melatih siswa untuk melakukan penemuan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Hal tersebut sama dengan makna dari pembelajaran menggunakan model inquiry learning yang dinyatakan oleh Sanjaya (2008) bahwa model inquiry learning adalah suatu kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara ilmiah untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu masalah. Begitu juga sejalan dengan pendapat dari Dahar, R.W (2011) menyatakan bahwa keterampilan proses sains merupakan kemampuan siswa dalam menerapkan metode ilmiah untuk memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran mandiri. Oleh karena itu, jika dilihat dari pendapat para ahli terdapat keterhubungan antara model inquiry learning dengan keterampilan proses sains.Kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model inquiry learning ini, peserta didik keterlibatan aktif dalam mencari tahu suatu kebenaran dari pengetahuan dan bekerja secara mandiri dalam menemukan konsep maupun prinsip-prinsip melalui kegiatan praktikum. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamdani (2010) yang menyatakan bahwa pada kegiatan pembelajaran inquiry learning ini peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses mencari tahu untuk menginterpretasikan informasi yang ada, membedakan antara asumsi yang benar dan salah, dan memandang suatu kebenaran hubungannya dengan berbagai situasi tidak hanya berupa informasi, tetapi peserta didik menempatkan diri sebagai saintis yang melakukan penelitian, berpikir dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta tetapi dari hasil menemukan sendiri melalui keterampilan proses. Selama pembelajaran berlangsung, guru berperan dalam mendorong/memotivasi peserta didik untuk belajar secara mandiri berdasarkan pengetahuan dari pengalaman maupun pengetahuan yang telah dimiiki dan dari percobaan yang peserta didik lakukan, sehingga menemukan konsep/prinsip-prinsip untuk diri sendiri. Hal ini didukung pendapat dari Wilcox dalam Nur (2008: 10) menyatakan bahwa dalam pembelajaran penemuan guru mendorong siswa untuk belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri sendiri.Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inquiry ini dapat berjalan dengan maksimal karena memperhatikan hal-hal dalam melaksanakan inquiry learning menurut Trianto (2007), sehingga pengembangan keterampilan proses sains mengalami peningkatan yang signifikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan inquiry learnig secara maksimal yaitu (1) suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi dab aspek sosial di dalam kelas. (2). Inkuiri bersifat open ended jika ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari siswa masing-masing dengan argumen yang benar. (3) Penggunaan fakta sebagai evidensi. Selain itu, peningkatan keterampilan proses sains ini terjadi secara signifikan dikarenakan dalam pembelajaran menerapkan sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiry menrut Trianto (2007) yaitu guru melibatkan peserta didik dengan aktif dalam pembelajaran penemuan, guru mengarahkan kegiatan peserta didik pada tujuan pembelajaran dengan sistematis, dan guru juga menanamkan sikap percaya diri dalam diri peserta didik dengan apa yang ditemukan ketika proses inquiry.PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembehasan, dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inquiry learning pada materi suhu di kelas VII SMP Negeri 1 Mojokerto telah terlaksana 100% dan memperoleh rata-rata keterlaksanaan secara keseluruhan dari pertemuan I sampai III sebesar 3,83 dengan ketegori sangat baik.Keterampilan proses sains peserta didik kelas VII di SMP Negeri 1 Mojokerto mengalami peningkatan setelah menerapkan model pembelajarn inquiry learning pada materi suhu yaitu nilai rata-rata keterampilan proses sains peserta didik ketika pre-test yaitu 33 dan mengalami peningkatan pada post-test menjadi 87, dan untuk setiap aspek keterampilan proses sains juga mengalami peningkatan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test yaitu sebesar 50,4%. Ketuntasan keterampilan proses sains peserta didik pada saat pre-test sebesar 0% peserta didik yang tuntas dan mengalami peningkatan yang signifikan pada saat post-test yaitu sebesar 91,2% peserta didik yang tuntas dan 8,8% peserta didik yang tidak tuntas. Perbedaan hasil pre-test dan post-test menunjukkan hasil yang signifikan dengan dibuktikan dari hasil uji-t berpasangan menunjukkan thitung sebesar 54,03 lebih besar dari ttabel sebesar 2,04 dengan taraf signifikan = 0,05. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Dalam pengelolaan waktu pembelajaran hendaknya harus dipersiapkan dan diperinci sehingga waktu yang ada sesuai dengan waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran.

2. Ketika memberikan tes keterampilan proses sains pada aspek mengamati, hendaknya diberikan objek yang nyata bukan hanya sekedar gambar sehingga pesan yang disampaikan oleh objek pengamatan tersebut dapat tersampaikan dengan baik pada peserta didik.

3. Ketika melatihkan keterampilan proses sains pada peserta didik yang masih kelas VII membutuhkan waktu yang cukup lama dan kesabaran, karena peserta didik masih belum terbiasa dengan kegiatan ilmiah, sehingga untuk penelitian selanjutnya untuk mempertimbangkan waktu pembelajaran.

4. Dalam pembelajaran guru hendaknya dapat menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat tertarik dan berminat untuk belajar.

5. Peneliti hendaknya melakukan observasi terhadap kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana laboratorium sekolah sebagai tempat untuk penelitian, sehingga hal tersebut tidak menghambat pelaksanan penelitian.Ucapan Terima KasihDengan terselesaikannya skripsi ini tidak luput dari bantuan oleh berbagai pihak yang memberikan semangat dan dorongan untuk bisa terselesaikannya artikel ini dengan baik. Ucapan terima kasih ini saya berikan kepada:

Allah SWT yang telah memberikan saya kesehatan, keberanian dan kelancaran untuk mengambil data di SMP Negeri 1 Mojokerto.

Dr. Wahono Widodo, M. Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya.

Dra. Winarsih, M. Kes. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar memberikan bimbingan dan motivasi dalam penulisan proposal skripsi ini.

Elok Sudibyo, S. Pd., M. Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar memberikan bimbingan dan motivasi dalam penulisan proposal skripsi ini.

Muchlis, S. Pd., M. Pd. selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyelesaikan proposal skripsi ini.

M. Budiyanto, S. Pd., M. Pd. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyelesaikan proposal skripsi ini.

Kedua orang tua sebagai sumber kekuatan serta kakak dan adik yang senantiasa mendukung semangat serta doa yang tulus dan ikhlas.

I Wayan Astawa, S. Pd., M. Pd. selaku kepala SMP Negeri 1 Mojokerto yang telah memberikan izin kepada penulis dalam pengambilan data penelitian.

Shofi Asifah, M. Pd selaku guru IPA SMP Negeri 1 Mojokerto yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

Siswa-siswi kelas VII-I SMP Negeri 1 Mojokerto yang bersedia menjadi subjek dalam penelitian dan kerjasamanya dalam kegiatan pembelajaran.

Seluruh teman-teman Program Studi S1 Pendidikan Sains angkatan 2011 atas motivasi dan dukungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.Dahar, R.W. (2011). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.National Research Council. 2000. Inquiry and the National Science Educational Standards: A Guide for Teaching and Learning. United States: National Academies Press.Nur, Muhammad. 2011. Modul Keterampilan keterampilan Proses Sains. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah (PSMS) Universitas Negeri Surabaya.Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.Slavin, Robert. E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kesembilan Jilid 1. Jakarta: PT. Indeks.Sofyan, Ahmad, dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA/Sains. Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK (Jakarta: UIN Syahid).Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

1