implementasi kebijakan alokasi dana desa

18
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA DI DESA JELAYAN KECAMATAN TUMBANG TITI KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT ( STUDI IMPLEMENTASI ALOKASI DANA DESA DI DESA JELAYAN TAHUN 2011 ) ARISASWITO SETIAWAN 11610023

Upload: vingky-agusto-bagas

Post on 05-Dec-2014

159 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANADESA DI DESA JELAYAN KECAMATAN

TUMBANG TITI KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

( STUDI IMPLEMENTASI ALOKASI DANA DESADI DESA JELAYAN TAHUN 2011 )

ARISASWITO SETIAWAN11610023

Page 2: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

1. Latar Belakang Masalah

Dalam sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah terdapat penekanan atas kebijakan otonomi daerah yang

menetapkan kabupaten dan kota sebagai titik berat otonomi. Hal ini berusaha

untuk memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan diri dan

memberikan harapan kepada masyarakat untuk dapat menikmati pelayanan publik

yang lebih baik melalui kebijakan-kebijakan daerah yang lebih mementingkan

nasib mereka.

Transisi politik yang terjadi di Indonesia menghasilkan dua proses politik

yang berjalan secara simultan, yaitu desentralisasi dan demokratisasi. Kedua

proses politik itu terlihat jelas dalam pergeseran format pengaturan politik di area

lokal maupun nasional, yaitu dari pengaturan politik yang bersifat otoritarian-

sentralistik menjadi lebih demokratis-desentralistik (Dwipayana, 2003:5).

Sementara itu Noordiawan (2007:284) menyatakan bahwa desentralisasi,

penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, Suparmoko (2002:19) menyatakan

bahwa untuk pemahaman sistem pemerintahan perlu dipahami perbedaan

pengertian antara istilah desentralisasi dan dekonsentrasi. Desentralisasi diartikan

sebagai pengembangan otonomi daerah, sedangkan dekonsentrasi diartikan

sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada

daerah otonom yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur

sebagai wakil pemerintah pusat dan atau perangkat pusat di daerah. Mardiasmo

(2002:6-7) menyatakan, secara teoritis desentralisasi diharapkan akan

menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama mendorong peningkatan

partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta

mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah

dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masyarakat-

masyarakat daerah; kedua: memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui

pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintahan yang

Page 3: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap, sedangkan tingkat

pemerintahan yang paling rendah adalah desa.

Sejalan dengan pertumbuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

desentralisasi dan otonomi daerah secara terus menerus mengalami

perkembangan. Seiring dengan tumbangnya Orde Baru dan munculnya tuntutan

reformasi pemerintahan dalam segala aspeknya, maka mulai tahun 1999

diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah.

Keberadaan Desa secara yuridis formal diakui dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah

Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini Desa diberi

pengertian sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemahaman Desa di atas menempatkan Desa sebagai suatu organisasi

pemerintahan yang secara politis memiliki kewenangan tertentu untuk mengurus

dan mengatur warga atau komunitasnya. Dengan posisi tersebut desa memiliki

peran yang sangat penting dalam menunjang kesuksesan Pemerintahan Nasional

secara luas. Desa menjadi garda terdepan dalam menggapai keberhasilan dari

segala urusan dan program dari Pemerintah. Hal ini juga sejalan apabila dikaitkan

dengan komposisi penduduk Indonesia menurut sensus terakhir BPS pada tahun

2010 bahwa sekitar 135 juta jiwa ( 57 % ) atau sebagian besar penduduk

Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di kawasan permukiman pedesaan.

Maka menjadi sangat logis apabila pembangunan desa menjadi prioritas utama

bagi kesuksesan pembangunan nasional. Oleh karena itu otonomi desa benar-

benar merupakan kebutuhan yang harus diwujudkan. Agar   dapat  melaksanakan  

perannya   dalam   mengatur   dan    mengurus komunitasnya,   desa  

berdasarkan   ketentuan   peraturan   pemerintah   nomor   72 tahun 2005,

diberikan kewenangan yang mencakup:

Page 4: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

a.     Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;

b.     Urusan    pemerintahan    yang   menjadi   kewenangan     

kabupaten/kota    yang diserahkan pengaturannya kepada desa;

c.      Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan

pemerintah kabupaten/kota; dan

d.     Urusan    pemerintahan    lainnya  yang   oleh  peraturan  perundang-

undangan diserahkan kepada desa.  

Sebagai   konsekuensi    logis  adanya   kewenangan     dan  tuntutan   dari

pelaksanaan     otonomi    desa   adalah   tersedianya   dana   yang   cukup.   Sadu

Wasistiono     (  2006;107   )  menyatakan    bahwa    pembiayaan    atau  

keuangan merupakan faktor essensial dalam mendukung penyelenggaraan

otonomi desa, sebagaimana juga  pada  penyelenggaraan     otonomi   daerah.  

sejalan  dengan pendapat    yang   mengatakan    bahwa    “  autonomy  “  indentik 

dengan   “  auto money “, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri desa membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan

pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya.

Sumber   pendapatan   desa   berdasarkan    pasal   212   ayat   (3)   undang-

undang nomor 32 tahun 2004 terdiri dari :

a.       Pendapatan asli desa,

b.      Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;

c.       Bagian   dari   dana   perimbangan   keuangan   pusat   dan   daerah  

yang   diterima oleh kabupaten/kota;

d.      Bantuan      dari    pemerintah,       pemerintah      provinsi      dan   

pemerintah kabupaten/kota;

e.       Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

Implementasi otonomi bagi desa akan menjadi kekuatan bagi pemerintah

desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri,

sekaligus bertambah pula beban tanggung jawab dan kewajiban desa, namun

demikian penyelenggaraan pemerintahan tersebut tetap harus

dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban yang dimaksud diantaranya adalah

pertanggungjawaban dalam pengelolaan anggaran desa. Untuk saat ini kendala

Page 5: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

umum yang dirasakan oleh sebagian besar desa terkait keterbatasan dalam

keuangan desa. Seringkali Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)

tidak berimbang, antara penerimaan dengan pengeluaran. Kenyataan yang

demikian disebabkan oleh empat faktor utama (Hudayana dan FPPD, 2005).

Pertama: desa memiliki APBDes yang kecil dan sumber pendapatannya sangat

tergantung pada bantuan yang sangat kecil pula. Kedua: kesejahteraan masyarakat

desa rendah. Ketiga: rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan

pelayanan. Keempat: bahwa banyak program pembangunan masuk ke desa, tetapi

hanya dikelola oleh dinas.

Sistem pengelolaan dana desa yang dikelola oleh pemerintah desa

termasuk didalamnya mekanisme penghimpunan dan pertanggungjawaban

merujuk pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam aturan tersebut

dijelaskan bahwa pendanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah

daerah termasuk didalamnya pemerintah desa menganut prinsip money follows

function yang berarti bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang

menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.

Dengan kondisi tersebut maka transfer dana menjadi penting untuk

menjaga/menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum (Simanjuntak,

2002). Konsekuensi dari pernyataan tersebut adalah desentralisasi kewenangan

harus disertai dengan desentralisasi fiskal. Realisasi pelaksanaan desentralisasi

fiskal di daerah mengakibatkan adanya dana perimbangan keuangan antara

kabupaten dan desa yang lebih dikenal sebutan Alokasi Dana Desa (ADD).

Sebagai konsekuensi logis adanya kewenangan dan tuntutan dari

pelaksanaan otonomi desa adalah tersedianya dana yang cukup. Sadu Wasistiono

(dalam Daru Wisakti, 2006:17) menyatakan bahwa pembiayaan atau keuangan

merupakan faktor essensial dalam mendukung penyelenggaraan otonomi desa,

sebagaimana juga pada penyelenggaraan otonomi daerah.

Ada beberapa hal yang menjelaskan mengapa selama ini banyak

kebijakan, program, dan pelayanan publik kurang responsif terhadap aspirasi

masyarakat sehingga kurang mendapat dukungan secara luas. Pertama, para

Page 6: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

birokrat kebanyakan masih berorientasi pada kekuasaan bukannya menyadari

peranannya sebagai penyedia layanan kepada masyarakat. Budaya paternalistik

yang memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki hubungan dekat

dengan birokrat tersebut juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan publik.

Kedua, terdapat kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh pembuat

kebijakan dengan apa yang benar benar dikehendaki masyarakat (Wahyudi

Kumorotomo, 2005).

Kondisi yang mengungkung para birokrat yang sekian lama selalu tunduk

kepada pimpinan politis dan kurang mengutamakan pelayanan publik tersebut

berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas birokrasi publik. Oleh sebab itu, di

samping implementasi peraturan perundangan yang konsisten diperlukan pula

reorientasi pejabat publik agar benar-benar menjalankan tugasnya sebagai pelayan

publik. Mekanise checks and balances harus terus dikembangkan diantara

lembaga-lembaga pemerintah daerah yang ada, dan yang tidak kalah penting

seluruh komponen dalam masyarakat hendaknya lebih berani untuk terus menerus

menyuarakan aspirasi mereka kepada birokrasi publik (Wahyudi Kumorotomo,

2005).

Fenomena-fenomena di masa lalu telah melahirkan konsep pembangunan

yang sedikit berbeda di masa sekarang. Pembangunan yang cenderung mengarah

pada sentralisasi kekuasaan dan pengambilan keputusan dari atas ke bawah (top-

down) kini mulai diminimalkan, dan muncul konsep pembangunan alternatif yang

menekankan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat (community based

development), yang bersifat bottom up dan menggunakan pendekatan lokalitas

yaitu pembangunan yang menyatu dengan budaya lokal serta menyertakan

partisipasi masyarakat lokal bukan memaksakan suatu model pembangunan dari

luar (Zubaedi, 2007).

Prinsip pelayanan publik harus dilaksanakan oleh jenjang pemerintahan

yang sedekat mungkin kepada rakyat. Itu berarti pemerintah desa adalah sebagai

ujung tombak pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan, pelayanan

publik, dan pemberdayaan masyarakat karena pemerintah desa merupakan tingkat

pemerintahan terkecil yang berhadapan langsung dengan rakyat. Alokasi Dana

Page 7: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

Desa (ADD) adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk

desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah

yang diterima oleh Kabupaten. Adapun tujuan dari Alokasi Dana Desa (ADD) ini

adalah untuk :

1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan

pelayanan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sesuai

kewenangannya;

2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan secara partisipatif

sesuai dengan potensi desa;

3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan

berusaha bagi masyarakat desa;

4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa. Pemerintah

mengharapkan kebijakan Alokasi Dana Desa ini dapat mendukung pelaksanaan

pembangunan partisipatif berbasis masyarakat dalam upaya pemberdayaan

masyarakat pedesaan sekaligus memelihara kesinambungan pembangunan di

tingkat desa.

Sekian banyak desa yang ada di Indonesia, banyak yang belum begitu

mengembangkan serta memanfaatkan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai yang

diharapkan masyarakat seperti yang terjadi di Desa Baran Melintang. Hal inilah

yang jadi pengaruh besar bagi masyarakat dalam rangka menumbuhkan ekonomi

yang baik untuk kesejahteraan hidup.

Dari alasan yang diterangkan diatas penulis menulis makalah yang

berjudul “Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Mempengaruhi Keadaan

Masyarakat di Wilayah Desa Baran Melintang.”

2. Rumusan Masalah

2.1 Bagaimanakah implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa di Kecamatan

Tumbang Titi ?

3. Tujuan Penelitian

Page 8: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

3.1 Memberikan gambaran pelaksanaan Alokasi Dana Desa di Kecamatan

Tumbang Titi Kabupaten Ketapang.

3.2 Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi

kebijakan Alokasi Dana Desa di KecamatanTumbang Titi Kabupaten

Ketapang.

4. Manfaat Penelitian

Harapan penelitian ini dapat berguna bagi kalangan akademisi dan

praktisi, yaitu antara lain:

4.1 Dari segi keilmuan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media

untuk mengaplikasikan berbagai teori yang dipelajari, sehingga akan

berguna dalam pengembangan pemahaman, penalaran, dan pengalaman

penulis, juga berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam

bidang ilmu sosial, khususnya pengembangan ilmu pemerintahan daerah,

sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian-penelitian

berikutnya.

4.2 Dari segi praktis hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan

masukan pada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengambil

keputusan dalam permasalahan Alokasi Dana Desa serupa, sebagai bahan

kajian bagi pihak yang terkait dengan kebijakan ini sehingga dapat

mengoptimalkan keberhasilan kebijakan.

5. Review Literatur

5.1 Kebijakan Publik

Menurut Carl Freidrich ( Irfan Islami, 2001), kebijakan publik adalah

serangkaian tindakan yang yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan

dan kesempatankesempatan terhadap pelaksanaan usulam kebijakan untuk

mencapai tujuan.

5.2 Implementasi Kebijakan Publik

Page 9: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

Metter dan Horn (1975) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai

tindakan yang dilakukan oleh publik maupun swasta baik secara individu maupun

kelompok yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam

keputusan kebijakan. Definisi ini menyiratkan adanya upaya mentransformasikan

keputusan kedalam kegiatan operasional, serta mencapai perubahan seperti yang

dirumuskan oleh keputusan kebijakan.

5.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan

Van Metter dan Van Horn (AG. Subarsono, 2005) menyebutkan ada lima

variabel yang mempengaruhi kinerja implemantasi, yaitu :

a. Standar dan sasaran kebijakan;

b. Sumberdaya;

c. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas;

d. Karakteristik agen pelaksana;

e. Kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan politik

6. Konseptualisasi

7. Metode Penelitian

7.1 Desain Penelitian

KEBIJAKAN ADD

1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa

2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa

3. Meningkatkan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha masyarakat desa

4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa.

IMPLEMENTASI

Satandar dan sasaran kebijakan

Sumberdaya;Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas;Karakteristik agen pelaksana;Kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan politik

Page 10: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

Dilihat dari obyek dan metode analisis yang digunakan, maka penelitian ini

termasuk dalam tipe penelitian deskriptif kualitatif. Tipe penelitian ini berusaha

mendeskripsikan gambaran yang senyatanya dari fenomena yang terjadi pada

pengelolaan dana desa, khususnya Alokasi Dana Desa di wilayah Kecamatan

Tumbang Titi.

7.2 Instrumen Penelitian

Penelitian Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa di wilayah

Kecamatan Tumbang Titi Kabupaten Ketapang. Instrumen utamanya adalah

peneliti sendiri, dengan alat bantu berupa pedoman wawancara, yaitu sejumlah

pertanyaan terstruktur atau tidak terstruktur apabila dianggap perlu untuk

memperoleh keterangan yang diperlukan dari responden.

7.3 Pemilihan Informan

Informan dipilih untuk mendapatkan informasi yang jelas dan mendalam

tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah penelitian. Prosedur

pengambilan informan awal dilakukan secara purposive, sedangkan informan

selanjutnya dengan teknik snowball, yaitu mengambil satu orang untuk

diwawancarai selanjutnya bergulir kepada informan lain secara berantai hingga

diperoleh sejumlah informan yang diperlukan.

7.4 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat peneliti dapat menangkap keadaan yang

sebenarnya dari objek yang akan diteliti. Adapun lokasi penelitian adalah desa-

desa di wilayah Kecamatan Tumbang Titi Kabupaten Ketapang.

7.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian ini, digunakan cara studi kepustakaan,

penelitian terhadap dokumen-dokumen, observasi, dan melakukan wawancara

dengan Pemerintah Kecamatan Tumbang Titi, Pemerintah Desa di wilayah

Kecamatan Tumbang Titi, unsur Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,

Lembaga Kemasyarakatan di Desa, target group, dan non-target group yang

relevan dengan masalah penelitian. Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah

data primer dan data sekunder.

7.6 Teknik Analisis

Page 11: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

Menurut Bungin (2007) teknik analisis dalam penelitian kualitatif

tergantung pada pendekatan yang digunakan. Jadi langkah-langkah analisis yang

digunakan adalah pendekatan fenomenologis.

7.7 Keabsahan Data

Menurut Patton (dalam Moleong, 2002), untuk menguji keabsahan data

yang diperoleh, digunakan teknik Triangulasi Data. Jenis triangulasi data yang

digunakan adalah triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam kualitatif.

8. Rancangan bab – bab Tesis

BAB I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka, terdiri dari telaah teori,dan kerangka pemikiran

BAB III Metode Penelitian, terdiri dari desain penelitian, instrumen

penelitian, pemilihan inforanam, lokasi penelitia, metode

pengumpulan data, teknik analisis dan keabsahan data.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Memuat gambaran umum lokasi

penelitian, hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian

BAB V Penutup, yang merupakan kesimpulan dan implikasi

Page 12: Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan, 2007, Penelitan Kualitatif, Prenada Meda Group, Jakarta.

Islami, M. Irfan, DR,MPA, 1997, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, BumiAksara, cetakan ke 8, Jakarta.

Moleong, Lexy J., 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Subarsono, AG, Drs,M.Si, MA, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar,Yogyakarta.

Van Meter, Donald S & Van Horn, Carl E. 1975, The Policy ImplementationProcess : A Concentual Framework in : Administration and Society, Vol.6 No. 4 p. 445-485.