imitasi perbandingan menurut mendel
TRANSCRIPT
IMITASI PERBANDINGAN GENETIS
MENURUT MENDEL
I. Imitasi Persilangan Monohibrida
A. Tujuan
1. Membuktikan adanya prinsip segregasi dan berpasang secara bebas
2. Membuktikan perbandingan Hukum Mendel I 2 : 1 (untuk ratio genotip)
dan 3 : 1 (untuk ratio fenotip)
3. Mengetahui gambaran mengenai kemungkinan gen-gen yang dibawa
oleh gamet akan bertemu secara acak (random)
4. Melakukan pengujian melalui tes statistik “Chi-Square” untuk
mengetahui baik atau tidaknya hasil percobaan yang diperoleh
B. Landasan Teori
Tiap sifat dari makhluk dikendalikan oleh sepasang faktor keturunan
yang dikenal dengan nama gen. Sepasang gen ini satu berasal dari induk
jantan yang lainnya dari induk betina.
Gen yang sepasang ini disebut se atau satu alela. Gen yang se alela
akan memisah pada waktu gametogenesis (dikenal dengan prinsip
segregasi secara bebas) dan akan kembali berpasang-pasangan pada
proses fertilisasi (dikenal dengan prinsip berpasangan secara bebas).
Alel dilihat dari sudut pandang genetika klasik, alel merupakan bentuk
alternatif dari gen dalam kaitan dengan ekspresi suatu sifat. Pada individu,
pasangan alel menentukan genotipe dari individu yang bersangkutan.
Seiring dengan perkembangan genetika, kini pengertian alel menjadi lebih
luas dan umum. Alel adalah berbagai ekspresi alternatif dari gen atau
seberkas DNA, tergantung tingkat ekspresi genetik yang diamati (Elvita,
2008).
Pada tingkat fenotipe, pengertian alel adalah seperti yang dikemukakan
di atas.
Pada tingkat enzim (dalam analisis isoenzim), alel sama dengan
isoenzim.
Pada tingkat genom, alel merupakan variasi-variasi yang diperoleh pada
panjang berkas DNA.
Pada tingkat transkriptom, alel adalah bentuk-bentuk alternatif dari
RNA yang dihasilkan oleh suatu oligo.
Pada tingkat proteom, alel merupakan variasi-variasi yang bisa
dihasilkan dalam suatu keluarga gen.
Alel merupakan sepasang gen yang terletak pada lokus yang sama
pada kromosom yang homolog, bertugas membawa suatu sifat / karakter.
Misalnya T menentukan sifat tinggi pada batang, sedangkan t menentukan
batang kerdil. Maka T dan t merupakan alel. Tidak semua gen mempunyai
dua alel ada yang terdapat tiga alel disebut alel ganda. Terdapat alel
homozigot dan alel heterozigot. Alel homozigot adalah alel dengan
pasangan kedua gen pada suatu individu sama misalnya, TT, tt. Alel
heterezigot adalah alel dengan pasangan kedua gen tidak sama misalnya,
Tt (Elvita, 2008).
Untuk membedakan apakah gen-gen letaknya terpisah ataukah
terangkai pada kromosom yang sama, maka diadakan perbedaan dalam
cara menulis genotip suatu individu, sebagai contoh suatu di hibrid dengan
menggunakan pasangan gen A dengan a dan gen B dengan b. Akan tetapi,
apabila gen-gen tersebut terangkai, maka akan terdapat 2 kemungkinan :
1. Gen-gen dominan terangkai dalam satu kromosom, sedangkan alel-
alelnya resesif terangkai pada kromosom homolognya. Ada beberapa
cara untuk menulis genotipnya, diantaranya : (AB)(ab), AB/ab, AB:ab.
Gen-gen yang terangkai demikian dikatakan dalam keadaan Coupling
Phase atau gen-gen yang mempunyai susunan cis
2. Gen Dominan terangkai pada gen resesif yang bukan alelnya pada satu
kromosom, sedangkan alel resesif dari gen pertama dan alel dominan
dari gen kedua terangkai pada kromosom homolognya. Ada beberapa
cara untuk menulis genotipnya, diantaranya : (Ab)(aB), Ab/aB, Ab:aB
(Suryo, 2010)
Hukum Mendel I
Hukum Mendel I disebut juga hukum segregasi adalah mengenai
kaidah pemisahan alel pada waktu pembentukan gamet. Pembentukan
gamet terjadi secara meiosis, dimana pasangan – pasangan homolog saling
berpisah dan tidak berpasangan lagi/ terjadi pemisahan alel – alel suatu
gen secara bebas dari diploid menjadi haploid. Dengan demikian setiap sel
gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya Fenomena ini dapat
diamati pada persilangan monohybrid, yaitu persilangan satu karakter
dengan dua sifat beda (Elvita, 2008).
Contoh Persilangan Monohibrid
P1 UU x uu
(Ungu) (Putih)
G1 U x u
F1 Uu
Pada waktu pembentukan gamet betina, UU memisah menjadi U
dan U, sehingga dalam sel gamet tanaman ungu hanya mengandung satu
macam alel yaitu alel U. Sebaliknya tanaman jantan berbunga putih
homozigot resesif dan genotipenya uu. Alel ini memisah secara bebas
menjadi u dan u, sehingga gamet – gamet jantan tanaman putih hanya
mempunyai satu macam alel , yaitu alel u. Proses pembentukan gamet
inilah yang menggambarkan fenomena Hukum Mendel I (Elvita, 2008).
Hukum Mendel II
Hukum Mendel II disebut juga hukum asortasi. Menurut hukum
ini, setiap gen / sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen / sifat
lain. Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet pada persilangan
dihibrid (Elvita, 2008).
Contoh Persilangan Dihibrid
P1 BBKK x bbkk
(Biji bulat berwarna kuning) (Biji keriput Hijau)
G1 BK x bk
F1 BbKk
P2 BbKk x BbKk
G2 BK, Bk, bK,bk BK, Bk, bK,bk
Pada waktu pembentukan gamet parental ke-2, terjadi
penggabungan bebas (lebih tepatnya kombinasi bebas) antara B dan b
dengan K dan k. Asortasi bebas ini menghasilkan empat macam kombinasi
gamet, yaitu BK, Bk, bK, bk. Proses pembentukan gamet inilah yang
menggambarkan fenomena hukum mendel II (Elvita, 2008).
Persilangan dihibrid (perkawinan dua individu dengan dua tanda
beda) dapat membuktikan kebenaran hukum Mendell II yaitu bahwa gen-
gen yang terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi
secara bebas dan dihasilkan empat macam fenotipe dengan perbandingan
9:3:3:1.
Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Pada kenyataannya, seringkali terjadi penyimpangan atau hasil
yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal
seperti adanya interaksi gen, gen yang bersifat homozigot letal, dan
sebagainya (Elvita, 2008).
Penyimpangan semu Hukum Mendel adalah peristiwa munculnya
perbandingan yang tidak sesuai dengan Hukum Mendel. Disebut
penyimpangan semu karena sebenarnya prinsip segregasi bebas tetap
berlaku, tetapi karena gen-gen yang membawakan sifat memiliki ciri
tertentu maka perbandingan yang dihasilkan menyimpang dari Hukum
Mendel (Ardiawan, 2009).
Penyimpangan terjadi karena ada beberapa gen saling
mempengaruhi dalam menunjukkan fenotipe. Perbandingan fenotipe dapat
berubah, tetapi prinsip dasar dari cara pewarisan, tetap sesuai dengan
prinsip-prinsip Mendel. Beberapa cara penurunan sifat tidak mengikuti
Hukum Mendel II dengan rasio klasik Filial 2 yaitu 9:3:3:1. Kedua pasang
gen tersebut akan mengadakan interaksi yang menghasilkan fenotipe baru,
atau adapula terjadi penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain yang
disebut Epistasis (Ardiawan, 2009).
Terdapat macam-macam epistasis:
a. Epistasis dominan (perbandingan 12:3:1)
b. Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan 9:3:4)
c. Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen) (perbandingan 13:3)
d. Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15:1)
e. Epistasis resesif duplikat (Complementary factor) (perbandingan 9:7)
f. Gen duplikat dengan efek kumulatif (perbandingan 9:6:1)
Selain epistasis, ada beberapa peristiwa penyimpangan Hukum Mendel
yang lain, yaitu:
1. Kriptomeri
2. Hipostasis yang merupekan lawan dari epistasis
3. Gen komplementer
Uji Statistik “Chi-Square” dalam Percobaan Persilangan
Di dalam suatu percobaan jarang sekali kita memperoleh data yang
sesuai dengan yang kita harapkan (secara teoritis). Hampir selalu menjadi
penyimpangan. Untuk dapat menentukan apakah suatu fenomena yang
diamati sesuai atau tidak dengan teori tertentu, perlu dilakukan suatu
pengujian dengan melihat besarnya penyimpangan nilai pengamatan
terhadap nilai harapan (Noor, 1996).
Penyimpangan yang kecil relatif lebih dapat diterima pada
penyimpangan yang besar. Selain itu, apabila penyimpangan tersebut
semakin sering terjadinya dapat dikatakan semakin normal dan cenderung
lebih dapat diterima daripada penyimpangan yang jarang terjadi. Sekarang
yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar penyimpangan itu dapat
diterima dan seberapa sering terjadinya atau berapa besar peluang
terjadinya, dan jawabannya dapat dicari dengan uji X2. Rumus X2 adalah :
∑ ¿¿
Keterangan :
O (Observed) = hasil pengamatan
E (Expected) = data yang diharapkan secara teoritis
∑ = jumlah dari nilai X2 untuk setiap kategori.
Semakin kecil nilai X2 menunjukan bahwa data yang diamati semakin
tipis perbedaannya dengan yang diharapkan. Sebaliknya semakin besar X2
menunjuka semakin besar pula penyimpangannya. Batas penyimpangan
yang diterima atau besar peluang terjadinya nilai penyimpangan yang dapat
diterima hanya satu kali dalam 20 percobaan (peluang 1/20 = 0,05) maka
pada P = 0,05 adalah atau ditolaknya data percobaan (Noor, 1996).
C. Alat
Kancing genetika dua warna, masing-masing berjumlah 50.
D. Langkah Kerja
Pisahkan 50 kancing (misal warna merah) menjadi dua bagian masing-masing terdiri dari 25 buah sebagai gamet betina dan 25 buah sebagai
gamet jantan.
Pisahkan 50 kancing warna lain (misal warna putih) menjadi dua bagian masing-masing terdiri dari 25 buah sebagai gamet betina dan 25 buah
sebagai gamet jantan.
Masukkan 25 kancing merah + 25 kancing putih ke dalam kotak I sebagai gamet jantan
Masukkan 25 kancing merah + 25 kancing putih ke dalam kotak II sebagai gamet betina
Ambil secara acak 1 kancing dari kotak I dan 1 kancing dari kotak II lalu pertemukan dan catat hasilnya dalam tabulasi
Dengan cara yang sama lakukan terus sampai kancing-kancing yang berfungsi sebagai gen ini habis
Hitung perbandingan yg diperoleh, baik perbandingan genotip maupun perbandingan fenotip setelah sebelumnya ditentukan terlebih dahulu lambang gen dari setiap kancing dan fenotip yang dikendalikannya
E. Hasil Percobaan
Pasangan Gen Tabulasi Frekuensi
Merah-Merah (MM) IIII IIII I 11
Merah- Putih (Mm) IIII IIII IIII IIII IIII III 28
Putih-Putih (mm) IIII IIII I 11
Pertanyaan
1. Berapa perbandingan genotip dan fenotip yang saudara peroleh ?
2. Bagaimana hasil saudara dibandingkan dengan hasil dalam kelompok
lain ?
3. Kesimpulan apa yang saudara dapat tentukan dari percobaan ini ?
Diketahui :
df = n-1 = 2-1 = 1
α = 5% χ² tabel = 3,841
Kriteria Hipotesis
χ² hitung > χ² tabel = tolak Ho (ada perbedaan dengan hukum Mendel)
χ² hitung < χ² tabel = terima Ho (tidak ada perbedaan signifikan dengan
hukum mendel
FenotipMerah
(MM dan Mm)
Putih
(mm)Total
Hasil (o) 39 11 50
Harapan (e) ¾ x 50 = 37,5 ¼ x 50 = 12,5 50
(o – e) 39-37,5 = 1,5 11-12,5 = -1,5 0
(o – e)2 2,25 2,25 4,50
χhitung2 =
(o−e )2
e
2,25/37,5 = 0,06 2,25/12,5 = 0,18 0,24
II. Imitasi Persilangan Dihibrida
A. Tujuan
1. Membuktikan perbandingan Mendel (perbandingan fenotip F2)
9:3:3:1
2. Melakukan pengujian melalui tes statistik “Chi-Square” untuk
mengetahui baik atau tidaknya hasil percobaan yang diperoleh
B. Alat
Kancing genetika 4 macam warna masing-masing 50 buah
C. Prosedur
D. Hasil Percobaan
Kombinasi model gen Genotip Fenotip Tabulasi Frekuesi
1. Merah-Hijau +
Merah-Kuning
MMHh
2. Merah-Hijau +
Merah-Hijau
MMHH
3. Merah-Kuning +
Putih-Kuning
Mmhh
Pisahkan tiap-tiap warna menjadi 2 bagian warna yang sama, satu bagian sebagai gamet jantan dan satu bagian yang lain sebagai gamet
betina.
Kancingkan/tangkupkan dua kancing menjadi satu dengan kombinasi warna yang berbeda-beda. Misalkan warna kancing adalah Merah (M), Putih (m), Hijau (H), Kuning (h) maka kombinasi kancing yang harus dibuat adalah Merah-Hijau (MH), Merah-Kuning (Mh), Putih Hijau
(mH) dan Putih-Kuning (mh)
Tempatkan gamet jantan dan betina dalam kotak yang berbeda kemudian ambil satu persatu dari setiap kotak, dipertemukan dan dicatat
dalam tabel yang telah tersedia.
E. Pertanyaan
1. Berapa perbandingan genotip yang saudara peroleh ?
2. Bagaimana hasil saudara jika dibandingkan dengan hasil kelompok
lain ?
3. Beri kesimpulan atas percobaan yang saudara lakukan