iman naik turun

4
Iman Naik Turun (sudah dipublikasikan di media informasi dan komunikasi Undana, no.142/ September 2010 (oleh: Gusti Omkang Hingmane, mahasiswa FKIP Bahasa Inggris, Undana. Sekarang sedang PP di S!P" # Ku$ang% Kalau ada orang &ang 'ertan&a, anda 'eragama a$a )engan $enuh ke&akinan anda $asti men*awa', sa&a 'eragama ini atau 'eragama itu. +tau dengan ara menun*ukkan K-P &ang dimiliki, karena tertulis dengan *elas, a$a agama se'enarn&a, katakanlah, 'eragama Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha Konghu u. +gama *uga ter$aut erat dengan negara, se'agaimana diatur oleh UU) # /0 $a 1 , dan diurusi oleh Kementrian +gama. )i sam$ing itu, salah satu hal &ang menar *uga adalah, adan&a $endidikan agama &ang men*adi mata $ela*aran atau wa*i' di semua *en*ang $endidikan 2ormal. Selain itu, ada *uga u$a ara3u$a ara & diawali dengan $u*i3s&ukur ke$ada -uhan &ang *uga disertai dengan doa. )ari hal3hal di atas, kita melihat agama menem'us semua 'idang kehidu$an di Indonesia. )ari sini da$at diam'il 'enang merah 'ahwa di Indonesia, -uhan ada di mana. Hal ini mengingatkan kita akan $ern&ataan dari seorang ahli 2ilsa2at, Frie "iet4hen 'ahwa 5God is dead6 there2ore man alone is ali7e (-uhan tela manusia hidu$ sendiri%, teta$i se ara esensial 'ukan se ara ultural. )i sam$ing $ern&ataan di atas, ada satu $ern&ataan &ang menarik *uga &ang diutarakan oleh )rs. Peter !anggut, !+ (dosen Undana%, dalam soal u*ian, dari hi 8dward Sa$ir dan Ben*amin ee 9hor2 'ahwa 5anguage determines attitude, 'elie2,

Upload: gusti

Post on 04-Nov-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Iman tidak konsisten. Mudah goyah.

TRANSCRIPT

Iman naik turun

Iman Naik Turun(sudah dipublikasikan di media informasi dan komunikasi Undana, no.142/ September 2010)

(oleh: Gusti Omkang Hingmane, mahasiswa FKIP Bahasa Inggris, Undana. Sekarang sedang PPL di SMPN 1 Kupang)

Kalau ada orang yang bertanya, anda beragama apa? Dengan penuh keyakinan anda pasti menjawab, saya beragama ini atau beragama itu. Atau dengan cara menunjukkan KTP yang dimiliki, karena tertulis dengan jelas, apa agama kita yang sebenarnya, katakanlah, beragama Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha, atau Konghucu.

Agama juga terpaut erat dengan negara, sebagaimana diatur oleh UUD 1945 pasal 29, dan diurusi oleh Kementrian Agama. Di samping itu, salah satu hal yang menarik juga adalah, adanya pendidikan agama yang menjadi mata pelajaran atau mata kuliah wajib di semua jenjang pendidikan formal. Selain itu, ada juga upacara-upacara yang diawali dengan puji-syukur kepada Tuhan yang juga disertai dengan doa.

Dari hal-hal di atas, kita melihat agama menembus semua bidang kehidupan di Indonesia. Dari sini dapat diambil benang merah bahwa di Indonesia, Tuhan ada di mana-mana. Hal ini mengingatkan kita akan pernyataan dari seorang ahli filsafat, Friedrich Nietzhen bahwa God is dead; therefore man alone is alive (Tuhan telah mati; maka manusia hidup sendiri), tetapi secara esensial bukan secara cultural. Di samping pernyataan di atas, ada satu pernyataan yang menarik juga yang diutarakan oleh Drs. Peter Manggut, MA (dosen Undana), dalam soal ujian, dari hipotesis Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf bahwa Language determines attitude, belief, perception, value that make up the world view of every person. Artinya apa? Apa yang disampaikan lewat bahasa, baik itu bahasa lisan maupun tulisan, itulah sebenarnya kita. Karena bahasa yang kita gunakan sebagai representasi dari apa yang kita punya, dan orang dapat menilai siapa diri kita sebenarnya dari bahasa tersebut. Jikalau kita mengaitkan bahasa dengan agama atau dengan Tuhan. Dan ketika ditanya, apakah anda beragama? Pasti kita semua berbahasa bahwa kita ber-agama atau ber-Tuhan. Hal tersebut dapat dibuktikan lewat bahasa yang ada pada KTP (setiap orang beragama). Selain itu juga, UDD 1945, pasal 29 yang mengatur tentang agama, acara-acara resmi (yang selalu menempatkan kata puji- syukur kepada Tuhan), selalu ada pelajaran agama (dalam lembaga pendidikan formal), ada partai-partai yang berwarna agama, adanya sumpah jabatan, demikian pula pada karya ilmiah (laporan penelitian, atau skripsi), pada bagian awal karya ilmiah lazim ditulis puji-syukur, dan lain sebagainya. Dari hal-hal tersebut, agama benar-benar menembus kehidupan sosial bahkan kehidupan politik.Patutlah dipertanyakan bahwa, apakah benar, agama yang direperesentasikan lewat bahasa (baik itu bahasa lisan maupun bahasa tulis) telah menunjukkan siapa diri kita sebenarnya? Karena kenyataan berbicara, kita selalu melanggar nilai-nilai yang ada pada agama, katakanlah, jangan mencuri, tetapi kita mencuri (baik itu uang (korupsi uang) maupun barang yang adalah milik orang lain). Jangan membunuh (baik itu lewat pikiran, perkataan, maupun perbuatan), tetapi kita tetap membunuh. Jangan bersinah, tetapi kita selalu bersinah (baik itu lewat pikiran, perkataan, maupun perbuatan), dan lain sebagainya. Apakah hal-hal ini yang disebut sebagai orang yang beragama? Apakah nilai-nilai yang ada pada ajaran agama telah kita amalkan? Atau event-event di atas cuma sebagai rutinitas dan formalitas saja? Yang dengan sengaja menyakiti hati Tuhan kan? Atau sejauh mana agama (iman) kita? Inilah yang patut kita renungkan dan aplikasikan dalam kehidupan!

Pemimpin

Untuk membangun suatu bangsa yang beradab, adil, dan sejahtra, seharusnya semua komponen masyarakat harus berpartisipasi dalam mengambil perannya masing-masing. Salah satunyanya adalah pemimpin. Baik itu pemimpin agama, mayarakat maupun pemerintah. Sebagai pemimpin, dalam suatu masyarakat, seharusnya sebagai pemberi contoh dalam kehidupan setiap hari. Sebagai contoh, kadang-kadang pemimpin dari suatu masyarakat turut serta dalam perkelahiaan, perjudian, minum minuman keras, korupsi, kolusi, nepotisme dan lain sebagainya, seharusnya pemimpin dari masyarakat tersebut harus memberiakan contoh yang baik, bukan menjadi bagian dari hal-hal tersebut. Karena kebanyakan orang berpendapat bahwa, para pemimpinlah yang memimpin atau berbuat demikian, maka sebagai pengikut pasti lebih hancur (dalam pengandain diibaratkan guru kincing berdiri dan murid kincing berlari). Sebagai pemimipin seharusnya memberikan contoh yang baik kepada bawahannya.Begitu juga pihak pemerintah, seharusnya menjalankan tugas dan tanggungjawabnya secara baik dan benar. Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan regulasi yang jelas dan tegas. Sebagai contoh dari undang-undang advokasi, di sana masih terdapat ketidakberesan, dimana para pihak advokat harus merahasiakan keboborakan kliennya, dan berusaha menjatuhkan lawan klien. Kita berbuat yang sebenarnya melawan hati nurani kita kan? Apakah ini yang disebut membangun bangsa secara baik? Apakah dalam agama ini diperkenankan? Seharusnya kita harus tegakkan keadilan dengan bercermin pada bahasa-bahasa yang ada pada ajaran agama, katakanlah, jika ya, katakan ya, jika tidak, katakan tidak. Lebih atau kurang dari itu adalah si iblis.Begitu juga dengan pihak keamanan. Seharusnya pihak keamanan dalam menjalankan tugasnya secara bertanggungjawab, bukan tebang pilih dalam mengurus suatu kasus. Jika salah, katakan salah! Jika benar katakan benar! Jangan takut pada atasan atau siapa pun, ketika membela kebenaran. Yakinlah bahwa Tuhan selelu beserta kita!Di samping itu, pendidikan pun harus menanamkan nilai-nilai ajaran agama secara baik, dan benar. Pendidikan jangan hanya mentrasfer ilmu saja tetapi juga harus menanamkan nilai-nilai budi pekerti (moral). Karena sekolah adalah lembaga pendidikan kedua setelah rumah tangga. Pendidikan agama yang diselenggarakan di sekolah-sekolah, bukan mengajarakan bagaimana menghafal tetapi bagaimana mengamalkan ajaran agama. Menghafal identik dengan pentranferan pengetahuan kosong, karena tanpa dibuktikan dengan perbuatan.Diri Sendiri Salah satu kunci untuk menentukan bangsa itu beragama atau tidak, adalah berpulanglah kepada setiap individu. Karena individu beragama akan membentuk satu RT, satu RT akan membentuk satu kecamatan, satu kecamatan akan membentuk satu kabupaten, dan satu kabupaten akan membentuk satu propinsi dan satu propinsi akan membentuk satu negera. Untuk apa kita berbicara bangsa Indonesia yang majemuk ini kalau diri kita sendiri tidak beragama. Beragama yang dimaksud di sini adalah, bukan sekedar mengimani agama yang dianut, tetapi disertai dengan pengamalan. Karena iman tanpa perbuatan adalah maut.

Kita jangan mengakui sebagai orang yang beragama tetapi bahasa kita tidak menunjukkan bahwa kita beragama. Hal ini yang banyak kita jumpai di negeri ini. Oleh karena itu, marilah kita jangan kecewakan Tuhan kita dengan bahasa kita. Di negeri ini, God is very much alive, but has been cheated most of time (Tuhan maha hidup, tetapi Ia ditipu terus menerus). Nama-Nya disebut-sebut dalam setiap doa dan upacara, dibahasakan dalam KTP dan UUD 1945 bahkan diatur oleh Menteri Agama, tetapi pesan-Nya selalu dilanggar setiap hari, sehingga bangsa ini menjadi juara dalam segala hal, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, perampokan, pemerkosaan, penganiayaan, dan lain sebagainya. Atau dapat dikatakan antara perbuatan dan apa yang diyakini tidak sejalan, atau yang saya katakan, Iman Naik Turundi akhir dari tulisan ini, ada beberapa kejadian yang diangkat oleh berbagai media yang disampaikan kembali oleh penulis sebagi bahan refleksi bersama, yaitu hujan darah, hujan katak, dan lain sebagainya. Apakah ini bertanda bahwa akhir zaman telah dekat? Jika ya, marilah kita bersatu hati dalam membangun iman, serta bersungguh-sungguh menjalankan perintah-Nya di dunia ini, karena Tuhan masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bertobat! Tuhan Yesus memberkati! Merdeka!