ilmu informasi, perpustakaan, dan kearsipan
TRANSCRIPT
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
ISSN 1411-0253
Volume 12 No 3 Oktober 2013
JURNALIlmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan
Redaksi menerima tulisan ilmiah bidang informasi perpustakaan dan kearsipan Tulisan akan dimuat dengan pertimbangan yang didasarkan pada keaslian dan relevansinya dengan ilmu informasi perspustakaan dan kearsipan Artikel tidak harus mencerminkan kebijaksanaan dan pandangan Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
JURNAL ILMU INFORMASI PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN
Diterbitkan olehDEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA
Penanggung JawabKetua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Editor EksekutifFuad Gani MA
Staf EditorDr Tamara Adriani Susetyo-Salim SS MA
Y Sumaryanto DipLib MHumIndira Irawati MA
Dewan RedaksiDr Zulfikar Zen SS MA
Dr Laksmi MAUtami Budi Rahayu Hariyadi MLib M Si
Taufik Asmiyanto MSiNina Mayesti M Hum
Purwanto Putra MHum
Sekretariat dan AdministrasiIswanda Fauzan SHum
Muhammaad Ansyari TantawiNurullita Akmalia
Alamat SekretariatGedung IV Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
TelpFax (021)7872353email jurnaldipi2012gmailcom
ISSN 1411 - 0253
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi
Perpustakaan dan Kearsipan Volume 12 Nomor 3 Oktober Tahun 2013 Penyusunan beberapa
artikel di dalam terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk terus senantiasa membumikan
sekaligus membangun bidang Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan jurnal ini juga
ditujukan kepada para penggiat ilmu informasi dan masyarakat Indonesia umumnya
Semoga dengan kembali tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan
edisi ini aan dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berinformasi kita semua Jurnal
volume 13 akan menyajikan enam artikel yang memiliki berbagai variasi topik tulisan pertama
merupakan artikel yang bertajuk mengenai kearsipan yang berjudul Beberapa Regulasi yang
Menguatkan Eksistensi Arsiparis artikel yang ditulis oleh Sudiyanto ini berusaha mengkaji dan
mendeskripsikan pasal-pasal regulasi yang relevan dengan pengelolaan kearsipan Dengan
tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga
mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Artikel kedua berjudul Stock Opname Weeding and Preservation yang ditulis Zulfikar Zen
artikel yang bidang perpustakaan ini berupaya mengidentifikasi kegiatan cacah ulang dalam
kaitannya dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan koleksi di perpustakaan dan keadaan fisik
koleksi mulai dari yang rusak salah tempat dan bagaimana penggunaan koleksi Kemudian di
artikel ini juga ada upaya untuk membahas mengenai bagaimana melakukan dan apa
tujuanldquoPenyianganrdquo (weeding) dan Preservasi (Preservation) di perpustakaan
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
judul artikel ketiga yang ditulis oleh Purwanto Putra kajian yang merupakan usulan program
preservasi arsip peta ini dilakukan pada 2013 menggunakan pendekatan kualitatif dan metode
observasi dan studi literatur Berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital
arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia dan dalam artikel ini penulis juga
berupaya menjelaskan kaitan antara preservasi digital dengan rekod elektronik mengenai isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi rekod elektronik dan
metadata rekod elektronik
Tulisan keempat dari Iswanda Fauzan Satibi yang berjudul Pemetaan Kebutuhan Pengguna
Dan Preferensi Ruangan Perpustakaan di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan
Chandra Widodo berupaya untuk menjelaskan Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan
(corporate library) Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo perusahaan PT
Rekayasa Industri bertujuan untuk menjelaskan peta perubahan pengguna perpustakaan dan
mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan Harapannya
penelitian ini akan memberikan pendeskripsiam penggunaan ruangan perpustakaan Chandra
Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan
Tulisan selanjutnya di ambil dari artikel yang ditulis Kiki Fauziah yang berjudul Perilaku
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan
mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang
mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-
Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal
edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha
untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan
kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis
Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan
kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan
kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan
Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan
sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk
menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim
penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya
dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini
Salam
Redaksi
Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
DAFTAR ISI
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia
Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo
Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang
Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia
Sudiyan ot
1
15
34
42
24
8Zulfikar Zen
Purwanto Putra
Iswanda F Satibi
Kiki Fauziah
Riva Delviatma
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Sudiyanto
1
BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN
EKSISTENSI ARSIPARIS
Sudiyanto
Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom
Abstrak
Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang
tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak
tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan
penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan
pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis
sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi
Abstract
The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of
their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the
unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is
enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of
statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to
the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are
more self confident and exist in progression that be done diligently
Keywords Laws self confident Archivists exist profession
1 Latar belakang
Di setiap organisasi dalam melaksanakan
aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip
merupakan produk samping (by product) dari
organisasi Seiring berjalannya organisasi makin
lama arsip yang tercipta makin banyak pula
Sementara arsip masih diperlukan oleh
organisasi sebagai bahan informasi dalam
perencanaan pengambilan keputusan pertang-
gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah
Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik
agar ketika diperlukan dapat diketemukan
dengan mudah dan cepat
Orang yang diberi tugas untuk melakukan
pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan
Arsiparis sebagai sumber daya manusia
kearsipan masih sering dipandang sebelah mata
dianggap profesi rendahan profesi yang tidak
menjanjikan dan sejumlah sebutan miring
lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu
penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-
kung dalam bingkai image yang kurang
menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri
dapat menghambat perkembangan individu
dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun
dalam hubungan interpersonal sehari-hari
Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja Arsiparis
Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi
yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
2
ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-
lenggaraan negara Tulisan ini berusaha
memberikan gambaran terhadap beberapa
peraturan yang dalam implementasinya terkait
dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya
dengan makin terbukanya berbagai peluang
untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi
Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang
diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga
mereka semakin percaya diri dan termotivasi
untuk lebih eksis dalam profesi yang
ditekuninya
2 Rumusan Masalah
Pandangan berbagai kalangan yang cenderung
merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup
pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan membawa
dampak psikologis yang tidak menguntungkan
bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita
jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya
diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah
telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan
Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh
mana dukungan regulasi untuk menguatkan
eksistensi Arsiparis
3 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan
beberapa regulasi yang dapat memberikan
peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam
implementasinya Sedangkan tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran bahwa terbuka
berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah
sehingga diharapkan makin dapat membangun
rasa percaya diri
4 Landasan Teori
Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi
setiap individu dalam melakukan berbagai
aktivitas kehidupan Individu yang kurang
percaya diri akan menjadi seseorang yang
pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan
ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain Hal
ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya
untuk menghadapi lingkungan yang semakin
menantang Menurut Elly Risman (2003) orang
yang tidak percaya diri akan merasa terus
menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada
yang salah dan khawatir1
Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat
bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar
untuk pengembangan dalam aktualisasi diri
(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan
percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2
kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri
dan penghargaan orang lain Harga diri
mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan
edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi
Adapun penghargaan orang lain meliputi
prestise kedudukan dan nama baik Seseorang
dengan harga diri yang baik akan lebih percaya
diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya
seseorang dengan harga diri rendah akan
mengalami kurang percaya diri kemampuan
cenderung rendah dan kurang produktif
Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri
berasal dari kepercayaan diri dan keraguan
individu pada kemampuan sendiri dan
mengakibatkan kemampuan dan potensi diri
tidak terungkap (Rachman 2010)
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa percaya diri suatu faktor penting yang
sangat diperlukan dalam kehidupan manusia
untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam
rangka membangun rasa percaya diri diperlukan
dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang
berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari
luar individu berupa penghargaan dari orang lain
Dalam konteks membangun rasa percaya diri
Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor
pendorong pula yang berasal dari luar individu
dengan adanya penghargaan berupa pengakuan
hasil kerja Arsiparis Dengan demikian
harapannya eksistensi Arsiparis akan terus
meningkat
1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid
bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)
Sudiyanto
3
5 Metodologi Kajian
Metodologi untuk mengkaji tulisan ini
menggunakan metode deskriptif dan studi
pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode
yang berusaha mendeskripsikan menginter-
pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang
berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan
studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka untuk memperoleh data penelitian
(Mestika Zed 2008)
Data-data literatur atau kepustakaan berupa
Undang Undang Peraturan Pemerintah dan
dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian
ini
6 Pembahasan dan Analisis
61 UU Kearsipan dan Peraturan
Pelaksanaannya
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan
di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di
Indonesia harus mengacu pada Undang-undang
(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis
secara lebih detail dituangkan dalam aturan
turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa
Arsiparis mempunyai kedudukan hukum
sebagai tenaga profesional yang memiliki
kemandirian dan independen dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini
menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang
sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan
fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan
dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk
proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan
menguatkan pandangan miring yang selama ini
dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis
merupakan profesi yang tidak menarik sering
dicibir orang dan dipandang sebelah mata
Kemudian yang dimaksud independen adalah
Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur
kepentingan dan tekanan dari pihak manapun
misalnya atasan partai politik dll Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4
menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan
di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum
keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal
usul (principle of provenance) aturan asli
(principle of original order) keamanan dan
keselamatan keprofesionalan keresponsifan
keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas
kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan
umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan
menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja
Disamping kepastian hukum kemandirian dan
independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu
yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis
Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud
adalah
a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga negara
pemerintahan daerah lembaga pendidikan
perusahaan organisasi politik dan organ-
isasi kemasyarakatan
b menjaga ketersediaan arsip yang autentik
dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah
c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang
andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d menjaga keamanan dan keselamatan arsip
yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip
yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan
rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya
e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip
sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
f menjaga keselamatan aset nasional dalam
bidang ekonomi sosial politik budaya
pertahanan serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa dan
g menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-
Redaksi menerima tulisan ilmiah bidang informasi perpustakaan dan kearsipan Tulisan akan dimuat dengan pertimbangan yang didasarkan pada keaslian dan relevansinya dengan ilmu informasi perspustakaan dan kearsipan Artikel tidak harus mencerminkan kebijaksanaan dan pandangan Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
JURNAL ILMU INFORMASI PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN
Diterbitkan olehDEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA
Penanggung JawabKetua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Editor EksekutifFuad Gani MA
Staf EditorDr Tamara Adriani Susetyo-Salim SS MA
Y Sumaryanto DipLib MHumIndira Irawati MA
Dewan RedaksiDr Zulfikar Zen SS MA
Dr Laksmi MAUtami Budi Rahayu Hariyadi MLib M Si
Taufik Asmiyanto MSiNina Mayesti M Hum
Purwanto Putra MHum
Sekretariat dan AdministrasiIswanda Fauzan SHum
Muhammaad Ansyari TantawiNurullita Akmalia
Alamat SekretariatGedung IV Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
TelpFax (021)7872353email jurnaldipi2012gmailcom
ISSN 1411 - 0253
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi
Perpustakaan dan Kearsipan Volume 12 Nomor 3 Oktober Tahun 2013 Penyusunan beberapa
artikel di dalam terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk terus senantiasa membumikan
sekaligus membangun bidang Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan jurnal ini juga
ditujukan kepada para penggiat ilmu informasi dan masyarakat Indonesia umumnya
Semoga dengan kembali tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan
edisi ini aan dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berinformasi kita semua Jurnal
volume 13 akan menyajikan enam artikel yang memiliki berbagai variasi topik tulisan pertama
merupakan artikel yang bertajuk mengenai kearsipan yang berjudul Beberapa Regulasi yang
Menguatkan Eksistensi Arsiparis artikel yang ditulis oleh Sudiyanto ini berusaha mengkaji dan
mendeskripsikan pasal-pasal regulasi yang relevan dengan pengelolaan kearsipan Dengan
tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga
mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Artikel kedua berjudul Stock Opname Weeding and Preservation yang ditulis Zulfikar Zen
artikel yang bidang perpustakaan ini berupaya mengidentifikasi kegiatan cacah ulang dalam
kaitannya dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan koleksi di perpustakaan dan keadaan fisik
koleksi mulai dari yang rusak salah tempat dan bagaimana penggunaan koleksi Kemudian di
artikel ini juga ada upaya untuk membahas mengenai bagaimana melakukan dan apa
tujuanldquoPenyianganrdquo (weeding) dan Preservasi (Preservation) di perpustakaan
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
judul artikel ketiga yang ditulis oleh Purwanto Putra kajian yang merupakan usulan program
preservasi arsip peta ini dilakukan pada 2013 menggunakan pendekatan kualitatif dan metode
observasi dan studi literatur Berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital
arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia dan dalam artikel ini penulis juga
berupaya menjelaskan kaitan antara preservasi digital dengan rekod elektronik mengenai isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi rekod elektronik dan
metadata rekod elektronik
Tulisan keempat dari Iswanda Fauzan Satibi yang berjudul Pemetaan Kebutuhan Pengguna
Dan Preferensi Ruangan Perpustakaan di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan
Chandra Widodo berupaya untuk menjelaskan Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan
(corporate library) Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo perusahaan PT
Rekayasa Industri bertujuan untuk menjelaskan peta perubahan pengguna perpustakaan dan
mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan Harapannya
penelitian ini akan memberikan pendeskripsiam penggunaan ruangan perpustakaan Chandra
Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan
Tulisan selanjutnya di ambil dari artikel yang ditulis Kiki Fauziah yang berjudul Perilaku
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan
mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang
mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-
Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal
edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha
untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan
kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis
Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan
kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan
kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan
Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan
sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk
menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim
penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya
dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini
Salam
Redaksi
Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
DAFTAR ISI
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia
Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo
Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang
Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia
Sudiyan ot
1
15
34
42
24
8Zulfikar Zen
Purwanto Putra
Iswanda F Satibi
Kiki Fauziah
Riva Delviatma
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Sudiyanto
1
BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN
EKSISTENSI ARSIPARIS
Sudiyanto
Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom
Abstrak
Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang
tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak
tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan
penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan
pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis
sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi
Abstract
The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of
their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the
unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is
enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of
statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to
the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are
more self confident and exist in progression that be done diligently
Keywords Laws self confident Archivists exist profession
1 Latar belakang
Di setiap organisasi dalam melaksanakan
aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip
merupakan produk samping (by product) dari
organisasi Seiring berjalannya organisasi makin
lama arsip yang tercipta makin banyak pula
Sementara arsip masih diperlukan oleh
organisasi sebagai bahan informasi dalam
perencanaan pengambilan keputusan pertang-
gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah
Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik
agar ketika diperlukan dapat diketemukan
dengan mudah dan cepat
Orang yang diberi tugas untuk melakukan
pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan
Arsiparis sebagai sumber daya manusia
kearsipan masih sering dipandang sebelah mata
dianggap profesi rendahan profesi yang tidak
menjanjikan dan sejumlah sebutan miring
lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu
penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-
kung dalam bingkai image yang kurang
menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri
dapat menghambat perkembangan individu
dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun
dalam hubungan interpersonal sehari-hari
Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja Arsiparis
Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi
yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
2
ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-
lenggaraan negara Tulisan ini berusaha
memberikan gambaran terhadap beberapa
peraturan yang dalam implementasinya terkait
dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya
dengan makin terbukanya berbagai peluang
untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi
Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang
diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga
mereka semakin percaya diri dan termotivasi
untuk lebih eksis dalam profesi yang
ditekuninya
2 Rumusan Masalah
Pandangan berbagai kalangan yang cenderung
merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup
pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan membawa
dampak psikologis yang tidak menguntungkan
bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita
jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya
diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah
telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan
Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh
mana dukungan regulasi untuk menguatkan
eksistensi Arsiparis
3 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan
beberapa regulasi yang dapat memberikan
peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam
implementasinya Sedangkan tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran bahwa terbuka
berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah
sehingga diharapkan makin dapat membangun
rasa percaya diri
4 Landasan Teori
Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi
setiap individu dalam melakukan berbagai
aktivitas kehidupan Individu yang kurang
percaya diri akan menjadi seseorang yang
pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan
ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain Hal
ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya
untuk menghadapi lingkungan yang semakin
menantang Menurut Elly Risman (2003) orang
yang tidak percaya diri akan merasa terus
menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada
yang salah dan khawatir1
Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat
bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar
untuk pengembangan dalam aktualisasi diri
(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan
percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2
kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri
dan penghargaan orang lain Harga diri
mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan
edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi
Adapun penghargaan orang lain meliputi
prestise kedudukan dan nama baik Seseorang
dengan harga diri yang baik akan lebih percaya
diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya
seseorang dengan harga diri rendah akan
mengalami kurang percaya diri kemampuan
cenderung rendah dan kurang produktif
Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri
berasal dari kepercayaan diri dan keraguan
individu pada kemampuan sendiri dan
mengakibatkan kemampuan dan potensi diri
tidak terungkap (Rachman 2010)
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa percaya diri suatu faktor penting yang
sangat diperlukan dalam kehidupan manusia
untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam
rangka membangun rasa percaya diri diperlukan
dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang
berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari
luar individu berupa penghargaan dari orang lain
Dalam konteks membangun rasa percaya diri
Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor
pendorong pula yang berasal dari luar individu
dengan adanya penghargaan berupa pengakuan
hasil kerja Arsiparis Dengan demikian
harapannya eksistensi Arsiparis akan terus
meningkat
1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid
bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)
Sudiyanto
3
5 Metodologi Kajian
Metodologi untuk mengkaji tulisan ini
menggunakan metode deskriptif dan studi
pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode
yang berusaha mendeskripsikan menginter-
pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang
berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan
studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka untuk memperoleh data penelitian
(Mestika Zed 2008)
Data-data literatur atau kepustakaan berupa
Undang Undang Peraturan Pemerintah dan
dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian
ini
6 Pembahasan dan Analisis
61 UU Kearsipan dan Peraturan
Pelaksanaannya
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan
di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di
Indonesia harus mengacu pada Undang-undang
(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis
secara lebih detail dituangkan dalam aturan
turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa
Arsiparis mempunyai kedudukan hukum
sebagai tenaga profesional yang memiliki
kemandirian dan independen dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini
menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang
sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan
fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan
dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk
proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan
menguatkan pandangan miring yang selama ini
dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis
merupakan profesi yang tidak menarik sering
dicibir orang dan dipandang sebelah mata
Kemudian yang dimaksud independen adalah
Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur
kepentingan dan tekanan dari pihak manapun
misalnya atasan partai politik dll Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4
menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan
di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum
keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal
usul (principle of provenance) aturan asli
(principle of original order) keamanan dan
keselamatan keprofesionalan keresponsifan
keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas
kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan
umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan
menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja
Disamping kepastian hukum kemandirian dan
independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu
yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis
Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud
adalah
a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga negara
pemerintahan daerah lembaga pendidikan
perusahaan organisasi politik dan organ-
isasi kemasyarakatan
b menjaga ketersediaan arsip yang autentik
dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah
c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang
andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d menjaga keamanan dan keselamatan arsip
yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip
yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan
rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya
e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip
sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
f menjaga keselamatan aset nasional dalam
bidang ekonomi sosial politik budaya
pertahanan serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa dan
g menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-
JURNAL ILMU INFORMASI PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN
Diterbitkan olehDEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA
Penanggung JawabKetua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Editor EksekutifFuad Gani MA
Staf EditorDr Tamara Adriani Susetyo-Salim SS MA
Y Sumaryanto DipLib MHumIndira Irawati MA
Dewan RedaksiDr Zulfikar Zen SS MA
Dr Laksmi MAUtami Budi Rahayu Hariyadi MLib M Si
Taufik Asmiyanto MSiNina Mayesti M Hum
Purwanto Putra MHum
Sekretariat dan AdministrasiIswanda Fauzan SHum
Muhammaad Ansyari TantawiNurullita Akmalia
Alamat SekretariatGedung IV Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
TelpFax (021)7872353email jurnaldipi2012gmailcom
ISSN 1411 - 0253
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi
Perpustakaan dan Kearsipan Volume 12 Nomor 3 Oktober Tahun 2013 Penyusunan beberapa
artikel di dalam terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk terus senantiasa membumikan
sekaligus membangun bidang Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan jurnal ini juga
ditujukan kepada para penggiat ilmu informasi dan masyarakat Indonesia umumnya
Semoga dengan kembali tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan
edisi ini aan dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berinformasi kita semua Jurnal
volume 13 akan menyajikan enam artikel yang memiliki berbagai variasi topik tulisan pertama
merupakan artikel yang bertajuk mengenai kearsipan yang berjudul Beberapa Regulasi yang
Menguatkan Eksistensi Arsiparis artikel yang ditulis oleh Sudiyanto ini berusaha mengkaji dan
mendeskripsikan pasal-pasal regulasi yang relevan dengan pengelolaan kearsipan Dengan
tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga
mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Artikel kedua berjudul Stock Opname Weeding and Preservation yang ditulis Zulfikar Zen
artikel yang bidang perpustakaan ini berupaya mengidentifikasi kegiatan cacah ulang dalam
kaitannya dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan koleksi di perpustakaan dan keadaan fisik
koleksi mulai dari yang rusak salah tempat dan bagaimana penggunaan koleksi Kemudian di
artikel ini juga ada upaya untuk membahas mengenai bagaimana melakukan dan apa
tujuanldquoPenyianganrdquo (weeding) dan Preservasi (Preservation) di perpustakaan
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
judul artikel ketiga yang ditulis oleh Purwanto Putra kajian yang merupakan usulan program
preservasi arsip peta ini dilakukan pada 2013 menggunakan pendekatan kualitatif dan metode
observasi dan studi literatur Berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital
arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia dan dalam artikel ini penulis juga
berupaya menjelaskan kaitan antara preservasi digital dengan rekod elektronik mengenai isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi rekod elektronik dan
metadata rekod elektronik
Tulisan keempat dari Iswanda Fauzan Satibi yang berjudul Pemetaan Kebutuhan Pengguna
Dan Preferensi Ruangan Perpustakaan di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan
Chandra Widodo berupaya untuk menjelaskan Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan
(corporate library) Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo perusahaan PT
Rekayasa Industri bertujuan untuk menjelaskan peta perubahan pengguna perpustakaan dan
mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan Harapannya
penelitian ini akan memberikan pendeskripsiam penggunaan ruangan perpustakaan Chandra
Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan
Tulisan selanjutnya di ambil dari artikel yang ditulis Kiki Fauziah yang berjudul Perilaku
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan
mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang
mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-
Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal
edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha
untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan
kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis
Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan
kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan
kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan
Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan
sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk
menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim
penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya
dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini
Salam
Redaksi
Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
DAFTAR ISI
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia
Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo
Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang
Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia
Sudiyan ot
1
15
34
42
24
8Zulfikar Zen
Purwanto Putra
Iswanda F Satibi
Kiki Fauziah
Riva Delviatma
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Sudiyanto
1
BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN
EKSISTENSI ARSIPARIS
Sudiyanto
Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom
Abstrak
Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang
tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak
tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan
penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan
pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis
sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi
Abstract
The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of
their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the
unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is
enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of
statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to
the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are
more self confident and exist in progression that be done diligently
Keywords Laws self confident Archivists exist profession
1 Latar belakang
Di setiap organisasi dalam melaksanakan
aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip
merupakan produk samping (by product) dari
organisasi Seiring berjalannya organisasi makin
lama arsip yang tercipta makin banyak pula
Sementara arsip masih diperlukan oleh
organisasi sebagai bahan informasi dalam
perencanaan pengambilan keputusan pertang-
gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah
Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik
agar ketika diperlukan dapat diketemukan
dengan mudah dan cepat
Orang yang diberi tugas untuk melakukan
pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan
Arsiparis sebagai sumber daya manusia
kearsipan masih sering dipandang sebelah mata
dianggap profesi rendahan profesi yang tidak
menjanjikan dan sejumlah sebutan miring
lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu
penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-
kung dalam bingkai image yang kurang
menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri
dapat menghambat perkembangan individu
dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun
dalam hubungan interpersonal sehari-hari
Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja Arsiparis
Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi
yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
2
ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-
lenggaraan negara Tulisan ini berusaha
memberikan gambaran terhadap beberapa
peraturan yang dalam implementasinya terkait
dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya
dengan makin terbukanya berbagai peluang
untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi
Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang
diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga
mereka semakin percaya diri dan termotivasi
untuk lebih eksis dalam profesi yang
ditekuninya
2 Rumusan Masalah
Pandangan berbagai kalangan yang cenderung
merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup
pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan membawa
dampak psikologis yang tidak menguntungkan
bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita
jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya
diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah
telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan
Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh
mana dukungan regulasi untuk menguatkan
eksistensi Arsiparis
3 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan
beberapa regulasi yang dapat memberikan
peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam
implementasinya Sedangkan tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran bahwa terbuka
berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah
sehingga diharapkan makin dapat membangun
rasa percaya diri
4 Landasan Teori
Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi
setiap individu dalam melakukan berbagai
aktivitas kehidupan Individu yang kurang
percaya diri akan menjadi seseorang yang
pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan
ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain Hal
ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya
untuk menghadapi lingkungan yang semakin
menantang Menurut Elly Risman (2003) orang
yang tidak percaya diri akan merasa terus
menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada
yang salah dan khawatir1
Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat
bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar
untuk pengembangan dalam aktualisasi diri
(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan
percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2
kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri
dan penghargaan orang lain Harga diri
mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan
edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi
Adapun penghargaan orang lain meliputi
prestise kedudukan dan nama baik Seseorang
dengan harga diri yang baik akan lebih percaya
diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya
seseorang dengan harga diri rendah akan
mengalami kurang percaya diri kemampuan
cenderung rendah dan kurang produktif
Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri
berasal dari kepercayaan diri dan keraguan
individu pada kemampuan sendiri dan
mengakibatkan kemampuan dan potensi diri
tidak terungkap (Rachman 2010)
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa percaya diri suatu faktor penting yang
sangat diperlukan dalam kehidupan manusia
untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam
rangka membangun rasa percaya diri diperlukan
dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang
berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari
luar individu berupa penghargaan dari orang lain
Dalam konteks membangun rasa percaya diri
Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor
pendorong pula yang berasal dari luar individu
dengan adanya penghargaan berupa pengakuan
hasil kerja Arsiparis Dengan demikian
harapannya eksistensi Arsiparis akan terus
meningkat
1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid
bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)
Sudiyanto
3
5 Metodologi Kajian
Metodologi untuk mengkaji tulisan ini
menggunakan metode deskriptif dan studi
pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode
yang berusaha mendeskripsikan menginter-
pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang
berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan
studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka untuk memperoleh data penelitian
(Mestika Zed 2008)
Data-data literatur atau kepustakaan berupa
Undang Undang Peraturan Pemerintah dan
dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian
ini
6 Pembahasan dan Analisis
61 UU Kearsipan dan Peraturan
Pelaksanaannya
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan
di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di
Indonesia harus mengacu pada Undang-undang
(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis
secara lebih detail dituangkan dalam aturan
turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa
Arsiparis mempunyai kedudukan hukum
sebagai tenaga profesional yang memiliki
kemandirian dan independen dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini
menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang
sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan
fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan
dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk
proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan
menguatkan pandangan miring yang selama ini
dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis
merupakan profesi yang tidak menarik sering
dicibir orang dan dipandang sebelah mata
Kemudian yang dimaksud independen adalah
Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur
kepentingan dan tekanan dari pihak manapun
misalnya atasan partai politik dll Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4
menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan
di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum
keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal
usul (principle of provenance) aturan asli
(principle of original order) keamanan dan
keselamatan keprofesionalan keresponsifan
keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas
kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan
umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan
menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja
Disamping kepastian hukum kemandirian dan
independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu
yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis
Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud
adalah
a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga negara
pemerintahan daerah lembaga pendidikan
perusahaan organisasi politik dan organ-
isasi kemasyarakatan
b menjaga ketersediaan arsip yang autentik
dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah
c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang
andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d menjaga keamanan dan keselamatan arsip
yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip
yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan
rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya
e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip
sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
f menjaga keselamatan aset nasional dalam
bidang ekonomi sosial politik budaya
pertahanan serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa dan
g menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi
Perpustakaan dan Kearsipan Volume 12 Nomor 3 Oktober Tahun 2013 Penyusunan beberapa
artikel di dalam terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk terus senantiasa membumikan
sekaligus membangun bidang Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan jurnal ini juga
ditujukan kepada para penggiat ilmu informasi dan masyarakat Indonesia umumnya
Semoga dengan kembali tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan
edisi ini aan dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berinformasi kita semua Jurnal
volume 13 akan menyajikan enam artikel yang memiliki berbagai variasi topik tulisan pertama
merupakan artikel yang bertajuk mengenai kearsipan yang berjudul Beberapa Regulasi yang
Menguatkan Eksistensi Arsiparis artikel yang ditulis oleh Sudiyanto ini berusaha mengkaji dan
mendeskripsikan pasal-pasal regulasi yang relevan dengan pengelolaan kearsipan Dengan
tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga
mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Artikel kedua berjudul Stock Opname Weeding and Preservation yang ditulis Zulfikar Zen
artikel yang bidang perpustakaan ini berupaya mengidentifikasi kegiatan cacah ulang dalam
kaitannya dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan koleksi di perpustakaan dan keadaan fisik
koleksi mulai dari yang rusak salah tempat dan bagaimana penggunaan koleksi Kemudian di
artikel ini juga ada upaya untuk membahas mengenai bagaimana melakukan dan apa
tujuanldquoPenyianganrdquo (weeding) dan Preservasi (Preservation) di perpustakaan
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
judul artikel ketiga yang ditulis oleh Purwanto Putra kajian yang merupakan usulan program
preservasi arsip peta ini dilakukan pada 2013 menggunakan pendekatan kualitatif dan metode
observasi dan studi literatur Berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital
arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia dan dalam artikel ini penulis juga
berupaya menjelaskan kaitan antara preservasi digital dengan rekod elektronik mengenai isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi rekod elektronik dan
metadata rekod elektronik
Tulisan keempat dari Iswanda Fauzan Satibi yang berjudul Pemetaan Kebutuhan Pengguna
Dan Preferensi Ruangan Perpustakaan di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan
Chandra Widodo berupaya untuk menjelaskan Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan
(corporate library) Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo perusahaan PT
Rekayasa Industri bertujuan untuk menjelaskan peta perubahan pengguna perpustakaan dan
mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan Harapannya
penelitian ini akan memberikan pendeskripsiam penggunaan ruangan perpustakaan Chandra
Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan
Tulisan selanjutnya di ambil dari artikel yang ditulis Kiki Fauziah yang berjudul Perilaku
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan
mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang
mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-
Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal
edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha
untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan
kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis
Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan
kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan
kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan
Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan
sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk
menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim
penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya
dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini
Salam
Redaksi
Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
DAFTAR ISI
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia
Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo
Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang
Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia
Sudiyan ot
1
15
34
42
24
8Zulfikar Zen
Purwanto Putra
Iswanda F Satibi
Kiki Fauziah
Riva Delviatma
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Sudiyanto
1
BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN
EKSISTENSI ARSIPARIS
Sudiyanto
Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom
Abstrak
Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang
tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak
tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan
penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan
pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis
sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi
Abstract
The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of
their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the
unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is
enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of
statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to
the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are
more self confident and exist in progression that be done diligently
Keywords Laws self confident Archivists exist profession
1 Latar belakang
Di setiap organisasi dalam melaksanakan
aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip
merupakan produk samping (by product) dari
organisasi Seiring berjalannya organisasi makin
lama arsip yang tercipta makin banyak pula
Sementara arsip masih diperlukan oleh
organisasi sebagai bahan informasi dalam
perencanaan pengambilan keputusan pertang-
gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah
Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik
agar ketika diperlukan dapat diketemukan
dengan mudah dan cepat
Orang yang diberi tugas untuk melakukan
pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan
Arsiparis sebagai sumber daya manusia
kearsipan masih sering dipandang sebelah mata
dianggap profesi rendahan profesi yang tidak
menjanjikan dan sejumlah sebutan miring
lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu
penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-
kung dalam bingkai image yang kurang
menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri
dapat menghambat perkembangan individu
dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun
dalam hubungan interpersonal sehari-hari
Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja Arsiparis
Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi
yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
2
ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-
lenggaraan negara Tulisan ini berusaha
memberikan gambaran terhadap beberapa
peraturan yang dalam implementasinya terkait
dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya
dengan makin terbukanya berbagai peluang
untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi
Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang
diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga
mereka semakin percaya diri dan termotivasi
untuk lebih eksis dalam profesi yang
ditekuninya
2 Rumusan Masalah
Pandangan berbagai kalangan yang cenderung
merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup
pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan membawa
dampak psikologis yang tidak menguntungkan
bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita
jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya
diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah
telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan
Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh
mana dukungan regulasi untuk menguatkan
eksistensi Arsiparis
3 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan
beberapa regulasi yang dapat memberikan
peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam
implementasinya Sedangkan tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran bahwa terbuka
berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah
sehingga diharapkan makin dapat membangun
rasa percaya diri
4 Landasan Teori
Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi
setiap individu dalam melakukan berbagai
aktivitas kehidupan Individu yang kurang
percaya diri akan menjadi seseorang yang
pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan
ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain Hal
ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya
untuk menghadapi lingkungan yang semakin
menantang Menurut Elly Risman (2003) orang
yang tidak percaya diri akan merasa terus
menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada
yang salah dan khawatir1
Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat
bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar
untuk pengembangan dalam aktualisasi diri
(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan
percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2
kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri
dan penghargaan orang lain Harga diri
mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan
edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi
Adapun penghargaan orang lain meliputi
prestise kedudukan dan nama baik Seseorang
dengan harga diri yang baik akan lebih percaya
diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya
seseorang dengan harga diri rendah akan
mengalami kurang percaya diri kemampuan
cenderung rendah dan kurang produktif
Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri
berasal dari kepercayaan diri dan keraguan
individu pada kemampuan sendiri dan
mengakibatkan kemampuan dan potensi diri
tidak terungkap (Rachman 2010)
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa percaya diri suatu faktor penting yang
sangat diperlukan dalam kehidupan manusia
untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam
rangka membangun rasa percaya diri diperlukan
dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang
berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari
luar individu berupa penghargaan dari orang lain
Dalam konteks membangun rasa percaya diri
Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor
pendorong pula yang berasal dari luar individu
dengan adanya penghargaan berupa pengakuan
hasil kerja Arsiparis Dengan demikian
harapannya eksistensi Arsiparis akan terus
meningkat
1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid
bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)
Sudiyanto
3
5 Metodologi Kajian
Metodologi untuk mengkaji tulisan ini
menggunakan metode deskriptif dan studi
pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode
yang berusaha mendeskripsikan menginter-
pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang
berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan
studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka untuk memperoleh data penelitian
(Mestika Zed 2008)
Data-data literatur atau kepustakaan berupa
Undang Undang Peraturan Pemerintah dan
dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian
ini
6 Pembahasan dan Analisis
61 UU Kearsipan dan Peraturan
Pelaksanaannya
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan
di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di
Indonesia harus mengacu pada Undang-undang
(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis
secara lebih detail dituangkan dalam aturan
turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa
Arsiparis mempunyai kedudukan hukum
sebagai tenaga profesional yang memiliki
kemandirian dan independen dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini
menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang
sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan
fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan
dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk
proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan
menguatkan pandangan miring yang selama ini
dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis
merupakan profesi yang tidak menarik sering
dicibir orang dan dipandang sebelah mata
Kemudian yang dimaksud independen adalah
Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur
kepentingan dan tekanan dari pihak manapun
misalnya atasan partai politik dll Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4
menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan
di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum
keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal
usul (principle of provenance) aturan asli
(principle of original order) keamanan dan
keselamatan keprofesionalan keresponsifan
keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas
kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan
umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan
menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja
Disamping kepastian hukum kemandirian dan
independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu
yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis
Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud
adalah
a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga negara
pemerintahan daerah lembaga pendidikan
perusahaan organisasi politik dan organ-
isasi kemasyarakatan
b menjaga ketersediaan arsip yang autentik
dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah
c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang
andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d menjaga keamanan dan keselamatan arsip
yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip
yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan
rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya
e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip
sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
f menjaga keselamatan aset nasional dalam
bidang ekonomi sosial politik budaya
pertahanan serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa dan
g menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-
Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan
mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang
mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-
Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal
edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha
untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan
kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis
Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan
kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan
kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan
Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan
sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk
menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim
penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya
dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini
Salam
Redaksi
Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
DAFTAR ISI
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia
Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo
Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang
Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia
Sudiyan ot
1
15
34
42
24
8Zulfikar Zen
Purwanto Putra
Iswanda F Satibi
Kiki Fauziah
Riva Delviatma
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Sudiyanto
1
BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN
EKSISTENSI ARSIPARIS
Sudiyanto
Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom
Abstrak
Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang
tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak
tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan
penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan
pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis
sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi
Abstract
The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of
their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the
unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is
enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of
statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to
the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are
more self confident and exist in progression that be done diligently
Keywords Laws self confident Archivists exist profession
1 Latar belakang
Di setiap organisasi dalam melaksanakan
aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip
merupakan produk samping (by product) dari
organisasi Seiring berjalannya organisasi makin
lama arsip yang tercipta makin banyak pula
Sementara arsip masih diperlukan oleh
organisasi sebagai bahan informasi dalam
perencanaan pengambilan keputusan pertang-
gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah
Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik
agar ketika diperlukan dapat diketemukan
dengan mudah dan cepat
Orang yang diberi tugas untuk melakukan
pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan
Arsiparis sebagai sumber daya manusia
kearsipan masih sering dipandang sebelah mata
dianggap profesi rendahan profesi yang tidak
menjanjikan dan sejumlah sebutan miring
lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu
penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-
kung dalam bingkai image yang kurang
menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri
dapat menghambat perkembangan individu
dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun
dalam hubungan interpersonal sehari-hari
Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja Arsiparis
Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi
yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
2
ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-
lenggaraan negara Tulisan ini berusaha
memberikan gambaran terhadap beberapa
peraturan yang dalam implementasinya terkait
dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya
dengan makin terbukanya berbagai peluang
untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi
Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang
diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga
mereka semakin percaya diri dan termotivasi
untuk lebih eksis dalam profesi yang
ditekuninya
2 Rumusan Masalah
Pandangan berbagai kalangan yang cenderung
merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup
pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan membawa
dampak psikologis yang tidak menguntungkan
bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita
jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya
diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah
telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan
Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh
mana dukungan regulasi untuk menguatkan
eksistensi Arsiparis
3 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan
beberapa regulasi yang dapat memberikan
peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam
implementasinya Sedangkan tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran bahwa terbuka
berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah
sehingga diharapkan makin dapat membangun
rasa percaya diri
4 Landasan Teori
Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi
setiap individu dalam melakukan berbagai
aktivitas kehidupan Individu yang kurang
percaya diri akan menjadi seseorang yang
pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan
ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain Hal
ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya
untuk menghadapi lingkungan yang semakin
menantang Menurut Elly Risman (2003) orang
yang tidak percaya diri akan merasa terus
menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada
yang salah dan khawatir1
Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat
bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar
untuk pengembangan dalam aktualisasi diri
(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan
percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2
kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri
dan penghargaan orang lain Harga diri
mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan
edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi
Adapun penghargaan orang lain meliputi
prestise kedudukan dan nama baik Seseorang
dengan harga diri yang baik akan lebih percaya
diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya
seseorang dengan harga diri rendah akan
mengalami kurang percaya diri kemampuan
cenderung rendah dan kurang produktif
Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri
berasal dari kepercayaan diri dan keraguan
individu pada kemampuan sendiri dan
mengakibatkan kemampuan dan potensi diri
tidak terungkap (Rachman 2010)
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa percaya diri suatu faktor penting yang
sangat diperlukan dalam kehidupan manusia
untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam
rangka membangun rasa percaya diri diperlukan
dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang
berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari
luar individu berupa penghargaan dari orang lain
Dalam konteks membangun rasa percaya diri
Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor
pendorong pula yang berasal dari luar individu
dengan adanya penghargaan berupa pengakuan
hasil kerja Arsiparis Dengan demikian
harapannya eksistensi Arsiparis akan terus
meningkat
1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid
bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)
Sudiyanto
3
5 Metodologi Kajian
Metodologi untuk mengkaji tulisan ini
menggunakan metode deskriptif dan studi
pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode
yang berusaha mendeskripsikan menginter-
pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang
berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan
studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka untuk memperoleh data penelitian
(Mestika Zed 2008)
Data-data literatur atau kepustakaan berupa
Undang Undang Peraturan Pemerintah dan
dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian
ini
6 Pembahasan dan Analisis
61 UU Kearsipan dan Peraturan
Pelaksanaannya
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan
di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di
Indonesia harus mengacu pada Undang-undang
(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis
secara lebih detail dituangkan dalam aturan
turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa
Arsiparis mempunyai kedudukan hukum
sebagai tenaga profesional yang memiliki
kemandirian dan independen dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini
menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang
sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan
fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan
dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk
proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan
menguatkan pandangan miring yang selama ini
dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis
merupakan profesi yang tidak menarik sering
dicibir orang dan dipandang sebelah mata
Kemudian yang dimaksud independen adalah
Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur
kepentingan dan tekanan dari pihak manapun
misalnya atasan partai politik dll Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4
menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan
di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum
keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal
usul (principle of provenance) aturan asli
(principle of original order) keamanan dan
keselamatan keprofesionalan keresponsifan
keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas
kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan
umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan
menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja
Disamping kepastian hukum kemandirian dan
independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu
yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis
Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud
adalah
a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga negara
pemerintahan daerah lembaga pendidikan
perusahaan organisasi politik dan organ-
isasi kemasyarakatan
b menjaga ketersediaan arsip yang autentik
dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah
c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang
andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d menjaga keamanan dan keselamatan arsip
yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip
yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan
rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya
e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip
sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
f menjaga keselamatan aset nasional dalam
bidang ekonomi sosial politik budaya
pertahanan serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa dan
g menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-
DAFTAR ISI
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia
Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo
Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang
Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia
Sudiyan ot
1
15
34
42
24
8Zulfikar Zen
Purwanto Putra
Iswanda F Satibi
Kiki Fauziah
Riva Delviatma
Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Sudiyanto
1
BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN
EKSISTENSI ARSIPARIS
Sudiyanto
Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom
Abstrak
Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang
tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak
tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan
penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan
pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis
sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi
Abstract
The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of
their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the
unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is
enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of
statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to
the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are
more self confident and exist in progression that be done diligently
Keywords Laws self confident Archivists exist profession
1 Latar belakang
Di setiap organisasi dalam melaksanakan
aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip
merupakan produk samping (by product) dari
organisasi Seiring berjalannya organisasi makin
lama arsip yang tercipta makin banyak pula
Sementara arsip masih diperlukan oleh
organisasi sebagai bahan informasi dalam
perencanaan pengambilan keputusan pertang-
gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah
Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik
agar ketika diperlukan dapat diketemukan
dengan mudah dan cepat
Orang yang diberi tugas untuk melakukan
pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan
Arsiparis sebagai sumber daya manusia
kearsipan masih sering dipandang sebelah mata
dianggap profesi rendahan profesi yang tidak
menjanjikan dan sejumlah sebutan miring
lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu
penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-
kung dalam bingkai image yang kurang
menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri
dapat menghambat perkembangan individu
dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun
dalam hubungan interpersonal sehari-hari
Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja Arsiparis
Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi
yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
2
ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-
lenggaraan negara Tulisan ini berusaha
memberikan gambaran terhadap beberapa
peraturan yang dalam implementasinya terkait
dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya
dengan makin terbukanya berbagai peluang
untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi
Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang
diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga
mereka semakin percaya diri dan termotivasi
untuk lebih eksis dalam profesi yang
ditekuninya
2 Rumusan Masalah
Pandangan berbagai kalangan yang cenderung
merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup
pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan membawa
dampak psikologis yang tidak menguntungkan
bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita
jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya
diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah
telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan
Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh
mana dukungan regulasi untuk menguatkan
eksistensi Arsiparis
3 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan
beberapa regulasi yang dapat memberikan
peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam
implementasinya Sedangkan tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran bahwa terbuka
berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah
sehingga diharapkan makin dapat membangun
rasa percaya diri
4 Landasan Teori
Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi
setiap individu dalam melakukan berbagai
aktivitas kehidupan Individu yang kurang
percaya diri akan menjadi seseorang yang
pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan
ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain Hal
ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya
untuk menghadapi lingkungan yang semakin
menantang Menurut Elly Risman (2003) orang
yang tidak percaya diri akan merasa terus
menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada
yang salah dan khawatir1
Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat
bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar
untuk pengembangan dalam aktualisasi diri
(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan
percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2
kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri
dan penghargaan orang lain Harga diri
mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan
edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi
Adapun penghargaan orang lain meliputi
prestise kedudukan dan nama baik Seseorang
dengan harga diri yang baik akan lebih percaya
diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya
seseorang dengan harga diri rendah akan
mengalami kurang percaya diri kemampuan
cenderung rendah dan kurang produktif
Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri
berasal dari kepercayaan diri dan keraguan
individu pada kemampuan sendiri dan
mengakibatkan kemampuan dan potensi diri
tidak terungkap (Rachman 2010)
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa percaya diri suatu faktor penting yang
sangat diperlukan dalam kehidupan manusia
untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam
rangka membangun rasa percaya diri diperlukan
dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang
berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari
luar individu berupa penghargaan dari orang lain
Dalam konteks membangun rasa percaya diri
Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor
pendorong pula yang berasal dari luar individu
dengan adanya penghargaan berupa pengakuan
hasil kerja Arsiparis Dengan demikian
harapannya eksistensi Arsiparis akan terus
meningkat
1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid
bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)
Sudiyanto
3
5 Metodologi Kajian
Metodologi untuk mengkaji tulisan ini
menggunakan metode deskriptif dan studi
pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode
yang berusaha mendeskripsikan menginter-
pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang
berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan
studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka untuk memperoleh data penelitian
(Mestika Zed 2008)
Data-data literatur atau kepustakaan berupa
Undang Undang Peraturan Pemerintah dan
dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian
ini
6 Pembahasan dan Analisis
61 UU Kearsipan dan Peraturan
Pelaksanaannya
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan
di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di
Indonesia harus mengacu pada Undang-undang
(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis
secara lebih detail dituangkan dalam aturan
turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa
Arsiparis mempunyai kedudukan hukum
sebagai tenaga profesional yang memiliki
kemandirian dan independen dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini
menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang
sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan
fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan
dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk
proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan
menguatkan pandangan miring yang selama ini
dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis
merupakan profesi yang tidak menarik sering
dicibir orang dan dipandang sebelah mata
Kemudian yang dimaksud independen adalah
Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur
kepentingan dan tekanan dari pihak manapun
misalnya atasan partai politik dll Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4
menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan
di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum
keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal
usul (principle of provenance) aturan asli
(principle of original order) keamanan dan
keselamatan keprofesionalan keresponsifan
keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas
kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan
umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan
menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja
Disamping kepastian hukum kemandirian dan
independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu
yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis
Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud
adalah
a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga negara
pemerintahan daerah lembaga pendidikan
perusahaan organisasi politik dan organ-
isasi kemasyarakatan
b menjaga ketersediaan arsip yang autentik
dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah
c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang
andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d menjaga keamanan dan keselamatan arsip
yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip
yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan
rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya
e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip
sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
f menjaga keselamatan aset nasional dalam
bidang ekonomi sosial politik budaya
pertahanan serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa dan
g menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-
Sudiyanto
1
BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN
EKSISTENSI ARSIPARIS
Sudiyanto
Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom
Abstrak
Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang
tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak
tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan
penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan
pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis
sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya
Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi
Abstract
The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of
their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the
unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is
enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of
statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to
the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are
more self confident and exist in progression that be done diligently
Keywords Laws self confident Archivists exist profession
1 Latar belakang
Di setiap organisasi dalam melaksanakan
aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip
merupakan produk samping (by product) dari
organisasi Seiring berjalannya organisasi makin
lama arsip yang tercipta makin banyak pula
Sementara arsip masih diperlukan oleh
organisasi sebagai bahan informasi dalam
perencanaan pengambilan keputusan pertang-
gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah
Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik
agar ketika diperlukan dapat diketemukan
dengan mudah dan cepat
Orang yang diberi tugas untuk melakukan
pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan
Arsiparis sebagai sumber daya manusia
kearsipan masih sering dipandang sebelah mata
dianggap profesi rendahan profesi yang tidak
menjanjikan dan sejumlah sebutan miring
lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu
penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-
kung dalam bingkai image yang kurang
menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri
dapat menghambat perkembangan individu
dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun
dalam hubungan interpersonal sehari-hari
Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja Arsiparis
Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi
yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
2
ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-
lenggaraan negara Tulisan ini berusaha
memberikan gambaran terhadap beberapa
peraturan yang dalam implementasinya terkait
dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya
dengan makin terbukanya berbagai peluang
untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi
Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang
diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga
mereka semakin percaya diri dan termotivasi
untuk lebih eksis dalam profesi yang
ditekuninya
2 Rumusan Masalah
Pandangan berbagai kalangan yang cenderung
merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup
pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan membawa
dampak psikologis yang tidak menguntungkan
bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita
jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya
diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah
telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan
Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh
mana dukungan regulasi untuk menguatkan
eksistensi Arsiparis
3 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan
beberapa regulasi yang dapat memberikan
peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam
implementasinya Sedangkan tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran bahwa terbuka
berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah
sehingga diharapkan makin dapat membangun
rasa percaya diri
4 Landasan Teori
Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi
setiap individu dalam melakukan berbagai
aktivitas kehidupan Individu yang kurang
percaya diri akan menjadi seseorang yang
pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan
ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain Hal
ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya
untuk menghadapi lingkungan yang semakin
menantang Menurut Elly Risman (2003) orang
yang tidak percaya diri akan merasa terus
menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada
yang salah dan khawatir1
Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat
bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar
untuk pengembangan dalam aktualisasi diri
(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan
percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2
kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri
dan penghargaan orang lain Harga diri
mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan
edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi
Adapun penghargaan orang lain meliputi
prestise kedudukan dan nama baik Seseorang
dengan harga diri yang baik akan lebih percaya
diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya
seseorang dengan harga diri rendah akan
mengalami kurang percaya diri kemampuan
cenderung rendah dan kurang produktif
Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri
berasal dari kepercayaan diri dan keraguan
individu pada kemampuan sendiri dan
mengakibatkan kemampuan dan potensi diri
tidak terungkap (Rachman 2010)
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa percaya diri suatu faktor penting yang
sangat diperlukan dalam kehidupan manusia
untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam
rangka membangun rasa percaya diri diperlukan
dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang
berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari
luar individu berupa penghargaan dari orang lain
Dalam konteks membangun rasa percaya diri
Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor
pendorong pula yang berasal dari luar individu
dengan adanya penghargaan berupa pengakuan
hasil kerja Arsiparis Dengan demikian
harapannya eksistensi Arsiparis akan terus
meningkat
1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid
bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)
Sudiyanto
3
5 Metodologi Kajian
Metodologi untuk mengkaji tulisan ini
menggunakan metode deskriptif dan studi
pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode
yang berusaha mendeskripsikan menginter-
pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang
berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan
studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka untuk memperoleh data penelitian
(Mestika Zed 2008)
Data-data literatur atau kepustakaan berupa
Undang Undang Peraturan Pemerintah dan
dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian
ini
6 Pembahasan dan Analisis
61 UU Kearsipan dan Peraturan
Pelaksanaannya
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan
di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di
Indonesia harus mengacu pada Undang-undang
(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis
secara lebih detail dituangkan dalam aturan
turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa
Arsiparis mempunyai kedudukan hukum
sebagai tenaga profesional yang memiliki
kemandirian dan independen dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini
menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang
sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan
fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan
dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk
proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan
menguatkan pandangan miring yang selama ini
dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis
merupakan profesi yang tidak menarik sering
dicibir orang dan dipandang sebelah mata
Kemudian yang dimaksud independen adalah
Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur
kepentingan dan tekanan dari pihak manapun
misalnya atasan partai politik dll Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4
menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan
di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum
keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal
usul (principle of provenance) aturan asli
(principle of original order) keamanan dan
keselamatan keprofesionalan keresponsifan
keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas
kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan
umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan
menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja
Disamping kepastian hukum kemandirian dan
independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu
yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis
Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud
adalah
a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga negara
pemerintahan daerah lembaga pendidikan
perusahaan organisasi politik dan organ-
isasi kemasyarakatan
b menjaga ketersediaan arsip yang autentik
dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah
c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang
andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d menjaga keamanan dan keselamatan arsip
yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip
yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan
rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya
e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip
sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
f menjaga keselamatan aset nasional dalam
bidang ekonomi sosial politik budaya
pertahanan serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa dan
g menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
2
ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-
lenggaraan negara Tulisan ini berusaha
memberikan gambaran terhadap beberapa
peraturan yang dalam implementasinya terkait
dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya
dengan makin terbukanya berbagai peluang
untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi
Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang
diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga
mereka semakin percaya diri dan termotivasi
untuk lebih eksis dalam profesi yang
ditekuninya
2 Rumusan Masalah
Pandangan berbagai kalangan yang cenderung
merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup
pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang
dianggap masih kurang dirasakan membawa
dampak psikologis yang tidak menguntungkan
bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita
jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya
diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah
telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan
Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh
mana dukungan regulasi untuk menguatkan
eksistensi Arsiparis
3 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan
beberapa regulasi yang dapat memberikan
peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam
implementasinya Sedangkan tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran bahwa terbuka
berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah
sehingga diharapkan makin dapat membangun
rasa percaya diri
4 Landasan Teori
Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi
setiap individu dalam melakukan berbagai
aktivitas kehidupan Individu yang kurang
percaya diri akan menjadi seseorang yang
pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan
ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain Hal
ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya
untuk menghadapi lingkungan yang semakin
menantang Menurut Elly Risman (2003) orang
yang tidak percaya diri akan merasa terus
menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada
yang salah dan khawatir1
Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat
bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar
untuk pengembangan dalam aktualisasi diri
(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan
percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2
kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri
dan penghargaan orang lain Harga diri
mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan
edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi
Adapun penghargaan orang lain meliputi
prestise kedudukan dan nama baik Seseorang
dengan harga diri yang baik akan lebih percaya
diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya
seseorang dengan harga diri rendah akan
mengalami kurang percaya diri kemampuan
cenderung rendah dan kurang produktif
Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri
berasal dari kepercayaan diri dan keraguan
individu pada kemampuan sendiri dan
mengakibatkan kemampuan dan potensi diri
tidak terungkap (Rachman 2010)
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa percaya diri suatu faktor penting yang
sangat diperlukan dalam kehidupan manusia
untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam
rangka membangun rasa percaya diri diperlukan
dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang
berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari
luar individu berupa penghargaan dari orang lain
Dalam konteks membangun rasa percaya diri
Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang
memberikan peluang bagi Arsiparis untuk
berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor
pendorong pula yang berasal dari luar individu
dengan adanya penghargaan berupa pengakuan
hasil kerja Arsiparis Dengan demikian
harapannya eksistensi Arsiparis akan terus
meningkat
1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid
bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)
Sudiyanto
3
5 Metodologi Kajian
Metodologi untuk mengkaji tulisan ini
menggunakan metode deskriptif dan studi
pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode
yang berusaha mendeskripsikan menginter-
pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang
berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan
studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka untuk memperoleh data penelitian
(Mestika Zed 2008)
Data-data literatur atau kepustakaan berupa
Undang Undang Peraturan Pemerintah dan
dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian
ini
6 Pembahasan dan Analisis
61 UU Kearsipan dan Peraturan
Pelaksanaannya
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan
di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di
Indonesia harus mengacu pada Undang-undang
(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis
secara lebih detail dituangkan dalam aturan
turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa
Arsiparis mempunyai kedudukan hukum
sebagai tenaga profesional yang memiliki
kemandirian dan independen dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini
menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang
sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan
fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan
dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk
proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan
menguatkan pandangan miring yang selama ini
dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis
merupakan profesi yang tidak menarik sering
dicibir orang dan dipandang sebelah mata
Kemudian yang dimaksud independen adalah
Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur
kepentingan dan tekanan dari pihak manapun
misalnya atasan partai politik dll Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4
menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan
di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum
keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal
usul (principle of provenance) aturan asli
(principle of original order) keamanan dan
keselamatan keprofesionalan keresponsifan
keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas
kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan
umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan
menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja
Disamping kepastian hukum kemandirian dan
independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu
yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis
Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud
adalah
a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga negara
pemerintahan daerah lembaga pendidikan
perusahaan organisasi politik dan organ-
isasi kemasyarakatan
b menjaga ketersediaan arsip yang autentik
dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah
c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang
andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d menjaga keamanan dan keselamatan arsip
yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip
yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan
rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya
e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip
sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
f menjaga keselamatan aset nasional dalam
bidang ekonomi sosial politik budaya
pertahanan serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa dan
g menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-
Sudiyanto
3
5 Metodologi Kajian
Metodologi untuk mengkaji tulisan ini
menggunakan metode deskriptif dan studi
pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode
yang berusaha mendeskripsikan menginter-
pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang
berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan
studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka untuk memperoleh data penelitian
(Mestika Zed 2008)
Data-data literatur atau kepustakaan berupa
Undang Undang Peraturan Pemerintah dan
dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian
ini
6 Pembahasan dan Analisis
61 UU Kearsipan dan Peraturan
Pelaksanaannya
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan
di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di
Indonesia harus mengacu pada Undang-undang
(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis
secara lebih detail dituangkan dalam aturan
turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa
Arsiparis mempunyai kedudukan hukum
sebagai tenaga profesional yang memiliki
kemandirian dan independen dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini
menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang
sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan
fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan
dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk
proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan
menguatkan pandangan miring yang selama ini
dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis
merupakan profesi yang tidak menarik sering
dicibir orang dan dipandang sebelah mata
Kemudian yang dimaksud independen adalah
Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur
kepentingan dan tekanan dari pihak manapun
misalnya atasan partai politik dll Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4
menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan
di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum
keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal
usul (principle of provenance) aturan asli
(principle of original order) keamanan dan
keselamatan keprofesionalan keresponsifan
keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas
kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan
umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan
menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja
Disamping kepastian hukum kemandirian dan
independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun
2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu
yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis
Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud
adalah
a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga negara
pemerintahan daerah lembaga pendidikan
perusahaan organisasi politik dan organ-
isasi kemasyarakatan
b menjaga ketersediaan arsip yang autentik
dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah
c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang
andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d menjaga keamanan dan keselamatan arsip
yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip
yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan
rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya
e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip
sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
f menjaga keselamatan aset nasional dalam
bidang ekonomi sosial politik budaya
pertahanan serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa dan
g menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
4
Kemudian yang membanggakan disamping
diberikan tugas dan fungsi juga diberikan
kewenangan yang cukup besar dalam hal akses
penggunaan dan penelusuran arsip Rincian
kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor
28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah
a menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
apabila dipandang penggunaan arsip dapat
merusak keamanan informasi danatau fisik
arsip
b menutup penggunaan arsip yang menjadi
tanggung jawabnya oleh pengguna arsip
yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
c melakukan penelusuran arsip pada pencipta
arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan
pencipta arsip atau kepala lembaga
kearsipan sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka penyelamatan arsip
62 UU KIP
Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana
masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan
dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan
informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh
suatu pengalaman dan ini dianggap suatu
kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola
pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh
karenanya sekarang ini kran keterbukaan
informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan
milik semua orang Trend masa lalu informasi
tertutup bagi publik kecuali yang dibuka
sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi
publik kecuali yang tertutup Bahkan
keterbukaan informasi dijadikan sebagai
indikator akuntabilitas Amanat agenda
keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi
dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya
disebut UU KIP
Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap
Badan Publik wajib menyediakan memberikan
danatau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik selain informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta
Badan Publik wajib menyediakan Informasi
Publik yang akurat benar dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))
Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk
mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan
sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis
sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan
penyediaan pengelolaan pengamanan dan
pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah
relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis
sebagai sumber daya manusia kearsipan yang
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan
informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai
sumber daya manusia kearsipan yang
mempunyai kompetensi mengelola arsip dan
dokumen yang berisi berbagai informasi
transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)
di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan
peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat
dengan adanya kewajiban dari setiap Badan
Publik untuk melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan
perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya
UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi
Publik sebagai implementasi keterbukaan
informasi
63 UU Pelayanan Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk
memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar
bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat
terhadap tanggung jawab pemerintah dalam
pelayanan publik sekarang ini makin sering
disuarakan Protes sering dilakukan ketika
pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-
sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan
publik ini sehingga pemerintah menerbitkan
pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik ada peluang
bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan
profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan
semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25
Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik
Sudiyanto
5
salah satunya adalah pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pelayanan informasi memang
menjadi salah satu domain fungsi dan tugas
Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada
PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)
huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah
menyediakan informasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan
terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25
tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling
melengkapi dan mempertegas bahwa dalam
konteks pelayanan publik Arsiparis harus
berperan sebagai sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan informasi Karena
pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan
dari informasi yang terkandung (content) dalam
arsip itu sendiri
64 UU Bencana
Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan
oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia
bukan merupakan negara yang bebas dari
bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara
yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir
gempa bumi tsunami tanah longsor dan
kebakaran merupakan bencana yang pernah
melanda negeri ini
Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini
(pemerintah swasta dan masyarakat) saling
bahu-membahu untuk mengatasi masalah
menyelamatkan jiwa manusia dan menye-
lamatkan aset Aset negara disamping yang
berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan
kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan
kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu
yang bernama arsip
UU kebencanaan yang tertuang dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam
pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel
dari ancaman dan dampak bencana UU ini
memberikan tugas kepada pemerintah bahwa
dalam kondisi bencana maupun pasca bencana
untuk memelihara arsip yang rusak akibat
bencana tersebut
Keharusan perlindungan penyelamatan dan
pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana
disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24
Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada
Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana alam bencana sosial perang
tindakan kriminal serta tindakan kejahatan
yang mengandung unsur sabotase spionase dan
terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip
akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh
ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai
bencana nasional Sedangkan pelindungan dan
penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak
dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-
sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah
provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota
yang berkoordinasi dengan BNPB
Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip
dalam hal terjadi bencana merupakan satu
peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis
melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai
contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari
2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip
Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan
perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah
yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum
(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal
29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana
setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan
melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip
pada lingkup instansinya sendiri
65 UUD 1945
Dalam konteks pelayanan informasi Undang
Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin
hak warga negara untuk memperoleh informasi
Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari
memperoleh memiliki menyimpan mengolah
Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis
6
dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertulis yang memayungi setiap peraturan
perundang-undangan di Indonesia ini semakin
menguatkan dan mempertegas bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi
Penegasan di atas berarti pula penegasan
terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah
satunya melakukan pengelolaan arsip guna
penyediaan dan pelayanan informasi
mendapatkan amanat dari peraturan perundang-
undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD
1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak
canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya
karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin
dengan kepastian hukum
66 Kode Etik Profesi
Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan
oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang
sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti
profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter
Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya
(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan
dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan
Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai
asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis
Indonesia)
AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai
standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam
menjalankan tugas kewenangan dan tanggung
jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia
Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik
Arsiparis Indonesia sebagai berikut
1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan
bertanggungjawab bersemangat untuk
meningkatkan kompetensi profesionalitas
komitmen dedikasi integritas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan
dan melindungi otentisitas reliabilitas
legalitas dan integritas dari suatu arsip
5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas
pengelolaan arsip mulai dari penciptaan
penggunaan dan pemeliharaan penyusutan
penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian
sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip
demi kemaslahatan bangsa
Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan
etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis
dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya
Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak
boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja
menjadi tidak profesional bahkan bila
pelanggaran etika dalam kategori berat akan
berhadapan dengan sanksi hukum
7 Simpulan
Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh
pemerintah yang memberikan peluang bagi
Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU
Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU
KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan
Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis
merupakan peraturan yang memberikan peluang
kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya
sebagai sumber daya manusia yang profesional
Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di
berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan
yang telah disebutkan di atas maka hasil
kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan
organisasi yang pada akhirnya keberadaan
Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian
pandangan orang terhadap profesi Arsiparis
semakin lebih positif dan akan meningkatkan
pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri
yang secara keseluruhan akan membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan profesi-
onalisme
Peraturan perundang-undangan telah cukup
banyak tersedia sebagai tools payung hukum
bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua
terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau
memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan perannya atau hanya sebagai
sumber daya manusia yang pasif
Sudiyanto
7
8 Daftar Acuan
httprepositoryusuacid bitstream123456789
274674Chapter20IIpdf Kajian Teori
Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari
2014
Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis
Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang
Kode Etik Arsiparis Indonesia
Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban
Banjir Gratis Perbaiki Arsip
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan
Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil
Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea
m123456789
33611SITI20NUR20DEWA20RA
CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari
2014
Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki
Arsip Korban Banjir
Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi
Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam
Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal
Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode
Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan
Zed Mestika (2008) Metode Penelitian
Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia
Edisi Kedua
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
8
CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI
Zulfikar Zen
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom
Abstrak
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-
opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di
samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan
dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang
tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya
mau pun fisiknya
Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi
Abstract
One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or
unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of
damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass
the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user
while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content
and physical collections
Keywords library stockopname weeding and preservation
1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa
―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi
karya tulis karya cetak danatau karya rekam
secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan
penelitian pelestarian informasi dan rekreasi
para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa
koleksi perpustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam
dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan yang dihimpun diolah dan
dilayankan
Selama ini orang mendefinisikan
―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan
yang didalamnya terdapat buku majalah surat
kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi
tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya
sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of
books) Apabila diperhatikan dengan seksama
gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau
wadah (containers) sedangkan isinya berupa
ldquoinformasi (information) Informasi adalah
data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi
penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti
tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku
majalah koran CD flash disk peta lembaran
dan lain sebagainya
Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan
tidak hanya menyimpan buku majalah koran
dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan
informasi Sebaliknya orang yang datang ke
perpustakaan pun untuk mencari informasi
bukan mencari buku majalah dan koran dan
sebagainya Karena itu seharusnyalah
perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi
Zulfikar Zen
9
dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo
(Information Professionals) Namun demikian
tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas
mengelola isi tanpa mengelola wadah dan
tempatnya
Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko
maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo
Jasa yang diberikan adalah layanan informasi
Informasi terus bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas
di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu
berkembang dengan penerbitan digital
(elektronik) menandai bahwa informasi terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun
harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan
tersebut yaitu dapat merubah paradigma di
perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut
Perpustakaan
Dulu
Perpustakaan Kini
Koleksi Media tunggal
(terutama berbasis
kertas) Jumlah
berbasis
kepemilikan
Multi media tertulis
tercetak dan
terekam
Jumlah berbasis
akses
Gedung Bagaikan gudang
tertutup kurang
strategis
Ibarat toko pasar
transparan stategis
Layanan Pasif menunggu
manual
Proaktif mendidik
dan mendatangi
pengguna
mamanfaatkan
teknologi informasi
Pustakawan kurang
Profesional pasif
birokrat tukang
jaga buku (the
custodian of
books)
profesional aktif
demokratis pekerja
informasi penjaga
pengetahuan (the
guardian of
knowledge)
Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu
kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah
terbatas Perpustakaan di Indonesia masih
terbatas baik kualitas maupun kuantitas
terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang
dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu
perpustakaan
1 Buku untuk digunakan (Books are for
use)
2 Setiap pembaca bukunya (Every reader
his book)
3 Setiap buku pembacanya (Every book its
reader)
4 Hematkan waktu pembaca (Save the time
of the reader)
5 Perpustakaan organisme yg tumbuh
(Library is a growing organism)
Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka
perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya
digunakan bukan hanya untuk disimpan
Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama
ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan
berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di
rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan
yang harus terus mengembangkan ilmunya
sehingga terciptalah proses layanan semudah dan
seefisien mungkin Tersedianya sarana temu
kembali informasi berupa katalog indeks
bibliografi merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pustakawan untuk membantu
pemustaka
Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu
berupaya untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi
yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna Di samping upaya penambahan
koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus
dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam
katalog harus dipastikan dapat dikases
meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang
lain
Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak
satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh
dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi
menuntut pustakawan secara berkala untuk
melakukan pengawasan (control) secara berkala
dan teratur Selain pengawasan (control) salah
satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan
adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut
dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan
Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
10
ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping
itu melalui kegiatan stock opname juga akan
diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah
tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan
Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang
perpustakaan juga harus melalukan kegiatan
―Penyiangan (weeding) dan Preservasi
(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan
agar koleksi yang tersedia hanyalah yang
dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak
berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan
Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk
melestarikan keberadaan bahan pustaka di
perpustakaan
2 Cacah Ulang (Stock Opname)
Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat
akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar
ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah
―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah
barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula
perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau
belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup
kemungkinan bahwa barang tersebut tidak
terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika
hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut
salah tempat atau hilang Namun ada pula
beberapa barang ditemukan tetapi dalam
keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di
perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah
Ulang (Stockopname)
Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam
rangka untuk mengontrol koleksi yang ada
Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya
koleksi dari pemakai ke pemakai Namun
apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu
sedang dipinjam salah tempat berada di meja
baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya
Dalam sistem layanan terbuka (open access)
kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal
yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat
diketahui apabila peminjam sudah lama tidak
mengembalikan pinjamannya Sehingga
perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi
Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada
peminjam yang terlambat mengembalikan yang
merusak atau yang menghilangkan buku
Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu
untuk mengetahui jumlah
1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan
2 koleksi yang hilang
3 koleksi yang dipinjam tetapi belum
dikembalikan
4 koleksi yang salah tempat
5 koleksi yang rusak
6 koleksi yang tidak pernah atau jarang
digunakan
7 koleksi yang banyak diminati
Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan
istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4
(empat) alasan yang mendorong untuk
melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu
1 Untuk menghemat tempat (to save space)
2 Untuk memperbaiki akses (to improve
access)
3 Untuk penghematan uang (to save money)
4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi
baru (To make room for the newmaterials)
3 Tata Cara Cacah Ulang
Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan
Perpustakaan harus memberitahukan kepada
pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan
Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut
perpustakaan tidak melakukan transaksi
peminjaman baru dan hanya menerima
pengembalian pinjaman Untuk memudahkan
proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan
beberapa hal sebagai berikut
1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen
resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah
Ulang termasuk di dalamnya kegiatan
penyiangan dan preservasi
2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)
Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua
pihak terkait terutama kepada seluruh
pustakawan b) Organisasi pelaksana
kegiatan disertai dengan penjelasan tugas
(job description) dan tanggung jawabnya c)
Dana yang diperlukan serta sarana dan
prasarana yang diperukan d) Waktu
kegiatan akan dilakukan
Zulfikar Zen
11
3 Perpustakaan harus membuat pengumuman
resmi kepada semua pihak tentang waktu
pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya
kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya
perpustakaan juga menjelaskan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
proses Cacah Ulang dan Penyiangan
4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan
koleksi sudah tersusun sesuai dengan No
Panggil (Call number) koleksi majalah dan
koran berdasarkan abjad judulnya yang
masing-masingnya disusun kronologis
(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan
buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk
dan ragamnya
5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat
bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang
Secara mudah dan terorganisir semua
koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk
koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh
tenaga yang lebih banyak pula
6 Setiap item yang ada harus ditentukan
keberdaan dan kondisinya sesuai dengan
informasi yang hendak diketahui di atas
4 Penyiangan (Weeding)
Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah
membersihkan tanaman dari rumput atau
tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut
juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi
perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat
baca maka koleksi yang tidak diperlukan
dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi
tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau
untuk sementara Koleksi yang tak berguna
dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang
rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian
dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan
dari koleksi perpustakaan selama larangan
berlaku Tujuan utama penyiangan di
perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi
yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pemustaka
Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan
untuk mengeluarkan koleksi dari
perpustakaannya Karena akan berdampak pada
hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah
bagian dari warisan budaya Buku lama sekali
pun akan baru bagi orang yang baru
membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria
yang harus ditentukan untuk penyiangan
KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang
harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan
pekerjaan
Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw
mengemukakan beberapa kriteria dalam
penyiangan antara lain
1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang
terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah
yang banyak
2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah
yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan
(Unsolicited and Unwanted gift) Sering
perpustakaan mendapat hadiah dari
berbagai sumber tetapi koleksi tersebut
tidak bermanfaat bagi pengguna
perpustakaan
3 Buku usang kuno terutama buku sains
(Obsolate books especially Science)
Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa
dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu
sosial ilmu budaya dan humaniora
4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila
telah memiliki edisi baru maka edisi lama
sebaiknya dikeluarkan
5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh
jorok lusuh (Books that are infested dirty
shabby worn out)
6 Buku cetakan kecil kertas rapuh
kehilangan halaman) Books with small
print brittle paper and missing pages)
7 Buku yang tak digunakan atau tak
dibutuhkan (Unused Unneeded volume of
sets)
8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with
no indekxes)
Selain beberapa hal tersebut diatas dapat
ditambahkan untuk kriteria penyiangan
yaitu buku-buku terlarang bahasanya
yang buruk merusak akidah akhlak
dan lain sebagainya
Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha
yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan
banyak hal Mengingat bahwa koleksi
perpustakaan merupakan warisan budaya
kekayaan masyarakat barang invetaris
karenanya jika melakukan penyiangan tanpa
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
12
aturan yang tetap dapat melanggar hukum
Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal
merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi
Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan
koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)
meyebutkan langkah-langkah apa saja yang
dilakukan pada saat penyiangan
a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan
mempunyai peraturan tertulis tentang
penyiangan sebagai pedoman melaksanakan
penyiangan dari waktu ke waktu
b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan
meminta bantuan dari ahli subjek (specialist
subject) untuk menetukan apakah suatu
koleksi bernilai guna atau tidak Kadang
kala buku yang sudah cukup tua (out of
date) bagi pakar dianggap sangat
diperlukan
c Pemanfaatan Bahan pustaka yang
kurangtidak diminati dapat segera
dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk
melakukan penyiangan diperlukan data dari
bagian layanan sirkulasi mengenai
pemanfaatan suatu bahan pustaka
d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh
disiangi antara lain yaitu
1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai
2) Informasinya sudah tida relevan
3) Data sudah tidak akurat lagi
4) Informasinya sudah kurangtidak
bermanfaat lagi
5) Materi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum
6) Edisi terbaru telah terbit
7) Materinya bukan merupakan karya
klasik dan sejarah
8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak
lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan
untuk melengkapinya
Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi
akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi
perpustakaan maka beberapa kegiatan yang
harus dilakukan antara lain
1) Membuat daftar koleksi yang akan
disiangi
2) Memberikan cap atau tanda yang
menyatakan bahwa koleksi tersebut
sudah dikeluarkandari koleksi
perpustakaan
3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang
terkait dengan koleksi tersebut
misalnya kartu pengarang kartu judul
kartu subjek dan sebagainya Termasuk
menghapus koleksi dari pangkalan data
katalog terpasang
4) Membuat laporan kegiatan penyiangan
yang dilakukan secara sistematis
5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan
dihadiahkan kepada perpustakaan lain
yang memerlukan Sebaiknya
sebelumnya mengirim surat tawaran
kepada calon penerima
6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual
dengan harga murah kepada anggota
perpustakaan atau masyarakat umum
7) Kadangkala koleksi hasil siangan
dijadikan sebagai barter tukaran koleksi
dengan perpustakaan lain
5 Preservasi (Preservation)
Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar
lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan
pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di
perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam
penggunaannya secara alami pada koleksi yang
akan terjadi perubahan misalnya rusak robek
hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan
sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)
penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu
a Manusia Koleksi perpustakaan adalah
disediakan bagi pengguna Dalam
penggunaan tersebut (mungkin) terjadi
kerusakan bahan pustaka baik secara
disengaja atau tidak disengaja
Kerusakannya antara lain robek basah
hilang kumal dan sebagainya
b Alam Sering terjadi kerusakan bahan
pustaka karena alam (nature) Peristiwa
alam yang sering merusak bahan pustaka
antara lain kebakaran banjir gempa
cuaca angin cahaya matahari debu
temperature atau suhu dan sebagainya
c Binatang Serangga seperti tikus kecoa
rayap semut merupakan sebagian dari
binatang yang sering merusak bahan
pustaka Koleksi digital akan sangat mudah
Zulfikar Zen
13
terkena virus yang merusak data digital
yang dimiliki
d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri
kadang menyebabkan kerusakan
misalnnya kertas tinta plastic penjepit
kertas (paper clips) dan sebagainya Zat
kimia yang terdapat di dalam bahan
pustaka pada saat tertentu ikut mengancam
keselamatan bahan pustaka itu sendiri
Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari
khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu
suatu kewajiban bagi pustakawan untuk
memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang
mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada
ditangan kita saat ini bukan hanya warisan
nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)
anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan
adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada
generasi mendatang
Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu
Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)
Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka
antara lain
a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi
dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan
pada satu bahan pustaka perpustakaan masih
memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli
Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy
b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam
bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan
cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM
Flash dics dan sebagainya
c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya
maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya
buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya
sangat rendah
d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi
tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan
lagi dengan baik tidak akan robek
e Digitalisasi Di samping upaya untuk
meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara
digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk
perawatan
f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan
dengan melakukan tindakan prefentif dan
menghindari dari semua bahaya yang akan
mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika
membangun sudah dipertimbangkan bahaya
yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan
pustaka Di perpustakaan harus ditentukan
berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak
rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di
ruangan dengan temperature yang baik serta
sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin
sebelum menggunakan bahan pustaka
membersihkan tangan terlebih dahulu karena
koleksi perpustakaan harus dipelihara
kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi
rampok dan sebagainya keamanan juga harus
dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan
virus atau hacker Membuat cadangan (back up)
merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
memeliharan bahan pustaka
6 Kesimpulan
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga
jasa Adapun jasa yang diberikan adalah
informasi terekam dalam berbagai bentuk
Pemakai adalah pelanggan (customers patron)
yang harus dilayani kebutuhan informasiya
secara tepat cepat dan akurat Untuk
memudahkan akses terhadap koleksi
perpustakaan perpustakaan menyediakan
berbagai sarana antara lain katalog bibliografi
indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka
(open access) layanan ektensi dan layanan
terpasang (online) merupakan bagian untuk
memberikan layanan maksimal perpustakaan
yang mengikuti zaman masa kini
Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh
dan berkembang Koleksinya semakin lama
semakin berkembang baik dalam hal jumlah
mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah
dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman
koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai
Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak
boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi
(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai
konsekwensi logis dari kegiatan antara lain
koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada
yang belum dikembalikan dan lain sebagainya
Oleh karena itu secara berkala perpustakaan
harus diadakan pemeriksaan koleksi
Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan
Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai deselection
relegation retention deacquisition
Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi
14
Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan
lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap
koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak
lengkap sudah kuno dan lain sebagainya
Disamping itu beberapa koleksi yang
diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan
preservasi pemeliharaan dan perawatan
Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan
preventif atau kuratif
7 Daftar Acuan
Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building
library collectionsmdash6th edmdashLondon The
Scarecrow Press Inc 1985
Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky
Development of library and information center
collectionmdashEnglewood Colorado Libraries
Unlimited 2000
Futas Elizabeth (editor) Collection development
policies and proceduresmdash3rd
edmdashPhoenix
Arizona Oryx Press 1975
Jenkins Clare dan Mary Morley Collection
management in academic librariesmdashAldershot
Hants England Gower 1991
Kaur Devinder dan RGPrasher
Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash
New Delhi Mediton Press 2002
Library and information center managementmdashWets
point Connecticut 2002
Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta
Perpustakaan Nasional RI 2010
Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon
Facet Publishing 2002
Stueart Robert D dan Barbara B Moran
Library and information management centermdash
6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries
Unlimited 2002
Purwanto
15
PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR
ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA
Anton Purwanto Putra
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid
Abstrak
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor
arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu
teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik
Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur
Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah
pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta
kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system
metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi
Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal
Abstract
This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office
University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues
legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research
conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of
phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard
papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print
archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print
archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data
migration strategic storage and information audit
Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal
Pendahuluan
Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan
rekod elektronik beberapa diantaranya adalah
isu teknologi informasi aspek hukum aspek
manajemen standar preservasi arsip elektronik
dan metadata rekod elektronik Melakukan
pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan
dengan preservasi digital adalah hal yang
penting Karena pada hakikatnya preservasi
digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap
informasi di dalam berbagai media simpan dan
rekod yang terciptadiciptakan dengan
menggunakan komputer Isu-isu yang muncul
adalah mengenai karakteristik rekod elektronik
dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai
bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital
Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya
jumlah data dan informasi yang harus dikelola
dan utamanya adalah kebutahan
mempertahankan nilai guna informasi dari suatu
reckodarsip dan juga sebagai bahan
pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu
saat nanti dibutuhkan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
16
Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk
rekod dalam format digital atau rekod hardpaper
yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital
Namun persoalannya adalah masih ada beberapa
hal yang membuat perbedaan secara tajam antara
rekod dalam bentuk kertas dengan rekod
elektronik dalam hal preservasi digital beberapa
di antaranya media penyimpanan rekod
elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok
untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau
jangka panjang Kemajuan teknologi membuat
perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk penyimpanan preservasi digital
akan usang dalam beberapa tahun Kemudian
juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi
yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar
atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul
secara reguler dan proses preservasi digital juga
dapat mengakibatkan hilangnya informasi
kontekstual yang ada di rekod di samping itu
ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik
dan informasi rekodarsip hilang karena bencana
alam atau manusia hambatan akses (proteksi)
dan aspek legal permission
Sementara untuk rekod yang sudah born
(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih
digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis
organisasi sehari-hari rekod elektronik itu
sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi
dan kehilangan informasi maupun kontennya
Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang
umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod
dan preservation planning yang lebih terkontrol
seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan
pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di
mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan
mengenai manajemen dan preservasi rekod
hardpaper masih dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan preservasinya
Sifat rekod adalah mengandung struktur
konteks dan konten Dalam rekod berbasis
kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik
rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik
unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk
konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya
Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk
mempertahankan semua sifat tersebut dalam
tindakan preservasi digital yang akan dilakukan
terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke
dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari
penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik
Karena struktur dan konteks akan memberikan
makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai
alat bukti sehingga hal ini akan menjadi
perhatian utama dalam kegiatan preservasi
digital yang dilakukan
Pada rekodarsip elektronik preservation
planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada
saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data
diciptakan sudah ditentukan agar nanti
mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang
tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa
Venter dalam artikelnya Strategy for the
Management and Appraisal of Electronic Rekods
in the Public Sector menyebutkan bahwa
preservasi rekod elektronik secara garis besar
akan membahas mengenai penjelasan perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan
unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab
untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang
tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga
berperasn sebagai Institutional Repository
Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang
sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur
sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti
digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada
berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang
harus di maintain oleh kantor arsip peta salah
satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta
merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue
print) dari bangunan-bangunan yang ada di
kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba
Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori
arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini
harus disimpan secara permanen dan statis dan
arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering
sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk
melakukan preservasi arsip peta baik dari segi
fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung
Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-
Purwanto
17
tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi
digital namun yang masih menjadi persoalan
dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah
mengenai long term preservation (preservasi
jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana
dengan klasifikasifiling system metadata yang
akan digunakan untuk temu kembali retensi dan
disposal migrasi data keusangan media simpan
dan integrasi dengan aplikasi atau sistem
elektronik belum diperhatikan secara serius
Sehingga tulisan ini akan membahas dan
mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-
aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi
masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal
pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih
baik lagi
Tinjauan Literatur
Secara umum payung besar dari preservasi
digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle
yang tertuang di dalam Curation Lifecycle
Model Sebelum membahas mengenai preservasi
digital sebagaiknya mengetahui tentang model
ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian
mana dan seberapa besar cakupan yang akan di
kerjakan dalam preservasi digital curation
lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat
tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk
kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data
dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan
melalui curation lifecycle Kita dapat
menggunakan model ini untuk merencanakan
kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk
memastikan bahwa semua langkah yang
diperlukan dalam curation lifecycle telah
tercakup di dalamnya
Model ini memungkinkan untuk melakukan
pemetaan fungsionalitas secara granular
misalnya untuk menentukan peran dan tanggung
jawab dan membangun kerangka kerja secara
standar dan perencanaan teknologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi
langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau
mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan
dan untuk memastikan bahwa proses dan
kebijakan yang ada telah memadai untuk
pendokumentasian atau pekerjaan ini
DCC Curation Lifecycle Model
Diagram Digital Curation Centre
Elemen-elemen kunci dari DCC Curation
Lifecycle Model
Data yaitu merupakan data informasi dalam
bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi
Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam
cakupannya adalah Obyek digital benda-benda
digital sederhanaitem digital seperti contohnya
file teks file gambar atau file suara atau benda-
benda digital yang bersifat lebih kompleks
seperti contohnya benda-benda digital yang
dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek
digital lainnya seperti website Sedangkan
database merupakan koleksi terstruktur dari
rekod atau data yang disimpan dalam sistem
komputer
Deskripsi dan Representasi Informasi adalah
tindakan menetapkan administrasi deskripsi
kebutuhan teknis struktural dan melakukan
pelestarian metadata menggunakan standar yang
tepat untuk memastikan agar deskripsi dan
kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
18
cara mengumpulkan dan menetapkan informasi
yang representatif sesuai dengan yang diperlukan
untuk memahami dan menciptakan objek digital
dan metadata yang saling terkait
Recana Preservasi (Preservation Planning)
merupakan bagian dari curation lifecycle yang
merupakan rencana pelestarian objek digital Hal
yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah
untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan
administrasi dalam curation lifecycle
Community Watch and Participation yaitu
kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut
serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan
standar tools dan perangkat lunak yang sesuai
dengan kebutuhan preservasi
Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)
yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan
manajemen dan administratif yang direncanakan
guna mempromosikan curation dan pelestarian
di dalam seluruh aspek curation lifecycle
Model Curation Lifecycle juga mencakup
beberapa bebera hal yang disebut dengan
sequential actions yang terdiri atas tahapan-
tahapan sebagai berikut ini
Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu
tahap merencanakan penciptaan data termasuk
metode capture yang akan digunakan dan pilihan
penyimpanan
Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or
Receive) yaitu penciptaan (create) data
mencakup di dalamnya administrasi deskriptif
metadata struktural dan teknis dan pelestarian
metadata dapat juga ditambahkan pada saat
penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus
sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari
pencipta data arsip lain repositori atau pusat
data dan jika diperlukan pada saat ini harus
menetapkan sendiri metadata yang sesuai
Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and
Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih
data yang masuk dalam cakupan kurasi dan
pelestarian jangka panjang Caranya adalah
dengan mematuhi dan melaksanakan secara
sungguh-sungguh menurut pedoman
pendokumentasian kebijakan atau ketentuan
hukum yang sudah ada
Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan
mentransfer data ke pusat arsip gudang
penyimpanan data center atau lainnya Dengan
mematuhi pedoman pendokumentasian
kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku
Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu
dengan melakukan tindakan untuk memastikan
pelestarian jangka panjang dan retensi data
Tindakan pelestarian harus dapat memastikan
bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan
dapat digunakan dengan tetap menjaga
integritasnya Tindakan ini termasuk
pembersihan data validasi menetapkan metadata
pelestarian menetapkan informasi representasi
dan memastikan struktur data dapat diterima atau
format file
Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan
menyimpan data dengan cara yang aman
mengikuti standar yang relevan
Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan
Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk
memastikan data hanya dapat diakses oleh
pengguna yang diberi dan memiliki hak akses
Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang
dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang
kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku
Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat
data baru yang dapat diambil dari data aslinya
misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda
atau dengan menciptakan subset melalui proses
seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang
baru dan untuk kebutuhan publikasi yang
berbeda dengan format data mentahnya
Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu dan sesekali
tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler
dalam preservasi digital yaitu
Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data
atau pemusnahan merupakan tindakan
penghancuran data atau rekod yang tidak masuk
Purwanto
19
kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian
jangka panjang sesuai dengan kebijakan
pendokumentasian dan persyaratan hukum
Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip
repositori data center atau lainnya untuk
dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat
dihancurkan karena sifat data dengan alasan
mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga
data dihancurkan dengan berbagai tindankan
penghancuran yang aman
Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)
merupakan tindakan mengembalikan data yang
tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih
lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang
Tahap Migrasi Data yaitu tindakan
pemindahan atau migrasi data ke format yang
berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan
kekebalan data itu dari perangkat keras atau
perangkat lunak yang telah usang
Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat
diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan
database) untuk masa mendatang dan
mempertimbangkan agar informasi yang
terkandung di dalam rekod atau arsip dapat
diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan
bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan
hardware yang digunakan Hal penting dari
preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang
dikelola memastikan bit-stream dapat
dipertahankan memastikan bahwa data dapat
diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka
waktu yang telah ditentukan
Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya
sama dengan digital curation Preservasi digital
bisa dikategorikan sebagai subset dari digital
curation Pelestarian digital merupakan bagian
penting dari digital curation tetapi itu saja
tidaklah cukup karena itu hanya sebatas
melestarikan data misalnya dengan menyalin ke
dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan
data dalam bentuk lama sudah menjadi usang
Digital curation menjadi penting karena
mengharuskan manajemen untuk aktif dan
melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip
dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat
melindungi integritas dan meningkatkan nilai
dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat
digunakan di masa depan Untuk melakukan hal
ini maka perlu untuk secara aktif mengelola
seluruh data berdasarkan siklus hidupnya
Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari
kegiatan preservasi digital adalah untuk
memenuhi dan memastikan integritas dari waktu
ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara
merekam informasi yang cukup mengelola
kekayaan intelektual dan hak lainnya
mempertahankan kemampuan untuk menemukan
bahan-bahan digital yang andal dan memonitor
perubahan teknologi yang mempengaruhi
aksesibilitasnya
Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi
Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI
Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor
Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan
Secara sederhana pembagian tahapan preservasi
arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama
preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam
bentuk hard paper yaitu dengan melakukan
penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap
berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut
dengan preservasi digital yaitu melakukan alih
media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih
lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta
UI adalah sebagai berikut
KlasifikasiFiling System
Preservasi digital juga harus membangun dan
menyertakan filing system untuk rekod
elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada
subjek yang sama Untuk filing system rekod
berbasis kertas pemberkasan mencakup
penyimpanan rekod dengan subjek yang sama
dalam urutan kronologi sehingga isi struktur
dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua
Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk
rekod elektronik atau ketika preservasi digital
dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua
dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
20
filing system maka akan dipertahankan agar
rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan
menjadi satu kesatuan (misalnya antara format
tercetak dengan format elektronik hasil alih
media atau antara rekod yang masih dalam
bentuk kertas dengan lampirannya yang
berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara
dokumen fisik dengan elektroniknya tidak
dipelihara dengan cara yang sama maka
perkembangan suatu kegiatan akan hilang
Pengunaan filing system yang sama untuk rekod
berbasis kertas dan elektronik akan
menghubungkan rekod paper-based dengan
rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa
topik yang ada di semua media yang dikelola
tidak saling bertentangan dengan aturan retensi
yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik
yang ada akan ditemu kembali secara
komprehensif Hal ini juga akan mengurangi
kebingungan bagi pengguna jika filing system
yang sama digunakan untuk rekod berbasis
kertas dan elektronik
Tujuan utama pemberkasanfiling system ini
adalah agar dapat menemukan dan menggunakan
arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk
masa sekarang dan kebutuhan di masa depan
dengan cara yang dapat diterima Sebagai
contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam
format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk
beberapa objek digital karena ini adalah format
standar yang digunakan untuk penyimpanan file
teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk
dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta
atau container yang digunakan untuk
menyimpan arsip peta tersebut juga harus
dipersiapkan untuk bisa mengakomodir
kebutuhan jangka panjang
Metadata
Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus
menyediakan fungsi untuk menambah dan
memelihara metadata yang sesuai dengan rekod
yang di deskripsi karena jenis arsipnya
tergolong berbeda dari koleksi arsip yang
umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka
metadatanya juga harus disesuaikan atau
ditambahkan Oleh karena itu diperlukan
deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik
untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata
adalah informasi yang menggambarkan data dan
sistemnya yaitu informasi latar belakang yang
menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa
dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau
diterima dan bagaimana formatnya Format
inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau
arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak
kepada perbedaan kontennya
Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh kantor arsip dalam
pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya
berkaitan dengan pelestarian metadatanya
adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip
peta harus mencakup konteks dan konten
Karena kalau saja konten tidak ada maka
dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod
Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak
bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana
asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan
diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut
disimpan
Retensi dan Disposal
Preservasi digital juga harus mempertimbangkan
dan menyediakan fungsi untuk penambahan
instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua
subjek dalam filing system mengidentifikasi
arsip yang akan dimusnhakan memberi
tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang
harus dimusnahkan dan mana yang akan
disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem
manajemen retensi dokumen menyiratkan lama
waktu simpan dokumen secara online sebelum
dipindahkan ke penyimpanan secara nearline
atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis
untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika
masih disimpan online yang berarti bahwa
semua rekod elektronik akan dipindahkan ke
penyimpanan nearline atau penyimpanan offline
yang memakan lebih banyak ruang
penyimpanan
Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu
diambil untuk rekod elektronik yang merupakan
arsip atau yang dalam kategori bukan arsip
Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)
Purwanto
21
dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi
diperlukan untuk tujuan administratif atau
hukum Namun rekod yang terkategori sebagai
arsip (statis) harus dipelihara secara permanen
dengan menyimpannya pada media
penyimpanan yang dapat diterimacocok
menjaga media penyimpanan dalam kondisi
penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis
spesifikasi medianya untuk memperpanjang
harapan hidup rekod menyegarkanrefresh
media secara berkala dan migrasi ke hardware
dan software yang memiliki teknologi baru
ketika dibutuhkan
Strategi Migrasi
Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan
disertakan ke dalam sistem preservasi digital
untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang
akan disimpan permanen Tujuannya adalah
pelestarian rekod elektronik untuk akses ke
kontennya bukan hanya pelestarian media
penyimpanan Media penyimpanan elektronik
merupakan media penyimpanan inheren yang
tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak
selalu disebabkan oleh media dan data yang
rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan
dalam membaca isi data pada media
penyimpanan
Teknologi berubah begitu cepat sehingga media
penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat
lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan
untuk membaca isi dari media penyimpanan
tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya
fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk
melestarikan media secara optimal Pertama bisa
saja mempertahankan media penyimpanan dalam
bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti
kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca
datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya
cara untuk memastikan pembacaan data dari
waktu ke waktu adalah dengan migrasi
datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan
hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga
harus mempertimbangkan bagaimana
pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti
aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi
arsip peta UI seperti apa keberlanjutan
pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana
pengembangan ICA oleh stering commite atau
konsorsium
Pertukaran Data
Pertukaran data adalah kemampuan untuk
menyimpan file pada media menggunakan salah
satu jenis komputer dan untuk mengakses konten
dari media penyimpanan dengan menggunakan
jenis lain dari komputer sedangkan format
nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan
bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu
harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat
lunak lain dengan cara yang sama seperti saat
diciptakan Preservasi digital yang dilakukan
juga harus mempertimbangkan untuk
menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam
format nonproprietary (tidak berbayar) pada
dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi
yang berbasis open source sehingga untuk
pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa
dilakukan oleh komunitas penggunanya karena
source codenya terbuka sehingga tidak ada
ketergantungan kepada pengembang aplikasi
seperti jika aplikasi tersebut berbayar
Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok
dengan strategi migrasi tertentu pula
Mengadopsi aturan pertukaran data dan format
dokumen standar akan menyederhanakan proses
migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola
oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format
standar yang sudah ditetapkan secara
internasional seperti menggunakan format JPG
untuk format Gambar atau menggunakan format
PDF jika dalam bentuk file teks atau format
XML Aplikasi XML memungkinkan untuk
digunakan sebagai format preservasi elektronik
jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu
diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi
yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk
koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI
Penyimpanan
Solusi untuk manajemen rekod adalah harus
mendukung semua jenis bentuk penyimpanan
rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus
dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem
Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia
22
persyaratan khusus mengenai media di mana
rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin
aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada
tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta
media penyimpanan optik dapat digunakan untuk
penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup
media tersebut cukup panjang namun tetap
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan
medan magnet dan rekod elektronik sangat
sensitif terhadap kerusakan fisik melalui
penyimpanan yang tidak baik penanganan dan
penggunaan
Selain itu setiap jenis media penyimpanan
memiliki cara penyimpanan dan persyaratan
penanganan sendiri yang harus ditaati secara
ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di
dalam pita magnetik harapan hidup dari pita
magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan
dalam kondisi optimal dan jika melakukan
pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau
aksesnya Perlu juga untuk dilakukan
pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan
pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan
untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia
Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset
baru secara berkala untuk memastikan bahwa
data tetap dapat diakses
Meskipun harapan hidup media penyimpanan
optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan
dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani
dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh
secara reguler untuk memastikan bahwa data
tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa
rekod yang disimpan pada magnetic dan media
optik akan tetap dapat diakses dalam jangka
waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini
adalah untuk memastikan bahwa rekod harus
selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan
terbaik yang tersedia pada masanya
Audit Informasi
Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan
oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA
AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan
fungsi untuk merekam semua peristiwa yang
mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di
dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang
disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan
rekod Karena pada dasarnya informasi yang
terkandung dalam rekod termasuk juga di
dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan
akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan
pembuktian Untuk melindungi keaslian
keandalan integritas akurasi kecukupan dan
kelengkapan rekod dan untuk memastikan
diterima aspek hukumnya rekod harus
dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna
dan administrator sistem
Sangat penting bahwa sistem audit dari semua
tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk
tanggal tindakan dan identifikasi orang yang
telah mengambil tindakan harus tercatat
perubahan pada rekod dan metadatanya serta
tindakan pemusnahan yang diambil Sistem
tersebut harus mampu melestarikan catatan audit
terhadap rekod dalam repositori elektronik dan
harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap
catatan tersebut
Penutup
Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta
di Universitas Indonesia tetap akan menjadi
tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang
akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan
preservasi digital yang termasuk di dalamnya
perencaan preservasi sumber daya manusia yang
akan melaksanan dan terutama kendala
keuangan Keputusan mengenai preservasi
digital pada umumnya sangat dipengaruhi
ketersedian sumber daya Namun dengan
menggabungkan berbagai keahlian dan
sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil
preservasi digital yang maksimal dapat didekati
secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian
khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah
pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan
rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan
pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling
system metadata retensi dan disposal strategi
migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit
Merupakan data yang otentik yang tidak bisa
untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti
Purwanto
23
karena preservasi digital seperti migrasi pasti
mengubah data keaslian harus ditunjukkan
dengan memperhatikan karakteristik dari data
seperti provenance dan konteksnya
Preservasi digital harus dilakukan dengan di
dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital
dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang
berjalan secara terus menerus yang harus
mempertahankan integritas dan otensitas dari
rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi
digital juga diharapkan dapat mendukung
tindakan provenance dan layanan temu kembali
untuk masa sekarang dan masa depan Strategi
preservasi digital secara umum dan dalam aspek
yang lebih luas disebut dengan Curation Life
Cycle merupakan sebuah planing dan monitor
yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam
berbagai tahapan Curation Life Cycle
memberikan gambaran tentang apa saja hal yang
harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan
kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab
Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta
yang harus dilakukan dan membuat kerangka
kerja standar dari kegiatan preservasi digital
arsip peta
Daftar Acuan
Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)
Strategy for the Management and Appraisal
of Electronic Rekods in the Public Sector
National Archives of South Africa
William Cunliffe and Michael Miller (1989)
Writing a General RekodsSchedule for
Electronic Rekods The American Archivist
Dimuat dalam American Archivist Vol
52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23
Desember 2013
Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records
Continuum Model in Context and its
Implications for Archival Practicerdquo Journal
of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93
Schellenberg T R (1998) Modern archives
Principles and techniques Chicago SAA
SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)
Migration Strategies within an Electronic
Archive Practical Experience and Future
Research Kluwer Academic Publishers
Dimuat dalam Archives and Museum
Informatics 11 301ndash306 1997
Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods
a handbook of principles and practice Facet
Publishing London
Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today
and Tomorrow A Continuum
Responsibilityrdquo in Proceedings of the
Rekods Management Association of
Australia 14th National Convention RMAA
Perth 15-17 September 1997
Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In
S McKemmish M Piggott R Barbara amp F
Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in
society pp 197-222 Wagga Wagga
Charles Sturt University Centre for
Information Studies
httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
24
PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN
PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS
PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO
Iswanda F Satibi
Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom
Abstrak
Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu
mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan
tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang
merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta
perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi
penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain
itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen
tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website
Abstract
The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company
needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was
conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user
changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo
Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo
Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview
techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be
mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra
Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital
format pictures and web-based services
Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library
1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam
jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus
lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari
kelompok pembaca dalam masyarakat
Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi
menjadi dasar bagi kelompok-kelompok
pembaca mencari alternatif untuk memenuhi
kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo
Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang
memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan
adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis
pustaka misalnya buku film rekaman suara
kartografi manuskrip majalah dan sebagainya
Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang
hanya mengoleksi salah satu dari material
perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi
dalam masyarakat terdapat banyak macam
kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP
SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga
dan sebagainya Kelompok pembaca dapat
dilatarbelakangi oleh profesi gender agama
Iswanda F Satibi
25
suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi
subjek termasuk ruang lingkup subjek dan
rincian subjek yang bersangkutan genus-species
(Sulistyo 1991 41)
Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota
lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut
berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099
menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus
selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi
adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia di dalam
instansi atau lembaga dimana perpustakaan
tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan memberikan batasan bahwa
perpustakaan khusus diperuntukkan bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan
lembaga masyarakat lembaga pendidikan
keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain
Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah
memberikan jasa informasi sesuai minat
perorangan Hal inilah yang menjadikan
perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada
pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada
jenis perpustakaan lain Oleh karena itu
parameter kualitas sumber daya manusia pada
sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari
kualitas perpustakaannya Surachman (2005)
menyatakan bahwa perpustakaan khusus
merupakan pendukung visi dan misi
lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman
2005) Dengan demikian peranan perpustakaan
khusus sangat potensial dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam ruang
lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash
profesi hobi gender usia agama dan
sebagainya
The Corporate Library
Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus
berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi
yang mendukung kegiatan perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang
berkembang untuk perpustakaan perusahaan
dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash
yang digunakan pada penjelasan selanjutnya
Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul
ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995
Surveyrdquo menjelaskan
ldquocorporate library is a collection of
resources contained within a corporate
entity Corporate libraries help to
organize and disseminate information
throughout the organization for its own
benefit They often support areas in the
company relating to finance
administration marketing and technical
specialization In terms of size they are
seldom very large and most library
departments employ less than five full-
time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)
Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas
menegaskan bahwa peran perpustakaan di
sebuah perusahaan dapat menjadi supporting
system bagi divisi yang ada di perusahaan
tersebut Namun demikian corporate library
(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata
ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes
(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3
menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa
didapatkan perusahaan dari CL adalah
ketersediaan informasi yang cepat dan tepat
kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi
waktu bagi pegawai Selain itu Keyes
berpendapat bahwa CL dapat
memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia
yang kompetitif (competitive intelligence work)
diantara karyawan perusahaan
Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai layanan yang
mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu
sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi
perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut
dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua
jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich
(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan
perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan
biasanya memiliki ruang membaca ruang
sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor
pustakawan media center ruang pertemuan dan
lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
26
perpustakaan dihadapkan pada information and
communication technology (ICT) dan sumber
daya elektronik yang dimiliki perpustakaan
(Zverevich 2012 5)
Perpustakaan Chandra Widodo sebagai
corporate library dari PT Rekayasa Industri
mengalami situasi yang hampir sama dengan
pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan
Chandra Widodo sedang mengembangkan
layanan real dan virtual Pengembangan layanan
real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014
yang ditandai dengan pembangunan gedung baru
guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus
meningkat Gedung baru tersebut akan
mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo
sebagai salah satu supporting system bagi
perusahaan Sedangkan pengembangan layanan
virtual dilakukan melalui perbaikan portal
Rekind Digital Library dan penerapan sistem
automasi perpustakaan menggunakan Senayan
Library Management System (SLiMS) versi
Meranti
Pengembangan layanan perpustakaan memiliki
korelasi secara langsung terhadap perubahan
format koleksi perpustakaan perkembangan
teknologi yang digunakan perpustakaan dan
perubahan paradigma masyarakat tentang
perpustakaan Perubahan format koleksi
perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung
bersifat digital Menurut Griffin (1999)
kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan
layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh
beberapa faktor berikut
1 Telah tersedianya teknologi komputasi
(otamasi) dan komunikasi yang
memungkinkan dilaku-kannya penciptaan
pengumpulan dan manipulasi informasi
2 Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pengguna
3 Informasi online mulai berkembang
4 Kerangka akses internet umum telah
muncul
Perubahan paradigma masyarakat terhadap
perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap
dianggap sebagai institusi yang mampu
menyediakan sumber-sumber informasi
pengetahuan dan sebagai tempatpusat
kebudayaan meskipun lebih cenderung
disampaikan dalam format digital Namun
demikian menurut Niegraad
ldquothe library building is undergoing
considerable change a transition from
the book- and the shelf-dominated
library to a broad cultural and
knowledge-bearing holistic library
where the focus is on the user‟s stay in
the library and on the user having access
to both physical and digital resourcesrdquo
(Niegraad 2011 174)
Artinya kemampuan pengguna dalam
menggunakan teknologi (technology literacy)
dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of
technology) merupakan aspek penting yang
mendorong perubahan desain perpustakaan
modern Perubahan paradigma perpustakaan
tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat
dilihat dari meningkatnya perrgeseran
penggunaan ruangan penyimpanan buku
(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people
space) dalam desain bangunan perpustakaan
masa depan (Li 2006 377)
Dengan demikian perpustakaan Chandra
Widodo perlu memperhatikan perubahan-
perubahan di atas dengan rencana pengembangan
desain perpustakaan Secara garis besar
permasalahan yang muncul di perpustakaan
Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas
dapat dikategorikan menjadi dua Pertama
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan
yang telah disediakan oleh perpustakaan baik
sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash
seperti ruang diskusi internet ruang membaca
dan ruang penyimpanan Kedua adalah
pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di
lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman
tersebut dapat berupa pemetaan pengguna
perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan
minat gender dan kegiatan pengguna (ruang
lingkup divisi)
Iswanda F Satibi
27
2 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan
perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan
peta perubahan pengguna perpustakaan dalam
hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri
Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk
meningkatkan khazanah keilmuan di bidang
perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang
perpustakaan
Manfaat penelitian ini adalah memberikan
deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan
Chandra Widodo dan hubungannya dengan
pengguna perpustakaan Hubungan tersebut
berupa skema kecenderungan pengguna terhadap
desain perpustakaan sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan terhadap pengembangan
perpustakaan Chandra Widodo kedepannya
3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik observasi dan wawancara Observasi
dilakukan dengan mengamati desain ruangan
perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini
dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29
Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo
Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi
digunakan sebagai data primer dalam proses
analisis mengenai preferensi pengguna
perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain
interior dan fasilitas perpustakaan
Sedangkan wawancara dilakukan terhadap
kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga
pengguna perpustakaan Proses wawancara
dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-
dept-interview) untuk menemukan permasalahan
yang lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide
(Sugiyono 200873) Hasil wawancara
digunakan sebagai data tambahan untuk analisis
preferensi pengguna perpustakaan
4 Analisis dan Intepretasi Data
Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan
tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam
kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita
oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama
perpustakaan diambil dari salah satu mantan
Direktur Operasi Rekayasa Industri yang
meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama
perpustakaan Chandra Widodo sering juga
disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah
bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa
Industri perusahaan yang menaungi
perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan
tujuan untuk mendukung proses bisnis
perusahaan Dukungan yang diberikan berupa
penyajian informasi yang tepat guna terhadap
karyawan PT Rekayasa Industri untuk
membantu pekerjaan yang akan dan sedang
dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan
Chandra Widodo berada di bawah divisi Human
Capital Empowerment (HCE)
Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki
peran cukup penting guna mendukung kegiatan
perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan
misi perpustakaan di atas serta cita-cita
pendirian perpustakaan Dengan adanya
perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi
kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
Pengembangan insfratruktur teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga
berdampak positif terhadap penyebaran
informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa
Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar
kantor
Pengguna Perpustakaan
Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna
Potensial (target dan non-target) pengguna
potensial target adalah karyawan PT Rekayasa
Industri yang menjadi anggota perpustakaan
Anggota perpustakaan Chandra Widodo
berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
28
pengguna non target terdiri dari peserta magang
konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang
sedang melakukan kerja sama dengan PT
Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah
seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik
yang bekerja di komplek kantor (Kalibata
Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan
pengerjaan proyek di berbagai daerah di
Indonesia serta Luar Negeri
Berdasarkan penjelasan di atas pengguna
perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar
berada satu komplek dengan perpustakaan
Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna
tidak terlalu jauh karena pengguna adalah
karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir
setiap hari berada di kantor selama jam kerja
Selama Januari hingga November 2013 jumlah
pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah
859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah
karyawan PT Rekayasa Industri 32
merupakan tamu dan peserta magang Data
tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa
Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak
untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari
statistik peminjaman buku pada periode yang
sama dengan jumlah 244 peminjaman
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan
Chandra Widodo tidak hanya untuk
mendapatkan informasi namun lebih cenderung
pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan
interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi
dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah
kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di
perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan
yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi
perpustakaan sebagai tempat kerja sementara
mereka Selama Januari hingga November
sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan
yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat
penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12
konsultan atau tamu yang menggunakan ruang
diskusi perpustakaan
Dengan demikian pengunjung perpustakaan
Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan
tiga kategori yaitu informatif edukatif dan
rekreatif Pengunjung kategori informatif
merupakan pengunjung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan baik koleksi tercetak maupun
elektronik Pengunjung edukatif merupakan
pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan
untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk
mendukung proses pekerjaan yang sedang
dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif
adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Lokasi Perpustakaan
Perpustakaan Chandra Widodo menempati
ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT
Rekayasa Industri Ruang perpustakaan
bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat
karyawan (Gambar 1)
Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Desain Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)
dapat diartikan sebagai
ldquoaggregate of all physically existing
squares (spaces) where documents on
traditional carriers are stored and reader
services and the libraryrsquos operational
technological and communication activities
take place as well as physically intangible
spaces where circulation of electronic
resources takes place including the library
computerrsquos memory and
telecommunication channels ndasheither wired
Iswanda F Satibi
29
or wirelessrdquo (Zverevich 20125)
Perpustakaan Chandra Widodo saat ini
menempati bangunan dengan luas ruangan 120
m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil
wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna
perpustakaan Funitur yang digunakan hampir
seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan
hampir 80 ditutup oleh rak
Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo
menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut
penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung
perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan
pada kondisi awal Artinya penanggung jawab
tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung
perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya
pengembangan fasilitas perpustakaan
Beberapa hasil survei tentang perpustakaan
kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan
perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)
menjelaskan
ldquoFor information seekers living in a fast-
paced noisy society libraries have a
unique edge in providing a sanctuary for
thinking reflection and socializing This
powerful living and breathing experience
is not replicable in an online environmentrdquo
(Li 2006371)
Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo
Berdasarkan hasil wawancara dua responden
menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan
perpustakaan sedangkan satu responden
mengatakan cukup puas dengan kondisi
bangunan Ketidakpuasan responden didasari
keterbatasan ruangan perpustakaan dan
kebutuhan responden terhadap ruang
perpustakaan seperti yang diutarakan responden
A berikut
ldquosuasananya sih lumayan enak tapi
kalau tidak ada pembagian ruangan
maksudnya yang sebelah sini untuk
membaca di sana untuk diskusi jadi
kalau ada yang sedang bekerja di
sebelah sana masa kita disini ketawa-
tawa Kan nggak lucurdquo
`
Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan
lebih didasarkan pada desain interior yang
terkesan kaku Menurutnya
ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan
dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti
diletakkan di dinding kayak gitu Jadi
bosen lihatinnya Ya misalnya
ditambahin lukisan atau bisa lihat ke
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
30
luar ruangan kan lebih seger giturdquo
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan
masih belum mampu memberikan kepuasan bagi
pengguna yang berkunjung ke perpustakaan
Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat
pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa
kadang merasa risih ketika bekerja dan
mendapati beberapa pengunjung perpustakaan
Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga
menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf
perpustakaan
ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi
ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita
lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping
obrolan mereka Tapi kalau yang udah
akrab bisa sambil bercandaan tapi
ganggu kerjaan kita juga sih
sebenarnyardquo
Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi
ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung
tidak berjalan maksimal Artinya gangguan
(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena
tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan
(privat) dan ruang publik di perpustakaan
Gambar 2 merupakan sketsa ruangan
perpustakaan Chandra Widodo
Preferensi Ruangan Perpustakaan
Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi
konten dan kinerja perpustakaan masa depan
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)
perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan
informasi berbasis dokumen tercetak dengan
menerapkan format digital musik gambarcitra
dan layanan berbasis website (2) perpustakaan
yang menyediakan tempat pertemuan interaktif
untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan
dan transformasi ruangan yang keseluruhannya
dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi
Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
setengah pengunjung perpustakaan di Denmark
tidak bertujuan untuk meminjam buku
perpustakaan namun ldquoto use the library as a
place of sanctuary and a place for information
inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)
Berdasarkan hasil observasi pengunjung
perpustakaan Chandra Widodo memiliki
kesamaan dengan temuan Niegraad di atas
Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya
37 yang melakukan transaksi peminjaman
koleksi perpustakaan Sisanya 63
menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas
bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas
dan tempat interaksi Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi
ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri
Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di
perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat
pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi
satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar
3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky
(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan
dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa
referensi (Pavlovsky 2003 28)
Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki
kekhususan ruangan untuk layanan referensi
kegiatan referensi dilakukan oleh staf
perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi
Hal ini terbukti cukup efektif mengingat
intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak
terlalu tinggi
Gambar 3 Ruang Sirkulasi
Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh
dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi
ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi
pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di
atas Namun demikian hal ini dapat menghemat
ruang perpustakaan dan menurut sebagian
pengunjung dapat meningkatkan minat untuk
Iswanda F Satibi
31
membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip
oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa
preferensi penyusunan buku yang tepat adalah
ldquoEven less ought one to use gold on his
ceilings ivory and glass on his wall
cedar for shelves or marble for his floors
since this sort of display is no longer in
style nor to put books on desks as the
fashion once was but on shelves that
cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)
Gambar 4 Ruang Penyimpanan I
Gambar 5 Ruang Penyimpanan II
Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut
merupakan konsep perpustakaan lama Konsep
shelving di perpustakaan modern cenderung
meminimalisasi ruangan untuk tempat
penyimpanan sebagai isu utama desain
perpustakaan (Dahlkild 201113)
Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini
dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk
perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua
dengan skat papan yang memisahkan ruang staf
perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar
6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh
ruangan perpustakaan hampir tidak ada
pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung
akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan
mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)
mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi
khusus harus mendapatkan perhatian berbeda
dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space
are allocated to staff and specialized
functionpurposes that are outside the standard
public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)
Gambar 6 Sketsa Ruang Staf
Ruang KomputerInternet ruang ini dapat
ditemukan di sebelah kanan pintu masuk
perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat
mengganggu pengguna komputer karena arus
keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi
yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga
dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas
internet komputer
Gambar 7 Fasilitas Inernet
Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak
yang cukup jauh dari ruang penyimpanan
Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang
komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal
ini akan berdampak pada proses penulusuran
informasi pengguna lain apabila koleksi terletak
Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan
32
di atas meja komputer
Library as a Place
Konsep library as a place merupakan konsep
desain perpustakaan yang menekankan aspek
humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi
media penggunapengunjung untuk berinteraksi
bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson
(2007) dalam studinya menyatakan bahwa
perpustakaan harus meningkatkan layanan
tradisional dan terus bertransformasi sebagai
bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug
berpendapat
ldquoMost libraries will need more study
spaces to accommodate changes in
pedagogy meeting spaces for groups and
reading and research spaces all
regardless of how much technology
moves into libraries Collections and
services organizational needs and
library missions will evolve and space
planning needs to provide for these
changesrdquo (Simpson 200721-22)
Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan
Chandra Widodo konsep library as a place
dapat diterapkan guna mendukung aktivitas
pengunjung perpustakaan Tren yang
berkembang saat ini adalah peran perpustakaan
sebagai third places Kosep thrid places
dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam
bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo
tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada
tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau
di tengah-tengah komunitas Perpustakaan
Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan
peningkatan fasilitas perpustakaan dapat
menjadi thrid places bagi karyawan PT
Rakayasa Industri pada khususnya dan
pengunjung lainnya
5 Kesimpulan
Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat
dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu
informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung
kategori informatif merupakan pengunjung yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan baik koleksi
tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif
merupakan pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan
termasuk untuk mendukung proses pekerjaan
yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung
rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan
perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi
interaksi dan rekreasi
Preferensi ruangan perpustakaan Chandra
Widodo adalah dengan koleksi dan fokus
layanan informasi berbasis dokumen tercetak
dengan menerapkan format digital musik
gambarcitra dan layanan berbasis website Hal
ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat
ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan
ruang staf perpustakaan dan ruang
komputerinternet Kondisi tersebut berdampak
pada kurang maksimalnya peran perpustakaan
sebagai tempat pertemuan interaktif untuk
komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan
transformasi ruangan Namun demikian dengan
potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas
Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi
thrid places bagi karyawan PT Rakayasa
Industri pada khususnya dan pengunjung
lainnya
6 Daftar Acuan
Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From
Past to Present Library Trends pp 11-12
The Board of Trutess University of Illinois
Griffin (1999) An Architecture for
Collaborative Math and Science Digital
Libraries MS thesis (Virginia Tech
Department of Computer Science
Blacksburg VA 1999)
Indonesia Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I
pasal 1
Keyes Alison M The Value of the Special
Library Review and Analysis Special
Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87
Iswanda F Satibi
33
Li X (2006) Library as incubating space for
innovations Practices trends and skill sets
Library Management 27(6) 370-378
doihttpdxdoiorg101108014351206107
02369
Niegaard H (2011) Library space and digital
challenges Library Trends 60(1) 174-189
httpsearchproquestcomdocview9032243
37accountid=17242
Pavlovsky L (2003) Values in library design
(Order No 3105483 Rutgers The State
University of New Jersey - New
Brunswick) ProQuest Dissertations and
Theses 258-258 p
httpsearchproquestcomdocview3053131
84accountid=17242 (305313184)
Prusak Laurence and Matarazzo James M
The Value of Corporate Libraries The
1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)
9ndash15
Simpson H (2007) Mapping users activities
and space preferences in the academic
business library (Order No MR29899
University of Alberta (Canada)) ProQuest
Dissertations and Theses 123
httpsearchproquestcomdocview3047932
14accountid=17242 (304793214)
Special Library Association (1998)
Competencies for special librarians of the
21st century Submitted to the Board of
Directors by the Special Committee on
Competencies for Special Librarians
httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses
10 Mei 2012 2144 WIB)
Sugiyono (2008) Memahami Penelitian
Kualitatif Jakarta CV Alfabeta
Surachman Arif (2005) Menejemen
Perpustakaan Khusus
httparifsstaffugmacidpublicationhtml
(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)
Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT
Gramedia Pustaka Utama
Zverevich V (2012) Real and virtual segments
of modern library space Library Hi Tech
News 29(7)5-7
doihttpdxdoiorg101108074190512112
80027
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
34
PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN
DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG
Kiki Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan
Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke
lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik
Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia
Abstract
This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data
collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it
can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups
tend to be individualistic
Keywords information behaviour urban society Indonesia
1 Pendahuluan
Definisi perilaku informasi merupakanldquothe
totally of human behavior in relation to source
and channels of information including both
active and passive information seeking and
information use Thus it includes face to face
communication with others as well as the
passive reception of information as in for
example watching TV advertisements without
any intention to act on the information givenrdquo
(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut
Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia
yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi meliputi perilaku aktif dan pasif
dalam mencari dan memanfaatkan informasi
Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi
secara langsung (face to face) dan perilaku pasif
yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya
reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan
televisi tersebut Dengan demikian perilaku
informasi dapat disimpulkan sebagai suatu
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
pemanfaatan informasi yang terdapat di
sekitarnya melalui berbagai media ataupun
saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi
masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia secara aktif melalui sumber informasi
yang terdapat di saluran internet Seperti yang
kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat
dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat Indonesia Semenjak munculnya
jejaring sosial maka banyaknya masyarakat
Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan
temannya melalui jejaring sosial dibandingkan
untuk bertemu dengan temannya secara nyata
Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan
suatu gejolak individualitas di dalam diri
individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti
contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu
fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang
Kiki Fauziah
35
berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika
duduk setiap orang asyik bermain dengan
handphone maupun gadget-nya masing-masing
tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang
wanita hamil maupun manula ataupun seseorang
anak berdiri dihadapannya Inilah yang
menyebabkan rasa kebersamaan antara
masyarakat Indonesia mulai pudar yang
dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di Indonesia
(sumber pengamatan pribadi)
Perilaku informasi masyarakat urban di
Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah
individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu
masyarakat Indonesia terkenal dengan
masyarakat yang suka berkelompok sehingga
mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat
Indonesia berkembang Namun semenjak
munculnya internet dan semakin pesatnya
perkembangan teknologi di Indonesia
mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat
Indonesia dari yang suka berkelompok
cenderung bergeser ke arah individualistik Hal
ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota
Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat
individualistik Mengapa saya katakan demikian
Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam
suatu sarana transportasi publik maka secara
saksama akan terlihat mayoritas penumpang
asyik dengan gadget ataupun handphonenya
masing-masing Bahkan saat ini ketika ada
penumpang lainnya yang terkena musibah
mereka bersifat apatis dan sibuk untuk
menyelamatkan harta bendanya ataupun
nyawanya masing-masing dibandingkan
menolong penumpang tersebut (sumber
pengalaman pribadi) Berdasarkan pada
pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat kota dapat
dikatakan mulai mengalami pergeseran dari
berkelompok menjadi individualistik
Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa
dalam mengisi waktu senggang masyarakat
Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu
senggang dengan bermain games online maupun
online pada situs media sosial dibandingkan
untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat
ironis sekali pemanfaatan informasi internet
dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang Sedangkan jika kita melirik Negara
Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka
memanfaatkan dengan membaca buku Seperti
terlihat pada gambar dibawah ini
(a)
(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)
(b)
(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)
Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat
Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam
mengisi waktu senggang
Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban
di Indonesia dengan masyarakat di Jepang
dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur
Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging
dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan
membaca (sumber wwwjaringnewscom)
Bahkan penetrasi internet dan perkembangan
teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol
oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
36
berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan
Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs
wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa
pemerintah Jepang mengontrol pemakaian
handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti
tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah
Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama
dalam menempatkan perkembangan teknologi
yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika
kita melihat Negara Indonesia kegiatan
membaca belum menjadi suatu budaya bagi
bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di
internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa
adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal
inilah yang menyebabkan munculnya
perkembangan teknologi dan internet semakin
memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini
dibandingkan dampak positif yang diperoleh
2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di
Indonesia Pada Waktu Senggang
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu dan hasil observasi saya bahwa
perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu
senggang ialah dengan memanfaatkan akses
internet menonton televisi dan membaca bahan
bacaan Berikut perilaku informasi yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam
mengisi waktu senggang
21 Memanfaatkan Akses Internet
Perilaku informasi masayarakat urban di
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu
jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro
Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh
Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan
memanfaatkan internet dalam mencari informasi
Adapun provinsi pengguna internet tertinggi
ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi
yang sudah 100 menggunakan komputer dan
internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat
(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta
(9083) sebagai pusat pemerintahan dan
provinsi yang masih minim dalam menggunakan
dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara
(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet
di Indonesia sudah semakin luas Dengan
keterluasan terhadap akses internet di Indonesia
pemanfaatan informasi melalui saluran internet
pun secara signifikan meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang terjadi
pada era digital saat ini
Peningkatan pemanfaatan informasi melalui
saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa
berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013
bahwa pengguna internet di Indonesia
mengalami penaikan yaitu pada tahun
sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30
Menurut Managing Director Media Nielsen
Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan
ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam
perhari untuk bermain internetrdquo Adapun
penggunaan internet tertinggi masih
dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial
dengan persentase 753 Adapun pengaksesan
internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet
untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen
mengalami peningkatan menjadi 373
dibandingkan tahun 2012 sebesar 33
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
mengakses internet untuk media sosial lebih
cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang
berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan
berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa
kebanyakan responden yang memanfaatkan
internet sebagai media sosial ialah 50
responden berusia dibawah 35 tahun 38
responden yang berusia 35-49 tahun dan 30
responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
internet lebih sering dimanfaatkan oleh
responden usia muda yang dikarenakan mereka
memiliki banyak waktu senggang untuk
memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis
kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita
(46) lebih banyak memanfaatkan internet
sebagai media sosial dibandingkan pria (37)
Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih
suka mengungkapkan emosinya baik berupa
tulisan maupun berbicara langsung kepada teman
maupun orangtuanya jika ada masalah
dibandingkan pria
Kiki Fauziah
37
Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet
sebagai media sosial yang lebih rendah dari
Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan
data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa
pengguna Facebook di dunia sampai April 2013
mencapai 982150100 orang Dengan demikian
data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1
milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan
1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun
di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua
maka peringkat pertama diduduki oleh Benua
Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan
peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika
Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia
menduduki peringkat keempat dengan total
pengguna Facebook 47983640 yang mengalami
penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya
Dengan demikian tidak heran jika banyak
bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti
Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo
Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan
lainnya
Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam
kaitannya dengan internet lebih sering berbagi
informasi melalui media sosial Seperti yang
ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang
paling popular dishare ialah gambar (43)
ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang
apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel
(26) bdquosesuatu yang saya suka atau
direkomendasikan seperti produk layanan film
buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke
website lain (21) repost dari post media sosial
yang lain‟(21) status update tentang apa yang
saya rasakan (19) video clip (17)
Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang
perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih
seringnya pengguna internet dalam berbagi foto
melalui media sosial Menurut data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke empat (88) sebagai pengguna
internet untuk berbagi konten online melaui
media sosial Hal inilah yang mengakibatkan
munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti
Instagram Path dan aplikasi lainnya
Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi
pergeseran mengenai lokasi mengakses internet
Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna
internet di Indonesia lebih banyak mengakses
dari rumah (47) dibandingkan dari warnet
(28)Data tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat
untuk mengakses internet di rumahSehingga
tidak heran pada era ini larisnya penjualan
laptop gadget dan smartphone yang
mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi
kebutuhan primer bagi masayarakat di negara
iniPerkembangan internet mengancam semakin
rendahnya minat baca masayarakat Indonesia
Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari
segala sesuatu melalui search engine google
maka semuanya akan muncul hanya saja
informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai
dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir
sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo
Namun diakhir tahun 2013 secara drastis
terdapat pergeseran perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengakses internet
Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa
terjadi peningkatan pemanfaatan informasi
melalui internet ke arah positif Berikut tabel
hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat
Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan
bahwa pemanfaatan informasi internet oleh
masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk
mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke
dua untuk mencari informasi berita (7849)
tertinggi ketiga untuk mencari informasi
barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk
mencari informasi lembaga pemerintahan
(6507) tertinggi kelima untuk sosial media
dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan
(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi
perubahan perilaku informasi masyarakat
Indonesia dalam memanfaatkan akses internet
dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring
sosial menuju akses ke informasi yang dapat
berguna bagi diri individu tersebut Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi
masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring
waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya
pengimigrasian media cetak ke media online
seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
38
dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan
perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju
ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara
tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat
elektronik
Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)
22 Menonton Televisi
Selain menggunakan internet perilaku informasi
masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu
senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan
informasi dari media online tempo yang
diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013
mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi
media utama bagi masyarakat Indonesia untuk
pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012
lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen
Audience Measurement bahwa 94 masyarakat
Indonesia mengonsumsi media melalui televisi
Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi
yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang
berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5
tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta
Surabaya Medan Semarang Bandung
Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar
dan Banjarmasin Untuk program terpopuler
tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-
program khusus seperti pertandingan sepak bola
Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs
Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan
poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy
Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang
dengan rating 96 dan pertandingan
persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih
dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain
itu juga dalam penelitian Nielsen ini
menunjukkan bhawa jumlah populasi TV
mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke
atas Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi penikmat acara televisi terutama
dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa
populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5
tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan sutradara suatu acara
ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan
yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai
media hiburan semu semata
Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari
informasi masih sangat tergantung pada media
televisi yaitu budaya mendengar bukan pada
budaya membaca Budaya mendengar ini lebih
mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam
Kiki Fauziah
39
bertingkah laku life style serta kebiasan mereka
Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin
bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat
Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-
anak remaja yang terpengaruh oleh informasi
yang ditontonnya di televisi seperti salah satu
acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun
makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu
hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat
nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah
menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi
isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak
lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai
seorang penguasa yang menekan orang-orang
lemah Seorang penguasa diidentifikasikan
sebagai orang yang kaya raya dengan karakter
dominan seseorang yang jahat dan sombong
sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan
sebagai orang miskin dengan karakter dominan
seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
bertingkah laku dan bersosialisasi baik di
lingkungan keluarga sekolah maupun di
lingkungan sosial lainnya Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron
tersebut ialah munculnya paradigma
dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka
dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman
dan dapat meraih apapun yang ia inginkan
sedangkan anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu menjadi minder dan kurang
percaya diri Hal inilah salah satu faktor
penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang
pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah
pada generasi saat ini
Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi
suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di
Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media
televisi masyarakat Indonesia dapat
mendapatkan informasi yang mendidiknya dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara
yang termuat di televisi Dengan demikian
sebaiknya pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan kembali penyajian informasi
yang ditayangkan televisi agar informasi yang
diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit
informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain
itu juga informasi yang disajikan ditelevisi
haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur
kepentingan penguasa tertentu
23 Kegiatan Membaca
Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi
waktu senggang ialah dengan membaca Di
Indonesia budaya membaca masih dikatakan
minim Minimnya budaya membaca pada
masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya
minat baca yang tertanam pada diri masyarakat
Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang
mendorong meningkatnya minat baca ialah
ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan
adanya kemauan serta kemampuan membaca
Hal ini dibuktikan pada data Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS)
mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)
tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada
possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya
empat peringkat lebih baik dari pada siswa
Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan
dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting
dalam memahami baacan buku ataupun literatur
Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan
dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk
kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari
25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan
jumlah judul buku yang diproduksi setiap
tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang
dipublikasikan pada Asean Book Publishers
Association (ABIPA) mengatakan bahwa
pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih
dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data
Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes
2012)
Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat
urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi
waktu senggang Namun saat-saat ini mulai
bertambahnya masyarakat urban di Indonesia
yang mengisi waktu luangnya untuk membaca
Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih
dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk
menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana
transportasi publik baik di kereta bis ataupun di
tempat publik lainnya seperti di terminal
bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya
masyarakat urban yang memanfaatkan waktu
Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang
40
luang untuk membaca (sumber pengamatan
pribadi)
3 Kesimpulan
Perilaku informasi pada masyarakat urban di
Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih
didominasi untuk mengakses informasi melalui
internet Dengan semakin berkembangnya
teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat
urban semakin memudahkan pemanfaatan akses
internet dalam segala kegiatan masyarakat saat
ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak
di bidang jasa memberikan layanan yang virtual
yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung
selama bertransaksi melainkan hanya melalui
suatu interface machine Selain itu berbagai
macam sarana pendidikan juga telah menjamur
media belajar online seperti Edmodo Scele dan
media pembelajaran online lainnya Selain itu
perusahaan media cetak pun mulai
mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi
produk elektronik Melihat fenomena tersebut
maka dapat dikatakan secara tidak langsung
perkembangan teknologi membentuk perilaku
masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini
munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi
mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang
dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung
menggambarkan pada kondisi kehidupan
masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika
munculnya teknologi masyarakat lebih suka
berbicara melalui mobile phone gadget dan alat
komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol
secara langsung (face to face) Jika fenomena ini
terus terjadi maka lambat laun masyarakat
Indonesia akan lebih cenderung bersifat
individualistik Berdasarkan fenomena tersebut
dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku informasi masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat yang suka
berkelompok menjadi masyarakat yang
individualistik
Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin
menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka
harus diimbangi dengan tingginya minat
membaca pada masyarakatnya Terdapat
beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk
memasuki masyarakat informasi yaitu
masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur
telekomunikasi industri percetakan yang maju
industri televisi dan radio yang maju minat baca
yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju
Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu
berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat
informasi seutuhnya
4 Daftar Acuan
Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya
perkembangan Penggunaan Internet di
IndonesiaSemarang Universitas
Diponegoro
BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah
Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orangrdquo
httpharianticomsurvei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-
tembus-71-juta-orang
Four in Ten (42) of those in 24 Countries say
social media is important to them Half
(50) of those under the age of 35 (8
Oktober 2013)wwwipsos-nacom
Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06
Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun
Pengguna Internet Naik waktu yang
dihabiskan untuk bermain internet rata-rata
2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online
ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk
Anak-Anakrdquo Okezone
wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)
Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo
on social media sites (17 September 2013)
wwwipsos-nacom
ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada
Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis
oleh Karta Raharja Ucu
wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)
Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku
InformasiMelalui
httpiperpinwordpresscom pada tanggal
23 Maret 2014
Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini
Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran
Tempo
Kiki Fauziah
41
Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan
Masyarakat Jakarta Sagung Seto
Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat
Informasi Indonesia Dampak Sosial
Konsekuensi dan kemungkinannyardquo
Diunduh melalui
httpwwwpustakautacid pada tanggal 4
Desember 2013 pukul 1300 WIB
Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo
Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas
Wilson TD 2000 Human Information
Behavior Dalam Special Issue on
Information Science Research Vol 3 No 2
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
42
PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA
Riva Delviatma
Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia
e-mail rivadelviatma06gmailcom
Abstrak
Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan
masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang
teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan
terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya
masyarakat informasi
Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia
Abstract
Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the
technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed
yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation
from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and
literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information
society
Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia
1 Pendahuluan
Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis
menuju masyarakat informasi Indonesia menarik
untuk diamati dan diteliti sebab untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan budaya tersebut
sehingga dapat mewujudkan masyarakat
informasi di Indonesia Masyarakat informasi
adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat
dari era informasi (Christiani 2012) Era
informasi tersebut dipacu oleh perkembangan
teknologi dan informasi Masyarakat informasi
ditandai dengan adanya perilaku informasi yang
merupakan keseluruhan perilaku manusia yang
berhubungan dengan sumber dan saluran
informasi perilaku penemuan informasi yang
merupakan upaya dalam menemukan informasi
dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu
perilaku mencari informasi yang ditujukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem
informasi dan perilaku penggunaan informasi
yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika
menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki
sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)
Model masyarakat tersebut belum terbentuk di
Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia
beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan
dapat menggunakan teknologi dan komunikasi
salah satunya adalah internet Pernyataan
tersebut berdasarkan data terbaru yang
mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat
Indonesia yang mengakses internet secara
reguler sedangkan 73 yang belum melek
Riva Delviatma
43
Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih
mengutamakan memiliki teknologi informasi
yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan
teknologi informasi tersebut dalam mencari
menggunakan dan mengelola informasi secara
maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat
konsumerisme dan hedonisme masyarakat
didorong pula karena masyarakat Indonesia
memiliki budaya lisan yang masih kuat
Melihat dari perkembangan budaya lisan ke
budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat
Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan
dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan
budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara
lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya
Masyarakat lisan sering disandingkan dengan
istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)
Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas
masyarakat primitif adalah masyarakat yang
tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat
lisan kurang tepat dikategorikan sebagai
masyarakat primitif sebab dalam masyarakat
lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah
informasi namun memang caranya lebih
sederhana dibanding dengan masyarakat
berbudaya baca-tulis
Walaupun masyarakat lisan kurang dapat
dikatakan sebagai masyarakat primitif namun
juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya
sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari
pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)
yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat
informasi adalah mewujudkan masyarakat yang
sadar tentang pentingnya informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu
layanan informasi yang terpadu terkoordinasi
dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi
ke masyarakat luas secara cepat tepat dan
bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya
yang sangat dominan dalam masyarakat
informasi yaitu kemajuan dalam dunia
pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis
(Riady 2010) yang mana mempengaruhi
seorang individu mencari mendapatkan serta
memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal
tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat
lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab
dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan
merupakan cara dominan penyampaian informasi
mereka
Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal
tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan
sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi
akan tetapi tidak dapat secara langsung
dikategorikan sebagai masyarakat informasi
Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi
lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan
secara baik Salah satu contohnya yaitu
mengenai budaya ondel-ondel yang ada di
Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik
mengenai ondel-ondel karena tidak ada
dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi
ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu
tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang
luntur dan hilang Hal tersebut merupakan
sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di
masa depan akan kehilangan pengetahuan
mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek
moyangnya Selain itu biasanya informasi yang
disajikan secara lisan tidak sepenuhnya
disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan
adanya perbedaan informasi antara yang
disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai
pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap
saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya
tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di
antara dua budaya tersebut
Banyak artikel yang lebih menekankan
pentingnya membaca namun sangat sedikit yang
memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan
yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis
atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan
bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis
dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi
yang ada dalam lingkungannya sehingga
informasi yang mereka peroleh tetap dapat
berguna untuk generasi berikutnya
Salah satu data statistik mengatakan jika
dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak
di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya
(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak
Indonesia masih rendah keinginan untuk
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
44
membaca Budaya membaca ini juga
disangkutpautkan dengan memajukan
kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata
Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu
Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa
pemerintah Indonesia zaman Orde Lama
menghubung-hubungkan budaya membaca
dengan kesejahteraan dengan banyak memajang
baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta
mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia
Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan
Taman Bacaan guna untuk membiasakan
masyarakat untuk gemar membaca Taman
bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan
salah satu tujuan utamanya yaitu untuk
mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau
berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel
yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa
ldquomembudayakan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita
lebih senang dengan budaya berbicara daripada
membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat
terlihat bahwa budaya baca lebih utama
dibandingkan budaya lisan Padahal apabila
budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi
sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya
dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat
menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam
mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia
2 Kelisanan Masyarakat Indonesia
Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan
menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi
teknologi informasi dan komunikasi memiliki
pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat
informasi Dalam sebuah masyarakat informasi
yang menjadi penggerak utama yaitu informasi
tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk
(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai
senjata untuk memenangkan persaingan makin
menunjukkan tingginya nilai informasi di
masyarakat Hal itulah yang menjadikan
informasi sebagai komoditas Kelompok atau
individu yang memiliki informasi dalam jumlah
besar atau dapat memonopoli informasi akan
mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan
konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang
menjadi daya penggerak adalah orang yang
dituakan Segala informasi yang berasal dari
tetua dianggap lebih sakral dan benar dan
biasanya informasi-informasi tersebut diserap
secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan
panduan hidup mereka
Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang
berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau
berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal
yang berhubungan dengan sastra bahasa
biografi dan berbagai pengetahuan yang
disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia
1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa
kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari
zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan
bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal
tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya
periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat
Indonesia telah mengenal tradisi lisan
Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di
Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara
Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan
alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan
pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya
Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang
kuat antara alam dan masyarakat serta
menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng
legenda mitos dan lain-lain
Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti
dengan kegiatan tulis-menulis yang sering
dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau
Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan
dalam negosiasi dengan pihak lawan atau
kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai
kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-
kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai
silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan
silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad
Salah satu babad yang terkenal adalah Babad
Tanah Jawi yang isinya tidak hanya
menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-
kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga
menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa
Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia
ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika
Riva Delviatma
45
masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-
masyarakat modern maka kondisinya disebut
sebagai keberaksaraan terbatas (restricted
literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan
sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit
2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat
terlihat bahwa ia memandang bahwa
keberaksaraan adalah hal yang populer dan
mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya
hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu
ada sebuah percampuran antara kubu
keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab
keduanya merupakan sebuah rangkaian
perubahan yang terus menerus (continuum)
(Pendit 2007) Masyarakat mengenal
komunikasi lisan lalu diformulasikan serta
dikembangkan menjadi budaya tertulis karena
ada kesadaran yang muncul dalam benak
mereka Jika dilihat dari pendapat Goody
tersebut masyarakat Indonesia termasuk
restricted literacy sebab masyarakat Indonesia
belum sepenuhnya berada pada tatanan
keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik
kelisanan yang kental di dalam tatanan
kehidupan mereka Seperti yang telah penulis
katakan sebelumnya kelisanan identik dengan
budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal
tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman
kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke
dalam kitab babad maupun prasasti namun
memang intensitas penulisan itu tidak menjadi
dasar utama dalam keseharian hidup mereka
Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada
abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari
kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di
Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-
tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan
antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini
tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia
tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun
India dimana kelisanan merupakan suatu hal
yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi
dalam masyarakatnya
Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan
membaca bangsa Indonesia pada zaman modern
sekarang juga banyak dipengaruhi dengan
kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang
ada di televisi mengarahkan kembali bangsa
Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu
contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan
kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih
menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya
oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri
Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat
membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang
menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia
beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap
informasi dengan mendengarkan Bila dilihat
dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya
gemar membaca bahkan sering menghabiskan
waktu mereka ke toko buku dan membeli buku
tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu
pengetahuan si anak dimanja dengan budaya
mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja
tetap menjadi hal yang dominan di sebuah
keluarga yang senang membaca Akan tetapi
kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan
mendorong si anak untuk mencoba membaca
karena apabila ia sudah dapat membaca secara
tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan
yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta
orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan
rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak
masih kecil
Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya
lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat
Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty
and Literacy The Technologizing of the Word
(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat
lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan
cenderung menjadi suatu yang kurang penting
dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut
1 Expression is addictive rather than
subordinate
Tulisan hanya dianggap tambahan bukan
suatu hal yang penting masyarakat lisan
lebih menyukai tutur kata seseorang
dibandingkan dengan referensi dari sebuah
tulisan atau buku
2 It is aggregative rather than analytic
Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara
berpikir kolektif atau banyak orang dan
tidak menyukai suatu hal yang dapat
memancing kritikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
46
3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo
Dalam masyarakat lisan akan ada
pengulangan-pengulangan di dalam otak
mereka mengenai suatu informasi
Redundansi atau pengulangan ini juga
lebih dianggap lebih alami dibanding
tulisan
4 There is tendency for it to be conservative
Masyarakat lisan mengandalkan perkataan
para tetua yang dianggap sebagai pemilik
informasi yang lengkap Menciptakan
masyarakat yang kurang kreatif dalam
memecahkan suatu masalah karena sangat
bertumpu pada perkataan seseorang yang
dianggap lebih mengerti
5 Out of necessity thought is conceptualized
and then expressed with relatively close
reference to the human lifeworld
Menganggap bahwa hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dunia nyata atau yang
merupakan sebuah pengalaman hidup
seseorang tidak penting dan tidak memiliki
makna sehingga kegiatan baca-tulis
merupakan sesuatu yang tidak populer di
masyarakat lisan
6 Expression is agonistic ally toned
Masyarakat baca-tulis dianggap dapat
memicu persaingan sehingga dapat
memicu timbulnya kekacauan Buku atau
tulisan yang kontroversi dapat memicu
konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat
7 It is empathetic and participatory rather
than objectively distance
Terdapat kedekatan emosional di dalam
masyarakat lisan sedangkan pada
masyarakat tulis pemikiran yang didapat
dari membaca terkesan jauh
8 It is homeostactic
Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki
pemaknaan yang berlapis sehingga
bergantung pada kondisi pada saat kata
tersebut diucapkan
9 It is situtional rather than abstract
Konsep pemikiran terkesan bergantung
pada suatu kejadian yang berlangsung
Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat
lisan primer dan masyarakat lisan sekunder
Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis
atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan
sekunder adalah seni lisan yang muncul karena
keberadaan teknologi-teknologi elektronik
seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua
kategori ini dapat diasumsikan bahwa
masyarakat Indonesia merupakan jenis
masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan
masyarakat Indonesia telah mengenal budaya
baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya
lisan mereka dan diperkuat dengan adanya
kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang
makin mengentalkan tradisi lisan tersebut
Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki
cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat
dari cara pengelolaan informasi oleh masing-
masing budaya Kesadaran masyarakat
berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis
didasari pula oleh cara pengelolaan informasi
agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang
3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan
dan Baca-Tulis
Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi
lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan
ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis
telah masuk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat Walaupun demikian dalam
masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan
informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari
mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat
baca-tulis pengelolaan informasinya lebih
tersturktur serta dapat dikatakan memiliki
hubungan yang dekat dengan sebuah konsep
masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku
pencarian informasi berhubungan dengan saluran
informasi yang tersedia lalu mengaitkan
informasi yang didapatkan dengan pengetahuan
dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam
masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki
kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap
pemikiran dan menghubungkan informasi yang
didapat lalu disatukan dengan logika serta
mengambil inti sari secara ilmiah mengenai
peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lisan yang sering menggabungkan
peristiwa dengan perkataan tetua dan alam
Riva Delviatma
47
seperti petuah nenek moyang yang terkadang
sulit untuk diterima nalar contohnya seorang
gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan
sulit mendapatkan jodoh
Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam
struktur masyarakat lisan peran tetua sangat
penting sebab beliau dianggap yang paling
mengetahui informasi yang benar sehingga akan
timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu
masyarakat yang menerima informasi secara
mentah-mentah dan menganggap semua
peristiwa yang terjadi dalam hidup atau
lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri
tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib
tersebut Penyebaran informasi dari yang
dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga
mengalami hambatan sebab memori atau
persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya
sehingga informasi yang diberikan akan
berpeluang berbeda Pengelolaan informasi
dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur
dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis
sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)
bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-
budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir
namun pengorganisasiannya itu terasa asing
bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang
yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis
Masyarakat lisan juga lebih senang untuk
menunggu informasi dibanding mencari
informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi
dengan anggapan bahwa informasi yang berasal
dari tetua lebih penting dibandingkan informasi
yang disampaikan oleh orang lain
Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur
dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk
transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-
tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari
masing-masing individu untuk melestarikan dan
menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi
atau budaya yang mereka miliki Tulisan
memungkinkan pengetahuan lebih objektif
dibanding dengan pengetahuan subyektif yang
dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu
informasi-informasi yang ada di dalam dokumen
tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya
Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban
manusia yang nilainya lebih berharga dan dan
legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah
informasi yang berasal dari memori seseorang
Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari
tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
karena adanya komunikasi antara satu sama lain
sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan
memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan
yang erat antara individu dengan individu
lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang
terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis
dan digantikan oleh sikap individualis Sikap
individulis ini sangat terlihat pada masyarakat
negara maju dimana mereka kurang
memperdulikan basa basi yang mengakibatkan
lemahnya komunikasi antara satu individu
dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)
dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk
karena masyarakat modern dikenal sebagai
masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi
ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas
di semua aspek kehidupannya menggunkan
teknologi teks dan diasumsikan sebagai
masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan
ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar
dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu
pada kejadian alam dan peran tetua
Salah satu contoh perbedaan pengelolaan
informasi antara masyarakat lisan dan
masyarakat baca-tulis yang saya temui salah
satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon
Ramsay yang merupakan koki profesional yang
telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia
kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga
Michelin dengan seorang juru masak amatir dari
sebuah restoran kecil atau rumah makan di
Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah
makan tersebut dan ingin mencoba untuk
membuat menu rendang ia sangat bingung saat
juru masak rumah makan ini tidak memiliki
standar resep si juru masak rumah makan ini
lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-
kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar
setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
48
bahwa koki profesional lebih mengutamakan
kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur
setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan
seorang koki rumahan atau amatiran biasanya
mendapatkan informasi mengenai bumbu
masakan dari generasi sebelumnya dan tidak
memiliki takaran yang detail
Juru masak amatir ini lebih mengutamakan
perasaan dan insting mereka dalam menakar
sebuah bumbu disebabkan tidak adanya
dokumen yang terstruktur mengenai suatu
masakan tersebut dan seringkali jika juru masak
tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah
makan terancam kehilangan pelanggan
Sedangkan koki profesional memiliki runtutan
resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat
detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini
tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat
memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk
yang tertera dalam resep
Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil
perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas
sekali perbedaan pengelolaan informasi antara
dua karakter masyarakat ini Budaya lisan
banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak
dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya
lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing Patut diingat
bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini
berasal dari otak manusia namun yang berbeda
adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi
lisan sangat bergantung pada memori atau benak
pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis
menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke
dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole
(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy
preempted orality replacing it is a more efficient
and effective means for information storage
transfer and userdquo Keberaksaraan
memungkinkan pengelolaan informasi menjadi
lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama
dibandingkan dengan informasi yang diberikan
secara lisan
4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi
Budaya Baca-Tulis
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk mengelola informasi yang dimiliki agar
lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari
pengelolaan informasi masyarakat lisan yang
dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan
akan adanya informasi-informasi yang hilang
sehingga akan memunculkan kesadaran untuk
mengelola informasi lebih baik dan tahan lama
Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan
informasi itulah maka akan terjadi perubahan
budaya lisan menjadi budaya baca-tulis
Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal
yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat
Ketika sebuah informasi diterima oleh individu
atau kelompok maka akan ada tahapan belajar
untuk menerima atau menolak informasi
tersebut Tahapan belajar itulah yang sering
dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan
mencoba memahami informasi-informasi baru
tersebut sebelum akhirnya memilih dan
melaksanakannya
Perkembangan budaya lisan menjadi budaya
baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman
bahwa informasi-informasi yang terdapat di
dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan
Masyarakat informasi selalu dihubungkan
dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti
komputer dan internet namun teknologi
sederhana seperti pengolahan kata-kata dari
ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan
dianggap sebagai teknologi yang mengubah
masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis
Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang
ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi
Perubahan budaya ini juga secara radikal
mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri
Globalisasi merupakan salah satu contoh
perubahan yang jelas dalam melihat situasi di
Indonesia
Arus globalisasi menyebabkan pola hidup
masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan
dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir
masyarakat Pola kehidupan masyarakat
tradisional lambat laun berubah menjadi pola
kehidupan modern seperti tata cara membajak
Riva Delviatma
49
padi menggunakan kerbau sekarang sudah
menggunakan traktor selain itu hilangnya makna
dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar
masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa
budaya lokal merupakan budaya yang tidak
mengikuti perkembangan zaman (Rahmana
2013)
Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan
dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang
berkelanjutan Namun pada kenyataannya
budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak
pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan
program budaya membaca dan menulis
dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini
terlihat dari maraknya tulisan artikel yang
membahas mengenai meningkatkan budaya tulis
dan membaca serta kurang giatnya melakukan
oral tradition preservation Metode preservasi
tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia
sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki
Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi
lisan yang mulai pudar bahkan hilang
dikarenakan tergerus budaya modern Dalam
makalah Preserving of Information Value in Oral
Tradition of Minangkabau Society West
Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan
bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua
dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai
tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran
pemerintah dan masyarakat dalam memandang
pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian
pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas
dalam melestarikan tradisi lisan
Adanya proses perkembangan budaya lisan
menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh
program-program yang disusun oleh pemerintah
seperti program pemberantasan buta huruf Akan
tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari
bahwa selain budaya membaca dan menulis
budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia
Seharusnya juga dapat beriringan dengan
program meningkatkan minat baca Ide-ide segar
mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas
dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat
berkembang dengan baik
Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan
tetap menjadi suatu hal yang utama dalam
kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari
kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi
mengobrol di setiap kesempatan yang mereka
miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua
orang yang fokus membaca buku atau surat
kabar saat mereka berada di dalam sarana
transportasi umum khususnya CommuterLine
Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali
menyaksikan tayangan video atau mendengarkan
musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini
sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat
London yang rata-rata memiliki satu bahan
bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk
mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika
mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam
buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)
disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di
Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki
program booktown dan di Amerika pada tahun
2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo
dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib
warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak
berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat
Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi
individualis dalam menentukan bahan bacaan
mereka Hal tersebut dapat menggambarkan
bahwa negara yang maju dan yang memiliki
masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit
untuk mengembangkan budaya baca Disamping
itu budaya baca mereka juga berkembang karena
adanya perpustakaan yang memadai koleksi
buku-buku perpustakaan yang menunjang
kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang
nyaman
Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia
ada beberapa hal yang menjadi kendala yang
dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan
dan koleksi yang belum memadai tetapi juga
dikarenakan masih banyak masyarakat yang
belum bisa membaca dan menulis serta masih
minimnya kegemaran untuk membaca
Walaupun ada peningkatan keberhasilan program
Unesco dalam memberantas buta huruf di
Indonesia yang mana mencatat bahwa
keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337
dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
50
2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)
Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-
tulis akan berkembang secara pesat seperti di
negara-negara maju sebab adanya keengganan
masyarakat untuk membaca dan menulis Ada
alasan yang menyebabkan mereka malas untuk
membaca yaitu dikarenakan membaca
memerlukan manajemen waktu dan juga
memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit
dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola
(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong
masyarakat untuk malas membaca adalah
komputer dan permainan di dalamnya (Tempo
2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam
artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan
Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab
masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan
masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau
oral society secara drastis bergerak ke budaya
elektronik seperti tv dan radio sebelum
memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat
telah langsung melompat dari tradisi
mendongeng ke tradisi menonton sebelum
terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat
baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo
2011)
Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang
berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya
Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an
budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan
karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh
masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho
komik Mahabharata dan Ramayana karya RA
Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama
dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik
dan teknologi multimedia juga mengganggu
meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa
Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya
pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku
di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde
Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada
penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada
tempat yang nyaman untuk membaca
Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan
pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap
melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
tertentu Masyarakat Indonesia terkesan
diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan
tidak selaras di satu pihak diminta untuk
membaca agar dapat mensejahterakan dirinya
tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap
penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak
mengherankan jika budaya lisan terkesan
mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat
ini karena pemerintah yang selalu mendukung
minat baca secara tidak langsung tetap
melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis
yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap
beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat
hal-hal kontroversi serta memberikan pajak
tinggi untuk buku-buku impor
5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan
dan Membaca
Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat
Indonesia yang kelisananannya masih kental dan
secara sporadis berubah menjadi masyarakat
yang giat menulis dan membaca Banyak hal
yang menjadi pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan
angka persentase program pemberantasan buta
huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan
perpustakaan-perpustakaan umum Apabila
Indonesia ingin mewujudkan masyarakat
informasi budaya baca-tulis merupakan suatu
langkah paling awal dalam merintis masyarakat
tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat
informasi seluruh masyarakat perlu menyadari
pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta
mengetahui bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkan informasi-informasi yang mereka
dapatkan Salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan budaya baca-
tulis ini adalah perpustakaan
Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah
masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil
jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya
sendiri Banyak perpustakaan khususnya
perpustakaan umum daerah yang isi koleksi
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga
menjadi faktor besar yang menentukan
masyarakat untuk datang Salah satu contohnya
Riva Delviatma
51
yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di
Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis
sebab berada di belakang sekolah dan akses ke
perpustakaan tersebut yang kurang baik
Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan
di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh
penggunanya serta nyaman untuk digunakan
bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan
untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka
dibandingkan mengerjakan di rumah masing-
masing Di kota London Inggris perpustakaan
tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi
pusat kegiatan masyarakat Salah satu
perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan
tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday
carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu
dan memanjakan pengunjung kecil mereka
dengan bacaan yang menghibur dan juga
menyediakan mainan-mainan bagi mereka
Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di
London ditutup karena adanya kerusakan fatal
pada bangunan disebabkan oleh hujan yang
terus-menerus dan banyak diprotes oleh
masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan
tempat untuk membaca (Your Local Guardian
2012) Salah satu komentar dari penduduk di
sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI
canrsquot get about very well and Irsquove had to go to
charity shop to get my books The library is a
vital service for elderly people ndash if it didnrsquot
reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum
senior juga senang berada di dalam perpustakaan
karena mereka mendapatkan buku-buku yang
mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa
perpustakaan dan membaca telah menjadi media
hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya
bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi
masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan
oleh masyarakat London
Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan
story telling atau mendongeng di perpustakaan-
perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa
kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan
memanfaatkan perpustakaan akan meningkat
Program dongeng ini secara tidak langsung
merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong
minat baca masyarakat khususnya anak-anak
kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan
dongeng dilakukan pula lomba mendongeng
yang mendorong mereka untuk menceritakan
kembali isi buku cerita yang mereka sukai
Program mendongeng ini juga merupakan
promosi untuk mengenalkan perpustakaan
kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk
masyarakat kota besar dan dapat dijadikan
pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng
ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi
juga dilakukan di sekolah
Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari
Jumrsquoat memberlakukan program Library Time
dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu
bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru
Dengan adanya program ini maka akan
merangsang kepedulian anak-anak terhadap
membaca Pada saat mereka sudah dapat
membaca maka mereka akan termotivasi untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah
buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah
para murid antusias dalam program ini si ibu
guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang
mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan
Program seperti ini tidak hanya merangsang
minat baca tetapi juga meningkatkan daya
tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan
program mendongeng ini dapat terlihat bahwa
perkembangan budaya lisan dan budaya
membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah
sebenarnya telah menerapkan kedua budaya
tersebut namun memang yang lebih menonjol
adalah budaya meningkatkan minat baca
padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip
dalam program tersebut Mendongeng atau story
telling dapat dijadikan sebagai media promosi
dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun
mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya
merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan
pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat
dikemas secara menarik dan kreatif yang
mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan
secara tertulis
Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia
52
Salah satu contoh dari budaya lisan adalah
dongeng Mendongeng merupakan hal yang
paling mudah dan paling populer di masyarakat
Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara
tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis
seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan
dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh
Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan
puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang
kulit juga merupakan salah satu cara
mendongeng tradisional yang menggunakan alat
Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca
karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa
mendongeng sendiri sebenarnya memiliki
beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing
stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda
(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit
(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada
kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik
dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda
(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
mendongeng merupakan aktivitas yang telah
dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat
di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
budaya lisan tidak hanya berkembang di
masyarakat Indonesia saja melainkan juga
terdapat di negara lain
Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus
meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia
dapat digunakan metode mendongeng Program
mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat
seperti di perpustakaan sekolah pusat
perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini
perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak
hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan
orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas
perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta
mengembangkan program-program lainnya yang
dapat mendukung peningkatan minat baca dan
pelestarian budaya lisan Indonesia
6 Kesimpulan
Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis
di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melestarikan informasi yang
mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya
dengan masyarakat informasi faktor paling
dominan yang menyebabkannya adalah faktor
pekembangan teknologi dan pemanfaatannya
Perkembangan serta perubahan ini tidak
dilakukan secara radikal melainkan secara
perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan
memahami setiap kebudayaan baru yang hadir
Tulisan merupakan teknologi yang merubah
peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka
tidak akan ada perkembangan-perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh
sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal
bakal terbentuknya masyarakat informasi Di
dalam masyarakat informasi peran teknologi
informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
sehingga individu atau kelompok yang memiliki
informasi maka akan mudah mendominasi atau
berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum
terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat
berkembang tidak hanya melihat dari
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saja melainkan juga dapat
berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia
Banyaknya anggapan positif yang diberikan
kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya
lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak
negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-
gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis
lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk
mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya
baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak
pula dengan melemahnya pemaknaan pada
budaya lisan di masyarakat Lemahnya
kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat
dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi
penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam
Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mempopulerkan dan mengenalkan kembali
bahasa-bahasa yang hampir punah dengan
metode mendongeng Sedangkan di Indonesia
budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya
baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa
efek negatif dalam masyarakat budaya lisan
memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah
religi adat yang tidak kalah pentingnya
dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara
Riva Delviatma
53
pengelolaan informasi yang membuat keduanya
berbeda
Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan untuk melestarikan budaya lisan
Indonesia oral tradition preservation perlu
dilakukan dan disosialisasikan sebab ada
beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara
mendetail dan perlu media lain untuk
mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat
dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat
lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap
mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis
adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih
salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam
masyarakat informasi Indonesia nantinya
terwujud tidak hanya disebabkan oleh
perkembangan serta pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi saja tetapi juga
berasal dari perkembangan budaya lisan dan
baca-tulis di tanah air
7 Daftar Acuan
Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat
membaca Jakarta Pustaka Tangga
Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap
peranan perpustakaan umum dalam masyarakat
informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10
Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia
Buta Internet httpm-
detikcominetread201403241540032534887328
73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25
Maret 2014
Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun
budaya baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)
Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi
Indonesia
httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti
keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-
prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013
Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara
menggelorakan budaya baca
Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen
perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya
MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi
lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
Asosiasi Tradisi Lisan
Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan
teknologi kata Pasuruan Pedati
Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata
bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri
Primadesi Yona (2012) Preserving of information value
in oral tradition of Minangkabau society West
Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan
Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya
tulis
httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-
ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3
November 2013
Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi
eksistensi dan transformasi hasil budaya masa
lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-
aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-
masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013
Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi
Indonesia dampak sosial konsekuensi dan
kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo
dul4pdf Diakses 22 November 2013
Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca
httpmtemporeadnews20110526060336985pen
yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November
2013
Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam
pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No
2 p 162-172
Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West
Norwood library will be permanently closed
httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories
9474903Fears_library_will_be_permanently_closed
Diakses 5 November 2013
Pedoman Penulisan Jurnal
54
Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan
Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan
di akhir tulisan
1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman
2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)
Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail penulisadreescom (10pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3 Abstrak (12pt bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi
tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata
(kosong satu spasi tunggal)
4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract (12pt bold)
Key words (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
Pedoman Penulisan Jurnal
55
5 Bentuk Naskah
-Judul
-Nama Penulis
-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan
literatur dan studi sebelumnya
-Metode Penelitian
(satu spasi tunggal kosong)
mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data
(satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan
(satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)
(satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran
(satu spasi tunggal kosong)
6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran
7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan
dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013
10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis
11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
- Page 1
- Page 2
- Page 3
- Page 4
- Page 5
- Page 6
- Page 69
-