ilmu akhlak

22
ILMU AKHLAK “Pengertian, Dasar dan Tujuaanya” April 1, 2013 Harkaman Akhlak, Pendidikan 3 Comments ILMU AKHLAK “Pengertian, Dasar dan Tujuaanya” A. Pengertian Ilmu Akhlak Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas seputar akhlak baik dan buruk serta sifat terpuji dan tercela, berikut sifat-sifat yang harus diperkuat atau dihilangkan. Ilmu akhlak berbicara tentang sifat-sifat, semisal kedermawanan atau kekikiran, keberanian atau kepengecutan, yang muncul dan hilang berdasarkan ikhtiar kita atau yang dapat dikendalikan manusia.[1] Secara lebih singkat lagi ilmu akhlak didefinisikan sebagai pengenalan terhadap kemuliaan akhlak dan ketercelaannya.[2] Ilmu Akhlak menuntun manusia untuk berbuat baik dan bagaimana melakukannya, selain itu juga agar manusia dapat menghindari sifat-sifat buruk. Dapat diketahui di sini bahwa sasaran atau objek pembahasan ilmu akhlak adalah menilai baik dan buruk, benar dan salah, pantas dan tidak pantas, serta mana yang harus dan mana yang tidak boleh dari segala sifat atau tindakan manusia yang dilakukan dalam keadaan sadar.[3] Dengan demikian, Ilmu Akhlak memuat dua pesan penting bagi manusia guna mencapai kebahagian lahir dan batin.Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Ilmu Akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.[4] B. Dasar-dasar Ilmu Akhlak Menolong orang lain, suka memberi, adil, dermawan, mengapa beberapa perbauatan tersebut dinilai sebagai kebaikan? Dan mengapa juga kebohongaan, kezaliman, kekerasan dinilai sebagai keburukan? Untuk menjawab pertanyaan yang muncul tersebut harus dijawab dengan argumen yang kuat dan mempunyai dasar. Perbuatan-perbuatan yang mempunyai nilai baik dan buruk, mempunyai dasar-dasar yang jelas. Pada pembahasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa ada ilmu yang

Upload: rinigunawan

Post on 25-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ILMU AKHLAK

TRANSCRIPT

Page 1: ILMU AKHLAK

ILMU AKHLAK “Pengertian, Dasar dan Tujuaanya”

April 1, 2013Harkaman Akhlak, Pendidikan 3 Comments

ILMU AKHLAK

“Pengertian, Dasar dan Tujuaanya”

A.    Pengertian Ilmu Akhlak

 Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas seputar akhlak baik dan buruk serta sifat terpuji dan tercela,

berikut sifat-sifat yang harus diperkuat atau dihilangkan. Ilmu akhlak berbicara tentang sifat-sifat, semisal

kedermawanan atau kekikiran, keberanian atau kepengecutan, yang muncul dan hilang berdasarkan ikhtiar

kita atau yang dapat dikendalikan manusia.[1] Secara lebih singkat lagi ilmu akhlak didefinisikan sebagai

pengenalan terhadap kemuliaan akhlak dan ketercelaannya.[2]

Ilmu Akhlak menuntun manusia untuk berbuat baik dan bagaimana melakukannya, selain itu juga agar

manusia dapat menghindari sifat-sifat buruk. Dapat diketahui di sini bahwa sasaran atau objek

pembahasan ilmu akhlak adalah menilai baik dan buruk, benar dan salah, pantas dan tidak pantas, serta

mana yang harus dan mana yang tidak boleh dari segala sifat atau tindakan manusia yang dilakukan

dalam keadaan sadar.[3]

Dengan demikian, Ilmu Akhlak memuat dua pesan penting bagi manusia guna mencapai kebahagian lahir

dan batin.Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan

yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.

Ilmu Akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian baik dan buruk, ilmu yang

mengajarkan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan

mereka.[4]

B.     Dasar-dasar Ilmu Akhlak

Menolong orang lain, suka memberi, adil, dermawan, mengapa beberapa perbauatan tersebut dinilai

sebagai kebaikan? Dan mengapa juga kebohongaan, kezaliman, kekerasan dinilai sebagai keburukan?

Untuk menjawab pertanyaan yang muncul tersebut harus dijawab dengan argumen yang kuat dan

mempunyai dasar.

Perbuatan-perbuatan yang mempunyai nilai baik dan buruk, mempunyai dasar-dasar yang jelas. Pada

pembahasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa ada ilmu yang membahas dan meberikan klarifikasi

pada persoalan baik dan buruk, itulah Ilmu Akhlak. Tentunya ilmu tersebut mempunyai dasar. Adapun

dasar-dasar Ilmu Akhlak adalah sebagai berikut:

1. Al-Qur’an[5]

Page 2: ILMU AKHLAK

Al-Qur’an sebagai dasar (rujukan) Ilmu Akhlak yang pertama, hal ini dinilai karena keontetikannya yang

lebih tinggi, dibandingkan dengan dasar-dasar yang lain. Mengingat al-Qur’an merupakan firman Tuhan,

sehingga tidak ada keraguan baginya untuk dijadikan sebagai dasar atau asas. Walau nantinya ada

beberapa perangkat yang diperlukan untuk mendukungnya. Dan tidak akan dibahas di sini, karena ada

ilmu khsusus yang membahasnya.

Nilai-nilai yang ditawarkan oleh al-Qur’an sendiri sifatnya komprehensif. Perbuatan baik dan buruk sudah

dijelaskan di dalamnya. Hanya saja, ada yang perlu diperhatikan. Mengingat ada banyak ayat-ayat al-

Qur’an yang membutuhkan penafsiran. Sehingga untuk mememudahkan, orang-orang akan merujuk

kepada al-Hadits ( sebagai Asbabun Nuzul suatu ayat) dan al-Aqlu (penalaran akal). Sejauh manakah

campur tangan kedua dasar tersebut pada persoalan Ilmu Akhlak. Pastinya al-Hadits dan al-Aqlu  tidak

akan merubah pesan yang ingin disimpaikan oleh al-Qur’an.

1. Al-Hadits

Asbabul Wurud suatu hadits berbeda-beda. Ada hadits yang dikeluarkan oleh Nabi karena seorang

sahabat bertanya kepadanya, karena Nabi menegur seorang sahabat, karena peringatan dan penjelasan

Nabi terhadap al-Qur’an.

Dalam riwayat Aisyah pernah ditanya oleh seseorang tentang akhlak Nabi. Aisyah menjawab akhlak Nabi

adalah al-Qur’an.[6] Dengan demikian, Nabi merupakan interpretasi yang hidup terhadap al-Qur’an.

Karena segala ucapan (Qauliyah), perbuatan (Fi’liyah), dan penetapan (Taqririyah)   merupakan sebuah

wahyu dari Allah, dan apa-apa yang datang dari Nabi senantiasa terjaga.[7] Dapat disimpulkan bahwa al-

Qur’an dan al-Hadits berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT.

Di dalam al-Qur’an terlah dijelaskan bahwa Nabi itu peribadi yang agung[8]. Karena memang pada dirinya

terdapat sebuah suri tauladan yang baik[9]. Keistimewaan tersebut, tidak hanya diakui oleh umat Islam

saja, akan tetapi non-muslimpun mengakui hal tersebut. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh

Machael H. Hart tentang 100 tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah, dia menyatakan bahwa Nabi

Muhammad menduduki posisi pertama.[10] Jelaslah bahwa tidak ada kecacatan dalam peribadi Nabi,

karena memang tugas diutusnya beliau adalah  untuk menyempurnakan akhlak.[11]

1. Al-Aqlu (Akal)

Salah satu angerah Tuhan kepada manusia yang menjadi esensi dari dirinya adalah akal. Dengannya

manusia dapat berfikir secara rasional, membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Jika manusia dimuliakan oleh Allah karena mempergunakan akalnya dengan baik, maka Allah akan

memberikan ganjaran atas perebuatan baik yang telah dilakukan. Kedudukan manusia di mata Allah akan

melebihi Malaikat apabilah mereka dapat menggunakan potensi yang telah diberikan dengan baik. Dan

begitu pun sebaliknya, orang yang tidak menggunakan potensinya dengan baik, maka derajatnya lebih

rendah dibandingkan dengan binatang.[12]

Mereka yang dapat selamat dari kesesatan adalah orang-orang yang senantiasa mempergunakan akalnya

dengan baik. Kita lihat orang-orang yang tercerahkan sebelum datangnya al-Qur’an, apa yang mereka

jadikan dasar, tidak lain adalah akal mereka. Apakah   Phytagoras, Anaximenes, Aristoteles, Plato,

Socrates, Plotinus, dan beberapa filsuf  lainnya berpegang teguh dan senantiasa mengamalkan al-Qur’an,

tentu tidak, Islam saja belum ada di zaman mereka. Tapi mereka terkenal sebagai orang-orang yang bijak.

C.    Tujuan Ilmu Akhlak

Setelah mengetahui defenisi dan dasar Ilmu Akhlak, maka akan dibahas tujuan dari pada Ilmu Akhlak ini

sendiri, guna memberikan kejelasan lanjutan. Dalam hal ini, ada dua tujuan utama Ilmu Akhlak, yaitu:

1. Tujuan IIlmu Akhlak adalah untuk menyempurnakan prilaku manusia dengan menyodorkan kebaikan.

[13]

Page 3: ILMU AKHLAK

 Dalam pembahasan Ilmu Akhlak dipaparkan tentang hal-hal yang baik dan buruk, guna memahamkan kita

dalam bertingkah laku agar tidak salah mengambil langkah yang akan merugikan diri sendiri, maupun

orang lain dalam lingkungan bermasyarakat.

Pada dasarnya ada dua persoalan yang dibicarakan, yaitu pemaparan tentang kebaikan dan keburukan.

Namun terdapat perbedaan, mepelajari kebaikan untuk mengerjakannya namun mempelajari keburukan

untuk meninggalkannya, serta memberikan kecenderungan untuk berperilaku baik.

1. Tujuan Ilmu Akhlak adalah untuk mencapai tujuan hidup yang ideal.

Setelah kita memahami tentang apa saja yang baik dan yang buruk, maka secara naluri kita akan

berusaha untuk meninggalkan keburukan dan berusaha menuju kepada kebaikan. Karena apa yang

ditawarkan oleh Ilmu Akhlak adalah sebuah peta perjalanan dalam menjalani kehidupan sehari-hari kita.

Mungkin ada sebuah jalan yang bisa ditempuh dan mengantarkan kita kepada tujuan akhir kita, yaitu untuk

mencapai kebahagian.[14] Namun tidak ideal untuk dijadikan sebagai petunjuk  dan pedoman. Dengan

adanya Ilmu Akhlak maka jalan yang seharusnya ditempuh dengan begitu rumit dan menjelemet, akan

terasa nyaman dan penuh dengan kedamaian, karena konsep ideal dari Ilmu Akhlak.

PENGERTIAN AKHLAKOLEH SYIFA SYARIFAH PADA DESEMBER 16, 2013

1. Pengertian Ilmu Akhlak

 a. Akhlak Menurut Bahasa

Akhlaq berasal dari bahasa arab, yaitu jama’ dari kata “khuluq” ( خلوق ) secara bahasa kata ini

memiliki arti perangai atau yang mencakup diantaranya: sikap, prilaku, sopan, tabi’at, etika,

karakter, kepribadian, moral dll. timbang”. Sedangkan menurut Mukhtar Ash Shihah akhlak

adalah berarti watak. Sedangkan menurut Al Firuzabadi akhlak adalah watak, tabi’at,

keberanian, dan agama.[1]

Kemudian, dalam Bashaa-ir Dzawi Al Tamyiz fi Lathaa- if Al Kitab Al Aziz Baashiroh fi Akhlak

adalah pikiran yang lurus. Kata al-khuluqu digunakan pula dalam menciptakan sesuatu yang

tanpa perrmulaan dan tanpa meniru.

Pada dasarnya al khulqu dan al kholqu sama hanya saja al kholqu itu khusus tertuju pada

tingkah – tingkah atau keadaan dan bentuk – bentuk yang bisa dilihat dengan mata,

sedangkan khulqukhusus pada kekuatan dan tabi’at yang ditembus dengan hati. Ibnu Abbas r.a

berkata “maksudnya benar – benar berragama yang agung, agama yang paling kucinta dan tak

ada agam yang Aku ridhoi selain selainna.agama itu adalah islam” kemudian, Alhasan berkata,

“maksudnya etika Al-Qur’an” kemudian Qotadah berrkata “maksudnya sesuatu yang

diperintahkan Allah dan yang dilarang-Nya”. Adapun maknanya adalah “sesungguhnya kamu

benar – benar berakhlak yang telah dipilih Allah untukmu dalam Al – Qur’an.[2] Dalam Ash-

Shohihainai dikatakan, bahwa Hisyam bin Hakim berrtanya kepada ‘Aisyah tentang akhlak

Rosulullah, kemudian ‘Aisyah menjawab, “akhlak beliau adalah akhlak Al-Qur’an”.

Page 4: ILMU AKHLAK

Menurut pendapat saya jika dilihat dari berbagai uraian diatas dapat diambil kesimpulan akhlak

menurut bahasa adalah Tabi’at atau tingkah laku, dan akhlak yang baik adalah tingkah laku yang

sesuai dengan Al-Qur’an

 

1. Akhlak Menurut Terminologi

Prof.Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa

kehendak itu bila dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya itu di sebut akhlak. Contohnya

bila kehendak itu dibiasakan member, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan[3].

Sedangkan menurut syekh Muhammad Nawawi Al Jawiyydalam kitabnya “Murooqiyul ‘Ubudiyah”

Akhlak adalah الروايٍة� و فكر غير من افعالها الي لها داعيٍة للنفس حال akhlak adalah kedaan“  اخالق

didalam jiwa yang mendorong prilaku yang tidak terpikir dan tidak ditimbang”[4]. Dalam buku lain

dijeaskan bahwasanya akhlak menurut terminologi akhlak adalah sebagaimana yang

diungkapkan oleh para ulama:” Gambaran batin seseorang “. Karena pada dasarnya manusia itu

mempunyai dua gambaran :

1. Gambaran zhahir (luar): Yaitu bentuk penciptaan yang telah Allah jadikan padanya

sebuah tubuh. Dan gambaran zhahir tersebut di antaranya ada yang indah dan bagus,

ada yang jelek dan buruk, dan ada pula yang berada pada pertengahan di antara

keduanya atau biasa-biasa saja.

2. Gambaran batin (dalam): Yaitu suatu keadaan yang melekat kokoh dalam jiwa, yang

keluar darinya perbuatan- perbuatan, baik yang terpuji maupun yang buruk (yang dapat

dilakukan) tanpa berfikir atau kerja otak.[5]

Menurrut Imam Maskawaih akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong seseorang

melakukan tindakan – tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan.

Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang berasal dari tabi’at aslinya, dan ada pula yang

diperoleh dari kebiasaan yang berulang – ulang. Boleh jadi pada mulanya tindakan – tindakan itu

melalui pikiran dan pertimbangan, kemidian dilakukan terum – menerus maka jadilah suatu bakat

dan akhlak.[6]

Kemudian Al – Ghozali mendifinisikan akhlak sebagai suatu ungkapan tentang keadaan pada

jiwa bagian dalam yang melahirkan macam – macam tindakan dengan mudah, tanpa

memerlukan pikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. Dari dua devinisi diatas, kita dapat

memahami beberapa hal, diantaranya:

Akhlak itu suatu keadaan bagi diri, maksudnya ia merupakan suatu sifat yang dimiliki

aspek jiwa manusia, sebagaimana tindakan merupakan suatu sifat bagi aspek tubuh

manusia

Sifat kejiwaan mesti menjadi bagian terdalam, maksudnya keberadaan sifat itu tida

terlihat. Ia diwujudkan pad orangnya sebagai kebiasaan yang terus – meenerus selama

ada kesempatan. Oleh karena itu, orang kikir yang hanya bersedekah sekali selama

hidupnya belum disebut pemurah.

Page 5: ILMU AKHLAK

Sifat kewajiban yang merupakan bagian terdalam itu melahirkan tindakan – tindakan

dengan mudah. Maksudnya, tindakan itu tidak sulit dilakukan. Oleh karena itu, orang

jahat yang bersikap malu, tidak disebut pemalu.

Munculnya tindakan – tindakan dari keadaan jiwa atau bakat kejiwaan itu tanpa dipikir

atau dipertimbangkan lebih dahulu. Maksudnya, tanpa ragu – ragu dan tanpa memilih

waktu yang cocok. Akhlak itu sudah menjadi adat dan kebiasaan maka tindakan itu

lakukan tanpa berpikir, meskipun pemikirannya aktif dalam mempertimbangkan dari

berbagai segi. Orang dermawan misalnya, ia tidak ragu – ragu untuk memberi dan

berkorban, tetapi ia hanya mempertimbangkan dari segi kebaikan, jenis kebaikan itu atau

sifat pribadi yang suka memberi. Jadi pemikirannya itu hanya diarahkan pada segi

kebaikan dan aspek – aspeknya saja.

Dari akhlak itu ada yang bersifat dan tabi’at dan alami. Maksudnya, bersifat fitroh

sebagai pembawaan sejak lahir, misalnya sabar, inta, dan malu

Dari akhlak juga ada hasil yang diupayakan, yakni lahir dari kebiasaan, latihan dan

lingkungan, misalnya takut dan berani.

Kata akhlak dipakai untuk perbuatan terpuji dan perbuatan tercela. Oleh karena itu,

akhlak memerlukan batasan, agar dikatan akhlak terpuji dan akhlak tercela

Akhlak yang didahului tindakan – tindakan kejiwaan, ia menjadi langkah terakhir dari

tindakan – tindakan itu.

Yang pertama kali datang pada hati manusia adalah ide yakni perkataan diri. Setelah itu, diri

manusia berbicara kepada hati tentang berbagi hal, maka hati itu cenderung pada salah satu hal

tersebut.

Kecendrungan adalah tujuannya seseorang pada salah satu ide yang tergambar dalam hati dan

ingin mencapai tujuan dan ide tersebut. Jikia salah kecendrungan mengalahkan kecendrungan –

kecendrungan yang lainnya, kecendrungan itu menjadi harapan.

Harapan adalah menangnya salah satu kecendrungan atas semua kecendrngan atas semua

kecendrungan dalam hati seseorang. Jika orang itu memikirkan dan mempertimbangkan

harapan ini secara matang, lalu membulatkan tekad kepadanya, harapan ini menjadi suatu

keinginan.

Keinginan adalah sifat  diri yang telah membulatkan tekad terhdap salah satu harapan diatas

untuk dapat dibuktikan. Jika keinginan itu terus – menerus dan berulang – ulang maka jadilah

suatu adat dan kebiasaan.[7]

 

1. Dasar – Dasar Ilmu Akhlak

Menolong orang lain, suka memberi, adil, dermawan, mengapa beberapa perbauatan tersebut

dinilai sebagai kebaikan? Dan mengapa juga kebohongaan, kezaliman, kekerasan dinilai

sebagai keburukan? Untuk menjawab pertanyaan yang muncul tersebut harus dijawab dengan

argumen yang kuat dan mempunyai dasar.

Page 6: ILMU AKHLAK

Perbuatan-perbuatan yang mempunyai nilai baik dan buruk, mempunyai dasar-dasar yang jelas.

Pada pembahasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa ada ilmu yang membahas dan

meberikan klarifikasi pada persoalan baik dan buruk, itulah Ilmu Akhlak. Tentunya ilmu tersebut

mempunyai dasar. Adapun dasar-dasar Ilmu Akhlak adalah sebagai berikut:

1. Al-Qur’an[8]

Al-Qur’an sebagai dasar (rujukan) Ilmu Akhlak yang pertama, hal ini dinilai karena

keontetikannya yang lebih tinggi, dibandingkan dengan dasar-dasar yang lain. Mengingat al-

Qur’an merupakan firman Tuhan, sehingga tidak ada keraguan baginya untuk dijadikan sebagai

dasar atau asas. Walau nantinya ada beberapa perangkat yang diperlukan untuk

mendukungnya. Dan tidak akan dibahas di sini, karena ada ilmu khsusus yang membahasnya.

Nilai-nilai yang ditawarkan oleh al-Qur’an sendiri sifatnya komprehensif. Perbuatan baik dan

buruk sudah dijelaskan di dalamnya. Hanya saja, ada yang perlu diperhatikan. Mengingat ada

banyak ayat-ayat al-Qur’an yang membutuhkan penafsiran. Sehingga untuk mememudahkan,

orang-orang akan merujuk kepada al-Hadits ( sebagai Asbabun Nuzul suatu ayat) dan al-

Aqlu (penalaran akal). Sejauh manakah campur tangan kedua dasar tersebut pada persoalan

Ilmu Akhlak. Pastinya al-Hadits dan al-Aqlu  tidak akan merubah pesan yang ingin disimpaikan

oleh al-Qur’an.

1. Al-Hadits

Asbabul Wurud suatu hadits berbeda-beda. Ada hadits yang dikeluarkan oleh Nabi karena

seorang sahabat bertanya kepadanya, karena Nabi menegur seorang sahabat, karena

peringatan dan penjelasan Nabi terhadap al-Qur’an.

Dalam riwayat Aisyah pernah ditanya oleh seseorang tentang akhlak Nabi. Aisyah menjawab

akhlak Nabi adalah al-Qur’an.[9] Dengan demikian, Nabi merupakan interpretasi yang hidup

terhadap al-Qur’an. Karena segala ucapan (Qauliyah), perbuatan (Fi’liyah), dan penetapan

(Taqririyah)   merupakan sebuah wahyu dari Allah, dan apa-apa yang datang dari Nabi

senantiasa terjaga.[10] Dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an dan al-Hadits berasal dari sumber

yang sama, yaitu Allah SWT.

Di dalam al-Qur’an terlah dijelaskan bahwa Nabi itu peribadi yang agung.[11] Karena memang

pada dirinya terdapat sebuah suri tauladan yang baik[12]. Keistimewaan tersebut, tidak hanya

diakui oleh umat Islam saja, akan tetapi non-muslimpun mengakui hal tersebut. Dalam sebuah

penelitian yang dilakukan oleh Machael H. Hart tentang 100 tokoh yang paling berpengaruh

dalam sejarah, dia menyatakan bahwa Nabi Muhammad menduduki posisi pertama. [13]Jelaslah

bahwa tidak ada kecacatan dalam peribadi Nabi, karena memang tugas diutusnya beliau adalah

untuk menyempurnakan akhlak.[14]

1. Al-Aqlu (Akal)

Page 7: ILMU AKHLAK

Salah satu angerah Tuhan kepada manusia yang menjadi esensi dari dirinya adalah akal.

Dengannya manusia dapat berfikir secara rasional, membedakan antara yang hak dengan yang

bathil.

Jika manusia dimuliakan oleh Allah karena mempergunakan akalnya dengan baik, maka Allah

akan memberikan ganjaran atas perebuatan baik yang telah dilakukan. Kedudukan manusia di

mata Allah akan melebihi Malaikat apabilah mereka dapat menggunakan potensi yang telah

diberikan dengan baik. Dan begitu pun sebaliknya, orang yang tidak menggunakan potensinya

dengan baik, maka derajatnya lebih rendah dibandingkan dengan binatang.[15]

Mereka yang dapat selamat dari kesesatan adalah orang-orang yang senantiasa

mempergunakan akalnya dengan baik. Kita lihat orang-orang yang tercerahkan sebelum

datangnya al-Qur’an, apa yang mereka jadikan dasar, tidak lain adalah akal mereka. Apakah  

Phytagoras, Anaximenes, Aristoteles, Plato, Socrates, Plotinus, dan beberapa filsuf  lainnya

berpegang teguh dan senantiasa mengamalkan al-Qur’an, tentu tidak, Islam saja belum ada di

zaman mereka. Tapi mereka terkenal sebagai orang-orang yang bijak.[16]

1. Tujuan Kajian Ilmu Akhlak

Setelah mengetahui defenisi dan dasar Ilmu Akhlak, maka akan dibahas tujuan dari pada Ilmu

Akhlak ini sendiri, guna memberikan kejelasan lanjutan. Dalam hal ini, ada dua tujuan utama

Ilmu Akhlak, yaitu:

1. Tujuan IIlmu Akhlak adalah untuk menyempurnakan prilaku manusia dengan

menyodorkan kebaikan,[17]

 Dalam pembahasan Ilmu Akhlak dipaparkan tentang hal-hal yang baik dan buruk, guna

memahamkan kita dalam bertingkah laku agar tidak salah mengambil langkah yang akan

merugikan diri sendiri, maupun orang lain dalam lingkungan bermasyarakat.

Pada dasarnya ada dua persoalan yang dibicarakan, yaitu pemaparan tentang kebaikan dan

keburukan. Namun terdapat perbedaan, mepelajari kebaikan untuk mengerjakannya namun

mempelajari keburukan untuk meninggalkannya, serta memberikan kecenderungan untuk

berperilaku baik.

1. Tujuan Ilmu Akhlak adalah untuk mencapai tujuan hidup yang ideal.

Setelah kita memahami tentang apa saja yang baik dan yang buruk, maka secara naluri kita

akan berusaha untuk meninggalkan keburukan dan berusaha menuju kepada kebaikan. Karena

apa yang ditawarkan oleh Ilmu Akhlak adalah sebuah peta perjalanan dalam menjalani

kehidupan sehari-hari kita.

Mungkin ada sebuah jalan yang bisa ditempuh dan mengantarkan kita kepada tujuan akhir kita,

yaitu untuk mencapai kebahagian.[18]Namun tidak ideal untuk dijadikan sebagai petunjuk  dan

pedoman. Dengan adanya Ilmu Akhlak maka jalan yang seharusnya ditempuh dengan begitu

Page 8: ILMU AKHLAK

rumit dan menjelemet, akan terasa nyaman dan penuh dengan kedamaian, karena konsep ideal

dari Ilmu Akhlak.

1. Ruang Lingkup Ilmu Akhlak

Ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-pebuatan manusia, kemudian menetapkannya

apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu

akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang. Akhlak sebagai suatu disiplin ilmu agama sudah sejajar dengan ilmu-ilmu keislaman

lainnya, seperti tafsir, tauhid, fiqh, sejarah islam, dll. Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam

ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan

kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad Amin

mengatakansebagaiberikut : Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia

yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.

Kemudian menurut Muhammad Al-Ghazali akhlak menurutnya bahwa kawasan pembahsaan

ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebgai individu maupun kelompok.

Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengan etika, walaupun

pengidentikkannya ini tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang mengidentikkan antar a\akhlak

dengan etika mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat

manusia. Namun perlu ditegaskan kembali bahwa yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak disini

adalah perbuatan akhlak yang memiliki ciri-ciri dilakukan atas kehendak dan kemauan,

sebenarnya mendarah daging dan telah dilakukan secara kontinyu atau terus-menerus dalam

kehidupannya.[19]

Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:

1. Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan

nafsunya, sehingga pelakunya disebut al-jahil ( الخاهل ).

2. Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena

nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga pelakunya disebut al-jahil al-dhollu ( الجاهل.( الّض$ال$

3. Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya

sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya

disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq (  الفاسق الّض$ال$ .( الجاهل

4. Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya,

sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya

kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang

melakukannya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq al-syarir (  رير الّش$ الفاسق الّض$ال$ .( الجاهل

Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan ketiga masih

bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali tidak bisa dipulihkan

kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk memberikan hukuman mati bagi

Page 9: ILMU AKHLAK

pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalau dibiarkan hidup, besar

kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak.

 

 

1. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu – Ilmu Lainnya

1. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf

     Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang berdekatan. Akhlak dalam

pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf

mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar

dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.

Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-hal yang terkait

dengan kebaikan dan keburukan jiwa.

     Para ahli ilmu tasawuf membagi tasawuf menjadi tiga bagian, yaitu tasawuf falsafi, tasawuf

akhlaki dan tasawuf amali. Ketiga macam ini mempunyai tujuan sama yaitu untuk mendekatkan

diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri

dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf

seseorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia .

2. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid

     Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid merupakan hubungan yang bersifat

berdekatan, sebelum membahas lebih jauh apa hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu

Tauhid terlebih dahulu kita mengingat kembali apa pengertian Ilmu Akhlak dan Ilmu Tauhid.

     Menurut Ibn Maskawih Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan

macam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sedangkan Ilmu Tauhid adalah Ilmu yang membahas tentang cara-cara mengEsakan Tuhan

sebagai salah satu sifat yang terpenting diantar sifat Tuhan lainnya. Ilmu Tauhid dengan segala

nama lainnya (Ushul al-Din, al-‘Aqaid), ilmu ini sangatlah penting yang tidak boleh dibuka atau

dilepaskan begitu saja karena bahayanya sangat besar bagi kehidupan manusia. Selain itu ilmu

Tauhid juga disebut ilmu kalam. Dalam ilmu ini menimbulkan pertentangan yang cukup keras

dalam umat Islam. Sebagian berpendapat kalam Tuhan itu adalah makhluk, sebagian

berpendapat kalam Tuhan adalah qadim .

Hubungan Ilmu antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid dapat dilihat melalui beberapa analisis

Page 10: ILMU AKHLAK

1. dilihat dari segi obyek pembahasannya, Ilmu Tauhid sebagaimana diuraikan di atas

membahas masalah Tuhan baik dari segi Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya. Kepercayaan

yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu, akan menjadi landasan sehingga

perbuatan yang dilakukan manusia semata-mata karena Allah SWT. Dengan demikian

Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas dan keikhlasan ini

merupakan salah satu akhlak yang mulia.

2. dilihat dari segi fungsinya, Ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid

tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja,

tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh

terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Misalnya jika seseorang beriman

kepada malaikat, maka yang dimaksudkan antara lain adalah agar manusia meniru sifat-

sifat yang terdapat pada malaikat, seperti sifat jujur, amanah, tidak pernah durhaka dan

patuh melaksanakan segala yang diperintahkan Tuhan, percaya kepada malaikat juga

dimaksudkan agar manusia merasa diperhatikan dan diawasi oleh para malaikat,

sehingga ia tidak berani melanggar larangan Tuhan.

Dengan cara demikian percaya kepada malaikat akan membawa kepada perbaikan akhlak yang

mulia. Dari uraian yang agak panjang lebar ini dapat dilihat dengan jelas adanya hubungan yang

erat antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu Tauhid dengan perbuatan baik yang dibahas

dalam Ilmu Akhlak. Ilmu Tauhid tampil dalam memberikan bahasan terhadap Ilmu Akhlak, dan

Ilmu Akhlak tampil memberikan penjabaran dan pengamalan dari Ilmu Tauhid. Tauhid tanpa

akhlak yang mulia tidak akan ada artinya dan akhlak yang mulia tanpa Tauhid tidak akan kokoh.

Selain itu Tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan

tersebut. Disinilah letaknya hubungan yang erat dan dekat antara Tauhid dan Akhlak .

3. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa

Ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses mental yang

terjadi pada manusia. Dengan kata lain, ilmu ini meneliti tentang peranan yang dimainkan dalam

perilaku manusia. Psikologi meneliti tentang suara hati (dhamir), kemauan (iradah), daya ingat,

hafalan, prasangka (waham), dan kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia. Itu semua

menjadi lapangan kerja jiwa yang menggerakkan perilaku manusia.

Prof. Ahmad Luthfi berpendapat, “ilmu akhlak tidak akan bisa dijabarkan dengan baik tanpa

dibantu oleh ilmu jiwa (psikologi)”. Itulah yang menyebabkan Imam Al-Ghozali sebelum mengajar

ilmu akhlak, beliau mengajarkan terlebih dahulu kepada muridnya mengenai ilmu jiwa, dan itulah

mengapa Imam Al Ghazali menyusun kitab Ma’arijul Qudsi Fi Madaariji Ma’riftin Nafsi.

Ilmu jiwa mengarahkan pembahasan pada aspek batin yang di dalam Qur’an diungkapkan

dengan istilah insan. Dimana istilah ini berkaitan erat dengan kegiatan manusia yaitu kegiatan

belajar, tentang musuhnya, penggunaan waktunya, beban amanah yang dipikulkan, konsekuensi

usaha perbuatannya, keterkaitan dengan moral dan akhlak, kepemimpinannya, ibadahnya dan

kehidupannya di akhirat. Quraish Shihab mengemukakan bahwa secara nyata terlihat dan

sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik dan sebaliknya.

Page 11: ILMU AKHLAK

Dalam diri manusia terdapat potensi rohaniah yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan.

Potensi rohaniah secara lebih dalam dikaji dalam ilmu jiwa. Untuk mengembangkan ilmu akhlak

kita dapat memanfaatkan informasi yang diberikan oleh ilmu jiwa.

4. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan

Ilmu pendidikan sebagai dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara mengenai berbagai

aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain

dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan , materi pelajaran kurikulum, guru, metode, sarana

dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar mengajar dan lain sebagainya. Ahmad D.

Marimba misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup

seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan

penyerahan diri kepadanya. Sementara itu mohd. Athiyah al-abrasyi, mengatakan bahwa

pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam , dan Islam telah menyimpulkan bahwa

pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al

attas mengatakan bawa tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul

Fatah Jalal mengatakan bahwa pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba

Allah.

Jika rumusan dari keempat tujuan pendidikan adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang

patuh dan tunduk melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya serta memiliki

sifat-sifat dan akhlak yang mulia. Rumusannya ini dengan jelas menggambarkan bahwa antara

pendidikan Islam dengan ilmu akhlak ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan Islam

merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak. Bertolak

dari rumusan tujuan pendidikan tersebut , maka seluruh aspek pendidikan lainnya, yakni materi

pelajaran, guru, metode, sarana dan sebagainya harus berdasarkan ajaran Islam.

5. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat

Sebagaimana Ilmu Tasawuf, Ilmu Filsafat juga mempunyai hubungan yang berdekatan dengan

Ilmu akhlak. Pengertian Ilmu Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menyelidiki segala

sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Filsafat memiliki

bidang-bidang kajiannya mencakup berbagai disiplin ilmu antara lain:

 

1. Metafisika: penyelidikan di balik alam yang nyata

2. Kosmologo: penyelidikan tentang alam (filsafat alam)

3. Logika: pembahasan tentang cara berfikir cepat dan tepat

4. Etika: pembahasan tentang timgkah laku manusia

5. Theodica: pembahasan tentang ketuhanan

6. Antropologi pembahasan tentang manusia

 

Page 12: ILMU AKHLAK

Dengan demikian, jelaslah bahwa etik atau akhlak termasuk salah satu komponen dalam filsafat.

Banyak ilmu-ilmu yang pada mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu tersebut kian

meluas dan berkembang akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat.

Demikian juga etika atau akhlak, dalam proses perkembangannya, sekalipun masih diakui

sebagian bagian dalam pembahasan filsafat, kini telah merupakan ilmu yang mempunyai

identitas sendiri.

Akhlak merupakan bagian dari syari’at Islam, yakni bagian dari perintah dan larangan Allah. Akhlaak merupakan sifat yang harus dimiliki seorang muslim guna menyempurnakan pengamalannya terhadap Islam.

Definisi Akhlak 

Secara bahasa, akhlak berasal dari kata al-khuluq yang berarti kebiasaan (al- sajiyyah) dan tabiat (al-thab’u). Sedangkan secara istilah, akhlak adalah sifat-sifat yang diperintahkan Allah kepada seorang muslim untuk dimiliki tatkala ia melaksanakan berbagai aktivitasnya. Sifat-sifat Akhlak ini nampak pada diri seorang muslim tatkala dia melaksanakan berbagai aktivitas —seperti ibadah, mu’amalah dan lain sebagainya— apabila ia melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut secara benar. Misalnya, akan nampak pada dirinya sifat khusyuu’ di dalam sholat. Allah berfirman:

Sesunggunya beruntunglah orang-orang yang mukmin, yakni orang-orang yang khusyuu’ di dalam sholatnya (TQS. Al Mu-minuun[23]: 1-2). 

Sifat lembutpun nampak pada diri seorang pengemban da’wah tatkala ia melakukan diskusi dengan masyarakat. Allah berfirman tatkala menggambarkan sifat Rasulullah saw:

Maka karena rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu… (TQS. Ali ‘Imraan[3]: 159). 

Dalam hal lain, akan terlihat pada diri seorang muslim sikap berani tatkala ia melakukan koreksi terhadap penguasa yang zhaalim. Rasulullah saw bersabda:

Pemimpin para syuhada adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang zhalim kemudian ia menasehatinya, lantas penguasa itu membunuhnya. 

Diri seorang muslimpun akan dihiasi dengan kesabaran (al-shabr) dan menguatkan kesabaran (mushaabarah) tatkala menanggung derita dan tatkala menghadapi musuh. Allah swt berfirman:

Hai orang-orang yang beriman bersabarlah kalian dan teguhkanlah kesabaran kalian… (TQS. Ali ‘Imraan[3]: 200). 

Ia pun akan dihiasi dengan sifat mendahulukan orang lain, yakni mengutamakan

Page 13: ILMU AKHLAK

orang lain untuk mendapatkan kebaikan dibandingkan dirinya sendiri. Dia rela berlapar-lapar diri demi orang lain. Allah swt berfirman:

…dan mereka mengutamakan (orang Muhajirin) atas (kepentingan) mereka walaupun mereka dalam kesusahan… (TQS. Al Hasyr[59]: 9). 

Kita pun bisa melihat tatkala Ali bin Abi Thalib rela menempati temat tidur Rasulullah pada malam terjadinya persekongkolan (konspirasi) orang-orang musyrik untuk membunuh Beliau saw Ia mengorbankan dirinya demi Rasulullah saw. Seorang penguasa, akan memiliki sifat adil di tengah-tengah masyarakatnya. Allah swt berfirman:

dan apabila kamu menghukum di tengah-tengah manusia maka hendaklah kamu menghukum dengan adil (TQS. AN Nisaa[4]: 58). 

Selain yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa sifat Akhlak lainnya yang diperintahkan oleh Allah untuk dimiliki setiap muslim, diantaranya adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik (‘iffah), dermawan, tawaadhu’, dan lain sebagainya. Di samping itu, terdapat pula beberapa sifat Akhlak tercela yang dilarang oleh Islam, diantaranya adalah berdusta, menghasud, zhalim, menipu, riya’, malas, penakut (al jubnu), membicarakan orang lain (ghiibah), dan lain sebagainya. Allah swt berfirman:

…dan dari kejahatan orang yang menghasud… (TQS. Al Falaq [113]: 5). 

Rasulullah saw bersabda: Yaa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kepenakutan, kepikunan, dan kekikiran

Kekhususan- kekhususan Akhlak Islami

1. Akhlak Islami tidak mungkin dipisahkan dari hukum-hukum syari’at lainnya, semisal ibadah, mu’amalah, dan lain-lain. Khusyu’ misalnya, ia tidak akan tampak kecuali di dalam sholat. Begitu pula jujur dan amanah akan tampak di dalam mu’amalat. Sehingga, Akhlak tidak mungkin dipisahkan dari perintah-perintah dan larangan-larangan Allah lainnya, sebab, Akhlak merupakan sifat yang tidak akan tampak pada diri seseorang kecuali tatkala ia melakukan aktivitas tertentu.

2. Akhlak Islami tidak tunduk kepada keuntungan materi (al-naf’iyyah al-maadiyah). Yang dituntut dari seorang muslim adalah terhiasinya dirinya dengan sifat-sifat Akhlak ini, yang kadang membawa kemudharatan dan kadang mendatangkan kemanfaatan. Berkata jujur di hadapan penguasa yang zhalim misalnya, dan keberanian melakukan kritikan kepada penguasa itu, maka hal itu bisa jadi akan membuatnya menanggung siksaan. Rasulullah saw bersabda:

Pemimpin para syuhada adalah hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang zhalim dan menasehatinya, kemudian penguasa itu membunuhnya

3. Akhlak Islami sebagaimana halnya aqidah Islam selaras dengan fitrah

Page 14: ILMU AKHLAK

manusia. Misalnya, memuliakan tamu dan membantu orang sedang yang membutuhkan selaras dengan naluri mempertahan eksistensi diri (ghariizat ul baqa). Khusyu’ dan tawaadhu’ sesuai dengan naluri beragama(ghariizat ut tadayyun). Sedangkan kasih sayang dan berbuat kebajikan, sejalan dengan naluri melestarikan jenis (ghariizat al-nau’).

Pengaruh Akhlak

1. Sesungguhnya akhlak maupun kewajiban-kewajiban syari’at yang lain akan menjadikan seorang muslim memiliki kepribadian yang unik (syakhshiyyah mutamayyizah) tatkala ia bermu’amalat dengan orang lain Itu dapat menjadikan orang-orang mempercayai perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan dirinya.

2. Akhlak Islam menciptakan rasa cinta kasih dan saling menghormati sesama individu-individu dalam keluarga secara khusus, dan antara individu-individu masyarakat secara umum.

Salah satu pengaruh dari Akhlak Islamiyyah adalah, pahala yang akan diberikan Allah swt kepada kepada sorang muslim di akhirat kelak. Orang-orang yang memiliki akhlak yang baik di dunia ini akan menjadi kerabat Rasulullah saw di akhirat dan menemani Beliau dalam merasakan kenikmatan surga. Rasulullah saw bersabda: 

Sesungguhnya yang paling kucintai di antara kalian, dan orang yang paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang palimg baik akhlaknya. (HR. Bukhari)

Ketika Rasulullah saw ditanya tentang kebanyakan orang yang masuk syurga, maka Rasulullah bersabda: "Yang paling bertaqwa kepada Allah dan paling baik akhlaknya."

Ilmu Akhlak (Tingkah laku, Budi pekerti, Tabiat atau perangai)POSTED BY AHMAD MUJIBUR POSTED ON 10:15:00 PM WITH NO COMMENTS

Page 15: ILMU AKHLAK

A. Pengertian Ilmu Akhlak

Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun ( oقp ل pخ) yang menurut bahasa berarti

budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun ( oقq ل rَج) yang berarti

kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq ( oقt ال rَج) yang berarti sang pencipta,

demikian pula dengan mkhluqun ( oقqوp ل qجrم) yng berarti yang diciptakan.

Kata akhlak adalah jamak dari kata khalqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak

sebagaimana telah disebutkan di atas. Baik kata akhlak atau pun khuluk kedua-duanya dijumpai

pemakaiannya baik dalam Al Qur’an maupun Al Hadits, sebagai berikut:

القلم ( : � qم عrِظtي لpق� pخ rعrلrى ل rَكz tَّن ا r4و(

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al Qalam: 4)

( الترمذى ( رواه pق�ا ل pخ qمpهp ن rَسqحr ا rو �ا qَمrاَّن tي ا rنq tي qلَمpْؤqمtن ا pلrَمq rْك ا

Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi

pekertinya. (HR. Tirmidzi)

Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian

menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang

buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya

mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan

tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dalam pengertian yang

hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M Abdullah Dirroz, mengemukakan definisi akhlak

sebagai berikut:

“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana

berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak

yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).”

Selanjutnya menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai

manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:

1. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi

kebiasaan. 

2. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena

Page 16: ILMU AKHLAK

adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga

menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain

sebagainya.

Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan

memiliki satu kemiripan antara satu dengan lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara

substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat

dalam perbuatan akhlak, yaitu:

1. Pebuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga

telah menjadi kepribadiannya.

2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.

3. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang

mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. 

4. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan

main-main atau karena bersandiwara.

5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah

perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji

orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.

Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu

ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan , aliran dan para tokoh yang

mengembangkannya. Kesemua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk

satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.

Ma’arif ilmu akhlak adalah:

rَغrلzى rت tت ل qهrا rوqِقtي َت tٍةr qفtي rي وrْك tلt َذrاِئ zالرt ِب rو tهrا ِب pسqفr qلن ا rعrلzى rت tت ل tهrا rاِئ tن tِقqت ا tٍةr qفtي rي ْك rو tلt qفrّضrاِئ tال ِب pمq qلعtل ا

Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang

keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong dari padanya. 

Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah:

tِحq qلقpْب ا rو tنrَسrلَحq tا ِب pُفrَصqوp َت tى zت ال pالrَمqعr qَأل ا tِهt ِب pقz rعrل rت َت oاٌمr rحqك ا pِهpعqوpُضqوrم pمq qلعtل ا

Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan

manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk. 

Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata

krama.

B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak

Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian

menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang

buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya

mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan

tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. 

Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian

terhadap suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan

kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan sebagai

berikut:

Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan

tersebut ditentukan baik atau buruk. 

Dengan demikian terdapat akhlak yang bersifat perorangan dan akhlak yang bersifat kolektif.

Page 17: ILMU AKHLAK

Jadi yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak di sini adalah perbuatan yang memiliki ciri-ciri

sebagaimana disebutkan di atas, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan.

Sebenarnya, mendarah daging dan telah dilakukan secara terus-menerus sehingga mentradisi

dalam kehidupannya. Perbuatan atau tingkah laku yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut tidak

dapat disebut sebagai perbuatan yang dijadikan garapan Ilmu Akhlak, dan tidak pula termasuk

ke dalam perbuatan akhlaki.

Dengan demikian perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang dilakukan dengan tidak

senganja, atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan tidak atas dasar

pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:

الزار ( ) اِبى عن الَمخٍة اِبن رواه tِهq rي عrل qرtهpوqا pك ت qاس مrا rو rاَنr ي qَس� الن rوr qلخrَطrَأ ا tى مzت

p ُأ qنrع rو لtى zرrاو rخr َت rعrالrى َت rاللِه zَنt ا

Bahwasanya Allah memaafkanku dan ummatku yang berbuat salah, lupa dan dipaksa. ( HR.

Ibnu Majah dari Abi Zar )

Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas kita dapat memahami bahwa yang

dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh

manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh,

bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan-perbuatan yang demikian selanjutnya diberi nilai

baik atau buruk. Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur,

yang baik atau buruk menurut siapa, dan apa ukurannya.

Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:

1. Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya,

sehingga pelakunya disebut al-jahil ( الخاهل ).

2. Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena

nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga pelakunya disebut al-jahil al-dhollu ( $الّض$ال الجاهل

).

3. Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya sudah

kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut al-jahil al-

dhollu al-fasiq ( الفاسق الّض$ال$ .( الجاهل

4. Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya, sedangkan

tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan

menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jahil al-

dhollu al-fasiq al-syarir ( رير الّش$ الفاسق الّض$ال$  .( الجاهل

Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan ketiga masih

bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali tidak bisa dipulihkan

kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk memberikan hukuman mati bagi

pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalu dibiarkan hidup, besar

kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak. 

Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak

manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai

orang lain, mengasihani serta menolongnya. Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-

ayat akhlak, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk.

C. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak

Berkenaan dengan manfaat mempelajari Ilmu Akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan sebagai

berikut:

Tujuan mempelajari Ilmu Akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan

Page 18: ILMU AKHLAK

sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang

buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk,

membayar hutang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari hutang

termasuk perbuatan buruk. 

Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk

membersihkan kalbu dari kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi bersih.

Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”disebutkan bahwa akhlak adalah budi pekerti atau kelakuan. ( Balai Pustaka, 1989 : 267 ).Sebagaimana dikutip oleh Fariq ( 2000 : 13 ) Ibnu Atsir menyebutkan “alkhulqu” dan“alkhulqu” dalam AnNihayah (2/70), berarti dien, tabiat dan sifat. Hakikatnya adalah potret batin manusia, yaitu jiwa dan kepribadiannya.Al-Utsaimin menegaskan bahwa :

خلقته شكل وهي ظاهرة صورة صورتين اإلنسان ألن ، الباطنة االنسان صورة هو العلم أهل قال كما والخلق

هو ما ومنها حسن جميل ماهو منها الظاهرة  الصورة هذه أن  جميعا نعلم وكما  عليه البدن الله جعل التي

عنه يعبر ما وهذا سيئة وصورة حسنة صورة الى الباطنة الصورة تنقسم وكذلك ذلك مابين ومنها ء سي قبيح

عليها اإلنسان طبع التي الباطنة الصورة هو إذن فالخلق ، الخلق“ Akhlak sebagaimana pendapat para ahli , merupakan bentuk gambaran batin manusia. Karena pada manusia ada dua bentuk yaitu bentuk dzahirah dan bathinah.

1.      Bentuk dzahirah ( eksternal ), yaitu bentuk penciptaan yang Allah jadikan pada tubuh. Sebagaimana yang telah diketahui bersama, bahwa diantara bentuk dzahir ada yang indah dan baik, ada yang jelek lagi buruk, dan ada pula bentuk dzahir yang tengah-tengah atau biasa-biasa saja.

2.      Bentuk bathinah( internal ), bentuk gambaran ini pun sama ada yang baik dan ada yang buruk. Yang dimaksud adalah gambaran   yang melekat kokoh dalam jiwa, yang keluar darinya perbuatan-perbuatan, baik yang terpuji ataupun tercela yang dapat dilakukan tanpa berfikir atau kerja otak. Dan inilah hal yang biasa disebut sebagai akhlak. Dengan demikian akhlak adalah gambaran bathin manusia yang manusia diciptakan atasnya. “  ( Al Utsaimin, 2007: 6).Al Jazairi ( 2005 : 217 ) menjelaskan bahwa akhlak merupakan sifat yang bersemayam dalam hati, dimana hati merupakan tempat muculnya tindakan-tindakan secara spontan, baik tindakan itu benar maupun salah. Menurut tabiatnya sifat ini siap menerima pengaruh pembinaan yang baik, atau pembinaan yang salah kepadanya.

Berdasarkan uraian diatas, penyusun berkesimpulan bahwa menurut tinjauan bahasa akhlak berarti sifat, budi pekerti, perangai kebiasaan atau tingkah laku manusia. Sedangkan dari pengertian akhlak menurut tinjauan para ahli di atas, maka dapat dipahami bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat berupa perbuatan baik, yang kemudian disebut akhlak mulia, atau perbuatan buruk, yang lebih dikenal dengan sebutan akhlak tercela.

Jadi, pada hakikatnya khuluk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan telah menjadi kepribadian sehingga dari situ timbullah beberapa macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ini dinamakan budi pekerti yang mulia dan sebaliknya yang lahir dari kelakuan yang buruk, maka di sebutlah budi pekerti yang tercela.

Page 19: ILMU AKHLAK

Dari sekian penjelasan yang dipaparkan diatas akhirnya penulis berkesimpulan bahwa  yang dimaksudkan pendidikan akhlak di sini adalah proses mengarahkan atau mendidik manusia mengenai ajaran berperilaku baik dan  menjauhi perilaku buruk agar tercapai tujuan yang dicita-citakan, yaitu bahagia di dunia dan akhirat.