pengertian akhlak

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi yang sama, yakni sikap dan perilaku seseorang. Nabi Muhammad saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu. Tujuan dari kajian tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing), ruang lingkupnya, dan pada akhirnya memiliki komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action). Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan karakter keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk

Upload: usi-endriani

Post on 28-Dec-2015

72 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengertian Akhlak

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki

kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses

menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari

bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan

terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir

ini istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi yang sama,

yakni sikap dan perilaku seseorang.

Nabi Muhammad saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya

di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah

masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata

untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun. Nabi

melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu

Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana

inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam

pada waktu itu.

Tujuan dari kajian tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman

yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing), ruang lingkupnya, dan pada akhirnya memiliki

komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-

hari (moral action). Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika,

dan karakter keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu yang

ditekuninya di kehidupannya kelak di tengah masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Urgensi akhlak saat ini ?

2. Bagaimana fungsi akhlak dalam membentuk perilaku manusia ?

3. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akhlaq manusia ?

4. Bagaimana cara untuk membentuk diri agar memiliki akhlaq yang mulia ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui urgensi akhlak saat ini.

2. Untuk mengetahui fungsi akhlak dalam membentuk perilaku manusia.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akhlaq manusia.

4. Untuk mengetahui cara untuk membentuk diri agar memiliki akhlaq yang mulia.

Page 2: Pengertian Akhlak

BAB II

ISI

A. Pengertian Akhlak

Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai,

tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata Khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan

kata khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).

Secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlaq, diantaranya adalah

1. Imam alghazali

“Ahlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan – prbuatan dengan

gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemkiran dan pertimbangan.”

2. Ibrahim anis

“Ahlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam

perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”

3. Abdul Kharim Zaidan

“Ahlaq adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan

timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih

melakukan atau meninggalkannya.”

Ketiga definisi yang dikutip diatas sepakat menyatakan bahwa Ahlaq atau Khuluq itu adalah sifat

yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara sepontan bila mana

diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak

memerlukan dorongan dari luar.

Sifat spontanitas dari akhlaq tersebut dapat diilustrasikan dalam contoh berikut ini. Bila

seseorang menyummbang dalam jumlah besar untuk pembangunan mesjid setelah mendapat

dorongan dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan

membangun mesjid didunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah,

karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar, dan belum tentu

muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperti itu, dia tidak aka

menyumbang, kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah sedikit. Tapi manakala tidak ada

doronganpun dia tetap menyumbang, kapan dan dimana saja, barulah bisa dikatakan dia

memiliki sifat pemurah.

Contoh lain, dalam menerima tamu.bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan

yang lain atau kadang kala ramah dan kadang kala tidak, maka orang tadi belum bisa dikatakan

mempunyai sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak memuliakan

tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.

Dari keterangan diatas jelaslah bagi kita bahwa Ahlak itu harus bersifat konstan, spontan, tidak

temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.

Page 3: Pengertian Akhlak

Sekalipun dari beberapa definisi di atas kata akhlak bersifat netral, belum menunjukan kepada

baik dan buruk, tapi pada umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai dengan sifat

tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia. ( Yunahar, 1999: hlm. 1-2 )

B. Ruang Lingkup Akhlak

Ahmad Azhar Basyir menyebutkan cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan

manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk

penghuni dan yang memperoleh bahan kehidupannya dari alam, serta sebagai makhuluk ciptaan

Allah SWT. Dengan kata lain, akhlak meliputi akhlak pribadi, akhlak keluarga, akhlak sosial,

akhlak politik, akhlak jabatan, akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap alam.

Dalam islam akhlak ( prilaku ) manusia tidak dibatasi pada perilaku sosial, namun juga

menyangkut pada seluruh ruang lingkup kehidupan manusia. Oleh karena itu konsep akhlak

islam mengatur pola kehidupan manusia yang meliputi:

1. Hubungan antara manusia dengan Allah SWT seperti akhlak terhadap Tuhan. Misalnya:

Mengabdi hanya kepada Allah, bertaqwa dan mengabdi hanya kepada Allah, tidak akan

mempersekutukan-Nya dengan apa pun dalam bentuk apa pun, serta dalam keadaan situasi dan

kondisi yang bagaimanapun.

Artinya: “Dan Aku (Allah) tidak ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka

menyembah kepada-Ku”.(QS. Adz-Dzariyat: 56).

2. Hubungan manusia dengan sesamanya

Hubungan manusia dengan sesamanya meliputi hubungan seseorang terhadap keluarganya

maupun hubungan sesorang terhadap masyarakat

a. Akhlak terhadap keluarga yang meliputi akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap istri, akhlak

terhadap suami, akhlak terhadap anak, dan akhlak terhadap sanak keluarga.

Misalnya saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling

menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada ibu bapak, mendidik anak-anak

dengan kasih sayang dan memelihara hubungan silaturrahim.

b. Akhlak terhadap masyarakat yang meliputi: akhlak terhadap tetangga, akhlak terhadap tamu dll.

Misalnya memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang

bersangkutan, saling menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa, menganjurkan anggota

masyarakat termasuik dirin sendiri berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan mencegah orang

lain melakukan perbuiatan jahat dan munkar dan bermusyawarah dalam segala urusan mengenai

kepentingan bersama.

3. Hubungan manusia dengan lingkungannya

Akhlak terhadap manusia lain seperti akhlak terhadap binatang, akhlak terhadaptumbuh-

tumbuhan, dan akhlak terhadap alam sekitar.

Page 4: Pengertian Akhlak

Misalnya sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam

terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang sengaja diciptakan tuhan untuk kepentingan

manusia dan makhluk lainnya, sayang pada sesama makhluk.

4. Akhlak terhadap diri sendiri.

Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan

penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah,

menjauhi larangan dan ketikaditimpa musibah.

Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung

banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan

adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan

dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.

( Alwan, 2005: hlm. 17-18 )

C. kedudukan dan keistimewaan akhlaq dalam islam

Dalam keseluruhan ajaran islam akhlaq menempati kedudukan yang istimewa dan sangat

penting. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa nomor berikut ini :

1. Rasulullah SAW menempatkan penyempurnaan akhlaq yang mulia sebagai misi pokok risalah

Islam. Beliau bersabda : “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia:

(HR. Baihaqi)

2. Akhlaq merupakan salah satu ajaran pokok agama islam, sehingga Rasulullah SAW pernah

mendefinisikan agama itu dengan akhlaq yang baik. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki

bertanya kepada Rasulullah SAW : “ya Rasulullah, apakah agama itu? Beliau menjawab :

(Agama adalah) akhlaq yang baik”. Pendefinisian agama (Islam) dengan akhlaq yang baik itu

sebanding dengan pendefinisian ibadah haji dengan wuquf di Arafah. Rasulullah SAW

menyebutkan, “Haji adalah wuquf di Arafah”. Artinya tidak sah haji seseorang tanpa wuquf di

Arafah.

3. Akhlaq yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat.

Rasulullah SAW bersabda : “Tidak ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan

(kebaikan) seoran hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlaq yang baik.. (HR.

Tirmidzi). Dan yang paling dicintai serta dekat dengan Rasulullah SAW nanti pada hari kiamat

adalah yang paling baik akhlaqnya.

4. Rasulullah SAW menjadikan baik buruknya akhlaq seseorang sebagai ukuran kualitas imannya.

Hal ini dapat kita perhatikan dalam beberapa hadist berikut

a. Rasulullah SAW bersabda : “orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling

baik akhlaqnya” (HR. Tirmidzi)

b. Rasulullah SAW bersabda: “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka

hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari

Page 5: Pengertian Akhlak

akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan

hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Islam menjadikan akhlaq yang baik sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada Allah SWT.

Misalnya shalat, puasa, zakat, dan haji. Perhatikanlah beberapa nash berikut ini :

a. Firman Allah SWT : “..dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-

perbuatan) keji dan mungkar”. (QS.Al-Ankabut 29:45)

b. Sabda Rasulullah SAW : “bukanlah puasa itu hanya menahan makan dan minum saja, tapi puasa

itu menahan diri dari perkataan kotor dan keji. Jika seseorang mencaci atau menjahilimu maka

katakanlah: sesungguhnya aku sedang berpuasa”.(HR. Ibnu Khuzaimah)

c. Firman Allah SWT :”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka..(QS.At-Taubah 9:103)

Dari beberapa ayat dan hadist di atas kita dapat melihat adanya kaitan langsung antara

shalat, puasa, zakat, dan haji dengan akhlaq. Seseorang yang mendirikan shalat tentu tidak akan

mengerjakan segala perbuatan yang tergolong keji dan mungkar. Sebab apalah arti shalatnya

kalau dia tetap saja mengerjakan kekejian dan kemungkaran. Seseorang yang benar-benar

berpuasa demi mencari ridha Allah SWT, di samping menahan keinginanya untuk makan dan

minum tentu juga akan menahan dirinya dari segala kata-kata yang kotor dan perbuatan yang

tercela. Sebab tanpa meninggalkan perbuatan yang tercela itu tidak akan mendapatkan apa-apa

dari puasanya, kecuali hanya rasa lapar dan haus semata. Begitu juga dengan ibadah zakat dan

haji, dikaitkan oleh Allah SWR hikmahnya dengan segala aspel akhlaq. Ringkasnya, akhlaq yang

baik adalah buah dari ibadah yang baik, atau ibadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT

tentu akan melahirkan akhlaq yang baik dan terpuji.

6. Nabi Muhammad SAW selalu berdoa agar Allah SWT membaikkan akhlaq beliau. Salah satu

doa beliau adalah: “(Ya Allah) tunjukillah aku (jalan menuju) akhlaq yang baik karena

sesungguhnya tidak ada yang dapat member petunuk (menuju jalan) yang baik selain Engkau.

Hindarkanlah aku dan akhlaq yang buruk karena sesungguhnya tidak ada yang dapat

menghindarkan aku dari akhlaq yang buruk kecuali Engkau.”(HR.Muslimin)

7. Di dalam Al-Quran banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlaq, baik berupa

perintah untuk berakhlaq yang baik serta pujian dan pahala yang diberikan kepada orang-orang

yang mematuhi perintah itu, maupun larangan berakhlaq yang buruk serta celaan dan dosa bagi

orang-orang yang melanggarnya. Tidak diragukan lagi bahwa banyaknya ayat-ayat Al-quran

tentang akhlaq ini membuktikan betapa pentingnya kedudukan akhlaq di dalam Islam. ( Yunahar,

1999: hlm. 6-10 )

Page 6: Pengertian Akhlak

D. Urgensi Akhlak

Saat ini kita berada di tengah pusaran hegemoni media, revolusi iptek tidak hanya mampu

menghadirkan sejumlah kemudahan dan kenyamanan hidup bagi manusia modern, melainkan

juga mengundang serentetan permasalahan dan kekhawatiran. Teknologi multimedia misalnya,

yang berubah begitu cepat sehingga mampu membuat informasi cepat didapat, kaya isi, tak

terbatas ragamnya, serta lebih mudah dan enak untuk dinikmati. Namun, dibalik semua itu,

sangat potensial untuk mengubah cara hidup seseorang, bahkan dengan mudah dapat merambah

kebilik-bilik keluarga yang semula sarat norma susila. Kita harus kaya informasi dan tak boleh

ketinggalan, jika tidak mampu dikatakan tertinggal. Tetapi terlalu naif rasanya jika mau

mengorbankan kepribadian hanya untuk mengejar informasi dan hiburan. Disinilah akhlak harus

berbicara, sehingga mampu menyaring “ampas negatif” teknologi dan menjaring saripati

informasi positif.

Dengan otoritas yang ada pada akhlakul karimah, seorang muslim akan berpegang kuat

pada komitmen nilai. Komitmen nilai inilah yang dijadikan modal dasar pengembangan akhlak,

sedangkan fondasi utama sejumlah komitmen nilai adalah akidah yang kokoh, akhlak pada

hakikatnya merupakan manifestasi akidah. Akidah yang kokoh berkorelasi dengan akhlakul

karimah. Mencermati fenomena aktual di tengah masyarakat kita dapat diperoleh kesimpulan

sementara bahwa hegemoni media secara umum, hegemoni televisi terasa lebih memunculkan

dampak negatif bagi kultur masyarakat kita. Tidak di pungkiri adanya dampak positif dalam hal

ini, meski terasa belum seimbang dengan “pengorbanan” yang ada. Televisi yang sarat muatan

hedonistis menebarkan jala untuk menjaring pemirsa dengan berbagai tayangan yang seronok

penuh janji kenikmatan, keasyikan, dan kesenangan. Belum lagi penayangan film laga yang

berbau darah, atau iklan yang mengeksploitasi aurat. Adanya sekat-sekat kultur dipandang tidak

relevan di era global ini, sehingga sensor dipandang sebagai sesuatu yang aneh dan tidak

diperlukan lagi. Menghadapai fenomena seperti ini hanya satu tumpuan harapan kita, yakni

pendarah dagingan akhlak melalui keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Adanya fenomena sosial yang muncul dalam beberapa tahun belakangan ini

membutuhkan terapi yang harus dipikirkan bersama. Banyaknya mall, maraknya hiburan malam,

beredarnya minuman keras dan obat terlarang, munculnya amukan massa, merupakan fenomena

yang harus dicermati dan dicari solusinya. Munculnya mall dikota-kota besar, satu sisi membuat

orang betah berbelanja diruang-ruang sejuk yang sarat dengan dagangan tertata rapi dan warna-

warni, tetapi disisi lain sebagian mall mulai di fungsikan untuk mejeng bagi ABG dan mencari

sasaran “pasangan sesaat” dengan imbalan materi maupun kepuasan badani. Menghadapi

kenyataan ini gerakan bina moral serentak untuk menanamkan akhlakul karimah serasa tidak

dapat ditunda lagi.

Page 7: Pengertian Akhlak

Belum lagi munculnya tempat hiburan malam yang dilengkapi dengan minuman keras serta

peredaran obat-obat terlarang yang banyak menimbulkan korban-korban generasi muda.

Menghadapi persoalan ini disamping perlunya pengawasan orang tua terhadap putra-puterinya

dirumah disertai contoh yang baik dalam berakhlakul karimah, juga diperlukan tindakan refresif

dari aparat terkait.Upaya menumbuh kembangkan akhlakul karimah merupakan tanggung jawab

bersama, yakni keluarga, sekolah, pemerinah dan masyarakat. Keempat institusi tersebut

memiliki tanggung jawab bersama untuk mendarah dagingkan akhlakul karimah, terutama

dikalangan generasi muda.

Urgensi akhlak semakin terasa jika dikaitkan dengan maraknya aksi perampokan,

penjambretan, penodongan, korupsi, manipulasi, dan berbagai upaya untuk cepat kaya tanpa

kerja keras. Untuk mengatasi semua kenyataan tersebut tidak cukup hanya dilakukan tindakan

represif melalui penanaman akhlakul karimah. Tanpa upaya prefentif, segala bentuk upaya

represif tidak akan mampu menyelesaikan masalah, karena semua pelaku kejahatan selalu patah

tumbuh hilang berganti. Serangkaian fenomena “miring” tersebut merupakan dampak negatif

dari modernitas yang ada di tengah-tengah kita. Hidup di era global ini tidak memungkinkan

untuk melarikan diri dari kenyataan modernitas. Modernitas tidak perlu dijauhi, karena

kesalahannya tidak terletak pada modernitasnya itu sendiri, tetapi pada tingkat komitmen nilai

dari moralitas bangsa dan umat dalam merespon arus modernitas yang semakin sulit dibendung.

Di dalam menyongsong kemajuan zaman, manusia harus memiliki moral kualitas unggul.

Bangsa yang unggul dalam perspektif Islam adalah bangsa yang berakhlakul karimah. Hal ini

selaras dengan sabda Rasulullah:

Artinya: Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah orang yang paling baik

akhlaknya. ( H.R. Bukhari )

Bahkan dalam hadist lain Rasulullah bersabda:

Artinya: Yang disebut bagus adalah bagus akhlaknya. ( H.R. Muslim ). (Alwan, 2005 : 21-24)

E. Fungsi akhlak dalam membentuk perilaku manusia

Menghadapi kehidupan yang makin garang akibat adanya transformasi sosial-budaya

yang melahirkan nilai-nilai budaya mondial, yang sering jauh dari nilai moral agama itu, iman

dan taqwalah yang mampu menjadi benteng terakhir bagi manusia dari berbagai godaan duniawi.

Dalam hal ini, akhlak merupakan sesuatu yang harus diindahkan. Sebab, akhlak merupakan

indikasi kemuliaan seorang mukmin.“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah

yang paling baik akhlaknya.”(H.R. Tirmidzi). Ada juga hadist yang mengatakan bahwa “Rasa

Page 8: Pengertian Akhlak

malu dan iman itu sebenarnya berpadu menjadi satu, maka jika lenyap salah satunya hilang

pulalah yang lain.” (H.R. Hakim dan Thabrani)

Imam al-Hasan al-bashri mendefinisikan akhlak terpuji dengan definisi yang singkat, namun

padat, “akhlak terpuji, wajah berseri-seri, penuh kemurahan hati, dan menahan diri dari

menyakiti orang lain.”. ( Abdul, 2009 )

Jika direnungkan, sebetulnya konsep akhlak mulia juga tidaklah hanya berhenti pada

sikap dan perilaku santun, luhur dan bajik saja seperti yang kita pahami selama ini. Di dalam

konteks dunia modern seperti saat ini maka pengertian akhlak mulia mencakup pula nilai-nilai

dan tindakan-tindakan positif lain yang membangun ciri-ciri manusia modern. Beberapa contoh

akhlak mulia tersebut misalnya ialah rajin, tekun, ulet, disiplin, tepat waktu, hemat dalam

pengeluaran, menabung, senantiasa ingin belajar, menghargai orang lain, mampu merumuskan

tujuan hidup, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti itulah yang merupakan etika sekaligus ciri-ciri

manusia modern sebagai bagian dari konsep akhlak mulia itu sendiri. Akhlak mulia semacam itu

mampu membangun pribadi manusia serta meningkatkan keandalan diri kita sebagai individu.

Pentingnya memiliki keandalan diri melalui pembiasaan akhlak mulia karena ia merupakan

faktor yang sangat diperlukan oleh setiap orang dalam menghadapi tantangan hidupnya di dunia

ini. Dengan begitu akhlak mulia merupakan bentuk respon positif seseorang dalam menjawab

tantangan internal dirinya maupun tantangan eksternal lingkungannya yang senantiasa berubah.

Respon tersebut dilakukan secara aktif dan kreatif dengan mendayagunakan potensi dirinya. Dan

pada kenyataannya Tuhan memang telah memberikan anugerah potensi dan bakat kepada

manusia untuk kepentingan hidup mereka di dunia. Namun hanya melalui hidup berakhlak mulia

saja potensi dan bakat itu bisa berkembang. Dengan demikian akhlak mulia merupakan faktor

strategis dalam membangun keandalan diri setiap orang sekaligus harus dibiasakan dalam diri

setiap orang. Individu yang berhasil meraih sukses, salah satunya karena ia ditopang oleh faktor

akhlak-akhlak yang positif dan membangun. Sebaliknya, individu yang gagal dalam mengisi

kualitas hidupnya juga sebetulnya dipengaruhi oleh faktor akhlak dan kebiasaan-kebiasaannya

yang kurang positif dalam sikap dan tindakannya

F. faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akhlaq manusia

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap akhlak kita, yaitu pertama adalah Lingkungan

(masyarakat), Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pembentukan akhlak seseorang, baik

itu lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. “Dan Allah mengeluarkan kamu dari

perut Ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu

pendengaran, penglihatan dan hati,agar kamu bersyukur “(Q.S An Nahl : 78). Dalam ayat

tersebut memberi petunjuk bahwa seorang manusia dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui

segala sesuatu oleh sebab itu manusia memiliki potensi untuk dididik. Potensi tersebut bisa

dididik melalui pengalaman yang timbul dilingkungan sekitar anak. Jika lingkungan tempat

Page 9: Pengertian Akhlak

tinggal ia tinggal bersikap baik maka anak pun akan cendrung bersikap baik. Sebaliknya jika

lingkungannya buruk maka anak akan cenderung bersikap buruk. “Setiap anak dilahirkan dalam

keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi yahudi, nasrani

atau majusi” (H.R. Bukhari). Hadits tersebut menjelaskan bahwa lingkungan keluarga (dalam

hal ini adalah kedua orang tua) adalah sebagai pelaksana utama dalam pendidikan akhlak anak.

Ajaran Islam sudah memberi petunjuk yang lengkap kepada orang tua dalam membina akhlak

anak. Jadi apabila orng tua ingin anaknya berakhlak mulia, maka sedari dini hendaklah anak-

anaknya ditanami dengan nilai-nilai Islam. Sebagai orng tua yang berpengaruh terhadap

pembentukan dan keprobadian anak, seharusnyalah orang tua memperhatikan pada pergaulan

anak dilingkungan sekolah maupun di masyarakat. Karena lingkungan sangat berpengaruh pada

proses pembentukan akhlak seseorang. Melalui kerja sama yang baik antara orang tua, guru

disekolah dan tokoh-tokoh masyarakat, maka aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang

diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Lingkungan termasuk konsekuensi pada akhlak

sesorang, jika Allah mengadzab suatu kaum, maka bisa saja orang yang soleh sekalipun apabila

Allah berkehendak, maka ia juga takkan luput dari adzab tersebut. Oleh karena itu, perhatikan

dan mawas lingkunganlah selalu agar tidak terjadi apa yang ditakutkan dari buruknya akhlak

seseorang.

Kedua adalah Sifat sombong, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi

Wasallam : “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.”Mengapa

sifat ini berpengaruh pada buruknya akhlak?Ya, karena jika seseorang telah menolak kebenaran,

berarti ia telah membuang akhlak baiknya dan menampakkan keburukan akhlaknya. Dan

melecehkan atau meremehkan orang yang menyampaikan kebenaran merupakan akhlak yang

sangat buruk sekali, dan tak ada yang memungkiri hal ini. Ketiga adalah Ilmu yang benar,

Inilah faktor yang paling berpengaruh dalam baiknya akhlak seseorang. Jika seseorang telah

membekali dirinya dengan ilmu yang benar, maka konsekwensinya adalah mengamalkan ilmu

tersebut. Semakin berilmu seseorang, semakin tawadhu’ pula sifatnya. Dan ini mendorongnya

untuk selalu mengintropeksi akhlaknya dengan ilmu-ilmu yang telah ia dapatkan. Karena

konsekwensi dari ilmu adalah amal, maka demikian pula sebaliknya, jika seseorang tidak

membekali dirinya dengan ilmu, maka ia akan buta terhadap akhlak yang baik, ia tidak dapat

membedakan antara yang buruk dengan yang baik. Sebagaimana orang dungu yang tidak

mengetahui antara siang dan malam. Inilah yang akan menjerumuskannya ke dalam jurang

keburukan akhlak. Keempat adalah Wirotsah (keturunan), Maksudnya adalah Berpindahnya

sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi anak

merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kadang anak itu mewarisi sebagian

besar dari salah satu sifat orang tuanya .Rasulullah bersabda “setiap anak dilahirkan dalam

keadaan fitrah,maka kedua orang tuanya yang menjadikan yahudi, nasrani atau maju.(HR.

Page 10: Pengertian Akhlak

Buchari). Kelima adalah   Insting (Naluri), Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa

manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator

penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku. Manusia itu diberi hasrat atau keinginan,

misalnya kepada wanita, anak-anak dan kekayaan yang melimpah. (Q.S Ali Imran : 14).

Segenap naluri insting manusia merupakan paket intern dengan kehidupan manusia yang secara

fitrah sudah ada dan tanpa perlu dipelajari lebih dahulu. Dengan potensi naluri tersebut manusia

dapat menghasilkan aneka corak perilaku yang sesuai dengan corak instingnya.

G. Cara untuk membentuk diri agar memiliki akhlaq yang mulia

Kita harus membentuk diri kita agar memiliki akhlaq yang mulia, caranya, yaitu

pertama adalah adanya niat dan kemauan, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu

tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu hanya akan mendapatkan sesuai

dengan niatnya”. Semua tindakan yang dilakukan sebaiknya didasari oleh niat yang tulus. Niat

baik itu adalah segala sesuatu yang kita lakukan didasarkan karena Allah SWT. dari niat, maka

munculkan kemauan untuk mulai bertindak baik. Niat baik tentu akan membawa hasil yang baik

pula. Nah, kesadaran ini seharusnya timbul pada diri kita tanpa ada perintah dari orang lain.

Kedua adalah selalu belajar, Rasulullah bersabda : “Barangsiapa menghendaki kehidupan

dunia maka dengan ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat maka dengan

ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya (kehidupan dunia dan akhirat) maka

dengan ilmu.”. Salah satu kelebihan manusia dibandingkan makhluk lain ciptaan Allah SWT

adalah dikaruniai akal pikiran. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita memanfaatkan potensi

yang diberikan Allah. Caranya adalah dengan belajar karena dengan menuntut ilmu secara tidak

langsung mampu mengasah seseorang menuju perilaku yang berakhlak mulia.

Ketiga adalah mendidik diri untuk berakhlak mulia, Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur “ [QS. Al-

Qalam : 4]. Nabi Muhammad merupakan suri tauladan bagi umatnya yang memiliki akhlak yang

mulia. Contohnya dalam bidangn politik Nabi Muhammad SAW telah mampu menunjukan

“kelasnya” sebagai politikus terkemuka, semua keputusan dan langkah politiknya

mengindikasikan muatan akhlakul karimah. Hal tersebut tercermin melalui kemampuannya

untuk meredam konflik antar etnis serta fiksi yang bermuara pada pluralitas, serta

penampilannya sebagai sosok demokratis sejati yang mampu mengakomodasi aspirasi dan

potensi umat. (Alwan, 2005: hlm 28 )

Sudah sepantasnya, kita sebagai umat Beliau meneladani sikap Beliau. Namun, berbuat

dan berperilaku mulia memang bukan sesuatu yang mudah. banyak godaan yang akan merintangi

jalan kita. Awalnya, kita memang harus memaksakan diri meskipun hati belum

ikhlas .memaksakan diri di sini dalam arti mendidik diri sendiri dalam mencapai peringkat

akhlak mulia. Keempat adalah saling memngingatkan dan mendoakan, sudah kodratnya

Page 11: Pengertian Akhlak

manusia sebagai makhluk yang khilaf dan penuh salah. Oleh sebab itu, kita perlu saling menjaga

dan mengingatkan dalam kebaikan agar akhlak kita pun ikut terjaga. Selain itu, tanamkan

kebiasaan saling mendoakan kepada saudara-saudara kita agar tetap pada perlindungan dan

limpahan hidayah Allah SWT. Kelima adalah Berdo’a kepada Allah SWT, Doa merupakan

pintu kemuliaan, apabila doa telah dikabulkan untuk seorang hamba, maka kebaikan akan silih

berganti datang dan keberkahan turut mengalir darinya. Siapa yang ingin berperilaku mulia dan

lepas dari akhlak yang hina, hendaklah kembali kepada Tuhannya. Doa sangat bermanfaat dalam

kondisi seperti ini maupun dalam kondisi lainnya. Sehingga Nabi SAW banyak berharap dan

memohon kepada Rabb-Nya agar diberi karunia akhlak yang mulia. Do’a beliau adalah sebagai

berikut :”Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kelemahan, kemalasan, rasa penakut,

kelupaan dan kekikiran. Dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur serta fitnah cobaan

hidup dan mati”.

Keenam adalah Mujahadah (Perjuangan) Akhlak mulia adalah salah satu bentuk

hidayah yang dapat diraih dengan perjuangan seperti, firman Allah SWT berikut ini :”Dan

orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan

kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang

yang berbuat baik.”(Q.S. Al-Ankabut : 69). Akhlak ada yang berupa insting (Naluri) dan ada

juga yang berupa Iktisab (perolehan)  hasil dari kebiasaan dan latihan. Seorang bijak berkata

”Lakukanlah kebiasaan yang baik maka kebiasaan itu nanti akan membentuk pribadi mu”.

Makna berjuang bukan berarti berjuang melawan nafsu dirinya satu kali, dua kali atau beberapa

kali. Akan tetapi ia harus berjuang melawan nafsu dirinya sampai mati, sebab perjuangan

melawan hawa nafsu tersebut masuk dalam kategori ibadah. Ketujuh adalah Muhasabah

(Intropeksi Diri), Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengoreksi diri sendiri ketika berbuat

akhlak tercela, serta menahannya agar tidak kembali melakukan akhlak tersebut dilain waktu.

Ada baiknya Muhasabah (intropeksi diri) dilakukan ketika kita ingin beranjak tidur dan dibarengi

dengan rasa taubat dan penyesalan atas Akhlak tercela yang telah kita perbuat dan berjanji di

dalam hati dengan kesungguhan tidak akan mengulanginya lagi karena boleh jadi ruh kita akan

dicabut pada saat kita sedang dalam keadaan tidur. (Shaleh, 2002 : 287)

H. Hukuman kerusakan akhlak manusia

Islam berpendapat, bahwa untuk menyingkirkan yang mengganggu fitrah yang baik

cukup dengan mewujudkan terciptanya generasi yang baik dan menjunjung tinggi keutamaan.

Fitrah manusia pada dasarnya memang baik. Hal itu tidak berarti manusia itu sama dengan

Malaikat yang keadaannya semua baik, tetapi artinya ialah, bahwa kebaikan manusia itu sesuai

dengan keaslian tabuiatnya. Berdasarkan pada fitrahnya orang lebih suka mengamalkan

kebajikan, seperti burung yang lebih suka terbang melayang-layang bila dibebaskan dari

sangkarnya. Menurut pandangan islam, tindakan yang tepat dan pertama-tama harus diambil

Page 12: Pengertian Akhlak

ialah menghancurkan belenggu-belenggu dan menyingkirkan beban berat yang menindih jiwa

manusia,. Jika setelah itu manusia lalu terkapar di atas tanah dan tidak dapat meningkat, Islam

memandang sebagai penderita sakit, kemudian diberi sarana pengobatan untuk

menyembuhkannya. Islam tidak akan menetapkan hukuman untuk mengucilkan manusia seperti

itu dari masyarakat kecuali setelah jelas keberadaannya ditengah-tengah masyarakat akan

membahayakan orang lain. Dalam batas-batas lingkaran itulah Islam memerangi kerusakan

akhlak. Yaitu dimulai dari mengharuskan manusia supaya hidup dengan cara yang terhormat. Ia

harus dapat hidup dengan buah berusaha dan jerih payahnya sendiri, yakni tidak mendasarkan

perbuatannya atas perbuatan mencuri.

Apakah sebenarnya yang mendorong manusia sampai berbuat mencuri? Kebutuhan untuk

meringankan beban hidupnya? Keperluan-keperluan yang dibutuhkan untuk kesejahteraan itulah

yang diperbanyak dan ditinggalkan. Perbuatan itu menjadi kewajiban masyarakat seluruhnya.

Jika tidak, warga memaksa orang harus menempuh jalan pencurian, maka hal ini dosa

kesalahannya terletak pada masyarakat itu, bukan pada orang yang terpaksa mencuri. Jelaslah

bahwa hukuman yang syari’atkan oleh Is;am adalah untuk melindungi masyarakat yang adil dan

berusaha mengadakan perbaikan.

Percontohan tersebut di atas kami kemukakan agar menjadi jelas bahwa hukuman

terhadap kerusakan akhlak tidak disyari’atkan oleh agama untuk memaksakan keutamaan. Dan

bukan pula mensyari’atkan jalan kekerasan untuk mendorong manusia supaya mau menempuh

jalan hidup yang baik. Cara yang ideal bagi Islam adalah berdialog dengan hati nurani manusia,

membangkitkan kerinduannya yang terpendam kepada keluhuran dan kesempurnaan, dan

mengembalikannya kepada Allah Maha Penciptanya, dengan cara-cara baik dan meyakinkan

yang penuh rasa cinta kasih, serta menyadarkannya bahwa keutamaan yang mulia dan luhur itu

adalah hasil yang wajar dari semuanya itu. Situasi lingkungan yang memelihara kehidupan

manusia wajib dijaga baik-baik, agar dapat membantu mematangkan pekerti dan perangai yang

baik. Islam memikul tanggung jawab yang besar kepada lingkungan atas perilaku seseorang, baik

yang mengarahkan ke ebajkan maupun yang menuju ke keburukan. Demikian pula tanggung

jawab atas meluasnya perbuatan-perbuatan yang rendah maupun keutamaan-keutamaan.

Tujuannya ialah untuk menguasai kunci pelaksanaan hukum guna dapat membentuk masyarakat

yang sanggu membantu terwujudnya kehidupan yang bersih dan lurus. (Muhammad, 1995: 52-

55)

Page 13: Pengertian Akhlak

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Di dalam menyongsong kemajuan zaman, manusia harus memiliki moral kualitas unggul.

2. fungsi akhlak diantaranya mampu membangun pribadi manusia serta meningkatkan keandalan

diri kita sebagai individu, akhlak menjawab tantangan internal dirinya maupun tantangan

eksternal lingkungannya yang senantiasa berubah.

3. faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akhlaq manusia Lingkungan

(masyarakat), Sifat sombong, Ilmu yang benar, Wirotsah (keturunan), Insting (Naluri)

4. cara untuk membentuk diri agar memiliki akhlaq yang mulia diantaranya adalah adanya niat

dan kemauan, selalu belajar, mendidik diri untuk berakhlak mulia, saling memngingatkan dan

mendoakan, Berdo’a kepada Allah SWT, Mujahadah (Perjuangan), Muhasabah (Intropeksi Diri)

Page 14: Pengertian Akhlak

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghozali, Muhammad. Akhlak Seorang Muslim. Bandung: PT Al-Muarif. 1995.

Al-Hasyimi, Abdul Mun’im. Akhlak Rosul Menurut Bukhori dan Muslim. Jakarta: Gema Insani. 2009.

Asy-Syaami, Sholeh Ahmad. Berakhlak dan Beradab Mulia. Jakarta: Al-Maktab Al-Islami. 2002

Khoiri A., Tulus M., Moh D. Akhlak/Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik. 2005.

Yunahar Ilyas. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI UMY. 1999.