iling - babi kepanasan.docx

Upload: jajat-rohmana

Post on 09-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

IPENDAHULUAN

Ilmu Lingkungan sebagai ilmu yang interdisipliner bermaksud mengukur dan menilai perubahan atau dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem. Tujuannya adalah agar dapat mengelola keberlangsungan kehidupan yang ada, terutama dalam dunia peternakan. Bagaimana manusia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem/lingkungannya dapat mengupayakan keberlangsungan hidup makhluk dalam lingkungannya. Sebagai peternak, maka objeknya adalah hewan ternak. Kami kelompok 10 mendapat bagian membahas Respon Populasi Babi Terhadap Tekanan Lingkungan. Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana respon populasi ternak babi pada tekanan lingkungan, terutama cekaman panas. Respon populasi yang kami amati, terbatas pada berbagai akibat yang berhubungan dengan produksi pada babi. Selain itu faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan tekanan/stres pada ternak babi.

IIPEMBAHASAN

Babi (Sus sp.) adalah hewan bermoncong panjang, omnivora, dan diternakkan sebagai penghasil daging. Babi akan menghasilkan produksi yang baik bila berada dalam kondisi nyaman. Nyaman dalam arti ternak babi dapat melangsungkan hidupnya tanpa berpengaruh pada produksi yang diharapkan peternak. Karena saat ternak tidak merasa nyaman, maka akan terjadi perubahan status faal yang dapat diamati peternak. Ini menjadi indikator dalam mendeteksi produksi ternak yang menurun.Bahasan yang kami tuliskan berasal dari berbagai jurnal, sehingga dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya, dengan asumsi ternak babi yang dipelihara dalam proses penelitian jurnal dianggap sama dengan babi yang diternakkan di Indonesia. Terkecuali hal tersebut, perlu juga dipertimbangkan berbagai faktor internal yang dapat mempengaruhi ketahanan ternak babi terhadap lingkungan seperti bangsa (breed), tingkat adaptasi, daya aklimatisasi (penyesuaian dengan iklim) dan status gizi.Pembahasan pertama adalah mengenai pengaruh langsung temperatur yang tinggi terhadap ternak babi. Pada temperatur berapa babi masih dapat bertahan hidup dan seberapa lama ternak babi dapat hidup pada suhu tersebut? Jawaban pertanyaan ini dijawab oleh penelitian yang dilaksanakan G.I. Christison dan kolega. Mereka menguji seekor babi dengan bobot badan 25 kg untuk diekspos pada lingkungan bertemperatur 38C selama 5 jam 15 menit. Suhu rektal babi awal adalah 39,1C naik menjadi 42,8C. 30 menit kemudian suhu lingkungan dinaikkan hingga 44,8C. Setelah mencapai puncak suhu tadi, suhu diturunkan sedikit (5C), namun ternak babi tersebut mati 20 menit kemudian (Christison, 1968). Hal ini menunjukkan bahwa satu tekanan lingkungan yang ekstrim saja, yaitu cekaman panas sudah dapat membunuh seekor babi. Masih dari penelitian Christison di atas, 5 menit setelah kematian (post mortem), diambil cuplikan darah babi tersebut dan didapat hasil keasaman darah mencapai pH 7,37 menunjukkan darah menjadi lebih asam dari kondisi pH normalnya 7,46. Asam laktat (menunjukkan hasil sisa metabolisme) sebanyak 99 mg/100 mL darah, padahal normalnya hanya 11 mg/100 mL. Hal ini menunjukkan terjadinya metabolisme yang tinggi, padahal ternak tidak melakukan kegiatan aktif apapun. Artinya dalam keadaan diam pada kondisi tertekan panas, tubuh akan bekerja lebih keras hanya untuk mempertahankan suhu tubuh saja (homeostasis). Apalagi bila dalam kondisi harus berproduksi, maka produksi dipastikan tidak akan optimal.Berbeda dengan temperatur, kelembaban terlihat tidak terlalu mempengaruhi kehidupan ternak babi. Pernyataan ini didapat dari penelitian S.R. Morrison dan kolega pada 1969. Mereka menguji tiga kelompok babi, dimana masing-masing kelompok dipelihara dalam kandang dengan lingkungan yang terkendali selama 14 minggu. Kelembaban adalah presentasi air yang terdapat dalam udara. Terdapat tiga tingkat perlakuan yaitu kelembaban pada temperatur 22C, 28C dan 33C. Sedangkan parameter produksi yang diamati adalah konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan (PBB). Semakin tinggi temperatur, begitu juga kelembaban. Efek pada efisiensi pakan, temperatur kulit dan temperatur kulit tidak berpengaruh signifikan, artinya kelembaban hanya memiliki efek kecil pada pertumbuhan babi (Morrison, 1969).Kedua penelitian diatas dilakukan di benua yang memiliki 4 musim, bagaimana apabila dilakukan di negara tropis yang hanya memiliki dua musim? A.F. Fraser pada tahun 1970 meneliti kehidupan ternak babi di Jamaika. Hasilnya menunjukkan bahwa ternak babi didapat rentan terhadap cekaman panas di negeri yang hangat. Tekanan yang dilakukan adalah temperatur lingkungan yang tinggi, penyinaran matahari, menghasilkan pertumbuhan babi lebih rendah dibandingkan jenis babi yang sama apabila dipelihara di negara sub-tropis (Fraser, 1970). Penelitian selanjutnya mengamati efek cekaman panas terhadap sekelompok ternak babi, terutama yang diukur adalah tingkat imun. McGlone dan kolega mengevaluasi 48 ekor babi lokal yang dibagi tiga kelompok yang ditempatkan di tiga kandang terpisah. Semua kandang diawasi kamera CCTV untuk 3 hari pertama. Perlakuan temperatur yang digunakan adalah 24C (kontrol) dan 33C (cekaman panas). Parameter status sosial yang diamati adalah tingkah agonistik (menyerang, berkelahi) individu. Parameter tingkat imun/kekebalan yang diamati adalah kadar limfosit (zat darah yang menyerang benda asing dalam tubuh) yang diambil pada setiap minggu perlakuan.Suhu lebih tinggi merangsang ternak menjadi lebih agresif (McGlone, 1994). Hasil penelitian McGLone menunjukkan bahwa kekebalan dan sistem imun berhubungan. Ternak babi yang berinisiatif menyerang (agresif) memiliki kadar limfosit yang lebih tinggi daripada kelompok babi yang kurang dominan (subordinat). Bahkan terdapat peningkatan neutrofil, penanda penurunan produksi antibodi, pada ternak babi subordinat. Artinya immunosupresi memang terjadi saat peningkatan suhu lingkungan, terlebih pada ternak babi yang kalah dominan. Penelitian Mullan dan kolega pada 2003 menunjukkan akibat cekaman panas terhadap produksi susu pada ternak babi betina pada masa laktasi/menyusui. Temperatur kandang yang melebihi ECT (Evaporative Critical Temperature/ Temperatur Penguapan Kritis) dari babi betina periode laktasi menyebabkan berkurangnya Food intake (konsumsi pakan), pengeluaran air susu, performa reproduksi dan tingkat pertumbuhan anak babi. Hal ini diperkuat dengan bukti berupa penurunan penyerapan oksigen yang berkurang dari normal pada suhu 18C sebanyak 523 mL/menit menjadi 411 mL/menit pada suhu 28C. Penurunan produksi yang terjadi adalah sebesar 25%, penurunan 40% konsumsi pakan. Maka didapat solusi untuk mempertahankan produksi laktasi adalah dengan mengurangi produksi panas yang dihasilkan ternak melalui manipulasi pakan, yaitu pengurangan serat dan lemak yang notabene menghasilkan panas lebih saat dicerna. Alternatif lainnya adalah dengan memperluas area kulit yang basah untuk mengurangi produksi panas pada ternak babi. Cara sederhananya adalah dengan menyiram/membasahi kulit babi secara berkala.Sejauh ini pembahasan dapat dirangkum sebagai berikut:Suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian cepat pada ternak babi. Tidak seperti yang banyak diprediksi, ternyata kelembaban tidak terlalu berpengaruh menimbulkan stres pada ternak babi. Iklim Tropis lebih rentan menyebabkan stres bagi babi dibanding iklim subtropis. Perbedaan ukuran tubuh menjadikan strata sosial diantara para babi, menyebabkan penurunan kekebalan tubuh/imun pada ternak babi yang lebih kecil. Temperatur tinggi juga merangsang ternak menjadi lebih agresif/agonistik. Temperatur tinggi menyebabkan penurunan produksi susu, panting (pernafasan cepat) dan pertumbuhan anak babi yang lambat di awal. Sejauh ini ilmu lingkungan dapat memberi solusi, diantaranya adalah melalui pendinginan temperatur kandang, penyiraman dan modifikasi pakan untuk menyeimbangkan nutrisi ransum. Karena hal tersebut tidak berdampak buruk bagi lingkungan, tidak menimbulkan residu dan minim efek samping.IIIPENUTUP

KesimpulanBerbagai respon populasi ternak babi pada tekanan lingkungan, terutama cekaman panas terlihat pada perubahan yang terjadi pada parameter: pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, produksi susu, sifat agonistik, status imun dan daya hidup/viabilitas.Faktor lingkungan diluar manajemen yang dapat menyebabkan stres pada ternak babi adalah temperatur tinggi, paparan sinar matahari, strata sosial ternak, ketidakseimbangan nutrisi pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Christison, G.I. dan Heidenreich, C.J. 1968. Heat Death in A Pig. International Journal of Biometeorology, Volume 12, hal. 365-367.Fraser, A.F. 1970. Studies on Heat Stress in Pigs in a Tropical Environment. Tropical Animal Health and Production, Volume 2 halaman 76-86.McGlone, J., Morrowtesch, L., Johnson, L. Salak. 1994. Heat and Social Stress Effects on Pig Immune Measures. American Society of Animal Science Journal, Volume 72 halaman 259-269.Morrison, S.R., Heitman Jr, H., dan Bond, T.EE. Effect of Humidity on Swine St Temperatures Above Optimum. International Journal of Biometeorology, Volume 13, hal. 135-139.Mullan, B.P., Black, J.L., Lorrschy, M.L., dan Giles, L.R. 2003. Lactation in The Sow During Heat Stress. Livestock Production Science Journal, halaman 153-170.

MAKALAH ILMU LINGKUNGAN

Respon Ternak Babi Terhadap Cekaman Panas

Oleh Kelompok 10 Kelas D Jajat Rohmana200110110030 Muhammad Alfin200110110183 Ogie Ramadhani200110110207 Bayu Sitompul200110110268 Fajar Rizki AK200110110273

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran2014