web viewperilaku positif dalam organisasi didefinisikan sebagai aktivitas ... ambiguitas peran, ......
TRANSCRIPT
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau
kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan
yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan
yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk
memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan
dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan
memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan
kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Sedangkan menurut Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan
sebagai “... kapasitas bahwa A harus mempengaruhi perilaku B sehingga B
bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A. Definisi Robbins
menyebut suatu “potensi” sehingga kekuasaan bisa jadi ada tetapi tidak
dipergunakan. Sebabitu, kekuasaandisebutsebagai “kapasitas” atau
“potensi”.
Dalam konteks perilaku organisasi, John R. Schemerhorn et.al.
mendefinisikan kekuasaan sebagai “ ... kemampuan yang mampumembuat
orang melakukan apa yang kita ingin atau kemampuan untuk membuat hal
menjadi kenyataan menurut cara yang kita inginkan.” Kekuasaan biasanya
dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, di mana kepemimpinan merupakan
mekanisme kunci dari kekuasaan guna memungkinkan suatu hal terjadi.
Definisi-definisikekuasaan yang telahdisebutkan –
kendatidefinisiitusendiritidakada yang mencukupimenurut March –
mengindikasikanpentingnyaposisikekuasaandalamsuatuorganisasi.
Tanpakekuasaan, individuakananarkis, pemimpintidakbergigi,
sanksitidakdipatuhi, dansebabituketiadaankekuasaankerapdianggapsituasi
1
chaos (kekacauan).
Ketiadaankekuasaandalamorganisasimembuatorganisasikehilangankonseppen
gendaliandanberujungpadaketidaktercapaiantujuanorganisasi, bhkan chaos
dalamorganisasi.
1.2 PerbedaanKepemimpinandanKekuasaan
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh
oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang
atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi
kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk
memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan
dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan
memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan
kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Kepemimpinan erat kaitannya dengan kekuasaan. Memimpin berarti
mempunyai kuasa untuk mengarahkan. Memimpin juga berarti menuntut
kepatuhan dari mereka yang dipimpin. Kepemimpinan karena itu dapat
dimengerti sebagai cara menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan
tertentu. Cara menggunakan kekuasaan dapat dilakukan dan atau ditempuh
melalui berbagai pola (pattern).
Salah satu pola adalah kepemimpinan dengan menggunakan cara
kekerasan. Singkatnya, kepemimpinan dengan “main kuasa”, yakni
memaksakan kepatuhan dengan acaman dan hukuman. Siapa yang tidak
patuh pada perintah pemimpin, diancam dengan hukuman dan atau secara
langsung dihukum secara semena-mena. Dalam referensi politik,
kepemimpinan ini digolongkan sebagai kepemimpinan otoritarian.
Kepemimpinan ini hanya akan sukses dan langgeng sejauh didukung oleh
aparat kekuasaan yang kuat baik dalam pengertian jumlah maupun sarananya.
2
Kecenderungannya, kepemipinan otoritarian tidak bisa berlangsung secara
abadi justru karena keterbatasan pada sumber-sumber sarana pendukungnya.
Dalam kepemimpinan otoritarian, kekuasaan dipahami sebagai power
over, yakni kekuasaan yang mengatasi. Kekukasaan ini menuntut kepatuhan
yang mati, yang membabi buta. Tidak boleh ada dialog, komunikasi apalagi
bantahan dari mereka yang dikuasai, mereka yang dipimpin. Pemimpin
memberlakukan dan mendudukan anak buah sebagai semata-mata alat atau
sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hubungan kekuasaan
dalam pola kepemimpinan ini bersifat satu arah dari atas ke bawah (top-
down).
Pola kepemimpinan ini bisa sangat efektif dan dalam batas tertentu
sangat efisien. Tetapi, perlu segera dicatat, kelanggengan pola kepemimpinan
ini sangat terbatas justru karena bersifat costly untuk jangka panjang.
Pola kepemimpinan yang lain adalah pola struktural-fungsional.
Kepemimpinan dibangun atas dasar aturan-aturan yang ketat, dan dibagi-bagi
menurut struktur yang berjenjang dan fungsi yang berbeda-beda.
Kepemimpinan ini sangat tergantung pada aturan yang rinci dan jelas.
Kepatuhan yang terbangun bukan pada “pemimpin” melainkan pada
peraturan yang ada.
Kekuasaan dalam pola kepemimpinan ini dimengerti sebagai division
of labor, yakni pemberian wewenang untuk pelaksanaan fungsi-fungsi yang
berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Kekuasaan memungkinkan
dilangsungkan atau dilaksanakan fungsi-fungsi itu. Kekuasaan berarti sebagai
wewenang atau otoritas. Tanpa otoritas yang jelas seseorang tidak
mempunyai fungsi.
Pola kepemimpinan ini bisa efisien, tetapi mempunyai kecenderungan
untuk menjadi birokratis. Pada saat pola kepemimpinan ini menjadi
birokratis, dia bisa sangat cenderung untuk disalahgunakan, dan karena itu
tidak efisien serta efektivitasnya perlu dipertanyakan. Tetapi, kepemimpinan
3
birokrasi ini pada dasarnya sangat rasional, dan didasarkan atas prinsip-
prinsip impersonalitas dan meritokrasi.
Pola kepemimpinan lainnya adalah pola kepemimpinan partisipatoris.
Pemimpin mendengarkan dan mempertimbangkan pendirian, saran dan
pendapat anak buah. Kekuasaan dipahami sebagai power to, yakni kuasa atau
kekuatan yang enabling. Kekuasaan yang memberi peluang bagi anak buah
untuk mengembangkan diri sehingga mampu berbuat sesuatu. Kepemimpinan
seperti ini bersifat menfasilitasi dan memberi contoh.
Kekuasaan seperti ini bisa membangun hubungan yang kokoh antara
pemimpin dan yang dipimpin. Ikatan bisa menjadi kuat, tetapi cenderung
untuk emosional. Tetapi, justru karena itu, kempimpinan ini bisa menjadi
sangat efektif dalam mencapai tujuan-tujuannya. Sebaliknya, ia cenderung
untuk tidak efisien karena dialog dan komunikasi yang berkepanjang antara
pemimpin dan yang dipimpin, dalam pengertian semua terlilbat dan
dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan.
Kepemimpinan partisipatoris biasanya berhasil dilakukan dalam
organisasi atau komunitas yang kecil dan terbatas. Dalam komunitas atau
organisasi yang lebih besar, kepemipinan partisipatoris meski tetap dijalankan
prinsip-prinsipnya, ia diterapkan atas dasar model perwakilan. Dalam kaitan
ini, masalah biasanya muncul berkenaan dengan legitimasi perwakilan-
perwakilan yang ada. Jika ini terjadi, efektivitas dan efisiensi dalam pola
kepemimpinan ini bisa tidak terpenuhi sesuai dengan tujuannya dan dengan
semestinya.
1.3 Dasar-DasarKekuasaan
Dasar atau sumber kekuasaan dibagi menjadi dua pengelompokan
umum : formal dan personal.
1. Kekuasaan formal
4
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi individu dalam organisasi.
Kekuasaan formal dapat berasal dair kemampuan memaksa atau
menghadiahi, wewenang formal, dan kendali atas informasi.
a. Kekuasaan paksaan (coercive power)
Ketergantungan pada rasa takut
Seseorang bereaksi terhadap kekuasaan ini karena rasa takut
akan akibat negatif yang mungkin terjadi apabila ia gagal
memenuhi. Misalnya dikenakan sanksi fisik dan psikologis.
b. Kekuasaan Hadiah/Imbalan (reward power), lawan dari kekuasaan
paksaan.
Seseroang mematuhi kemauan atau pengarahan orang lain
karena kepatuhan itu menghasilkan manfaat yang positif.
Imbalan dapat berupa keuangan (tingkat upah, kenaikan gaji,
bonus) atau nonkeuangan (pengakuan atas jasanya, promosi,
penugasan kerja yang menarik, dll)
c. Kekuasaan Hukum (Legitimate power)
Menggambarkan wewenang formal untuk mengendalikan dan
menggunakan sumber daya organisasi.
Posisi wewenang atau kekuasaan mencakup kekuasaan paksaan
dan kekuasaan imbalan, sehingga kekuasaan hukum lebih luas
daripada kekuasaan paksaan dan imbalan.
d. Kekuasaan Informasi
Berasal dari akses dan pengendalian atas informasi
5
Orang-orang dalam organisasi yang memiliki data atau
pengetahuan yang dibutuhkan oleh orang lain dapat membuat
orang lain tergantung pada mereka.
2. Kekuasaan Personal
Kekuasaan personal tidak didasarkan pada posisi formal pada organisasi.
Ada tiga dasar dari kekuasaan personal, yaitu kepakaran, penghormatan
dan kekaguman dari orang lain, serta karisma.
a. Kekuasaan pakar (expert power)
Pengaruh yang dimiliki seseorang sebagai akibat dari
kepakaran atau keahlian, keterampilan istmewa, dan
pengetahuan.
Kepakaran telah menjadi salah satu sumber yang paling ampuh
karena dunia telah berorientasi teknologi dan pekerjaan
menjadi semakin terspesialisasi.
b. Kekuasaan rujukan (referent power)
Didasarkan pada identifikasi pada orang yang mempunyai
sumberdaya atau ciri pribadi yang diinginkan orang lain.
Kekuasaan rujukan berkembang dair pengaguman seseorang
terhadap orang lain dan keinginan untuk menjadi orang
tersebut.
c. Kekuasaan kharismatik
Merupakan perluasan dari kekuasaan rujukan yang berasal dari
kepribadian dan gaya interpersonal individu.
6
1.4 Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan
Ketergantungan merupakan kunci menuju kekuasaan itu sendiri bisa
di ibaratkan “makin besar ketergantungan individu B kepada A, makin
besarlah kekuatan individu A terhadap B”. Oleh karena itu,
ketergantungan dapat diartikan sebagai kebalikan dari sumber supply,jika
suatu barang banyak dipasaran memiliki barang tersebut tidak akan
meningkatkan kekuatan.Ketergantungan meningkat, bila sumber daya
yang dikendalikan itu penting, langka dan tidak dapat digantikan.
Penciptaan ketergantungan terdiri dari tiga yakni:
1) Nilai penting, Jika tidak seorang pun menginginkan apa yang anda
peroleh, perolehan itu tidak akan menciptakan ketergantungan. Oleh
karena itu untuk menciptakan ketergantungan hal – hal yang akan
dikendalikan haruslah dipersepsikan sebagai penting. Contoh: Para
insyinyur pada industri teknologi elektronika dan bangunan.
2) Kelangkaan, Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu
berjumlah banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan
derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai
sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Ini dapat
membantu menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah
organisasi yang memiliki pengetahuan penting yang tidak dimiliki
pemimpin mendapatkan kekuasaan atas kelompok yang disebut terakhir
ini. Kepemilikan sumber daya yang langka dalam hal ini, pengetahuan
yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan.
7
Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat
dalam kekuasaan yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu
yang memiliki jabatan yang mana persediaan personel relatif rendah
dibandingkan dengan kebutuhannya dapat merundingkan paket-paket
kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila
jumlah calonnya banyak. Pengelola perguruan tinggi saat ini tidak
menemui masalah utnuk mencari dosen bahasa Inggris. Sebaliknya
pasar untuk guru teknik komputer sangat ketat : permintaan
memungkinkan mereka untuk merundingkan gaji yang lebih tinggi,
beban mengajar yang lebih rendah, dan tunjangan lainnya.
3) Tidak tergantikan, semakin langka sumber daya sehingga tidak
mempunyai pengganti yang layak dan setara. Atau bisa diartikan
semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya,
semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya
tersebut. Pendidikan yang lebih tinggi sekali lagi menyediakan contoh
yang sempurna. Di universitas-universitas di mana ada tekanan yang
kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat
mengatakan bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang
tenaga pengajar berkorelasi terbalik dengan banyaknya publikasi tenaga
pengajar yang bersangkutan. Semakin banyak pengakuan yang diterima
oleh seorang tenaga pengajar itu melalui publikasi karyaya, semakin
leluasalah ia. Artinya, karena universitas-universitas lain menginginkan
tenaga pengajar yang banyak mempublikasikan karyanya dan
8
terpandang, pemintaan akan jasa tenaga pengajar tersebut pun
meningkat.
Griffin (1986:390) menggambarkan hubungan antara dasar kekuasaan
dan dampaknya, seperti yang terlihat pada gambar
Gambar 1. Hubungan antara Dasar Kekuasaan dan Dampaknya
Penggunaan sumber – sumber kekuasaan ada hubungannya dengan
efektivitas kekuasaan, pengakuan bahwa kekuasaan akan digunakan secara
sah merupakan indikator kuat dari efektivitasnya. Kekuasaan politik dan
militer pada awalnya sering menggunakan sumber legitimasi sebagai alat
untuk mempengaruhi. Namun jika legitimasi ditantang pengakuannya
maka sistem keseluruhan akan menuju kekacauan, hanya kekuasaan fisik
yang lebih kuat yang akan berhasil (Tyson, 1998:108)
9
Legitimate
Personal Power
P
Resistance to attempted influence
Reward
Expert
Coercive
Position Power
Willingness to Accept attempted influenceReferent
Resistence to attempted
Penjelasannya psikologis dari pengaruh seseorang terhadap lain
dijelaskan pada hubungannya dengan proses mempengaruhi sosial (social
influence process). Menyangkut motivasi dan persepsi dari target dalam
hubungannya dengan tindakan agen. Kelman (1958;dalam Yukl,1998:165)
menjelaskan ada tiga macam bentuk proses mempengaruhi yang berbeda
yakni: Instrumental compliance,(orang yang diminta melaksanakan tindak
bertujuan untuk memperoleh imbalan yang berwujud atau untuk
menghindari suatu hukuman agen, internalization (target menjadi terikat
untuk mendukung dan melaksanakan usulan – usulan yang didukung agen
karena ia dirasakan secara intrinsik sebagai sesuatu yang memang
diinginkan dan benar dalam hubungannya sebagai nilai, kepercayaan dan
rasa harga diri) dan indentification(target meniru perilaku agen atau
mengambil alih sikap agen untuk menyenangkan hati agen,
penghormatan).
Sementara itu dalam internal organisasi kekuasaan dan kegunaan
kekuasaan dipakai pada tingkatan kelompok atau organisasi. Saunders
(1990;dalam Brooks,2002:224) menjelaskan bahwa ada 5 sumber
kekuasaan dalam organisasi yakni ketergantungan (dependency),
Pemusatan (centrality), Sumber daya keuangan (financial resources),
Ketidakberlanjutan (non-sustainability), dan ketidakpastian (coping with
certainty).
1.5 Taktik Kekuasaan
Berdasar riset terbaru terdapat cara-cara yang terstandarisasi yang
digunakan para pemegang kekuasaan untuk memeperoleh apa yang
10
mereka inginkan. Temuan tersebut mengidentifikasikan 9 dimensi
taktik atau strategi, yaitu :
1. Legitimasi : Mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau
menekankan bahwa permintaan selaras dengan kebijakan atau
ketentuan dalam organisasi.
2. Persuasi Rasional/Nalar : Gunakan fakta dan data untuk membuat
penyajian gagasan yang logis atau rasional.
3. Seruan Inspirasional : Mengembangkan Komitmen emosional
dengan cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi
suatu sasaran.
4. Konsultasi : Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang
menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan
bagaimana rencana atau perubahan akan dilakukan.
5. Negosiasi : Memberikan imbalan kepada target atau sasaran berupa
uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau mentaati suatu
permintaan.
6. Seruan Pribadi : Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau
kesetiaan.
7. Menyenangkan Orang Lain/Keramahan : Gunakan sanjungan,
penciptaan kemauan baik, berlaku rendah hati, dan bersikap bersahabat
sebelum mengemukakan suatu permintaan.
8. Koalisi : Dapatkan dukungan orang-orang lain dalam organisasi untuk
mendukung permintaan itu.
9. Tekanan/Sanksi : Gunakan hukuman yang ditentukan oleh organisasi
seperti misalnya mencegah atau menjanjikan kenaikan gaji,
mengancam untuk memberikan penilaian kinerja yang tidak
memuaskan atau menahan suatu promosi.
Menurut penelitian, para karyawan tidak menggunakan kesembilan
taktik dalam skala sama. Strategi yang paling popular adalah penalaran.
Disamping itu, para peneliti menemukan lima variabel kontijensi yang
mempengaruhi taktik kekuasaan, yaitu : kekuasaan relatif manajer, sasaran
11
pengaruh manajer, harapan manajer akan kesediaan orang lain untuk
patuh, budaya organisasi, dan perbedaan lintas budaya.
1.6 Pelecehan seksual, KetimpanganKekuasaandi Tempat Kerja
Di Indonesia kasus-kasus yang menyangkut pelecehan seksual
sudah sangat banyak dan sering terjadi, baik di perusahaan maupun di
rumah tangga. Akan tetapi masih sangat sedikit yang telah dilaporkan ke
pihak berwajib dan diekspose oleh media massa. Namun hal ini tidaklah
berarti pelecehan seksual yang dialami pekerja atau pegawai perusahaan di
Indonesia lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain. Permasalahannya
adalah bahwa para pekerja masih enggan untuk melaporkan dikarenakan
berbagai alasan. Termasuk adanya mitos yang mengatakan bahwa
pelecehan seksual ditempat kerja merupakan hal yang biasa terjadi di
kantor dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan pelecehan seksual secara
umum adalah setiap bentuk yang memiliki muatan seksual yang dilakukan
12
seseorang atau sejumlah orang, namun tidak disukai dan tidak diharapkan
oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negative,
seperti tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan
kesuciannya dan sebagainya.
Dari definisi diatas, pelecehan seksual ditempat kerja dapat
diartikan sebagai segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual
yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang
menjadi sasaran dan penolakan atau penerimaan korban menjadi bahan
pertimbangan dalam menyangkut karir atau pekerjaan. Tindakan ini
berpengaruh pada kondisi kerja, antara lain mengganggu ketenangan kerja,
menciptakan lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak nyaman bagi
korban.
Pelecehan seksual ditempat kerja juga termasuk melakukan
diskriminasi gender dalam hal promosi, gaji dan tugas. Termasuk dalam
hal ini gangguan yang tidak dikehendaki dalam hubungan kekuasaan yang
tidak seimbang seperti hubungan antara atasan dan bawahan ditempat
kerja.
Bentuk-bentuk pelecehan seksual antara lain berupa siulan, kata-
kata, komentar, bisikan atau gambar, memegang, menyentuh, meraba,
mencium bagian-bagian tubuh tertentu, yang keseluruhannya mengarah
pada keinginan untuk melakukan hubungan seksual.
1.6.1 Penyebab pelecehan seksual
Pelecehan seksual terjadi pada laki-laki, namun ada umumya
menimpa kaum perempuan. Hal ini terjadi karena adanya ketimpangan
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan adanya
dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan dan merupakan hambatan
terhadap kemajuan mereka. Sebagai salah satu bentuk kekerasan pelecehan
seksual juga merupakam mekanisme sosial yang menempatkan perempuan
pada posisi yang lemah dihadapan laki-laki.
Selain itu pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja, kapan saja
dan terhadap siapa saja. Pelecehan juga bisa saja terjadi di bis kota, halte,
terminal, pasar, tempat keramaian dan tempat hiburan lainnya. Bahkan
13
pelecehan juga dapat terjadi ditempat yang sepi, di rumah sakit, tempat
kerja hingga ditempat pendidikan.
Pelecehan seksual bisa terjadi pada buruh, pembantu rumah tangga,
perawat, dokter, guru, dosen, pasien, dan semua orang tanpa memandang
umur, kelas, suku bangsa, dan ciri-ciri sosial lainnya.
1.6.2 Pelecehan seksual dan hukum
Dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) pelecehan
seksual digolongkan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan. Khusus
pelecehan seksual di tempat kerja dapat dikenakan pasal 294 KUHP, pada
pokoknya pasal ini melarang perbuatan cabul antara orang-orang yang
berada dalam hubungan yang tidak seimbang, dimana pihak yang
dilecehkan mempunyai hubungan ketergantungan dengan pelaku.
Termasuk dalam perbuatan cabul adalah meraba, mencium, memeluk,
menyentuh, mencolek dsb.
Seperti contonya pasal ini menghukum majikan yang melecehkan
pembantunya yang masih dibawah umur, pejabat dengan bawahannya atau
dengan orang yang dipercayakan kepadanya untuk dijaga, pengurus,
dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat
pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga
sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang ada di
dalamnya.
1.6.3 Pelecehan seksual dan kekerasan
Dalam deklarasi PBB tentang penghapusan kekerasan terhadap
perempuan tahun 1993 dinyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan
adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang
berakibatkan atau mungkin berakibatkan kesengsaraan atau penderitaan
perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang, baik yang terjadi didepan umum atau dalam kehidupan pribadi.
1.7 Politik : KekuasaanBertindak
14
Ketika beberapa orang menyatu dalam suatu kelompok, maka
hukum kekuasaan akan berlaku. Di dalam organisasi eseorang ingin
membangun kekuasaannya untuk mempengaruhi, mendapatkan
penghargaan, dan memajukkan kariernya. Ketika anggota dalam suatu
organisasi mulai memainkan kekuasaannya, perilaku tersebut bisa
dikatakan sebagai politik. Orang dengan ketrampilan politik yang baik
memiliki kemampuan untuk menggunakan landasan – landasan kekuasaan
yang mereka miliki secara efektif.
Perilaku positif dalam organisasi didefinisikan sebagai aktivitas
yang tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam
organisasi, tetapi yang mempengaruhi, atau berusaha mempengaruhi,
distribusi keuntungan dan kerugian dalam organisasi. Definisi ini
mencakup berbagai upaya untuk mempengaruhi tujuan, kriteria, atau
berbagai proses yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Beragam
perilaku politik seperti menahan informasi dari pengambil keputusan,
bergabung dengan koalaisi, mencari kesalahan, menyebarkan rumor,
membocorkan informasi rahasia tentang kegiatan organisasi kepada media,
saling menyenangkan dengan orang lain di dalam organisasi untuk
memperoleh manfaat bersama , dan melobi atas nama atau melawan
seseorang atau alternatif keputusan tertentu.
Dalam perilaku politik ada 2 dimensi yaitu sah dan tidak sah.
Peilaku politik yang sah mengacu pada politik keseharian yang bersifat
wajar seperti menyampaian keluhan, memotong rantai komando,
membangun koalisi, menentang kebijakan atau keputusan organisasi lewat
pemogokan, dan menjalin hubungan ke luar organisasi mellaui kegiatan
profesi. Sebaliknya ada perilaku politik yang tidak sah yaitu perilaku yang
menyimpang dari perilaku politik misalnya sabotase, melaporkan
kesalahan, protes simbolis seperti memakai pakaian yang tidak wajar
sebagai tanda protes, dan beberapa anggota organisasi yang berpura-pura
sakit agar tidak masuk kerja. Bentuk perilaku yang tidak sah dapat
membuat pelakunya beresiko kehilangan keanggotaan dalam organisasi
15
atau menerima sanksi berat, dan hasil tindakan pelaku belum dipastikan
positif.
1.8 RealitasPolitik
Organisasi merupakan individu, kelompok dengan kepentingan
yang berbeda, sehingga ini menjadi potensi konflik, mengenai sumberdaya
angaran, alokasi ruangan, tanggung jawab proyek, gaji. Organisasi juga
merupakan sumber daya yang terbatas, yang sering mengubah konflik
potensial menjadi konflik yang nyata, persaingan antar individu kelompok
juga menjadi salah satu sumber konflik.
1.8.1 Manajemen Kesan
Robbins (2000) menjelaskan bahwa kita mengetahui bahwa orang
senantiasa berminat mengetahui cara orang lain memandang dan menilai
diri mereka, semuanya dimaksudkuan untuk membuat mereka lebih menarik
bagi orang lain.
Dipandang secara positif oleh orang lain akan membawa manfaat bagi
orang- orang dalam organisasi. Misalnya, dipadanang positif dapat
membantu mereka pada awalnya untuk mendapatkan pekerjaan yang
mereka inginkan dalam organisasi dan begitu dipekerjakan, memperoleh
penilaian yang menguntungkan (kenaikan gaji, promosi yang lebih cepat,
dsb). Dalam konteks politik hal itu mungkin membantu membelokkan
distribusi keuntungan agar menguntungkan mereka.
Proses yang ditemouh oleh seseorang untuk mengendalikan kesan
orang lain terhadap dirinya disebut manajemen kesan (impression
management). Proses ini merupakan topik yang baru akhir ini mendapat
perhatian dari peneliti perilaku organisasi.
Hendaknya diingat bahwa impression management tidak menyiratkan
bahwa kesan yang disampaikan orang- orang itu harus “positif”, misalnya
dapat dikemukakan dengan ketulusan, mengacu pada contoh- contoh yang
digunakan dalam penjelasan berikut ini.
16
Robbins (2000) menjelaskan, upaya untuk menghindari tekanan dan
penyalahan adalah:
1. Menghindari Tekanan:
a. Menyesuaikan secara berlebihan, secara ketat menafsirkan
tanggung jawab anda dengan mengatakan hal- hal seperti
aturan dengan menyatakan atau inilah carabiasa kita
mengerjakan,
b. Mengelakkan tanggung jawab, pengalihan tanggung jawab
penyelesaian tugas atau keputusan ke orang lain,
c. Berlagak bodoh, menghindari tugas yang tidak diinginkan
dengan pura- pura mengaku bodoh atau tidak mampu,
d. Mengulur dan memuluskan, penguluran merujuk ke
memperpanjang tugas sehingga anda tampak sibuk,
e. Menunda- nunda, di muka umum seakan- akan mendukung,
padahal tidak melakukan apa- apa di belakang umum.
2. Menghindari Penyalahan:
a. Bermanis- manis, inilah cara yang bagus untuk menyebutkan
‘penutupan kesalahan’. Cara ini mendeskripsikan praktek
pencatatan kegiatan secara teliti untuk menonjolkan citra
kompetensi dan keseksamaan,
b. Bermain aman, menghindari situasi yang tidak
menguntungkan anda, mencakup hanya memilih proyek-
proyek dengan kemungkinan sukses yang tinggi, meminta
alasan menyetujui keputusan yang riskan, mengaktualisasikan
pernyataan penilaian dan mengambil posisi netral dalam
konflik,
c. Membenarkan, penyusunan penjelasan yang mengurangi
tanggung jawab anda akan hasil yang negatif dan atau
meminta maaf untuk memperlihatkan penyesalan yang dalam,
d. Mencari kambing hitam, mempersalahkan hasil negatif pada
faktor- faktor eksternal yang sama sekali tidak layak
dipersalahkan,
17
e. Salah saji, manipulasi informasi dengan pemutarbalikan,
penipuan sajian selektif atau pengaburan.
3. Menghindari Perubahan:
a. Pencegahan, berusaha mencegah terjadinya perubahan yang
mengancam,
b. Proteksi diri, bertindak dengan cara melindungi kepentingan
diri seseorang selama perubahan dengan menjaga sumber daya
informasi atau sumberdaya lainnya,
1.8.2 Teknik- Teknik Manajemen Kesan
Berikut adalah beberapa tekik manajemen kesan:
1. Kecocokan: setuju dengan pendapat orang lain, dengan harapan
mendapat persetujuan darinya,
2. Dalih: Menjelaskan kejadian sulit yang dapat diperkirakan dengan
maksud meminimalkan keparahan dampak kesulitan,
3. Permintaan maaf: bentuk tanggung jawab atas peristiwa yang tidak
dikehendaki dan selalu berusaha meminta maaf atas tindakan,
4. Promosi diri: menggaris bawahi ciri- ciri terbaik seseorang,
meremehkan kekurangan orang lain dan menyerukan perhatian
terhadap pencapaian seseorang,
5. Bujukan: pujian pada orang lain tentang kebaikan suoaya pemberi
oujian itu kelihatan pengertian dan menyukainya,
6. Kemurahan: mengerjakan sesuatu kebaikan bagi orang lain demi
mendapatkan persetujuan diri orang lain itu,
7. Asosiasi: meningkatkan atau melindungi citra orang lain dengan
mengelola informasi tentang orang dan sesuatu yang terkait dengan
seseorang.
1.9 Faktor Penyumbang Perilaku Politik
1. Faktor Individu
Pada tingkat individu dapat dilihat dari cirikepribadian , kebutuhan ,
dan faktor-faktor lain .
18
Jika dilihat dari segi ciri , karyawan merupakan pengawasan diri yang
tinggi , memiliki ruang kendali internal , danmempunyai kebutuhan
yang tinggi akan kekuasaan , sehingga lebih besar kemungkinan
melakukan perilaku politik .
Pengawasan diri yang tinggi lebih peka terhadap isyaratsosial sehingga
lebih besar kemungkinan terampil berperilaku politik daripada
pemantau diri yang rendah .
Individu yang memiliki ruang kendali internal itu lebihcenderung
mengambil sikap proaktif dan berupaya membuat suatu situasiyang
mendukung mereka .
Yang mempengaruhi sejauh mana individu melakukantindakan politik
yang tidak sah adalah :
1. Investasi dalam organisasi
Semakin besar orang berinvestasi kedalam organisasi tersebut ,
makasemakin besar kerugian yang dialami orang itu jika didepak
keluar .Sehingga semakin kecil kemungkinan ia menggunakan cara
yang tidak sahagar tidak didepak keluar .
2. Alternatif yang dimiliki
Semakin banyak seseorang memiliki kesempatan pekerjaan
alternatif , makasemakin dia siap menanggung resiko atas tindakan
politiknya yang tidak sah.
3. Besarnya kemungkinan individu untuk sukses
19
Jika individu mempunyai harapan kecil untuk sukses dalam
menggunakancara yang tidak sah , kemungkinan kecil ia akan
mencoba cara itu .
2. Faktor Organisasi
Situasi dan budaya tertentu meningkatkan politik .
Situasi tertentu seperti :
1. Bila sumber daya organisasi menurun dan bila pola sumber daya
yang ada berubah ( realokasi sumber daya ).
2. Bila terdapat kesempatan untuk promosi
Budaya yang dicirikan dengan :
1. Kepercayaan rendah
Semakin sedikit kepercayaan dalam organisasi , semakin tinggi
tingkat perilaku politik dan semakin besar kemungkinan
munculnya perilaku politik yang tidak sah . Jadi, kepercayaan yang
tinggi seharusnya menekantingkat perilaku politik secara umum
dan menghambat tindakan tidak sahsecara khusus.
2. Ambiguitas peran
Berarti terdapat ketidak jelasan penetapan perilaku karyawan
sehingga sedikit batas atas lingkup dan fungsi tindakan politik
karyawan. Semakin besar ambiguitas peran, semakin besar
kemungkinan seseorang melakukan kegiatan politik dengan
peluang kecil untuk diketahui .
3. Sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas
20
Semakin subjektif kriteria yang digunakan organisasi dlam
memberi penilaian maka akan semakin besar kemungkinan
karyawan dapatmelakukan permainan politik . Banyaknya selang
waktu antara tindakan dengan penilaian menyebabkan semakin
kecil kemungkinan karyawan dianggap bertanggung jawab atas
perilaku politiknya.
4. Praktik alokasi imbalan kalah-menang
Hal tersebut akan membuat karyawan semakin termotivasi untuk
menyibukan diri dalam kegiatan politik untuk mendapatkan
imbalan .Praktik semacam ini mendorong seseorang lebih
menonjolkan apa yang ialakukan dan membuat orang lain tampak
buruk.
5. Pengambilan keputusan yang demokratis.
Digunakan sebagai arena untuk maneuver dan manipulasi bagi
paramanajer .
6. Tekanan kinerja yang tinggi
Semakin besar tekanan yang dirasakan oleh karyawan untuk
nekerjadengan baik , semakin besar kemungkinan mereka terlibat
dalam permainan politik.
7. Manajer senior yang egois
Bila karyawan menyaksikan orang-orang diposisi puncak
melakukan perilaku politik, dan berhasil, serta mendapatkan
imbalan atas perilakunya, maka terciptalah iklim yang mendukung
21
permainan politik katena secara tidak langsung para manajer
tersebut menyiratkan bahwa perilaku semacam itu dapat diterima
22
BAB 2STUDI KASUS
Akhir Yang Begitu Hebat Di Armstrong
2.1 Ringkasan Kasus
Semua perusahaan melalui masa-masa yang sulit dan the Armstrong Co,
juga tidak terkecuali. Di tahun 1992, untuk pertama kali sejak terjadi depresi,
CEO David Armstrong memutuskan tindakan yang drastis yang diperlukan untuk
mempertahankan perusahaan. Ia memberlakukan pembekuan gaji guna membantu
perusahaan agar bisa melampaui tahun-tahun yang sangat sulit. Pembekuan
memberikan akibat segera dan peningkatan normal diberikan kepada karyawan
pada awal dari masing-masing tahun yang telah diabaikan.
Reaksi karyawan betul-betul mengejutkan. Mereka menerima pembekuan
tersebut dengan sedikit keluhan. “Perusahaan selalu bersifat adil terhadap saya.
Sekarang sebaliknya, giliran saya berlaku adil terhadap perusahaan”, tampaknya
menjadi sikap umum.
Beberapa bulan di dalam tahun yang baru, terlihat seperti di tahun 1992
tampak menjadi lebih baik dibanding yang diproyeksikan. Armstrong
memutuskan bahwa tidak hanya perusahaan bisa memberikan kenaikan setiap
orang, tetapi juga bisa mengupayakan membuat mereka bereaksi. Pembayaran
kembali kepada mereka mencapai $400 per karyawan.
Perusahaan tidak memberi karyawan uang $400 tersebut dengan check.
Tetapi sebaliknya, semua karyawan diundang di ruang rekreasi. Di sana, berdiri di
23
belakang meja yang besar ditutup oleh taplak putih, Armstrong menjelaskan
bahwa sejak perusahaan berjalan lebih baik dari yang diantisipasi, maka perlu
untuk berbagi masa depan yang baik.
Dengan hal tersebut, ia mengangkat taplak, dan setiap karyawan melihat
bahwa meja ditutup dengan lembaran $10 - sejumlah 12.500 - tersusun dua feet
tingginya. Satu demi satu, masing-masing karyawan maju, bersalaman dengan
Armstrong dan manajer perusahaan serta mengatakan, “Terima kasih atas
pengertian Anda”. Masing-masing karyawan lalu berjalan keluar dengan 40
lembar dari $10.
Permasalahan
1. Bentuk kekuasaan antar personal seperti apa yang dilakukan David Amstrong
dalam membuat keputusannya?
2. Apakah Anda pikir Armstrong memiliki kebutuhan tinggi atas kekuasaan?
Mengapa?
3. Bagaimana Armstrong berhubungan dengan ketidakpastian? Apakah Anda
sepakat dengan tindakannya?
4. Kekuasaan apa, kalau ada, yang dimiliki Armstrong? Bagaimana mereka bisa
menggunakan kekuasaan ini dalam sisi yang negatif?
2.2 Analisis Kasus
Bentuk kekuasaan antar personal seperti apa yang dilakukan David Amstrong
dalam membuat keputusannya?
24
Dalam kasus di atas David Armstrong sebagai CEO dari the
Armstrong Co., bentuk kekuasaan antar personal yang digunakan menggunakan
kekuasaan legitimasi sehingga memutuskan tindakan yang drastis yang diperlukan
untuk mempertahankan perusahaan dengan memberlakukan pembekuan gaji guna
membantu perusahaan agar bisa melampaui tahun-tahun yang sangat sulit.
Dasar David Armstrong sebagai CEO dari the Armstrong Co.,
melakukan bentuk kekuasaan diasatas karena menerapkan konsep kekuasaan
(power) yang erat hubungannya dengan konsep kepemimpinan dan politik. Paul
W. Cummings(Open Management – Guides to Successful Practice) yang
mengemukakan kekuasaan dan politik dalam manajemen merupakan anak kembar
yang tak terpisahkan, karena yang satu tak dapat hidup tanpa yang lain.
John FrenchdanBertram Ravenmengemukakan 5 (lima)
dasarkekuasaanantarpribadi(interpersonal), yakni : (1) kekuasaanlegitimasi,
yaitukemampuanuntukmempengaruhiseseorangkarenakedudukannya; (2)
kekuasaanimbalan,
seseorangmemperolehkekuasaandarikemampuanuntukmemberikanimbalankarena
kepatuhanmereka; (3) kekuasaanpaksaan,
dipakaiuntukmemperolehpemenuhanakanpermintaanatauuntukmengoreksiperilak
utidakproduktifdalamorganisasi; (4) kekuasaanahli,
seseorangdengankeahliankhusus; dan (5) kekuasaanreferensi,
kharismaadalahistilah yang seringdigunakanuntukmenjelaskankepribadian yang
menarik.
Apakah Anda pikir Armstrong memiliki kebutuhan tinggi atas kekuasaan?
Mengapa?
25
Dari kasus di atas, kita lihat bahwa David Amstrong memiliki
kebutuhan tinggi atas kekuasannya. David Armstrong menjelaskan bahwa sejak
perusahaannya berjalan lebih baik dari yang diantisipasi, maka perlu untuk
berbagai masa depan yang lebih baik.
Oleh karena itu, McClelland meneliti kebutuhan akan kekuasaan (the
need for power) dan mendifinisikannya sebagai keinginan untuk mempengaruhi
terhadap orang lain. Pengaruh ini mungkin diperlihatkan berdasarkan 3 (tiga) cara
yaitu : (1) dengan tindakan yang tegas, dengan memberi pertolongan atau nasehat,
dengan mengendalikan seseorang; (2) dengan tindakan yang menghasilkan emosi
pada orang lain; dan (3) dengan memperhatikan reputasi.
Bagaimana Armstrong berhubungan dengan ketidakpastian? Apakah Anda
sepakat dengan tindakannya?
Dari kasus di atas bagaimana Armstrong berhubungan dengan
ketidakpastian adalah sulitnya memprediksi hal-hal yang akan datang akibat dari
terjadinya depresi. Kami sepakat dengan tindakan Armstrong yang
memberlakukan pembekuan gaji guna membantu perusahaan agar bisa melampaui
masa-masa sulit tanpa mengorbankan karyawannya.
Hinnings (Hinnings : Structural Conditions) mengatakan “semakin
banyak sub-unit mengatasi ketidakpastian, semakin besar kekuasaannya dalam
organisasi”. Kejadian yang tidak dapat diduga ini dapat menimbulkan banyak
masalah bagi organisasi/sub-unit. Aktivitas untuk mengatasi terdiri dari 3 (tiga)
26
jenis, yaitu : (1) mengatasi dengan pencegahan; (2) mengatasi dengan jenis
informasi; (3) mengatasi dengan penyerapan.
Kekuasaan apa, kalau ada, yang dimiliki Armstrong? Bagaimana mereka bisa
menggunakan kekuasaan ini dalam sisi yang negatif?
Dalam kasus di atas kekuasaan David Armstrong adalah sebagai CEO.
David McClelland dalam bukunya “The Achieving Society” adalah motivasi
dalam kebutuhan akan kekuasaan. Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk
membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa
tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk
mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Setiap individu yang memiliki motivasi
dalam kekuasaan akan terlihat lebih bekerja keras, bertanggungjawab, dan sudah pasti
akan melakukan segala sesuatunya dengan kemampuannya yang terbaik.
Hal ini akan memicu semangatnya untuk mendapatkan suatu penghargaan
dan harapan yang ingin diraihnya. Oleh karena itu, setiap individu juga harus memiliki
akhlak yang baik dan prilaku yang baik dalam mencapai harapannya. Motivasi kekuasaan
yang tidak dibarengi dengan hal-hal tersebut, dapat bertindak dan melakukan hal-hal
yang negatif.
Garis kekuasaan kadang-kadang sangat tidak kentara dalam organisasi
kerja, sehingga bawahan tidak sadar bahwa mereka sesungguhnya sedang
digunakan untuk mengejar keinginan dan maksud orang lain. Ciri pokok
kekuasaan dalam perusahaan industri sekarang ini adalah penggunaan orang-
orang dan kelompok untuk tujuan dan maksud tertentu. Kekuasaan meliputi
hubungan antara dua atau lebih orang.
27
Literatur membedakan antara kekuasaan dan wewenang. Max Weber
menaruh perhatian pada perbedaan-perbedaan di antara dua konsep ini (Theory of
Social Economic). Weber percaya bahwa kekuasaan meliputi kekuatan dan
paksaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang
karena kedudukannya dalam organisasi. Wewenang mempunyai sifat sebagai
berikut : (1) terdapat pada posisi seseorang, individu mempunyai wewenang
karena posisi yang ia pegang, bukan karena sifat pribadi yang khusus; (2) diterima
oleh bawahan, individu dalam posisi wewenang yang sah, menerapkan wewenang
dan dapat melaksanakannya karena ia mempunyai hak yang sah; dan (3)
kekuasaan digunakan secara vertikal dan mengalir dari atas ke bawah dalam
susunan sebuah organisasi.
2.3 Rekomendasi
Rekomendasi yang dapatdisampaikandarianalisakasus di atasadalah :
1. Kenalikeahliankekuasaandankemampuan-kemampuanAndasendiri.
2. Dengan memberikan hubungan yang menyeluruh antara kepemimpinan dan
kekuasaan maka para pemimpin seharusnya tidak hanya menilai perilakunya
sendiri agar mereka dapat mengerti bagaimana mereka mempengaruhi orang
lain, akan tetapi juga mereka harus meneliti posisi mereka dan cara
menggunakan kekuasaan.
3. Politik ada di semua organisasi. Politik terdiri dari aktivitas yang digunakan
untuk memperoleh, mengembangkan, dan menggunakan kekuasaan dan
sumber daya lain untuk mendapatakan hasil yang diinginkan seseorang bila
terdapat ketidakpastian atau ketidaksepakatan pilihan.
28
4. Motivasi kekuasaan yang tidak dibarengi dengan akhlak dan prilaku yang baik dapat
bertindak dan melakukan hal-hal yang negatif.
29
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk
berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi. Perbedaan
kekuasaan dan kepemimpinan adalah kepemimpinan sebagai proses memengaruhi
atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai
tujuan organisasi sedangkan kekuasaan adalah alatnya yang berarti sebagai
wewenang atau otoritas.
Dasar sumber kekuasaan terdapat adalah kekuasaan formal dan personal.
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi individu dalam organisasi, sedangkan
kekuasaan personal tidak didasarkan pada posisi formal pada organisasi.
Kekuasaan dapat timbul apabila terdapat ketergantungan. Ketergantungan
meningkat, bila sumber daya yang dikendalikan itu penting, langka dan tidak
dapat digantikan.
Taktik atau strategi dalam meraih kekuasaan adalah legitimasi, persuasi
rasional/nalar, seruan inspirasional, konsultasi, negosiasi, seruan pribadi,
menyenangkan orang lain/keramahan, koalisi, dan tekanan/sanksi.
Perilaku politik memiliki 2 dimensi yaitu sah dan tidak sah. Dalam politik
perlu untuk mengetahui kesan orang lain, untuk mendapatkan manfaat. Proses
yang ditempuh oleh seseorang untuk mengendalikan kesan orang lain terhadap
dirinya disebut manajemen kesan. Ada 7 teknik untuk mendapatkan kesan yang
baik yaitu kecocokan, dalih, permintaan maaf, promosi diri, bujukan, kemurahan,
dan asosiasi. Terdapat 2 faktor yang mendukung perilaku politik, yaitu faktor
individu dan organisasi.
30
DaftarPustaka
Stephen P. Robbins, OrganisationalBehaviour: Global and Southern African Perspectives, 2nd Edition (Cape Town: Pearson Education South Africa (Pty) Ltd., 2009) p.15
John R. Schemerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn, Organizational Behavior, 7th Edition (Phoenix : John Wiley & Sons, 2002) p.173.
James G. March and Thierry Weil, On Leadership (Malden : Blackwell Publishing, 2005) p.52-3.
Widyanti, rida. 2009. http://www.scribd.com/doc/22054342/Kekuasaan-Dan-Politik, diaksestanggal 18 April 2013
Wahjono, S.A. (2010). PerilakuOrganisasi, Yogyakarta: PenerbitGrahaIlmu.
http://almaulidta.blogspot.com/2012/11/taktik-kekuasaan.html
http://ellopedia.blogspot.com/2010/09/kekuasaan-power.html
www.gkj.or.id/pdf.php?id=611 www.ivannali.com , diakses pada 21.07 18 April 2013 http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=13&cad=rja&ved=0CDoQFjACOAo&url=http%3A%2F%2Fivannali.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2012%2F09%2FStudi-Kasus-7-Kekuasaan-Politik.docx&ei=E_hvUfLZL8bDrAeNvYDgAQ&usg=AFQjCNHusBM272uj_ZuHpKFNrYCgkJrnaw&bvm=bv.45368065,d.bmk
31