iii. kerangka pemikiran 3.1. kerangka teoritis...
TRANSCRIPT
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis
3.1.1. Permintaan Jagung dan Penawaran Pakan Ternak
Perusahaan adalah satu unit teknis dimana output dihasilkan, karena itu
perusahaan adalah suatu bentuk kelembagaan, bisa perorangan atau dalam bentuk
sekumpulan orang sebagai pemiliknya (Henderson and Quant, 1972). Perusahaan
melakukan proses produksi, yakni melakukan pengaturan penggunaan input
dalam rangka menghasilkan output. Pengelola perusahaan membuat keputusan
tentang berapa seharusnya dan bagaimana output dihasilkan sehubungan dengan
tingkat keuntungan yang akan diperoleh.
Industri merupakan kumpulan perusahaan yang menghasilkan output
sejenis. Kumpulan usaha pakan ternak merupakan suatu industri dan output yang
dihasilkan adalah pakan. Faktor produksi utama dari pabrik pakan ternak adalah
jagung yaitu khususnya jagung kuning yang banyak mengandung vitamin A dan
zat karoten pemberi warna kuning pada kulit kaki dan kuning telur unggas.
Karena di satu sisi jagung merupakan input bagi pabrik pakan ternak dan di sisi
lain jagung merupakan output dari produsen (petani jagung), maka permintaan
input jagung merupakan permintaan turunan (derived demand) dari pabrik pakan
ternak. Oleh sebab itu fungsi permintaan jagung dapat didefinisikan sebagai
fungsi dari harga jagung, input lain dan harga pakan ternak. Penurunannya akan
dijelaskan pada bagian berikut ini.
Fungsi permintaan input termasuk jagung dan penawaran pakan ternak,
dapat diturunkan dari fungsi produksi pabrik pakan ternak, yang dirumuskan
49
50
sebagai berikut :
QSP = QS
P (QJ,QF)............................................................................... (1)
dimana QSP = produksi pakan ternak, QJ = volume penggunaan jagung dan QF =
jumlah penggunaan input lainnya. Bila PP = harga per unit pakan ternak, PJ =
harga per unit jagung dan PF = harga per unit input lainnya, maka keuntungan
pabrik pakan ternak dapat dirumuskan sebagai berikut :
π = PP* QSP (QJ,QF) – (PJ*QJ + PF* QF ) ............................................. (2)
Dengan memaksimumkan fungsi keuntungan di atas dan bila second order
condition dapat dipenuhi, maka keadaan keseimbangan pada pabrik pakan ternak
adalah sebagai berikut :
PJ = PP * QJ' .................................................................................... (3)
PF = PP * QF' .................................................................................... (4)
dimana PP, PJ dan PF merupakan peubah eksogen, QJ dan QF merupakan peubah
endogen. Dengan demikian fungsi permintaan input pabrik pakan ternak adalah:
Permintaan jagung : QDJP = QD
JP (PP, PJ, PF) ............................................... (5)
Permintaan input lain QDFP = QD
FP (PP,PJ,PF) ............................................. (6)
Dengan mensubstitusi persamaan (5) dan (6) ke dalam persamaan (1), maka
fungsi penawaran pakan ternak dari pabrik pakan ternak dapat dirumuskan
sebagai berikut :
QSP = QS
P (PP, PJ, PF )....................................................................... (7)
3.1.2. Analisa Perilaku Usaha
Dalam kerangka pemikiran ekonomi kelembagaan, kita mengenal apa yang
dinamakan Paradigma SCP (Structure-Conduct-Performance) atau Struktur-
51
Perilaku-Kinerja. Struktur mempengaruhi Perilaku yang pada gilirannya
mempengaruhi Kinerja dan feedback-mechanism membuat Kinerja mempengaruhi
Struktur. Sementara komponen struktur di dalam industri tergantung pada kondisi
dasar, seperti teknologi, skala ekonomis, penawaran dan permintaan akan produk.
Yang dimaksud Struktur adalah mengacu pada struktur pasar yang digambarkan
sebagian besar oleh konsentrasi penguasaan pasar didalam pasar tersebut. Dalam
konteks industri, yang termasuk dalam Structure antara lain jumlah dan ukuran
perusahaan dalam industri tersebut, tingkat konsentrasi, hambatan masuk bagi
perusahaan baru, diferensiasi produk, diversifikasi atau konglomerasi, dan
integrasi vertikal (Carlton and Perloff, 2000).
Conduct merupakan perilaku perusahaan, dengan bersaing atau kolusi.
Yang termasuk dalam Conduct antara lain perilaku harga, kapasitas produksi,
advertensi, pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan (R&D), strategi
produk dan non harga, investasi dan kelakuan terhadap pesaing.
Conduct ini mempengaruhi Performance perusahaan dalam industri
tersebut yang tercermin dalam harga produk, efisiensi produktif dan alokatifnya,
pemerataan (equity), kemajuan teknis, laba dan pertumbuhannya (Carlton and
Perloff, 2000). Perubahan kinerja tersebut tentu logisnya dalam kerangka pikir
SCP harus bermula dari perilaku yang juga logisnya harus didahului perubahan
struktur. Perubahan itu bisa berasal dari luar sebagai external forces atau
exogenous variable dan dari dalam sebagai audit internal (endogenous variable).
Struktur mempengaruhi perilaku, dimana semakin rendah konsentrasi
maka semakin kompetitif perilaku perusahaan. Perilaku mempengaruhi kinerja,
dimana semakin kompetitif perilaku maka market power (kekuatan pasar)
52
semakin kecil (artinya semakin besar efisiensi sosial). Struktur mempengaruhi
kinerja, dimana penurunan konsentrasi pasar kearah penguasaan pasar yang lebih
rendah. Hal ini menyiratkan bahwa secara langsung dan tidak langsung struktur
mempengaruhi kinerja (Gambar 3).
S = f1 (C,P) dimana S = Structure
C = f2 (S,P) C = Conduct
P = f3 (S,C) P = Performance
Secara empirik, ketika membandingkan industri, kita perlu mengamati
bahwa industri dengan konsentrasi yang lebih rendah memiliki kekuatan pasar
(market power) yang kecil. Struktur (konsentrasi) adalah eksogenus, variabel yang
menjelaskan. Kinerja, contohnya market power sebagai variabel dependen.
Mengukur Tingkat Konsentrasi :
Jika beberapa perusahaan memiliki penguasaan pasar yang berbeda, jumlah
perusahaan tidaklah mencerminkan tingkat konsentrasi.
Contoh :
Industri I : dua perusahaan masing-masing memilki 50 persen market share.
Industri II : tiga perusahaan – satu dengan 90 persen dan dua lainnya dengan
5 persen market share.
Sesungguhnya, industri II yang lebih terkonsentrasi jika dikaitkan dengan
penguasaan pasar, meskipun jumlah perusahaan lebih banyak dibandingkan
industri I. Konsentrasi pasar dapat dihitung dengan menggunakan Indeks
Herfindahl-Hirschman (HHI), yaitu :
53
Struktur 1. Jumlah dan ukuran Perusahaan 2. Tingkat konsentrasi 3. Hambatan masuk bagi
perusahaan baru 4. Diferensiasi produk 5. Diversifikasi 6. Integrasi Vertikal
Perilaku 1. Pricing 2. Taktik legal 3. Advertensi 4. Pengeluaran untuk R & D 5. Strategi Produk 6. Investasi
Kinerja 1. Efisiensi 2. Profit 3. Produktivitas 4. Pertumbuhan 5. Harga produk
Gambar 3. Unsur dan Keterkaitan Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri (diadopsi dari Carlton and Perloff, 2000)
Kondisi Dasar 1. Permintaan konsumen 2. Penawaran 3. Teknologi 4. Skala ekonomis
Kebijakan Pemerintah 1. Regulasi 2. Antitrust 3. Hambatan masuk 4. Pajak dan subsidi 5. Insentif investasi 6. Kebijakan makroekonomi
54
Misalkan terdapat n perusahaan di sebuah industri. Untuk masing-masing
perusahaan i, qi merupakan output dari perusahaan i.
Total output dari industri : q = q1 + q2 + ... + qn
Market share dari perusahaan i dinyatakan dengan si = qi/q
Indeks Herfindahl-Hirschman :
HHI = s12+ s2
2+ ...sn2
Untuk contoh di atas :
Industri I: n = 2, s1 = s2 = ½, HHI = ¼ + ¼ = 0.5
Industri II: n = 3, s1 = 0.9, s2 = s3 = 0.05, HHI = (0.9)2 + (0.05)2 + (0.05)2 = 0.815
Jadi, dari nilai Herfindahl-Hirschman Index menunjukkan bahwa industri II lebih
terkonsentrasi.
Struktur Industri
Struktur disini mengacu pada struktur pasar yang digambarkan sebagian
besar oleh konsentrasi penguasaan pasar didalam pasar tersebut. Istilah
konsentrasi atau derajat tingkat konsentrasi mengacu pada kepemilikan atau
kontrol proporsi yang besar dari beberapa kumpulan atau aktivitas sumber daya
ekonomi. Secara kuantitatif, kita mengukur struktur industri berdasarkan rasio
konsentrasi. CR diduga dipengaruhi oleh faktor teknis, variabel perilaku dan
kinerja. Yang termasuk faktor teknis adalah skala ekonomis, yang diproksi dari
biaya produksi (Strickland & Weises, 1976).
Penguasaan pasar (market share) adalah indikator utama dari posisi suatu
perusahaan dalam pasar. Semakin kecil market share, semakin besar tekanan
bersaing perusahaan tersebut. Rasio konsentrasi dari beberapa perusahaan besar
menentukan horisontalnya market power dari perusahaan besar di dalam pasar.
55
Rasio konsentrasi adalah penguasaan pasar dari perusahaan besar yang
umumnya didasarkan pada empat perusahaan besar. Ini juga merupakan indikator
langsung dari derajat tingkat oligopoli (Sheperd, 1997). Jika banyaknya penjual di
pasar hanya satu, maka disebut monopoli. Jika banyaknya penjual ada beberapa,
maka disebut oligopoli. Secara teori atau prakteknya, karakter, intensitas dan
efektivitas dari kompetisi antar perusahaan akan dipengaruhi secara signifikan
oleh CR (Bain, 1968).
Konsentrasi menyiratkan derajat tingkat dari market power
(Suvanichwong, 1977 dalam Sayaka, 2003). Kekuatan pasar (market power)
adalah kemampuan suatu perusahaan untuk mempengaruhi dengan kuat kuantitas
dan harga di pasar. Ini juga merupakan share perusahaan dari total penerimaan
output industri yang bervariasi dari 0 sampai 100 persen. Suatu perusahaan
dengan market share kurang dari 10 persen dapat dikatakan tidak memiliki market
power. Market power muncul jika share perusahaan mencapai 15 persen dan dapat
dikatakan monopoli jika mencapai 25 sampai 30 persen (Sheperd, 1997). Untuk
market share lebih dari 40 sampai 50 persen, maka market power secara relatif
kuat. Dari waktu ke waktu market power suatu perusahaan dapat berubah-ubah
tergantung market sharenya. Sementara itu, Market share mempunyai hubungan
yang positif dengan profitabilitas, dimana market share yang semakin meningkat,
juga akan meningkatkan profitabilitas (Sheperd, 1997).
Perilaku Industri
Conduct mengacu pada cara dimana perusahaan sebagai individu atau
grup bertindak dengan cara bersaing untuk memaksimumkan keuntungan dalam
56
industri tersebut. Menurut Bain (1968), conduct mengacu pada pola perilaku dari
perusahaan dalam mengadopsi atau menyesuaikan diri dalam pasar dimana
mereka menjual produk. Perilaku pasar mencerminkan perilaku dari penjual dan
pembeli di pasar yang mencakup kebijakan penetapan harga dan prakteknya,
strategi periklanan, riset dan pengembangan, investasi dan taktik legal (Scherer
and Ross, 1990). Format lain dari conduct meliputi kolusi dengan pesaing dan
strategi melawan pesaing, sebagai contoh adanya koordinasi dan penyesuaian
harga dari perusahaan yang bersaing dan taktik saling menghancurkan (Sheperd,
1997 and Bain, 1959).
O X2 X1
P2
P1
Harga
Output
C1
G
ATCMC
4a. Firm 4b. Industri
P2
P1
O Z1 Z2 Output
D
S2
S1
Harga
Gambar 4. Penetapan Harga Pada Pasar Bersaing Sempurna (diadopsi dari Scherer and Ross, 1990)
Seperti terlihat pada Gambar 4, dalam pasar yang kompetitif, kurva
permintaan jangka pendek dari perusahaan adalah suatu garis mendatar di OP1
dan kurva penawaran jangka pendek, S1 (Scherer and Ross, 1990). Perusahaan
memaksimumkan laba sampai biaya marjinal (MC) sama dengan harga OP1.
57
Perusahaan menghasilkan output di OX1 dan mendapatkan profit diatas normal
(GC1 sampai OX1). Kondisi ini menarik perusahaan baru untuk masuk industri,
dan menambahkan fungsi biaya marjinal baru mereka ke dalam kurva penawaran
industri yang membuat kurva penawaran bergeser ke kanan. Entry dan ekspansi
akan meningkatkan output dan akan menekan harga sampai MC sama dengan
biaya rata-rata total (ATC). Kondisi zero-profit dicapai dengan kurva penawaran
jangka pendek, S2, ketika jumlah penawaran sama dengan Z2 dan harga pasar
bergeser ke bawah ke OP2. Perusahaan di industri memaksimumkan keuntungan
mereka dengan menyamakan biaya marjinal mereka, dengan harga baru di OP2
dan level output mereka di OX2.
Pada sisi lain, harga di pasar monopoli ditentukan dengan menyamakan
biaya marjinal jangka pendek (SRMC) dan pendapatan marjinal (MR) di OP3.
Level output yang diproduksi oleh perusahaan adalah OX3. Dengan demikian,
perusahaan mendapat keuntungan sebesar P3C3 sampai OX3. Jika hambatan
masuk (barriers to entry) industri ada, keseimbangan tingkat keuntungan akan
terus berlanjut (Gambar 5a). Penetapan harga output berbeda jika pasar adalah
monopolistik. Bagaimanapun, asumsi dirasa rumit untuk persaingan monopolistik
termasuk penguasaan yang kecil sehubungan dengan pasar, produk diferensiasi,
dan bebas masuk pasar. Laba ekonomi yang didapat oleh perusahaan yang ada
menarik peminat yang baru ke dalam industri dan pergeseran kurva permintaan ke
kiri sampai pada tangen fungsi biaya untuk jangka panjang (LRATC). Level
output menjadi OX4 dan tingkat harga di OP4, dimana LRMC sama dengan MR.
Penetapan harga ini tidak akan memberi laba ekonomi bagi perusahaan di industri
(Gambar 5b).
58
Harga
O X3 Output
MR
D
SRATCSRMC
C3
P3
5a. Monopoli murni
Harga
5b. Persaingan monopolistik
X4 Output
D MR
LRATC
LRMC
P4
Gambar 5. Penetapan Harga pada Monopoli Murni dan Persaingan Monopolistik (diadopsi dari Scherer and Ross, 1990)
O
Perbandingan antara penetapan harga dibawah pasar monopoli dengan
pasar bersaing, dengan baik diterangkan oleh Nicholson (2000). Diasumsikan
bahwa biaya rata-rata total (AC) adalah tetap untuk suatu periode tertentu.
Gambar 6 menunjukkan bahwa pasar bersaing menentukan harga keseimbangan
dengan menyamakan biaya rata-rata total dengan kurva permintaan (D),
perpotongan di titik E. Di sisi lain, monopoli menetapkan harga di titik B. Harga
monopoli (P**) lebih tinggi dibanding harga dari pasar bersaing (P*) dan
perbedaan ini sama dengan BA. Output dari monopolis adalah OQ**, yang mana
lebih rendah dari pasar bersaing (OQ*). Pengeluaran konsumen dan input
produktif senilai AEQ*Q** dialokasikan kedalam produksi barang lain. Surplus
konsumen yang sama dengan P**BAP* ditransfer menjadi laba monopoli.
Segitiga ABE merupakan welfare loss dari konsumen sehubungan dengan
monopoli.
59
B
MR
P**
P*
0
A
E
Q**
MC (=AC)
Q*
D
Harga
Gambar 6. Penetapan Harga oleh Perusahaan Monopoli dan Bersaing (diadopsi dari Nicholson (2000)
Kinerja Industri
Pada hipotesis awal menyatakan bahwa struktur pasar merupakan
exogenous explanatory variabel. Namun kenyataannya, struktur pasar
(konsentrasi) itu sendiri mempengaruhi perilaku perusahaan (dan selanjutnya
kinerja perusahaan). Karena itu entry dan exit dari perusahaan di industri
mencerminkan bagaimana kolusi atau kompetitifnya perusahaan, jenis hambatan
yang mereka ciptakan, bagaimana perusahaan besar menghancurkan perusahaan
kecil, dan seterusnya. Entry dan exit, pada gilirannya, mempengaruhi konsentrasi
pasar. Di pihak lain, baik konsentrasi maupun penguasaan pasar ditentukan secara
endogen, masing-masing mempengaruhi yang lain. Korelasi antara konsentrasi
dan market power tidaklah selalu positif. Sebagai contoh, semakin kolusif suatu
60
industri, harga dan market power semakin tinggi. Namun pada waktu yang sama,
tingginya harga dan tingkat keuntungan dapat menarik pemain baru sehingga
tingkat konsentrasi dapat menurun.
Market power (kekuatan pasar) biasanya diukur oleh kenaikan harga
relatif di atas biaya marjinal, yang disebut Lerner Index. Jika semua perusahaan
mempunyai biaya marjinal dari produksi yang sama, lalu,
L = p – MC p Bagaimana jika perusahaan mempunyai MC produksi yang berbeda-beda?
Selanjutnya, Lerner indeks melihat rata-rata tertimbang dari tiap kenaikan harga
di atas biaya marjinal di mana yang tertimbang di sini adalah market share dari
tiap perusahaan. Jika terdapat n perusahaan dan si adalah pangsa perusahaan i,
L = s1 ( p – MC1 ) + s2 (p – MC2) + …. + sn (p – MCn) p p p
Paradigma SCP percaya bahwa Herfindahl-Hirschman index menjelaskan Lerner
index, perbedaan pada H menjelaskan perbedaan pada L.
Hasil penelitian empiris dengan cross section di industri, biasanya
memiliki hubungan statistik yang lemah. Hal yang menjadi problem adalah data.
Lerner index memerlukan informasi biaya marjinal dari produksi, sementara data
tersebut sulit didapat oleh pihak di luar bisnis. Peneliti dapat menggunakan rata-
rata tertimbang dari tingkat keuntungan (rasio keuntungan terhadap pendapatan)
sebagai proksi dari Lerner index. Mengapa? Karena jika perusahaan-perusahaan
memiliki biaya marjinal yang tetap untuk setiap level output, ci untuk perusahaan
i, maka,
61
p – ci = p.qi - ci.qi p p.qi
= Profit perusahaan i
Revenue perusahaan i
Namun data perhitungan laba yang dilaporkan industri biasanya tidak
mencerminkan konsep ekonomi tentang laba.
Konsep Pasar Oligopolistik dan Kartel
Dalam sistematika struktur pasar, kartel masuk dalam struktur pasar
oligopoli yang kolusif (Koutsoyiannis, 1979). Pasar Oligopoli dapat didefinisikan
sebagai suatu pasar di mana terdapat beberapa produsen yang menghasilkan
barang dan atau jasa yang saling bersaingan (Sukirno, 1985). Selanjutnya
dikemukakan bahwa ciri-ciri pasar oligopoli adalah : (1) jumlah perusahaan
sangat sedikit, (2) barang yang dihasilkan dapat merupakan produk yang standar
dan berbeda corak, sehingga saling bersaing di pasar, (3) kemampuannya
mempengaruhi harga ada kalanya lemah dan ada kalanya kuat, (4) hambatan
untuk memasuki industri atau pasar (barriers to entry) cukup tangguh, dan (5)
pada umumnya perusahaan oligopoli perlu melakukan promosi melalui iklan,
secara gencar.
Sebagai akibat dari perkaitan dan hubungan yang saling mempengaruhi,
perusahaan oligopoli harus membuat perhitungan yang cermat mengenai reaksi
dari perusahaan pesaing lainnya apabila ia mengambil kebijakan menurunkan atau
menaikkan harga. Secara umum, reaksi dari perusahaan oligopoli saingan adalah
sebagai berikut : (1) apabila salah satu perusahaan oligopoli menaikkan harga,
sementara perusahaan oligopoli saingan tetap mempertahankan harga, sehingga
62
perusahaan oligopoli tersebut akan kehilangan langganannya dan perusahaan
pesaingnya dapat merebut pangsa pasar, (2) apabila salah satu perusahaan
oligopoli menurunkan harga, maka perusahaan saingan akan mengikuti
menurunkan harga, kondisi ini dapat menimbulkan perang harga di antara
perusahaan oligopoli sehingga akan dapat mengancam kesinambungan usahanya.
Sebagai ilustrasi struktur pasar oligopoli yang ada di Indonesia adalah
industri pembibitan DOC, industri pakan ternak, industri mie instan, industri
pupuk, industri pengolahan susu, dan dalam batas-batas tertentu Poultry shop-
Poultry shop adalah contoh perusahaan oligopoli. Sementara itu, contoh struktur
pasar yang oligopsonistik adalah industri tepung tapioka di Lampung Tengah,
pedagang jeruk antar pulau asal Pontianak, Kalimantan Barat.
Oleh karena reaksi perusahaan lain adalah seperti dijelaskan di atas, maka
kurva permintaan yang dihadapi oleh perusahaan oligopolistik adalah kurva
permintaan yang patah (kinked demand curve) dan kurva penerimaan marginal
(marginal revenue MR) adalah terputus (MR1 dan MR2) seperti pada Gambar 7
berikut:
7a. Kurva Permintaan yang Patah 7b. Kurva Penerimaan Marjinal Yang Terputus
Gambar 7. Kurva Permintaan yang Patah (Kinked-Demand Curve) dan Kurva
Penerimaan Marjinal yang Terputus pada Pasar Oligopolistik (diadopsi dari Koutsoyiannis, 1979)
63
Dalam kondisi demikian, maka keuntungan maksimal dicapai pada saat
MC=MR. Pada Gambar 7b menunjukkan bahwa pada perusahaan yang
mempunyai struktur biaya antara MC1 hingga MC2 (Titik B1 hingga titik B2) maka
tingkat keuntungan maksimum yang dicapai perusahaan akan tetap sama dengan
tingkat harga Po dan jumlah Qo. Atau dengan kata lain selama kurva biaya
marginal (MC) memotong MR antara titik B1 dan B2, harga dan jumlah produksi
yang dihasilkan perusahaan oligopolis tidak mengalami perubahan.
Berdasarkan pada analisis diatas dapatlah disimpulkan bahwa dalam pasar
oligopoli dimana perusahaan-perusahaan tidak melakukan kesepakatan diantara
mereka, tingkat harga bersifat rigit (sukar berubah). Dalam pasar oligopolistik
akan sangat menguntungkan bagi semua perusahaan jika mereka bekerjasama
melakukan kesepakatan-kesepakatan, inilah yang disebut kartel. Dengan
terjadinya kartel pada industri perunggasan di satu sisi menyebabkan
pertumbuhan yang cepat pada semua subsistem agribisnis termasuk subsistem
budidaya, namun terbatas pada anggota kartel, dan di sisi yang lain telah
menyebabkan banyak pengusaha dan peternak rakyat yang tidak tergabung dalam
kartel mengalami kerugian dan gulung tikar.
Secara umum ada 2 bentuk kartel, yaitu : (1) kartel yang bertujuan
memaksimumkan keuntungan bersama (joint profit maximization), dan (2) kartel
yang bertujuan melakukan pembagian pasar (Sharing of the market). Pada kartel
bentuk yang pertama, perusahaan-perusahaan anggota kartel menyatukan struktur
biayanya dan memaksimumkan keuntungan bersama. Sementara bentuk yang
kedua, dibedakan menjadi 2, yaitu : (1) persetujuan persaingan non harga (non
price competition agreement), sebagai contoh pada perusahaan maskapai
64
penerbangan di Indonesia, dan (2) persetujuan kuota (Quota agreement), sebagai
contoh adalah OPEC.
Biasanya struktur industri dari pasar oligopoli adalah terdapat beberapa
perusahaan besar yang mendominasi industri dan beberapa perusahaan kecil.
Beberapa perusahaan golongan pertama (yang menguasai pasar) saling
mempengaruhi satu sama lain, karena keputusan dan tindakan oleh salah satu
perusahaan dapat mempengaruhi perusahaan-perusahaan lainnya. Dominasi
perusahaan tersebut dapat disebabkan oleh pangsa produksinya yang besar atau
disebabkan oleh struktur biaya produksinya yang rendah atau kombinasi
keduanya. Adanya kondisi yang saling mempengaruhi, penguasaan pangsa pasar
dan perbedaan dalam struktur biaya maka maksimisasi keuntungan pada kartel
hampir tidak dimungkinkan.
Kondisi tidak tercapainya keuntungan maksimum pada masing-masing
perusahaan dalam kartel dapat diilustrasikan melalui gambar 8. Dimana gambar
8a menunjukkan perusahaan dengan struktur biaya lebih tinggi dan gambar 8c
adalah gabungan perusahaan 1 dan 2 membentuk struktur pasar monopoli (kartel).
Kondisi tidak tercapainya keuntungan maksimum pada masing-masing
perusahaan tersebut, menyebabkan kerugian ganda yaitu: (1) tidak tercapainya
efisiensi atau tidak tercapainya pertumbuhan yang optimal, dan (2) tidak
tercapainya pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan.
Keuntungan maksimum kartel dicapai pada titik perpotongan antara kurva
MC dan MR (di titik e, gambar ketiga), dengan menarik titik tersebut ke kurva
permintaan (D) dan kemudian dengan menarik ke sumbu vertikal diperoleh
tingkat harga P. Pada tingkat harga tersebut besarnya keuntungan perusahaan 1
Gambar 8. Mekanisme Tidak Tercapainya Keuntungan Maksimum dalam Kartel
Sumber : Koutsoyiannis, 1979.
65
8a. Struktur Biaya Perusahaan 1 8b. Struktur Biaya Perusahaan 2 8c. Gabungan Struktur Biaya Perusahaan 1 & 2
c f
62
66
adalah sebesar persegi panjang a,b,c,P, sedangkan perusahaan 2 sebesar persegi
panjang q,f,h,P. Besarnya keuntungan perusahaan 1 lebih besar dibandingkan
perusahaan 2, dan tingkat keuntungan yang dicapai masing-masing perusahaan
bukanlah keuntungan maksimalnya.
Permasalahan Pokok Kartel
Suatu faktor penting yang mempengaruhi struktur pasar dalam bentuk
kartel adalah tingkat kerja sama antar perusahaan yang tergabung dalam kartel.
Artinya mereka mengadakan kesepakatan-kesepakatan (kolusi) baik dalam
penetapan harga, besarnya output, membagi pasar, dan membuat keputusan-
keputusan bisnis lainya, untuk menghindarkan terjadinya perang harga, sehingga
kesinambungan usaha mereka terjamin.
Untuk menciptakan kondisi tersebut tidaklah mudah, permasalahan pokok
yang dihadapi kartel, misalnya pada joint profit maximization antara lain adalah :
(1) adanya kecenderungan kesalahan dalam menduga permintaan pasar,
(2) kecenderungan akan menimbulkan kesalahan dalam menduga marginal cost
(MC) masing-masing, (3) proses negosiasi yang berjalan lambat, (4) tingkat harga
yang dihasilkan dari negosiasi bersifat rigit (kaku), (5) sifat yang kurang
menunjang dari para anggota yang tergabung dalam kartel tersebut, (6)
perusahaan-perusahaan mempunyai struktur biaya tinggi, (7) campur tangan
pemerintah, sebagai contoh di Amerika Serikat keberadaan kartel dilarang oleh
undang-undang Anti Trust, di Indonesia ada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, (8) keinginan untuk
memperoleh citra yang baik di hadapan masyarakat masing-masing perusahaan,
(9) ketakutan terhadap masuknya perusahaan baru dalam industri dengan struktur
67
biaya yang lebih rendah, dan (10) bebas dalam mendesain produk, sehingga
konsumen cenderung lebih menyukai produk dari perusahaan oligopoli tertentu.
3.2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini pertama-tama dilandasi oleh tiga dasar pemikiran
yaitu: Pertama, adalah komitmen bahwa pengembangan usaha ternak unggas
diutamakan bagi usaha rakyat. Pemerintah berniat mempertahankan komitmen
tersebut sejak awal usaha ternak unggas mulai berkembang pada tahun 1976
sehingga sampai sekarang. Namun setelah krisis ekonomi membuat semuanya
serba salah. Pemerintah dalam kurun waktu 30 tahun telah menerapkan berbagai
kebijaksanaan untuk menegakkan komitmen tersebut, namun yang terjadi adalah
sebaliknya, yakni industri usaha unggas justru menjadi ladang bagi usaha swasta
(Yusdja dan Effendi, 1999).
Kedua, adalah Keppres 22/1990 dan SK Menteri Pertanian No.
314/Mentan/1996. Kedua peraturan ini merupakan fondasi kebijaksanaan
pemerintah dalam membangun model-model pengembangan usaha rakyat dan
usaha swasta sejak tahun 1990. Dua hal utama yang dicantumkan dalam kedua
peraturan tersebut adalah bahwa batasan skala usaha rakyat ditingkatkan dari 5
ribu ekor menjadi 15 ribu ekor, dan pengusaha swasta diizinkan masuk ke dalam
sektor budidaya dengan skala usaha yang bebas tetapi ia harus memenuhi dua hal
yakni pertama tujuan produksi untuk ekspor dan kedua harus melibatkan peternak
rakyat dalam bentuk kemitraan.
Ketiga, adalah bahwa Indonesia cepat atau lambat akan menghadapi pasar
bebas dunia. Pasar bebas mempunyai arti bahwa Indonesia harus membuka diri
68
bagi masuknya produksi dunia, demikian juga sebaliknya. Kebijakan penetapan
tarif dan non-tarif bagi produk impor tidak bisa dilakukan untuk memproteksi
produksi dalam negeri. Salah satu cara yang legal bagi menghambat masuknya
produk dunia dan mendorong produksi dalam memasuki pasar dunia adalah
dengan meningkatkan daya saing dengan memanfaatkan keunggulan komparatif
sebesar-besarnya.
Ketiga dasar diatas yakni Komitmen Usaha Rakyat, Keppres 22/1990, dan
Pasar Bebas akan sulit berjalan seiring, karena pertentangan-pertentangan yang
ada di dalam ketiga dasar tersebut. Suatu kajian yang menyeluruh pada semua
elemen struktur industri unggas sangat diperlukan untuk menjawab bagaimana
sebenarnya struktur industri unggas itu sendiri (Gambar 4). Sebagaimana
dikatakan oleh Nesheim (1979), bahwa apa yang dikatakan usaha ternak adalah
usaha yang mengandung tiga unsur terpadu yakni pemeliharaan, pembuatan
pakan, dan pembibitan. Pada kenyataannya struktur terpadu itu tidak kita temukan
di Indonesia, karena struktur industri unggas nasional yang ada mempunyai unsur-
unsur yang berdiri sendiri-sendiri.
69
Keppres No. 20/1990 Pasar Bebas
Perkembangan Industri Unggas
Nasional
Analisis perilaku Industri pakan
Struktur - Jumlah perusahaan - Rasio konsentrasi - Diferensiasi produk - Struktur tenaga
kerja
Kinerja - Efisiensi usaha - Penetapan harga - Tk. Keuntungan - Market share - Market power
Perilaku - Perilaku biaya - Perilaku
Produksi
Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Idaman
Peternak Mandiri Terintegrasi
Terorganisasi
Komitmen Pemerintah
Gambar 9. Kerangka Pemikiran Struktur dan Keragaan Industri Pakan Ternak
Ayam.
70