iii isi - cvd dan trauma cns 2

Upload: taffany-h

Post on 07-Jan-2016

237 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cvd trauma

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangStroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian. Stroke atau penyakit serebrovaskuler adalah penyebab kematian utama kedua setelah jantung. Tercatat lebih dari 4,6 juta orang meninggal di seluruh dunia, dua dari tiga kematian terjadi di negara berkembang. Di Indonesia dari tahun ke tahun, jumlah penderita stroke mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya status ekonomi masyarakat Indonesia dan adanya transisi epidemiologik dan demografik. Bahkan, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia Penyakit stroke tidak hanya diderita oleh orang usia lanjut, tetapi juga usia produktif, dimana usia produktif merupakan tulang punggung bangsa untuk kemajuan suatu negara yang kontribusi kerjanya ditunggu bangsa.

Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen. Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat kekerasan. Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian/kelumpuhan pada usia dini.

1.2 Tujuan PembahasanDalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut : Melengkapi tugas small group discussion skenario tiga modul dua puluh dua dengan judul skenario Mendadak Pelo. Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis. Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam menghadapi ujian akhir modul.Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat diharapkan dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.

1.3 Metode dan TeknikDalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, dimana kami menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang akan dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.BAB IIPEMBAHASAN2.1 SkenarioSEMESTER VII MODUL XXII (PERSARAFAN)SKENARIO 3MENDADAK PELO

Tuan H, berumur 65 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan hemiparese dextra secara tiba-tiba sewaktu baru bangun tidur, diikuti dengan bicara pelo. Sakit kepala (-), muntah proyektil (-), kejang parsial (-). Dokter rumah sakit menghitung SSS pasien untuk menentukan diagnosa dan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Sebelumnya, 15 tahun yang lalu pasien pernah mengalami commtio cerebri dengan GCS 13.Pada pemeriksaan diperoleh:Sens: CMTD: 160/100 mmHgHR: 88 x/menitTemp: 37C

2.2 Cerebrovascular Disease (CVD)2.2.1 DefinisiCerebrovascular disease (CVD) atau stroke mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau berhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. Istilah yang masih lama dan masih sering digunakan adalah cerebrovaskular accident (CVA).

Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO). Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas). Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang paling khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan atau tungkai disalah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan hilangnya sebagian penglihatan disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika salah satu atau kombinasi apapun dari gejala diatas berlangsung selama 24 jam atau lebih.

2.2.2 EpidemiologiInsiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun.

2.2.3 KlasifikasiStroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat dibagi dalam:1. Transient ischemic attack (TIA)2. Stroke-in-evolution3. Completed stroke yang dibagi menjadi:a. Completed stroke yang hemoragikb. Completed stroke yang non-hemoragik

Pembagian klinis lain sebagai variasi klasifikasi di atas adalah:1) Stroke non-hemoragik, yang mencakup:a. Transient ischemic attack (TIA)b. Stroke-in-evolutionc. Thrombotic stroked. Embolic strokee. Stroke akibat kompresi terhadap arteri oleh proses di luar arteri, seperti tumor, abses, granuloma2) Stroke hemoragik

Klasifikasi stroke dalam jenis yang hemoragik dan non-hemoragik memisahkan secara tegas kedua macam itu, seolah-olah dapat dibedakan berdasarkan manifestasi klinis masing-masing. Walaupun peningkatan tekanan intrakranial yang serentak mengiringi stroke hemoragik cenderung menghasilkan sakit kepala dan muntah-muntah beserta penurunan derajat kesadaran, namun demikian semau gejala itu pun dapat dijumpai pada stroke non hemoragik (trombotik). Satu-satunya cara yang akurat untuk mendiferensiasi stroke hemoragik dan non-hemoragik ialah dengan bantuan CT scan dan pungsi lumbal.

Stroke hemoragik, stroke ini merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid, disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadian saat melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun. Stroke non-hemoragik, stroke ini dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat istirahat, bangun tidur, atau dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder.

2.2.4 Etiologi dan Faktor RisikoBeberapa penyebab dari stroke adalah:a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher). Aterosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama, trombosis serebral merupakan penyebab yang umum pada serangan stroke. b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral. c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi otak (hemoragi intraserebral).

Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh lebih sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok usia yang lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun temurun predisposisi untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit, penyakit hemoglobin SC (sickle cell), homosistinuria, hiperlipidemia dan trombositosis. Namun belum ada perawatan yang memadai untuk hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati dengan diet dan hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika perlu. Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat memperlambat proses aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark miokard pada usia dewasa.

Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented).

1. Non modifiable risk factors:a. Usiab. Jenis kelaminc. Berat badan lahir rendahd. Ras/etnise. Genetik

2. Modifiable risk factorsa. Well-documented and modifiable risk factors1) Hipertensi2) Paparan asap rokok3) Diabetes4) Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu5) Dislipidemia6) Stenosis arteri karotis7) Sickle cell disease8) Terapi hormonal pasca menopause9) Diet yang buruk10) Inaktivitas fisik11) Obesitas

b. Less well-documented and modifiable risk factors1) Sindroma metabolik2) Penyalahgunaan alkohol3) Penggunaan kontrasepsi oral4) Sleep-disordered breathing5) Nyeri kepala migren6) Hiperhomosisteinemia7) Peningkatan lipoprotein (a)8) Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase9) Hypercoagulability10) Inflamasi11) Infeksi

2.2.5 Gejala KlinisTanda dan gejala dari stroke dapat berupa defisit lapang pandang seperti kehilangan setengah lapang penglihatan, Kehilangan penglihatan perifer, dan diplopia. Defisit motorik (seperti hemiparesis, hemiplegia, attaksia, disartria dan disfagia). Defisit sensori (seperti parestesia). Defisit verbal (seperti afasia eksprensif: tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, Afasia reseptif: tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, Afasia global: kombinasi afasia eksprensif dan reseptif). Defisit kognitif (seperti kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, perubahan penilaian, kerusakan untuk berkosentrasi). Defisit emosional (seperti kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres, depresi, menarik diri, perasaan isolasi).

2.2.6 PatofisiologiGangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi: arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid. Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien.

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut: 1) Stroke IskemikInfark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau perdarahan aterom c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek.

Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat penumbra iskemik yang tetap viabel untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.

Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya.

2) Stroke HemoragikStroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV).

Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid. Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.

Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak.

2.2.7 DiagnosisUntuk mendapatkan diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke, segera ditegakkan dengan:1) Skor Stroke: Algoritma Gajah Mada

2) Pemeriksaan penunjangUntuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke perdarahan dilakukan pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pada stroke hemoragik akan terlihat adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada stroke iskemik akan terlihat adanya gambaran hipodens.

2.2.8 PenatalaksanaanPenatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin, karena jendela terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Hal yang harus dilakukan adalah: Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing, Circulation) Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas 19 Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat edema otak Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia

Terapi darurat memiliki tiga tujuan, yaitu: yang pertama mencegah terjadinya cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah iskemik non infark, yang kedua membaikkan cedera saraf sedapat munkin, yang ketiga mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel didaerah iskemik dari kerusakan lebih lanjut.

Pada stroke iskemik akut, mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif. Terapinya dapat berupa hipotermia, dan pemakaian obat neuroprotektif seperti antikoagulasi, trombolisis intravena, trombolisis intra arteri. Selain itu terapi yang digunakan adalah terapi perfusi dimana dilakukan induksi hipertensi untuk meningkatkan tekanan darah arteri rata-rata sehingga perfusi otak dapat meningkat. Pengendalian edema dan terapi medis umum juga dilakukan, serta terapi bedah untuk mencegah tekanan dan distorsi pada jaringan yang masih sehat.

2.2.9 KomplikasiKomplikasi medis yang sering menyebabkan kematian dalam bulan pertama setelah stroke adalah: yang pertama terjadi pembengkakan otak diikuti oleh dislokasi yang menyebabkan tertekannya pusat-pusat vital diotak yang mengendalikan pernapasan dan denyut jantung. Kedua, terjadi pneumonia aspirasi yang diakibatkan masuknya makanan atau cairan kedalam paru oleh karena mengalami disfagia. Ketiga, terjadi bekuan darah di arteri jantung dan paru. Keempat, terjadi infeksi saluran kemih, infeksi dada, dan infeksi kulit akibat dekubitus. Kelima, terjadi komplikasi kardiovaskuler seperti gagal jantung.

Setelah stroke iskemik atau perdarahan intraserebrum, sel yang mati dan hematom itu diganti oleh kista yang mengandung cairan serebrospinalis. Pada kondisi ini mungkin pasien mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat. Gejala sisa stroke mencakup komplikasi antara lain: 80% pasien stroke mengalami penurunan parsial atau total gerakan dan kekuatan lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh, 30% mengalami masalah komunikasi, 30% mengalami kesulitan menelan (disfagia), 10% mengalami masalah melihat, banyak pasien stroke menderita sakit kepala, tanpa pencegahan yang memadai, 10-20% pasien dapat mengalami dekubitus.

2.2.10 PrognosisPrognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh 20 secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.

Prognosis fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam activity daily living (ADL) hanya 19 % pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20 %) sampai tahun pertama. Sekitar 30-60 % penderita stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek aktivitas hidup sehari-hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi.

Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke. Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta mortalitas. Prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke batang otak/serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke minor. Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam penelitian ini sebesar 4,8 % dalam 1 tahun dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.

2.3 Trauma Kepala2.3.1 DefinisiTrauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak. Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak, sedangkan Doenges, (1999) cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi karena, fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar, leserasi dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.

2.3.2 KlasifikasiMenurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu: a. Cedera kepala terbukaLuka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.

b. Cedera kepala tertutupBenturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak, kontusio memar, dan laserasi.

Rosjidi (2007), mengklasifikasikan trauma kepala menjadi derajat berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS) nya, yaitu:a. Ringan 1) GCS = 13 15 2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit3) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

b. Sedang1) GCS = 9 12 2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. 3) Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Berat1) GCS = 3 82) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. 3) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.

1. Mekanisme Cedera KepalaCedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

2. Beratnya Cedera KepalaGlasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9- 13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan.

2.3.3 PatofisiologiPada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.

Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio countercoup. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik.

Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup. Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup).

Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.

2.3.4 Gejala KlinisGejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak. 1. Cedera kepala ringana. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedanga. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau hahkan koma.b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.

3. Cedera kepala berata. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik. c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur. d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

2.3.5 PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada cedera kepala memiliki prinsip penanganan untuk memonitor tekanan intrakranial pasien. Terapi medika mentosa digunakan untuk menurunkan oedem otak bila terdapat oedem pada gambaran profil CT Scan pada pasien .Penurunan aktifitas otak juga dibutuhkan dalam prinsip penatalaksanaan pada cedera kepala agar dapat menurunkan hantaran oksigen dengan induksi koma.Pasien yang mengalami kejang diberikan terapi profilaksis.

a. Terapi farmakologisTerapi farmakologi menggunakan cairan intravena ditujukan untuk mempertahankan status cairan dan menghindari dehidrasi.Bila ditemukan peningkatan tekanan intracranial yang refrakter tanpa cedera difus, autoregulasibaik dan fungsi kardiovaskular adekuat, pasien bisa diberikan barbiturat. Mekanisme kerja barbiturat adalah dengan menekan metabolisme serebral, menurunkan aliran darah ke otak dan volume darah serebral, merubah tonus vaskuler, menahan radikal bebas dari peroksidasi lipid mengakibatkan supresi burst. Penggunaan saline hipertonis efektif pada neuro trauma dengan hasil pengkerutan otak sehingga menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan volume intravaskular volume.Dengan akses vena sentral diberikan NaCl 3% 75 cc/jam dengan Cl 50%, asetat 50% target natrium 145-150 dengan monitor pemeriksaan natrium setiap 4-6 jam. Setelah target tercapai dilanjutkan dengan NaCl fisiologis sampai 4-5 hari.

b. Terapi nutrisiDalam 2 minggu pertama pasien mengalami hipermetabolik, kehilangan kurang lebih 15% berat badan tubuh per minggu. Penurunan berat badan melebihi 30% akan meningkatkan mortalitas. diberikan kebutuhan metabolism istirahat dengan 140% kalori/ hari dengan formula berisi protein > 15% diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding dapat mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi.

Pasien dengan CT Scan normal dapat keluar dari UGD dengan peringatan apabila : mengantuk atau sulit bangun (bangunkan setiap 2 jam), mual dan muntah, kejang, perdarahan/keluar cairan dari hidung atau telinga, nyeri kepala hebat, kelemahan/gangguan sensibilitas pada ekstrimitas, bingung dan tingkah laku aneh, pupil anisokor, penglihatan dobel/gangguan visus, nadi yang terlalu cepat/terlalu pelan, pola nafas yang abnormal.

Beberapa ahli melakukan skoring cedera kepala sedang dengan Glasgow Coma Scale Extended (GCSE) dengan menambahkan skala Postrauma Amnesia (PTA) dengan sub skala 0-7 dimana skor 0 apabila mengalami amnesia lebih dari 3 bulan, dan skor 7 tidak ada amnesia. Bachelor (2003) membagi cedera kepala sedang menjadi:1. Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness 2. Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post trauma 3. Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah.

Penanganan cedera kepala sedang sering kali terlambat mendapat penanganan Karena gejala yang timbul sering tidak dikenali . Gejala terbanyak antara lain : mudah lupa, mengantuk, nyeri kepala, gangguan konsentrasi dan dizziness. Penatalaksanaan utamanya ditujukan pada penatalaksanaan gejala, strategi kompensasi dan modifikasi lingkungan (terapi wicara dan okupasi) untuk disfungsi kognitif, dan psiko edukasi.

2.3.6 KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi akibat trauma kepala adalah:a. Kejang pasca traumaKejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya sebanyak 10%, terjadi di awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodiazepin dan terapi modifikasi lingkungan.

2.3.7 PrognosisPrognosis pada cedera kepala mengacu pada tingkat keparahan yang dialami. Nilai GCS saat pasien pertama kali datang ke rumah sakit memiliki nilai prognosis yang besar. Nilai GCS antara 3-4 memiliki tingkat mortalitas hingga 85%, sedangkan nilai GCS diatas 12 memiliki nilai mortalitas 5-10%. Gejala-gejala yang muncul pasca trauma juga perlu diperhatikan seperti mudah letih, sakit kepala berat, tidak mampu berkonsentrasi dan irritable.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanStroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas). Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang paling khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan atau tungkai disalah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan hilangnya sebagian penglihatan disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika salah satu atau kombinasi apapun dari gejala diatas berlangsung selama 24 jam atau lebih. Beberapa penyebab dari stroke adalah trombosis, embolisme serebral, hemoragi serebral, iskemia, dan lain-lain.

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak. Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

3.2 SaranDalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya: Kombinasikan metode pembuatan makalah berikut Pembahasan yang lebih mendalam Pembahasan secara tepat dan benarBeberapa poin di atas merupakan saran kami berikan, apabila ada yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini .Demikianlah makalah ini disusun serta besar harapan nanti makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususnya bagi mahasisiwa fakultas kedokteran UISU dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Kami terima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 1997 Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In: Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA,Editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta: EGC; 2005 Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, 2th ed. Jakarta: EGC;2001. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. In: Hartanto H, Editors. Sistem Saraf, 6th ed.Jakarta: EGC. Snell RS. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. In: Dimanti A, Editors. Pendahuluan dan Organisasi Susunan Saraf. 5th ed. Jakarta: EGC; 2007.

BIODATA PENULIS1. AGUNG TRIDADI71120800072. ALDI KURNIA KASMAN71120803143. CHAIRIA YETISYAM HSB71120801254. EMMYLYA SUMARTI E.S71120800835. GUNTAR MADISON71120800826. HARI MUSTAFA71120802467. IRMA LESTARI71120803348. LIKA RIRIN NOPRIDAWATI71120803239. MUHAMMAD BENNI711208017910. NANDA NUR AMELIA711208023311. RETRI DELLA ROSA711208026312. RODIA AZIZA711208000113. SISKA HAYULI SIREGAR7112080101

29