documentii

64
II. LANDASAN TEORI A. Manajemen Persediaan 1. Konsep Persediaan Secara Umum Persediaan didefinisikan sebagai barang jadi yang disimpan atau digunakan untuk dijual pada periode mendatang, yang dapat berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, barang dalam proses manufaktur dan barang jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata “inventoryyang merupakan timbunanbarang (bahan baku, komponen, produk setengah jadi, atau produk akhir, dll) yangsecara sengaja disimpan sebagai cadangan (safety atau buffer-stock) untuk menghadapi kelangkaan pada saat proses produksi sedang berlangsung. Untuk lebih jelasnya mengenai persediaan, maka akan dipaparkan pengertian persediaan. Pengertian persediaan

Upload: annisah-dyah-andini

Post on 27-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Ii

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentII

II. LANDASAN TEORI

A. Manajemen Persediaan

1. Konsep Persediaan Secara Umum

Persediaan didefinisikan sebagai barang jadi yang disimpan

atau digunakan untuk dijual pada periode mendatang, yang dapat

berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, barang dalam

proses manufaktur dan barang jadi yang disimpan untuk dijual maupun

diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata “inventory” yang

merupakan timbunanbarang (bahan baku, komponen, produk setengah

jadi, atau produk akhir, dll) yangsecara sengaja disimpan sebagai

cadangan (safety atau buffer-stock) untuk menghadapi kelangkaan

pada saat proses produksi sedang berlangsung. Untuk lebih jelasnya

mengenai persediaan, maka akan dipaparkan pengertian persediaan.

Pengertian persediaan akan dijelaskan dari beberapa defenisi berikut :

1. Starr dan Miller (1997:3) menjelaskan bahwa inventory is

theory hardly enquires education and inventory immediately

brings to minds a stock of somekind of physical commodity.

2. Rangkuti (2007:2) menyatakan bahwa persediaan adalah bahan-

bahan, bagian yang disediakan, dan bahan-bahan dalam proses

yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta

barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk

memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap

waktu.

Page 2: DocumentII

3. Baroto (dalam Riggs, 1976) menyatakan bahwa persediaan

adalah bahan mentah, barang dalam proses (work in process),

barang jadi, bahan pembantu,bahan pelengkap, komponen yang

disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persediaan

adalah material yang berupa bahan baku, barang setengah jadi,

atau barang jadi yang disimpan dalam suatu tempat atau gudang

dimana barang tersebut menunggu untuk diproses atau

diproduksi lebih lanjut.

Penyebab Persediaan

Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan.

Menurut Baroto (2002:53) mengatakan bahwa penyebab timbulnya

persediaan adalah sebagai berikut.

1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan

Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi

seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelummya. Untuk

menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan

pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit

dihindarkan.

2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian

Ketidakpastian terjadi akibat: permintaan yang bervariasi

dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu

pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk

Page 3: DocumentII

dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang

cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat

dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan

mengadakan persediaan.

3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan

keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.

2. Fungsi dan Manfaat Manajemen Persediaan

Pada prinsipnya semua perusahaan melaksanakan proses

produksi akan menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk

kelangsungan proses produksi dalam perusahaan tersebut. Beberapa

hal yang menyangkut menyebabkan suatu perusahaan harus

menyelenggarakan persediaan bahan baku menurut Ahyari (2003:150),

adalah:

1. Bahan yang akan digunakan untuk pelaksanaan proses

produksi perusahaan tersebut tidak dapat dibeli atau

didatangkan secara satu persatu dalam jumlah unit yang

diperlukan perusahaan serta pada saat barang tersebut akan

dipergunakan untuk proses produksi perusahaan tersebut. Bahan

baku tersebut pada umumnya akan dibeli dalam jumlah tertentu,

dimana jumlah tertentu ini akan dipergunakan untuk menunjang

pelaksanaan proses produksi perusahaan yang bersangkutan

dalam beberapa waktu tertentu pula. Dengan keadaan semacam

Page 4: DocumentII

ini maka bahan baku yang sudah dibeli oleh perusahaan namun

belum dipergunakan untuk proses produksi akan masuk sebagai

persediaan bahan baku dalam perusahaan tersebut.

2. Apabila perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku,

sedangkan bahan baku yang dipesan belum datang maka

pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan tersebut akan

terganggu. Ketiadaan bahan baku tersebut akan mengakibatkan

terhentinya pelaksanaan proses produksi pengadaan bahan baku

dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah

tingginya harga beli bahan baku yang dipergunakan oleh

perusahaan.

Untuk menghindari kekurangan bahan baku tersebut, maka

suatu perusahaan dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang

banyak. Tetapi persediaan bahan baku dalam jumlah besar tersebut

akan mengakibatkan terjadinya biaya persediaan bahan yang

semakian besar pula. Besarnya biaya yang semakin besar ini berarti

akan mengurangi keuntungan perusahaan. Disamping itu, resiko

kerusakan bahan juga akan bertambah besar apabila persediaan

bahan bakunya besar.

Kerugian dari Ketidakpastian Pengadaan Persediaan Bahan Baku.

Pada umumnya penggunaan bahan baku didasarkan pada anggapan

bahwa setiap bulan selalu sama, sehingga secara berangsur-angsur akan

Page 5: DocumentII

habis pada waktu tertentu. Agar jangan sampai terjadi kehabisan bahan

baku yang berakibat akan mengganggu kelancaran proses produksi

sebaiknya pembelian bahan baku dilaksanakan sebelum habis. Secara

teoritis keadaan tersebut dapat diperhitungkan, akan tetapi tidak semudah

itu. Kadang-kadang bahan baku masih cukup banyak namun sudah

dilakukan pembelian sehingga berakibat menumpuknya bahan baku

digudang. Hal ini bisa menurunkan kualitas bahan dan akan memakan

biaya penyimpanan.

Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi ketidakpastian

bahan baku yaitu dari dalam perusahaan dan faktor dari luar perusahaan.

Ketidakpastian dari dalam perusahaan disebabkan oleh faktor dari

perusahaan itu sendiri dalam pemakaian bahan baku, karena pemakaian

bahan baku oleh perusahaan tidaklah selalu tepat dengan apa yang selalu

direncanakan. Mungkin suatu saat ada gangguan tehnis sehingga akan

mengganggu proses produksi yang akan menyebabkan pemakaian bahan

baku berkurang. Mungkin saja pemborosan-pemborosan atau karena

bahan baku yang kurang baik sehingga pemakaian bahan baku keluar dari

rencana semula.

Disamping ketidakpastian bahan baku dari dalam perusahaan terdapat

pula ketidakpastian dari luar perusahaan. Ketidakpastian dari luar

perusahaan ini disebabkan oleh faktor-faktor dari luar perusahaan. Dalam

hal ini perusahaan pada saat melaksanakan pembelian sudah

diperhitungkan agar bahan baku yang dibeli tersebut datangnya tepat pada

Page 6: DocumentII

saat persediaan yang ada sudah habis. Namun kenyataannya bahan baku

tersebut datangnya sering tidak sesuai dengan yang telah diperhitungkan,

atau bahan tersebut datang sebelum waktu yang dijanjikan.

Fungsi-Fungsi Persediaan

Fungsi-fungsi persediaan penting artinya dalam upaya meningkatkan operasi

perusahaan, baik yang berupa operasi internal maupun operasi eksternal

sehingga perusahaan seolah-olah dalam posisi bebas.

Fungsi persediaan pada dasarnya terdiri dari tiga fungsi yaitu:

1.   Fungsi Decoupling

Merupakan fungsi perusahaan untuk mengadakan

persediaan decouple atau terpisah dari berbagai bagian proses produksi.

Fungsi ini memungkinkan bahwa perusahaan akan dapat memenuhi

kebutuhannya atas permintaan konsumen tanpa tergantung pada suplier

barang. Untuk dapat memenuhi fungsi ini dilakukan cara-cara sebagai

berikut:

Persediaan bahan mentah disiapkan dengan tujuan agar perusahaan

tidak sepenuhnya tergantung penyediaannya pada suplier dalam hal

kuantitas dan pengiriman.

Persediaan barang dalam proses ditujukan agar tiap bagian yang

terlibat dapat lebih leluasa dalam berbuat.

Persediaan barang jadi disiapkan pula dengan tujuan untuk

memenuhi permintaan yang bersifat tidak pasti dari langganan.

Page 7: DocumentII

2.   Fungsi Economic Lot Sizing

Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar

perusahaan dapat berproduksi serta menggunakan seluruh sumber daya

yang ada dalam jumlah yang cukup dengan tujuan agar dapat

menguranginya biaya perunit produk.

Pertimbangan yang dilakukan dalam persediaan ini adalah

penghematan yang dapat terjadi pembelian dalam jumlah banyak yang

dapat memberikan potongan harga, serta biaya pengangkutan yang lebih

murah dibandingkan dengan biaya-biaya yang akan terjadi, karena

banyaknya persediaan yang dipunyai.

3.   Fungsi Antisipasi

Perusahaan sering mengalami suatu ketidakpastian dalam jangka

waktu pengiriman barang dari perusahaan lain, sehingga memerlukan

persediaan pengamanan (safety stock), atau perusahaan mengalami

fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan sebeumnya yang didasarkan

pengalaman masa lalu akibat pengaruh musim, sehubungan dengan hal

tersebut perusahaan sebaiknya mengadakan seaseonal

inventory (persediaan musiman) (Asdjudiredja,1999:114).

Selain fungsi-fungsi diatas, menurut Herjanto (1997:168) terdapat enam

fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi

kebutuhan perusahaan antara lain:

1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau

barang yang dibutuhkan perusahaan

Page 8: DocumentII

2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik

sehingga harus dikembalikan

3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau

inflasi.

4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman

sehingga perusahaan tidak akan sulit bila bahan tersebut tidak

tersedia dipasaran.

5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan

kuantitas (quantity discount)

6. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersediaanya

barang yang diperlukan.

3. Model-model Persediaan

METODA EOQ

Asumsi:

1. Kecepatan permintaan tetap dan terus menerus.

2. Waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan dating (lead

time) harus tetap.

3. Tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out.

4. Material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan dating pada

waktu yang bersamaan dan tetap dalam bentuk paket.

5. Harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun

pembelian dalam jumlah volume yang besar.

Page 9: DocumentII

6. Besar carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-rata

jumlah persediaan.

7. Besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang

dipesan dan tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot.

8. Item adalah produk satu macam dan tidak ada hubungan dengan

produk lain.

Gambar 1 : Grafik EOQ

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menghitung EOQ:

D : Besar laju permintaan (demand rate) dalam unit per tahun.

S : Biaya setiap kali pemesanan (ordering cost) dalam rupiah per pesanan

C :Biaya per unit dalam rupiah per unit

I : Biaya pengelolaan (carrying cost) adalah persentase terhadap nilai

persediaan per tahun.

Q : Ukuran paket pesanan (lot size) dalam unit

Page 10: DocumentII

TC: Biaya total persediaan dalam rupiah per tahun.

Biaya pemesanan per tahun (Ordering cost):

OC = S (D/Q)

Biaya pengelolaan persediaan per tahun (Carrying cost)

CC = ic (Q/2)

Gambar 2 :Grafik EOQ

Terjadi keseimbangan antara carrying cost dan ordering cost, maka

Q dihitung dari

4. Safety Stock

Merupakan persediaan minimal yang harus ada agar

perusahaan dapat berjalan normal.Semakin besar safery stock maka

perusahaan kemungkinan khabisan persedian akna semakin

Page 11: DocumentII

kecil.Safety stock adalah istilah yang digunakan oleh spesialis

persediaan untuk menggambarkan tingkat stok tambahan yang

dipertahankan di bawah siklus saham untuk penyangga terhadap

stockouts. Safety Stock (juga disebut Buffer Stock) ada untuk

menghadapi ketidakpastian dalam penawaran dan permintaan. Safety

stock didefinisikan sebagai unit tambahan persediaan dibawa sebagai

perlindungan terhadap kemungkinan stockouts (kekurangan bahan

baku atau kemasan). Dengan memiliki jumlah yang memadai safety

stock di tangan, sebuah perusahaan dapat memenuhi permintaan

penjualan yang melebihi perkiraan permintaan mereka tanpa

mengubah rencana produksi mereka. Hal ini diadakan ketika suatu

organisasi tidak dapat secara akurat memprediksi permintaan dan / atau

tenggang waktu untuk produk. Ini berfungsi sebagai asuransi terhadap

stockouts.

Dengan produk baru, safety stock dapat dimanfaatkan sebagai

alat strategis sampai perusahaan dapat menilai seberapa akurat ramalan

mereka adalah setelah beberapa tahun pertama, terutama bila

digunakan dengan perencanaan kebutuhan material worksheet. Yang

kurang akurat peramalan, yang lebih safety stock diperlukan. Dengan

perencanaan kebutuhan material (MRP) lembar sebuah perusahaan

dapat menilai berapa banyak mereka akan perlu untuk memproduksi

untuk memenuhi permintaan penjualan diperkirakan tanpa

mengandalkan safety stock. Namun, strategi yang umum adalah untuk

Page 12: DocumentII

mencoba dan mengurangi tingkat persediaan pengaman untuk

membantu menjaga biaya persediaan rendah sekali permintaan produk

menjadi lebih diprediksi. Ini dapat sangat penting bagi perusahaan

dengan keuangan yang lebih kecil bantal atau mereka yang berusaha

untuk berjalan di lean manufacturing, yang bertujuan untuk

menghilangkan pemborosan seluruh proses produksi. Jumlah safety

stock sebuah organisasi memilih untuk terus di tangan dapat secara

dramatis mempengaruhi bisnis mereka. Terlalu banyak safety stock

dapat mengakibatkan biaya tinggi memegang persediaan. Selain itu,

produk yang disimpan terlalu lama dapat merusak, kedaluwarsa, atau

istirahat selama proses pergudangan. Terlalu sedikit safety stock dapat

mengakibatkan kehilangan penjualan dan, dengan demikian, yang

lebih tinggi tingkat perputaran pelanggan. Akibatnya, menemukan

keseimbangan yang tepat antara terlalu banyak dan terlalu sedikit

safety stock adalah sangat penting.

Page 13: DocumentII

C. KONSEP MRP

1. Defenisi MRP

Perencanaan Kebutuhan bahan (Material Requirement Planning =

MRP) adalah penentuan jumlah setiap jenis bahan baku yang dibutuhkan

selama satu masa tertentu dalam pembuatan barang jadi untuk memenuhi

permintaan yang bersangkutan selama masa tersebut.

Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu

teknik yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses

pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang

saling bergantungan. Material Requirement Planning merupakan suatu

daftar bahan yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat diketahui

dependensi beberapa komponen tertentu pada sub perakitan, yang

sebaliknya akan tergantung juga dari produk akhir.

2. Tujuan MRP

MRP ini menggabungkan pengendalian bahan dengan rencana

pembuatan barang. Kemudian tujuannya antara lain, mempersingkat

masa penahanan sediaan dan pada saat yang sama menjamin tersedianya

bahan-bahan pada waktu dibutuhkan, dengan menggunakan Jadwal

Induk Produksi (Master Production Schedulling = MPS) untuk

memproyeksikan kebutuhan-kebutuhan akan jenis-jenis komponen.

Terdapat empat tujuan yang menjadi ciri utama sistem MRP, yaitu:

1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.

Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (atau

material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir

yang sudah direncanakan dalam jadwal induk produksi.

2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item.

Dengan diketahuinya kebutuhan akhir, sistem MRP dapat menentukan

secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua

kebutuhan minimal setiap item.

Page 14: DocumentII

3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.

Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan

harus dilakukan.Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau

dibuat pada pabrik sendiri.

4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang

sudah direncanakan.

Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang

dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat

memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika

mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistik.Jika

penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi

pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan harus dilakukan.

3. Manfaat MRP

Adapun manfaat atau kegunaan penggunaan MRP adalah :

a. Penurunan jumlah sediaan yang dibutuhkan

MRP menentukan jumlah bahan atau bagian barang yang benar-

benar dibutuhkan untuk setiap kurun waktu sesuai dengan rencana

produksi induk (MPS), sehingga tingkat sediaan yang berlebihan

dapat dihindarkan.

b. Pengurangan masa tunggu pembuatan dan pemesanan

MRP menunjukkan jumlah, jadwal dan ketersediaan bahan atau

bagian barang, serta tindakan pengadaan yang dibutuhkan untuk

memenuhi waktu penyerahan sehingga dapat menghindarkan

penundaan kegiatan pengolahan.

c. Pemenuhan jadwal yang lebih tepat

Dengan MRP, bagian pengolahan dapat memberikan jadwal

pengolahan yang tepat kepada bagian pemasaran sehingga bagian

pemasaran dapat menentukan jadwal penyerahan yang lebih tepat

dan dapat memenuhi janji penyerahan kepada pembeli atau pemesan.

d. Peningkatan kehematan

Page 15: DocumentII

MRP mensyaratkan kerjasama dan penyelarasan antar berbagai

pusat kerja pada saat bahan-bahan mengalir di antara pusat-pusat

kerja tersebut.

4. Persyaratan MRP

Agar MRP dapat berfungsi dan dioperasionalisasikan dengan efektif ada

beberapa persyaratan dan asumsi yang harus dipenuhi. Adapun

persyaratan yang dimaksud adalah : (Gaspersz, 1998)

a. Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule),

yaitu suatu rencana produksi yang menetapkan jumlah serta waktu

suatu produk akhir harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus

diproduksi. Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil

peramalan kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan

produksi yang baik, serta jadwal pemesanan produk dari pihak

konsumen.

b. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus.

Hal ini disebabkan karena biasanya MRP bekerja secara

komputerisasi dimana jumlah komponen yang harus ditangani sangat

banyak, maka pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan,

bagian komponen, perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah

terdapat perbedaan yang jelas antara satu dengan yang lainnya.

c. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini

tidak diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang

terlibat dalam pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat

banyak dan proses pembuatannya sangat komplek. Walaupun

demikian, yang penting struktur produk harus mampu

menggambarkan secara gamblang langkah-langkah suatu produk

untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk jadi.

d. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang

menyatakan status persediaan sekarang dan yang akan datang.

Page 16: DocumentII

(sumberhttp://sovi70-ovi.blogspot.com/2010/10/material-requirement-

planning.html)

5. Input dan Output MRP

a. Input Sistem MRP

Ada tiga yang dibutuhkan oleh system MRP, yaitu :

1. Jadwal Input Produksi

Jadwal Input Produksi (JIP) didasarkan pada peramalan

atas permintaan dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Hasil

peramalan (perencanaan jangka panjang) dipakai untuk

membuat produksi (perencanaan jangka sedang) yang pada

akhirnya dipakai untuk membuat yang berisi rencana secara

mendetail mengenai “jumlah produksi” yang dibutuhkan untuk

setiap produk akhir beserta “periode wakktunya” untuk suatu

jangka perencanaan dengan memperhatikan kapasitas yang

tersedia (pekerja, mesin dan bahan).

2. Catatan Keadaan Persediaan

Catatan Keadaan Persediaan menggambarkan status

semua item yang ada dalam persediaan.Setiap item persediaan

harus diidentifikasikan secara jelas jumlahnya karena transaksi-

transaksi yang terjadi, seperti penerimaan, pengeluaran, produk

cacat dan data-data tentang lead time, teknik ukuran lot yang

dipakai, persediaan pengaman dan sebagainya.Hal ini dilakukan

untuk menghondari kesalahan dalam perencanaan.

3. Struktur Produk

Berisi informasi tentang hubungan antara komponen-

komponen dalam suatu proses assembling. Informasi ini

dibutuhkan dalam menentukan kebutuhan kotor dan kebutuhan

bersih suatu komponen. Selain itu, struktur produk juga berisi

informasi tentang “jumlah kebutuhan komponen” pada satiap

tahap assembling dan “jumlah produk akhir” yang harus dibuat.

Page 17: DocumentII

Ketiga input tersebut membentuk arsip-arsip yang saling

berhubungan dengan bagian produksi dan pembelian sehingga

dapat menghasilkan informasi terbaru tentang pemesanan,

penerimaan dan pengeluaran komponen dari gudang.

b. Output Sistem MRP

Output dari perhitungan MRP adalah penentuan jumlah masing-

masing BOM dari item yang dibutuhkan bersamaan dengan tanggal

dibutuhkannya.Informasi ini digunakan untuk merencanakan

pelepasan pesanan (order release) untuk pembelian dan pembuatan

sendiri komponen-komponen yang dibutuhkan.Pelepasan pesanan

yang direncanakan (planned order release secara otomatis dihasilkan

oleh system computer MRP bersamaan dengan pesanan yang harus

dijadwalkan kembali, dimodifikasi, ditangguhkan, atau dibatalkan.

Dengan cara ini, MRP menjadi suatu alat untuk perencanaan operasi

bagi manager produksi. Berdasarkan uraian di atas, output dari

system MRP antara lain :

1. Memberikan catatan tentang jadwal pemesanan yang harus

dilakukan atau direncanakan

2. Memberikan indikasi bila diperlukan penjadwalan ulang

3. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan

4. Memberikan indikasi tentang keadaan dari persediaan

(sumber:http://sovi70-ovi.blogspot.com/2010/10/material-requireme

nt-planning.html)

Page 18: DocumentII

Ke bagian Ke Bagian

Produksi Pembelian

System MRP terkomputerisasi

Sistem Perencanaan Kebutuhan Bahan (MRP)

6. Prosedur dan Metode MRP

Berbagai data dan keterangan yang dibutuhkan dalam suatu

perencaan kebutuhan bahan (MRP) adalah :

a. Jadwal Produksi Induk (MPS)

b. Bill of Materials (BOM)

c. Masa tunggu pemesanan bahan (lead time)

LAPORAN

File Persediaan

MPS

BOM PROGRAM KOMPUTER MRP

Urutan Pekerjaan dan Pusat Kerja

Jadwal dan Dasar Rencana Kebutuhan

Bahan (MRP)

Bill of Materials (BOM) dan Masa Tunggu Pengadaan Bahan

Pengajuan Pesanan

Pengadaan

Penjadwalan Kembali Pesanan

Pesanan yang Dijadwalkan untuk

Masa Depan

Jadwal Produksi Induk (MPS)

Page 19: DocumentII

d. Urutan pengerjaan (operations routing) dan pusat-pusat kerja (work

centers)

Bila data dan keterangan tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa

mengolah MRP dengan empat langkah dasar sebagai berikut :

a. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih). Kebutuhan bersih (NR)

dihitung sebagai nilai dari Kebutuhan Kotor (GR) minus jadwal

penerimaan (SR) minus persediaan di tangan (OH). Kebutuhan

Bersih dianggap nol bila NR lebih kecil atau sama dengan nol.

NRt = GRt + Allt – SRt – PAt-1

Dimana:

NRt = Kebutuhan bersih pada periode t

GRt = Kebutuhan kotor pada periode t

Allt = Allokasi dari persediaan

SRt = Jadwal penerimaan

PAt-1 = Jumlah yang ada pada akhir periode t-1.

(sumber:http://en.wikipedia.org/w/index.php?

title=Material_Requirements_Planning&redirect=no)

b. Lotting (Penentuan Ukuran Lot). Langkah ini bertujuan menentukan

besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dan

perhitungan kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai dalam

prakteknya adalah Lot-For-Lot (L-4-L)

c. Offsetting (Penentuan Waktu Pemesanan). Langkah ini bertujuan

agar kebutuhan komponen dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan

dengan memperhitungkan lead time pengadaan komponen tersebut.

Dapat dirumuskan sebagai berikut :

PORLt = PORtl

Dimana:

PORLt = Planned Order Release pada periode t

PORtl = Planned Order Receipt pada periode t + leadtime

Page 20: DocumentII

d. Explosion. Langkah ini merupakan proses perhitungan kebutuhan

kotor untuk tingkat item (komponen) pada level yang lebih rendah

dari struktur produk yang tersedia.

Metode MRP :

a. Fixed Order Quantity (FOQ)

Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan tetap

karena keterbatasan akan fasilitas. Misalnya, kemampuan gudang,

transportasi, kemampuan supplier dan pabrik.

FOQ sangat spesifik untuk menentukan persediaan produk.

Penentuan besarnya lot sangat memperhatikan faktor luar yang tidak

dapat dihitung dengan teknik algoritma penentuan lot. Biasanya

metode ini digunakan apabila terdapat biaya pemesanan yang tinggi.

Besarnya lot dapat dilakukan sekehendak hati, berdasarkan intuisi,

faktor empirik atau berdasarkan pengalaman. Salah satu ciri FOQ

adalah besarnya lot yang tetap tetapi periode pemesanan yang

berubah.

Contoh:

Sebagai contoh berikut, penentuan lot sebesar 180 dilakukan

dengan intuisi. Pemesanan akan dilakukan sebesar 180 apabila jumlah

kebutuhan bersih untuk beberapa periode akan datang mendekati 180.

Periode

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan

bersih

20 50 100 80 0 100 40 40 20 50 70 30

Ukuran lot 180 18

0

180 180

Persediaan 160 110 10 11

0

110 10 150 11

0

90 40 150 120

Page 21: DocumentII

a. Lot for Lot (LFL)

Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit

dengan pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, jumlah yang

dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan.

Metode ini digunakan untuk kondisi dimana pola kebutuhan

yang berubah-ubah dan tidak teratur, pada sistem produksi yang

mempunyai sifat setup permanen pada proses produksinya. Dengan

selalu memperhitungkan kembali bila terjadi perubahan pada

kebutuhan bersih, maka diharapkan tidak ada persediaan di gudang

sehingga biaya penyimpanan akan menjadi nol. Dengan demikian

metode ini juga cocok untuk produk yang mempunyai biaya

penyimpanan yang sangat besar.

Contoh kasus, jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan ongkos

simpan $ 0.05, maka:

Page 22: DocumentII

Ongkos set up : 9 x $ 5.75 = $ 51.75

Ongkos simpan : = 0 +

Ongkos total = $ 51.75

b. Least Unit Cost (LUC)

Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan ongkos

unit perkecil, dimana jumlah pemesanan ataupun interval pemesanan

dapat bervariasi. Keputusan untuk pemesanan didasarkan :

ongkos perunit terkecil = (ongkos pesan per unit) + (ongkos

simpan per unit).

Contoh kasus, jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan

ongkos simpan $ 0.05, maka:

Periode

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9GR 12 15 9 17 8 10 16 7 11SR 12 15POH 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0PORec 9 17 8 10 16 7 11PORel 9 17 8 10 16 7 11

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9GR 12 15 9 17 8 10 16 7 11SR 53 POH 0 41 26 17 0 44 34 18 11 0PORec 52

PORel 52

Page 23: DocumentII

Ongkos set up : 2 x $ 5.75 = $ 11.50

Ongkos simpan : = $ 9.55 +

Ongkos total = $ 21.05

Page 24: DocumentII

c. Economic Order Quantity (EOQ)

Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan

dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi

tersebut.

Economic Order Quantity adalah salah satu teknik didalam

metode perhitungan yang digunakan untuk menentukan jumlah dan

J umlah Ongkos Ongkos Ongkos Ongkos Order Set up Simpan Total Per Unit

1 12 5.75 0 5.75 0.4791 – 2 27 5.75 15 x 0.05 = 0.75 6.5 0.24

15 x 0.05 + 9 x 0.1 1.65

15 x 0.05 + 9 x 0.1 +

17 x 0.15 = 4.20 1 – 5 61 5.75 5.8 11.55 0.189

5 8 5.75 0 5.75 0.7195 – 6 18 5.75 10 x 0.05 = 0.5 6.25 0.343

10 x 0.05 + 16 x 0.1 2.1

10 x 0.05 + 16 x 0.1 +

7 x 0.15 = 3.15 5 – 9 52 5.75 5.35 11.1 0.213

5 – 8 41 5.75 8.9 0.217

1 – 4 53 5.75 9.95 0.188

5 – 7 34 5.75 7.85 0.23

Periode

1 – 3 36 5.75 7.4 0.205

Page 25: DocumentII

waktu order suatu material sehingga biaya inventori perusahaan dapat

diminimumkan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai metode EOQ:

TC(Q) = purchase Cost + order cost + holding cost

TC(Q) = P*D + (C*D/Q) + (h*Q)/2

Keterangan :

Q = lot size atau jumlah pesanan (unit)

D = kebutuhan bahan setiap kali pesan

C = biaya order per order (atau biaya setup kalau diproduksi sendiri)

P = harga

h = biaya simpan per unit per pesan.

Dengan menggunakan derivative total cost terhadap Q, maka

didapatkan :

TC(Q) = P*D + (C*D)/Q + (h*Q) / 2

DTC/dQ = -(C*D)/Q2 + h/2

Syarat optimal titik kritis did TC/dQ = 0, maka didapatkan :

Q=√ 2×C×Dh

Contoh soal :

EOQ model adalah Q*=

Page 26: DocumentII

dimana D = pemakaian tahunan = 1.404

S = biaya tetap = $100

H = biaya penyimpanan (penggudangan), per tahun per unit

= $1 x 52 minggu = $52

 Q* = 73 unit

Setup = 1.404/73 = 19 per tahun

Biaya setup = 19 x $100 = $1.900

Biaya penyimpanan = x ($1 x 52 minggu) = $1.898

Biaya setup + biaya penyimpanan = $1.900 + $1.898 = $3.798

Solusi EOQ menghasilkan biaya 10 minggu adalah $730 [$3.798 x

(10 minggu/52 minggu) = $730].

 

d. Period Order Quantity (POQ)

Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan

ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit,

teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar

perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh

besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode

pemesanannya adalah setahun.

Contoh :

EOQ=74; demand/minggu = 27; setahun = 27*52= 1404

Maka D/Q= 1404/74 = 19

Waktu antar pemesanan = 52/19 = 2.7 ~ 3 minggu

e. Part Period Balancing (PPB)

Page 27: DocumentII

Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila

ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya. Pendekatan

PPB berusaha menyeimbangkan biaya set-up dan biaya simpan

dengan menggunakan konsep Economic Part Period (EPP)

Contoh perhitungan: jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan

ongkos simpan $ 0.05, maka:

PPB merupakan suatu variasi LTC.

Konversi ongkos pesan menjadi equivalent part periods (EPP)

EPP = s/k

s = ongkos pesan

k = ongkos simpan per unit per periode.

EPP = 5 .750 .05/ part period

=115 part perio

Periode Kebutuhan Periods Part Periods Kumu

latifCarried

1 12 0 0 0

2 15 1 15 15

3 9 2 18 33

4 17 3 51 84

5 8 4 32 116

6 10 5 50 166

116 mendekati EPP (=115)

f. Fixed Periode Requirement (FPR)

Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan periode

tetap, dimana pesanan dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu

saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan tetapi

Page 28: DocumentII

Periode dikombinasi

Trial Lot Size

Cumulative Cost

Cost per Period

2 30 200 $200.00 2,3 70 280 $140.00 2,3,4 70 280 $93.33 2,3,4,5 80 340 $85.00 2,3,4,5,6 120 660 $132.00 6 40 200 $200.00 6,7 70 260 $130.00 6,7,8 70 260 $86.67 6,7,8,9 100 440 $110.00

dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada

interval pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan.

Metode ini membuat pesanan hanya pada periode konstan

tertentu saja. Periode pemesanan dilakukan dengan intuisi dengan

jumlah pemesanan didasarkan pada jumlah kebutuhan bersih pada

periode yang akan datang. Pada konsidi dimana tidak ada permintaan

pada periode pemesanan, pemesanan akan digeser pada periode

berikutnya.

Periode

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan

bersih

20 50 100 80 0 100 40 40 20 50 70 30

Ukuran lot 70 180 140 60 120 30

Persediaan 50 0 80 0 0 40 0 20 0 70 0 0

g. Least Total Cost (LTC)

Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan

diminimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horison

perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan

memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan per unit-nya

hampir sama dengan ongkos pengadaannya/ unitnya.

Contoh:

Ongkos total = (ongkos simpan) + (ongkos pengadaan)

Page 29: DocumentII

Contoh kasus, jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan ongkos simpan $ 0.05,

maka:

Ongkos set up : 2 x $ 5.75 = $ 11.50

Ongkos simpan : 179 x $ 0.05 = $ 8.95 +

Ongkos total = $ 20.45

Perhitungan untuk penyelesaian LTC:

Period

e

Unit Periods Period Carrying Cost Kumulatif

Carried

1 12 0 12 x 0.05 x 0 = 0.00 0

2 15 1 15 x 0.05 x 1 = 0.75 0.75

3 9 2 9 x 0.05 x 2 = 0.90 1.65

4 17 3 17 x 0.05 x 3 = 2.55 4.2

5 8 4 8 x 0.05 x 4 = 1.60 5.8

Jadi, kebutuhan untuk periode 2 sampai 5 harus dipesan pada periode

1 adalah = 12 + 15 + 9 + 17 + 8 = 61.

Perhitungan yang sama akan menghasilkan pemesanan pada periode 6

sebanyak 44.

PD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 GR 35 30 40 0 10 40 30 0 30 55 On Hand 35 0 50 10 10 0 30 0 0 55 POR 80 70 85

Periode

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9GR 12 15 9 17 8 10 16 7 11SR 61 POH 0 49 34 25 8 0 34 18 11 0PORec 44PORel 44

Page 30: DocumentII

h. Wagner Within (WW)

Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur

optimasi program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit

diterapkan dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit.

Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melakukan

minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos

simpan dan berusahan agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut

mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang

dilakukan.

Berikut ini adalah contoh soal Wagner-Whitin:

Data permintaan

j 1 2 3 4 5

Dt 20 50 10 50 50

At 100 100 100 100 100

Ht 1 1 1 1 1

• j menunjukkan periode, yang dapat berupa hari, minggu, atau

bulan. Pada soal ini, j merupakan periode dalam satuan bulan.

• Dt menunjukkan jumlah permintaan pada periode tersebut.

• At menunjukkan setup cost, pada soal di atas merupakan nilai

dalam satuan dollar

• Ht menunjukkan holding cost, pada soal di atas merupakan nilai

dalam satuan dollar.

Page 31: DocumentII

Langkah 1:

Z1* = A1= 100

J1* = 1

Karena ini merupakan data pertama, periode optimal adalah periode1

Langkah 2:

Periode 1 masih yang terkecil, jadi permintaan barang periode 2

akan dipesan pada periode 1.

Langkah 3:

Periode 1 masih yang terkecil, jadi permintaan barang periode 2

dan 3 akan dipesan pada periode 1.

Langkah 4:

270

Page 32: DocumentII

Periode 4 yang terkecil, jadi permintaan barang periode 4 akan

dipesan pada periode ini.

.

i. Silver Meal (SM)

Menitikberatkan pada ukuran lot yangharus dapat

meminimumkan ongkos total per periode. Dimana ukuran lot

didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode

yang berturut-turut sebagai ukuranlotyang tentatif (bersifat

sementara), penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya

dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam

ukuran lot tentatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang

sebenarnyaadalah ukuran lot tentative terakhir yang ongkos total

periodenya masih menurun.

(sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/67/jbptunikompp-gdl-s1-

2006-donikustia-3317-bab-2.pdf)

7. Lot Sizing

Ukuran tumpuk (lot size) menunjukkan jumlah barang atau bahan

yang dipesan pada setiap pemesanan.Penentuan ukuran tumpuk atau

jumlah pesana ini disebut Lot Sizing.

Cara-cara penentuan jumlah pesanan ini dapat dibedakan atas :

a. Penentuan jumlah pesanan secara statis (static lot sizing)

Adalah kebijakan untuk mempertahankan jumlah yang sama

atas bahan atau barang yang dipesan pada setiap pemesanan. Salah

satu aturan penentuan jumlah pesanan secara statis adalah jumlah

pesanan tetap (fixed order quantity = FOQ). Dengan FOQ ini

jumlah bahan yang dipesan tidak berubah pada pemesanan yang

berbeda.Jumlah ini sudah ditentukan sebelumnya dengan

mempertimbangkan taksiran kebutuhan selama satu masa

pengolahan.

Page 33: DocumentII

b. Penentuan jumlah pesanan secara dinamis (dynamic lot sizing)

Adalah kebijakan untuk menetapkan jumlah yang berbda atas

bahan atau barang yang dipesan pada setiap pemesanan. Satu aturan

penentuan jumlah pesanan secara dinamis adalah jumlah pesanan

berkala (periodic order quantity = POQ). POQ adalah jumlah yang

sama dengan jumlah yang dibutuhkan selama beberapa minggu sejah

bahan yang dipesan diterima, ditambah dengan jumlah sediaan

pengaman dan dikurangi dengan jumlah sediaan awal atau sediaan di

tangan. Satu bentuk khusus dari POQ adalah aturan lot for lot (L4L)

adalah aturan yang menetapkan jumlah yang dipesan sama dengan

kebutuhan selama satu satuan waktu.

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP

Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan

dalam MRP yaitu :

1. Struktur Produk

Pada dasarnya struktur produk yang kompleks dapat

menyebabkan terjadinya proses MRP seperti Net, Lot, Offset, dan

Explode yang berulang-ulang, yang dilakukukan satu persatu dari

atas sampai kebawah berdasarkan tingkatannya dalam suatu struktur

produk tersebut. Kesulitan tersebut sering banyak ditemukan dalam

proses Lot sizing, dimana penentuan Lot Size pada tingkat yang

lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit (multi level

lot sizing tecnique).

2. Lot Sizing

Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam

penentuan teknik lot sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini

merupakan salah satu fundamen yang penting dalam suatu sistem

rencana kebutuhan bahan. Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik

lot sizing yang tepat sesuai dengan situasi perusahaan akan sangat

Page 34: DocumentII

membantu dan mempengaruhi keefektifan dari rencana kebutuhan

bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih memuaskan.

Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai

teknik-teknik penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot

dapat dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu :

a. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak

terbatas.

b. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas.

c. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.

d. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.

Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga

terdapat dua aliran, yaitu pendekatan level by level dan period by

period. Nampak jelas dalam hal ini bahwa teknik lot sizing masih

dalam tehap perkembangan, khususnya untuk kasus multi level.

3. Lead Time

Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item

yang diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia

dilokasi perakitan pada saat diperlukan. Dalam proses tersebut perlu

diperhitungkan masalah networknya yang dilakukan berdasarkan

lintasan kritis, saat paling awal, atau saat paling lambat, atau suatu

item dapat selesai. Persoalan yang penting dari masalah ini bukan

hanya penentuan ukuran lot size pada setiap level akan tetapi perlu

mempertimbangkan masalah lead time serta networknya yang ada.

4. Kebutuhan yang Berubah

Salah satu keunggulan MRP dibanding dengan teknik laiinya

adalah mampu merancang suatu sistem yang peka terhadap

perubahan-perubhan, baik yang datangnya dari luar maupun dari

dalam perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini bukan tidak akan

menimbulkan masalah. Adanya perubahaan kebutuhan akan produk

akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan jumlah penentuan

Page 35: DocumentII

jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo

pemesanan yang ada.

5. Komponen Umum

Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah

komponen yang dibutuhkan oleh lebih dari satu induknya.

Komponen umum tersebut dapat menimbulkan suatu kesulitan dalam

proses perencanaan kebutuhan bahan khususnya dalam proses

netting dan lot sizing. Kesulitan-kesulitan tersebut akan semakin

terasa apabila komponen umum tersebut ada pada level yang berbeda

(sumber: http://satriadi04.blogspot.com/2008/06/faktor-faktor-kesu litan-dalam-

mrp.html.)

Page 36: DocumentII

D. Konsep CRP (Capacity Requirement Planning)

1. Definisi CRP

CRP membandingkan beban (load) yang ditetapkan pada setiap

pusat kerja (work center) melalui open and planned orders yang

diciptakan oleh MRP, dengan kapasitas yang tersedia pada setiap pusat

kerja dalam setiap periode waktu dari horizon perencanaan.

Kapasitas mengukur kemampuan dari suatu fasilitas produksi untuk

mencapai jumlah kerja tertentu dalam periode waktu tertentu dan

merupakan fungsi dari banyaknya sumber daya yang tersedia, seperti :

peralatan, mesin, personel, ruang, dan jadwal kerja.

Beberapa definisi yang berkaitan dengan kapasitas

1. Pusat kerja (work center)

Merupakan suatu kapasitas produksi spesifik yang terdiri dari

satu atau lebih orang .mesin dengan kemampuan yang sama atau

identik, yang dapat dipertimbangkan sebagai suatu unit untuk tujuan

perencanaan kebutuhan kapasitas(CRP) dan penjadwalan terperinci.

2. Pesanan manufacturing (Manufacturing Order)

Merupakan suatu dokumen atau identifikasi jadwal yang

memberikan kewenangan untuk membuat part tertentu atau produk

dalam jumlah tertentu.

3. Routing

Merupakan sekumpulan informasi yang memerinci metode

pembuatan item tertentu, termasuk operasi yang dilakukan, sekuens

Page 37: DocumentII

operasi, berbagai pusat kerja yang terlibat, serta standard untuk

waktu setup (setup time) dan waktu pelaksanaan kerja.

4. Beban (load)

Merupakan banyaknya kerja yang dijadwalkan untuk dilakukan

oleh fasilitas manufacturing dalam periode yang ditetapkan.

5. Kapasitas (Capacity of Available Capacity)

Merupakan tingkat dimana system manufacturing (tenaga

kerja, mesin, pusat kerja, departemen, pabrik) berproduksi

Ada beberapa definisi dari CRP yaitu sebagai berikut:

Proses penentuan jumlah tenaga kerja dan mesin yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan kegiatan produksi.

Suatu perincian penentuan kapasitas yang diperlukan oleh MRP

oleh pemesanan sekarang dalam proses verifikasi yang mendasari

dalam membuat suatu akhir penerimaan terhadap pengendali

jadwal produksi (MPS). (Fogarty dkk, 1991)

CRP adalah proses untuk menentukan beban kerja tiap-tiap pusat

kegiatan yang didasarkan pada jadwal produksi.

2. Tujuan CRP

Tujuan utama dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban

yang ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan

kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. (Garpezs,

1998)

Page 38: DocumentII

CRP mencantumkan kebutuhan terinci mengenai kapasitas

(http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-requirement-

planning-crp/)

3. Komponen CRP

a. Input,Proses,Output dari CRP

Input CRP

Schedule of planned factory order releases

Merupakan salah satu output dari MRP. CRP memiliki dua

sumber utama dari load data, yaitu: (1) Scheduled receipts yang

berisi data order due date, order quantity, operations

completed, operations remaining, dan (2) planned order

releases yang berisi data planned order releases date, planned

order receipt date, planned order quantity. Sumber-sumber lain

seperti: product rework, quality recalls, engineering prototypes,

excess scrap, dan lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam satu

dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP tersebut.

Work order status

Page 39: DocumentII

Informasi status ini diberikan untuk semua open orders

yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work

center yang terlibat dan perkiraan waktu.

Routing data

Memberikan jalur yang direncanakan untuk factory melalui

proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiap part,

assembly, dan produk yang dibuat memiliki suatu routing yang

unik, terdiri dari satu atau lebih operasi. Informasi yang

diperlukan untuk CRP adalah: operations number, operation,

planned work center, possible alternate work center, standard

set-up time, standard run time per unit, tooling needed at each

work center, dan lain-lain. Routing memberikan petunjuk pada

powers CRP sebagaimana layaknya BOM memberikan

petunjuk pada proses MRP.

Work center data

Data ini berkaitan dengan setiap production work center,

termasuk sumber-sumber daya, Standar-standar utilisasi dan

efisiensi, serta kapasitas. Elemen-elemem data pusat kerja

adalah: identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin atau

stasiun kerja, banyaknya hari kerja per periode, banyaknya

shifts yang dijadwalkan per hari kerja, banyaknya jam kerja per

shift, faktor utilisasi & efisiensi,rata-rata waktu antrian,rata-rata

waktu menunggu dan bergerak

Page 40: DocumentII

Proses CRP

Menghitung kapasitas pusat kerja (work center)

Kapasitas pusat kerja ditentukan berdasarkan sumber-

sumber daya mesin dan manusia, faktor-faktor jam operasi,

efisiensi, dan utilisasi. Kapasitas pusat kerja biasanya

ditentukan secara manual.Termasuk dalam penentuan kapasitas

pusat kerja adalah identifikasi dan definisi pusat kerja,serta

perhitungan kapasitas pusat kerja

Menentukan beban (load)

Perhitungan load pada setiap pusat kerja dalam setiap

periode waktu dilakukan dengan menggunakan backward

scheduling , menggunakan infinite loading , menggandakan

load untuk setiap item melalui kuantitas dari item yang

dijadwalkan dalam suatu periode waktu pusat kerja untuk

periode waktu mendatang yang di akumulasikan berdasarkan

pada open orders (scheduled receipts) dan planned order

release. Proses ini biasanya menggunakan komputer.

Menyeimbangkan kapasitas dan beban

Apabila tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan

beban, salah satu dari kapasitas atau beban harus disesuaikan

kembali untuk memperoleh jadwal yang seimbang. Apabila

penyesuaian-penyesuaian rutin tidak cukup memadai,

penjadwalan ulang dari output MRP atau MPS perlu

Page 41: DocumentII

dilakukan.Hal ini biasanya merupakan suatu human judgement

dan dilakukan secara berkali-kali bersama dengan output

laporan work center load dari CRP.Dengan kata lain proses

akan diulang sampai memperoleh beban yang dapat diterima.

Output CRP

Laporan beban pusat kerja (Work center load report)

Laporan ini menunjukkan hubungan antara kapasitas dan

beban. Apabila dalam laporan ini tampak ketidakseimbangan

antara kapasitas dan beban, proses CRP secara keseluruhan

mungkin perlu diulang. Work center load profile sering

ditampilkan dalam bentuk grafik batang yang sangat

bermanfaat untuk melihat hubungan antara beban yang

diproyeksikan dan kapasitas yang tersedia, sekaligus

mengidentifikasi apakah terjadi kelebihan atau kekurangan

kapasitas. CRP biasanya menghasilkan Workt center load

profile untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam

pabrik. Perbandingan antara beban dan kapasitas dapat juga

ditampilkan dalam format kolom.

Perbaikan Schedule of planned factory order releases

Perbaikan jadwal ini menggambar bahwa output dari MRP

disesuaikan terhadap Specific release dates untuk factory

orders berdasarkan perhitungan keterbatasan kapasitas.

Perbaikan schedule of planned factory order releases

Page 42: DocumentII

merupakan output tidak langsung (indirect output) dari proses

CRP sebab mereka adalah hasil dari human judgements yang

berdasarakan pada analisis dari output laporan beban pusat

kerja (Work cente load reports). Salah satu pilihan penyesuaian

yang mungkin, di samping perubahan kapasitas, adalah

mengubah planned start dates yang dibuat melalui rencana

MRP. Hal ini mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban

di antara periode waktu untuk mencapai keseimbangan yang

lebih baik.

(http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-2-00536-

TI%20bab%202.pdf)

b. Menyeimbangkan Kapasitas dan Beban

CRP memungkinkan kita untuk menyeimbangkan beban (load)

terhadap kapasitas. Berikut ini adalah lima tindakan dasar yang

mungkin kita ambil apabila terjadi perbedaan (ketidakseimbangan)

antara kapasitas yang ada dan beban yang dibutuhkan:

Meningkatkan kapasitas (Increasing Capacity)

Mengurangi kapasitas (Reducing capacity)

Meningkatkan beban (Increasing load)

Mengurangi beban (Reducing Load)

Mendistribusikan kembali beban (redistributing Load)

Page 43: DocumentII

(http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-

requirement-planning-crp/ )

c. Keuntungan dan Kelemahan CRP

Keuntungan dari CRP

1. Memberikan time-phased visibility dari ketidakseimbangan

kapasitas dan beban

2. Mengkonfirmasi bahwa fasilitas cukup, ada pada basis kumulatif

sepanjang horizon perencanaan

3. Mempertimbangkan ukuran lot spesifik dan routings

4. Menggunakan perkiraan lead time yang lebih tepat daripada MRP

5. Menghilangkan erratic lead times dengan cara memberikan data

untuk memuluskan beban sepanjang pusat kerja.

Kelemahan dari CRP

1. Hanya dapat diterapkan terutama dalam lingkungan job shop

manufacturing

2. Membutuhkan perhitungan yang banyak sekali, sehingga harus

menggunakan computer

3. Biasanya hanya menggunakan teknik penjadwalan backward

scheduling sehingga tidak menunjukkan dimana slack times

mungkin dapat digunakan untuk keseimbangan yang lebih baik.

4. Membutuhkan data input yang banyak