documentii
DESCRIPTION
IiTRANSCRIPT
II. LANDASAN TEORI
A. Manajemen Persediaan
1. Konsep Persediaan Secara Umum
Persediaan didefinisikan sebagai barang jadi yang disimpan
atau digunakan untuk dijual pada periode mendatang, yang dapat
berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, barang dalam
proses manufaktur dan barang jadi yang disimpan untuk dijual maupun
diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata “inventory” yang
merupakan timbunanbarang (bahan baku, komponen, produk setengah
jadi, atau produk akhir, dll) yangsecara sengaja disimpan sebagai
cadangan (safety atau buffer-stock) untuk menghadapi kelangkaan
pada saat proses produksi sedang berlangsung. Untuk lebih jelasnya
mengenai persediaan, maka akan dipaparkan pengertian persediaan.
Pengertian persediaan akan dijelaskan dari beberapa defenisi berikut :
1. Starr dan Miller (1997:3) menjelaskan bahwa inventory is
theory hardly enquires education and inventory immediately
brings to minds a stock of somekind of physical commodity.
2. Rangkuti (2007:2) menyatakan bahwa persediaan adalah bahan-
bahan, bagian yang disediakan, dan bahan-bahan dalam proses
yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta
barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk
memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap
waktu.
3. Baroto (dalam Riggs, 1976) menyatakan bahwa persediaan
adalah bahan mentah, barang dalam proses (work in process),
barang jadi, bahan pembantu,bahan pelengkap, komponen yang
disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persediaan
adalah material yang berupa bahan baku, barang setengah jadi,
atau barang jadi yang disimpan dalam suatu tempat atau gudang
dimana barang tersebut menunggu untuk diproses atau
diproduksi lebih lanjut.
Penyebab Persediaan
Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan.
Menurut Baroto (2002:53) mengatakan bahwa penyebab timbulnya
persediaan adalah sebagai berikut.
1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan
Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi
seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelummya. Untuk
menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan
pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit
dihindarkan.
2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian
Ketidakpastian terjadi akibat: permintaan yang bervariasi
dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu
pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk
dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang
cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat
dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan
mengadakan persediaan.
3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan
keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
2. Fungsi dan Manfaat Manajemen Persediaan
Pada prinsipnya semua perusahaan melaksanakan proses
produksi akan menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk
kelangsungan proses produksi dalam perusahaan tersebut. Beberapa
hal yang menyangkut menyebabkan suatu perusahaan harus
menyelenggarakan persediaan bahan baku menurut Ahyari (2003:150),
adalah:
1. Bahan yang akan digunakan untuk pelaksanaan proses
produksi perusahaan tersebut tidak dapat dibeli atau
didatangkan secara satu persatu dalam jumlah unit yang
diperlukan perusahaan serta pada saat barang tersebut akan
dipergunakan untuk proses produksi perusahaan tersebut. Bahan
baku tersebut pada umumnya akan dibeli dalam jumlah tertentu,
dimana jumlah tertentu ini akan dipergunakan untuk menunjang
pelaksanaan proses produksi perusahaan yang bersangkutan
dalam beberapa waktu tertentu pula. Dengan keadaan semacam
ini maka bahan baku yang sudah dibeli oleh perusahaan namun
belum dipergunakan untuk proses produksi akan masuk sebagai
persediaan bahan baku dalam perusahaan tersebut.
2. Apabila perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku,
sedangkan bahan baku yang dipesan belum datang maka
pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan tersebut akan
terganggu. Ketiadaan bahan baku tersebut akan mengakibatkan
terhentinya pelaksanaan proses produksi pengadaan bahan baku
dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah
tingginya harga beli bahan baku yang dipergunakan oleh
perusahaan.
Untuk menghindari kekurangan bahan baku tersebut, maka
suatu perusahaan dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang
banyak. Tetapi persediaan bahan baku dalam jumlah besar tersebut
akan mengakibatkan terjadinya biaya persediaan bahan yang
semakian besar pula. Besarnya biaya yang semakin besar ini berarti
akan mengurangi keuntungan perusahaan. Disamping itu, resiko
kerusakan bahan juga akan bertambah besar apabila persediaan
bahan bakunya besar.
Kerugian dari Ketidakpastian Pengadaan Persediaan Bahan Baku.
Pada umumnya penggunaan bahan baku didasarkan pada anggapan
bahwa setiap bulan selalu sama, sehingga secara berangsur-angsur akan
habis pada waktu tertentu. Agar jangan sampai terjadi kehabisan bahan
baku yang berakibat akan mengganggu kelancaran proses produksi
sebaiknya pembelian bahan baku dilaksanakan sebelum habis. Secara
teoritis keadaan tersebut dapat diperhitungkan, akan tetapi tidak semudah
itu. Kadang-kadang bahan baku masih cukup banyak namun sudah
dilakukan pembelian sehingga berakibat menumpuknya bahan baku
digudang. Hal ini bisa menurunkan kualitas bahan dan akan memakan
biaya penyimpanan.
Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi ketidakpastian
bahan baku yaitu dari dalam perusahaan dan faktor dari luar perusahaan.
Ketidakpastian dari dalam perusahaan disebabkan oleh faktor dari
perusahaan itu sendiri dalam pemakaian bahan baku, karena pemakaian
bahan baku oleh perusahaan tidaklah selalu tepat dengan apa yang selalu
direncanakan. Mungkin suatu saat ada gangguan tehnis sehingga akan
mengganggu proses produksi yang akan menyebabkan pemakaian bahan
baku berkurang. Mungkin saja pemborosan-pemborosan atau karena
bahan baku yang kurang baik sehingga pemakaian bahan baku keluar dari
rencana semula.
Disamping ketidakpastian bahan baku dari dalam perusahaan terdapat
pula ketidakpastian dari luar perusahaan. Ketidakpastian dari luar
perusahaan ini disebabkan oleh faktor-faktor dari luar perusahaan. Dalam
hal ini perusahaan pada saat melaksanakan pembelian sudah
diperhitungkan agar bahan baku yang dibeli tersebut datangnya tepat pada
saat persediaan yang ada sudah habis. Namun kenyataannya bahan baku
tersebut datangnya sering tidak sesuai dengan yang telah diperhitungkan,
atau bahan tersebut datang sebelum waktu yang dijanjikan.
Fungsi-Fungsi Persediaan
Fungsi-fungsi persediaan penting artinya dalam upaya meningkatkan operasi
perusahaan, baik yang berupa operasi internal maupun operasi eksternal
sehingga perusahaan seolah-olah dalam posisi bebas.
Fungsi persediaan pada dasarnya terdiri dari tiga fungsi yaitu:
1. Fungsi Decoupling
Merupakan fungsi perusahaan untuk mengadakan
persediaan decouple atau terpisah dari berbagai bagian proses produksi.
Fungsi ini memungkinkan bahwa perusahaan akan dapat memenuhi
kebutuhannya atas permintaan konsumen tanpa tergantung pada suplier
barang. Untuk dapat memenuhi fungsi ini dilakukan cara-cara sebagai
berikut:
Persediaan bahan mentah disiapkan dengan tujuan agar perusahaan
tidak sepenuhnya tergantung penyediaannya pada suplier dalam hal
kuantitas dan pengiriman.
Persediaan barang dalam proses ditujukan agar tiap bagian yang
terlibat dapat lebih leluasa dalam berbuat.
Persediaan barang jadi disiapkan pula dengan tujuan untuk
memenuhi permintaan yang bersifat tidak pasti dari langganan.
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar
perusahaan dapat berproduksi serta menggunakan seluruh sumber daya
yang ada dalam jumlah yang cukup dengan tujuan agar dapat
menguranginya biaya perunit produk.
Pertimbangan yang dilakukan dalam persediaan ini adalah
penghematan yang dapat terjadi pembelian dalam jumlah banyak yang
dapat memberikan potongan harga, serta biaya pengangkutan yang lebih
murah dibandingkan dengan biaya-biaya yang akan terjadi, karena
banyaknya persediaan yang dipunyai.
3. Fungsi Antisipasi
Perusahaan sering mengalami suatu ketidakpastian dalam jangka
waktu pengiriman barang dari perusahaan lain, sehingga memerlukan
persediaan pengamanan (safety stock), atau perusahaan mengalami
fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan sebeumnya yang didasarkan
pengalaman masa lalu akibat pengaruh musim, sehubungan dengan hal
tersebut perusahaan sebaiknya mengadakan seaseonal
inventory (persediaan musiman) (Asdjudiredja,1999:114).
Selain fungsi-fungsi diatas, menurut Herjanto (1997:168) terdapat enam
fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi
kebutuhan perusahaan antara lain:
1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau
barang yang dibutuhkan perusahaan
2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik
sehingga harus dikembalikan
3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau
inflasi.
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman
sehingga perusahaan tidak akan sulit bila bahan tersebut tidak
tersedia dipasaran.
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan
kuantitas (quantity discount)
6. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersediaanya
barang yang diperlukan.
3. Model-model Persediaan
METODA EOQ
Asumsi:
1. Kecepatan permintaan tetap dan terus menerus.
2. Waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan dating (lead
time) harus tetap.
3. Tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out.
4. Material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan dating pada
waktu yang bersamaan dan tetap dalam bentuk paket.
5. Harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun
pembelian dalam jumlah volume yang besar.
6. Besar carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-rata
jumlah persediaan.
7. Besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang
dipesan dan tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot.
8. Item adalah produk satu macam dan tidak ada hubungan dengan
produk lain.
Gambar 1 : Grafik EOQ
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menghitung EOQ:
D : Besar laju permintaan (demand rate) dalam unit per tahun.
S : Biaya setiap kali pemesanan (ordering cost) dalam rupiah per pesanan
C :Biaya per unit dalam rupiah per unit
I : Biaya pengelolaan (carrying cost) adalah persentase terhadap nilai
persediaan per tahun.
Q : Ukuran paket pesanan (lot size) dalam unit
TC: Biaya total persediaan dalam rupiah per tahun.
Biaya pemesanan per tahun (Ordering cost):
OC = S (D/Q)
Biaya pengelolaan persediaan per tahun (Carrying cost)
CC = ic (Q/2)
Gambar 2 :Grafik EOQ
Terjadi keseimbangan antara carrying cost dan ordering cost, maka
Q dihitung dari
4. Safety Stock
Merupakan persediaan minimal yang harus ada agar
perusahaan dapat berjalan normal.Semakin besar safery stock maka
perusahaan kemungkinan khabisan persedian akna semakin
kecil.Safety stock adalah istilah yang digunakan oleh spesialis
persediaan untuk menggambarkan tingkat stok tambahan yang
dipertahankan di bawah siklus saham untuk penyangga terhadap
stockouts. Safety Stock (juga disebut Buffer Stock) ada untuk
menghadapi ketidakpastian dalam penawaran dan permintaan. Safety
stock didefinisikan sebagai unit tambahan persediaan dibawa sebagai
perlindungan terhadap kemungkinan stockouts (kekurangan bahan
baku atau kemasan). Dengan memiliki jumlah yang memadai safety
stock di tangan, sebuah perusahaan dapat memenuhi permintaan
penjualan yang melebihi perkiraan permintaan mereka tanpa
mengubah rencana produksi mereka. Hal ini diadakan ketika suatu
organisasi tidak dapat secara akurat memprediksi permintaan dan / atau
tenggang waktu untuk produk. Ini berfungsi sebagai asuransi terhadap
stockouts.
Dengan produk baru, safety stock dapat dimanfaatkan sebagai
alat strategis sampai perusahaan dapat menilai seberapa akurat ramalan
mereka adalah setelah beberapa tahun pertama, terutama bila
digunakan dengan perencanaan kebutuhan material worksheet. Yang
kurang akurat peramalan, yang lebih safety stock diperlukan. Dengan
perencanaan kebutuhan material (MRP) lembar sebuah perusahaan
dapat menilai berapa banyak mereka akan perlu untuk memproduksi
untuk memenuhi permintaan penjualan diperkirakan tanpa
mengandalkan safety stock. Namun, strategi yang umum adalah untuk
mencoba dan mengurangi tingkat persediaan pengaman untuk
membantu menjaga biaya persediaan rendah sekali permintaan produk
menjadi lebih diprediksi. Ini dapat sangat penting bagi perusahaan
dengan keuangan yang lebih kecil bantal atau mereka yang berusaha
untuk berjalan di lean manufacturing, yang bertujuan untuk
menghilangkan pemborosan seluruh proses produksi. Jumlah safety
stock sebuah organisasi memilih untuk terus di tangan dapat secara
dramatis mempengaruhi bisnis mereka. Terlalu banyak safety stock
dapat mengakibatkan biaya tinggi memegang persediaan. Selain itu,
produk yang disimpan terlalu lama dapat merusak, kedaluwarsa, atau
istirahat selama proses pergudangan. Terlalu sedikit safety stock dapat
mengakibatkan kehilangan penjualan dan, dengan demikian, yang
lebih tinggi tingkat perputaran pelanggan. Akibatnya, menemukan
keseimbangan yang tepat antara terlalu banyak dan terlalu sedikit
safety stock adalah sangat penting.
C. KONSEP MRP
1. Defenisi MRP
Perencanaan Kebutuhan bahan (Material Requirement Planning =
MRP) adalah penentuan jumlah setiap jenis bahan baku yang dibutuhkan
selama satu masa tertentu dalam pembuatan barang jadi untuk memenuhi
permintaan yang bersangkutan selama masa tersebut.
Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu
teknik yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses
pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang
saling bergantungan. Material Requirement Planning merupakan suatu
daftar bahan yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat diketahui
dependensi beberapa komponen tertentu pada sub perakitan, yang
sebaliknya akan tergantung juga dari produk akhir.
2. Tujuan MRP
MRP ini menggabungkan pengendalian bahan dengan rencana
pembuatan barang. Kemudian tujuannya antara lain, mempersingkat
masa penahanan sediaan dan pada saat yang sama menjamin tersedianya
bahan-bahan pada waktu dibutuhkan, dengan menggunakan Jadwal
Induk Produksi (Master Production Schedulling = MPS) untuk
memproyeksikan kebutuhan-kebutuhan akan jenis-jenis komponen.
Terdapat empat tujuan yang menjadi ciri utama sistem MRP, yaitu:
1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (atau
material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir
yang sudah direncanakan dalam jadwal induk produksi.
2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item.
Dengan diketahuinya kebutuhan akhir, sistem MRP dapat menentukan
secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua
kebutuhan minimal setiap item.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.
Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan
harus dilakukan.Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau
dibuat pada pabrik sendiri.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang
sudah direncanakan.
Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang
dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat
memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika
mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistik.Jika
penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi
pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan harus dilakukan.
3. Manfaat MRP
Adapun manfaat atau kegunaan penggunaan MRP adalah :
a. Penurunan jumlah sediaan yang dibutuhkan
MRP menentukan jumlah bahan atau bagian barang yang benar-
benar dibutuhkan untuk setiap kurun waktu sesuai dengan rencana
produksi induk (MPS), sehingga tingkat sediaan yang berlebihan
dapat dihindarkan.
b. Pengurangan masa tunggu pembuatan dan pemesanan
MRP menunjukkan jumlah, jadwal dan ketersediaan bahan atau
bagian barang, serta tindakan pengadaan yang dibutuhkan untuk
memenuhi waktu penyerahan sehingga dapat menghindarkan
penundaan kegiatan pengolahan.
c. Pemenuhan jadwal yang lebih tepat
Dengan MRP, bagian pengolahan dapat memberikan jadwal
pengolahan yang tepat kepada bagian pemasaran sehingga bagian
pemasaran dapat menentukan jadwal penyerahan yang lebih tepat
dan dapat memenuhi janji penyerahan kepada pembeli atau pemesan.
d. Peningkatan kehematan
MRP mensyaratkan kerjasama dan penyelarasan antar berbagai
pusat kerja pada saat bahan-bahan mengalir di antara pusat-pusat
kerja tersebut.
4. Persyaratan MRP
Agar MRP dapat berfungsi dan dioperasionalisasikan dengan efektif ada
beberapa persyaratan dan asumsi yang harus dipenuhi. Adapun
persyaratan yang dimaksud adalah : (Gaspersz, 1998)
a. Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule),
yaitu suatu rencana produksi yang menetapkan jumlah serta waktu
suatu produk akhir harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus
diproduksi. Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil
peramalan kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan
produksi yang baik, serta jadwal pemesanan produk dari pihak
konsumen.
b. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus.
Hal ini disebabkan karena biasanya MRP bekerja secara
komputerisasi dimana jumlah komponen yang harus ditangani sangat
banyak, maka pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan,
bagian komponen, perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah
terdapat perbedaan yang jelas antara satu dengan yang lainnya.
c. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini
tidak diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang
terlibat dalam pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat
banyak dan proses pembuatannya sangat komplek. Walaupun
demikian, yang penting struktur produk harus mampu
menggambarkan secara gamblang langkah-langkah suatu produk
untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk jadi.
d. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang
menyatakan status persediaan sekarang dan yang akan datang.
(sumberhttp://sovi70-ovi.blogspot.com/2010/10/material-requirement-
planning.html)
5. Input dan Output MRP
a. Input Sistem MRP
Ada tiga yang dibutuhkan oleh system MRP, yaitu :
1. Jadwal Input Produksi
Jadwal Input Produksi (JIP) didasarkan pada peramalan
atas permintaan dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Hasil
peramalan (perencanaan jangka panjang) dipakai untuk
membuat produksi (perencanaan jangka sedang) yang pada
akhirnya dipakai untuk membuat yang berisi rencana secara
mendetail mengenai “jumlah produksi” yang dibutuhkan untuk
setiap produk akhir beserta “periode wakktunya” untuk suatu
jangka perencanaan dengan memperhatikan kapasitas yang
tersedia (pekerja, mesin dan bahan).
2. Catatan Keadaan Persediaan
Catatan Keadaan Persediaan menggambarkan status
semua item yang ada dalam persediaan.Setiap item persediaan
harus diidentifikasikan secara jelas jumlahnya karena transaksi-
transaksi yang terjadi, seperti penerimaan, pengeluaran, produk
cacat dan data-data tentang lead time, teknik ukuran lot yang
dipakai, persediaan pengaman dan sebagainya.Hal ini dilakukan
untuk menghondari kesalahan dalam perencanaan.
3. Struktur Produk
Berisi informasi tentang hubungan antara komponen-
komponen dalam suatu proses assembling. Informasi ini
dibutuhkan dalam menentukan kebutuhan kotor dan kebutuhan
bersih suatu komponen. Selain itu, struktur produk juga berisi
informasi tentang “jumlah kebutuhan komponen” pada satiap
tahap assembling dan “jumlah produk akhir” yang harus dibuat.
Ketiga input tersebut membentuk arsip-arsip yang saling
berhubungan dengan bagian produksi dan pembelian sehingga
dapat menghasilkan informasi terbaru tentang pemesanan,
penerimaan dan pengeluaran komponen dari gudang.
b. Output Sistem MRP
Output dari perhitungan MRP adalah penentuan jumlah masing-
masing BOM dari item yang dibutuhkan bersamaan dengan tanggal
dibutuhkannya.Informasi ini digunakan untuk merencanakan
pelepasan pesanan (order release) untuk pembelian dan pembuatan
sendiri komponen-komponen yang dibutuhkan.Pelepasan pesanan
yang direncanakan (planned order release secara otomatis dihasilkan
oleh system computer MRP bersamaan dengan pesanan yang harus
dijadwalkan kembali, dimodifikasi, ditangguhkan, atau dibatalkan.
Dengan cara ini, MRP menjadi suatu alat untuk perencanaan operasi
bagi manager produksi. Berdasarkan uraian di atas, output dari
system MRP antara lain :
1. Memberikan catatan tentang jadwal pemesanan yang harus
dilakukan atau direncanakan
2. Memberikan indikasi bila diperlukan penjadwalan ulang
3. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan
4. Memberikan indikasi tentang keadaan dari persediaan
(sumber:http://sovi70-ovi.blogspot.com/2010/10/material-requireme
nt-planning.html)
Ke bagian Ke Bagian
Produksi Pembelian
System MRP terkomputerisasi
Sistem Perencanaan Kebutuhan Bahan (MRP)
6. Prosedur dan Metode MRP
Berbagai data dan keterangan yang dibutuhkan dalam suatu
perencaan kebutuhan bahan (MRP) adalah :
a. Jadwal Produksi Induk (MPS)
b. Bill of Materials (BOM)
c. Masa tunggu pemesanan bahan (lead time)
LAPORAN
File Persediaan
MPS
BOM PROGRAM KOMPUTER MRP
Urutan Pekerjaan dan Pusat Kerja
Jadwal dan Dasar Rencana Kebutuhan
Bahan (MRP)
Bill of Materials (BOM) dan Masa Tunggu Pengadaan Bahan
Pengajuan Pesanan
Pengadaan
Penjadwalan Kembali Pesanan
Pesanan yang Dijadwalkan untuk
Masa Depan
Jadwal Produksi Induk (MPS)
d. Urutan pengerjaan (operations routing) dan pusat-pusat kerja (work
centers)
Bila data dan keterangan tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa
mengolah MRP dengan empat langkah dasar sebagai berikut :
a. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih). Kebutuhan bersih (NR)
dihitung sebagai nilai dari Kebutuhan Kotor (GR) minus jadwal
penerimaan (SR) minus persediaan di tangan (OH). Kebutuhan
Bersih dianggap nol bila NR lebih kecil atau sama dengan nol.
NRt = GRt + Allt – SRt – PAt-1
Dimana:
NRt = Kebutuhan bersih pada periode t
GRt = Kebutuhan kotor pada periode t
Allt = Allokasi dari persediaan
SRt = Jadwal penerimaan
PAt-1 = Jumlah yang ada pada akhir periode t-1.
(sumber:http://en.wikipedia.org/w/index.php?
title=Material_Requirements_Planning&redirect=no)
b. Lotting (Penentuan Ukuran Lot). Langkah ini bertujuan menentukan
besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dan
perhitungan kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai dalam
prakteknya adalah Lot-For-Lot (L-4-L)
c. Offsetting (Penentuan Waktu Pemesanan). Langkah ini bertujuan
agar kebutuhan komponen dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan
dengan memperhitungkan lead time pengadaan komponen tersebut.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
PORLt = PORtl
Dimana:
PORLt = Planned Order Release pada periode t
PORtl = Planned Order Receipt pada periode t + leadtime
d. Explosion. Langkah ini merupakan proses perhitungan kebutuhan
kotor untuk tingkat item (komponen) pada level yang lebih rendah
dari struktur produk yang tersedia.
Metode MRP :
a. Fixed Order Quantity (FOQ)
Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan tetap
karena keterbatasan akan fasilitas. Misalnya, kemampuan gudang,
transportasi, kemampuan supplier dan pabrik.
FOQ sangat spesifik untuk menentukan persediaan produk.
Penentuan besarnya lot sangat memperhatikan faktor luar yang tidak
dapat dihitung dengan teknik algoritma penentuan lot. Biasanya
metode ini digunakan apabila terdapat biaya pemesanan yang tinggi.
Besarnya lot dapat dilakukan sekehendak hati, berdasarkan intuisi,
faktor empirik atau berdasarkan pengalaman. Salah satu ciri FOQ
adalah besarnya lot yang tetap tetapi periode pemesanan yang
berubah.
Contoh:
Sebagai contoh berikut, penentuan lot sebesar 180 dilakukan
dengan intuisi. Pemesanan akan dilakukan sebesar 180 apabila jumlah
kebutuhan bersih untuk beberapa periode akan datang mendekati 180.
Periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan
bersih
20 50 100 80 0 100 40 40 20 50 70 30
Ukuran lot 180 18
0
180 180
Persediaan 160 110 10 11
0
110 10 150 11
0
90 40 150 120
a. Lot for Lot (LFL)
Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit
dengan pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, jumlah yang
dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan.
Metode ini digunakan untuk kondisi dimana pola kebutuhan
yang berubah-ubah dan tidak teratur, pada sistem produksi yang
mempunyai sifat setup permanen pada proses produksinya. Dengan
selalu memperhitungkan kembali bila terjadi perubahan pada
kebutuhan bersih, maka diharapkan tidak ada persediaan di gudang
sehingga biaya penyimpanan akan menjadi nol. Dengan demikian
metode ini juga cocok untuk produk yang mempunyai biaya
penyimpanan yang sangat besar.
Contoh kasus, jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan ongkos
simpan $ 0.05, maka:
Ongkos set up : 9 x $ 5.75 = $ 51.75
Ongkos simpan : = 0 +
Ongkos total = $ 51.75
b. Least Unit Cost (LUC)
Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan ongkos
unit perkecil, dimana jumlah pemesanan ataupun interval pemesanan
dapat bervariasi. Keputusan untuk pemesanan didasarkan :
ongkos perunit terkecil = (ongkos pesan per unit) + (ongkos
simpan per unit).
Contoh kasus, jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan
ongkos simpan $ 0.05, maka:
Periode
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9GR 12 15 9 17 8 10 16 7 11SR 12 15POH 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0PORec 9 17 8 10 16 7 11PORel 9 17 8 10 16 7 11
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9GR 12 15 9 17 8 10 16 7 11SR 53 POH 0 41 26 17 0 44 34 18 11 0PORec 52
PORel 52
Ongkos set up : 2 x $ 5.75 = $ 11.50
Ongkos simpan : = $ 9.55 +
Ongkos total = $ 21.05
c. Economic Order Quantity (EOQ)
Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan
dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi
tersebut.
Economic Order Quantity adalah salah satu teknik didalam
metode perhitungan yang digunakan untuk menentukan jumlah dan
J umlah Ongkos Ongkos Ongkos Ongkos Order Set up Simpan Total Per Unit
1 12 5.75 0 5.75 0.4791 – 2 27 5.75 15 x 0.05 = 0.75 6.5 0.24
15 x 0.05 + 9 x 0.1 1.65
15 x 0.05 + 9 x 0.1 +
17 x 0.15 = 4.20 1 – 5 61 5.75 5.8 11.55 0.189
5 8 5.75 0 5.75 0.7195 – 6 18 5.75 10 x 0.05 = 0.5 6.25 0.343
10 x 0.05 + 16 x 0.1 2.1
10 x 0.05 + 16 x 0.1 +
7 x 0.15 = 3.15 5 – 9 52 5.75 5.35 11.1 0.213
5 – 8 41 5.75 8.9 0.217
1 – 4 53 5.75 9.95 0.188
5 – 7 34 5.75 7.85 0.23
Periode
1 – 3 36 5.75 7.4 0.205
waktu order suatu material sehingga biaya inventori perusahaan dapat
diminimumkan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai metode EOQ:
TC(Q) = purchase Cost + order cost + holding cost
TC(Q) = P*D + (C*D/Q) + (h*Q)/2
Keterangan :
Q = lot size atau jumlah pesanan (unit)
D = kebutuhan bahan setiap kali pesan
C = biaya order per order (atau biaya setup kalau diproduksi sendiri)
P = harga
h = biaya simpan per unit per pesan.
Dengan menggunakan derivative total cost terhadap Q, maka
didapatkan :
TC(Q) = P*D + (C*D)/Q + (h*Q) / 2
DTC/dQ = -(C*D)/Q2 + h/2
Syarat optimal titik kritis did TC/dQ = 0, maka didapatkan :
Q=√ 2×C×Dh
Contoh soal :
EOQ model adalah Q*=
dimana D = pemakaian tahunan = 1.404
S = biaya tetap = $100
H = biaya penyimpanan (penggudangan), per tahun per unit
= $1 x 52 minggu = $52
Q* = 73 unit
Setup = 1.404/73 = 19 per tahun
Biaya setup = 19 x $100 = $1.900
Biaya penyimpanan = x ($1 x 52 minggu) = $1.898
Biaya setup + biaya penyimpanan = $1.900 + $1.898 = $3.798
Solusi EOQ menghasilkan biaya 10 minggu adalah $730 [$3.798 x
(10 minggu/52 minggu) = $730].
d. Period Order Quantity (POQ)
Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan
ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit,
teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar
perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh
besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode
pemesanannya adalah setahun.
Contoh :
EOQ=74; demand/minggu = 27; setahun = 27*52= 1404
Maka D/Q= 1404/74 = 19
Waktu antar pemesanan = 52/19 = 2.7 ~ 3 minggu
e. Part Period Balancing (PPB)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila
ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya. Pendekatan
PPB berusaha menyeimbangkan biaya set-up dan biaya simpan
dengan menggunakan konsep Economic Part Period (EPP)
Contoh perhitungan: jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan
ongkos simpan $ 0.05, maka:
PPB merupakan suatu variasi LTC.
Konversi ongkos pesan menjadi equivalent part periods (EPP)
EPP = s/k
s = ongkos pesan
k = ongkos simpan per unit per periode.
EPP = 5 .750 .05/ part period
=115 part perio
Periode Kebutuhan Periods Part Periods Kumu
latifCarried
1 12 0 0 0
2 15 1 15 15
3 9 2 18 33
4 17 3 51 84
5 8 4 32 116
6 10 5 50 166
116 mendekati EPP (=115)
f. Fixed Periode Requirement (FPR)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan periode
tetap, dimana pesanan dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu
saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan tetapi
Periode dikombinasi
Trial Lot Size
Cumulative Cost
Cost per Period
2 30 200 $200.00 2,3 70 280 $140.00 2,3,4 70 280 $93.33 2,3,4,5 80 340 $85.00 2,3,4,5,6 120 660 $132.00 6 40 200 $200.00 6,7 70 260 $130.00 6,7,8 70 260 $86.67 6,7,8,9 100 440 $110.00
dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada
interval pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan.
Metode ini membuat pesanan hanya pada periode konstan
tertentu saja. Periode pemesanan dilakukan dengan intuisi dengan
jumlah pemesanan didasarkan pada jumlah kebutuhan bersih pada
periode yang akan datang. Pada konsidi dimana tidak ada permintaan
pada periode pemesanan, pemesanan akan digeser pada periode
berikutnya.
Periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan
bersih
20 50 100 80 0 100 40 40 20 50 70 30
Ukuran lot 70 180 140 60 120 30
Persediaan 50 0 80 0 0 40 0 20 0 70 0 0
g. Least Total Cost (LTC)
Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan
diminimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horison
perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan
memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan per unit-nya
hampir sama dengan ongkos pengadaannya/ unitnya.
Contoh:
Ongkos total = (ongkos simpan) + (ongkos pengadaan)
Contoh kasus, jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan ongkos simpan $ 0.05,
maka:
Ongkos set up : 2 x $ 5.75 = $ 11.50
Ongkos simpan : 179 x $ 0.05 = $ 8.95 +
Ongkos total = $ 20.45
Perhitungan untuk penyelesaian LTC:
Period
e
Unit Periods Period Carrying Cost Kumulatif
Carried
1 12 0 12 x 0.05 x 0 = 0.00 0
2 15 1 15 x 0.05 x 1 = 0.75 0.75
3 9 2 9 x 0.05 x 2 = 0.90 1.65
4 17 3 17 x 0.05 x 3 = 2.55 4.2
5 8 4 8 x 0.05 x 4 = 1.60 5.8
Jadi, kebutuhan untuk periode 2 sampai 5 harus dipesan pada periode
1 adalah = 12 + 15 + 9 + 17 + 8 = 61.
Perhitungan yang sama akan menghasilkan pemesanan pada periode 6
sebanyak 44.
PD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 GR 35 30 40 0 10 40 30 0 30 55 On Hand 35 0 50 10 10 0 30 0 0 55 POR 80 70 85
Periode
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9GR 12 15 9 17 8 10 16 7 11SR 61 POH 0 49 34 25 8 0 34 18 11 0PORec 44PORel 44
h. Wagner Within (WW)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur
optimasi program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit
diterapkan dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit.
Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melakukan
minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos
simpan dan berusahan agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut
mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang
dilakukan.
Berikut ini adalah contoh soal Wagner-Whitin:
Data permintaan
j 1 2 3 4 5
Dt 20 50 10 50 50
At 100 100 100 100 100
Ht 1 1 1 1 1
• j menunjukkan periode, yang dapat berupa hari, minggu, atau
bulan. Pada soal ini, j merupakan periode dalam satuan bulan.
• Dt menunjukkan jumlah permintaan pada periode tersebut.
• At menunjukkan setup cost, pada soal di atas merupakan nilai
dalam satuan dollar
• Ht menunjukkan holding cost, pada soal di atas merupakan nilai
dalam satuan dollar.
Langkah 1:
Z1* = A1= 100
J1* = 1
Karena ini merupakan data pertama, periode optimal adalah periode1
Langkah 2:
Periode 1 masih yang terkecil, jadi permintaan barang periode 2
akan dipesan pada periode 1.
Langkah 3:
Periode 1 masih yang terkecil, jadi permintaan barang periode 2
dan 3 akan dipesan pada periode 1.
Langkah 4:
270
Periode 4 yang terkecil, jadi permintaan barang periode 4 akan
dipesan pada periode ini.
.
i. Silver Meal (SM)
Menitikberatkan pada ukuran lot yangharus dapat
meminimumkan ongkos total per periode. Dimana ukuran lot
didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode
yang berturut-turut sebagai ukuranlotyang tentatif (bersifat
sementara), penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya
dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam
ukuran lot tentatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang
sebenarnyaadalah ukuran lot tentative terakhir yang ongkos total
periodenya masih menurun.
(sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/67/jbptunikompp-gdl-s1-
2006-donikustia-3317-bab-2.pdf)
7. Lot Sizing
Ukuran tumpuk (lot size) menunjukkan jumlah barang atau bahan
yang dipesan pada setiap pemesanan.Penentuan ukuran tumpuk atau
jumlah pesana ini disebut Lot Sizing.
Cara-cara penentuan jumlah pesanan ini dapat dibedakan atas :
a. Penentuan jumlah pesanan secara statis (static lot sizing)
Adalah kebijakan untuk mempertahankan jumlah yang sama
atas bahan atau barang yang dipesan pada setiap pemesanan. Salah
satu aturan penentuan jumlah pesanan secara statis adalah jumlah
pesanan tetap (fixed order quantity = FOQ). Dengan FOQ ini
jumlah bahan yang dipesan tidak berubah pada pemesanan yang
berbeda.Jumlah ini sudah ditentukan sebelumnya dengan
mempertimbangkan taksiran kebutuhan selama satu masa
pengolahan.
b. Penentuan jumlah pesanan secara dinamis (dynamic lot sizing)
Adalah kebijakan untuk menetapkan jumlah yang berbda atas
bahan atau barang yang dipesan pada setiap pemesanan. Satu aturan
penentuan jumlah pesanan secara dinamis adalah jumlah pesanan
berkala (periodic order quantity = POQ). POQ adalah jumlah yang
sama dengan jumlah yang dibutuhkan selama beberapa minggu sejah
bahan yang dipesan diterima, ditambah dengan jumlah sediaan
pengaman dan dikurangi dengan jumlah sediaan awal atau sediaan di
tangan. Satu bentuk khusus dari POQ adalah aturan lot for lot (L4L)
adalah aturan yang menetapkan jumlah yang dipesan sama dengan
kebutuhan selama satu satuan waktu.
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP
Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan
dalam MRP yaitu :
1. Struktur Produk
Pada dasarnya struktur produk yang kompleks dapat
menyebabkan terjadinya proses MRP seperti Net, Lot, Offset, dan
Explode yang berulang-ulang, yang dilakukukan satu persatu dari
atas sampai kebawah berdasarkan tingkatannya dalam suatu struktur
produk tersebut. Kesulitan tersebut sering banyak ditemukan dalam
proses Lot sizing, dimana penentuan Lot Size pada tingkat yang
lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit (multi level
lot sizing tecnique).
2. Lot Sizing
Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam
penentuan teknik lot sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini
merupakan salah satu fundamen yang penting dalam suatu sistem
rencana kebutuhan bahan. Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik
lot sizing yang tepat sesuai dengan situasi perusahaan akan sangat
membantu dan mempengaruhi keefektifan dari rencana kebutuhan
bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih memuaskan.
Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai
teknik-teknik penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot
dapat dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu :
a. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak
terbatas.
b. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
c. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
d. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga
terdapat dua aliran, yaitu pendekatan level by level dan period by
period. Nampak jelas dalam hal ini bahwa teknik lot sizing masih
dalam tehap perkembangan, khususnya untuk kasus multi level.
3. Lead Time
Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item
yang diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia
dilokasi perakitan pada saat diperlukan. Dalam proses tersebut perlu
diperhitungkan masalah networknya yang dilakukan berdasarkan
lintasan kritis, saat paling awal, atau saat paling lambat, atau suatu
item dapat selesai. Persoalan yang penting dari masalah ini bukan
hanya penentuan ukuran lot size pada setiap level akan tetapi perlu
mempertimbangkan masalah lead time serta networknya yang ada.
4. Kebutuhan yang Berubah
Salah satu keunggulan MRP dibanding dengan teknik laiinya
adalah mampu merancang suatu sistem yang peka terhadap
perubahan-perubhan, baik yang datangnya dari luar maupun dari
dalam perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini bukan tidak akan
menimbulkan masalah. Adanya perubahaan kebutuhan akan produk
akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan jumlah penentuan
jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo
pemesanan yang ada.
5. Komponen Umum
Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
komponen yang dibutuhkan oleh lebih dari satu induknya.
Komponen umum tersebut dapat menimbulkan suatu kesulitan dalam
proses perencanaan kebutuhan bahan khususnya dalam proses
netting dan lot sizing. Kesulitan-kesulitan tersebut akan semakin
terasa apabila komponen umum tersebut ada pada level yang berbeda
(sumber: http://satriadi04.blogspot.com/2008/06/faktor-faktor-kesu litan-dalam-
mrp.html.)
D. Konsep CRP (Capacity Requirement Planning)
1. Definisi CRP
CRP membandingkan beban (load) yang ditetapkan pada setiap
pusat kerja (work center) melalui open and planned orders yang
diciptakan oleh MRP, dengan kapasitas yang tersedia pada setiap pusat
kerja dalam setiap periode waktu dari horizon perencanaan.
Kapasitas mengukur kemampuan dari suatu fasilitas produksi untuk
mencapai jumlah kerja tertentu dalam periode waktu tertentu dan
merupakan fungsi dari banyaknya sumber daya yang tersedia, seperti :
peralatan, mesin, personel, ruang, dan jadwal kerja.
Beberapa definisi yang berkaitan dengan kapasitas
1. Pusat kerja (work center)
Merupakan suatu kapasitas produksi spesifik yang terdiri dari
satu atau lebih orang .mesin dengan kemampuan yang sama atau
identik, yang dapat dipertimbangkan sebagai suatu unit untuk tujuan
perencanaan kebutuhan kapasitas(CRP) dan penjadwalan terperinci.
2. Pesanan manufacturing (Manufacturing Order)
Merupakan suatu dokumen atau identifikasi jadwal yang
memberikan kewenangan untuk membuat part tertentu atau produk
dalam jumlah tertentu.
3. Routing
Merupakan sekumpulan informasi yang memerinci metode
pembuatan item tertentu, termasuk operasi yang dilakukan, sekuens
operasi, berbagai pusat kerja yang terlibat, serta standard untuk
waktu setup (setup time) dan waktu pelaksanaan kerja.
4. Beban (load)
Merupakan banyaknya kerja yang dijadwalkan untuk dilakukan
oleh fasilitas manufacturing dalam periode yang ditetapkan.
5. Kapasitas (Capacity of Available Capacity)
Merupakan tingkat dimana system manufacturing (tenaga
kerja, mesin, pusat kerja, departemen, pabrik) berproduksi
Ada beberapa definisi dari CRP yaitu sebagai berikut:
Proses penentuan jumlah tenaga kerja dan mesin yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan kegiatan produksi.
Suatu perincian penentuan kapasitas yang diperlukan oleh MRP
oleh pemesanan sekarang dalam proses verifikasi yang mendasari
dalam membuat suatu akhir penerimaan terhadap pengendali
jadwal produksi (MPS). (Fogarty dkk, 1991)
CRP adalah proses untuk menentukan beban kerja tiap-tiap pusat
kegiatan yang didasarkan pada jadwal produksi.
2. Tujuan CRP
Tujuan utama dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban
yang ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan
kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. (Garpezs,
1998)
CRP mencantumkan kebutuhan terinci mengenai kapasitas
(http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-requirement-
planning-crp/)
3. Komponen CRP
a. Input,Proses,Output dari CRP
Input CRP
Schedule of planned factory order releases
Merupakan salah satu output dari MRP. CRP memiliki dua
sumber utama dari load data, yaitu: (1) Scheduled receipts yang
berisi data order due date, order quantity, operations
completed, operations remaining, dan (2) planned order
releases yang berisi data planned order releases date, planned
order receipt date, planned order quantity. Sumber-sumber lain
seperti: product rework, quality recalls, engineering prototypes,
excess scrap, dan lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam satu
dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP tersebut.
Work order status
Informasi status ini diberikan untuk semua open orders
yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work
center yang terlibat dan perkiraan waktu.
Routing data
Memberikan jalur yang direncanakan untuk factory melalui
proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiap part,
assembly, dan produk yang dibuat memiliki suatu routing yang
unik, terdiri dari satu atau lebih operasi. Informasi yang
diperlukan untuk CRP adalah: operations number, operation,
planned work center, possible alternate work center, standard
set-up time, standard run time per unit, tooling needed at each
work center, dan lain-lain. Routing memberikan petunjuk pada
powers CRP sebagaimana layaknya BOM memberikan
petunjuk pada proses MRP.
Work center data
Data ini berkaitan dengan setiap production work center,
termasuk sumber-sumber daya, Standar-standar utilisasi dan
efisiensi, serta kapasitas. Elemen-elemem data pusat kerja
adalah: identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin atau
stasiun kerja, banyaknya hari kerja per periode, banyaknya
shifts yang dijadwalkan per hari kerja, banyaknya jam kerja per
shift, faktor utilisasi & efisiensi,rata-rata waktu antrian,rata-rata
waktu menunggu dan bergerak
Proses CRP
Menghitung kapasitas pusat kerja (work center)
Kapasitas pusat kerja ditentukan berdasarkan sumber-
sumber daya mesin dan manusia, faktor-faktor jam operasi,
efisiensi, dan utilisasi. Kapasitas pusat kerja biasanya
ditentukan secara manual.Termasuk dalam penentuan kapasitas
pusat kerja adalah identifikasi dan definisi pusat kerja,serta
perhitungan kapasitas pusat kerja
Menentukan beban (load)
Perhitungan load pada setiap pusat kerja dalam setiap
periode waktu dilakukan dengan menggunakan backward
scheduling , menggunakan infinite loading , menggandakan
load untuk setiap item melalui kuantitas dari item yang
dijadwalkan dalam suatu periode waktu pusat kerja untuk
periode waktu mendatang yang di akumulasikan berdasarkan
pada open orders (scheduled receipts) dan planned order
release. Proses ini biasanya menggunakan komputer.
Menyeimbangkan kapasitas dan beban
Apabila tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan
beban, salah satu dari kapasitas atau beban harus disesuaikan
kembali untuk memperoleh jadwal yang seimbang. Apabila
penyesuaian-penyesuaian rutin tidak cukup memadai,
penjadwalan ulang dari output MRP atau MPS perlu
dilakukan.Hal ini biasanya merupakan suatu human judgement
dan dilakukan secara berkali-kali bersama dengan output
laporan work center load dari CRP.Dengan kata lain proses
akan diulang sampai memperoleh beban yang dapat diterima.
Output CRP
Laporan beban pusat kerja (Work center load report)
Laporan ini menunjukkan hubungan antara kapasitas dan
beban. Apabila dalam laporan ini tampak ketidakseimbangan
antara kapasitas dan beban, proses CRP secara keseluruhan
mungkin perlu diulang. Work center load profile sering
ditampilkan dalam bentuk grafik batang yang sangat
bermanfaat untuk melihat hubungan antara beban yang
diproyeksikan dan kapasitas yang tersedia, sekaligus
mengidentifikasi apakah terjadi kelebihan atau kekurangan
kapasitas. CRP biasanya menghasilkan Workt center load
profile untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam
pabrik. Perbandingan antara beban dan kapasitas dapat juga
ditampilkan dalam format kolom.
Perbaikan Schedule of planned factory order releases
Perbaikan jadwal ini menggambar bahwa output dari MRP
disesuaikan terhadap Specific release dates untuk factory
orders berdasarkan perhitungan keterbatasan kapasitas.
Perbaikan schedule of planned factory order releases
merupakan output tidak langsung (indirect output) dari proses
CRP sebab mereka adalah hasil dari human judgements yang
berdasarakan pada analisis dari output laporan beban pusat
kerja (Work cente load reports). Salah satu pilihan penyesuaian
yang mungkin, di samping perubahan kapasitas, adalah
mengubah planned start dates yang dibuat melalui rencana
MRP. Hal ini mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban
di antara periode waktu untuk mencapai keseimbangan yang
lebih baik.
(http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-2-00536-
TI%20bab%202.pdf)
b. Menyeimbangkan Kapasitas dan Beban
CRP memungkinkan kita untuk menyeimbangkan beban (load)
terhadap kapasitas. Berikut ini adalah lima tindakan dasar yang
mungkin kita ambil apabila terjadi perbedaan (ketidakseimbangan)
antara kapasitas yang ada dan beban yang dibutuhkan:
Meningkatkan kapasitas (Increasing Capacity)
Mengurangi kapasitas (Reducing capacity)
Meningkatkan beban (Increasing load)
Mengurangi beban (Reducing Load)
Mendistribusikan kembali beban (redistributing Load)
(http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-
requirement-planning-crp/ )
c. Keuntungan dan Kelemahan CRP
Keuntungan dari CRP
1. Memberikan time-phased visibility dari ketidakseimbangan
kapasitas dan beban
2. Mengkonfirmasi bahwa fasilitas cukup, ada pada basis kumulatif
sepanjang horizon perencanaan
3. Mempertimbangkan ukuran lot spesifik dan routings
4. Menggunakan perkiraan lead time yang lebih tepat daripada MRP
5. Menghilangkan erratic lead times dengan cara memberikan data
untuk memuluskan beban sepanjang pusat kerja.
Kelemahan dari CRP
1. Hanya dapat diterapkan terutama dalam lingkungan job shop
manufacturing
2. Membutuhkan perhitungan yang banyak sekali, sehingga harus
menggunakan computer
3. Biasanya hanya menggunakan teknik penjadwalan backward
scheduling sehingga tidak menunjukkan dimana slack times
mungkin dapat digunakan untuk keseimbangan yang lebih baik.
4. Membutuhkan data input yang banyak
( http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-requirement-
planning-crp/ )