ii. tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id 02.pdfmerunduk pada bagian ujungnya.cabang yang masih muda...
TRANSCRIPT
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Jeruk Besar
Tanaman jeruk besar merupakan jenis jeruk yang memiliki tinggi tanaman
sampai lebih dari 5 meter dengan cabang-cabangnya banyak dan letak daun
tersebar (folia sparsa). Daunnya merupakan daun tunggal, dengan tangkai daun
bersayap sempit. Letak bunga terdapat pada ketiak daun, memiliki bau yang
harum,jumlah bunga untuk setiap tandannya antara 5-15 buah, serta tajuk bunga 5
sampai 7 lembar berwarna putih. Jenis buah buni, berbentuk bulat, dengan
diameter 10-20 cm, berkulit tipis, berwarna hijau yang akan menjadi kuning jika
matang, rasanya manis sedikit asam dan kelat. Bentuk bijinya agak pipih, bulat
telur sungsang ( Niyomdham, 1992 ).
2.2. Klasifikasi Jeruk Bali
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Familia : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : C. grandis( Ahsofyan, 2013 )
6
2.3. Morfologi Tanaman Jeruk Besar ( Citrus grandis)
2.3.1. Daun
Daun tanaman berbentuk bulat telur dan berukuran besar, dengan bagian
puncak atau ujung tumpul dan bagian tepi hampir rata, serta bagian dekat ujung
agak berombak. Letak daun terpencar dengan tangkai daun bersayap lebar, warna
kekuningan, dan berbulu ( Ahsofyan, 2013 ).
2.3.2. Batang dan Akar
Batang tanaman agak kuat, garis tengah 10-30 cm, berkulit agak tebal,
kulit bagian luar berwarna coklat kekuningan, bagian dalam berwarna
kuning.Pohon jeruk mempunyai banyak cabang yang terletak saling berjauhan dan
merunduk pada bagian ujungnya.Cabang yang masih muda bersudut dan berwarna
hijau, namun lama-lama menjadi berbentuk bulat dan berwarna hijau tua.Tanaman
citrus memiliki batang yang tergolong dalam batang berkayu, yaitu batang yang
biasanya keras dan kuat, karena sebagian besar terdiri dari kayu.Batangnya
berbentuk bulat, berduri (spinosus) pendek, kaku dan juga tajam. Selain itu arah
tumbuh batangnya mengangguk (nutans), dimana batangnya tumbuh tegak lurus
ke atas tetapi ujungnya lalu membengkok kembali ke bawah.(Ahsofyan, 2013).
Akar tanaman jeruk merupakan akar tunggang.( Ahsofyan, 2013 ).
7
2.3.3. Buah
Buah berukuran besar dan berkulit tebal, Buahnya berbentuk bulat atau
bola yang tampak tertekan.Warna daging buah merah muda atau merah jambu.
Daging buah memiliki tekstur keras sampai lunak, rasa manis sampai sedikit
asam, dan berbiji sedikit.( Ahsofyan, 2013 ).
2.3.4. Bunga
Bunga jeruk besar adalah bunga majemuk (inflorescentia), tersusun dalam
malai yang keluar dari ketiak daun, bunga berbentuk bintang, diameter 1.5 – 2.5
cm, bunga berwarna putih, dan baunya harum.( Ahsofyan, 2013 ).
2.4. Varietas jeruk besar (Citrus. grandis)
Indonesia terdapat beberapa jenis / varietas tanaman jeruk besar atau
varietas yang terdapat didaerah Indonesia yang banyak dikembang biakan
dibeberapa daerah di Indonesia.
1. Jeruk Bali. Tanaman jeruk Bali mempunyai karakteristik sebagai berikut:
daun dan bentuk buahnya berbulu banyak, buah berukuran sedang, dan
tanaman tidak berbuah lebat. Bentuk buah bulat agak cekung dengan kulit
tipis dan licin, daging buah jeruk bali berwarna merah muda, banyak
mengandung air, dan berwarna merah.
2. Jeruk pandanwangi. Varietas ini mempunyai pohon yang kuat tidak
mudah terserang penyakit. Bentuk buah bulat ,tetapi bagian pangkal dan
ujungnya datar. Kulit buah tebal dan warna daging buahnya merah
bertekstur kasar dan keras, kurang berair.
3. Jeruk delima. Jeruk dibedakan menjadi dua yaitu: delima warna putih
sama delima warna merah. Tanaman jeruk delima sangat peka terhadap
8
penyakit getah (diploida). Buah berbentuk bundar dan cekung sedikit
runcing pada tangkainya. kulit jeruk delima putih lebih tipis dan lebih
licin dari pada delima warna merah.
4. Jeruk pangkep. Jeruk ini disebut jeruk pangkep karena berasal dari
(Sulawesi Selatan). Buah jeruk pangkep berbentuk bulat atau bundar
dengan bobot buah rata-rata 2,8 kg diameter buah adalah 23cm-25 cm .
Warna kulit buah berwarna kuning kurang menarik daging buah berwarna
putih bertekstur halus, berair, berbiji sedikit.
2.5. Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)
Penyakit CVPD adalah salah satu dari penyakit penting yang menyerang
berbagai tanaman jeruk didunia. Nama lain dari penyakit CVPD adalah "Citrus
Greening" atau Yellow Shoot (Huanglongbing) dan nama interasionalnya sering
juga disebut " Huanglongbing" karena asal mula penyakit CVPD berasal dari
negeri China (Dwiastuti,2001; Su,2001). Penyebaran penyakit CVPD dilapaorkan
ada dibeberapa di negara dengan berbeda penyebutan nama penyakit CVPD,
Taiwan (likubin atau decline), India (Citrus dieback), Filipina (leaf mottling),
Afrika (blochy-mottle atau sering juga disebut mottling-desease untuk penyebutan
penyakit di Indonesia adalah CVPD .Nama yang paling sering disebutkan didunia
adalah penyakit "Greening". Penyakit CVPD atau Greening meyerang tanaman
jeruk hampir semua negara didunia,yang menunjukkan serangan terbesar adalah
Asia dan Afrika (Jagoueix,et. al.1997). Penyakit CVPD hampir menyerang semua
kultivar jeruk dan menyebabkan produksi tanaman jeruk menurun serta kualitas
vitamin yang juga menurun.
9
2.6. Gejala Serangan Penyakit CVPD
Gejala yang ditimbulkan oleh serang penyakit CVPD pada tanaman jeruk
besar yang terinfeksi penyakit dapat digolongkan menjadi 2 yaitu ada gejala luar
dan gejala dalam. Untuk mengetahui seerangan penyakit CVPD pada tanaman
jeruk besar yang terinfeksi penyakit CVPD maka perlu dilakukan indentifikasi
yang mengalami infeksi atau yang menunjukan gejala CVPD pada bagian - bagian
tanaman jeruk.Pengamatan secara visual di temukan gejala yang ditimbulkan oleh
penyakit CVPD adalah daun tanaman jeruk menguning pada sebagian atau
seluruh daun tajuk yang ditandai dengan tulang-tulang daun yang berwarna lebih
gelap sehingga kontras dengan daging daun yang berwarna kuning (Semangun,
1994).
Tanaman muda ,terinfeksi penyakit "Greening"atau CVPD mengakibatkan
munculnya daun muda menjadi terhambat, pertumbuhan daun akan mengalami
mencuat ke atas seperti sikat, lebih kecil dan berbecak seperti yang di sajikan pada
Gambar 2.1.(A). Pada tanaman yang dewasa, gejala yang ditimbulkan sering
berbeda, Blotching mulai berkembang pada ujung tanaman yang dewasa.
Blotching berkembang pada bagan ujung daun tanaman dewasa (yelow shoot),
hampir menyerupai gejala defisiensi mineral (Bove,1995), busuk akar atau
cekaman lain (Korsten,et. al., 1996). Pada daun tanaman yang menunjukan gejala
berat ,daun akan menjadi lebih kaku,kecil, menebal, tulang daun primer dan
skunder mengeras (vein corking), dan menunjukan gejala menguning pada
keseluruhan kanopi, tersebar dan daun yang rontok gejala ini di sajikan pada
gambar 2.1.(B).Gejala penyakit CVPD ini mirip juga dengan gejala kekurangan
Zn atau Mn (Conrado dan Gon Zales, 1987).
10
A B
Gambar 2.1.(A)Gejala penyakit CVPD,(B) kanopi tanaman jeruk yang terserang
penyakit CVPD(Mudita dan Natonis., 2010)
Sering kali ditemukan ujung stylar tetap berwarna hijau atau keseluruhan
buah tetap berwarna hijau pucat, oleh sebab itu dikatakannya penyakit greening
(Gottwald dan Garnsey,1999). Pada sistem perakaran tanaman yang terinfeksi,
ekosistemnya akan rusak, akar-akar serabut relatif lebih sedikit karena mungkin
terjadi "kelaparan"(Aubert,1979 dalam da Graca,1991). Pertumbuhan akar baru
sering mengalami pembusukan karena tertekan ,dimulai dari akar-akar yang
kecil(rootlets) (Zhao,1981 dalam da Graca, 1991).
Su dan Huang (1990) meyatakan bahwa pada bagian kloroplas,sel-sel
parenkim xylem dan floem ditemukan akumulasi karbohidrat. Pada saat yang
bersamaan, kambium akan lebih hiperaktif dan membentuk lebih banyak lagi
elemen xylem dan floem. Sel-sel yang menjadi pengangkut akan menujukkan
terjadinya penyimpangan,yang berjejalan, plasmolisis dan nekrosis. Xylem primer
akan seingkali mengalami penonjolan ke epidrmis ,yang berkaitan dengan vein
11
corking.yang telah diamati terbentuknya membran-membran sitoplasma dan
invaginasi plasma-lemma, penyimpang tilakoid, kloroplas dan rusaknya
mitokondria (Graca, 1991).
2.7. Kerusakan Yang Disebabkan oleh Penyakit CVPD
Serangan yang di timbulkan oleh penyakit CVPD pada tanaman dapat
dilihat apabila tanaman sudah terinfeksi atau menguning dan daun tanaman sudah
mulai berguguran satu demi satu sebelum waktunya serta pola pertumbuhan
tanaman tidak teratur karena pada cabang-cabang yang terinfeksi akan muncul
tunas dan bunga-bunga diluar musimnya (Sritamin, 2007). Pada tanaman yang
terserang penyakit CVPD akan mengalami kerusakan anatomi pada jaringan
floem yang bisa menyebabkan fungsi fisiologi tanaman dapat terganggu dan
akhirnya tanamanmengalami kematian (Hewindati., 1998). Kerusakan yang
diakibatkan oleh penyakit CVPD pada tanaman jeruk di India menyebabkan
terjadinya penurunan produksi . Pada daerah Saudi Arabia, jeruk manis dan eruk
mandarin mengalami kepunahan, sedangkan pada daerah Filipina mengalami
kerugian yang lebih tinggi sebesar 65%, dan pada diThailand mengalami kerugian
lebih dari 95% dan serangan terbesar terjadi pada daerah Afrika Selatan sebesar
30-100% (Graca, 1991). Di Indonesia penyakit CVPD mulai menyerang tanaman
jeruk pada tahun 1940 (Semangun,1994) menyebutkan bahwa serangan yang
ditimbulkan oleh penyakit CVPD pada tanaman jeruk keprok yang dulu bisa
mencapai puluhan tahun untuk menghasilkan tetapi sekarang hanya bisa
memberikan hasil 2-3 kali selama pertumbuhannya.
Pertengahan tahun 80-an penyakit ganas ini telah menghancurkan
pertanaman jeruk di sebagian besar entra penghasil jeruk diseluruh Indonesia
12
(Supryanto., 2004). Penyakit CVPD juga dapat mengakibatkan berkurangnya
keragaman jeruk,seperti yang dinyatakan oleh ( Wirawan dkk., 1998 ) tanaman
jeruk keprok tejakula di Bali Utara merupakan tanaman jeruk yang rasa buahnya
manis dan aroma buahnya khas diantara jeruk yang lain serta warna orange yang
bersih sehingga pernah menjadi keunggulan komuditas holtikurtura diBali Utara
akan tetapi penyakit CVPD menyerang semua jenis tanaman jeruk di Bali maka,
tanaman jeruk asli Tejakula menjadi lebih langka lagi dan susah untuk dicari
(Sritamin., 2007). Sampai saat ini penyakit CVPD telah memusnahkan jutaan
pohon jeruk yang ada di seluruh Indonesia. Semua jenis jeruk yang terdapat di
Indonesia sebagian besar sudah terinfeksi serangan penyakit CVPD, tanaman
yang kemungkinan tidak terkena serangan penyakit CVPD adalah tanaman jeruk
kinkit (Triphasia trifolia) yang tidak bernilai ekonomis (Tjiptono., 1987).
2.7.1 Penyebab Penyakit CVPD
Penyakit CVPD dilaporkan disebabkan oleh Virus (Tirtawijaya, 1983).
Penyakit yang sering dikenal dengan nama "Citrus Greening" atau
"Huanglongbing" (China) yang berasal dari China sejak tahun 1919 disebabkan
oleh tristeza (Graca, 1991), Penyakit Huanglongbing ( HLB ) dapat ditularkan
lewat “grafting” dan serangga vektor, sehingga disimpulkan bahwa penyebab
HLB adalah virus (Tirtawidjaja, 1964; Capoor et al., 1967). Selanjutnya
dilaporkan penemuan adanya Micoplasma-like Organism (MLO) di dalam sel-sel
jaringan floem pada daun jeruk yang bergejala HLB (Lafleche & Bove, 1970).
Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa struktur dinding sel MLO tersebut
lebih tebal daripada membran sel mikoplasma pada umumnya, sehingga
diragukan sebagai Mikoplasma, dan selanjutnya disebut Bacterial-like Organism
13
(BLO) (Garnier et al., 1976). Selanjutnya diketahui pula bahwa antibiotik
Penicilin dapat menghambat timbulnya gejala HLB pada jeruk (Bove et al., 1980;
Aubert & Bove, 1980)sehingga lebih memperkuat dugaan bahwa patogen HLB
adalah bakteri. Garnier et al. (1984)membuktikan bahwa penyebab HLB adalah
bakteri gram negatif dengan melakukan pengujian keberadaan dan hilangnya
lapisan peptidoglikan (PG) sebagai lapisan di antara lapisan dinding dan membran
sel dengan perlakuan papain untuk memperjelas keberadaan PG dan perlakuan
lisozyme untuk mendegradasi PG.
Selanjutnya Jagoueix et al. (1994) mempublikasikan bahwa bakteri
tersebut termasuk anggota dari subdivisi á-Proteobacteria, dan namanya diusulkan
sebagai Candidatus Liberobacter asiaticum untuk strain Asia dan ‘Candidatus
Liberobacter africanum’ untuk strain Afrika (Jagoueix et al., 1997). Berdasarkan
peraturan Kode Internasional Tata Nama Bakteri yang baru, maka ‘Candidatus
Liberobacter asiaticum’ diubah namanya menjadi ‘Candidatus Liberibacter
asiaticus’ (LAS). Demikian juga untuk ‘Candidatus Liberobacter africanum’
diubah namanya menjadi ‘Candidatus Liberibacter africanus’ (LAF) (Garnier et
al., 2000). Pada awal tahun 2009, LAS dilaporkan sudah dapat dikulturkan pada
medium buatan (Sechler et al. 2009) sehingga karakterisasi bakteri tersebut untuk
keperluan identifikasi dan deteksi akan lebih baik perkembangannya. Pada
awalnya, deteksi penyakit HLB menggunakan metode pengirisan ibu tulang daun
jeruk untuk melihat kerusakan sel-sel jaringan floem dan pewarnaan yodium
(Tirtawidjaja, 1964).Peneliti selanjutnya menggunakan mikroskop elektron untuk
melihat organisme penyebab HLB di dalam sel-sel jaringan floem (Lafleche &
Bove, 1970; Garnier & Bove, 1983; Garnier et al. 1984; Ariovich & Garnet,
14
1989).Deteksi menggunakan metode ELISA dan imunofluoresen memakai
antibodi monoklonal dikembangkan oleh Garnier et al. (1987) dan Hsu et al.
(1991). Deteksi yang dikembangkan selanjutnya adalah hibridisasi DNA
menggunakan probe DNA spesifik organisme penyebab HLB (Villechanoux et
al., 1992; Villechanoux et al., 1993). Metode deteksi secara molekuler
menggunakan PCR untuk HLB dilakukan oleh Jagoueix et al. (1994); Planet et al.
(1995); Jagoueix et al. (1997); Subandiyah et al. (2000); Hoy et al. (2001); Hung
et al. (2004). Alat deteksi yang masih berdasarkan penggandaan fragment DNA
seperti PCR namun disederhanakan hanya menggunakan water bath dengan satu
siklus suhu tunggal saja dan teknik tersebut dikenal dengan LAMP (Loop-
mediated Isothermal Amplification) dilaporkan mampu mendeteksi LAS (Okuda
et al., 2005). Kemajuan deteksi selanjutnya, yaitu menggunakan quantitative real-
time PCR (Li et al., 2007)dalam buku ( Himawan A, Sumardiyono Y.B .,2010).
Sedangkan pada daerah Afrika Selatan diketahui bahwa penyakit tristeza
dan penyakit CVPD dapat dibedakan melalui vektornya yaitu vektor aphid
Toxoptera citricidus yang menularkan triteza sedangkan vektor Diaphorina citri
yang menularkan penyakit CVPD ( Graca., 1991).Sampai saat ini bakteri tersebut
tidak bisa ditumbulkan secara in vitro akan tetapi bakteri tersebut bisa dapat
dideteksi dengan menggunakan PCR (Polyamerase Chain Recation) pada 16 S
rDNA yang diamati dengan mikroskop elektron.
Bedasarkan pengaruh suhu, terdapat dua macam spesies bakteri
Liberobacter yaitu spesies Afrika dan spesies Asia, masing-masing spesies
menginduksi gejala serangan yang berbeda.Spesies Asia yang menunjukkan
gejala yang berat pada suhu 27-320
C atau bentuk yang toleran panas (heat
15
tolerans) (Sritamin, 2007).Pada suhu berkisar 27-300C spesies dari daerah Afrika
tidak menimbulkan gejala yang tidak berat dan tidak aktif pada suhu yang lebih
tinggi dari 300C dalam waktu yang lebih lama (Graca, 1991).
2.8. Morfologi Bakteri CVPD
Informasi yang diketahui tentang morfologi, fisiologi, biokimia dan
genetik baketri CVPD sangat terbatas karena belum bisa untuk dikultur secara in
vitro (Nakashima et al., 1996). Pengamatan yang dilakukan dengan cara
mikroskop elektron terhadap irisan ultratipis secara serial dan konfigurasi tiga
dimensi menunjukan bahwa bakteri penyakit CVPD bersifat pleomorfik, pada saat
tumbuh berbentuk memanjang yang secara fleksibel 100-250 x 500-2500 µm dan
untuk saat dewasa berbentuk batang kaku yang berukuran 350-550 x 600-1500
µm yang dikelilingi oleh dua lapisan yaitu dengan tebal µm (Wirawan dkk., 2004).
Selubung bakteri memiliki tiga lapisan yang berbeda dengan masing-masing
lapisan memiliki ketebalan lebih kurang dari 25 µm.(Wirawan, dkk., 2004).
Gambar 2.2 Morfologi bakteri Liberobacter (Aubert, 1989)
16
2.8.1 Infeksi Penyakit CVPD
Penularan penyakit CVPD melalui teknik penempelan mata tunas
(grafting),kecepatan untuk variasi perkembanganya disebabkan oleh distribusi
bakteri yang tidak beraturan pada tanaman (Sdoodee et al ., 1999). Bakteri
Liberobacter hanya terdapat pada jaringan floem tanaman yang terinfeksi oleh
penyakit CVPD (Zubaidah., 2004). Liberobacter hanya dapat di ketahui pada
tanaman yang memiliki gejala serangan penyakit CVPD yang dibawa oleh vektor
D.citri yang berasosiasi dengan tanaman yang terinfeksi penyakit CVPD
(Wirawan, 1997; Sulistyowati,2003). Penyakit CVPD bisa ditularkan oleh
serangga D.citri yang menghisap tanaman yang terinfeksi penyakit CVPD lewat
bibit yang telah terinfeksi CVPD. Pada bagian mulut vektor (stilet) terdapat
bakteri CVPD, ketika vektor yang telah membawa bakteri atau virus CVPD
menghinggap ke tanaman yang belum menimbulkan gejala penyakit CVPD ,dan
serangga vektor yang telah membawa bakteri CVPD akan menghisap cairan sel-
sel dari daun tanaman sehingga tanaman akan terinfeksi oleh bakteri CVPD
melalui stiletnya vektornya (Wirawan dkk., 2000 dan Wijaya., 2003).
Penularan yang melalui serangga vektor ,terjadi pada tanaman saat
membentuk daun muda .Serangga vektor D.citri baru bisa menginfeksi penyakit
ke tanaman yang sehat ,bila vektor telah membawa bakteri dari tanaman yang
terserang penyakit CVPD, maka bakteri akan bisa bertahan selama 48 jam, dan
kemudian vektor akan menginfeksi ke tanaman yang masih sehat ,bakteri akan
bereaksi dengan sel-sel tanaman selama 360 jam (Sritamin, 2007). Ada beberapa
tanaman yang toleran terhadap penyakit CVPD contohnya adalah tanamanjeruk
kinkit.
17
2.8.2. Cara Pengendalian CVPD
Penyakit CVPD adalah penyakit yang paling berbahaya untuk tanaman
jeruk, umunya penyakit CVPD menyerang jeruk siam ,jeruk keprok dan yang
lainnya ,tetapi untuk tanaman jeruk kinkit dan jeruk nipis tidak bisa terkena
karena memiliki Gen yang menolak penyakit CVPD. Apabila ada tanaman jeruk
yang terkena penyakit CVPD maka perlu dilakukan pengendalian penyakit
CVPD, secara umumpengendalian dilakukan untuk mengurangi vektornya.
Menurut Mahfud, 1987menyatakan cara pengendalian penyakit CVPD yaitu
dengankarantina ,eradikasi tanaman, pengendalian serangga vektor D. citri dan
pemberian tetramycin 26 SP. Selanjutnya menurut (Wigenasantana, 1994)
menyatakan cara pengendalian penyakit CVPD adalah sebagai berikut:
1. Penanaman bibit bebas penyakit CVPD pada areal yang ingin ditanamani
harus bersih dari penyakit CVPD.
2. Saat melakukan penempelan/grafting harus menggunakan mata tempel
yang bebas dari penyakit CVPD.
3. Pengendalian VektorD.citri agar tidak menyebarkan penyakit CVPD lebih
luas lagi.
Agar tanaman jeruk terbebas dari serangan penyakit CVPD maka boleh
diterapkan cara pengendalian CVPD seperti cara di atas, cara tersebut diterapkan
untuk menghindari penyebaran penyakit CVPD kesemua wilayah Indonesia dan
dapat menekanperkembangan dari L.asiacitum.
18
2.9. Teknik Polymerase Chain Reaction ( PCR )
PCR merupakan teknik yang relatif mudah, cepat, efisien, dan lebih
senstif daripada dekteksi dengan DNA probe untuk deteksi CVPD ( Hocquellet et
al., 1996 ; u dan Hung , 2001 ). Teknik PCR ini mempergunakan sepasang primer
spesifik dari sekuens DNA bakteri CVPD yang telah dikloning (Hung et al., 2000)
.PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah besar frgamen
DNA spesifik dengan panjang dan sekuens yang telah ditentukan dari sejumlah
kecil template kompleks. Teknik PCR sebenarnya mengeksploitasi berbagai sifat
alami replikasi DNA. (Wirawan, dkk. 2004).
Proses amplifikasi DNA total tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3,
polymerase DNA menggunakan DNA utas tunggal sebagai cetakan untuk
mensintesis utas baru yang komplementer. Cetakan utas tunggal dapat diperoleh
dengan mudah melalui pemanasan dari DNA cetakan utas ganda pada temperatur
mendekati titik didih ( 92-95 oC). Polimarase DNA juga memerlukan suatu
wilayah berserat ganda pendek untuk memulai proses sintesis. Pada PCR, posisi
awal sintesi DNA dapat ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida
sebagai primer yang menempel secara komplementer pada cetakan sesuai dengan
yang diinginkan. ( Wirawan, dkk. 2004),dengan demikian, tempat ikatan primer
baru akan dibuat pada utas DNA yang baru disintesis. Campuran reaksi kemudian
dipanaskan lagi untuk untuk memisahkan utas awal dengan yang baru, yang
kemudian berperan sebegai cetakan untuk siklus selanjutnya meliputi penempelan
primer, sintesis DNA dan pemisahan utas. (Wirawan, dkk. 2004).
Proses amplifikasi dengan PCR diperlukan kualitas DNA template yang
baik dan program yang sesuai. Oleh karena bakteri CPVD belum bisa diukur,
19
sehingga tidak memungkinkan untuk mengisolassi DNAnya saja, maka dilakukan
pendekatan dengan isolasi DNA total tanaman yang diinginkan untuk dideteksi.
Tanaman jeruk mengandung banyak senyawa polifenol dan karbohidrat aktivitas
Taq-polymerase dalam PCR. Oleh karena kandungan senyawa-senyawa tersebut
berbeda pada setiap bagaian tanaman, maka perlu cara isolasi yang sesuai dengan
DNA yang dapat diamplifikasi dengan PCR. (Wirawan dkk., 2004).