penggunaan media kancing berwarna untuk …
TRANSCRIPT
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
48 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
PENGGUNAAN MEDIA KANCING BERWARNA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA
PADA MATERI OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN DAN
PENGURANGAN BILANGAN BULAT
Ami Roni Fahmy Ramdhany
Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan Al-Amin, Indramayu
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran matematika dengan
menggunakan media kancing berwarna dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan kognitif siswa
setelah pembelajaran menggunakan media kancing berwarna pada materi Operasi Hitung
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat. Penelitian ini menggunanakan metode Penelitian
Tinakan kelas Model Kemmis & Mc Taggart melalui dua siklus. Subjek penelitian sebanyak 24
orang siswa. Semua siswa tersebut adalah siswa kelas IV SD di salah satu sekolah dasar di kabupaten
Bandung. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi pelaksanaan pembelajaran dan
tes pada setiap akhir siklus. Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan kemampuan kognitif siswa
dibuktikan dengan indeks gain rata-rata skor kelas dari siklus I ke siklus II sebesar 0,70 dengan
interpretasi sedang.
Kata kunci: media kancing berwarna, kemampuan kognitif siswa
Abstract
The research was aimed of this study are to describe the implementation of mathematics learning by
using colored buttons media and to describe the increasing of students‟ cognitive ability after
learning by using colored buttons media in Arithmetic Operation in Addition and Subtraction of
Integers.. The research use method is Classroom Action Research by Kemmis and Mc Taggart
through two cycles. The subject of the study, 24 student. All Students are prospective 4rd class one
of elementary school in West Bandung Based on the study, students‟ cognitive ability increases with
classroom score average gain index from cycle I to cycle II in the amount of 0.70 with medium
interpretation.
Keywords: colored buttons media, students‟ cognitive ability
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
49 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
PENDAHULUAN
Salah satu kompetensi dasar yang harus
dimiliki peserta didik kelas IV SD semester 2
pada mata pelajaran Matematika adalah
menjumlahkan dan mengurangkan Bilangan
Bulat. Bilangan bulat merupakan salah satu
kajian dari inti materi yang dipelajari peserta
didik di Sekolah Dasar. Namun pada kenyataan
di lingkungan pendidikan khusunya pendidikan
sekolah dasar, belajar matematika selalu
dipandang sebagai pembelajaran yang paling
sulit terutama dalam materi Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Bulat, dapat dilihat dari
hasil belajar siswa yang masih rendah.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
mata pelajaran Matematika yang harus
ditempuh oleh siswa kelas IV ini yakni 65.
Namun melihat realita di lapangan untuk
mencapai nilai 65 itu cukup sulit. Berdasarkan
hasil tes ulangan harian, dari 24 orang siswa
kelas IVA SDN Ciburial ini persentase siswa
yang memperoleh nilai ≤ 65 berjumlah 15
orang siswa atau 57,7%, dan siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 berjumlah 11 orang
siswa atau 42,3%. Rata-rata skor yang
diperoleh siswa kelas IVA SDN Ciburial
sebesar 64,81. Oleh karena itu, peneliti
mengambil kelas IVA SDN Ciburial sebagai
subjek dalam penelitian ini.
Rendahnya hasil belajar siswa
dikarenakan dalam pembelajaran matematika,
guru selalu berkecimpung pada sesuatu yang
abstrak, guru tidak memperhatikan pada
karakteristik perkembangan siswa yang
menurut Piaget anak usia sekolah dasar berada
pada masa operasional konkret. Kemudian
dalam menjelaskan materi, guru hanya
memberikan rumus-rumus yang harus
dihapalkan oleh siswa tanpa memahami konsep
materi yang dijelaskan. Siswa hanya
ditekankan untuk dapat menyelesaikan operasi
hitung bilangan secara prosedural tanpa
mengetahui konsep operasi hitung tersebut
secara bermakna. Selain itu, rendahnya hasil
belajar siswa juga disebabkan guru tidak
menggunakan media pembelajaran yang kreatif
dan inovatif, sehingga siswa kurang tertarik
untuk belajar matematika bahkan matematika
akan selalu menjadi momok bagi siswa.
Dengan demikian, minat siswa untuk
belajar matematika semakin hilang dan
matematika akan selalu dipandang pelajaran
yang paling sulit. Salah satu kesulitan siswa
dalam mempelajari materi pelajaran
Matematika yaitu melakukan operasi hitung
bilangan bulat. Pada saat melakukan operasi
hitung bilangan bulat siswa bingung dan
kesulitan untuk menentukan nilai negatif atau
positif hasil operasi hitung tersebut. Hal ini
berarti, siswa belum paham maksud yang
diminta dari soal tersebut. Kemudian siswa
malas untuk membuat garis bilangan ketika
diminta untuk menggunakan garis bilangan
dalam membantu menyelesaikannya, alasannya
malas, ribet dan lain-lain.
Apabila hal tersebut dibiarkan, akan
terjadi masalah yang lebih kompleks lagi ketika
memperoleh materi yang baru di tingkat lanjut.
Mengingat adanya perbedaan karakteristik
tersebut maka diperlukan kemampuan dari
seorang guru untuk menjembatani antara dunia
anak yang belum berpikir deduktif agar dapat
mengerti dunia matematika yang bersifat
deduktif.
Guru sebagai salah satu komponen
dalam proses belajar mengajar memegang
peranan yang sangat penting untuk menangani
masalah tersebut. Peran guru tidak hanya
sebagai penyampai materi saja, melainkan
lebih dari itu guru bisa dikatakan sebagai pusat
pembelajaran dan sebagai pengendali serta
pelaku dalam kegiatan proses belajar mengajar,
guru mengatur arah proses belajar mengajar
yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus
mampu membuat pengajaran menjadi lebih
efektif dan menarik, dengan menggunakan
media pembelajaran konkret yang relevan
dengan materi pelajaran Matematika, sehingga
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
50 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
materi pelajaran yang disampaikan dapat
membuat siswa senang dan memiliki rasa perlu
untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut,
serta terlebih Matematika tidak akan lagi
dipandang sebagi pelajaran yang paling sulit.
Salah satu upaya untuk meningkatkan
kemamuan kognitif siswa yaitu dengan
menggunakan media pembelajaran yang
mampu memfasilitasi siswa dalam memahami
suatu konsep materi pelajaran. Susilana dan
Riyana (2008: 4) berpendapat bahwa kata
“media” berasal dari kata latin, merupakan
bentuk jamak dari kata “medium”. Secara
harfiah kata tersebut mempunyai arti tengah,
perantara atau pengantar. Media pembelajaran
menurut Munadi (2008: 7-8) yaitu segala
sesuatu yang dapat menyampaikan dan
menyalurkan pesan dari sumber secara
terencana sehingga tercipta lingkungan belajar
yang kondusif dimana penerimanya dapat
melakukan proses belajar secara efisien dan
efektif.
Dari pengertian di atas, dapat ditarik
simpulan bahwa media pembelajaran adalah
segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk
memudahkan atau membantu guru dalam
menyampaikan pesan-pesan atau materi
pelajaran kepada siswa, sehingga siswa akan
mudah untuk memahami konsep yang
diberikan oleh guru dalam situasi belajar.
Dengan demikian, media pembelajaran
merupakan wadah dari pesan, dan materi yang
ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran
serta tujuan yang ingin dicapai adalah proses
pembelajaran.
Adapun fungsi media pembelajaran
yang dikemukaan oleh Susilana dan Riyana
(2008: 9-10), yaitu:
1) Memiliki fungsi tersendiri sebagai sarana
bantu untuk mewujudkan situasi
pembelajaran yang lebih efektif.
2) Merupakan bagian integral dari
keseluruhan proses pembelajaran.
3) Penggunaan media dalam pembelajaran
harus selalu melihat kepada komptensi dan
bahan ajar.
4) Bukan berfungsi sebagai alat hiburan.
5) Untuk mempercepat dan mempermudah
siswa dalam menangkap tujuan dan bahan
ajar.
6) Untuk meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar.
7) Meletakkan dasar-dasar yang konkrit
untuk berfikir, untuk mengurangi penyakit
verbalisme.
Susilana dan Riyana (2008: 12),
menyatakan bahwa media pembelajaran terbagi
kedalam dua macam yaitu media penyaji dan
media bukan penyaji. Media penyaji yaitu
media yang menyampaikan pesan melalui
bentuk-bentuknya. Media bukan penyaji yaitu
media objek dan media interaktif. Media objek
merupakan media tiga dimensi yang
menyampaikan informasi tidak dalam bentuk
penyajian, melainkan melalui ciri fisiknya
sendiri, seperti ukurannya, bentuknya,
beratnya, susunannya, warnanya, fungsinya
dan sebagainya.
Kancing berwarna digunakan sebagai
media pembelajaran untuk menyajikan atau
mengkongkritkan operasi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat. Kancing
merupakan salah satu benda yang biasanya
digunakan sebagai kelengkapan pada pakaian.
Kancing biasanya terdapat pada kemeja yang
dilengkapi dengan lubang untuk
mengaitkannya. Ukuran kancing sangatlah
bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang
besar. Warnanya pun bermacam-macam ada
yang satu warna ada juga yang berwarna-warni.
Bentuk kancing beragam mulai dari yang bulat
sampai yang kotak. Kita akan mudah
mendapatkan kancing di toko-toko
perlengkapan menjahit.
Prabawanto (2006) (dalam , 2011)
menyatakan bahwa untuk dapat menjelaskan
konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
51 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
bulat pada siswa sekolah dasar dapat
menggunakan alat peraga/media. Media yang
dapat dipilih adalah garis bilangan atau dengan
menggunakan manik-manik. Dalam penelitian
ini, peneliti memilih manik-manik untuk
dijadikan media pembelajaran pada
pembelajaran operasi hitung penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat, dan manik-manik
yang dipilih adalah kancing.
Karena bentuknya yang bervariasi dan
warnanya yang bermacam-macam, kancing
dapat membuat pembelajaran matematika
menjadi lebih menyenangkan dan siswa lebih
termotivasi untuk belajar. Dalam penelitian ini
ada dua warna kancing yang digunakan,
kancing bulat berwarna merah untuk mewakili
bilangan bulat negatif dan kancing bulat
berwarna biru untuk mewakili bilangan bulat
negatif. Dengan demikian, konsep yang bersifat
abstrak akan terbantu mengkonkritkanya
dengan menggunakan media kancing tersebut.
Hal ini sejalan dengan nilai-nilai praktis
media pembelajaran yang dikemukakan oleh
Sudirman N. dkk. (1991) (dalam Djamarah dan
Zain, 2006:138) yaitu meletakkan dasar-dasar
yang konkrit dari konsep yang abstrak,
keseragaman pengamatan dan persepsi pada
siswa karena sumber belajar dalam situasi dan
kondisi yang sama, membangkitkan motivasi
belajar siswa, memungkinkan siswa
berinteraksi langusng dengan
lingkungan/sumber belajar. Nana Sudjana
(1991) (dalam Djamarah dan Zain, 2006: 137)
menyatakan pula bahwa media pembelajaran
memiliki nilai-nilai praktis diantaranya:
meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk
berfikir, memperbesar minat dan perhatian
siswa untuk belajar, meletakkan dasar untuk
perkembangan belajar sehingga hasil belajar
meningkat, bahan pembelajaran akan lebih
jelas maknanya, metode mengajar akan lebih
bervariasi dan siswa akan lebih banyak
melakukan kegiatan belajar. Adapun kelebihan
dari penggunaan media kancing berwarna ini,
adalah:
1) Mudah didapat di toko-toko perlengkapan
menjahit.
2) Harga relatif murah.
3) Bentuknya beragam.
4) Mudah dibawa kemana-mana karena
bentuknya yang kecil mungil sehingga
tidak khawatir rusak atau pecah.
Dalam proses pembelajaran, tipe hasil
belajar yang diharapkan dapat dicapai siswa
penting diketahui oleh guru, agar guru dapat
merancang/mendesain pengajaran secara tepat
dan penuh arti. Benyamin Bloom (dalan
Sudjana, 2013; Kurniawan, 2013) menyatakan
bahwa tipe hasil belajar yang hendak dicapai
digolongkan atau dibedakan menjadi 3 tiga
domain/ranah kemampuan intelektual
(intellectual behaviors), yakni: 1) kognitif, 2)
afektif, dan 3) psikomotor.
Kognitif seringkali dikenal dengan
istilah intelek. Mahfudin Shalahudin (1989)
(dalam Asrori 2007: 48), menyatakan bahwa
intelek adalah akal budi atau intelegensi yang
berati kemampuan untuk meletakkan
hubungan-hubungan dari proses berpikir.
Menurut Jean Piaget (dalam Asrori 2007: 48),
intelegensi sama dengan kecerdasan yaitu
seluruh kemampuan berpikir dan bertindak
secara adaptif termasuk kemampuan-
kemampuan mental yang kompleks seperti
berpikir, mempertimbangkan, menganalisi,
mensintesis, mengevaluasi dan menyelesaikan
persoalan-persoalan.
Ranah kognitif ini terdiri atas enam
level/tingkatan sebagaimana dikemukakan oleh
Bloom (1965) (dalam Kuswana, 2012;
Kesuma, 2011), yaitu: pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
evaluasi.
Berdasarkan indikator-indikator di atas,
dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif
siswa adalah kemampuan berfikir siswa yang
melibatkan kemampuan intelektual dari tahap
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
52 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
yang sederhana sampai kepada tahap yang
lebih kompleks dalam menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur
yang dipelajari untuk menyelesaikan soal-soal
yang memuat indikator kemampuan kognitif.
Kemampuan kognitif yang dimaksud
dalam penelitian ini yaitu kemampuan berpikir
siswa yang melibatkan kemampuan intelektual
dari tahap pemahaman sampai kepada aplikasi
konsep yang dipelajari untuk menyelesaikan
soal-soal yang memuat indikator kemampuan
kognitif. Indikator kemampuan kognitif
tersebut meliputi: Mengubah bentuk operasi
hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat dari bentuk soal cerita dan gambar
kedalam kalimat matematis, dan menyelesaikan
soal operasi hitung penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran
matematika tentang Operasi Hitung
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan
Bulat dengan menggunakan media kancing
berwarna di kelas IVA SDN Ciburial?
2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan
kognitif siswa Kelas IVA SDN Ciburial
pada materi Operasi Hitung Penjumlahan
dan Pengurangan Bilangan Bulat dengan
menggunakan media kancing berwarna?
Adapun tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan pelaksanaan
pembelajaran matematika tentang Operasi
Hitung Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Bulat dengan menggunakan
media kancing berwarna di kelas IVA
SDN Ciburial.
2. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan
kognitif siswa kelas IVA SDN Ciburial
pada materi Operasi Hitung Penjumlahan
dan Pengurangan Bilangan Bulat dengan
menggunakan media kancing berwarna.
METODE
Metode penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
(Classroom Action Research). Hermawan et.
al. (2010: 87) mengemukakan bahwa
“penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk
penelitian yang bersifat reflektif dengan
melakukan tindakan-tindakan tertentu agar
dapat memperbaiki dan atau meningkatkan
praktik-praktik pembelajaran di kelas secara
lebih profesional”. Tindakan tersebut diberikan
oleh guru atau dengan arahan guru yang
dilakukan oleh siswa. Penelitian tindakan kelas
dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan efisiensi dan kualitas pendidikan
terutama proses dan hasil belajar siswa. Tujuan
PTK adalah memecahkan permasalahan
pembelajaran yang muncul di dalam kelas
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
53 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
Model penelitian tindakan kelas yang digunakan yaitu model Kemmis dan Mc. Taggart
Gambar 1. Siklus Spiral dari Kemmis & Mc Taggart
Sumber:http://dc371.4shared.com/doc/9R7RqTN0/preview_html_m54f4bef7.png
Penelitian ini terdiri dari dua siklus,
pada setiap siklus mencakup empat kegiatan
yaitu, perencanaan, pelaksanaan, observasi,
serta refleksi. Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa Kelas IVA SDN Ciburial
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Barat dengan jumlah siswa 26 orang siswa,
yang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan
12 orang siswa perempuan. Akan tetapi, ada 2
orang siswa yang tidak hadir pada setiap
siklusnya, sehingga subjek dalam penelitian ini
adalah 24 orang siswa yang terdiri dari 13
orang siswa laki-laki dan 11 orang siswa
perempuan.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu instrumen pembelajaran
yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa
(LKS) dan instrumen pengumpul data yang
digunakan adalah non tes dan tes. Instrumen
non tes dalam penelitian ini adalah lembar
observasi pelaksanaan pembelajaran. Observasi
adalah suatu teknik yang dilakukan dengan
cara mengadakan pengamatan secara teliti serta
pencatatan secara sistematis. Arikunto (2010:
200) bahwa observasi dalam penelitian ini
adalah observasi sistematik, yakni observasi
yang dilakukan oleh pengamat/observer dengan
menggunakan pedoman (lembar observasi)
sebagai instrumen pengamatan. Lembar
observasi digunakan untuk memperoleh data
tentang aktivitas guru dan siswa selama
pembelajaran dengan menggunakan media
kancing berwarna. Lembar observasi ini diisi
oleh observer pada pelaksanaan tindakan setiap
siklus. Data pada lembar observasi juga
berfungsi sebagai bahan refleksi dari tindakan
pada setiap siklusnya. Arikunto (2010: 193),
“tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan
serta alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki individu
atau kelompok”. Tes diberikan pada setiap
akhir siklus untuk mengetahui peningkatan
kemampuan kognitif siswa pada materi Operasi
Hitung Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Bulat. Jenis tes yang digunakan
adalah jenis tes tertulis dengan bentuk uraian
agar dapat menilai siswa dengan objektif.
Data yang telah diperoleh kemudian
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis data secara kualitatif dilakukan
terhadap data yang diperoleh dari lembar
observasi pelaksanaan pembelajaran pada
setiap akhir siklus. Analisis data kuantitatif
yang digunakan yaitu model Miles and
Huberman (dalam Sugiyono, 2013: 337-345)
meliputi:
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
54 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
a. Data Reduction
Merangkum, memilih data, dan
memfokuskan pada hal-hal pokok yang
diperlukan dalam penelitian ini dari seluruh
data yang tersaji pada lembar observasi.
b. Data Display
Display data dilakukan dengan
menyajikan data kedalam bentuk tabel, grafik
atau sejenisnya sehingga mudah untuk
dipahami.
c. Verification
Verification dilakukan dengan cara
menarik kesimpulan awal sehingga dapat
disusun tindakan untuk selanjutnya dari
kekurangan-kekurangan dan temuan-temuan
dalam pelaksanaan pembelajaran.
Analisis kuantitatif digunakan pada data
hasil tes akhir siklus, dilakukan dengan:
a. Penyekoran hasil tes
Skala poin untuk setiap butir soal
memiliki bobot yang sama. Oleh karena itu,
dibuat skoring rubrik pedoman penyekoran
hasil tes sebagai berikut:
Tabel 1. Skoring Rubrik Soal Tes Akhir Siklus
Skor Deskripsi
0 Tidak merespon sama sekali
1 Siswa menulis cara penyelesaian
(gambar) salah, jawaban salah
3 Siswa tidak menulis cara penyelesaian
(gambar), jawaban benar
5 Siswa menulis cara penyelesaian
(gambar) salah, jawaban benar
8 Siswa menulis cara penyelesaian
(gambar) benar, jawaban salah
10 Siswa menulis cara penyelesaian
(gambar) benar, jawaban benar
b. Menghitung nilai rata-rata kelas dengan
rumus:
Sudjana (2013: 109) untuk menghitung
nilai rata-rata menggunakan rumus:
Keterangan:
ƩX = total nilai yang diperoleh siswa
n = jumlah siswa
X = nilai rata-rata kelas
c. Menghitung ketuntasa belajar berdasarkan
KKM
KKM yang ditentukan oleh SDN
Ciburial adalah 65. KKM ini ditentukan
berdasarkan tiga kriteria yaitu kompleksitas
materi, daya dukung dan intake siswa. Jadi,
apabila skor siswa ≥65, maka siswa tersebut
dinyatakan tuntas. Namun, apabila skor siswa
<65, maka siswa tersebut dinyatakan belum
tuntas.
d. Menghitung ketuntasan belajar siswa
secara klasikal
Menurut Depdiknas (dalam Gumilar,
2013: 38) bahwa „‟kelas dikatakan sudah tuntas
secara klasikal jika telah mencapai 85% dari
seluruh siswa yang memperoleh nilai Kriteria
Ketuntaan Minimal (KKM)‟‟. Pengolahan data
ketuntasan belajar secara klasikal dihitung
dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
55 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
ƩS ≥ 65 = jumlah siswa yang yang mendapat
nilai lebih besar dari atau sama dengan 65.
n = banyak siswa
TB = ketuntasan belajar
Kriteria tingkat keberhasilan belajar
(%) menurur Aqib dalam (Gumilar, 2013: 38),
sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar
Tingkat Keberhasilan (%) Kriteria
≥ 80% Sangat Tinggi
60% - 79% Tinggi
40% - 59% Sedang
20% - 39% Rendah
≤ 20% Sangat Rendah
e. Menghitung peningkatan kemampuan
kognitif siswa dengan indeks gain
Prabawanto (dalam Permatasari, 2013:
50) menyatakan bahwa untuk mengetahui
peningkatan kemampuan kognitif siswa pada
materi Operasi Hitung Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Bulat dari setiap siklus
yang telah dilakukan dengan mmenghitung
gain rata-rata yang telah dinormalisasi dengan
rumus sebagai :
( ) ( )
( ) ( )
Adapun kriteria efektivitas pembelajaran menurut Hake (dalam Nurlaela, 2011) dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Interpretasi Gain yang Ternormalisasi
Nilai <g> Interpretasi/Kriteria
0,00 – 0,30 Rendah
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Tinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan
a. Siklus I
Berdasarkan temuan-temuan pada
pelaksanaan pembelajaran siklus I yang
tertuang pada lemabar observasi, peneliti
merangkum dan mendiskusikan dengan
observer mengenai kekurangan yang nampak
pada pembelajaran siklus I dan dijadikan
masukan untuk perbaikan pada siklus
berikutnya. Adapun kekurangan-kekurangan
tersebut, yaitu:
1) Pada langkah orientasi dan demonstrasi,
guru menunjukkan dan menjelaskan
langkah-langkah penggunaan media tidak
menggunakan papan peraga, sehingga
kurang menarik perhatian siswa, siswa
menjadi tidak fokus, dan tidak terlihat jelas
oleh siswa yang duduk di belakang.
2) Pada langkah diskusi, masih ada tiga
kelompok siswa yang bertanya petunjuk
pengerjaan LKS, karena pada setiap soal di
LKS kurang jelas dalam menuliskan
langkah kerja yang harus dilakukan, dan
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
56 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
penggunaan media didominasi oleh siswa
yang memiliki prestasi bagus di kelasnya.
3) Pada langkah presentasi, perwakilan
kelompok mempresentasikan tidak
menggunakan papan peraga sehingga ada
beberapa siswa yang tidak memperhatikan
teman yang sedang mempresentasikan
hasil diskusinya.
4) Ketika guru meminta perwakilan dari
setiap kelompok untuk mempresentasikan
hasil diskusinya, siswa berebut ingin
mempresentasikan karena soal berjumlah
empat sedangkan kelompok ada enam.
Sedangkan perwakilan kelompok ingin
maju semua karena termotivasi pula
dengan reward yang akan diberikan oleh
guru ketika siswa benar jawabannya dan
berani mempresentasikan di depan kelas.
5) Guru kurang memberikan penguatan
kepada siswa ketika menggambarkan
kancing berwarna mengenai spidol warna
merah melambangkan bilangan bulat
negatif dan spidol warna biru
melambangkan bilangan bulat positif,
sehingga masih ada beberapa siswa yang
terlihat bingung
6) Guru masih kurang mampu dalam
mengembalikan perhatian
siswa/memfokuskan perhatian siswa,
ketika kondisi kelas dalam keadaan ribut.
Berdasarkan kekurangan-kekurangan
yang terjadi pada pembelajaran siklus I, maka
harus dilakukan refleksi untuk perbaikan setiap
kekurangan yang ada, agar tindakan
selanjutnya dapat berjalan lebih optimal.
Perbaikan yang dilakukan diantaranya:
1) Pada langkah orientasi dan demonstrasi,
sebaiknya guru menggunakan papan
peraga, ketika menunjukkan dan
menjelaskan langkah-langkah penggunaan
media kancing berwarna, agar menarik
perhatian siswa sehingga siswa dapat fokus
memperhatikan.
2) Pada langkah diskusi, sebaiknya setiap
soal dalam LKS mencantumkan langkah
kerja yang harus dilakukan oleh siswa,
agar siswa tidak lagi bertanya pada guru.
Setiap siswa dalam kelompoknya, harus
mengerjakan satu soal agar penggunaan
media kancing berwarna tidak didominasi
oleh siswa yang memiliki prestasi bagus di
kelasnya.
3) Pada langkah presentasi, sebaiknya siswa
mempresentasikan hasil diskusi kelompok
di depan kelas dengan menggunakan
media kancing berwarna diperagakan
melalui papan peraga, agar siswa yang lain
memperhatikan dan menanggapi.
4) Sebaiknya soal dalam LKS yang
digunakan berjumlah enam soal
disesuaikan dengan jumlah kelompok,
karena soal akan dibahas oleh perwakilan
setiap kelompok sehingga seluruh
kelompok dapat melaporkan hasil
diskusinya di depan kelas.
5) Sebaiknya guru memberikan penguatan
materi kepada siswa setiap kali siswa
menemukan kesalahan, meskipun siswa
tidak ada yang bertanya.
6) Sebaiknya guru menggunakan ice breaking
untuk memfokuskan perhatian siswa dan
pengaturan tempat duduk siswa di atur
kembali, siswa yang selalu ribut tidak
duduk berdekatan dengan temannya yang
sama-sama suka ribut di kelas. Hal ini agar
pembelajaran berjalan efektif dan
kondusif.
b. Siklus II
Secara umum, kegiatan pembelajaran
siklus II berjalan dengan lancar dan berjalan
lebih baik dari siklus I. Observer mencatat
beberapa temuan baik dari aktivitas guru
maupun aktivitas siswa. Adapun temuan-
temuan tersebut sebagai berikut:
1) Pada langkah orientasi dan demonstrasi,
guru menggunakan papan peraga, mampu
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
57 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
menarik perhatian siswa dan siswa menjadi
lebih fokus memperhatikan guru.
2) Ketika guru menjelaskan langkah-langkah
penggunaan media melalui contoh soal
operasi hitung pengurangan dengan
menggunakan kancing berwarna kemudian
digambarkan di papan tulis dengan spidol
berwarna, siswa menjadi paham dan tidak
ada lagi siswa yang salah menjawab
soalnya.
3) Pada langkah diskusi, siswa yang memiliki
kemampuan lebih dibandingkan teman
kelompoknya mampu menjadi tutor sebaya
terhadap siswa yang memiliki kemampuan
rendah di kelasnya. Sehingga seluruh
siswa menggunakan media kancing
berwarna. Alokasi waktu diskusi semakin
efektif karena siswa tidak lagi banyak
bertanya pada guru.
4) Pada langkah presentasi, setiap anggota
kelompok mempresentasikan hasil
diskusinya menggunakan papan peraga,
sehingga siswa yang lainnya fokus
memperhatikan teman yang sedang
mempresentasikan di depan kelas.
5) Guru menggunakan ice breaking pada saat
kegiatan awal pembelajaran dan ketika
kondisi kelas dalam keadaan ribut, hal ini
dilakukan untuk memfokuskan kembali
perhatian siswa.
6) Pengaturan tempat duduk, siswa yang
selalu ribut di kelas tidak duduk
berdekatan, dan tidak ada siswa yang
duduk membelakangi guru, sehingga
pembelajaran berjalan lebih efektif dan
kondusif.
Berdasarkan temuan-temuan pada
pelaksanaan pembelajaran siklus II yang
tertuang pada lembar observasi, peneliti
merangkum dan mendiskusikan dengan
observer kemudian membuat simpulan
mengenai pelaksanaan pembelajaran siklus II.
Dapat dinyatkan bahwa pembelajaran siklus II
berjalan lebih baik dari siklus I. Dari siklus I ke
siklus II mengalami peningkatan, peningkatan
tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1) Dengan menggunakan papan peraga,
mampu menarik perhatian siswa dan ketika
guru sedang menjelaskan langkah-langkah
penggunaan media kancing berwarna
maupun ketika siswa sedang
mempresentasikan hasil diskusi.
2) Guru menggunakan ice breaking berupa
tepuk semangat, mampu memfokuskan
perhatian siswa ketika pembelajaran
berlangsung dan mampu mengembalikan
pada situasi kondusif ketika kelas dalam
keadaan ribut.
3) Ketika diskusi kelompok, sudah tidak ada
lagi siswa yang bertanya pada guru,
sehingga alokasi waktu kerja kelompok
semakin efektif.
4) Ketika jumlah soal pada LKS sebanyak
enam butir soal, siswa tidak ribut ketika
perwakilan dari setiap kelompok
mepresentasikan hasil diskusinya di depan
kelas.
5) Ketika guru menjelaskan materi dengan
media kancing berwarna melalui papan
peraga kemudian digambarkan di papan
tulis dengan spidol berwarna, siswa
menjadi lebih paham dan tepat dalam
menggunakan media.
6) Ketika siswa yang suka ribut di kelas,
pengaturan tempat duduknya dipisahkan
dengan siswa yang sama-sama suka ribut
di kelas, pembelajaran menjadi lebih
efektif dan kondusif.
Perbedaan pembelajaran yang terjadi
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya pada
pembelajaran siklus I karena siswa akan
diberikan pula spidol berwarna biru dan spidol
berwarna merah sehingga guru menjelaskannya
melalui gambar menggunakan spidol berwarna
di papan tulis, sehingga guru tidak
menggunakan papan peraga. Kemudian karena
guru menghitung pula pada alokasi waktu
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
58 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
pembelajaran sehingga soal pada LKS yang
dibuat hanya berjumlah empat soal.
Selanjutnya untuk pembelajaran pada
siklus II, karena perencanaan dibuat
berdasarkan kekurangan yang terjadi pada
pembelajaran siklus I sehingga pelaksanaan
pembelajaran siklus II lebih baik daripada
pembelajaran siklus I. Diantaranya,
pembelajaran dengan menggunakan papan
peraga, menggunakn ice breaking untuk
memfokuskan perhatian siswa, pengaturan
tempat duduk siswa, dan soal dalam LKS
disesuaikan dengan jumlah kelompok. Meski
demikian, pada pembelajaran setiap siklus
memiliki kelebihan. Kelebihan tersebut
diantaranya, langkah-langkah penggunaan
media sudah terlihat tepat digunakan oleh
siswa ketika sedang diskusi kelompok maupun
ketika mempresentasikan hasil diskusi di depan
kelas, siswa termotivasi untuk belajar
menyelesaikan soal operasi hitung
penjumlahan bilangan bulat terlihat ketika guru
memberikan beberapa soal siswa selalu
antusias menyelesaikan dengan media kancing
berwarna dan ketika sudah menemukan
hasilnya siswa dengan spontan meneriakan
jawabannya dan ketika jawabannya dinyatakan
benar siswa begitu senangnya dengan bertepuk
tangan dan minta guru untuk menuliskan soal
yang lainnya, dengan pemberian reward atau
penghargaan kepada siswa yang berani maju ke
depan kelas untuk presentasi, menjawab
pertanyaan dengan tepat, mampu memotivasi
siswa untuk belajar dan berlatih.
Berdasarkan hasil lembar observasi,
media kancing berwarna ini telah mampu
menunjang kemampuan kognitif siswa pada
materi Operasi Hitung Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Bulat. Karena media
kancing berwarna ini digunakan untuk
memfasilitasi siswa membedakan bilangan
bulat positif dan bilangan bulat negatif
sehingga siswa dengan mudah menyelesaikan
soal yang berhubungan dengan opersi hitung
penjumlahan dan pengurangan bilangan
bilangan bulat. Dengan demikian, penggunaan
media pada pembelajaran dirasa sangat penting
mengingat tahapan perkembangan siswa yang
masih operasional konkrit. Hal ini selaras
dengan teori yang dikemukaan oleh Piaget
(dalan Heruman 2013a, b) menyatakan bahwa
“tahap oprasional konkret berada pada rentan
usia 7 sampai 12 atau 13 tahun‟‟. Pada
umumnya anak SD berada pada rentan usia 7
sampai 12 atau 13 tahun, sehingga usia anak
SD berada pada tahap oprasional konkret).
Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah
kemampuan dalam proses berpikir untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika,
meskipun masih terikat dengan objek yang
bersifat konkret.
Dengan demikian, pelaksanaan
pembelajaran dari skuls I ke siklus II
mengalami peningkatan menjadi lebih baik, hal
tersebut terlihat dari deskripsi peningkatakan
pelaksanan pembelajaran hasil lembar
observasi pada pelaksanaan pembelajaran
siklus II.
2. Kemampuan Kognitif Siswa
a. Siklus I
Persentase ketuntasan belajar siswa
berdasarkan analisis KKM, dapat dilihat pada
diagram 1 berikut ini.
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
59 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
Diagram 1. Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Berdasarakan Analisis KKM Siklus I
Berdasarkan data pada diagram 1 di
atas, banyaknya siswa yang tuntas pada siklus I
ini adalah 21 orang siswa atau sebesar 87,5%
dengan kriteria keberhasilan belajar sangat
tinggi, sedangkan banyaknya siswa yang belum
tuntas adalah tiga orang atau sebesar 12,5%.
Menurut Depdiknas, kelas dikatakan sudah
tuntas secara klasikal jika telah mencapai 85%
dari seluruh siswa yang mencapai skor KKM.
Pada siklus I ini, siswa yang telah tuntas
sebesar 87,5%, berarti secara klasikal sudah
tuntas.
Setelah menganalisis terhadap jawaban
hasil tes siswa yang belum tuntas mencapai
KKM, siswa mengalami kesalahan dalam
menjawab soal nomor 1, 2, 4 dan 5,
dikarenakan siswa salah dalam
merepresentasikan warna kancing ke dalam
nilai bilangan bulatnya.
Rata-rata skor pada setiap indikator
kemampuan kognitif siswa dan rata-rata skor
kelas pada siklus I dapat dilihat pada diagram 2
berikut ini.
Diagram 2. Rata-Rata Skor Indikator Kemampuan Kognitis Siswa (1), (2) dan Rata-Rata Skor
Kelas Siklus I
Berdasarkan diagram 2 di atas, rata-rata
skor pada indikator kemampuan kogntif (1)
sebesar 6,83 yang terdiri dari satu butir soal.
Rata-rata skor indikator kemampuan kognitif
(2) sebesar 34,12 yang terdiri dari empat butir
soal. Rata-rata skor yang diperoleh oleh siswa
kelas IVA pada siklus I sebesar 81,92.
b. Siklus II
87.5
12.5
0
20
40
60
80
100
Tutas
Belum Tuntas
6,83
34.12
81.92
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Rata-RataSkorIndikator 1
Rata-RataSkorIndikator 2
Rata-RataSkor Kelas
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
60 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
Ketuntasan belajar siswa berdasarkan
analisis KKM, dapat dilihat pada diagram 3
berikut ini.
Diagram 3. Ketuntasan Belajar Siswa Berdasarkan Analisis KKM Siklus II
Berdasarkan data pada diagram 3 di
atas, banyaknya siswa yang tuntas pada siklus
II ini adalah 23 orang siswa atau sebesar 95,8%
dengan kriteria keberhasilan belajar sangat
tinggi, sedangkan banyaknya siswa yang belum
tuntas adalah satu orang siswa atau sebesar
4,2%. Menurut Depdiknas, kelas dikatakan
sudah tuntas secara klasikal jika telah mencapai
85% dari seluruh siswa yang memperoleh nilai
diatas KKM. Pada siklus II ini siswa yang telah
tuntas sebesar 95,8%, berarti secara klasikal
sudah tuntas.
Setelah menganalisis terhadap hasil tes
siswa yang belum tuntas mencapai KKM yaitu
S20, siswa mengalami kesalahan dalam
menjawab soal nomor 3 dan 5, dikarenakan
siswa salah dalam menjawab solanya dan tidak
menuliskan gambar kancing berwarnanya (cara
penyelesaiannya).
Rata-rata skor pada setiap indikator
kemampuan kognitif siswa dan rata-rata skor
kelas pada siklus II dapat dilihat pada diagram
4 berikut ini.
Diagram 4. Rata-Rata Skor Indikator Kemampuan Kognitif Siswa (1), (2) dan Rata-Rata
Skor Kelas Siklus II
Berdasarkan diagram di atas, rata-rata
skor pada indikator kemampuan kogntif (1)
sebesar 9,92 yang terdiri dari satu butir soal.
Rata-rata skor indikator kemampuan kognitif
(2) sebesar 37,58 yang terdiri dari empat butir
soal. Rata-rata skor yang diperoleh siswa kelas
IVA pada siklus II sebesar 95.
Berdasarkan rata-rata skor indeks gain
dari siklus I ke siklus II, dapat dilihat pada
tabel 4 sebagai berikut.
95.8
4.2
0
20
40
60
80
100
120
Tuntas
Belum Tuntas
9,92
37,58
95
0
20
40
60
80
100 Rata-RataSkorIndikator 1
Rata-RataSkorIndikator 2
Rata-RataSkor Kelas
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
61 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
Tabel 4. Peningkatan Kemampuan Kognitif Siswa Berdasarkan Analisis Rata-Rata Skor Kelas
dari Siklus I ke Siklus II
Skor (skala
0-100) G <g>
Inter-
pretasi Sikl
us I
Sikl
us II
Rata-
rata
81,9
2
94,5
8 12,66 0,70 Sedang
Berdasarkan rata-rata skor kemampuan kognitif siswa pada setiap siklusnya, dapat dilihat
pada diagram 5 berikut ini.
Diagram 5. Peningkatan Kemampuan Kognitif Siswa Berdasarkan Analisis Rata-rata Skor
Kelas dari Sikuls I ke Siklus II
Peningkatan kemampuan kognitif siswa
berdasarkan hasil analisis indeks gain dari
siklus I ke siklus II, terjadi peningkatan dengan
interpretasi sedang. Kemudian peningkatan
kemampuan kognitif siswa berdasarkan rata-
rata skor yang diperoleh oleh seluruh siswa
pada setiap siklusnya pun meningkat, pada
siklus I skor rata-rata yang diperoleh mencapai
81,92 dan pada siklus II mencapai 95, dan
kriteria keberhasilan belajar siswa mencapai
kriteria sangat tinggi. Peningkatan kemampuan
kognitif siswa pada materi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat berkaitan erat
dengan pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan media kancing berwarna.
Berdasarkan pembahasan mengenai
pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran pada siklus II berjalan lebih baik
dengan menggunakan papan peraga
dibandingkan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada siklus I yang tidak
menggunakan papan peraga, sehingga
berpengaruh pada ketuntasan belajar siswa dan
peningkatan kemampuan kognitif siswa.
Persentase ketuntasan belajar siswa
secara keseluruhan meningkat setiap siklusnya,
walaupun terdapat satu orang siswa yang masih
belum tuntas belajar berdasarkan analisis
KKM. Dikarenakan siswa tersebut belum
lancar membaca dan memiliki kemampuan
yang lebih rendah dibandingkan teman-
temannya, sehingga berpengaruh terhadap
kemampuan prestasinya di kelas. Terdapat pula
siswa yang tetap pada skor dibawah skor
maksimal, hal ini disebabkan karena siswa
tersebut mengalami penurunan skor pada salah
satu indikator kemampuan kognitif, sehingga
ketika skor dari setiap indikator dikalkulasikan
81,92
95
75
80
85
90
95
100
Siklus I
Siklus II
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
62 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
total skor yang ia peroleh tidak mengalami
peningkatan. Dan kedua siswa tersebut berada
pada kelompok kriteria siswa yang
berkemampuan rendah. Hal ini sejalan dengan
prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh
Arifin (dalam Tim Pengembang MKDP
Kurikulum dan Pembelajaran, 2011: 187) yang
menyatakan prinsip pembelajaran yaitu prinsip
perbedaan individual, hal ini berhubungan pula
dengan perbedaan kemampuan yang dimiliki
oleh siswa.
Terjadinya peningkatan kemampuan
kognitif siswa pada materi Operasi Hitung
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat
tersebut sejalan dengan pendapat Munadi
(2008:34-35) yang menyebutkan faktor yang
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa yaitu
faktor lingkungan dan faktor instrumental
berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan
guru. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat
dijelaskan secara rinci berbicara kurikulum
berarti berbicara proses pembelajaran, pada
pembelajaran tentunya ada metode atau
pendekatan (strategi) yang digunakan dan ada
tujuan yang harus dicapai oleh siswa, agar
tujuan dapat tercapai tentunya ditunjang oleh
sarana yang mampu memfasilitasi penyajian
materi dalam hal ini media pembelajaran yang
digunakan, selain itu kepribadian guru dan
keterampilan guru dalam menggunakan media
pembelajaran. Munadi (2008: 26-31)
menyatakan bahwa ada pula faktor internal
yang mempengaruhi keberhasilan belajar
siswa, salah satunya adalah faktor psikologis
yang berupa motif dan motivasi, kemampuan
kognitif siswa. Motif dapat berupa kondisi
belajar yang kondusif. Kemampuan kognitif
berupa persepsi, mengingat dan berfikir.
Kemampuan mempersepsi antar siswa yang
satu dengan yang lainnya tidak sama meskipun
berada pada sekolah yang sama. Hal ini terlihat
pada hasil kemampuan kognitif siswa yang
berbeda-beda setiap individunya, selaras
dengan pendapat Arifin (dalam Tim
Pengembang MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran, 2011: 187) yang menyatakan
prinsip pembelajaran yaitu prinsip perbedaan
individual, hal ini berhubungan pula dengan
perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh
siswa.
Berdasarkan hasil lembar observasi
pelaksanaan pembelajaran dilihat dari aktivitas
guru maupun siswa, faktor-faktor tersebut
secara keseluruhan berjalan dengan baik.
Pembelajaran dengan menggunakan media
kancing berwarna terbukti efektif untuk
meningkatkan kemampuan kognitif siswa pada
materi Operasi Hitung Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Bulat. Kepribadian guru
yang menyenangkan dan keterampilan guru
dalam menyajikan materi dengan
menggunakan media kancing berwarna dengan
terampil membuat siswa termotivasi dalam
mengikuti pembelajaran sehingga
mengakibatkan kemampuan kognitif siswa
dalam materi Operasi Hitung Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Bulat meningkat.
Suasana kelas pun terasa kondusif dengan
diterapkannya ice breaking yang dapat
mengatasi kejenuhan siswa selama
pembelajaran serta untuk memusatkan
perhatian siswa ketika situasi kelas sudah mulai
ribut tidak kondusif. Terjadinya peningkatan
kemampuan kognitif siswa pada materi Operasi
Hitung Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Bulat ini juga sejalan dengan hasil
penelitian Nurlaela (2011) bahwa kemampuan
pemahaman konsep penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat meningkat setelah
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga
kancing berwarna. Dimana, pemahaman
konsep merupakan salah satu bagian dari
kemampuan kognitif.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan tentang penggunaan media
kancing berwarna untuk meningkatkan
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
63 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
kemampuan kognitif siswa pada materi Operasi
Hitung Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Bulat pada siswa kelas IV A SDN
Ciburial, diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran matematika
dengan menggunakan media kancing
berwarna pada materi Operasi Hitung
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan
Bulat pada siswa kelas IV A SDN Ciburial
terlaksana sesuai dengan perencanaan
pembelajaran yang telah dibuat
sebelumnya yang berdasarakan langkah-
langkah pembelajaran dengan
menggunakan media kancing berwarna.
Langkah-langkah pembelajaran tersebut
yaitu orientasi, pada langkah pembelajaran
ini guru menunjukkan dan
memperkenalkan langkah-langkah
penggunaan media kancing berwarna.
Langkah pembelajaran selanjutnya yaitu
demonstrasi, kegiatannya guru
mendemonstrasikan langkah-langkah
penggunaan media kancing berwarna
dengan menggunakan papan peraga dan
siswa mengikutinya dengan menggunakan
kancing berwarna. Selanjutnya penugasan,
kegiatannya guru memberikan LKS
kemudian siswa berdiskusi dengan teman
kelompoknya untuk menyelesaikan soal
yang ada pada LKS tersebut. Dan langkah
pembelajaran yang terakhir yaitu
presentasi, kegiatannya setiap perwakilan
kelompok melaporkan hasil diskusinya di
depan kelas. Pada langkah demonstrasi
penggunaan media kancing berwarna
dengan menggunakan papan peraga
mampu membuat siswa menjadi lebih
mudah dalam memahami langkah-langkah
penggunaan media kancing berwarna dan
mampu menarik perhatian siswa, sehingga
pembelajaran menjadi kondusif. Aktivitas
guru maupun siswa selama pembelajaran
pun berjalan dengan baik.
2. Kemampuan kognitif siswa pada materi
Operasi Hitung Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Bulat pada siswa
kelas IV A SDN Ciburial setelah
pembelajaran menggunakan media kancing
berwarna mengalami peningkatan. Hal
tersebut terbukti dari perolehan indeks gain
dari siklus I ke siklus II sebesar 0,70
dengan interpretasi sedang. Rata-rata skor
kelas pun mengalami peningkatan pada
siklus I diperoleh rata-rata kelas 81,92, dan
21 orang siswa atau sebesar 87,5% siswa
yang tuntas dengan kriteria keberhasilan
sangat tinggi. Pada siklus II rata-rata nilai
siswa meningkat menjadi 95, dan 23 orang
siswa atau sebesar 95,8% siswa yang
tuntas dengan kriteria keberhasilan sangat
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian.
Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Asrori, M. (2007). Psikologi Pembelajaran.
Bandung: CV Wacana Prima.
Djamarah, S B. dan Zain. (2006). Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Gumilar, K. (2013). Penerapan Metode Survey,
Question, Read, Recite, Review (SQ3R)
Untuk Meningkatkan Kemampuan
Membaca Pemahaman Siswa Pada
Materi Pelajaran Bahasa Indonesia.
Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Universitas Pendidikan Indonesia.
Hermawan, R. et al. (2010). Metode Penelitian
Pendidikan SD. Bandung: UPI Press.
Heruman. (2012). Model Pembelajaran
Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya.
Kesuma, D. (2011). Perencanaan
Pembelajaran (Bahan Ajar Mata Kuliah
Perencanaan Pembelajaran Sekolah
Dasar). Bandung; tidak diterbitkan.
Jurnal EDUPEN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 p-ISSN 2722-3426 / e-ISSN xxxx-xxxx
64 | Ami Roni Fahmy Ramdhany, 48-64
Kurniawan, D. (2011). Pembelajaran Terpadu.
Pembelajaran Terpadu. Bandung: CV.
Pustaka Cendikia Utama.
Kuswana, W. S. (2012). Taksonomi Kognitif.
Banudng: PT. Remaja Rosdakarya.
Munadi, Y. (2008). Media Pembelajaran.
Jakarta: Gaung Persada Press.
Nurlaela, Y. (2011). Penggunaan Alat Peraga
Kancing Berwarna Untuk Meningkatkan
Pemahaman Matematika Siswa Tentang
Bilangan Bulat. Skripsi, Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan
Indonesia.
Permatasari, H. R. (2013). Penerapan
Pendekatan Probelm Solving untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman
Konsep Operasi Hitung Bilangan Bulat.
Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Universitas Pendidikan Indonesia.
Sudjana, N. (2013). Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono, (2013). Metode Penelitian
Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Susilana, R. dan Riyana, C. (2008). Media
Pembelajaran. Bandung: Jurusan
Kurtekpen FIP UPI.
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran. (2011). Kurikulum Dan
Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.