ii. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · industri obat tradisional (iot) sebagaimana...

33
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agroindustri Farmasi Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V / 1990 adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total aset di atas Rp 600.000.000,- dan disebut Industri kecil obat tradisional (IKOT) bilamana total aset lebih rendah. Industri obat tradisional menghasilkan produk dengan menggunakan bahan atau ramuan bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik yang secara tradisional digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman empiris. Bentuk sediaan berwujud serbuk seduhan, dan bahan rajangan dengan sejumlah kegunaan yang sepenuhnya menggunakan istilah- istilah tradisional sehingga produk yang beredar memiliki kandungan tanaman obat dan klaim yang bervariasi. Menurut pendapat Sinambela sebagai responden ahli, sesungguhnya tidak tepat menyebutkan kata obat pada produk tradisional walaupun masyarakat menyatakan demikian. Menurut kalangan berpendidikan atau masyarakat kesehatan, bilamana dinyatakan sebagai obat berarti menuntut pembuktian secara ilmiah. Kalau khasiat produk tidak terbuktikan, maka tidak dapat dikatagorikan sebagai obat tetapi suplemen makanan herbal atau herbal food supplement. Merujuk pada definisi obat tradisional, beberapa industri obat tradisional sudah tidak tepat menyandang penamaan dimaksud karena telah menghasilkan produk herbal terstandardisir dan fitofarmaka. Beberapa industri obat tradisional yang dikenal masyarakat antara lain Sidomuncul, Nyonya Meneer, Air Mancur, Jamu Jago, Jamu Iboe yang memberi kontribusi signifikan terhadap total produk obat tradisional. Selain produk yang dihasilkan oleh industri dengan merek yang telah dikenal, produk jamu juga berasal dari industri kecil dengan jumlah terbesar berlokasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti terdapat pada Tabel 1. Strategi pemasaran dan pengembangan produk yang dilakukan oleh agroindustri farmasi telah menghasilkan inovasi produk dengan bentuk dan tujuan khasiat lebih bervariasi. Tampilan obat tradisional menjadi lebih

Upload: phamdien

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agroindustri Farmasi

Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V / 1990

adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total aset di atas

Rp 600.000.000,- dan disebut Industri kecil obat tradisional (IKOT) bilamana

total aset lebih rendah. Industri obat tradisional menghasilkan produk dengan

menggunakan bahan atau ramuan bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan

galenik yang secara tradisional digunakan untuk pengobatan berdasarkan

pengalaman empiris. Bentuk sediaan berwujud serbuk seduhan, dan bahan

rajangan dengan sejumlah kegunaan yang sepenuhnya menggunakan istilah-

istilah tradisional sehingga produk yang beredar memiliki kandungan

tanaman obat dan klaim yang bervariasi.

Menurut pendapat Sinambela sebagai responden ahli, sesungguhnya

tidak tepat menyebutkan kata obat pada produk tradisional walaupun

masyarakat menyatakan demikian. Menurut kalangan berpendidikan atau

masyarakat kesehatan, bilamana dinyatakan sebagai obat berarti menuntut

pembuktian secara ilmiah. Kalau khasiat produk tidak terbuktikan, maka

tidak dapat dikatagorikan sebagai obat tetapi suplemen makanan herbal atau

herbal food supplement. Merujuk pada definisi obat tradisional, beberapa

industri obat tradisional sudah tidak tepat menyandang penamaan dimaksud

karena telah menghasilkan produk herbal terstandardisir dan fitofarmaka.

Beberapa industri obat tradisional yang dikenal masyarakat antara lain

Sidomuncul, Nyonya Meneer, Air Mancur, Jamu Jago, Jamu Iboe yang

memberi kontribusi signifikan terhadap total produk obat tradisional. Selain

produk yang dihasilkan oleh industri dengan merek yang telah dikenal,

produk jamu juga berasal dari industri kecil dengan jumlah terbesar berlokasi

di Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti terdapat pada Tabel 1.

Strategi pemasaran dan pengembangan produk yang dilakukan oleh

agroindustri farmasi telah menghasilkan inovasi produk dengan bentuk dan

tujuan khasiat lebih bervariasi. Tampilan obat tradisional menjadi lebih

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

7

praktis untuk dikonsumsi berupa kaplet, pil maupun kapsul. Perubahan

bentuk produk agar dapat diterima konsumen yang kurang menyukai rasa

pahit bilamana mengkonsumsi produk dalam bentuk bubuk.

Katagori produk obat tradisional menurut definisi dari Nyonya

Meneer adalah : jamu wanita, jamu laki-laki, jamu untuk tujuan kecantikan,

kesejahteraan keluarga, kesehatan dan penyembuhan. Menurut responden

ahli Widyastuti dari Balai Penelitian Tanaman Obat, produk untuk

meningkatkan kesehatan atau kesegaran merupakan produk yang umum

dihasilkan industri penghasil obat tradisional.

Agroindustri farmasi kecil lebih cenderung menggunakan merek lokal

atau bahkan tanpa merek. Pemrosesan produk masih menggunakan peralatan

pengolahan sederhana, yang bersifat padat karyan dan melibatkan keluarga.

Produk obat tradisional dijual dengan harga relatif murah berkisar Rp 1.000,-

per sachet dengan berat 7 gram, pada saat penelitian ini dilakukan.

Dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Malaysia sebagai salah

satu pesaing obat tradisional di wilayah Asia Tenggara, produk tanaman obat

di negara tersebut diposisikan sebagai produk herbal terstandardisir. Sejak

tahun 1998, Malaysia memfokuskan pada penanganan produk herbal dan

melalui National Herbal Product Blueprint mencanangkan tekad menjadi

pemain dunia (Tahir, 2004). Negara China yang dikenal sebagai pemasok

produk herbal terkemuka, melakukan pendekatan strategis dan mengaitkan

secara konsisten berbagai sektor untuk program pengembangan bahan baku

guna memperkuat posisi industri produk herbal.

Arah kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan obat

tradisional menjadi fitofarmaka ditujukan agar terdapat rasionalisasi dan

peningkatan pemanfaatan di dalam pelayanan kesehatan formal.

Pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka sebagaimana dinyatakan

oleh Peraturan Menteri Kesehatan 760/MENKES/PER/IX/1992, harus

melalui uji toksisitas, uji farmakologik eksperimental, uji klinik dan terbukti

memiliki efek kuratif. Pendekatan menuju produk fitofarmaka dilakukan

melalui pengembangan formula obat tradisional dan penyusunan formula

obat baru berlandaskan ilmiah. Kebijakan tersebut perlu mendapatkan

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

8

dukungan pasokan dan komunikasi dengan konsumen dari kalangan layanan

kesehatan formal mengingat persepsi terhadap fitofarmaka masih disamakan

dengan jamu.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, kebenaran jenis bahan baku

masih diragukan dan kualitas pasokan bahan baku masih belum stabil. Atas

kondisi tersebut, tujuan menghasilkan produk fitofarmaka masih menghadapi

kendala. Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan, baru terdapat

empat obat tradisional yang dinyatakan sebagai fitofarmaka sampai tahun

2003. Produk dimaksud, berasal dari perusahaan farmasi milik negara dan

satu perusahaan swasta. Darusman (2004) menyatakan bahwa produksi

tanaman obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan farmakope

Indonesia, ekstrak farmakope Indonesia, materia medika Indonesia, dan

ketentuan persyaratan lain yang berlaku.

Istilah agroindustri tanaman obat sering digunakan dalam forum ilmiah

sampai dengan tahun 2000 untuk menjelaskan industri pengolah tanaman

obat, walaupun istilah agromedisin juga dipakai untuk penggambaran yang

sama. Selanjutnya, sejak tahun 2001 istilah biofarmaka sering digunakan.

Biofarmaka adalah tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki

potensi sebagai obat, nutriceuticals, makanan kesehatan untuk manusia,

hewan, maupun tanaman (Darusman, 2004). Penulis memakai istilah

agroindustri farmasi yakni industri yang menggunakan bahan baku tanaman

obat bagi keperluan produk untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan.

Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan, industri yang

menghasilkan obat tradisional terkonsentrasi di Jawa dengan jumlah paling

banyak berada di Jawa Tengah. Jumlah industri obat tradisional tumbuh

mencapai 20 % pada tahun 2001 dibanding tahun 2000, dan selanjutnya

meningkat mencapai 4 % pada tahun 2002. Menurut Sinambela,

penggambaran peningkatan jumlah industri tidak secara otomotis

meningkatkan jumlah produksi produk yang dihasilkan.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

9

Tabel 1 Data industri obat tradisional (IOT) dan industri kecil obat tradisional (IKOT) 2002

2000 2001 2002 No Provinsi

IOT IKOT IOT IKOT IOT IKOT 1 DI Aceh - 25 - 25 - 25 2 Sumatera Utara 3 49 3 50 3 50 3 Suamtera Barat - 4 - 4 - 4 4 Riau - 8 - 8 - 8 5 Jambi - 11 - 11 1 11 6 Sumatera Selatan - 6 1 6 1 7 7 Bengkulu - - - - - - 8 Lampung - 4 - 4 - 4 9 DKI Jakarta 23 128 23 134 24 134

10 Jawa Barat 46 94 55 108 34 98 11 Banten - - - - 22 16 12 Jawa Tengah 15 200 17 207 17 207 13 Yogyakarta - 20 - 21 22 14 Jawa Timur 8 176 14 186 - 190 15 Bali - 8 - 8 16 8 16 NTB - 12 - 14 - 14 17 NTT - - - - - - 18 Kalbar - 9 - 10 - 2 19 Kalteng - 2 - 2 - 2 20 Kalsel - 33 - 36 - 36 21 Kaltim - 10 - 11 - 11 22 Sulawesi Utara - 7 - 7 - 7 23 Sulawesi Tengah - 1 - 1 - 1 24 Sulawesi Tenggara - 2 - 2 - 2 25 Sulawesi Selatan - 26 - 26 - 26 26 Maluku - 17 - 17 - 17 27 Papua - 3 - 3 - 3 28 Indonesia 94 856 113 903 118 917

2.1.1. Bahan Baku Agroindustri Farmasi.

Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber kekayaan hayati

dengan 9.606 spesies tanaman obat, baru sekitar 4 % dimanfaatkan secara

komersiil (Sastroamidjojo, 1997). Bahan baku obat tradisional berasal dari

panen hasil hutan dan pembudidayaan. Tumbuhan liar kurang baik dijadikan

sumber bahan baku dibandingkan dengan tanaman budidaya, disebabkan

keragaman umur tanaman, homogenitas spesies kurang terjamin dan

lingkungan tempat tumbuh yang berlainan. Kondisi tersebut berakibat pada

Sumber : Badan pengawas obat dan makanan (2003)

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

10

keseragaman kandungan metabolit sekunder. Gangguan kelestarian sumber

plasma nutfah dapat dikurangi dengan pelaksanaan pembudidayaan tanaman

obat. Walaupun demikian, pemanenan hasil hutan masih saja berlangsung

sehingga dikhawatirkan dengan berjalannya waktu akan mengalami

kepunahan.

Tanaman obat memiliki sifat khusus dengan kandungan metabolit

sekunder yang berkhasiat obat baik diperoleh dari akar hingga daun.

Metabolit sekunder sebagaimana dinyatakan Jamaran (1995), memiliki

karakteristik biosintesis adaptif, spesifik dan variatif. Tanaman obat dalam

satu familia mensintesis metabolit sekunder yang menyerupai ditinjau dari

struktur kimia inti namun berbeda dengan familia lain. Respon terhadap

rangsangan yang tidak selalu sama antara spesies satu dengan yang lain,

berakibat kandungan senyawa metabolit sekunder bervariasi baik kadar

maupun komposisinya ketika metabolit sekunder menyerupai dari beberapa

spesies dari salah satu keluarga disintesis.

Agroindustri farmasi memerlukan jaminan kebenaran jenis tanaman

obat, kestabilan dan keseragaman kualitas. Keseragaman kualitas dipengaruhi

oleh keterkaitan proses satu dengan lainnya dimulai saat pemilihan bibit,

proses penanganan saat panen, pascapanen hingga produk jadi (Sudarsono,

2004). Keseragaman kadar senyawa aktif dipengaruhi oleh faktor genetik,

lingkungan tumbuh, perlakuan selama masa tumbuh, saat panen dan

pascapanen. Adapun penentuan masa panen tergantung pada waktu dan

bagian tanaman yang dibutuhkan. Waktu panen tersebut, terkait dengan

pembentukan senyawa aktif pada bagian tanaman yang dipanen, sehingga

waktu yang tepat adalah saat bagian tanaman mengandung senyawa aktif

dalam jumlah terbesar (Sudiatso, 2002).

Bilamana mengharapkan penelusuran historikal hasil panen dan

terstandarisasi maka budidaya merupakan cara yang tepat karena melalui

praktek pertanian yang baik (good agricultural practices) dengan perpaduan

teknologi agronomik. Praktek budidaya demikian, mencakup penggunaan

bibit terpilih, pengolahan tanah, pengaturan tanaman, pemupukan,

perlindungan dan penentuan masa panen.

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

11

Terdapat dua cara pembudidayaan tanaman obat yakni menggunakan

cara monokultur dan polikultur. Pendekatan monokultur dilakukan dengan

menanam jenis tanaman obat tertentu pada satu hamparan lahan. Pendekatan

polikultur dilakukan secara tumpang sari dengan alasan mengurangi resiko

kegagalan panen akibat hama dan penyakit, mengurangi kerugian saat harga

tanaman obat rendah dan mengoptimalkan pemanfaatan lahan.

Tanaman keluarga Zingiberaceae sebagai contoh, lazim

ditumpangsarikan dengan jagung (Zea mays), kacang tanah (Arachis

hipogea) dan ketela pohon (Manihot utilisima). Pemilihan jenis tanaman

tumpangsari tergantung pada iklim, selera dan harga pasar, dimana petani

akan memperoleh manfaat ganda (Paimin dan Murhananto, 1999). Sampai

saat ini, aspek kelayakan usaha tani untuk beberapa tanaman obat telah

berhasil dikaji seperti jahe gajah, temulawak, kunyit, lengkuas, adas, cabai

jawa, katuk, dan kapulaga.

Tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam sebagai berikut :

(1) Tumbuhan obat tradisional

Merupakan spesies yang diketahui atau dikenal masyarakat

memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat

tradisional. Contoh : temulawak, jahe, kencur, kumis kucing.

(2) Tumbuhan obat modern

Merupakan spesies yang secara ilmiah telah dibuktikan

mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan

penggunaannya dapat dipertangungjawabkan secara medis.

(3) Tumbuhan obat potensial

Merupakan spesies yang diduga mengandung atau memiliki

senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum

dibuktikan penggunaanya secara ilmiah sebagai bahan obat

(Zuhud, 2001).

Ditinjau dari aliran pasokan, tanaman obat dapat langsung dipasok ke

industri atau terlebih dahulu diolah menjadi bahan setengah jadi, minyak

atsiri atau bentuk lain oleh industri antara (Suharti, 2000). Tanaman obat juga

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

12

dipasok kepada pedagang yang mengolah serbuk untuk dijual kepada

pedagang jamu gendong di berbagai kota di Indonesia. Pedagang demikian,

sering disebut sebagai pedagang racikan. Kata racikan adalah istilah yang

ditujukan terhadap pedagang jamu yang membuat jamu berdasarkan resep

yang dipahami turun temurun untuk kegunaan sediaan dasar. Pedagang

pengumpul kabupaten dapat pula berlaku sebagai pedagang racikan. Petani

dalam kelompok, yang berkemampuan memasok dalam jumlah dan

kontinuitas sebagaimana dikehendaki industri dapat menjual langsung kepada

industri.

Skema aliran pasokan bahan baku dapat digambarkan sebagai berikut :

Data Direktorat Jenderal Bina Produksi dan Hortikultura (2004)

menunjukkan empat jenis tanaman obat yang banyak dibutuhkan yakni :

lempuyang (Zingiberis aromatica rhizoma), jahe (Zingiberis rhizoma),

temulawak (Curcuma xanthoriza rhizoma) dan kunyit (Curcuma domestica

rhizoma). Industri yang memanfaatkan temulawak sebagai bahan baku

ramuan obat sejumlah 916 produk dengan klaim penggunaan untuk menjaga

stamina dan pemeliharaan kesehatan. Jahe dimanfaatkan pada 753 produk

dan kunyit 664 jenis produk. Ditinjau dari kategori produk yang banyak

Gambar 1. Skema aliran pasokan bahan baku

Petani tanaman obat

Pedagang pengumpul desa

Pedagang kecamatan/kabupaten

Eksportir Pedagang Racikan

Agroindustri farmasi

Kerjasama/ contract farming

Konsumen

Jamu gendong

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

13

diproduksi, tercatat sejumlah 66 produk untuk peningkatan stamina dan 964

produk untuk pemeliharaan kesehatan (Badan POM, 2003).

Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan baku dapat berasal dari

daun, akar, kulit batang, buah, semua bagian, batang/ kayu, biji, bunga,

getah, pucuk daun/ tunas, rimpang, umbi, cabang/ ranting, dan air batang.

Menurut Zuhud et al. (2001), daun merupakan bagian tanaman yang paling

banyak digunakan sebagai bahan baku. Data pada Tabel 2, menyajikan dua

puluh nama bahan baku yang digunakan di delapan Agroindustri farmasi /

industri obat tradisional (IOT) pada tahun 2002. Dari data tersebut

menunjukkan temulawak sebagai tanaman obat paling banyak dimanfaatkan

sebagai bahan baku produk.

Tabel 2 Urutan pemakaian bahan baku yang banyak digunakan di delapan IOT

No Nama Bahan baku Nama Indonesia Total pemakaian (kg/tahun)

1 Curcuma Rhizoma Temulawak 324.832 2 Zingiberis aromatica rhizoma Lempuyang wangi 202.445 3 Languatis rhizoma Lengkuas 190.904 4 Zingiberis rhizoma Jahe 157.599 5 Foeniculli fructus Adas 156.419 6 Alyziae cortex Pulosari 94.932 7 Kaemferiae rhizoma Kencur 87.959 8 Curcuma domestica rhizoma Kunyit 83.371 9 Retrofrati fructus Cabe Jawa 59.213 10 Imperatae radix Alang – alang 57.333 11 Eugenia aromaticae folium Cengkeh 56.468 12 Zingiberis zerumbeti rhizoma Lempuyang 55.986 13 Zingiberis purpurei rhizoma Bengle 46.467 14 Boesenbergiae rhizoma Temu Kunci 43.687 15 Orthosiphonis folium Kumis Kucing 40.647 16 Centellae herba Pegagan 40.467 17 Piperis nigri fructus Merica 39.200 18 Myristicae fructus Pala 34.802 19 Parkiae semen Kedawung 34.604 20 Physalis peruvianum folium Alba 34.467

Sumber : Badan Pengawas Obat dan Makanan 2003

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

14

Dari penelitian pendahuluan, diperoleh fakta bahwa sebagian atau

seluruh tanaman obat obyek penelitian jahe, kunyit, temulawak dipergunakan

di kelompok produk : jamu sehat perempuan, sehat laki-laki, pegal linu dan

masuk angin. Kebutuhan pasokan jahe, temulawak meningkat 8 % dan kunyit

hampir 10 % pada tahun 2002 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.

Permintaan jahe dari industri menduduki peringkat pertama. Saat kebutuhan

tanaman obat jahe, kunyit, dan temulawak meningkat, produksi komoditas

jahe menurun sebesar 7 %, kunyit 11 % sedangkan temulawak mengalami

kenaikan produksi sebesar 15 % pada tahun 2002.

Tabel 3 Kebutuhan tanaman obat IOT dan IKOT tahun 2000-2002

No Komoditas 2000 2001 2002*) 1 Jahe 106.194 111.670 121.204 2 Lengkuas 26.566 27.934 30.195. 3 Kunyit 22.572 23.740 25.999 4 Kencur 12.215 12.848 14.116 5 Temulawak 6.813 7.170 8.104 6 Lempuyang 4.309 4.531 4.917 7 Temuireng 2.889 3.040 3.386 8 Kejibeling 582 612 683

9 Dringo 348 366 400 10 Kapulaga 681 718 860

*) olahan. Ukuran dalam ton/ tahun

Tabel 4 Produksi tanaman obat tahun 2000 - 2002

No Komoditas 2000 2001 2002 1 Jahe 115.092 128.437 118.496 2 Lengkuas 27.512 26.154 27.934 3 Kunyit 24.813 27.195 23.993 4 Kencur 9.490 11.112 12.848 5 Temulawak 5.674 6.089 7.174 6 Lempuyang 4.485 4.794 4.531 7 Temu ireng 2.853 1.663 3.040 8 Keji beling 470 678 611 9 Dringo 140 115 366 10 Kapulaga 2.490 1.929 3.539

Jumlah 193.018 208.167 202.533 Sumber : Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Ditjen Bina Produksi Holtikultura 2004 (Ukuran dalam ton/tahun)

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

15

2.1.2. Penanganan Bahan Baku.

Kadar senyawa aktif simplisia berbeda-beda tergantung dari bagian

tanaman yang digunakan, umur, saat waktu panen dan lingkungan tumbuh.

Tanaman obat yang banyak mengandung minyak atsiri, akan lebih baik

dipanen pada pagi hari. Bahan baku yang dipanen harus bebas dari tanaman

lain yang mengandung komponen bioaktif.

Menurut Sandra (2001), kurangnya keahlian pada tingkat hulu

mendorong terjadinya kesalahan penanganan lepas panen. Akibatnya, bahan

baku mudah ditumbuhi jamur penghasil aflatoksin, kontaminasi nabati,

mikroorganisme dan mineral tanah yang disebabkan oleh proses pencucian

yang kurang bersih.

Penanganan pascapanen terdiri dari pembersihan tanah, kotoran, batu

atau benda asing lainnya, pencucian, dan pengemasan bilamana tidak terjadi

pemrosesan perubahan bentuk. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang

mengalir seperti menggunakan air dari mata air. Penggunaan air sumur harus

dilakukan secara tepat agar tidak menambah jumlah mikroba. Penggunaan

air yang kotor akan berakibat pada pertambahan jumlah mikroba pada

permukaan dan air yang menempel pada permukaan mempercepat

pertumbuhan mikroba.

Tanaman obat jenis akar dan umbi perlu mengalami perubahan bentuk

berupa irisan tipis apabila akan diproses menjadi simplisia kering dengan

tujuan mempermudah proses pengeringan. Proses dilakukan melalui

perajangan berupa penipisan dengan tebal 5 – 7 mm menggunakan pisau atau

mesin perajang. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan semakin dapat

membantu mempercepat penguapan air sehingga waktu pengeringan menjadi

lebih singkat. Namun, perajangan yang sangat tipis dapat menyebabkan

berkurangnya zat berkhasiat mudah menguap sehingga mempengaruhi bau

dan rasa yang diinginkan. Proses perajangan tanaman obat temulawak,

kencur, jahe, dan temu giring, perlu dijaga agar tidak banyak kehilangan

kandungan minyak atsiri.

Pengeringan sampai mencapai kadar air 10–12 % sebagaimana

permintaan industri atau pedagang pengumpul dilakukan agar bahan baku

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

16

lebih tahan lama dan tidak cepat rusak. Kadar air tanaman obat hasil panen

berkisar 60 – 80 %, sedangkan bahan kering yang diperoleh rata – rata

berkisar 50 – 60 % dari bahan asalnya (Paimin dan Murhananto, 1999).

Lama pengeringan menggunakan sinar matahari berkisar 5 – 8 hari,

sedangkan bilamana menggunakan alat bantu pengeringan membutuhkan 3 –

4 hari.

Cara pengeringan dengan bantuan sinar matahari, lebih biasa

digunakan. Bahan baku yang telah diiris tipis dihamparkan pada lantai

pengeringan menggunakan alas plastik, tikar, tampah atau lantai pengeringan

saja. Proses pengeringan dengan cara ini memang sederhana tetapi sangat

mengandalkan kondisi cuaca dan intensitas matahari. Bahan baku harus

sering dilakukan pembalikan dan relatif rawan kontaminasi akibat

pengeringan tidak sempurna.

Bahan baku yang tidak melalui proses pengeringan, hanya dilakukan

pencucian kemudian diseleksi dan dikemas dengan menggunakan karung

plastik. Biasanya pedagang pengumpul akan mengambil bahan baku pada

gudang petani terkecuali bilamana dipersyaratkan bahan baku dikirim ke

gudang pengumpul pada lokasi yang ditetapkan.

Tanaman obat hasil panen rentan terhadap kehilangan kadar air. Laju

kehilangan kadar air bahan baku segar tergantung pada cara penanganan

bahan baku, penggunaan kemasan dan cara mengemas, lama pengiriman,

penyusunan bahan baku dalam kendaraan pengangkut dan selama proses

penyimpanan. Penanganan bahan baku segar perlu dilakukan secara cepat

agar terhindar dari penyusutan volume dan kehilangan kesegarannya.

Tanaman obat irisan kering dapat disimpan lebih lama dengan

pengaturan suhu, kelembaban dan cara penyimpanan yang tepat agar tidak

terkontaminasi oleh kutu, rayap, dan jamur. Bahan baku tanaman obat irisan

kering dapat diproses lebih lanjut menjadi serbuk. Petani jarang melakukan

pengolahan menjadi serbuk disebabkan alat kerja yang tidak memadai dan

keinginan petani segera menjual hasil guna untuk mendapatkan uang tunai.

Skema pada gambar 2, memaparkan proses yang dilalui untuk

menghasilkan bahan baku kering.

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

17

Sarana dan cara pengolahan yang kurang memadai menjadi penyebab

kontaminasi dan rendahnya kualitas bahan baku. Selain itu, kualitas bahan

baku dari masing – masing sentra pasokan bervariasi karena perbedaan

agroklimat, dan penanganan pascapanen. Perbedaan kualitas tersebut

menimbulkan permasalahan bagi industri penghasil produk fitofarmaka,

karena harus melakukan pengaturan standarisasi dosis dan formulasi.

Bahan baku tanaman obat rentan terhadap cahaya dan oksigen udara

karena dapat terjadi kerusakan atau perubahan kualitas. Senyawa tertentu

dalam bahan baku dapat mengalami perubahan kimiawi karena proses

oksidasi, reaksi kimia intern oleh enzim, dehidrasi dan pengaruh penyerapan

air.

2.1.3. Pengadaan Bahan Baku

Pembelian bahan baku tanaman obat jenis rimpang dengan masa

tanam selama 9 – 10 bulan biasanya berlangsung sekitar bulan Juli –

September atau sebelum masuk musim penghujan. Setelah dilakukan proses

seleksi, pembersihan, bahan baku disimpan sambil menunggu datangnya

pedagang pengumpul. Kemampuan membeli dan kapasitas gudang menjadi

penentu jumlah pembelian untuk memenuhi kebutuhan produksi pabrik satu

periode panen atau memenuhi pesanan pedagang pengumpul bagi keperluan

ekspor atau kebutuhan rumah tangga.

Perdagangan tanaman obat umumnya dengan rantai pasokan bertingkat.

Pedagang pengumpul desa membeli bahan baku dari petani dan setelah

Pembersihan dari kotoran

Pencucian bahan baku

Penirisan

Perajangan menjadi irisan

Pengeringan

Gambar 2. Skema proses bahan baku menjadi irisan kering

Irisan kering

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

18

diproses sederhana dijual kepada pedagang pada tingkat berikutnya dengan

harga sesuai kualitas bahan baku yang dihasilkan. Industri bebas membeli

bahan baku dari berbagai pihak baik.

Keterbatasan petani dalam melakukan transaksi, kemampuan pasokan

dan lokasi yang jauh dari pabrik atau gudang industri, mendorong industri

memanfaatkan peran pedagang pengumpul. Mekanisme pembelian

berdasarkan pola dagang atau kontrak terbatas yang kurang terkoordinasi

dimana pihak pembeli menjalin hubungan cukup lama dengan pemasok

tetapi penentuan harga tetap ditentukan berdasarkan situasi penawaran dan

permintaan. (Chanisah, 1996; Sudarsono, 2004).

Menurut Sajogyo (1999), kehadiran pedagang pengumpul di desa telah

diterima. Pedagang dimaksud dianggap pihak yang memiliki hubungan luas

dan mampu menembus batas desa. Keberadaan pedagang pengumpul ini

memberikan manfaat mengingat pengetahuan petani mengenai pasar terbatas.

Petani kemudian memanfaatkan jasa pedagang pengumpul sebagai pemasar

dan melaksanakan kegiatan pemasaran bahan baku kepada pihak pembeli

lainnya. Pedagang pengumpul tingkat pertama yang berasal dari desa yang

sama sangat mengenal situasi pasokan dan bahkan petani.

Dalam hal pembinaan kepada petani, agroindustri farmasi besar telah

melakukan namun dalam lingkup terbatas. Industri lebih menitikberatkan

pada aktivitas dan pemecahan masalah pemrosesan serta upaya memenuhi

persyaratan efikasi dan keamanan produk. Pengadaan bahan baku yang

dikelola sendiri oleh agroindustri farmasi tidak menjadi alternatif karena akan

menuntut biaya investasi, operasional dan penyediaan sumber daya manusia.

Sebagaimana penelitian Rademakers dan Valkengoed (1995), agroindustri

farmasi tidak terlalu melakukan pengintegrasian ke hulu dalam hal

pengadaan bahan baku. Kalaupun terjadi kekurangan pasokan lebih

berkecenderungan melakukan impor.

Bahan baku yang dipasok harus memenuhi standar dan lolos inspeksi

mutu pada saat penerimaan melalui pemeriksaan visual dan laboratorium.

Pemeriksaan mutu bahan baku akan mencakup tingkat kekeringan, bentuk

fisik, penampilan, warna, kebersihan, kemurnian bahan, dan kadar zat

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

19

berkhasiat. Bahan baku yang diterima dari petani maupun pedagang

pengumpul, akan dilakukan pembersihan ulang, pemilahan, pencucian hingga

pengeringan sebelum diubah bentuk menjadi partikel kecil sesuai dengan

kebutuhan formulasi.

2.1.4. Komoditas Penelitian

Penelitian dibatasi pada tiga komoditas keluarga Zingiberaceae yakni :

temulawak, kunyit, dan jahe sebagai komoditas yang banyak digunakan oleh

agroindustri farmasi.

a. Temulawak ( Curcuma xanthorrhiza )

Rimpang tanaman temulawak berukuran besar,

bercabang-cabang dan berwarna cokelat

kemerahan atau kuning tua. Tumbuh pada ketinggian

750 dpl. Minyak esensial temulawak gandung p-toluil-metil karbinol,

kurkuimin, desmetoksi kurkumin, bidesmetil kurkumin, felandren,

sabinen, sineol, borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, arutmeron,

ksantorizol, dan germakron.

Temulawak mempunyai dua komponen utama yaitu minyak atsiri

dan kurkuminoid (Oei et al. diacu dalam Yuliani. 2003). Kurkuminoid

merupakan substansi yang paling menonjol ditemukan pada temulawak.

Temulawak dimanfaatkan untuk menurunkan kadar kolesterol,

menghilangkan rasa nyeri, mencegah penyakit hati, pengobatan radang

lambung, pelepasan gas dalam perut dan pengobatan pada orang yang

kurang nafsu makan.

Kualitas rimpang temulawak sangat dipengaruhi oleh tempat tumbuh

tanaman tersebut. Temulawak yang tumbuh di dataran rendah akan

mengandung pati lebih tinggi, dan lebih mengandung minyak atsiri

bilamana ditanam pada dataran tinggi. Tanaman temulawak lebih baik

ditanam dengan menggunakan pohon naungan. Ketidakseragaman

budidaya temulawak dari berbagai daerah mengakibatkan kandungan

senyawa esensial temulawak yang dipasok bervariasi.

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

20

b. Kunyit ( Curcuma domestica Val )

Kunyit atau kunir tumbuh dengan baik di

daerah dengan curah hujan sekitar

2.000 – 4.000 mm setiap tahun dan di area yang

sedikit terlindung. Rimpang kunyit tumbuh dari umbi utama yang

berbentuk bulat panjang, pendek, tebal, lurus, dan melengkung. Bercabang

dan berkembang secara terus menerus. Tanaman kunyit dapat hidup di

tempat terbuka atau sedikit ternaungi dan orang membudidayakannya

sepanjang tahun. (Winarto, 2003).

Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri 3 – 5 % terdiri dari

turmeron, simen, artumeron, kurkumin, pati, dan damar. Kunyit digunakan

untuk menurunkan tekanan darah, stimulan, penyakit pencernaan,

penambah tenaga, dan infeksi kulit. Selain berguna bagi pengobatan,

kunyit banyak dimanfaatkan oleh industri kosmetik dan pewarna serta

rumah tangga.

Kualitas kunyit menjadi kurang baik bilamana ditanam di tempat

yang kurang ternaungi. Walaupun dapat dipanen terus menerus, tetapi

panen kunyit yang paling baik berada pada umur 12 bulan dan ditanam

pada awal musim penghujan. Rimpang kunyit dalam bentuk kering dicapai

sekitar 7 hari dengan pengeringan matahari, dan mengalami penyusutan

16 % untuk mencapai kadar air 8 – 13,7 %.

c. Jahe ( Zingiber officinale Rose )

Tanaman jahe tumbuh berumpun, dengan

rimpang bercabang tidak teratur, umumnya

ke arah vertikal. Berdasarkan ukuran, bentuk

dan warnanya, rimpang jahe dibedakan dalam tiga jenis yakni : jahe gajah

dengan rimpang lebih besar dan ruas rimpang yang lebih mengembung,

jahe putih kecil, dan jahe merah. Jahe putih kecil dan jahe merah ini

cocok untuk ramuan obat karena kandungan minyak atsiri yang lebih

tinggi dibanding jahe gajah dan rasanya lebih pedas.

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

21

Jahe dapat dibudidayakan dan terbaik pada ketinggian sekitar 200 –

600 m dpl. Iklim ideal untuk jahe adalah panas sampai sedang, dengan

sinar matahari yang cukup dan ternaungi. Rimpang jahe mengandung

minyak atsiri 2 – 3 % terdiri dari zingiberin, kamfena, limonen, borneol,

sineol, linalool, geraniol, kavikol, zingiberen dan zingiberol serta gingerol

dan shogaol. Jahe berasal dari China Selatan, dan sekarang banyak

dibudidayakan di semua daerah Asia baik tropik maupun subtropik.

India menghasilkan 50 % dari jahe dunia ( www-ang.kfunigraz.ac.at/-

katzer/engl/zing_off.html - 22 September 2003 )

Rimpang jahe digunakan oleh agroindustri farmasi untuk

memperlancar keluarnya keringat, menghalau masuk angin, penambah

nafsu makan, dan menghambat pertumbuhan bakteri. Jahe juga digunakan

bagi industri kosmetik dan minuman. Jahe dapat ditanam secara polikultur

maupun monokultur. Kandungan minyak atsiri dalam rimpang jahe

ditentukan oleh umur panen dan jenisnya. Kebutuhan pasokan bagi

industri yang menghasilkan produk untuk kesehatan lebih diinginkan hasil

panen jahe tua karena memiliki kandungan minyak atsiri optimum (Paimin

dan Murhananto,1999).

2.2. Rantai Pasokan

Logistik dan manajemen rantai pasokan (supply chain management)

acapkali membingungkan dan saling dipertukarkan (Tracey et al., 2004).

Konsep rantai pasokan menekankan pada upaya mencari optimasi dan

integrasi rantai nilai dengan menciptakan kompetensi unik di mana di

dalamnya termasuk logistik. Menurut the Council of Logistics Management

(CLM), logistik merupakan bagian dari proses rantai pasokan dimana

perencanaan, implementasi dan pengendalian aliran dari barang, jasa dan

informasi yang berkaitan dimulai dari hulu hingga saat dikonsumsi konsumen

dengan memenuhi persyaratan.

Riset rantai pasokan berkembang diluar domain logistik atau proses

operasi ditinjau dari perspektif manajemen strategik, organisasi,

kelembagaan, biaya transaksi, kesisteman, hubungan antar organisasi (inter-

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

22

organizational), aliansi, manajemen pengetahuan, dan jaringan. Sebagai

terobosan strategik, manajemen rantai pasokan terwujud karena operasi

pabrikasi dan pemasaran yang mengintegrasikan proses bisnis yang kompleks

untuk menuju konsumen (Levi et al., 2000, Gowen dan Talion di dalam

Maku et al., 2005).

Rantai pasokan menciptakan nilai dan penjabaran modal intelektual

dari pemasok-pemasok yang berhubungan guna memenuhi persyaratan

pengguna (Ayers, 2000). Dalam hal ini terjadi pengelolaan hubungan

upstream dan downstream antara pemasok dan pelanggan dengan sasaran

menghilangkan inefisiensi dan pengulangan proses pada rantai. Menurut

Evans dan Danks (1998), terdapat empat aliran strategis pada rantai pasokan

yakni : permintaan, penawaran, informasi dan uang yang perlu dipahami

proses dan pergerakkannya.

Prinsipnya adalah bagaimana bekerja kooperatif dengan organisasi lain

dan bukan mengalahkan. Hasil yang dicapai pada akhirnya menjadi lebih

fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan pelanggan. Sebagai contoh,

bilamana tujuannya untuk mengurangi sediaan penyangga (buffer stock) satu

entitas yang termasuk dalam rantai, maka diperlukan penyebaran informasi

mengenai jumlah permintaan dan pengaturan tingkat sediaan (Christopher,

1998). Dengan demikian, manajemen rantai pasokan dipandang strategis

meningkatkan pelayanan pelanggan, mengurangi biaya transaksi,

mempertahankan pelanggan, meningkatkan daya saing, meningkatkan

profitabilitas, menciptakan nilai, meningkatkan mutu dan ketersediaan

produk (Evans dan Dank, 1998; Beech 1998; Stock dan Lambert, 2001).

Tinjauan terhahadap aktivitas proses rantai pasokan mensyaratkan

koordinasi dan integrasi dalam satu kesatuan dan setiap manajer yang

terdapat pada rantai bekerja bersama agar keseluruhan proses pada rantai

menjadi kompetitif (Vokurka et al., 2002). Integrasi proses dimulai dari

perusahaan yang mendorong aktivitas dari tingkat strategik hingga

operasional.

Pembangunan kemampuan rantai pasokan memerlukan perhatian

terhadap pengembangan dan peningkatan kemampuan operasi yang bermutu,

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

23

ketergantungan proses yang disesuaikan dengan perubahan yang cepat.

Perubahan ini harus disadari oleh setiap tingkat dari rantai pasokan.

Penanggung jawab dari setiap tingkatan harus mampu bergerak fleksibel,

menyajikan kualitas tinggi dengan tenggang waktu singkat untuk sejumlah

variasi produk yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan.

Stock dan Lambert (2001) menawarkan delapan proses bisnis penting

di dalam rantai pasokan yakni :

(1) manajemen hubungan pelanggan,

(2) manajemen pelayanan pelanggan,

(3) manajemen permintaan,

(4) pemenuhan pesanan,

(5) manajemen aliran pembuatan,

(6) pembelian,

(7) pengembangan produk dan komersialisasi, dan

(8) perolehan.

Dari pengembangan kerangka konseptual rantai pasokan, Giannakis

(2004) menyatakan perlunya sintesa, sinergi, dan sinkronisasi. Yang pertama

adalah bagaimana mensintesakan aspek struktur fisik rantai pasokan. Struktur

fisik dimaksud berkaitan dengan pengambilan keputusan strategik,

konfigurasi pasokan, bentuk saluran dan pengelolaan organisasi.

Pensinergian dilakukan dengan menelaah sifat dan pengaruh interaksi

diantara aktor yang berbeda dan sinkronisasi seluruh keputusan operasional

dikaitkan kendali produksi dan pengiriman barang.

Rantai pasokan tidak semata terletak pada fungsi tunggal sebagai unit

analisis namun melibatkan interaksi dan interdependensi fungsi, kelompok

dan organisasi. Untuk itu diperlukan formulasi strategi yang tepat mencakup

arus permintaan, sumber, jenis layanan kepada pengguna dan bentuk integrasi

pasokan yang diinginkan, (Evans dan Danks, 1998).

Kesulitan memanajemeni rantai pasokan menurut Maku et al. (2005)

berasal dari kompleksitas yang mempengaruhi struktur dan variabilitas yang

aliran pasokan. Levi et al. (2000), Frankel dan Whipple, di dalam Stanek,

(2004); Anslinger dan Jenk (2004), meninjau manajemen rantai pasokan dari

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

24

sudut aliansi yang berarti menyatukan keunggulan kompetensi anggota guna

mencapai tujuan strategik bersama. Melalui aliansi akan menghapuskan

hambatan antar orang, antar unit organisasi dan hambatan organisasi itu

sendiri yang berarti kemitraan jangka panjang dimana resiko dan manfaat

jangka panjang dinikmati bagi pihak yang beraliansi.

Menurut Giles dan Hancy di dalam Gattorna (1998), penyatuan

kompetensi inti dipandang sebagai upaya untuk mengatasi persaingan yang

tidak perlu. Masing-masing pihak, harus memahami apa yang menjadi

kekuatan dan kelemahan mitra kerjanya dan bagaimana semua faktor dapat

sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai dari aliansi strategik (Stanek,

2004). Informasi harus terbuka dan mengalir setelah informasi yang

diproteksi dijabarkan secara jelas. Melalui pertemuan, fungsi masing-masing

pihak dapat dipastikan.

Peneliti terdahulu meninjau sejumlah perilaku yang diperlukan guna

menjamin implementasi rantai pasokan yakni: hubungan berdasarkan

kepercayaan, kemampuan mengevaluasi peluang untuk menciptakan nilai,

hubungan yang dekat, situasi saling memberikan manfaat, menciptakan

pertumbuhan, menyatukan keahlian yang melengkapi, peran aktif, kerjasama,

harmonisasi, solidaritas, integrasi peran, berbagi pengetahuan dan

keuntungan (Barba et al.,1998; Daboub 2002; Vokurka et al., 2002).

Persyaratan dimaksud sebagaimana prinsip dasar dalam membangun

supplier-supplier relationship yang diajukan oleh Choi et al. (2002) yang

menuntut kerjasama secara erat, pertukaran ide dimana masing-masing

berkontribusi dalam sumberdaya, pengetahuan teknologi dan kapasitas

produksi.

Jaringan menurut Bowersox (1992) adalah alur berstruktur dari obyek

yang dipertukarkan sebagai ganti aliran bebas atas saling ketergantungan

yang diakui bersama dan keikatan. Konsep jaringan, akan menerobos batas

dan menciptakan komunikasi antara orang yang terfokus pada aktivitas, dan

pengetahuan yang sama (Hastings, 1996). Terdiri dari individu, kelompok

yang menggunakan bauran talenta dan sumberdaya untuk ber ko-operasi

sehingga mencapai efisiensi dan mencapai pasar.

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

25

Analogi jaringan, seperti sel dalam organisme hidup yang dapat

beraktivitas sendiri memenuhi kebutuhannya tetapi dengan bertindak dalam

kesatuan sehingga menghasilkan fungsi yang lebih kompleks. Bilamana

tujuan utama manajemen rantai pasokan lebih ditujukan pada pencapaian

penciptaan nilai dan keunggulan bersaing industri, maka keberadaan jaringan

lebih memudahkan pertukaran informasi, dan efektivitas pembelian dari sisi

industri dan sebaliknya pemasok dapat memahami tuntutan pelanggan.

Orang berkontribusi sesuai dengan kemampuan, dimana masing-

masing memiliki kekuatan yang unik, baik pemasaran, distribusi, produksi,

atau pengembangan. Uraian tugas tidak digariskan, tetapi anggota

berkontribusi, berkomitmen diantara mereka dengan umpan balik dan

menjalankan disiplin. Organisasi jaringan terdiri dari divisi yang berdiri

secara otonomik sebagaimana perilaku perusahaan yang terpisah tanpa tugas

dan peran yang terdefinisikan dengan baik (Halal dalam Daboub, 2002).

Membangun kekuatan jaringan strategik memerlukan berbagi

teknologi, manfaat, pengembangan, ketrampilan, biaya, akses pasar dan

kepemilikan. Koordinasi, pengendalian strategik, pengintegrasian proses,

dan aliansi dengan kemampuan sinergetik menjadi penting dalam

membangun rantai pasokan berbasis jaringan (Stock dan Lambert, 2001).

Evans dan Danks dalam Gattorna (1998) memandang perlu keterkaitan

informasi, finansial, operasional, dan pengambilan keputusan dari anggota.

Struktur menjadi lebih fleksibel untuk berhubungan dengan kelompok-

kelompok dalam bidang yang berbeda. Sehingga, akan terjadi perubahan dari

saluran menjadi multisaluran (Barba et al.1998).

Tiga prinsip penting dalam struktur jaringan yang perlu diperhatikan

menurut Stock dan Lambert (2001) adalah : keanggotaan dari rantai pasokan,

dimensi struktural dalam jaringan dan perbedaan tipe proses yang terkait

dengan rantai pasokan. Kerangka rantai pasokan sendiri mengandung tiga

unsur sebagaimana digambarkan pada gambar 3.

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

26

Pemilihan anggota menjadi penting ketika membuat struktur jaringan.

Dalam menarik anggota, perlu membedakan anggota utama yakni yang

memberikan sumber daya, pengetahuan, fasilitas atau aset dari rantai

pasokan, dan anggota pendukung. Menetapkan berapa jumlah optimal, lokasi,

dan peran masing-masing pihak merupakan elemen kritis dari keseluruhan

strategi. Para aktor tersebut menurut Callon di dalam Murdoch (2000)

penting dikoordinasikan guna mengembangkan, menghasilkan dan

mendistribusikan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan.

Faktor yang diperhatikan ketika menyeleksi anggota yang layak

adalah : kemampuan finansial, kecakapan, kemampuan mengaitkan proses,

dan tumbuh bersama organisasi usaha serta kompetensi dalam rantai pasokan

(Stock dan Lambert, 2001). Aspek yang paling sulit dalam

mengorganisasikan anggota adalah bagaimana modal dan investasi dapat

distrukturkan.

Menurut Hastings (1995), yang penting adalah memiliki jaringan itu

sendiri kemudian menghadirkan dan mengaktifkan anggota dalam

memobilisasi jaringan. Organisasi jaringan memerlukan lingkungan

organisasi pembelajar dengan sumber daya manusia yang berdaya, berkreasi

mencari jawaban dan berinovasi. Untuk itu diperlukan pengembangan

kepercayaan dan komitmen, solidaritas dan upaya harmonisasi konflik, serta

pengendalian kekuasaan (Achrol diacu dalam Daboub, 2002).

Proses bisnis Rantai pasokan

Proses yang dikaitkan dengan

anggota

Komponen Manajemen rantai

pasokan

Struktur Jaringan

Rantai pasokan

Tingkat integrasi dan pengelolaan dari setiap proses

Anggota rantai yang terkait

Gambar 3. Kerangka manajemen rantai pasokan (Stock dan Lambert, 2001)

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

27

Struktur horizontal dan vertikal merupakan bentuk hubungan di dalam

jaringan. Struktur vertikal menjadi alat mengorganisasikan transaksi barang

ataupun jasa yang diharapkan dapat meminimalkan biaya transaksi dan

mengurangi ketidakpastian. Menurut Mc Fetridge (2000), bilamana tidak ada

transaksi vertikal dapat disatukan atau diinternalisasikan, maka tidak akan

bermanfaat.

Struktur hubungan horizontal, terjalin antara pemasok dengan pemasok

memberikan alternatif yang mendorong kontribusi sumber daya, teknologi

dan sumber daya manusia dalam pertukaran yang lebih kooperatif. Hubungan

kooperatif ini akan lebih baik dibandingkan hubungan kompetitif yang

mendorong terjadinya negosiasi ketat dan tekanan harga, akibat ketakutan

akan adanya resiko yang dilakukan oleh pihak lebih kuat (Choi et al., 2002).

Giles dan Hancy dalam Gattorna (1998) menguraikan bahwa terdapat

pengembangan tipe organisasi dari struktur vertikal ke organisasi jaringan.

Transisi yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini :

Tabel 5. Transisi dari hubungan vertikal hingga jaringan

Tipe organisasi

Produksi tersentralisasi

Proses desentralisasi

Sistem jaringan

Gaya kepemimpinan dan sistem kendali

Komando dan hirarki kendali

Efisiensi dan kendali ekonomik

Koordinasi dan kendali strategik

Integrasi Integrasi vertikal Deintegrated Integrasi sistem

Hubungan pasokan

Pemasok Outsourcing Aliansi

Ukuran Ukuran luas Ukuran diciutkan Globalisasi Diferensiasi spesialisasi

Organisasi fungsional

Organisasi proses Organisasi lintas fungsi

Fokus pada efektivitas kerja kelompok

Skala ekonomi Kompetensi inti Kemampuan sinergik

Sumber : Robert Porter – Lynch dan Ian Somerville di dalam Giles dan Hancy (1998)

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

28

Menggunakan kerangka manajemen rantai pasokan yang diajukan

Stock dan Lambert (2001); Daboub (2002), anggota jaringan bertanggung

jawab pada bagian proses yang disepakati sanggup dilaksanakan. Peran

anggota didefinisikan secara seksama .

Teori organisasi jaringan berkembang dari aliansis strategik yang

semula atas dasar pemasok yang diinginkan (preferred vendors) dalam

upaya mencapai profitabilitas diperluas menjadi pemahaman konsep

organisasi tanpa batas, melibatkan orang, kelompok dan organsisasi. Evolusi

struktur organisasi demikian mendorong fleksibilitas yang menghasilkan

organisasi lebih ramping.

Diperlukan transisi yang dicerminkan pada turunan program-program

yang akan diikuti anggota. Dalam kondisi seperti ini akan terjadi transformasi

dari kepemilikan pengetahuan menjadi distribusi pengetahuan. Anggota

didorong saling bertukar pengetahuan dan lembaga tempat anggota bernaung

perlu memberikan ruang pertukaran tersebut dan melaksanakan pemantauan.

Peneliti terdahulu mengajukan contoh jaringan yang dibangun oleh

perusahaan Toyota dalam menjalin hubungan dengan banyak organisasi

tersebar sehingga persediaan bahan baku dan respon dapat ditelusuri dalam

waktu 24 jam dengan tingkat kesesuaian tinggi. Demikian pula General

Motor yang melakukan keterhubungan dalam sistem informasi manajemen.

Menurut Beech (1998), kerangka strategi jaringan bersifat holistik yang

mensinkronisasikan sejumlah entitas untuk bekerja bersama mengunakan

basis teknologi informatika. Unsur pengurangan biaya dilakukan dengan

mengalihkan bidang-bidang pekerjaan tidak utama kepada pihak yang berada

pada jaringan dan perusahaan inti lebih memfokuskan pada bidang yang

menjadi keunggulan strategik. Kondisi ini berakibat informasi terfragmentasi

dan tergantung pada pihak lainnya (Hall di dalam Daboub, 2002). Kegagalan

pengaturan jaringan, terjadi ketika terdapat oportunistik, konflik tujuan,

keengganan berkontribusi secara seimbang dan batasan resiko yang lebar.

Simpulan dari pembangunan jaringan pada rantai pasokan menurut

peneliti terdahulu melibatkan struktur, perilaku, pengaturan, dan sebagaimana

terlihat pada Tabel 6 berikut ini.

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

29

Tabel 6 Tinjauan teori jaringan menurut peneliti terdahulu

Faktor Uraian

1 Terdapat anggota dengan kedudukan independen, namun dengan peran terdefinisikan.

2 Tanggung jawab anggota mengarah pada rantai nilai, pada transaksi yang disanggupi

3 Organisasi datar, dan ramping.

4 Informasi terdistribusikan

5 Pengintegrasian proses dan tingkat integrasi dari proses bisnis

6 Sinkronisasi aset

7 Penatalaksanaan dan koordinasi

Struktur

8 Pengukuran atas dasar prestasi

Perilaku Terdapat 13 sub-elemen perilaku yang diperlukan saat membangun jaringan menurut peneliti sebelumnya yakni: hubungan berdasarkan kepercayaan, kemampuan mengevaluasi peluang untuk menciptakan nilai, hubungan yang dekat, situasi saling memberikan manfaat, menciptakan pertumbuhan, menyatukan keahlian yang melengkapi, peran aktif, kerjasama, harmonisasi, solidaritas, integrasi peran, berbagi pengetahuan dan keuntungan

1 Sinergi dan sinkronisasi menurut Ginneakis dan Croom (2004)

2 Inventory deployment menurut Evan dan Danks (1998)

Pengaturan

3 Tanggung jawab pada bagian yang disepakati, menurut Barba et al. (1998)

Pemrakarsa Peneliti terdahulu tidak secara tajam menggariskan siapa yang menjadi pemrakarsa, tetapi tersirat lebih ditujukan pada perusahaan inti untuk mendapatkan keunggulan strategik.

Williamson diacu pada Dorward (2001), menyatakan terdapat tiga

dimensi dalam pengaturan kontrak yakni :

1. unsur ketidakpastian karena kurangnya informasi,

2. rasionalitas, dan oportunisme dari pihak yang menjalin transaksi,

3. spesifikasi aset dan frekuensi dalam menjalin kesepakatan

kontraktual antar pihak.

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

30

Pengaturan kontrak acapkali gagal memberikan penekanan pada hubungan

yang lebih mendalam. Kelemahan utama adalah terlalu terfokus pada upaya

meminimalisasikan biaya sehingga mengabaikan aspek penciptaan nilai.

Pengaturan yang diperlukan pada pendekatan biaya transaksi adalah sejauh

mana aset dapat diturunkan oleh pengguna tanpa merusak nilai – nilai

produktif (Williamson 1998 di dalam Tsang, 2000).

Biaya transaksi dipengaruhi oleh kondisi pasar yang tidak menentu,

perilaku oportunistik, resiko, pengaruh harga beli dikaitkan dengan kondisi

pasar dan perilaku penjual. Sistem kontrak mengandung bahaya, ketika dari

salah satu pihak yang lebih memiliki informasi bersikap oportunis dan

menolak untuk menginvestasikan pada sumber – sumber yang diperlukan

karena takut salah satu pihak akan mengingkari hubungan

2.3. Konflik

Sistem rantai pasokan berbasis jaringan memerlukan komitmen para

pihak atas dasar manfaat bersama. Anggota rantai pasokan harus dapat

mewujudkan aktivitas operasional dalam rangkaian proses dan berarti

memberikan sumber daya, pengetahuan atau aset yang dimiliki. Dalam

konteks peralihan antara pola tidak berstruktur menjadi kehidupan dalam

rangkaian kerja tertata, dimungkinkan terjadinya konflik karena perubahan

kebiasaan, cara pengambilan keputusan dan perbedaan kepentingan.

Konflik merupakan ketidaksepakatan yang terjadi pada kondisi dua

atau lebih orang berbeda dalam hal keinginan, idea, keyakinan dan nilai-

nilai. Saaty (1996) menyebutkan konflik dimulai dengan premis selalu

terdapat pemenang dan yang kalah dalam situasi orang saling bertentangan.

Konflik dapat menghasilkan dampak positif atau negatif terhadap kinerja,

tergantung bagaimana konflik ditangani dan lebih mudah diselesaikan

bilamana dikenali sejak dini.

Menurut Ohbuchi dan Suzuki (2003), konflik dipandang mengganggu

organisasi karena menimbulkan permusuhan dan ketidakpercayaan di antara

anggota dan akhirnya mengintervensi fungsi organisasi bahkan akan

memecahbelah organisasi. Terdapat konflik substantif yang berhubungan

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

31

dengan perbedaan idea dan pekerjaan atau bidang minat dari berbagai pihak

(Blackard dan Gibson, 2002).

Tipe konflik seperti ini menyangkut interpretasi strategi, kebijakan,

sudut pandang dan pertanyaan atas apa yang akan dilakukan. Adapun tipe

lainnya adalah konflik personal atau emosional menurut Wood et al. (1998),

terjadi ketika hubungan antar personal mengalami friksi, kondisi frustasi dan

benturan kepribadian.

Selain konflik personal terdapat juga konflik relasional (Ohbuchi dan

Suzuki, 2003) yang merupakan ketidaksepakatan atas kepemimpinan, alokasi

kerja, dan perbedaan kepribadian. Adapun konflik tugas dapat terjadi karena

ketidaksetujuan atas isi dan prosedur kerja. Terlepas dari tipe konflik, akan

terdapat konsekuensi ketidaksepakatan dan perselisihan sehingga

mengakibatkan kontraproduktif berupa kinerja rendah dan ketidakpuasan

kelompok. Dengan demikian lebih baik ditemukenali kemungkinan konflik

pada implementasi rantai pasokan sehingga dapat dirancang langkah

pencegahan yang tepat.

Menurut Saaty (1998) untuk mengubah ketidaksepakatan menjadi

kesepakatan dapat dilakukan melalui :

a. bekerja bersama,

b. bekerja terpisah dan memanfaatkan mediasi guna mencapai

kompromi,

c. bekerja terpisah dan menggunakan intimidasi atau kekuatan untuk

memperlemah pihak beroposisi.

Ohbuchi dan Suzuki menyebutkan sebagai kolaborasi dalam upaya

menyelesaikan konflik agar sasaran semua pihak yang terlibat dapat

diakomodasikan. Konfrontasi atau istilah competitor berdasarkan Wood et

al., adalah pendekatan yang sama dengan pemecahan berdasarkan bekerja

terpisah. Namun semua metode pemecahan konflik tidak hanya perlu

mengidentifikasi semua konteks bahasan secara detil dan menghubungkannya

tetapi hendaknya membahas untung rugi. Karenanya, analisis konflik

dilakukan dengan cara yang rasional dan pertimbangan akurat sehingga

memenuhi dan memuaskan nilai-nilai orang dan tujuan.

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

32

Penelitian terdahulu mengenai negosiasi dan pemecahan konflik

menggunakan AHP dilakukan oleh Tabtabai dan Thomas (2004), yang

diterapkan pada manajemen proyek. Hasil penelitian menyatakan bahwa

proses pemecahan konflik harus dapat memuaskan berbagai pihak yang

terlibat sehingga memberikan jaminan hasil lebih stabil, di mana perlu

diyakinkan apa yang diperoleh atau hilang dari satu pihak menjadi apa yang

hilang dan diperoleh di pihak lain. Terlebih dahulu digambarkan konteks

konflik, kemudian disusun hirarki untuk mengevaluasi biaya dan manfaat.

Keberadaan organisasi yang melibatkan berbagai pihak tidak saja dapat

menimbulkan konflik antar personal maupun antar kelompok, tetapi juga

memungkinkan terjadinya persaingan antar organisasi terlebih bilamana

beroperasi pada pasar yang sama. Hal ini oleh Wood et al. (1998) disebut

sebagai interorganisational conflict. Pengumpul tanaman obat yang telah

beroperasi secara bertahun-tahun akan berhadapan dengan jaringan yang

beranggotakan petani sehingga dianggap mengganggu kenyamanan

beroperasi. Saaty (1989), mengajukan perlunya dibuat pemodelan konflik

dalam rangka pemecahan dengan terlebih dahulu mengidentifikasikan pihak-

pihak yang berkonflik, dan sasaran atau kebutuhan dari masing-masing pihak.

2.4. Kelembagaan

Kelembagaan menurut Arifin (2004), memberikan naungan dan

hambatan bagi individu atau anggota masyarakat, baik secara tertulis formal

maupun berdasarkan kebiasaan atau tidak tertulis seperti aturan adat dan

norma yang dianut. Kelembagaan akan mencakup konvensi dan aturan main,

sehingga mengandung kegiatan kolektif dalam suatu kontrak atau jurisdiksi,

pembebasan atau liberalisasi, dan perluasan kegiatan individu.

Menurut Haeruman (2001), kelembagaan masyarakat pedesaan

mencakup dua pola hubungan yakni lembaga adat dengan ikatan sosial antar

anggota masyarakat yang kuat. Hubungan dimaksud kemudian bergeser

sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi di mana semula berdasarkan

aspek sosial beralih pada pertimbangan imbalan ekonomi.

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

33

Pembahasan tentang kelembagaan menjadi penting ketika menetapkan

bentuk dan instrumen yang dapat mengatur tata nilai dan aturan main. Ketika

membahas sekumpulan orang untuk pencapaian tujuan yang tunggal, maka

perlu dilakukan pengorganisasian sejumlah aktivitas, aset/ fasilitas, peran dan

sub-sub tujuan. Tujuan lembaga adalah agar memberikan perlindungan

kepada anggota secara taat azas dan mampu menciptakan manfaat bagi para

anggota. Gibson et al. di dalam Nasution (2002) menyebutkan lima kriteria

guna menilai keefektifan lembaga yaitu :

1) kemampuan organisasi menghasilkan jumlah dan kualitas keluaran yang

dibutuhkan lingkungan,

2) efisiensi yang merupakan rasio keuntungan dengan biaya atau waktu

yang digunakan,

3) kepuasan, yakni ukuran yang menunjukkan tingkat organisasi

memenuhi kebutuhan karyawan,

4) adaptasi terhadap perubahan dan

5) pengembangan yang mengukur kemampuan organisasi meningkatkan

kapasitas menghadapi tuntutan lingkungan.

Berdasarkan kajian sosiologi pedesaan, pola umum kelembagaan

yang berlaku di pedesaan bertumpu pada spesialisasi fungsi dan

pembagian pekerjaan. Korten di dalam Pratikno menjelaskan bahwa

membangun kelembagaan perlu menekankan pentingnya energi sosial yang

merupakan produk pembelajaran sosial

(www.fppm.org/makalah%20pratikno.htm). Pendekatan birokratis yang

terlalu berlebihan harus diarahkan untuk memobilisasi energi sosial yang

biasa dihasilkan dari aktivitas masyarakat yang mandiri. Struktur organisasi

tradisional terbentuk dengan gaya yang dipakai adalah hirarkis dengan garis

komando dan kontrol yang tinggi guna beradaptasi dengan perubahan (Giles

dan Hancy dalam Gattorna, 1998). Dalam struktur jaringan, bentuk

organisasi yang baru lebih condong pada kerja kelompok untuk mengatur

hubungan eksternal yang lebih kompleks.

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

34

Hubungan kemitraan usaha antara pengusaha kecil dan besar dapat

berbentuk :

(a) kontak bisnis dengan interaksi pasif antar organisasi tanpa perjanjian

formal yang mengikat

(b) kontrak bisnis dicirikan oleh adanya hubungan bisnis

(c) kerjasama bisnis aktif sampai pada penanganan manajemen dan

membentuk usaha patungan

(d) keterkaitan bisnis dengan kondisi antar pihak bersepakat untuk

melakukan subkontrak perekayasaan.

Pengembangan kelembagaan agribisnis menurut Sumardjo (2002), perlu

menempatkan kedudukan petani tidak hanya sebagai sub-ordinasi struktur

pembangunan pertanian, tetapi diperlukan pengembangan pemberdayaan

petani melalui peningkatan kualitas dengan pendekatan konvergen antar

berbagai pihak yang menjadi pelaku dalam sistem agribisnis.

Kegiatan kelembagaan bergantung pada fasilitator yang berfungsi

untuk memediasi seluruh jalur komunikasi dan distribusi informasi.

Fasilitator diharapkan memiliki kompetensi yang diperlukan dalam

melaksanakan peran motivator dan organisator. Kata kompetensi dianggap

paling tepat untuk menggambarkan kemampuan yang multi dimensi

mencakup pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Menurut Spencer & Spencer

(1993 ) terdapat tiga kelompok kompetensi yakni :

1. Kompetensi generik merupakan serangkaian sifat – sifat generik yang

sebaiknya dimiliki seorang fasilitator yaitu :

a. elemen entrepreneurship yang merupakan keinginan untuk bekerja

dengan baik. Dengan demikian seseorang yang tepat menjadi

fasilitator adalah orang yang senantiasa termotivasi menghasilkan

karya yang lebih dari biasa, berkeinginan terus berkreasi sehingga

memiliki daya dorong anggota lain.

b. elemen pengaruh strategik (strategic influence) yakni kemampuan

untuk meyakinkan, mempengaruhi dan memberikan gambaran

prospektif pada pihak lain dalam hal ini anggota sehingga

diharapkan petani bersedia mendukung agenda kerja jaringan.

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

35

c. elemen kerjasama yang menunjukkan keinginan untuk bekerja

secara kooperatif dengan pihak lain. Dalam pengertian ini,

fasilitator adalah seseorang yang akan berusaha menggalang

dinamika kelompok, dan memotivasi anggota berkontribusi

sekaligus menghidupkan komunikasi dua arah.

2. Kompetensi manajerial, merupakan serangkaian kemampuan bidang

manajerial yang sebaiknya dimiliki oleh fasilitator agar kelompok

efektif. Terdapat dua elemen manajerial yakni : a) pengembangan pihak

lain (developing others) dan b) penggorganisasian (organizing).

3. Kompetensi teknikal, merupakan kemampuan berkaitan dengan bidang

pokok usaha. Seorang fasilitator setidaknya memahami budidaya yang

memberikan produktivitas hasil terbaik dan pemrosesan pascapanen

yang berkualitas.

Bauran kelompok kompetensi ini akan membuat suasana kehidupan

berorganisasi lebih produktif dan mendorong anggota aktif untuk

menghidupkan kelembagaan jaringan.

2.5. Resiko Petani

Resiko yang dihadapi petani cenderung berhubungan dengan

variabilitas tingkat pendapatan bersih, yang terkait dengan harga perolehan,

produksi, dan kuantitas. Studi Patrick, (1985) dalam Blank et al. (1997)

menunjukkan dua klasifikasi sumber resiko yakni resiko produksi dan pasar.

Resiko produksi dipengaruhi hama, banjir, ketersediaan tenaga, dan

kekeringan. Sedangkan resiko pasar timbul karena faktor fisik, tenaga kerja,

dan harga yang akan sangat mempengaruhi keputusan petani.

Langkah penting dalam mengurangi tingkat kerugian adalah

menetapkan resiko yang harus ditanggung, dengan mendekomposisi variabel

pada pendapatan. Apakah seluruh resiko, produksi maupun pasar, harus

ditanggung sekaligus oleh petani atau produser ataukah terdapat penyebaran

resiko. Menurut Sporleder dalam Royer (1995), penting untuk memahami

alternatif pertukaran dalam saluran pemasaran di mana resiko dapat

didistribusikan di antara perusahaan yang berada pada saluran. Dalam bentuk

Page 31: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

36

integrasi, resiko dapat dialihkan dari produser kepada pemain tengah. Resiko

pada tingkat petani akan berkaitan dengan harga, mutu, jumlah dan waktu

distribusi. Resiko tersebut dapat dialihkan kepada pemain tengah dalam

pengaturan kontrak dan pengendalian manajerial.

Petani tanaman obat tidak lepas dari kemungkinan menanggung resiko

berkurangnya penghasilan. Resiko tersebut berupa resiko produksi yang

diakibatkan oleh hama dan penyakit sehingga rimpang menjadi busuk

dengan tanda – tanda agak gelap. Penyakit busuk rimpang terjadi pada

tanaman jahe akibat Fusorium oxysporium sp zingiberi, penyakit bercak

daun dan hama (Paimin dan Murhananto,1999). Tanaman kunyit sering

diserang busuk akar yang disebabkan jamur Sclerotium rolfsii, Botryotrichum

sp, dan Fusarium sp.

Penyakit busuk akar dimaksud biasanya disebabkan karena drainase

yang kurang baik atau rimpang terluka oleh alat pertanian saat penyiangan.

Fusarium sp menyebabkan bagian pusat akar rimpang busuk basah dan

keropos. Sclerotium rolfsii dapat mengakibatkan rimpang menjadi keriput

dan Botryotrichum sp mengakibatkan rimpang menjadi layu (Winarto, 2003).

Kerusakan dan kemunduran mutu saat penyimpanan adalah bentuk

resiko lain yang dihadapi petani. Menurut Sudiatso (2002), kerusakan atau

kemunduran mutu tersebut diakibatkan oleh cahaya, oksidasi, reaksi kimiawi

internal, dehidrasi, absorpsi air, pengotoran dari sumber debu, pasir, kotoran

serangga, bahan asing, dan fragmen wadah, serangga dan kapang. Dengan

demikian, gudang harus mempunyai ventilasi udara yang baik, bebas

kebocoran, terpisah dari penyimpanan bahan yang tidak sejenis,

berpenerangan cukup dan mencegah masuknya sinar matahari yang berlebih

serta bebas dari sampah atau limbah yang menjadi sarang serangga dan hama.

Dari sisi proses pengemasan, petani masih dimungkinkan menghadapi

resiko terjadinya perubahan mutu tanaman obat. Menurut Widyastuti (2004),

pengemasan tergantung pada jenis dan tujuan pengemasan. Bahan pengemas

harus bersifat netral dan tidak menimbulkan reaksi dengan tanaman obat

yang dapat menimbulkan perubahan warna, rasa, dan bau. Dari sudut resiko

ekonomi, petani menghadapi kelemahan akibat masing-masing aktor masih

Page 32: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

37

bekerja sendiri-sendiri disamping kelemahan informasi pasar sehingga

kurang dapat memenuhi keinginan pasar.

2.6. Penelitian Terdahulu

Maulana (2005) menyoroti menurunnya motivasi petani nanas di

Subang karena kondisi ketidaksetaraan dengan industri pengolah sehingga

diperlukan integrasi melalui penyetaraan hasil nenas dengan kapasitas olah

industri. Syaratnya adalah dengan membuat model kemitraan setara di mana

industri menyediakan fasilitas pengolahan. Walaupun tetap menggunakan

basis pembentukan koperasi petani untuk berhubungan dengan industri

pengolahan nanas, Maulana lebih memfokuskan pada implementasi

kesetaraan. Guna mencapai manfaat ekonomi dan sosial yang lebih baik,

hubungan kerja yang memberikan manfaat antara industri dan pemasok perlu

dijalin atas dasar saling membutuhkan, memperkuat dan menguntungkan.

Dalam hal menjalin aliansi strategis rantai pasokan petani sayuran,

Suryati (2002) menyebutkan kendala yang layak diperhatikan yakni konsepsi,

perilaku, manajerial dan lingkungan yang menempatkan elemen kunci pada

perbedaan misi, minat, dan tujuan. Membangun aliansi strategis dipandang

sangat menguntungkan untuk jangka panjang.

Keberhasilan kerjasama akan bertumpu pada kepemimpinan,

pembagian resiko, dan keuntungan serta kekuatan manajemen. Organisasi

saat ini dirancang lebih menjadi ramping, datar, dan lebih fokus pada

kontribusi rantai nilai. Daboub (2002) mengajukan contoh General Electric

yang oleh Jack Welch dijadikan organisasi tanpa batas (bounderless

organization). Apa yang dibangun di GE adalah jaringan pasar yang dinamis

dari berbagai organisasi. Halal di dalam Daboub menyatakan bahwa iklim

yang dibangun bertumpu pada kepercayaan dibanding wewenang.

Dalam hal pembentukan jaringan antar perusahaan, maka sebaiknya

tergambar dibenak bahwa terlebih dulu terdapat pembentukan hubungan

yang dikembangkan oleh individu-individu. Fasilitator sangat perlu memiliki

kemampuan untuk memastikan bahwa semua stakeholder mengungkapkan

pendapat, dan tidak terdapat dominasi pada pertemuan dan diskusi yang

Page 33: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Industri obat tradisional (IOT) sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 / Menkes / Per / V

38

berlangsung dengan struktur yang sesuai. Peran fasilitator diperlukan dalam

mewujudkan keberhasilan strategi kemitraan sebagaimana penelitian oleh

Lembaga Alam Tropika Indonesia - Latin (1999) di kabupaten Jember.

.