ii. tinjauan pustaka 2.1...

22
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klappertaart Klappertaart merupakan kue khas dari Manado yang dibuat dari bahan dasar kelapa, susu, telur, dan tepung terigu (Muharani, 2011). Klappertaart muncul pada saat Belanda menjajah Manado sehingga klappertaart merupakan salah satu kue yang mendapat pengaruh dari kue orang Belanda. Nama klappertaart sendiri diambil dari bahasa Belanda yang artinya kue kelapa (Primasatya, 2014). Kenampakan klappertaart terdapat dalam Gambar 1. Gambar 1. Penampakan Klappertaart (Dokumentasi Pribadi, 2018) Soputan et al., (2016) menambahkan bahwa klappertaart memiliki komposisi kimia (proksimat) yang terdiri atas kadar air 63,72%, kadar karbohidrat 27,49%, kadar protein 5,09%, kadar lemak 3% dan kadar abu 0,70%. Selain itu klappertaart memiliki komponen asam lemak berupa asam oleat 23,52%, asam palmitat 21,62% dan asam laurat 9,49% serta asam amino berupa asam glutamat sebesar 0,40 %.

Upload: others

Post on 24-Sep-2019

25 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klappertaart

Klappertaart merupakan kue khas dari Manado yang dibuat dari bahan

dasar kelapa, susu, telur, dan tepung terigu (Muharani, 2011). Klappertaart

muncul pada saat Belanda menjajah Manado sehingga klappertaart merupakan

salah satu kue yang mendapat pengaruh dari kue orang Belanda. Nama

klappertaart sendiri diambil dari bahasa Belanda yang artinya kue kelapa

(Primasatya, 2014). Kenampakan klappertaart terdapat dalam Gambar 1.

Gambar 1. Penampakan Klappertaart

(Dokumentasi Pribadi, 2018)

Soputan et al., (2016) menambahkan bahwa klappertaart memiliki

komposisi kimia (proksimat) yang terdiri atas kadar air 63,72%, kadar karbohidrat

27,49%, kadar protein 5,09%, kadar lemak 3% dan kadar abu 0,70%. Selain itu

klappertaart memiliki komponen asam lemak berupa asam oleat 23,52%, asam

palmitat 21,62% dan asam laurat 9,49% serta asam amino berupa asam glutamat

sebesar 0,40 %.

7

2.1.1 Bahan Baku Klappertaart

Bahan baku klappertaart terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan.

Bahan utama pembuatan klappertaart adalah daging kelapa muda, susu UHT, air

kelapa, tepung terigu, tepung maizena, telur, kismis, dan kenari sedangkan bahan

tambahan adalah seperti vanili, garam, gula pasir, dan cream of tartar.

Kelapa merupakan bahan baku utama dan yang paling penting dalam

pembuatan klappertaart, kelapa yang digunakan adalah yang masih muda dan

berukuran sedang agar didapatkan daging kelapa yang lunak. Sutarmi (2005)

menjelaskan bahwa daging buah kelapa memiliki komposisi 46 g air, 359 kkal

kalori, 3,4 gr protein, 34,7 mg lemak, 14 gr karbohidrat, 21 mg kalsium, 21 mg

fosfor, 0,1 mg vitamin A, 0,1 mg thlamin, dan 46,9 g asam askorbat.

Susu yang digunakan dalam pembuatan klappertaart adalah susu UHT.

Susu UHT atau sterilisasi yaitu susu yang dipasteurisasi dengan menggunakan

Ultra High Temperature (UHT) dengan pemanasan 135- 1450C dan waktu yang

singkat selama 2-5 detik (Ide, 2008). Komposisi susu terdiri dari air 87,1%,

laktosa 5%, protein 3,3%, lemak 3,9%, dan mineral 0,7% (Saleh, 2004). Menurut

Cauvain dan Young (2006) susu berperan dalam hidrasi adonan dan perubahan

warna serta flavor. Mudjajanto et al., (2005) menambahkan fungsi penambahan

susu UHT adalah untuk memperkuat gluten karena adanya kandungan kalsium

pada susu. Selain itu susu berperan dalam peningkatan nilai nutrisi (Matz, 1972).

Air kelapa ditambahkan dalam pembuatan klappertaart berguna sebagai

pelarut, pemberi volume adonan dan penguat rasa kelapa pada klappertaart itu

sendiri. Air kelapa memiliki komposisi 7,27% karbohidrat, 0,2 % protein, 0,15%

8

lemak, vitamin, dan gula. Jenis gula yang terkandung dalam air kelapa adalah

glukosa, sukrosa, fruktosa, sorbitol. Gula- gula ini yang menyebabkan air kelapa

muda lebih manis daripada air kelapa yang lebih tua (Warisno, 2004). Selain itu

mineral, vitamin B komplek, dan Vitamin C banyak terkandung di air kelapa

muda dimana mineral tersebut dapat menurunkan hipertensi dan mempercepat

penyerapan obat dalam darah (Pengembangan Inovasi Pertanian, 2011).

Tepung terigu adalah salah satu olahan serealia yaitu hasil dari

penggilingan biji gandum. Terigu yang digunakan dalam pembuatan klappertaart

adalah terigu white flour berprotein sedang. Syarbini (2013) menyebutkan bahwa

tepung terigu berprotein sedang biasa disebut all purpose flour dan memiliki

kandungan protein sekitar 10%-11.5%. Protein dalam terigu terdiri dari empat

jenis protein utama yaitu albumin, globulin, glutelin, dan prolamin. Protein

prolamin dan glutelin dalam tepung terigu memiliki peran penting yaitu

kemampuannya dalam membentuk gluten (Cauvain dan Young, 2006). Tepung

terigu berfungsi membantu pembentukan struktur produk yang mengalami proses

pemanggangan menjadi lebih kokoh. Hal ini disebabkan terkoagulasinya gluten

oleh panas dan pati mengalami gelatinisasi (Charley, 1982). Temperatur

gelatinisasi tergantung pada konsentrasi, pH, dan faktor lain, tetapi pada

umumnya berkisar antara 133- 140˚F (Matz, 1972).

Tepung maizena atau pati jagung adalah suatu produk dari hasil

pengolahan jagung (Winarno, 1988). Tepung maizena dalam pembuatan

klappertaart berperan sebagai pelembut dan pengental adonan. Hal ini disebabkan

kandungan amilopektin yang terdapat didalam maizena, semakin tinggi

9

kandungan amilopektin maka adonan yang dihasilkan semakin kental (Sakidja,

1989). Erdia (2004) menambahkan bahwa untuk mendapatkan kue yang lebih

lembut penggunaan sebagian tepung terigu dapat digantikan dengan tepung

maizena asalkan tidak lebih dari 30%.

Telur yang digunakan dalam pembuatan klappertaart dipisahkan menjadi

bagian putih telur dan kuning telur. Putih telur digunakan dalam pembuatan

lapisan akhir klappertaart sedangkan kuning telur dimasukkan kedalam adonan

klappertaart. Telur dalam pembuatan klappertaart berfungsi untuk melemaskan

jaringan gluten akibat adanya kandungan lesitin dalam telur, memberikan rasa

yang lebih enak, dan meningkatkan nilai gizi (Koswara, 2009). Selain itu telur

dapat mempengaruhi rasa, warna, dan aroma (Astawan, 2009).

Kismis adalah makanan ringan yang terbuat dari anggur yang dikeringkan

(Fajariani, 2015). Rivero et al., (2008) menyebutkan bahwa kismis mengandung

senyawa polifenol, zat besi, potassium, kalsium, dan vitamin B yang baik untuk

kesehatan. Kismis dalam pembuatan klappertaart digunakan sebagai bahan

pelengkap dan penambah citarasa.

Kenari yang digunakan dalam pembuatan klappertaart sudah dalam

keaadan disangrai dan dicincang terlebih dahulu, kenari dalam klappertaart

berfungsi sebagai bahan tambahan, penambah citarasa dan tekstur. Biji kenari

mengandung nilai gizi 7% karbohidrat, 12% protein, 70%lemak, 22 mg/g

tocopherol, 50 mg/kg Na, phenolic, dan antioksidan (Leakey, 2007).

Salah satu bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan klappertaart

adalah gula pasir. Fungsi utama dari penambahan gula adalah untuk

10

meningkatkan cita rasa (Marshall, 1996). Selain itu menurut Chan (2008) dalam

Aliyah (2010) gula dapat meningkatkan kekentalan, memperbaiki tekstur, dan

sebagai pengawet karena sifatnya yang higroskopis yaitu dapat mengikat air

dalam bahan pangan sehingga umur simpan produk lebih tahan lama.

Garam Dapur (NaCI) memiliki fungsi menambah atau meningkatkan rasa

dan memperpanjang masa simpan, selain itu sejumlah bakteri terhambat

pertumbuhannya pada konsentrasi garam 2% (Soeparno, 2005). Garam yang

digunakan harus halus, mudah larut, bersih (bebas dari bahan yang tidak dapat

larut), dan tidak bergumpal. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) suatu

dari bahan (Buckle et al., 2009). Semakin besar konsentrasi garam yang

digunakan dalam suatu produk semakin banyak ion hidrat dan molekul yang

terikat sehingga aktivitas air (aw) bahan pangan menurun (Winarno, 2004).

Cream of tartar ditambahkan dalam putih telur untuk pembuatan lapisan

akhir klappertaart, cream of tartar memiliki kemampuan untuk menstabilkan

putih telur saat dikocok atau dibuihkan. Saat cream of tartar ditambahkan pada

putih telur dan dikocok cream of tartar akan menguatkan matriks buih yang

terbentuk dan membantu mencegah buih putih telur runtuh terlalu cepat. Selain itu

cream of tartar juga dapat menjaga agar warna buih tetap cerah serta membantu

meningkatkan volume buih (Christensen, 2008).

Vanili merupakan salah satu jenis perisa yang biasa digunakan dalam

pembuatan produk bakery (Matz, 1972). Vanili yang digunakan dalam pembuatan

klappertaart berupa vanili cair dan digunakan untuk memberikan aroma tambahan

pada produk klappertaart. Senyawa yang berperan dalam aroma vanili adalah

11

senyawa fenolik vanillin yang memiliki rumus molekul C8H8O3 (Towaha dan

Heryana, 2012).

2.1.2 Komposisi Gizi dan Standar Mutu Klappertaart

Klappertaart yang bermutu baik adalah klappertaart yang telah memenuhi

standar mutu secara fisik, kimia, maupun organoleptik. Kondisi kimia produk

klappertaart yang baik ditentukan oleh aspek pH. Menurut Abadi (2004), nilai pH

merupakan faktor penting yang harus diketahui dalam semua jenis bahan

makanan. Nilai pH dapat berpengaruh terhadap produk seperti masa simpan, daya

ikat air, tekstur, stabilitas emulsi, keempukan, dan warna. Penurunan pH selama

penyimpanan dapat mengindikasikan pertumbuhan bakteri pembusuk pada

produk. Standar mutu klappertaart dalam SNI 01-4309-1996 kue lapis ditunjukkan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu Klappertaart Berdasarkan SNI 01-4309 Kue Lapis

No Syarat Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Penampakan - Normal

1.2 Warna - Normal

1.3 Bau - Khas

1.4 Rasa - Khas

2 Air % Maks. 28

3 Asam lemak bebas (dihitung

sebagai asam oleat)

% Maks. 0,7

4 Bahan Tambahan Makanan

4.1 Pewarna tambahan

Sesuai SNI 01-0222-1995 tidak boleh ada 4.2 Pemanis buatan

4.3 Pengawet

5 Cemaran logam

7.1 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0

7.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0

7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 40,0

74 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05

12

No Syarat Uji Satuan Persyaratan

8 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1996)

Secara organoleptik, klappertaart harus lunak atau bertekstur empuk, serta

rasa dan aroma yang baik sesuai dengan bahan baku yang digunakan. Selain rasa,

tekstur klappertaart juga menjadi salah satu faktor penentu tingkat kesukaan

(Soputan et al., 2016). Tekstur dalam suatu produk merupakan parameter penting

untuk menentukan mutu produk makanan (Midayanto dan Yuwono, 2014).

Tekstur biasanya dipengaruhi oleh kandungan air dan lemak serta jumlah struktur

protein dan karbohidrat (Fellows, 1992). Tekstur klappertaart dapat dipengaruhi

oleh jumlah tepung yang ditambahkan kedalam adonan klappertaart. Selain itu,

tekstur pada klappertaart ditentukan oleh tingkat kematangan kelapa yang

digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan klappertaart.

2.2 Kerusakan pada Klappertaart

Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable),

sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan

rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan makanan

tersebut tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Kerusakan atau kebusukan

makanan dapat terjadi akibat aktivitas mikrobia maupun aktivitas enzim yang ada

pada bahan makanan tersebut, selain itu perubahan secara fisika-kimia juga dapat

memengaruhi kebusukan makanan (Bell dkk., 2005).

Klappertaart merupakan produk yang sifatnya cepat rusak (perishable).

Primasatya (2014) juga menyatakan bahwa klappertaart memiliki umur simpan

13

kurang lebih 2 hari disuhu kamar dan 5 hari di suhu pendingin mengingat

komposisi klappertaart mengandung kelapa dan susu sehingga umur simpan

klappertaart tidak tahan lama. Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan produk

agar umur simpan klappertaart lebih tahan lama dan tidak rusak selama proses

pengiriman kepada konsumen seperti menggunakan bahan baku yang bermutu

baik, memperbaiki kemasan yang dipakai, faktor penyimpanan, dan faktor

penanganan distribusi.

2.2.1 Kerusakan Fisik

Kerusakan fisik disebabkan oleh perlakuan-perlakuan fisik seperti pada

proses pendinginan terjadi kerusakan dingin (chilling injuries) pada bahan yang

didinginkan. Menurut Fellow (2000), kerusakan fisik dapat diakibatkan dari

kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke

lingkungan di sekitarnya melalui proses kondensasi uap air. Hal ini akan

mengakibatkan penurunan berat. Kehilangan air dapat dicegah dengan mengatur

suhu dan kelembaban ruang simpan dengan tepat. Andayani (2015) menambahkan

bahwa kerusakan fisik lain yang dapat terjadi pada klappertaart adalah karena

faktor-faktor luar seperti tekanan fisik (dropping atau jatuh, shunting atau

gesekan) dan juga adanya vibrasi atau getaran, benturan antara bahan dan alat atau

wadah selama perjalanan dan distribusi.

2.2.2 Kerusakan Kimia

Kerusakan kimia adalah kerusakan yang terjadi karena reaksi kimia yang

berangsur didalam makanan. Soputan et al., (2016) menyebutkan bahwa

14

klappertaart memiliki komposisi kimia (proksimat) yang terdiri atas kadar air

63,72%, kadar karbohidrat 27,49%, kadar protein 5,09%, kadar lemak 3% dan

kadar abu 0,70%. Selain itu klappertaart memiliki komponen asam lemak berupa

asam oleat 23,52%, asam palmitat 21,62% dan asam laurat 9,49% serta asam

amino berupa asam glutamat sebesar 0,40 %. Perlu diperhatikannya kuantitas

komponen-komponen tersebut terkait dengan kemungkinan kerusakan selama

penyimpanan yang akan terjadi.

Klappertaart merupakan produk olahan yang mengandung lemak sehingga

mudah rusak akibat mengalami oksidasi lemak. Lemak pada makanan berfungsi

sebagai pemberi rasa kenyang dan kelezatan (Almatsier, 2004). Lemak yang

mudah mengalami oksidasi adalah lemak yang mengandung asam lemak tidak

jenuh. Oksidasi lemak ditandai dengan timbulnya aroma tengik pada klappertaart

tersebut. Tengik merupakan aroma senyawa-senyawa hasil dekomposisi hidroksi

peroksida yang dihasilkan dari oksidasi lemak (Syarief dan Halid, 1993).

Ketengikan dapat mempengaruhi kualitas dari suatu produk pangan dan dapat

membahayakan kesehatan konsumen (Maharani et al., 2012). Reaksi oksidasi

lemak terdapat dalam Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi Oksidasi Asam Lemak Tak Jenuh

(Rorong et al., 2008)

15

Selain ketengikan, terbentuknya alkohol juga dapat terjadi pada produk

klappertaart. Kandungan gula yang tinggi pada klappertaart dapat memicu

terjadinya fermentasi etanol. Fermentasi etanol merupakan proses biologi yang

melibatkan mikroorganisme untuk mengubah bahan organik menjadi komponen

sederhana. Produksi etanol dapat terjadi dengan menggunakan mikroorganisme

seperti kapang, khamir, dan bakteri. Selama proses fermentasi mikroorganisme

akan memproduksi enzim untuk menghidrolisis substrat menjadi komponen

sederhana (gula) selanjutya mengubahnya menjadi etanol (Yan & Tanaka, 2005).

Dalam proses fermentasi terjadi reaksi pembentukan alkohol jenis etanol seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Reaksi Pembentukan Alkohol

(Handayani et al., 2016)

2.2.3 Kerusakan Mikrobiologis

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada

produk olahan kelapa diantaranya adalah temperatur, kadar air, oksigen, pH, dan

kandungan gizi bahan baku yang digunakan. Klappertaart sebagai produk olahan

merupakan media kultur pertumbuhan yang ideal bagi mikroorganisme karena

16

tingginya kadar air dan kaya akan nutrisi. Hal ini menyebabkan kontaminasi yang

berasal dari organisme pembusuk merupakan hal yang tidak dapat dihindari

(Husni, 2002). Secara organoleptik, tanda-tanda yang dapat diamati untuk

mengetahui telah terjadinya kerusakan klappertaart antara lain timbulnya bau

masam hingga busuk, permukaan klappertaart berlendir dan ditumbuhi miselium

kapang, warna dan penampakan menjadi tidak cerah.

Keberadaan mikroba pada produk pangan tidak hanya menyebabkan

kerusakan, tetapi juga dapat menyebabkan penyakit jika terserang

mikroorganisme patogen. Menurut Supar dan Ariyanti (2005), produk pangan

yang memiliki campuran bahan asal ternak beresiko tinggi terhadap cemaran

bakteri patogen yang membahayakan kesehatan manusia.

2.3 Bakteri Patogen pada Klappertaart

Kesadaran masyarakat akan hal kebersihan makanan perlu diperhatikan

karena makanan yang mengandung bahan tercemar dan dikonsumsi akan

menyebabkan penyakit bawaan makanan atau disebut foodborne disease.

Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau

mikroba patogen yang mengkontaminasi makanan. Makanan yang berasal baik

dari hewan maupun tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa

mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia (Deptan RI, 2007). Penyakit

yang ditularkan melalui makanan (foodbo;rne disease) yang segera terjadi setelah

mengkonsumsi makanan, umumnya disebut dengan keracunan. Makanan dapat

menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian

17

dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu

memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia (BPOM RI, 2008).

Bakteri paling umum yang menyebabkan infeksi melalui makanan adalah

Salmonella sp. dan E. coli, mikroorganisme lainnya antara lain Campylobacter,

Yersinia, Clostridium dan Listeria, virus serta parasit (Deptan RI, 2007).

Tingkat keamanan pangan dari aspek mikrobiologis pada klappertaart

dijelaskan dalam Standar Nasional Indonesia 01-4309-1996. Batas cemaran

mikroorganisme yang tercantum dalam standar mutu mikrobiologi klappertaart

dalam SNI 01-4309-1996 kue lapis dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Batas Cemaran Mikroorganisme Klappertaart Berdasarkan SNI

Kue Lapis

No Mikroorganisme Satuan Persyaratan

1 Angka lempeng total CFU/g Maks. 106

2 Coliform APM/g Maks. 10

3 Escherichia coli APM/g < 3

4 Kapang CFU/g Maks. 50

5 Khamir CFU/g Maks. 50

6 S. aureus CFU/g Maks. 103

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1996)

Menurut Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2011),

mikroorganisme paling umum yang menyebabkan infeksi melalui makanan salah

satunya adalah bakteri E. coli dan kapang.

2.3.1 Escherichia coli

E. coli merupakan bagian famili Enterobacteriaceae, berbentuk batang

pendek (coccobasil), Gram negatif, ukuran 0,4-0,7 µm x 1,4 µm, sebagian

bergerak positif dan beberapa strain memiliki kapsul dan tidak 16 membentuk

spora serta bersifat anaerob fakultatif, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak)

18

dengan menggunakan flagella (Nygren et al., 2012). Menurut Bergey’s Manual

of Systemic Biology dalam Jawetz (2008), klasifikasi taksonomi E. coli adalah

termasuk Kingdom Bacteria, Divisi Proteobacteria, Kelas Gamma Proteobacteria,

Bangsa (Ordo) Enterobacteriales Suku (Familia) Enterobacteriaceae, Genus

Escherichia, dan Spesies Escherichia coli.

E. coli dapat tumbuh di media manapun. Sebagian besar strain E. coli

bersifat mikroaerofilik yaitu butuh oksigen namun tanpa oksigen masih dapat

hidup (Nygren et al., 2012). Bentuk mikroskopik dari E. coli dapat dilihat pada

gambar 4.

Gambar 4. Kenampakan E. coli

(Goodsell, 2009)

E. coli dapat hidup pada suhu rendah sekalipun yaitu 7oC maupun suhu

yang tinggi yaitu 44oC, namun dia akan lebih optimal tumbuh pada suhu antara

35oC-37°C, serta dalam kisaran pH 4,4-8,5. Nilai aktivitas air minimal 0,95 lebih

resistensi terhadap asam. Bakteri ini relatif sangat sensitif terhadap panas dan

inaktif pada suhu pasteurisasi atau selama pemasakkan makanan (Suardana &

Swacita, 2009).

Berdasarkan sifat dan karakteristik virulensinya, E. coli diklasifikasikan

19

menjadi lima kelompok (Jawetz et al., 1996), yaitu:

1. Enteroinvasive E. coli (EIEC)

Menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis dengan menyerang

sel epitel mukosa usus.

2. Enteroagregative E. coli (EAEC)

Menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu lebih dari

14 hari) dengan cara melekat pada mukosa intestinal, menghasilkan

enterotoksin dan sitotoksin, sehingga terjadi kerusakan mukosa, pengeluran

sejumlah besar mukus, dan terjadi diare.

3. Enteropathogenic E. coli (EPEC)

Merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara

berkembang. Bakteri ini melekat pada usus kecil. Infeksi EPEC dapat

mengakibatkan diare cair yang sulit diatasi dan kronis.

4. Enterotoxigenic E. coli (ETEC)

Beberapa strain ETEC memproduksi eksotoksin yang sifatnya labil

terhadap panas (LT) dan toksin yang stabil terhadap panas (ST). Infeksi ETEC

dapat mengakibatkan gejala sakit perut, kadang disertai demam, muntah, dan

pada feses ditemukan darah.

5. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

Serotipe E. coli yang memproduksi verotoksin yaitu EHEC O157:H7.

EHEC memproduksi toksin yang sifatnya hampir sama dengan toksin Shiga

yang diproduksi oleh strain Shigella dysenteriae. Verotoksin yang dihasilkan

menghancurkan dinding mukosa menyebabkan pendarahan.

20

Penyebaran E. coli dapat terjadi dengan cara kontak langsung

(bersentuhan, berjabatan tangan dan sebagainya) kemudian diteruskan melalui

mulut, akan tetapi E. coli pun dapat ditemukan tersebar di alam sekitar. Bakteri E.

coli mampu menginfeksi tubuh dan diperoleh jika jumlah bakteri yang masuk ke

dalam tubuh kurang dari 100 sel bakteri (Coia, 1998). Penyebaran secara pasif

dapat terjadi melalui makanan dan minuman (Melliawati, 2009). Menurut Standar

Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 01-4309-1996 tentang batas maksimum

cemaran bakteri E. coli pada produk kue lapis, suatu produk olahan kelapa

memiliki batas cemaran E. coli maksimum 3/g.

2.3.2 Kapang

Kapang merupakan kelompok mikroorganisme yang termasuk filum Fungi

(Noverita, 2009). Kapang memiliki miselium seperti kapas yang menyebabkan

pertumbuhannya dalam makanan mudah tedeteksi (Waluyo, 2005). Fardiaz (1992)

menjelaskan bahwa tubuh kapang terdiri dari dua bagian yaitu miselium

(kumpulan dari beberapa hifa) dan spora. Awal mula pertumbuhan kapang

berwarna putih dan saat kapang sudah memproduksi spora akan membentuk

berbagai warna tergantung jenis kapang.

Diantara bakteri (0,91) dan khamir (0,88), kapang (0,80) membutuhkan aw

minimal tumbuh yang lebih rendah (Fardiaz, 1989). Kebanyakan kapang bersifat

mesofilik atau tumbuh baik pada suhu kamar dan kapang tumbuh optimum pada

suhu 25 – 30°C (Waluyo, 2005). Pada pertumbuhannya kapang membutuhkan

oksigen atau bersifat aerobik, tumbuh pada kisaran pH 2-8,5 dan pada umunya

kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan dari yang sederhana

21

sampai kompleks. Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat dibandingkan

bakteri dan khamir (Fardiaz, 1989).

Kapang terdiri dari suatu thallus (jamak = thalli) yang tersusun dari

filament yang bercabang yang disebut hifa (tunggal = hypha, jamak = hyphae).

Kumpulan dari hifa disebut miselium (tunggal = mycelium, jamak = mycelia).

Hifas tumbuh dari spora yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ,

dimana tuba ini akan tumbuh terus membentuk filamen yang panjang dan

bercabang yang disebut hifa, kemudian seterusnya akan membentuk suatu massa

hifa yang disebut miselium. Pembentukan miselium merupakan sifat yang

menbedakan grup-grup di dalam fungi (Fardiaz, 1989). Tahap germinasi spora

kapang dan perpanjangan sel dalam pembentukan hifa terdapat dalam Gambar 5.

Gambar 5. Germinasi spora kapang dan perpanjangan sel dalam

pembentukan hifa

(Nester et al., 1973)

Spesies kapang yang sering meyebabkan kerusakan makanan adalah

Aspergillus. Ciri-ciri spesifik Aspergillus adalah memiliki hifa septat dan

miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, koloni kompak, beberapa spesies

22

tumbuh baik pada suhu 37°C atau lebih. Spesies Aspergillus yang sering

menyebabkan kerusakan makanan adalah Aspergillus repens (termasuk dalam

grup Aspergillus glaucus, dimana spesies ini tumbuh baik pada substrat dengan

konsentrasi gula dan garam tinggi (Ferdiaz, 1989). Aspergillus merupakan jamur

yang mampu hidup pada media dengan derajat keasaman dan kandungan gula

yang tinggi. Aspergillus ada yang bersifat parasit, ada pula yang besifat saprofit.

Aspergillus Spp dianggap patogen karena dapat menyebabkan suatu penyakit

saluran pernafasan, radang granulomatosis pada selaput lendir, mata, telinga,

kulit, meningen, bronchus dan paru-paru (Handajani dan Purwoko, 2008).

Kenampakan Aspergillus terdapat dalam Gambar 6.

Gambar 6. Aspergillus sp

(Tehnologijahrane, 2014)

Spesies kapang lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada makanan

terutama makanan basah adalah Rhizopus stolonifer. Kelompok jamur ini

memiliki sifat heterotrof, non-motile , berserabut , hidup dari bahan organik .

Tersebar di seluruh dunia, sebagian besar saprofit pada roti , acar , keju , makanan

basah , kulit , buah-buahan dan sayuran. Rhizopus stolonifer adalah spesies jamur

yang hidup dengan memanfaatkan gula atau pati sebagai sumber karbon. Dalam

23

beberapa kasus dapat meyebabkan infeksi pada manusia (Natawijaya et al., 2015)

R. stolonifer memiliki koloni berwarna putih pada awal tumbuh, selanjutnya

berwarna coklat keabu-abuan. Koloni berbentuk seperti kapas yang memproduksi

sporangia dalam jumlah besar, memiliki hifa yang panjang, tidak bersepta,

memiliki rhizoid, terdapat stolon yang menghubungkan rangkaian sporangia yang

terdiri dari 2-5 sporangiofor. R. stolonifer selain sebagai kontaminan, ternyata

memiliki kemampuan dalam ferrnentasi misalnya ethanol. Mikrofungi ini juga

dapat merubah beberapa steroid dan mensintesis corticoid. Bahan toxin juga

terdeteksi pada mikrofungi ini (Fassatiova, 1986). Kenampakan Rhizopus terdapat

dalam Gambar 7.

Gambar 7. Rhizopus sp

(Hidayatullah, 2018)

Kapang dapat menghasilkan mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan

manusia (Makfoeld, 1993). Bennett dan Klich (2003) menyebutkan bahwa genus

kapang yang sering mengkontaminasi makanan dan menghasilkan mikotoksin

diantaranya adalah genus Aspergillus penghasil Aflatoxin dan Ochratoxin, genus

Fusarium penghasil Trichotecene dan Fumonisin, serta genus Penicillium

penghasil Ochratoxin dan Patulin.

24

2.4 Teknik Pengambilan Sampel

Salah satu upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif

(mewakili) dan dapat menggambarkan populasi dapat dilakukan dengan pemilihan

teknik pengambilan sampel Nasution (2003). Nasution (2003) juga menyebutkan

bahwa teknik pengambilan sampel terbagi atas 2 kelompok besar, yaitu

Probability Sampling (Random Sample) dan Non Probability Sampling (Non

Random Sample).

Probability Sampling dilakukan dengan pengambilan sampel secara random

dimana setiap unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil

sebagai sampel. Pengambilan sampel secara random dapat menguangi bias

sekecil mungkin yang bertujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif.

Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan dengan teknik probability

sampling, besar sampel yang diambil dapat dihitung secara statistik dan beda

penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel dapat diperkirakan

(Nasution, 2003). Pengambilan sampel dengan cara random dapat dilakukan

dengan berbagai cara, diantaranya :

• Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling)

Setiap anggota populasi diberi kesempatan untuk menjadi anggota sampel

dan ampel n dari populasi N dipilih secara random. Keuntungan dari metode

Simple Random Sampling adalah prosedur estimasi mudah dan sederhana

sedangkan kerugian nya adalah metode ini membutuhkan daftar seluruh

anggota populasi dan sampel mungkin tersebar pada daerah yang luas,

sehingga biaya transportasi besar.

25

• Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling)

Metode ini digunakan apabila ada sedikit stratifikasi pada populasi.

Keuntungan metode Systematic Random Sampling adalah perencanan dan

penggunaanya mudah dan sampel tersebar di daerah populasi, sedangkan

kerugiannya adalah membutuhkan daftar populasi.

• Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling)

Teknik pengambilan sampel dengan cara Sampel Random Berstrata

dilakukan dengan cara populasi dibagi sub populasi (strata) kemudian sampel

diambi dari setiap strata baik secara systematic random sampling atau simple

random sampling.

• Sampel Random Berkelompok (Cluster Sampling)

Sampel diambil dari sampling unit yang terdiri dari satu kelompok

(cluster) lalu setiap individu dalam kelompok (terpilih) diambil sebagai sampel.

Metode ini digunakan apabila populasi dapat dibagi dalam kelompok-

kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam setiap kelompok.

Keuntungan metode Cluster Sampling adalah tidak memerlukan daftar populasi

dan biaya transportasi tidak terlalu banyak, sedangkan kerugian dari metode ini

adalah prosedur estimasi sulit.

• Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling)

Teknik pengambilan sampel dengan cara sampel bertingkat dilakukan

dengan cara sampel yang diambil dilakukan secara bertingkat dua maupun

lebih.

26

Non Probability Sample (Selected Sample) dilakukan dengan tidak

menghiraukan prinsip-prinsip probability dan pemilihan sampel tidak secara

random. Hasil yang didapatkan berupa gambaran kasar tentang suatu keadaan.

Keuntungan dari metode ini adalah dapat digunakan apabila biaya sangat minim,

tidak memerlukan ketepatan yang tinggi, hasil diminta segera dan hanya sekedar

gambaran umum saja (Nasution, 2003). Pengambilan Non Probability Sample

dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya sebagai berikut :

• Sampel Dengan Maksud (Purposive Samping).

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara unsur-unsur yang telah

dikehendaki oleh peneliti telah ada dalam anggota sampel yang diambil.

• Sampel Tanpa Sengaja (Accidental Sampling).

Sampel diambil tidak berdasarkan pertimbangan dan atas dasar seandainya

tanpa direncanakan lebih dahulu, sehingga jumlah sampel dapat

dipertanggungjawabkan dan kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan

sementara

• Sampel Berjatah (Quota Sampling).

Teknik ini digunakan apabila peneliti mengetahui dengan betul situasi

daerah penelitian yang akan dilakukan dan pengambilan sampel hanya

berdasarkan pertimbangan peneliti saja, serta besar dan kriteria sampel telah

ditentukan lebih dahulu.

Metode yang sesuai untuk digunakan dalam pengambilan sampel adalah

metode purposive sampling technique dimana hasil yang diperoleh merupakan

gambaran kasar tentang suatu keadaan. Metode pemilihan sampel tidak dilakukan

27

secara random tetapi dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti dimana

diasumsikan bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota

sampel yang diambil (Nasution, 2003).