ii. kajian pustaka, kerangka pikir dan hipotesis 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/bab...

57
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar adalah key term,„istilah kunci‟ yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai displin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan. Menurut Slameto (2010: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Djamarah (2008: 13) menyatakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Perubahan yang didapatkan bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang. Anderson (2001: 35) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif menetap terjadi dalam tingkah laku potensial sebagai hasil dari pengalaman. Gagne dalam Sagala (2011: 17) belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas. Belajar merupakan seperangkat

Upload: trinhcong

Post on 26-May-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

15

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Belajar dan Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah key term,„istilah kunci‟ yang paling vital dalam setiap usaha

pendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.

Sebagai suatu proses, belajar selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai

displin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan. Menurut Slameto (2010: 2)

belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Djamarah (2008: 13) menyatakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu

kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak

raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan

perubahan. Perubahan yang didapatkan bukan perubahan fisik, tetapi perubahan

jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari

proses belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.

Anderson (2001: 35) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan

yang relatif menetap terjadi dalam tingkah laku potensial sebagai hasil dari

pengalaman. Gagne dalam Sagala (2011: 17) belajar merupakan kegiatan yang

kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas. Belajar merupakan seperangkat

Page 2: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

16

proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi yang merupakan hasil

transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan

pribadi yang bersangkutan (kondisi).

Gagne dalam Sagala (2011: 17) menyatakan bahwa di dalam proses belajar

terdapat dua fenomena yang berlaku yaitu: (1) keterampilan intelektual yang

meningkat sejalan dengan meningkatnya umur dan latihan yang didapat individu,

dan (2) belajar akan lebih cepat apabila strategi kognitif dapat dipakai dalam

memecahkan masalah secara lebih efisien. Gagne berpendapat bahwa, belajar

merupakan suatu proses yang bukan terjadi secara alamiah, tetapi hanya akan

terjadi dengan adanya kondisi-kondisi tertentu. Kondisi ini menyangkut kondisi

internal dan eksternal, kondisi internal berhubungan dengan kesiapan siswa dan

apa yang telah dipelajari sebelumnya, sementara kondisi eksternal merupakan

situasi belajar dan penyajian stimulus yang sengaja diatur oleh guru dengan tujuan

memperlancar proses belajar. Belajar yang terbaik ialah dengan mengalami

sendiri, dan dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca indera. Hal-hal

yang pokok dalam “belajar” adalah bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam

arti behavioral changes, actual maupun potensial, bahwa perubahan itu pada

pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru, bahwa perubahan itu terjadi

karena usaha (dengan sengaja).

Pengertian belajar yang merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan

dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun

implisit (Sagala : 2011). Sedangkan Garret dalam Sagala (2011 : 13) menyatakan

bahwa : ”Belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu yang

Page 3: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

17

tertentu lama melalui latihan pengalaman yang membawa kepada perubahan diri

dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang”.

Belajar merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan,

sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat

melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu. Belajar adalah proses berpikir. yang

menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui proses

interaksi secara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran di sekolah tidak

hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang

diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri

(self regulated).

Purwanto (2004: 85) menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) elemen penting yang

mencirikan pengertian belajar yaitu :

1. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan

pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh

pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti

perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi. Untuk dapat disebut

belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir

daripada suatu periode waktu yang cukup panjang;

2. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut aspek

kepribadian baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam pengertian,

pemecahan suatu masalah/berfikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun

sikap.

Page 4: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

18

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut di atas, maka dapat dinyatakan

bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang menghasilkan kapabilitas

berupa keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh siswa melalui

pengalaman dan proses latihan. Peristiwa belajar lebih difokuskan pada proses

belajar dalam konteks formal yaitu proses belajar yang sengaja didesain atau

diciptakan untuk membuat seseorang dapat mencapai kompetensi tertentu.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan

perubahan dalam dirinya secara keseluruhan baik berupa pengalaman,

keterampilan, sikap dan tingkah laku sebagai akibat dari latihan serta interaksi

dengan lingkungannya.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran

Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa ”pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar”. Dari pernyataan tersebut agar pembelajaran dikatakan

berhasil, harus ada interaksi antara siswa sebagai peserta didik dengan guru

sebagai pendidik maupun dengan sumber belajar.

Dimyati dalam Sagala (2011: 62) memberikan pengertian pembelajaran adalah

”kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat

siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Dari pengertian tersebut, agar pembelajaran sejarah berjalan dengan baik guru

harus mempersiapkan bahan belajar sebelum proses pembelajaran dimulai.

Page 5: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

19

Definisi pembelajaran disampaikan oleh Smith dan Ragan dalam Pribadi

(2011: 6) yang mengemukakan bahwa pembelajaran adalah pengembangan dan

penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan untuk memfasilitasi

pencapaian tujuan yang spesifik. Miarso (2009: 144) memaknai istilah

pembelajaran sebagai aktivitas atau kegiatan yang berfokus pada kondisi dan

kepentingan pemelajar (learner centered) untuk menggantikan istilah

“pengajaran” yang lebih bersifat sebagai aktivitas yang berpusat pada guru

(teacher centered). Miarso (2009: 545) menjelaskan lebih rinci definisi

pembelajaran sebagai berikut: “pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja,

bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang

relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang

atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang

atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan.

Lebih lanjut Miarso (2009: 545) menyatakan bahwa istilah pembelajaran harus

dibedakan dengan istilah pengajaran. Pengajaran merupakan istilah yang

diartikan sebagai penyajian bahan ajar yang dilakukan oleh pengajar, sedangkan

kegiatan pembelajaran tidak harus diberikan oleh pengajar karena kegiatan itu

dapat dilakukan oleh perancang dan pengembang sumber belajar, misalnya

seorang teknolog pendidikan atau tim ahli. Pembelajaran adalah serangkaian

aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya

proses belajar. Proses belajar sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa

belajar. Peristiwa belajar menurut Gagne seperti dikutip oleh Djamarah (2008:

78) disebut sembilan peristiwa pembelajaran (model nine instructional event

Gagne), yaitu :

Page 6: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

20

1) Menarik perhatian agar siap menerima pelajaran;

2) Memberitahukan tujuan pembelajaran agar anak didik tahu apa yang

diharapkan dari belajar itu;

3) Merangsang timbulnya ingatan atas ajaran sebelumnya;

4) Presentasi bahan ajaran;

5) Memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar;

6) Membangkitkan timbulnya unjuk kerja (merespons);

7) Memberikan umpan balik atas unjuk kerja;

8) Menilai unjuk kerja;

9) Memperkuat retensi dan transfer pelajaran.

Pembelajaran merupakan proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan

terjadinya proses belajar dalam diri individu. Pembelajaran merupakan sesuatu

hal yang bersifat eksternal sengaja dirancang untuk mendukung terjadinya

proses belajar internal dalam diri individu. Dick and Carey (2005: 205)

mendefinisikan pembelajaran sebagai rangkaian peristiwa atau kegiatan yang

disampaikan secara terstruktur dan terencana dengan menggunakan sebuah atau

beberapa jenis media.

Proses pembelajaran mempunyai tujuan yaitu agar siswa dapat mencapai

kompetensi seperti yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, proses

pembelajaran perlu dirancang secara sistematik dan sistemik. Pembelajaran

merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan.

Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari

berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro,

Page 7: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

21

pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggung jawab profesional seorang

guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa

dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.

Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga

pendidikan bertanggung jawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang

berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual,

sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.

Berkaitan dengan hal itu, guru memegang peran strategis dalam membentuk

watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.

Sehingga peran guru sulit digantikan oleh yang lain.

2.2 Teori Belajar dan Pembelajaran

2.2.1 Teori Belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana

terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam siswa itu.

Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih

meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar.

Gagne seperti yang dikutip oleh Sagala (2011: 25) menyatakan untuk terjadinya

belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun

kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai

hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen yang

baru dan ditempatkannya bersama-sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau

benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran. Sebagai hasil belajar

Page 8: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

22

(learning outcomes), Gagne seperti yang dikutip oleh Sagala (2011: 25)

menyatakan dalam lima kelompok, yaitu intelektual skill, cognitive strategy,

verbal information, motor skill, dan attitude.

Gagne lebih lanjut menekankan pentingnya kondisi internal dan kondisi eksternal

dalam suatu pembelajaran, agar siswa memperoleh hasil belajar yang diharapkan.

Dengan demikian, sebaiknya memperhatikan atau menata pembelajaran yang

memungkinkan mengaktifkan memori siswa yang sesuai agar informasi yang baru

dapat dipahaminya. Kondisi eksternal bertujuan antara lain memberikan stimulasi

berpikir siswa, penginformasian tujuan pembelajaran, membimbing belajar materi

yang baru, memberikan kesempatan kepada siswa menghubungkannya dengan

informasi baru guna memacu siswa agar dapat berpikir kritis.

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori

pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori

konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.

Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,

mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk

dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide, mampu berpikir kritis.

Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya sedangkan Guru

dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan

siswa untuk menemukan dan menetapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar

siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk

Page 9: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

23

belajar Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan

informasi, teori berpikir kritis, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori

Bruner (Slavin dalam Nurhadi, 2009: 80).

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi

pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan

kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.

Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman

yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga

tersebut (Nurhadi, 2009: 8).

Perkembangan kognitif sebagaian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi

aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin

bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi

terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interakasi sosial

dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu

memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih

logis (Nurhadi, 2009).

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang

perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif

membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-

pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Menurut Piaget perkembangan

kognitif pada anak secara garis besar terbagi empat periode yaitu: a) periode

sensori motor ( 0 – 2 tahun); b) periode praoperasional (2-7 tahun); c) periode

operasional konkrit (7-11 tahun); d) periode operasi formal (11-15) tahun.

Page 10: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

24

Sedangkan konsep-konsep dasar proses organisasi dan adaptasi intelektual

menurut Piaget yaitu: skemata (dipandang sebagai sekumpulan konsep); asimilasi

(peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi lama yang telah

dimiliki seseorang; akomodasi (terjadi apabila antara informasi baru dan lama

yang semula tidak cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan

informasi lama); dan equilibrium (bila keseimbangan tercapai maka siswa

mengenal informasi baru).

Menurut Piaget dalam Uno (2010: 3) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut

dibangun dalam pikiran seseorang melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses kognitif seseorang dalam mengintegrasikan persepsi,

konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di

dalam pikirannya. Akomodasi adalah proses mental yang meliputi pembentukan

skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang

sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Sedangkan equilibrium adalah

pengaturan diri seseorang agar terjadi keseimbangan antara proses asimilasi dan

akomodasi. Apabila keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi maka

disebut dengan disequilibrium.

Tokoh teori belajar konstruktivisme sosial adalah Lev Vygotsky yang berpendapat

bahwa belajar bagi peserta didik dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan

sosial maupun fisik. Lebih lanjut dikatakan bahwa, interaksi sosial memegang

peranan terpenting dalam perkembangan kognitif peserta didik. Ada dua tahapan

belajar, pertama peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang lain, baik

keluarga, teman sebaya maupun gurunya, kemudian dilanjutkan secara individual

Page 11: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

25

peserta didik mengintegrasikan apa yang ia pelajari dari orang lain kedalam

struktur mentalnya (Herpratiwi, 2009: 80).

Teori belajar Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori yang

menjadi dasar dalam cooperative learning. Ausubel seperti dikutip oleh Dahar

(2008: 115) menyatakan bahwa bahan subjek yang dipelajari siswa haruslah

“bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses

mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam

struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep,

dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran

bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan

dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui

pembelajaran.

Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena

baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu harus

sesuai dengan keterampilan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang

dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek harus dikaitkan dengan konsep-konsep

yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-

benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa

terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel

(Dahar, 2008: 116) adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan

pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat

struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu

Page 12: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

26

informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses

interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik,

maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan

cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil,

meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat

belajar.

Menurut Ausubel (Dahar, 2008: 116), seseorang belajar dengan mengasosiasikan

fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang

dapat memperkembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam

proses belajar ini siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Teori belajar

bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan konstruktivisme. Keduanya

menekankan pentingnya siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan

fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya

menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau

pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam

proses belajar itu siswa aktif.

Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif

siswa melalui proses belajar yang bermakna., Ausubel beranggapan bahwa

aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar-

akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung.

Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung

akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau

guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.

Page 13: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

27

Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan

hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru

dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam

struktur kognisi siswa.

Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar

bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: advance organizer, progressive

differensial, integrative reconciliation, dan consolidation. Empat tipe belajar

menurut Ausubel (Dahar, 2008: 117) yaitu:

1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang

telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya,

siswa terlebih dahulu menmukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari

kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang

sudah ada.

2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari

ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah

dimilikinya, kemudian dia hafalkan.

3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang

telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir,

kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan

lain yang telah dimiliki.

4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran

yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk

akhir , kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa

mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.

Page 14: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

28

Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Ausubel adalah teori

model mengajar Advance Organizer adalah salah satu model dalam rumpun

pemprosesan informasi. David Ausubel dalam Joyce, (2009:208) mengemukakan

teorinya menyangkut empat hal :

1. Bagaimana ilmu itu diorganisasikan artinya bagaimana seharusnya isi

kurikulum itu di tata.

2. Bagaimana proses berpikir itu terjadi bila berhadapan dengan informasi baru.

3. Bagaimana guru seharusnya mengajarkan informasikan baru itu sesuai dengan

teori tentang isi kurikulum dan teori belajar.

4. Sintaks

Model pembelajaran Advance Organizer terdiri dari tiga tahap.

Tabel 2.1: Sintaks Model Pembelajaran Advance Organizer

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Penyajian Advance

Organizer

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Menyajikan Advance Organizer

3. Menumbuhkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman

siswa yang relevan.

Tahap-2

Penyajian bahan

pelajaran

1. Membuat organisasi secara tegas

2. Membuat urutan bahan pelajaran secara logis dan

eksplisit

3. Memelihara suasana agar penuh perhatian

4. Menyajikan bahan

Tahap-3

Penguatan organisasi

kognitif

1. Menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi integratif

2. Meningkatkan kegiatan belajar (belajar menerima)

3. Melakukan pendekatan kritis guna memperjelas materi

pelajaran

4. Mengklarifikasikan

(Aunurrahman: 2009: 57)

Page 15: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

29

2.2.2 Teori Pembelajaran

Di dalam teknologi pendidikan dibedakan antara istilah pembelajaran

(instructional) dan pengajaran (teaching). Menurut Miarso (2009: 545)

pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan dan terkendali agar

orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain.

Sedangkan pengajaran adalah usaha membimbing dan mengarahkan pengalaman

belajar kepada peserta didik. Istilah mengajar (teaching) sebagai penyampai

materi pelajaran kepada peserta didik, dianggap tidak sesuai lagi sehingga dalam

literatur teknologi pendidikan hanya digunakan istilah pembelajaran.

Pembelajaran adalah proses yang sistematis, dimana semua komponen antara lain

guru, peserta didik (siswa), material dan lingkungan belajar merupakan komponen

penting untuk keberhasilan belajar. Pembelajaran sebagai sebuah sistem

menggunakan pendekatan sistem dalam desain pembelajaran. Sistem yang

dimaksud adalah bahwa semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran

saling berinteraksi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Reigeluth dan Merill dalam Miarso (2009: 529) pembelajaran sebaiknya

didasarkan pada teori pembelajaran preskriptif, yaitu teori yang memberi resep

untuk mengatasi masalah belajar. Teori pembelajaran preskeptif tersebut

memperhatikan tiga variabel yaitu kondisi, metode dan hasil. Di dalam setiap

metode pembelajaran harus mengandung rumusan pengorganisasian bahan

pelajaran, strategi penyampaian, dan pengelolaan kegiatan dengan memperhatikan

faktor tujuan belajar, hambatan belajar, karakteristik siswa agar dapat diperoleh

efektivitas, efisiensi dan daya tarik pembelajaran.

Page 16: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

30

Menurut Sanjaya (2005: 78) istilah pembelajaran dipengaruhi oleh perkembangan

tekbologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, peserta didik

ditempatkan sebagai subjek belajar yang memegang peranan paling utama,

sehingga dalam setting proses belajar mengajar peserta didik dituntut beraktivitas

secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan

demikian kalau didalam istilah pengajaran (teaching) menempatkan guru sebagai

pemeran utama dalam memberikan informasi kepada peserta didik, maka dalam

istilah pembelajaran (instruction) guru lebih banyak sebagai fasilitator yang

mengelola berbagai sumber belajar untuk dipelajari peserta didik.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai

proses belajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, serta

dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai

upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa

pembelajaran adalah proses interaksi antara guru, peserta didik dan sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Selain itu dengan semakin berkembangnya teknologi dalam

pembelajaran, maka pola interaksi antara guru, peserta didik dan sumber belajar

mengalami perubahan dari pola pembalajaran yang berpusat pada guru (teacher

centered) menjadi berpusat pada peserta didik (student centered) dimana peran

guru sebagai fasilitator dan bahkan ada kecenderungan akan digantikan media.

Page 17: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

31

2.3 Teori Desain Pembelajaran ASSURE

Teknologi pendidikan merupakan sebuah bidang yang fokus pada upaya-upaya

yang dapat digunakan untuk memfasilitasi berlangsungnya proses belajar dalam

diri individu. Hal ini sesuai dengan definisi teknologi pendidikan yang

dikemukakan oleh AECT (Association of Educational Communication and

Technology), yaitu sebuah studi dan praktik etis yang berupaya membantu

memudahkan berlangsungnya proses belajar dan perbaikan kinerja melalui

penciptaan, penggunaan, pengelolaan, proses, teknologi dan sumber daya yang

tepat. Seels dan Richey (dalam Pribadi 2011: 63) mengemukakan bahwa

teknologi pendidikan memiliki lima domain atau bidang garapan, yaitu:

(1) desain, (2) pengembangan, (3) pemanfaatan, (4) pengelolaan, dan (5) evaluasi.

Bidang garapan desain meliputi beberapa bidang kerja yaitu desain pembelajaran,

desain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteristik siswa. Hal ini menunjukkan

bahwa desain merupakan salah satu domain atau bidang garapan yang penting

dalam teknologi pendidikan yang berperan sebagai salah satu sarana untuk

memfasilitasi berlangsungnya proses belajar dan memperbaiki kinerja.

Pribadi (2011: 54) mengemukakan bahwa upaya untuk mendesain proses

pembelajaran agar menjadi sebuah kegiatan yang efektif, efisien, dan menarik

disebut dengan istilah desain sistem pembelajaran atau instructional system design

(ISD).

Smith dan Ragan (dalam Pribadi 2011: 55) mengemukakan bahwa desain sistem

pembelajaran adalah proses sistematik yang dilakukan dengan menerjemahkan

prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran menjadi rancangan yang dapat

Page 18: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

32

diimplementasikan dalam bahan dan aktivitas pembelajaran. Desain sistem

pembelajaran terus tumbuh sebagai suatu bidang yang dapat dimanfaatkan untuk

merancang program pembelajaran dan pelatihan yang mampu menghasilkan

sumberdaya manusia yang memiliki keterampilan dan pengetahuan sehingga

mampu menunjukkan hasil belajar yang optimal.

Lebih lanjut Pribadi (2011: 56) menjelaskan bahwa pada umumnya desain sistem

pembelajaran berisi lima langkah yang penting, yaitu (1) analisis lingkungan dan

kebutuhan belajar siswa, (2) merancang spesifikasi proses pembelajaran yang

efektif dan efisien serta sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan belajar siswa,

(3) mengembangkan bahan-bahan untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran,

(4) implementasi desain sistem pembelajaran, dan (5) implementasi evaluasi

formatif dan sumatif terhadap program pembelajaran.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa desain sistem

pembelajaran berisi langkah-langkah yang sistematis dan terarah untuk

menciptakan proses belajar yang efektif, efisien, dan menarik. Secara umum,

desain sistem pembelajaran dimulai dari kegiatan analisis yang digunakan untuk

menggambarkan masalah pembelajaran yang akan dicari solusinya. Setelah

mengetahui masalah pembelajaran maka langkah selanjutnya menentukan solusi

untuk mengatasi tersebut. Hasil proses desain sistem pembelajaran berisi

rancangan sistematik dan menyeluruh dari sebuah aktivitas atau proses

pembelajaran yang diaplikasikan untuk mengatasi masalah pembelajaran.

Page 19: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

33

Model ASSURE adalah salah satu petunjuk dan perencanaan untuk membantu

perancang desain pembelajaran dalam merencanakan, mengidentifikasi,

menentukan tujuan, memilih metode dan bahan ajar serta evaluasi. Model desain

ASSURE menjembatani antara peserta didik, materi dan semua bentuk media

berbasis teknologi dan bukan teknologi. Model ASSURE ini merupakan rujukan

bagi guru dalam membelajarkan siswa yang direncanakan dan disusun secara

sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran

menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta didik.

Model ASSURE menekankan pada pembelajaran dengan gaya belajar yang

berbeda, siswa diwajibkan untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka

dan tidak secara pasif menerima informasi. Model ASSURE lebih difokuskan

pada perencanaan pembelajaran yang digunakan dalam situasi pembelajaran di

dalam kelas secara aktual. Pengembangan desain pembelajaran ASSURE didasari

pada pemikiran Gagne mengenai peristiwa pembelajaran. Menurut Gagne, desain

pembelajaran yang efektif harus dimulai dari upaya yang dapat memicu atau

memotivasi seseorang untuk belajar. Langkah yang harus diikuti secara kontinyu

yaitu proses pembelajaran yang sistematik, penilaian hasil belajar dan pemberian

umpan balik tentang pencapaian hasil belajar.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam model desain sistem pembelajaran

ASSURE adalah : (1) Analyze learners yaitu melakukan analisis karakteristik

siswa, (2)State objectives yaitu menetapkan tujuan pembelajaran, (3) Select

method, media and materials yaitu memilih media, metode dan bahan ajar,

(4) Utilize materials yaitu memanfaatkan bahan ajar, (5) Require learners

Page 20: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

34

participation, yaitu melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran, (6) Evaluate

and revise yaitu mengevaluasi dan merevisi program pembelajaran.

2.3.1 Analisis Karakteristik Siswa (Analyze Learners)

Langkah awal yang perlu dilakukan dalam menerapkan model assure adalah

melakukan analisis terhadap obyek yang akan melakukan proses belajar, dalam

hal ini siswa. Karakteristik siswa meliputi tiga aspek, yaitu : (1) karakteristik

umum, (2) kompetensi spesifik yang telah dimiliki sebelumnya, (3) gaya belajar

siswa. Karakteristik umum merupakan gambaran dari kelas keseluruhan, seperti

jumlah siswa, usia, tingkat pendidikan, faktor sosial ekonomi, budaya atau etnis,

keanekaragaman, dan seterusnya. Dengan demikian karakteristik pembelajaran

dapat memberi pengarahan dalam membantu memilih metode pembelajaran dan

media. Kompetensi spesifik (specific kompetensi) merupakan gambaran dari jenis

pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki peserta didik baik atau kurangnya

ketrampilan yang dimiliki sebelum memenuhi syarat yang akan dicapai dalam

ketrampilan dan tingkah laku. Gaya belajar (learning style) merupakan gambaran

dari prefensi gaya belajar masing-masing peserta didik yang bersifat psikologis

yaitu mempengaruhi bagaimana kita menanggapi rangsangan yang berbeda. Gaya

belajar siswa meliputi gaya belajar auditorial, visual, dan kinestetik. Guru akan

menentukan pengelolaan informasi dari kebiasaan siswa. Kategori ini berisi

berbagai variabel yang terkait dengan bagaimana kecenderungan individu dalam

pemrosesan informasi kognitif.

Page 21: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

35

2.3.2 Menetapkan Tujuan Pembelajaran (State Objectives)

Langkah kedua dalam model pembelajaran ASSURE adalah menentukan tujuan

pembelajaran. Tujuan pembelajaran digunakan untuk menyatakan gambaran apa

yang harapkan siswa dari hasil pembelajaran. Tujuan pembelajaran harus bersifat

spesifik. Tujuan pembelajaran diperoleh dari penjabaran Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar yang terdapat dalam Standar Nasional Pendidikan. Tujuan

pembelajaran dirumuskan oleh guru berdasarkan langkah pertama yaitu tujuan

pembelajaran ditulis dengan menggunakan format ABCD, yaitu Audience,

behavior, condition, dan degree.

(a) Audience : pembelajaran ini diberikan untuk siswa sebagai audience, bukan

guru untuk lebih fokus pada apa yang dilakukan siswa bukan apa yang

dilakukan guru.

(b) Behavior : tujuannya adalah menggambarkan kemampuan baru yang dimiliki

siswa setelah mendapatkan pembelajaran. Jadi, perilaku atau kemampuan

siswa yang dapat diukur dan dapat diamati perlu ditunjukan sebagai hasil

pembelajaran.

(c) Condition : keadaan atau kondisi siswa. Tujuan pembelajaran menunjukan

ketrampilan atau kemampuan yang diajarkan. Sebuah pernyataan tujuan harus

mencakup kondisi dimana hasilnya dapat diamati. Jadi, harus menyertakan

peralatan/alat bantu, atau referensi yang akan digunakan siswa.

(d) Degree : persyaratan terakhir bertujuan agar lebih baik dalam menunjukan

hasil belajar yang dapat diterima dan akan dinilai. Jadi, sejauhmana

ketrampilan yang dikuasai dan dapat diterima.

Page 22: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

36

2.3.3 Memilih Metode, Media dan Bahan (Select Methods, Media, Materials)

Langkah ini menghubungkan antara siswa dan tujuan pembelajaran yang

sistematis yaitu menggunakan media dan teknologi. Metode, media dan bahan ajar

harus dipilih secara sistematis. Setelah mengetahui gaya belajar peserta didik dan

memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang akan di sampaikan, maka harus

dilakukan pemilihan:

a) Metode pembelajaran yang digunakan harus tepat dan lebih unggul dari yang

lain dan memberikan semua kebutuhan siswa dalam belajar.

b) Media bisa berupa teks, gambar, video, audio, dan multimedia komputer.

c) Bahan ajar yang disediakan untuk siswa harus sesuai dengan yang dibutuhkan

siswa dalam menguasai tujuan.

2.3.4 Memanfaatkan Bahan Ajar (Utilize Materials)

Langkah keempat dalam model pembelajaran ASSURE adalah memanfaatkan

penggunaan ketiganya dalam pembelajaran. Guru menjelaskan penggunaan media

yang dipilih kepada siswa, bagaimana pendidik akan menerapkan media dan

memahami materi pembelajaran yang tercantum. Media dipilih, dimodifikasi dan

didesain agar memenuhi kebutuhan siswa dan membantu siswa dalam

pembelajaran. Dalam memanfaatkan bahan ajar ada beberapa langkah yang harus

dilakukan guru, yaitu : a) Preview materi, melihat dulu materi sebelum

menyampaikannya dalam kelas dan menentukan materi yang tepat untuk audiens

dan memperhatikan tujuannya, b) Menyiapkan bahan, guru harus mengumpulkan

semua materi dan media yang dibutuhkan siswa dan guru. Guru harus menentukan

urutan materi dan penggunaan media. Guru harus menggunakan media terlebih

Page 23: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

37

dahulu (check) untuk memastikan keadaan media, c) Menyiapkan lingkungan,

guru harus mengatur fasilitas yang digunakan siswa dengan tepat dan sesuai

antara bahan ajar dengan lingkungan sekitar, d) Siswa. Guru memberitahukan

tujuan pembelajaran kepada siswa dan menjelaskan cara memperoleh informasi

dan evaluasi materi pelajaran.

2.3.5 Melibatkan Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran (Require Learners

Participation)

Langkah kelima dalam model pembelajaran ASSURE adalah dengan mewajibkan

partisipasi siswa. Pembelajaran terbaik jika siswa aktif dalam pembelajaran.

Siswa yang pasif lebih banyak memiliki permasalahan dalam belajar, karena guru

hanya mencoba untuk memberikan stimulus, tanpa mempedulikan respon dari

siswa. Apapun strategi pembelajarannya guru harus dapat menggabungkan

strategi satu dengan yang lain, diantaranya strategi tanya-jawab, diskusi, kerja

kelompok, dan strategi lainnya agar peserta didik aktif dalam pembelajarannya.

2.3.6 Evaluasi dan Revisi Program Pembelajaran (Evaluate and Revise)

Langkah terakhir dalam model pembelajaran ASSURE adalah evaluasi dan revisi.

Evaluasi dan revisi merupakan komponen penting untuk mengembangkan kualitas

pembelajaran. Siapa saja dapat mengembangkan dan menyampaikan pelajaran,

tetapi guru yang baik harus benar-benar dapat merefleksi pelajaran, mengetahui

tujuan, menguasai strategi pembelajaran, menguasai materi pembelajaran, dan

melakukan penilaian serta dapat menentukan apakah unsur-unsur dari pelajaran

itu efektif. Jika guru menemukan beberapa hal yang terlihat tidak efektif maka

mungkin strategi yang disampaikan belum tepat untuk tingkatan kelas itu.

Page 24: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

38

Keefektifan dalam strategi pembelajaran juga bisa terjadi, misalnya peserta didik

tidak termotivasi atau strategi itu sulit dilaksanakan pendidik. Oleh karena itu,

evaluasi adalah langkah yang penting untuk menilai prestasi peserta didik dan

menilai metode pembelajaran dan media yang digunakan. Revisi merupakan

langkah terakhir dari siklus pembelajaran yang juga merupakan hal yang penting

untuk melihat hasil evaluasi.

2.4 Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan tujuan utama dari pengkonsepan pembelajaran.

Dengan memperhatikan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik pengkonsepan

pembelajaran diharapkan mampu menciptakan hasil belajar yang baik bagi siswa.

”Prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang”

(Winkel, 2004: 226). Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang

dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan

menurut Gunarso (2007: 77) mengemukakan bahwa, ”Prestasi belajar adalah

usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha

belajar”. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004: 130) prestasi belajar merupakan

hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri

(faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal) individu.

Prestasi belajar di bidang pendidikan merupakan hasil dari pengukuran terhadap

peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah

mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes

atau instrumen yang relevan. Selanjutnya, menurut S. Nasution (2010: 17) prestasi

belajar adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berpikir, merasa

Page 25: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

39

dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek

yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang

memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria

tersebut.”

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan

dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah

dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil

dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan

psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan

menggunakan instrumen tes yang relevan.

Prestasi belajar merupakan wujud dari hasil pembelajaran yang secara maksimal

yang diukur dengan tingkat ketuntasan belajar. Prestasi belajar diperoleh bila nilai

melebihi standar kelulusan. Namun, bila nilai yang diperoleh siswa dibawah

standar kelulusan maka siswa tersebut wajib mengikuti pembelajaran remedial

untuk dapat mencapai tingkat ketuntasan.

Berdasarkan beberapa batasan diatas, prestasi belajar dapat diartikan sebagai

kecakapan nyata yang dapat diukur yang berupa pengetahuan, sikap dan

keterampilan sebagai interaksi aktif antara subyek belajar dengan obyek belajar

selama berlangsungnya proses belajar mengajar untuk mencapai hasil belajar

Page 26: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

40

2.5 Model Pembelajaran Kontekstual

2.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual

Johhson dalam Rusman (2012: 187) menyatakan pembelajaran kontekstual adalah

sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola yang mewujudkan

makna. Pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok

dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis

dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual

adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa

merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus

menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

Inti dari pembelajaran kontekstual adalah keterkaitan setiap materi atau topik

pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya dapat dilakukan

berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung

terkait dengan kondisi faktual, juga dapat disiasati dengan pemberian ilustrasi atau

contoh, sumber belajar, media dan lain sebagainya yang memang baik secara

langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman

hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan

dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari

dirasakan langsung manfaatnya.

Nurhadi seperti dikutip Rusman (2012: 189) menyatakan bahwa pembelajaran

kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

Page 27: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

41

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

2.5.2 Prinsip Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model dalam implementasinya tentu saja

memerlukan perencanaan pembelajaran yang mencerminkan konsep dan prinsip

pembelajaran kontekstual. Rusman (2012: 193-199) menyatakan bahwa ada tujuh

prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu :

2.5.2.1 Konstruktivisme (Contructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam pembelajaran

kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit

yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah

seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.

Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman

yang nyata.

Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah

tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki

oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang

dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk

diaktualisasikan dalam kondisi nyata. Dalam pembelajaran kontekstual strategi

untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan

kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan

terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat siswa.

Page 28: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

42

Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung atau tidak

langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para

siswa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang

cukup luas, sehingga dengan wawasannya itu ia selalu dengan mudah

memberikan ilustrasi, menggunakan sumber belajar dan media pembelajaran yang

dapat merangsang siswa untuk aktif mencari dan melakukan serta menemukan

sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya. Dengan cara

itu, pengalaman belajar siswa akan memfasilitasi kemampuan siswa untuk

melakukan transformasi terhadap pemecahan masalah lain yang memiliki sifat

keterkaitan, meskipun terjadi pada ruang dan waktu yang berbeda.

2.5.2.2 Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual, melalui

upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan

ketrampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan

merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil

menemukan sendiri.

Komalasari (2013: 12) mengemukakan bahwa di dalam inquiry, pengetahuan dan

ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat

fakta-fakta melainkan hasil dari menemukan sendiri melalui siklus : 1) observasi

(observation); 2) bertanya (questioning); 3) mengajukan dugaan (hipotesis);

pengumpulan data (data gathering); dan 4) penyimpulan (conclussion).

Page 29: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

43

Menurut Amri dan Ahmadi (2010: 29) tahapan atau siklus inquiry adalah:

(1) proses perpindahan pengamatan menjadi pemahaman; (2) siswa belajar

menggunakan ketrampilan berpikir kritis; (3) observasi; (4) mengajukan dugaan;

(5) bertanya; (6) mengumpulkan data; dan (7) menyimpulkan.

Lebih lanjut Amri dan Ahmadi (2010: 29) menyatakan bahwa langkah-langkah

kegiatan inquiry adalah: (1) merumuskan masalah; (2) mengamati atau melakukan

observasi; (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,

bagan, tabel, dan karya lainnya; dan (4) mengkomunikasikan atau menyajikan

hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lainnya.

Dilihat dari segi kepuasan secara emosional, sesuatu hasil menemukan sendiri

nilai kepuasan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemberian. Hasil

pembelajaran yang berasal dari kreativitas siswa sendiri, akan bersifat lebih tahan

lama diingat oleh siswa jika dibandingkan dengan pemberian guru.

2.5.2.3 Bertanya (Questioning)

Unsur lain yang menjadi karakteristik utama pembelajaran kontekstual adalah

kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Penerapan unsur bertanya dalam

pembelajaran kontekstual harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk

bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan

mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Dalam

implementasi pembelajaran kontekstual, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau

siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber

belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Dengan kata lain, tugas guru

Page 30: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

44

adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan

menmukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan

nyata.

Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong

proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam, dan akan banyak

ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya tidak terpikirkan baik oleh guru

maupun oleh siswa. Oleh karena itu, cukup beralasan jika dengan pengembangan

bertanya, produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya

maka : 1) dapat menggali informasi baik administrasi maupun akademik;

2) mengecek pemahaman siswa; 3) membangkitkan respons siswa; 4) mengetahui

sejauhmana keingintahuan siswa; 5) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa;

6) memfokuskan perhatian siswa; 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan

dari siswa; dan 8) menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

2.5.2.4 Masyarakat Belajar (Learning Community)

Masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan

memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Penerapan learning

comunity dalam pembelajaran di kelas akan banya bergantung pada model

komunikasi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dimana dituntut

ketrampilan dan profesionalisme guru untuk mengembangkan komunikasi banyak

arah (interaksi) yaitu model komunikasi yang bukan hanya hubungan antara guru

dengan siswa atau sebaliknya, akan tetapi secara luas dibuka jalur hubungan

komunikasi pembelajaran antara siswa dengan siswa lainnya.

Page 31: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

45

Kebiasaan penerapan dan mengembangkan masyarakat belajar dalam

pembelajaran kontekstual sangat dimungkinkan dan dibuka dengan luas

memanfaatkan masyarakat belajar lain di luar kelas. Setiap siswa semestinya

dibimbing dan diarahkan untuk mengembangkan rasa ingin tahunya melalui

pemanfaatan sumber belajar secara luas yang tidak hanya disekat oleh masyarakat

belajar di dalam kelas, akan tetapi sumber manusia lain di luar kelas (keluarga dan

masyarakat).

2.5.2.5 Pemodelan (Modelling)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup

yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beranekaragam,

telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan lengkap, dan

ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya

sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang

dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai

dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena iru,

tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan

pembelajaran agar siswa dapat memenuhi harapan siswa secara menyeluruh dan

membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.

2.5.2.6 Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja

dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa

yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru

Page 32: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

46

dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan

atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi

kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati dan

melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be).

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang bermakna pula,

yaitu melalui penerimaan, pengolahan dan pengendapan, untuk kemudian dapat

dijadikan sandaran dalam menaggapi terhadap gejala yang muncul kemudian.

Melalui model pembelajaran kontekstual, pengalaman belajar bukan hanya terjadi

dan dimiliki ketika seseorang siswa berada di dalam kelas, akan tetapi jauh lebih

penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar

dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan

permasalahan yang dihadapi sehari-hari. Kemampuan untuk mengaplikasikan

pengetahuan, sikap dan ketrampilan pada dunia nyata yang dihadapinya akan

mudah diaktualisasikan manakala pengalaman belajar itu telah terinternalisasi

dalam setiap jiwa siswa dan disinilah pentingnya menerapkan unsur refleksi pada

setiap kesempatan pembelajaran.

2.5.2.7 Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat

menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses hasil pembelajaran

melalui penerapan pembelajaran kontekstual. Penilaian adalah proses

pengumpulan berbagai data dan informasi yang dapat memberikan gambaran atau

petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data

dan informasi yang lengkap, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru

Page 33: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

47

terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.Guru dengan cermat

akan mengetahui kemajuan, kemunduran dan kesulitan siswa dalam belajar dan

guru akan memiliki kemudahan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dan

penyempurnaan proses bimbingan belajar.

Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual harus

mempertimbangkan beberapa karakteristik : 1) kerjasama; 2) saling menunjang;

3) menyenangkan dan tidak membosankan; 4) belajar dengan bergairah;

5) pembelajaran terintegrasi; 6) menggunakan berbagai sumber; 7) siswa aktif;

8) sharing dengan teman; 9) siswa kritis guru kreatif; 10) dinding kelas dan

lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa; 11) laporan kepada orang tua

bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan

siswa dan lain-lain.

2.5.3 Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Di dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana

kegiatan kelas yang dirancang oleh guru yaitu dalam bentuk skenario tahap demi

tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya

proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Oleh

karena itu program pembelajaran kontekstual hendaknya :

1. Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan

siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok dan

indikator pencapaian hasil belajar

2. Rumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya

Page 34: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

48

3. Uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan

digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan

4. Rumuskan skenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan siswa

dalam melakukan proses pembelajarannya yang meliputi langkah-langkah :

a. Merumuskan masalah

b. Mengamati atau melakukan observasi

c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,

tabel, dan karya lainnya

d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

sekelas, guru atau audien lainnya

5. Rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada

kemampuan sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat

berlangsungnya (proses) maupun setelah siswa tersebut selesai belajar

(Rusman, 2012: 199).

Lebih lanjut Rusman (2012: 199-200) menyatakan bahwa pada intinya

pengembangan setiap komponen pembelajaran kontekstual tersebut dalam

pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih

bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan

mengonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru yang harus

dimilikinya.

2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang

diajarkan.

Page 35: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

49

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-

pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok diskusi,

tanya jawab dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi setiap kegiatan pembelajaran

yang telah dilakukan.

7. Melakukan penilaian secara objektif yaitu menilai kemampuan yang

sebenarnya pada setiap siswa.

Program pembelajaran dalam pembelajaran kontekstual merupakan rencana

kegiatan kelas yang dirancang oleh guru yaitu dalam bentuk skenario tahap demi

tahap tentang apa yang akan dilakukan siswa selama berlangsungnya proses

pembelajaran. Di dalam program tersebut harus tercermin penerapan dari ketujuh

komponen pembelajaran kontekstual dengan jelas, sehingga setiap guru memiliki

persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam

membimbing kegiatan pembelajaran di dalam kelas.

2.6 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

2.6.1 Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning)

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar

tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Page 36: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

50

Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat

tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar

bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nurhadi (2009: 2) : “Pembelajaran

berbasis masalah dikenal dengan nama lain project based teaching (pembelajaran

proyek), experience based education (pendidikan berdasarkan pengalaman),

authentic learning (pembelajaran autentik), dan anchored instruction

(pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang

dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Selama ini kemampuan

siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh setiap guru.

Akibatnya, manakala siswa telah menghadapi masalah, walaupun masalah itu

dianggap sepele, banyak siswa tersebut tidak dapat menyelesaikannya dengan

baik dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis yang seharusnya

dimiliki.oleh setiap siswa. Berpikir kritis dapat diartikan sebagai : 1) ide atau

inisiatif, ketelitian yang timbul pada diri seseorang secara disadari atau tidak

disadari, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; 2) gagasan-

gagasan yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu

tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang ingin dicapai

(Asrori, 2008: 183).

Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas

pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang

dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 (tiga) ciri ilmiah utama dari pembelajaran

berbasis masalah. Pertama, merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya

Page 37: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

51

dalam implementasi pembelajaran berbasis masalah ada sejumlah kegiatan yang

harus dilakukan siswa. Kedua, siswa tidak hanya sekedar mendengarkan,

mencatat, kemudian menghapal materi pelajaran, akan tetapi siswa aktif berpikir,

berkomunikasi, mencari dan mengolah data, serta akhirnya dengan menempatkan

masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah

maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah

dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir

dengan menggunakan strategi ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif.

Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya

berpikir ilmiah dilakukan melalui tahap-tahap tertentu, sedangkan empiris artinya

proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

2.6.2 Ciri-Ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning)

Ciri-ciri model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut :

(1) Pengajuan pertanyaan atau masalah

Model pembelajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan

prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, tetapi mengorganisasikan

pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial

sangat penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.

(2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu

Meskipun model pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata

pelajaran tertentu (IPA, Sejarah, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan

diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahanya siswa

meninjau masalah itu dari perspektif mata pelajaran lain.

Page 38: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

52

(3) Penyelidikan autentik

Model pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan

penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah

yang nyata.

(4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya

Model pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan

produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang

menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka

temukan. Bentuk itu dapat berupa transkip debat, laporan model fisik, video

atau program komputer (Nurhadi, 2009: 5-7).

Model pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah dapat ditetapkan :

a. Guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi

pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.

b. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan ketrampilan berpikir rasional

siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang

mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta

dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment

secara objektif.

c. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah

serta membuat tantangan intelektual siswa.

d. Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam

belajarnya.

Page 39: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

53

e. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari

dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan

kenyataan).

Model pembelajaran berbasis masalah dapat dilakukan guru agar dapat melihat

kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah dan mengaitkannya

dengan pelajaran yang diperoleh siswa.

2.6.3 Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning)

Tujuan pembelajaran dirancang untuk membantu guru memberikan informasi

sebanyak-banyaknya kepada siswa yang dikembangkan terutama untuk membantu

siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan

ketrampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui

pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi

pembelajaran yang otonom dan mandiri.

Uraian terinci terhadap ketiga tujuan itu dijelaskan lebih jauh oleh Nurhadi (2009:

7-12) berikut ini : (a) ketrampilan berpikir dan ketrampilan pemecahan masalah;

(b) berbagai macam ide telah digunakan untuk mengembangkan cara seseorang

berpikir. Tetapi, apakah sebenarnya yang terlibat dalam proses berpikir,

ketrampilan berpikir kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai

kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.

Page 40: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

54

2.6.4 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

John Dewey seperti dikutip oleh Nurhadi (2009: 13) menjelaskan 6 langkah

pembelajaran berbasis masalah yang kemudian dia namakan pemecahan masalah

(problem solving), yaitu : (1) merumuskan masalah, yaitu langkah siswa

menentukan masalah yang akan dipecahkan; (2) menganalisis masalah, yaitu

langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang;

(3) merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai

kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya;

(4) mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan

informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; (5) pengujian hipotesis,

yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai rumusan

hasil pengujian hipotesis dari rumusan kesimpulan; (6) merumuskan rekomendasi

pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang

dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil penggujian hipotesis dan rumusan

kesimpulan.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menghadapkan

siswa pada masalah dunianyata (real world) untuk memulai pembelajaran. Model

pembelajaran berbasis masalah merupakan pengembangan kurikulum dan model

pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis karena di sini guru hanya berperan

sebagai penyaji dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual pada

peserta didik. Prinsip utama pendekatan masalah, penanya, mengadakan dialog,

pemberi fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat

meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual pada peserta didik. Prinsip

Page 41: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

55

utama pendekatan konstruktivis adalah pengetahuan tidak diterima secara pasif,

tetapi dibangun secara aktif oleh siswa.

Pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari enam tahapan utama yang

dimulai dengan guru mengenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan

diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Untuk

mengimplementasikan pembelajaran berbasis masalah, guru perlu memilih bahan

pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan

tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain misalnya dari

peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau

dari masalah kemasyarakatan.

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahapan

Tingkah Laku Siswa

1. Merumuskan masalah Siswa menentukan masalah yang akan

dipecahkan

2. Menganalisis masalah Siswa meninjau masalah secara kritis dari

berbagai sudut pandang.

3. Merumuskan hipotesis

Siswa merumuskan berbagai kemungkinan

pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang

dimilikinya

4. Mengumpulkan data Siswa mencari dan menggambarkan informasi

yang diperlukan untuk pemecahan masalah

5. Pengujian hipotesis Siswa mengambil atau merumuskan

kesimpulan sesuai rumusan hasil pengujian

hipotesis dari rumusan kesimpulan

6. Merumuskan rekomendasi

pemecahan masalah

Siswa menggambarkan rekomendasi yang

dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil

penggujian hipotesis dan rumusan kesimpulan

Page 42: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

56

2.6.5 Hakikat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning)

Pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan pada siswa untuk

bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkanp untuk

memecahakn masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai adalah

kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitik, sistematis, dan logis untuk

menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris

dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.

Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu:

(1) bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict

issue) yang bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya;

(2) bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga

setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik; (3) bahan yang dipilih merupakan

bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga

terasa manfaatnya; (4) bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung

tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum

yang berlaku; (5) bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap

siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

2.6.6 Merencanakan Pelajaran Untuk Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model pembelajaran yang

menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan ketrampilan

pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri, (Serafino & Ciccelli dalam

Eggen, 2012: 310). Pelajaran dalam pembelajaran berbasis masalah memiliki tiga

Page 43: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

57

karakteristik yaitu pelajaran berfokus pada memecahkan masalah, tanggung jawab

untuk memecahkan masalah bertumpu pada siswa dan guru mendukung proses

saat siswa mengerjakan masalah. Pelajaran berawal dari satu masalah dan

memecahkan masalah adalah tujuan dari masing-masing pelajaran. Siswa

memiliki tanggungjawab untuk menyusun strategi dan memecahkan masalah yang

biasanya dilakukan secara berkelompok yang semua siswanya terlibat dalam

proses itu, sehingga membuat siswa bertanggungjawab untuk menyusun strategi

dan memecahkan masalah. Guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan

pertanyaan dan memberikan dukungan pengajaran lain saat siswa berusaha

memecahkan masalah. Karakteristik ini penting dan menuntut ketrampilan serta

pertimbangan yang profesional untuk memastikan kesuksesan pembelajaran

berbasis masalah. Jika guru tidak cukup memberikan bimbingan siswa akan gagal,

dan mungkin memiliki konsepsi keliru. Jika diberikan berlebihan siswa tidak akan

mendapatkan banyak pengalaman pemecahan masalah.

Merencanakan pembelajaran berbasis masalah diawali dengan mengidentifikasi

topik, jika topik-topik tidak memiliki karakteristik spesifik maka perencanaan

menjadi kurang konkrit sehingga perlu memahami ide-ide secara detail. Langkah

selanjutnya adalah menentukan tujuan, saat merencanakan pelajaran untuk

pembelajaran berbasis masalah hendaknya kita memiliki dua jenis tujuan belajar,

Tahap ketiga adalah mengidentifikasi masalah, siswa yang terlibat dalam

pembelajaran berbasis masalah memerlukan satu masalah untuk dipecahkan,

masalah menjadi efektif jika jernih, konkrit, dan dekat dengan keseharian pribadi.

Saat memilih masalah harus berusaha menentukan apakah siswa-siswinya

memiliki cukup banyak pengetahuan awal untuk secara efektif merancang satu

Page 44: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

58

strategi demi memecahkan satu masalah tersebut sehingga perlu pengalaman terus

menerus untuk mencapai tujuan tersebut. Mereka tidak akan mampu

mengembangkan strategi untuk menghadapi masalah dan langkah ketiga

mengakses materi, jika pemecahan masalah ingin berlangsung mulus, siswa harus

memahami apa yang mereka usahakan untuk dicapai dan mereka harus memiliki

akses pada materi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalahnya.

Untuk membantu siswa memenuhi tujuan itu pembelajaran berbasis masalah

terjadi dalam empat fase yaitu :

Tabel 2.3 Fase Pembelajaran Berbasis Masalah

No Fase Deskripsi

1 Mereview dan menyajikan

masalah Guru mereview pengetahuan yang

dibutuhkan untuk memecahkan

masalah dan memberi siswa

masalah spesifik dan konkrit untuk

dipecahkan

Menarik perhatian siswa dan

menarik mereka ke dalam

pelajaran

Secara informal menilai

pengetahuan awal

Memberikan fokus konkrit

untuk pelajaran

2 Menyusun strategi

Siswa menyusun strategi untuk

memecahkan masalah dan guru

memberikan mereka umpan balik

soal strategi

Memastikan sebisa mungkin

bahwa siswa menggunakan

pendekatan berguna untuk

memecahkan masalah

3 Menerapkan strategi

Siswa menerapkan strategi mereka

saat guru secara cermat memonitor

upaya mereka dan memberikan

umpan balik

Memberi siswa pengalaman

untuk memecahkan masalah

4 Membahas dan mengevaluasi

hasil Guru membimbing diskusi tentang

upaya siswa dan hasil yang mereka

dapatkan

Memberi siswa umpan balik

tentang upaya mereka

(Sumber : Eggen, 2012: 311)

Page 45: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

59

Menurut John Dewey seperti dikutip oleh Eggen (2012: 312) metode reflektif

didalam memecahkan masalah yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati yang

dilandasi proses berpikir kearah kesimpulan- kesimpulan yang definitif melalui

lima langkah :

1) Siswa mengenal masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa itu sendiri.

2) Selanjutnya siswa menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan menentukan

masalah yang dihadapinya.

3) Lalu dia menghubungkan uraian hasil analisisnya itu atau satu sama lain dan

mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut.

Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.

4) Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan

akibatnya masing-masing.

5) Selanjutnya ia mencoba mempraktekan salah satu kemungkinan pemecahan

yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan benar tidaknya

pemecahan masalah tersebut. Bila pemecahan masalah itu kurang tepat atau

salah maka akan dicobanya kemungkinan yang lain sampai ditemukan

pemecahan masalah yang tepat. Pemecahan masalah yang benar yaitu yang

berguna untuk hidup.

Langkah-langkah tersebut tidak kaku dan mekanistik artinya tidak mutlak harus

mengikuti urutan. Siswa biasa bergerak bolak balik antara masalah dan hipotesis

kearah pembuktian, kearah kesimpulan dalam aturan batas-batas yang bervariasi,

sehingga dapat dikatakan bahwa pendekatan instruksional ini mirip dengan suatu

penelitian ilmiah di mana suatu hipotesis dapat diuji dan dirumuskan.

Page 46: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

60

Selanjutnya Dewey (Eggen, 2012: 313) menganjurkan agar bentuk isi pelajaran

hendaknya dimulai dari pengalaman siswa dan berakhir dengan pola struktur mata

pelajaran. Siswa akan bekerja karena dengan bekerja akan memberikan

pengalaman yang akan memimpin orang untuk bertindak bijaksana dan benar.

2.7 Kemampuan Siswa

Pertumbuhan individu terlihat pada bertambahnya aspek fisik yang bersifat

kuantitatif serta bertambahnya aspek psikis yang lebih bersifat kaulitatif. Dalam

kegiatan pendidikan dan pembelajaran, keduanya dilayani secara seimbang,

selaras dan serasi agar dapat terbentuknya kepribadian yang integral. Adapun

kegiatan ini dilaksanakan tidak lain untuk menghasilkan siswa dengan berbagai

kemampuan yang dapat dihandalkan nanti ketika mereka turun pada konsep nyata

yakni berkarya di dalam kehidupan masyarakat.

Fajri (2009: 134) mengemukakan bahwa kemampuan berasal dari kata mampu

yang mempunyai arti dapat atau bisa. Kemampuan juga disebut kompetensi.

Sedangkan Donald seperti dikutip oleh Sardiman (2009:73) mengemukakan

kemampuan adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan

munculnya pikiran dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.

Mampu adalah cakap dalam menjalankan tugas, mampu dan cekatan. Kata

kemampuan sama artinya dengan kecekatan. Mampu atau kecekatan adalah

kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Seseorang yang

dapat melakukan dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan mampu.

Spencer and Spencer dalam Uno (2010: 62) mendefinisikan kemampuan sebagai :

Page 47: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

61

“Karakteristik yang menonjol dari seseorang individu yang berhubungan dengan

kinerja efektif dan/superior dalam suatu pekerjaan atau situasi”.

Demikian pula apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi

lambat, juga tidak dapat dikatakan mampu. Seseorang yang mampu dalam suatu

bidang tidak ragu-ragu melakukan pekerjaan tersebut, seakan-akan tidak pernah

dipikirkan lagi bagaimana melaksanakannya, tidak ada lagi kesulitan-kesulitan

yang menghambat. Ruang lingkup kemampuan cukup luas, meliputi kegiatan

berupa perbuatan, berfikir, berbicara, melihat, dan sebagainya. Akan tetapi, dalam

pengertian sempit biasanya kemampuan lebih ditunjukkan kepada kegiatan yang

berupa perbuatan.

Menurut Uno (2010: 23) hakikat kemampuan adalah dorongan internal dan

eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan

tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang

mendukung. Dengan adanya kemampuan siswa akan lebih mudah dalam

mempelajari setiap materi yang diajarkan termasuk materi yang berkaitan dengan

mata pelajaran fisika.

Menurut Hamalik (2008: 162) kemampuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1) Kemampuan intrinsik adalah kemampuan yang tercakup di dalam situasi

belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan murid.

2) Kemampuan ekstrinsik adalah kemampuan yang hidup dalam diri siswa dan

berguna dalam situasi belajar yang fungsional.

Page 48: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

62

Berdasarkan pengertian kemampuan diatas, maka dapat ditarik suatu pengertian

bahwa kemampuan adalah kompetensi mendasar yang perlu dimiliki siswa dalam

mempelajari lingkup materi dalam suatu mata pelajaran pada jenjang tertentu.

2.8 Karakteristik Fisika SMA

Secara ontologism fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan. Fisika

adalah studi mengenai dunia anorganik fisik, sebagai lawan dari dunia organik

seperti biologi, fisiologi dan lain-lain. (Physical Science, Britannica Concise

Encyclopedia, 2006: 245). Atau dalam pengertian lain fisika adalah ilmu yang

mempelajari/mengkaji benda-benda yang ada di alam, gejala-gejala, kejadian-

kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut secara fisik dan

mencoba merumuskannya secara matematis sehingga dapat dimengerti secara

pasti oleh manusia untuk kemanfaatan umat manusia lebih lanjut. Jadi fisika

merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan sains yang mempelajari sesuatu yang

konkret dan dapat dibuktikan secara matematis dengan menggunakan rumus-

rumus persamaan yang didukung adanya penelitian yang terus dikembangkan oleh

para fisikawan.

Secara epistimologi fisika adalah bidang ilmu yang tertua, karena dimulai dari

pengamatan-pengamatan dari gerakan benda-benda langit. Terdapat dua hal saling

terkait yang tidak bisa dipisahkan di dalam fisika, yaitu pengamatan dalam

eksperimen dan telaah teori. Keduanya tidak dapat dipisahkan saling tergantung

satu sama lain. Untuk sesuatu yang baru teori bergantung pada hasil-hasil

eksperimen, tapi di sisi lain arah eksperimen dipandu dengan adanya teori.

Page 49: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

63

Awal mula adanya ilmu fisika ini lebih pada berbagai macam pertanyaan yang

timbul dalam benak manusia mengenai segala apa yang ada dan terjadi di alam ini

yang membuat manusia melakukan berbagai upaya guna mencari jawabannya.

Salah satunya adalah dengan melakukan pengamatan yang dilanjutkan dengan

penelitian yang akhirnya akan mendapatkan suatu hasil sebagai jawaban berupa

teori mengenai fenomena alam yang ada dalam hukum-hukum fisika. Tujuan

fisika adalah agar kita dapat mengerti bagian dasar dari benda-benda dan interaksi

antara benda-benda. Perkembangan ilmu fisika dalam kehidupan manusia telah

membawa manusia kepada kehidupan yang lebih baik.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-

prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA

diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan

pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar pe

serta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA

diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik

untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi

maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat dibidang

teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuandi bidang

Page 50: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

64

fisika material melalui penemuan piranti mikroelektronika yang mampu memuat

banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari

fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia

untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara

optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika.

Pembelajaran fisika pada tingkat SMA/MA, dipandang penting untuk diajarkan

sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain

memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika dimaksudkan

sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk

memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran

fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta

didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan

untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu

dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk

menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta

berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

Mata pelajaran fisika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan :

1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan

keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat

bekerjasama dengan orang lain

Page 51: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

65

3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan

dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen

percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta

mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis

4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan

deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan

berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif

maupun kuantitatif

5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan

mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk

melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ruang lingkup mata pelajaran fisika di SMA/MA merupakan pengkhususan IPA

di SMP/MTs yang menekankan pada fenomena alam dan pengukurannya dengan

perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum newton,

alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar

gelombang elektromagnetik

2. Gerak dengan analisis vektor, hukum newton tentang gerak dan gravitasi,

gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan momentum, momentum

sudut dan rotasi benda tegar, fluida, termodinamika

3. Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial dan

energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi elektromagnetik dan

Page 52: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

66

arus bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi benda hitam, teori atom,

relativitas, radioaktivitas.

2.9 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian berkenaan dengan penerapan model pembelajaran kontekstual adalah

Penelitian yang dilakukan oleh :

1. Aditia Putra, mahasiswa S2 Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang,

dengan judul: Pengaruh model pembelajaran kontekstual ditinjau dari bakat

numeric dalam meningkatkan prestasi belajar matematika di kelas VIII SMP

Negeri 11 Denpasar.

2. Subarinah, mahasiswa S2 Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

dengan judul : Upaya meningkatkan hasil belajar fisika siswa di MTs Negeri 3

Pondok Pinang-Jakarta tahun pelajaran 2007-2008.

3. Bajawati, mahasiswa S2 Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung, dengan judul : Pengembangan Model

Pembelajaran Problem Based Learning Pada Pembelajaran Sejarah di SMA

Negeri 13 Bandar Lampung. Kesimpulan penelitian tersebut menyatakan

bahwa PBL sebagai model pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan

hasil belajar siswa.

4. Penelitian Aryulina Amir, mahasiswa S2 Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dengan judul :

Penggunaan Model Problem Based Learning dalam Upaya Meningkatkan

Sikap Berpikir Kritis di Kelas X Akselerasi SMA Negeri 2 Bandar Lampung.

Page 53: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

67

5. Sunaryo, mahasiswa S2 Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung, dengan judul : “Penggunaan Model

Pembelajaran Problem Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan

Berpikir Kritis Mata Pelajaran Sejarah Siswa Kelas XI IPS 1 dan XI IPS 2

Semester Ganjil di SMA Negeri 13 Bandar lampung. Kesimpulan penelitian

tersebut menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis mata pelajaran sejarah

di kelas XI IPS I mengalami peningkatan.

6. Journal Universitas Negeri Semarang (http://journal.unnes.ac.id/nju/ind)

Sudarisman, Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Variasi Metode

Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Biologi.

Kesimpulan penelitian tersebut menyatakan bahwa implementasi pendekatan

CTL dengan metode problem solving dapat meningkatkan kelima aspek

kualitas pembelajaran, meliputi performance guru, fasilitas pembelajaran,

iklim kelas, sikap dan motivasi belajar siswa.

2.10 Kerangka Berpikir

Di dalam pelaksanaan pembelajaran kepada siswa, guru memiliki kewajiban

untuk dapat melaksanakan kegiatan tersebut dengan baik dan profesional. Oleh

karena itu, guru harus kreatif dan inovatif dalam pelaksanaan pembelajaran

dengan menampilkan model-model pembelajaran inovatif yang dapat merangsang

siswa untuk berpikir secara kritis, sehingga siswa mampu memecahkan masalah

dalam proses pembelajarannya dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil

belajarnya.

Page 54: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

68

Penggunaan model pembelajaran kontekstual diharapkan mampu meningkatkan

daya serap dan juga animo siswa untuk belajar mata pelajaran fisika, sehingga

pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan mata

pelajaran fisika selain mata pelajaran yang penting juga merupakan mata pelajaran

ciri khas jurusan yang diujikan secara nasional yang turut menentukan kelulusan

siswa.

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan materi

pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik

dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga

siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen

pembelajaran yakni kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),

menyelidiki (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan

(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).

Di dalam pelaksanaan model pembelajaran kontekstual, guru dan buku bukan

merupakan sumber dan media sentral, demikian pula guru tidak dipandang

sebagai orang yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi

berbagai pertanyaan siswa yang terkait dengan lingkungan baik tradisional

maupun modern.

Inti dari pembelajaran kontekstual adalah keterkaitan setiap materi atau topik

pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya dapat dilakukan

berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung

terkait dengan kondisi faktual, juga dapat disiasati dengan pemberian ilustrasi atau

Page 55: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

69

contoh, sumber belajar, media dan lain sebagainya yang memang baik secara

langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman

hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan

dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari

dirasakan langsung manfaatnya.

Selain menggunakan model pembelajaran kontekstual, di dalam mengajarkan

mata pelajaran fisika juga dapat menggunakan model pembelajaran berbasis

masalah. Pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model pembelajaran

yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan ketrampilan

pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri, (Serafino & Ciccelli, 2005 dalam

Paul Eggen, 2012: 310). Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah memiliki tiga karakteristik yaitu pelajaran

berfokus pada memecahkan masalah, tanggung jawab untuk memecahkan

masalah bertumpu pada siswa dan guru mendukung proses saat siswa

mengerjakan masalah.

Langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah yang

kemudian dia namakan pemecahan masalah (problem solving), yaitu : (1)

merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan

dipecahkan; (2) menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah

secara kritis dari berbagai sudut pandang; (3) merumuskan hipotesis, yaitu

langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan

pengetahuan yang dimilikinya; (4) mengumpulkan data, yaitu langkah siswa

mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan

Page 56: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

70

masalah; (5) pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau

merumuskan kesimpulan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dari rumusan

kesimpulan; (6) merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah

siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan

hasil penggujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Berdasarkan kerangka berpikir ini maka pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran berbasis masalah

dipandang mampu memecahkan permasalahan tentang rendahnya prestasi belajar

siswa pada mata pelajaran fisika khususnya siswa kelas XII IPA di SMA Negeri

13 Bandar Lampung.

Langkah pemecahannya adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

KONDISI AWAL

TINDAKAN

KONDISI AKHIR

- Pembelajaran menggunakan

model klasik

- Prestasi belajar siswa rendah

Perbedaan prestasi belajar

siswa menggunakan model

pembelajaran kontekstual

dan model pembelajaran

berbasis masalah

Proses tindakan/pembelajaran

menggunakan model

pembelajaran kontekstual dan

model pembelajaran berbasis

masalah

Page 57: II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 ...digilib.unila.ac.id/3838/17/BAB II.pdfpendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai

71

2.11 Hipotesis

Hipotesis di dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. Terdapat interaksi antara model pembelajaran kontekstual dan berbasis

masalah dan kemampuan awal dengan prestasi belajar pada mata pelajaran

fisika siswa Kelas XII IPA di SMA Negeri 13 Bandar Lampung.

2. Terdapat perbedaan rata-rata prestasi belajar siswa yang belajar menggunakan

model pembelajaran kontekstual dan berbasis masalah dengan kemampuan

awal pada mata pelajaran fisika siswa Kelas XII IPA di SMA Negeri 13

Bandar Lampung.

3. Terdapat perbedaan rata-rata prestasi belajar siswa yang belajar menggunakan

model pembelajaran kontekstual dan berbasis masalah dengan kemampuan

awal tinggi pada mata pelajaran fisika siswa Kelas XII IPA di SMA Negeri 13

Bandar Lampung.

4. Terdapat perbedaan rata-rata prestasi belajar siswa yang belajar menggunakan

model pembelajaran kontekstual dan berbasis masalah dengan kemampuan

awal rendah pada mata pelajaran fisika siswa Kelas XII IPA di SMA Negeri

13 Bandar Lampung.