if i were...., i would

7
If I Were…, I Would… (Sudah diipublikasikan di Media Informasi dan Komunikasi Undana, no. 144/ November 2010) (Gusti Omkang. Hingmane, mahasiswa FKIP Bahasa Inggris, Undana) Melihat keterbelakangan propinsi kita dalam dunia pendidikan, banyak masyarakat dalam propinsi kita yang mengeluh, dan propinsi lain bahkan negara lain (Damian Paskal Lelo, mahasiswa dari Portugal (dalam Timor Express, Senin, 19 Juli 2010)) pun angkat bicara dan bertanya, ada apa dengan propinsi NTT, sehingga pendidikannya sangat memprihatinkan? Apa saja yang dilakukan oleh para pejabat yang bergigi di propinsi itu? Dan apa yang sedang mereka lakukan terhadap pendidikan di propinsi ini? Kalau kita melihat keadaan sekarang, para pejabat yang bergigi mulai tidak menggubris tentang pendidikan di propinsi ini. Mereka telah bosan, atau hal ini telah menjadi basi untuk dibicarakan. Sebagai contoh konkrit, kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah bersama Perguruan Tinggi untuk dapat menyelesaikan problema pendidikan di NTT ini masih terkubur rapat, masih belum diketahui apanya yang salah dan bagaimana solusinya. Di samping itu, yang sangat memprihatinkan, pemerintah masih memfokuskan ke hal-hal yang

Upload: gusti

Post on 08-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

IF I WERE, I WOULD

TRANSCRIPT

IF I WERE, I COULD

If I Were, I Would (Sudah diipublikasikan di Media Informasi dan Komunikasi Undana, no. 144/ November 2010)

(Gusti Omkang. Hingmane, mahasiswa FKIP Bahasa Inggris, Undana)Melihat keterbelakangan propinsi kita dalam dunia pendidikan, banyak masyarakat dalam propinsi kita yang mengeluh, dan propinsi lain bahkan negara lain (Damian Paskal Lelo, mahasiswa dari Portugal (dalam Timor Express, Senin, 19 Juli 2010)) pun angkat bicara dan bertanya, ada apa dengan propinsi NTT, sehingga pendidikannya sangat memprihatinkan? Apa saja yang dilakukan oleh para pejabat yang bergigi di propinsi itu? Dan apa yang sedang mereka lakukan terhadap pendidikan di propinsi ini?Kalau kita melihat keadaan sekarang, para pejabat yang bergigi mulai tidak menggubris tentang pendidikan di propinsi ini. Mereka telah bosan, atau hal ini telah menjadi basi untuk dibicarakan. Sebagai contoh konkrit, kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah bersama Perguruan Tinggi untuk dapat menyelesaikan problema pendidikan di NTT ini masih terkubur rapat, masih belum diketahui apanya yang salah dan bagaimana solusinya. Di samping itu, yang sangat memprihatinkan, pemerintah masih memfokuskan ke hal-hal yang bukan menunjang pendidikan secara langsung, yang dapat kita lihat, dimana propinsi ini akan dijadikan sebagai propinsi ternak, propinsi koperasi, propinsi cendana, dan propinsi jagung. Pemerintah bukan mencari usahan untuk memajukan pendidikan kita, malahan mengurus hal-hal yang bukan berhubungan dengan pendidikan. Karena menurut saya ketidakberdayaan rakyat disebabkan oleh rendahnya mutu pendidikan. Pendidikan yang rendah menyebabkan rakyat tidak mengenal hak-hak asasinya, yaitu hak-hak politik, hak-hak ekonomi, dan hak-hak sebagai manusia.

Perlu kita acungi jempol buat beberapa yayasan yang sampai sekarang masih gencar-gencarnya membicarakan tentang pendidikan, sebagaimana yang dimuat oleh harian Timor Express, yakni pada senin 12 Juli 2010, oleh Blok Politik Masyarakat Sipil (BPMS) dan Bengkel Appek (Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung) dengan topik Pendidikan dan Tranformasi Pembangunan Melalui Pengelolaan Sumber Daya Alam. Dari kegiatan seminar tersebut bertanda bahwa mereka sangat peduli dengan pendidikan. Berkaitan dengan kegiatan yang sejenis ini, saya sering sangat kecewa dengan beberapa pejabat yang jikalau ada kegiatan seminar yang berhubungan dengan pendidikan, mereka sering mengabsenkan diri, dengan berbagai alasan. Pertanyaanya, apa sebenarnya yang ditakutkan, sehingga sampai tidak menghadirkan diri dalam kegiatan-kegiatan tersebut? Takut dikritik? Takut dibilang tidak bertanggungjawab? Atau takut dibilang tidak berkompoten? Atau alasan apa lagi? Saya pikir, kita jangan lari dari kenyataan dan menggonggong orang dengan sembarang, yakni menyalahkan satu dengan yang lain ketika kelulusan di propinsi ini sangat merosot. Apakah cara itu yang disebut pemimpin? Sebagai seorang pemimpin, setidak-tidaknya datang menhadiri seminar tersebut, bila perlu memberikan penjelasan kepada publik tentang masalah-masalah yang menjatuhkan bahkan mencoreng propinsi ini, bila perlu menghimbau kepada seluruh peserta seminar untuk secara bersama-sama memperbaiki pendidikan kita ini. Dan yang lebih penting adalah menerima kritikan-krtikan yang berhubungan dengan transformasi pendidikan ke depannya. Saya pikir poin yang terakhir ini yang belum dimiliki oleh pemimpin-pemimpin yang bergigi di propinsi ini, karena lewat kritikan-kritikan tersebut kita akan dibentuk dan pasti lebih baik lagi. If I Were a President, I Would Instruct to.Melihat keadaan di atas, maka saya berandai-andai sebagai seorang presiden yang mempunyai otoritas di negeri ini, dan akan aku tunjukkan kepada semua negara yang ada di dunia ini, bahwa bangsa Indonesia, rakyatnya tidak sebodoh yang dibicarakan, tidak semiskin yang dilihat, dan tidak yang lainnya, tetapi bangsa ini pendidikannya yang dinomorsekiankan oleh para little leaders. Maka dari itu, saya akan mengistruksikan kepada semua little leaders yang terkait dengan pendidikan, seperti menteri pendidikan, para gubernur, para walikota, para bupati, para lurah, para camat, para kepala desa, sampai pada RT/RW untuk secara bersama-sama memperhatikan pendidikan di negeri ini.Instruksi pertama, kepada menteri pendidikan, sesuai dengan dengan keotonomian daerah maka untuk penentuan kelulusan harus dikembalikan ke sekolah-sekolah karena sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (penentuan kelulusan harus didesentralisasikan bukan disentralisaikan), hal itu dikarenakakn juga sekolahlah yang mengenal para peserta didik. Itu harus dilakukan! Apabila, menteri pendidikan tersebut melawan atau tidak setuju, maka saya harus pecat secara tidak hormat. Kemudian, saya akan memilih menteri pendidikan yang berkompoten (yang mengerti tentang zig-zag-nya pendidikan di negri ini), nasionalisme, dan loyalitasnya tinggi. Jika tidak, maka hancurlah pendidikan dan bangsa secara umum. Instruksi kedua, kepada seluruh gubernur. Para gubernur diharuskan seluruh progarmnya adalah berbicara tentang pendidikan, jika tidak gubernur saya panggil dan saya peringatkan, bahkan perlu saya berikan lampu merah, jika salah atau melawan saya buikan dia. Saya juga akan menginstruksikan kepada semua gubernur, berikan beasiswa sebagai stimulus buat para pelajar yang berprestasi, bahkan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh siswa yang membanggakan daerahnya masing-masing. Cuma dengan hal itu, para pelajar kita akan terus termotivasi dan dihargai. Jika didapati anak-anak yang usia sekolah, tetapi tidak, bahkan belum sama sekali menginjakkan kakinya di lembaga pendidikan, maka para gubernur saya akan panggil dan mengistruksikan kepada mereka, agar dana yang ada pada RAPD itu digunakan untuk membangun sekolah-sekolah buat mereka, membuatkan perpustakaan untuk mereka, memberikan beasiswa kepada keluarga yang tidak mampu dan lain sebagainya. Saya juga akan memperhatikan keadaan para guru lewat gubernur yang ada di negeri ini. Selain itu, saya juga akan mengistruksikan kepada semua gubernur untuk meningkatkan kesejahtaraan para guru, baik itu guru PNS maupun non PNS, karena mereka semua adalah lilin-lilin bangsa yang dapat menerangi kegelapan di negeri ini. Instruksi ketiga, saya akan memanggil semua wali kota, bupati, lurah bahkan camat untuk secara bersama-sama berdiskusi di gedung putih, dalam hal memtransformasikan pendidikan di negeri ini. Bila perlu, saya mengistruksikan kepada mereka untuk selalu turun ke sekolah-sekolah, bahkan ke rumah-rumah rakyat untuk mendengar aspirasi mereka, bukan hanya pada pemilihan umum baru turun ke rumah-rumah mereka untuk mencari suara. Setelah dari itu, memanifest apa yang diharapkan dari mereka. Kepada para little leaders, saya instruksikan untuk segerah menutup program akta mengajar yang ada di daerah-daerah, di negeri ini. Jika tidak, pendidikan ini akan hancur, dikarenakan oleh orang yang bukan berjiwa pendidikan dipaksakan untuk mendidik. Karena berbicara pendidikan bukan masalah pengetahuan, tetapi berbagai hal yang berhubungan dengan peresrta didik.

Andaikata, para gubernur, wali kota, bupati, lurah, camat, RT/RW mempunyai jiwa nasionalisme, jiwa kenegaraan, seharusnya mengikuti instruksi saya sebagai presiden, yang adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Dan sebagai seorang little leaders seharusnya bermuka tebal kalau melakukan sesuatu lewat komando. Anda, para little leaders harus tunjukkkan kepada daerah yang satu dengan daerah yang lain atau bahkan kepada saya (presiden), bahwa anda peduli dengan pendidikan, dengan cara memprioritaskan program pendidikan sebagai hal yang sangat pokok dari program yang lain. Singkat kata, program-program yang tidak memanusiakan manusia harus dihapus, dan hanya berfokus pada pendidikan saja. Ayo, tunjukkanlah bahwa daerahmu ini tidak tertinggal, tidak bodoh, tidak miskin dan tidak yang lainnya! Hanya dengan pendidikan, saya yakin bangsa kita akan maju dengan sangat drastis. Secara otomatis bangsa tidak akan menggantungkan diri pada bangsa yang lainnya. Selain itu, propinsi-propinsi kita juga tidak akan dikategori sebagi propinsi yang terbelakang tingkat SDM. Saya yakin, banyak orang dari bangsa lain dan daerah lain akan berdatangan di negeri kita untuk menimba ilmu. Saya selaku presiden akan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada little leaders yang mendengar saya dan berusaha memajukan pendidikan di daerahnya. Dan saya akan menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk mendukungmu, bilah perlu memilih kembali untuk menduduki bangku jabatan tersebut sampai selama-lamanya. Jayahlah pendidikan kita, jayakanlah negeri kita, jayakanlah propinsi kita! Merdeka!