idiopathic thrombocytopenic purpura
DESCRIPTION
idiopathic thrombocytopenic purpuraTRANSCRIPT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Kampus II Ukrida Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510
Thirumurugan a/l Nyanasegram
102009334 C4
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
AbstrakAbstrak: Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) merupakan suatu kelainan yang berupa
gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran
trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibody terhadap
trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglobulin G. Trombositopenia didefinisikan sebagai
jumlah trombosit kurang dari 100 000/mm3.Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan
akibat berkurangnya produksi atau meningkatkan penghancuran trombosit. Namun, umumnya
tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100 000/mm3 dan lebih lanjut
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti leukemia
atau penyakit hati. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang memanjang akibat trauma
ringan terjadi pada kadar trombosit kurang dari 50 000/mm3. Petekie merupakan manifestasi
utama, dengan jumlah utama trombosit kurang dari 30 000/mm3. Terjadi perdarahan mukosa,
jaringan dalam, dan intracranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20 000, dan memerlukan
tindakan segera untuk mencegah perdarahan dan kematian. 1
Kata kunci: idiopatik trombositopenia purpura, perdarahan ringan,
penyakit autoimun
PendahuluanPurpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) merupakan suatu kelainan didapat yang berupa
gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh kerana adanya penghancuran
trombosit secara dini dalam system retikuloendotel akbat adanya autoantibodi terhadap trombosit
yang biasanya berasal dari Immunoglobulin G. Adanya trombositopenia pada PTI ini akan
mengakibatkan gangguan pada system hemostasis kerana trombosit bersama dengan system
vascular faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis
normal. Manifestasi klinis PTI sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan,
sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian fatal. Kadang juga asimptomatik. Oleh
karena merupakan suatu penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan pilihan
konvensional dalam pengobatan PTI. Pengobatan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan
mengatasi penyakit yang mendasari PTI sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan
penanganan akibat perdarahan fatal, atau pun penanganan-penanganan pasien yang gagal atau
relaps. Pembahasan ini akan disajikan pegangan mengenai diagnosis klinis dan laboratorium,
epidemiologi, patofisiologi, menilai dan menentukan respons terhadap pengobatan dan penangan
kasus-kasus refrakter. Berdasarkan etiologi, PTI dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan
sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama
dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya
terjadi pada orang dewasa). Diperkirakan insidensi PTI terjadi pada 100 kasus per 1 juta
penduduk per tahun, dan kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak. Idiopathic
Thromboscytopenic Purpura terjadi bila trombosit mengalami destruksi secara premature sebagai
hasil dari deposisi autoantibodi atau kompleks imun dalam membrane system retikuloendotel
limpa dan umumnya di hati.2
Skenario
Nn.An, 29 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan pada daerah lengan kanan dan kirinya,
serta kaki kanan dan kirinya timbul bintik-bintik merah di sadari sejak 3 hari yang lalu. Pasien
juga mengatakan mengalami mimisan dan gusi berdarah beberapa kali. Pasien tidak mengalami
demam, mual, muntah, sakit pada bagian tubuh. Riwayat menstruasi baik lamanya maupun
darah yang keluar masih dalam batas wajar. Pasien tidak sedang konsumsi obat apapun saat ini.
Menurut pasien tidak ada keluarga yang memiliki penyakit serupa.
PF: ku: tampak sakit ringan, kesadaran: CM, TB: 170 cm. BB:72kg. TD: 110/80mm Hg, T:36.7
derajat Celcius, N: 90x/m, RR: 18x/m, mata: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
hidung: cavum nasi lapang, secret-, darah-, polip-, dorsum nasi krepitus-, leher: KGB tidak
teraba membesar, thorak cor/pulmo: dalam batas normal, thorak cor/pulmo: dalam batas normal,
abdomen: dalam batas normal, Hepar/Lien tidak teraba membesar, ekstremitas superior: ptekiea
+/+, ekstremitas inferior: petikie +/+
Lab: Hb: 12g/dL, L:9000/uL, T:35 000/uL, Ht: 36%, PT dan aPTT: normal
Hipotesis
Nn.AN dengan keluhan perdarahan di ekstremitas, juga mengalami mimisan dan gusi berdarah,
tanpa penyebab yang jelas, di duga mengalami idiopatik trombositopenia purpura.
AnamnesisAnamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung kepada
pasien (autoanamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain (alloanamnesis) misalnya ibu
bapa atau pengantar. Anamnesis merupakan bagian terpenting untuk menentukan diagnosisi dan
pemeriksaan klinis. Dengan anamnesis ini didapatkan data subjektif, pihak pasien diberi
kesempatan untuk mengingat kembali dan menceritakan secara rinci masalah kesehatan yang
dihidapi pasien termasuk keluhan utama, keluhan tambahan, tanda-tanda timbul, riwayat
terjadinya keluhan dan tanda sampai pasien datang berobat.
I. Identitas
Identitas pasien diperlukan untuk memastikan bahwa benar-benar pasien tersebut yang
dimaksudkan dan tidak keliru. Bermula dengan nama pasien, sebaiknya dicantumkan dengan
nama orang tua. Seterusnya umur, jenis kelamin, nama pasien, alamat, pekerjaan pasien,
agama dan suku.
II. Keluhan utama atau riwayat penyakit sekarang
Biasanya ditanyakan keluhan utama yaitu keluhan yang menyebabkan pasien datang
berobat. Riwayat perjalanan penyakit harus diketahui dengan jelas. Umumnya, mencakup
lamanya keluhan, bagaimana terjadinya keluhan; mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus,
hilang timbul atau berhubungan dengan waktu. Selain itu, sifat keluhan; keluhan bersifat
menetap atau menjalar, berat ringannya keluhan dan perkembangannya dan riwayat penyakit
terdahulu. Riwayat keluarga boleh ditanyakan sama ada, ada atau tidak saudara sedarah yang
mengalami keluhan yang sama dan apakah upaya yang telah dilakukan dan bagaimana
hasilnya.
III. Riwayat penyakit terdahulu
Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan sebelum terjadi trauma, apabila terjadi
perdarahan di kulit sebelumnya ditanyakan apakah perdarahan itu terjadi sebelum atau
setelah kecelakaan tersebut, dan ditanyakan juga riwayat pembekuan darah atau penggunaan
antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.
IV. Riwayat social
Pemeriksa boleh menanyakan pada pasien mengenai aktivitas sehariannya.
V. Riwayat keluarga
Untuk riwayat keluarga, biasanya boleh diambil data keluarga sama ada pernah tidak
menghidap trombositopenia, penyakit jantung, hipertensi malignant. Selain itu, boleh ditanya
corak reproduksi ibu dan lingkungan perumahan.3
Antara ananmesis yang perlu ditanyakan pada pasien ini adalah:
1. Matanya merah atau tidak
2. Scleranya ikterik atau tidak
3. Pernah mengalami hipertensi yang malignant
4. Hidungnya terjadi perdarahan atau tidak
5. Kelainan jantung bawaan atau didapat
6. Penyakit lain seperti sirosis hati
7. Konsumsi obat –obat yang memperpanjangkan perdarahan
PemeriksaanA) Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tanda vital :
Suhu tubuh
Tekanan darah
Denyut nadi
Frekuensi nafas/RR
2) Pemeriksaan Hidung dan Mukosa
Pasien diperiksa hidung dan mukosanya untuk memeriksa terjadi perdarahn ekimosis atau tidak.
Salah satu ciri khas trombositopenia adalah perdarahan di gusi dan hidung.
3) Pemeriksaan Abdomen
Pasien diperiksa kondisi abdomennya khususnya hepar dan lien sama ada ia membesar atau
tidak. Pemeriksaan hepar dan lien harus dilaporkan konsistensinya, tajamnya, besarnya dan
permukaan. Pada kasus ini, jika keadaan parah, kita bias meraba pembesaran liennya iaitu
splenomegaly.
4) Pemeriksaan urogenital
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi pasien mengalami menorrhea dan hematuria.
5) Pemeriksaan Tourniquet Test for Capillary Fragility
Sebuah tes tourniquet (juga dikenal sebagai Test Rumpel-Leede kapiler-Kerapuhan atau
hanya uji kerapuhan kapiler) menentukan kapiler kerapuhan. Ini adalah
klinis diagnostik metode untuk menentukan pasien berdarah kecenderungan. Ini menilai
kerapuhan dinding kapiler dan digunakan untuk
mengidentifikasi trombositopenia (dengan pengurangan platelet count). Tes ini
didefinisikan oleh WHO sebagai salah satu syarat yang diperlukan untuk
diagnosis demam berdarah . Sebuah manset tekanan darah diterapkan dan meningkat ke
titik antara sistolik dan diastolik tekanan darah selama lima menit. Tes ini positif jika ada
10 atau lebih petechiae per inci persegi. Tes ini tidak memiliki spesifisitas tinggi. Faktor
campur dengan tes ini adalah perempuan yang pramenstruasi, postmenstrual dan tidak
mengambil hormon, atau mereka yang memiliki kulit yang rusak matahari, karena semua
akan mengalami peningkatan kerapuhan kapiler. Tes ini tetap merupakan bagian penting
dari penilaian seorang pasien yang mungkin memiliki demam berdarah dengue .
Fragilitas kapilari biasanya meningkat dalam (a) platelet disorders, contohnya,
autoimmune thrombocytopenic purpura and platelet dysfunction, and (b) vascular
disorders, such as scurvy and senile purpura.4
B) Pemeriksaan Penunjang
Hallmark untuk penyakit adalah thrombocytopenia, dengan hitungan platlet yang kurand dari 10
000/ mcL. Complete blood count yang lain seperti Hb dan Ht adalah normal kecuali untuk
anemia ringan yang bisa diperjelaskan oleh perdarahan dan hemolisis yang berkaitan.
Pemeriksaan sel darah perifer, didapati morfologi normal kecuali platelets mengalami sedikit
pembesaran ( megathrombocytes). Platelets yang besar ini adalah platelet muda dihasilkan oleh
karena respon tubuh terhadap peningkatan desktuksi platelet. Pemeriksaan sumsum tulang
didapati normal dengan peningkatan jumlah megakaryocytes atau bisa jumlahnya normal.5
DiagnosisWorking Diagnosis
Tabel 1 menunjukkan ringkasan data pasien dalam kasus tersebut
Pemeriksaan Observasi
Pemeriksaan Fisik Sakit ringan
Kesadaran Compos Mentis
Tekanan darah 110/80mm Hg
Suhu badan 36.7 derajat Celcius
Nadi 90x/m
Respiration Rate 18x/m
Pemeriksaan mata Konjungtiva tidak anemis; sclera tidak ikterik
Pemeriksaan hidung Cavum nasi lapang, secret-, darah-, polip-,
dorsum nasi krepitus-
Pemeriksaan leher KGB tidak teraba membesar
Pemeriksaan thorax/cor Dalam batas normal
Pemeriksaan abdomen Hepar dan lien tidak teraba membesar
Ektremitas superior Ptekie +/+
Ekstremitas inferior Ptekie +/+
Tabel 2 menunjukkan hasil pemeriksaan lab darah pasien
Pemeriksaan Lab Hasil Lab
Hb 12g/dL
L 9000/uL
T 35 000/uL
Ht 36%
PT Normal
aPTT Normal
Berdasarkan pemeriksaan di atas, Nn. An di duga mengalami penyakit idiopatik trombositopenia
purpura. Disebutkan idiopatik kerana pada anamnesis, beliau memberitahu dokter bahawa dia
tidak mengalami demam, mual muntah, sakit pada bagian tubuh, menstruasinya normal dan tidak
mengkonsumsi sebarang obat. Tidak ada causa yang jelas.
Manifestasi klinis
ITP akut
-lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, onset penyakit biasanya mendadak,
perdarahan berulang diawali dengan riwayat infeksi. Sering dijumpai eksantem pada anak-anak
(rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus merupakan 90%
dari kasus pediatrik ITP. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan, perdarahan
intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun
dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit yang lebih fulminan.
ITP kronik
Onset ITP kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan sampai sedang,
infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, dan memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif.
Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin
intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tidak lengkap.
Gambar 1. Petekie dan purpura pada pasien lelaki dengan ITP6
Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie, purpura. Pada umumnya berat dan
frekwensi perdarahan berkolerasi dengan jumlah trombosit.6
Tabel 3 menunjukkan hubungan antara jumlah trombosit dan gejala yang timbul pada ITP6
Jumlah trombosit Gejala
AT > 50.000/mL Asimtomatik
AT 30.000-50.000/mL Luka memar/hematom
AT 10.000-30.000/mL Perdarahan spontan, menoragi dan
perdarahan memanjang bila ada luka
AT < 10.000/mL Perdarahan mukosa(epistaksis, perdarahan
gastrointestinal dan genitouria), resiko
perdarahan sistem saraf pusat.
Differential Diagnosis
Tabel 4 menunjukkan diagnosis banding terhadapa kasus ITP7
Diagnosis Differentiating
Signs/Symptoms
Differentiating tests
Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC)
DIC adalah kelainan koagulasi
yang didapati dalam setting
kondisi penyakit lain seperti
sepsis, trauma, malignancy,
pregnancy, and amniotic fluid
embolism. Seringkali pasien
tampak sakit dengan
perdarahan yang signifikan
oleh karena defek koagulasi.
CBC menunjukkan gambaran
microangiopathic dengan
anemia, thrombocytopenia,
fragmented red
cells(schistocytes) dalam
blood smear.
Prolonged prothrombin time
dan activated partial
thromboplastin time.
Elevated D-dimer.
Drug-induced
Thrombocytopenia
-Riwayat pengambilan obat
dan herbal dari pasien harus
diambil untuk
mengidentifikasi obat yang
Diagnosis adalah clinical.
berpotensi menyebabkan
penyakit ini.
- Contoh obat adalah kuinidin,
quinine, rifampin dan baktrim.
Herbal remedies seperti air
tonik(contains quinine) and
tahini (a component of
hummus)
-Thrombocytopenia akan
resolusi jika obat dihentikan.
Antiphospholipid Syndrome -Vascular thrombosis
-Pregnancy morbidity
-Kehadiran antiphospholipid
antibodies dalam darah.
Etiologi
Penyebab dari ITP tidak diketahu secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan
antibody yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. Penyakit ini diduga
melibatkan antibody yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibody
adalah respons tubuh yang sehat terhadapa bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi
untuk penderita ITP, antibodinya bahkan memyerang keeping darah tubuhnya sendiri.
ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau
obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi panas), diseminata (KID) autoimun. Berdasarkan
etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan
penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya
terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa).
Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman
keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda
penyakit dan faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut:
purpura, pendarahan haid daraj yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung,
pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau
lebam.8
Epidemiologi
Insiden PTI pada anak antara 4.0-5.3 per 100 000, PTI akut umumnya terjadi pada anak-anak
usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan PTI akut berkembang menjadi kronik 15-20%.
Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) pada anak berkembang menjadi bentuk PTI kronik
pada beberapa kasus meyerupai PTI dewasa yang khas. Insidensi PTI kronis pada anak
diperkirakan 0.46 per 100 000 anak per tahun.
Insidensi PTI kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5.8-6.6 per
100 000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Purpura Trombositopenia Idiopatik
(PTI) kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 40-45
tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien PTI akut sedangkan pada
PTI kronik adalah 2-3:1
Pasien PTI refrakter didefinisikan sebagai suatu PTI yang gagal diterapi dengan kortikosteroid
dosis standard dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit di
bawah normal atau ada perdarahan. Pasien PTI refrakter ditemukan kira-kira 25-30 persen dari
jumlah pasien PTI. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi dengan
morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.9
Patofisiologi
Sindrom PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berkaitan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklir
melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama mengidentifikasi
membrane trombosit glikoprotein IIb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan
mendemostrasikan bahwa elusi autoantibodi dari trombosit pasien PTI berikatan dengan
trombosit normal.
Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat kejadian transient
trombositopeni pada neonates yang lahir dari ibu yang menderita PTI, dan perkiraan ini
didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfuse
plasma kaya IgG, dari seorang pasien PTI. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG
akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor
FcG yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi
mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain,
produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti
autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang (intramedullary), atau karena hambatan
pembentukan megakariosit (megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak meningkat,
meningkat adanya masa megakariosit normal.
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibody PTI untuk
berikatan dengan trombosit yang secara genetic kekurangan kompleks glikoprotein IIb/IIIa.
Kemudian berhasil diidentifikasikan antibody yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX, Ia/IIa, IV
dan V dan determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibody yang bereaksi terhadap
berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan
dipicu oleh antibody, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat
produksi antibody yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni.
Secara alamiah, antibody terhadap kompleks glikoprotein IIb/IIIa memperlihatkan restriksi
penggunaan rantai ringan, sedangkan antibody yang berasal dari display phage menunjukkan
penggunaan gen VH. Pelacakan pada daerah yang berikatan dengan antigen dari antibodi-antibodi
ini menunjukkan bahwa antibody tersebut berasal dari klon sel B yang mengalami seleksi
afinitas yang diperantarai antigen dan melalui mutasi somatic. Pasien PTI dewasa sering
menunjukkan peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah reseptor interleukin 2
dan peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi precursor sel T helper dan sel T helper
tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan merangsang sintesis anibodi setelah terpapar fragmen
glikoprotein IIb/IIIa tetapi bukan karena terpapar oleh protein alami. Penurunan epitope kriptip
ini secara in vivo dan alas an aktivasi sel T yang bertahan lama tidak diketahui dengan pasti.
Dari gambar 1 dapat memperjelas bahwa, faktor yang memicu produksi autoantibodi tidak
diketahui. Kebanyakan pasien mempunyai antibody terhadap glikoprotein pada permukaan
trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya glikoprotein IIb/IIIa
dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibody yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum
terbentuk pada tahap ini (1). Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel
penyaji antigen ( makrofag atau sel dendritic) melalui reseptor FcG kemudian mengalami proses
internalisasi dan degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa,
tetapi juga memproduksi epitope kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain (3). Sel penyaji
yang teraktivasi (4) mengekspresikan peptide baru pada permukaan sel dengan bantuan
kostimulasi (yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD40) dan sitokin yang
berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T cell clone (T-cell clone-1) dan
spesifitas tambahan (T-cell clone-2) (5). Reseptor sel immunoglobulin sel B yang mengenali
antigen trombosit (B-cell clone-2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis
antiglikoprotein 1b/IX antibody dan juga meningkatkan produksi anti-glikoprotein IIb/IIIa
antibody oleh B-cell clone 1.10
Gambar 2 menunjukkan patofisiologi PTI10
PenatalaksanaanNon medika mentosa
- Terapi umum meliputi hindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma terutama
trauma kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit.
Medika mentosa
Terapi Awal PTI (Standar)
Prednison. Terapi awal PTI dengan prednisolon atau prednisone dosis 1,0-1,5mg/kgBB/hari
selama 2 minggu. Respons terapi prednisone terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi
dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian
dilakukan tapering.Tabel 4 menunjukkan kriteria respons pengobatan dengan kortikosteroid11
Respons awal Peningkatan AT ≥ 30.000/µL, AT ≥
50.000/µL setelah 10 hari terapi awal,
terhentinya perdarahan
Tidak berespon Peningkatan AT ≤ 30.000/µL, AT ≤
50.000/µL setelah terapi 10 hari
Respon menetap AT menetap > 50.000/µL setelah 6 bulan
follow up
Pasien yang simtomatik persisten dan trombositopenia berat (AT < 10.000/µL) setelah mendapat
terapi prednisone perlu dipertimbangkan untuk splenektomi.
Imunoglobulin intravena.
IgIV diberikan dengan dosis 1 g/kg/hari selama 2-3 hari berturut-turut apabila terdapat
perdarahan internal, saat AT < 5.000/µL walaupun setelah pemberian kortikosteroid, atau adanya
purpura yang progresif. Gagal ginjal dan insufisiensi paru dapat terjadi serta syok anafilaktik
pada penderita yang mempunyai defisiensi IgA kongenital.
Splenektomi. Tujuan splenektomi adalah menghilangkan tempat antibodi yang merusak
trombosit dan menghilangkan produksi antibodi antitrombin. Splenektomi dilakukan apabila
terjadi kegagalan respon kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit terus menerus dengan
indikasi yaitu :
1.Bila AT < 50.000/µL setelah 4 minggu setelah terapi.
2.AT tidak menjadi normal setelah 6-8 minggu terapi(karena problem efek samping).
3. AT normal tetapi menurun bila dosis dikurangi (tapering off).
Respons post splenektomi
Tabel 5 menunjukkan Respons post splenektomi11
Tak ada respons – gagal mempertahankan AT ≥ 50.000/µL beberapa waktu setelah
splenektomi
Relaps – AT turun < 50.000/µL
Terapi PTI Kronik Refrakter
Pasien kronik refrakter (± 25%-30% pada PTI) didefinisikan sebagai kegagalan terapi
kortikosteroid dosis standard dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena AT
yang rendah atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini memiliki respon terapi yang rendah,
morbiditas yang signifikan terhadap penyakit ini dan terpainya serta memiliki mortalitas sekitar
16%.
Kriteria PTI refrakter kronik
a.PTI menetap lebih dari 3 bulan
b.Penderita gagal berespon dengan splenektomi
c. AT < 30.000/µL
Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua
Tabel 6 menunjukkan Pendekatan terapi konvensional lini kedua11
Steroid dosis tinggi Dapat digunakan deksametason dengan dosis 40 mg/hari diulang
tiap 28 hari untuk 6 siklus. Respon yang baik akan meningkatkan
AT > 100.000/µL.
Metilprednisolon Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada pasien yang
resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional.
Metilprednisolon diberikan secara intravena dengan dosis 30
mg/hari. Dosis diturunkan tiap 3 hari sampai dosis 1 mg/hari.
IgIV dosis tinggi Immunoglobulin diberikan secara intravena dengan dosis 1
mg/kg/hari selama 2 hari berturut-turut.
Anti-D intravena Dosis anti-D yaitu 50-75 µg/kg/hari dan diberikan secara
intravena. Mekanisme kerjanya yaitu bersaing dengan
autoantibodi dengan cara memblokade Fc reseptor.
Alkaloid vinka Jarang digunakan. Misalnya pemberian vinblastin dengan dosis
5-10 mg atau Vinkristin dosis 1-2 mg secara intravena setiap
minggu selama 4-6 minggu.
Danazol Danazol memiliki respon yang lambat dan diberikan dengan
dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan. Apabila
respon baik, pemberian diteruskan hingga dosis maksimal selama
1 tahun dan diturunkan 200 mg/hari setiap 4 bulan.
Imunosupresif dan kemoterapi
kombinasi
Imunosupresif diberikan pada pasien yang gagal merespon terapi
lainnya. Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200 mg i.v per bulan
atau azathioprin 50-100 mg p.o dapat digunakan sebagi terapi
tunggal selama 3 bulan. Untuk terapi kombinasi dapat
menggunakan siklofosfamid, vinkristin, dan prednisolon.
Dapsone Dapsone dengan dosis 75 mg p.o per hari. Respon terjadi dalam
2 bulan. Harus diperiksa G6PD (G6PD yang rendah mempunyai
risiko hemolisis yang serius)
Pendekatan Penderita yang Gagal Terapi Standard an Terapi Lini Kedua
Terapi terbatas, meliputi :
i). Interferon-a
ii) anti-CD20
iii) Campath-1H
iv) mycophenolate mofetil
v) protein A columns11
KomplikasiPerdarahan intrakranial – merupakan risiko terbesar yang berhubungan dengan ITP dan dapat
berakibat fatal. Pendarahan besar jarang terjadi dengan ITP, namun.
Komplikasi lebih sering disebabkan sebagai akibat dari perawatan - kortikosteroid dan operasi -
digunakan untuk ITP kronis atau berat. Bahkan, banyak terapi menimbulkan potensi risiko lebih
serius daripada ITP itu sendiri.
Osteoporosis, katarak, kehilangan massa otot, peningkatan risiko infeksi, peningkatan kadar gula
darah yang disebabkan oleh intoleransi glukosa, diabetes – efek samping penggunaan jangka
panjang kortikosteroid
Lebih rentan terhadap infeksi – splenektomi biasanya dilakukan jika terapi kortikosteroid
tidak memberi respons yang baik. Dapat menyebabkan pasien secara permanen lebih rentan
terhadap infeksi, meskipun risiko infeksi yang luar biasa pada orang yang sehat yang telah
melakukan splenektomi adalah rendah.
Perdarahan berat saat melahirkan – pada pasien wanita hamil dengan jumlah trombosit yang
sangat rendah. Wanita hamil dengan ITP ringan biasanya memiliki kehamilan dan proses
kelahiran yang normal, meskipun antibodi terhadap trombosit dapat melewati plasenta dan
mempengaruhi jumlah trombosit bayi. Dalam beberapa kasus, bayi dapat lahir dengan jumlah
trombosit yang rendah. Jika ini terjadi, dokter akan memantau bayi selama beberapa hari, karena
jumlah trombosit bayi mungkin mengalami penurunan sebelum kembali meningkat. Terdapat
kemungkinan bahwa jumlah trombosit bayi akan membaik tanpa pengobatan, tetapi jika jumlah
trombosit pada bayi sangat rendah, pengobatan dapat membantu mempercepat proses
pemulihan.12
PencegahanITP tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya. Menghindari obat-obatan seperti
aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi jumlah platelet dan meningkatkan risiko
perdarahan. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau perdarahan. Pasien harus
mendapat terapi yang benar sekiranya terkena sebarang infeksi seperti demam. Hal ini penting
bagi pasien dewasa dan anak dengan ITP yang sudah melakukan splenektomi. Mengusahakan
defekasi yang baik dengan memberikan makanan yang mudah dicerna.13
PrognosisBaik. Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa hanya
sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan. Lebih dari 80% pasien anak dengan ITP yang
tidak mendapat pengobatan dapat pulih spontan dengan jumlah trombosit normal dalam 2-8
minggu. Penyebab kematian pada ITP biasanya disebabkan oleh perdarahan intrakranial yang
berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih dari 40 tahun sampai 47,8% untuk usia lebih dari
60 tahun.14
KesimpulanHipotesis diterima.
Daftar pustaka
1. Isselbacher et al. Gangguan pembekuan. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam
2008;4:2000
2. Ibnu Purwanto. Definisi purpura trombositopenia idiopatik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam 2008; 5: 669
3. Stephen J.McPhee dan Maxine A. Papadakis. Clinical Findings in ITP. Current Medical
Diagnosis and Treatment 2008;5:456
4. Lynn S. Bickley, Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates, edisi 8,
Penerbit Buku Kedokteran ECG, 2003;500
5. Medscape. Workup for Idiopathic Thrombocytopenia Purpura.14 April 2012. Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/779545-workup. 14 April 2012
6. Konkle BA. Algorithm for thrombocytopenic evaluation. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 2008;17: 855
7. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Differential diagnosis of thrombocytopenia.
Hematology in Clinical Practice 2005;4:341
8. Purwanto I. Etiologi Purpura trombositopenia imun. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
2009;5:1165-73
9. Cines DB, Blanchette VS. Epidemiology of Idiopathic thrombocytopenic purpura. N Eng
J Med 2002;346:995-1007
10. Levine SP. Thrombocytopenia caused by immunologic platelet destruction. Wintrobe’s
Clinical Hematology 2004;10:1533-44
11. Ibnu Purwanto. Terapi purpura trombositopenia idiopatik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam 2008; 5: 672
12. Mayoclinic. Complications of Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Edisi 30 Oktober
2010. Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/idiopathic-thrombocytopenic-
purpura/DS00844/DSECTION=complications. 14 April 2012.
13. Medscape. Patient Education. Edisi 12th April 2012. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/779545-followup#a2651. 14 th April 2012.
14. Medscape. Prognosis ITP. Edisi 12th April 2012. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/779545-followup#a2650. 14th April 2012.