identifikasi tanda dan gejala penyakit dekompresi …repository.poltekkes-kdi.ac.id/340/1/kti farid...

94
IDENTIFIKASI TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DEKOMPRESI PADA PENYELAM TRADISIONAL DI DESA BOKORI KECAMATAN SOROPIA KABUPATEN KONAWE KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melakukan Pendidikan Keperawatan Di Politeknik Kesehatan Kendari OLEH : FARID LA NURA NIM. P00320013006 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN 2017

Upload: vukhanh

Post on 09-Jun-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IDENTIFIKASI TANDA DAN GEJALA PENYAKITDEKOMPRESI PADA PENYELAM TRADISIONAL

DI DESA BOKORI KECAMATAN SOROPIAKABUPATEN KONAWE

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melakukan Pendidikan

Keperawatan Di Politeknik Kesehatan Kendari

OLEH :

FARID LA NURANIM. P00320013006

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

JURUSAN KEPERAWATANTAHUN 2017

HALAMAN PERSETUJUAN

IDENTIFIKASI TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DEKOMPRESI

PADA PENYELAM TRADISIONAL DI DESA BOKORI KECAMATAN

SOROPIA KABUPATEN KONAWE TAHUN 2017

Disusun dan Diajukan Oleh :

FARID LA NURAP00320013006

Telah Mendapatkan Persetujuan dari Tim Pembimbing

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Sahmad, S.Kep.,Ns.,M.Kep Nurfantri, S.Kep.,Ns.,M.ScNip.19780327 200501 1 001 Nip.19831215 201402 2 002

Mengetahui :

Ketua Jurusan Keperawatan

Muslimin L.A.Kep.,S.Pd.,M.SiNip. 19560311 198106 1 001

HALAMAN PENGESAHAN

IDENTIFIKASI TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DEKOMPRESI

PADA PENYELAM TRADISIONAL DI DESA BOKORI

KECAMATAN SOROPIA KABUPATEN KONAWE

TAHUN 2017

Disusun dan Diajukan Oleh :

FARID LA NURAP00320013006

Telah Dipertahankan Dihadapan Dewan Penguji Pada Tanggal 24-08-2017

Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat

Menyetujui :

1. Fitri Wijayati,S.Kep.,Ns.,M.Kep (.................................)

2. Muhaimin Saranani,S.Kep.,Ns.,M.Sc (.................................)

3. Dian Yuniar Syanti Rahayu,SKM.,M.Kep (.................................)

4. Sahmad,S.Kep.,Ns.,M.Kep (.................................)

5. Nurfantri,S.Kep.,Ns.,M.Sc (.................................)

Mengetahui :

Ketua Jurusan Keperawatan

Muslimin L.A.Kep.,S.Pd.,M.SiNip. 19560311 198106 1 001

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

a. Nama : Farid La Nura

b. Tempat tanggal lahir : Katapang, 19 Maret 1995

c. Jenis kelamin : Laki-laki

d. Suku / Bangsa : Ambon / Indonesia

e. Agama : Islam

f. Alamat : Katapang Kab. Seram Barat

Maluku Tengah

II. JENJANG PENDIDIKAN

a. SD Negeri 2 Katapang, Tamat Tahun 2007

b. SMP Negeri 3Seram Barat, Tamat Tahun 2010

c. SMA Negeri 6 Kendari, Tamat Tahun 2013

d. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan Tahun 2013 –

2017

v

MOTTO

Kebanggan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapibangkit kembali setiap kita jatuh.

Sesuatu yang belum dikerjakan seringkali tampak mustahil, kita baruyakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.

Ilmu adalah senjata yang paling hebat yang bisa kamu gunakan untukmengubah dunia.

Tidak ada kata menyerah sebelum berhasil.

Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali.

Ikhtiar menuju tawakal, dan berakhir keterharuan atas kesabaran.

vi

ABSTRAK

Farid La Nura (P00320013006). Identifikasi Tanda dan Gejala Penyakit Dekompresi PadaPenyelam Tradisional Di Desa Bokori Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe di bimbingoleh Sahmad dan Nurfantri. (xiii + VI Bab +64 Halaman + 9 Tabel + 10 Lampiran).Penyakit dekompresi adalah penyakit yang diakibatkan oleh penumpukan nitrogen yangterlarut setelah melakukan penyelaman. Variabel bebas adalahtanda dan gejala penyakitdekompresi dan variabel terikat adalah penyelam tradisional. Jenis penelitian adalahdeskriptif. Populasi dan sampel penelitian ini berjumlah 54 orang penyelam dengantehnik total sampling dengan kriteria sampel.Data yang diambil berupa data primerdengan instrumen penelitian lembar wawancara. Tehnik analisis data adalah deskriptifdisajikan dengan tabel distribusi frekuensi dan dinarasikan. Hasil penelitianmenggambarkan bahwa: tanda dan gejala berdasarkan keluhan terbanyak pada sistemsaraf: kesemutan, tertusuk dan terbakar pada belakang 24 responden (92,31%), sistemskelet: nyeri sendi 19 responden (73,08%), sistem kardivaskular: nyeri dada 22responden (84,62%), sistem pernapasan: sesak napas 12 responden (46,15%),sistemintergumen: gatal-gatal 24 respnden (92,31%) dan system percernaan: mual 25responden (96,15%). Saran: agar pemerintah setempat mengadakan sosialisasi tentangakibat dari penyelaman yang tidak sesuai standar keselamatan penyelaman serta caramengatasi keluhan-keluhan yang telah dirasakan oleh para penyelam.

Kata kunci : Penyakit dekompresi dan Penyelam.Daftar pustaka : 16 bacaan(2004-2014)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan

berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan

judul "Identifikasi Tanda dan gejala penyakit dekompresi pada penyelam

tradisional di desa bokori kecamatan soropia kabupaten konawe tahun 2017".

Penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan program Diploma III (D III) pada Politeknik

Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan.

Rasa hormat, terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada

kedua orang tua Ibu Maimunah dan BapakLa Nura yang telah melahirkan,

membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, pengorbanan dan

memberikan bantuan moril maupun material, motivasi, dukungan, cinta kasih

yang tulus serta doa demi kesuksesan studi yang penulis jalani selama menuntut

ilmu di jenjang pendidikan sampai selesainya karya tulis ilmiah ini, proses

penulisan karya tulis ini telah melewati perjalanan panjang, dan penulis banyak

mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis juga menghaturkan rasa terima kasih kepada Bapak

Sahmad,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing I dan Ibu

Nurfantri,S.Kep.,Ns.,M.Sc sebagai pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, kesabaran dalam membimbing dan atas segala pengorbanan waktu

viii

dan pikiran selama menyusun karya tulis ilmiah ini, ucapan terima kasih penulis

juga tujukan kepada :

1. Bapak Petrus, SKM.M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari

2. Kepala Kantor Badan Riset Sulawesi Tenggara yang telah memberikan

izin penelitian kepada penulis

3. Bapak A. Siheprin. D selaku Kepala Desa Bokori yang telah memberikan

izin penelitian kepada peneliti.

4. Bapak Muslimin L.A.Kep.,S.Pd.,M.Si selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Kendari

5. Ibu Fitri Wijayati,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji I, Bapak Muhaimin

Saranani,S.Kep.,Ns.,M.Scselaku penguji II dan Ibu Dian Yuniar Syanti

Rahayu,SKM.,M.Kep selaku penguji III Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan

serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan pelayanan

akademik yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.

7. Terima kasih kepada Bapak Masrif Bahrun,SKM.,M.Kes yang selalu

memberi dukungan moral dan materil kepada peneliti.

8. Terima kasih kepada kakak saya Ibrahim,Am.Gyang selalu mendukung

dalam segala hal.

9. Terima kasih kepada Rosliana Arizal yang selalu memberikan bantuan,

dukungan, motivasi serta semangat kepada peneliti dalam mengikuti

kuliah serta pembuatan karya tulis ilmiah ini.

ix

10. Terima kasih kepada Sri Bintang Perwira yang telah membantu dalam

penelitian ini.

11. Terima kasih untuk teman-teman kelas A dan B mahasiswa Jurusan

Keperawatan Angkatan Tahun 2014 yang tidak dapat disebutkan satu-

persatu.

Kendari, Juli 2017

Penulis

x

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... iv

MOTTO ........................................................................................................ v

ABSTRAK .................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Penyakit Dekompresi..................................... 9B. Tinjauan Tentang Penyelaman ................................................... 25

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran ......................................................................... 35B. Kerangka Pikir Penelitian .......................................................... 36C. Variabel Penelitian ..................................................................... 36D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................ 36

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ........................................................................... 38B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 38C. Populasi dan Sampel .................................................................. 38D. Instrumen Penelitian ................................................................... 42E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data .............................................. 42F. Pengoalahan Data ........................................................................ 43G. Analisa Data .............................................................................. 44

xi

H. Penyajian Data .......................................................................... 44I. Etika Penelitian ......................................................................... 44

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 46B. Hasil Penelitian ......................................................................... 46C. Pembahasan ............................................................................... 50

BAB VI PENUTUP .

A. Kesimpulan ............................................................................... 61B. Saran ......................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala Penyakit DekompresiBerdasarkan Keluhan Pada Sistem Syaraf Pusat PadaPenyelam Tradisional Di Desa Bokori 47

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala Penyakit DekompresiBerdasarkan Keluhan Pada Sistem Skelet PadaPenyelam Tradisional Di Desa Bokori 48

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala Penyakit DekompresiBerdasarkan Keluhan Pada Sistem Kardiovaskuler PadaPenyelam Tradisional Di Desa Bokori 48

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala Penyakit DekompresiBerdasarkan Keluhan Pada Sistem Pernapasan PadaPenyelam Tradisional Di Desa Bokori 49

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala Penyakit DekompresiBerdasarkan Keluhan Pada Sistem Intergumen PadaPenyelam Tradisional Di Desa Bokori 49

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala Penyakit DekompresiBerdasarkan Keluhan Pada Sistem Pencernaan PadaPenyelam Tradisional Di Desa Bokori 50

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

Lampiran I Surat Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran II Surat Permintaan Menjadi Responden

Lampiran III Surat Pernyataan Persetujuan Responden (Informed Consent)

Lampiran IV Lembar Wawancara Penelitian

Lampiran V Surat Izin Penelitian Dari Politeknik Kesehatan KemenkesKendari

Lampiran VI Surat Izin Penelitian Dari Badan Riset Provinsi SulawesiTenggara

Lampiran VII Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran VIII Master Tabel Penelitian

Lampiran IX Surat Keterangan Bebas Pustaka

Lampiran X Dokumentasi Penelitian

8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengembangan program poros maritim Indonesia memberikan peluang

yang sangat besar bagi masyarakat daerah pesisir untuk pemanfaatan

kekayaan laut dalam mewujudkan ketahanan ekonomi nasional. Indonesia

adalah negara kepulauan yang dikelilingi laut yang cukup luas dengan luas

kawasan sekitar 7,7 juta km2.

Indonesia sebagai negara dengan teritorial laut terluas di dunia dengan

keseluruhan garis pantai sepanjang 80.791 km. Luas lautan Indonesia lebih

luas dibanding daratan. Sekitar 5,8 juta Km2 (75%) luas wilayah Indonesia

merupakan perairan, sedangkan daratannya hanya seluas 1,9 juta Km2 (25%).

Proporsi tersebut menyebabkan Indonesia memiliki luasan terumbu karang

sebanyak 18% luasan terumbu karang dunia (Tomasciket al, 1997; Cesar et

al. ,2003).

Sebanyak 460 jenis karang keras (stony coral) dan 1.650 ikan karang

telah diidentifikasi. Potensi lainnya yang belum teridentifikasi adalah biodata

yang berasosiasi dengan terumbu karang seperti spons, bulu babi, krustasea,

moluska dan lain sebagainya. Keuntungan ekonomi dari terumbu karang

Indonesia juga dikenal sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut

9

di dunia yang menyediakan 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara

keseluruhan pada tahun 1997 (Burke et al., 2002).

Pemanfaatan kekayaan laut di Indonesia dilakukan dalam beberapa

kegiatan antara lain; penangkapan ikan, lobster, teripang, abalone dan mutiara.

Kegiatan tersebut dilakuakan dengan melakukan penyelaman sampai dengan

beberapa puluh meter di bawah laut, karena biota laut tersebut banyak

terdapat di dasar laut. Penyelaman ini banyak dilakukan oleh masyarakat

pesisir karena ikan jenis tertentu, lobster, teripang dan mutiara mempunyai

nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Penyelaman adalah kegiatan yang dilakukan manusia di lingkungan

bertekanan tinggi yang lebih dari satu atmosfir, yang dikenal sebagai

lingkungan hiperbarik. Manusia sebagai mahluk yang diciptakan oleh tuhan

yang maha Pencipta dapat hidup dengan normal hanya dilingkungan

bertekanan 1 atmosfir (ATM) atau atmosfir normal. Walaupun demikian

melalui mekanisme adaptif, manusia dapat pula hidup atau beraktivitas

dilingkungan bertekanan lebih dari 1 atmosfir.

Kegiatan penyelaman yang melibatkan masyarakat nelayan telah

dilakukan sejak dahulu, walaupun tidak ada catatan khusus mengenai hal ini,

namun sebagai negara dengan wilayah laut yang sangat luas tentu telah

memanfaatkan sumber daya laut secara intensif. Kegiatan penyelaman itu

sendiri seharusnya dilihat sebagai suatu kegiatan mencari nafkah dengan

lingkungan kerja penyelaman. Selama ini masyarakat nelayan belum dibekali

10

ilmu penyelaman dengan baik dan benar membahayakan kesehatan mereka

(Massi, 2005).

Dalam mengelola kekayaan alam tersebut masyarakat nelayan kita

masih menggunakan cara-cara tradisional, antara lain menyelam dengan

menggunakan peralatan yang sederhana tanpa pelatihan penyelaman yang

benar (Eric, 2012).

Penyelam pencari hasil laut dibeberapa wilayah di Indonesia masih

menggunakan kompresor (penyelam tradisional) sebagai alternatif pengganti

alat selam Scuba. Penyelam tradisional pencari hasil laut di beberapa wilayah

Indonesia (wilayah pesisir) masih banyak menggunakan kompresor sebagai

alat bantu penyelaman dan pengganti alat selam scuba, salah satu efek yang

nyata dari penyelaman adalah penyakit dekompresi dan penurunan kapasitas

vital paru (Paskarini, 2010).

Penyakit dekompresi atau dalam bahasa Inggris kita sebut

decompression sickness adalah suatu keadaan yang harus paling dihindari

oleh setiap penyelam. Secara sederhana dekompresi didefinisikan sebagai

suatu keadaan medis dimana akumulasi nitrogen yang terlarut setelah

menyelam membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta

system saraf. Akibat dari kondisi tersebut maka timbul gejala yang mirip

sekali dengan stroke, dimana akan timbul gejala seperti mati rasa (numbness),

kelumpuhan (paralysis), bahkan kehilangan kesadaran yang biasa

menyebabkan meninggal dunia.

11

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit dekompresi

antara lain; kedalaman penyelaman, lama penyelaman, lemak tubuh, aktivitas,

jenis kelamin dan usia.

Pada penelitian penyelam tradisional (penyelam yang menggunakan

kompresor udara) di Kepulauan Seribu, pulau Panggang dan pulau Pramuka

tahun 1994-1996 didapatkan 28 orang mengalami barotrauma telinga, 19

orang mengalami penyakit dekompresi tipe I dan II, serta 23 orang

menunjukkan osteonekrosis disbarik.

Penelitian Kartono pada nelayan penyelam dipulau Karimun Jawa

tahun 2007 menyebutkan barotrauma yang paling banyak terjadi adalah

gangguan pendengaran 43,2%, gangguan saluran hidung 16,9% dan gangguan

paru 14,9%. Data yang dikumpulkan Dit Sepim Kesma Depkes sampai tahun

2008, dari 1.026 penyelam ditemukan 93,9% penyelam pernah menderita

gejala awal penyakit penyelaman, yaitu sebanyak 29,8% menderita nyeri

sendi, 39,5% menderita gangguan pendengaran dan 10,3% menderita

kelumpuhan.

Berbagai penyakit dan kecelakaan dapat terjadi pada nelayan dan

penyelam tradisional, hasil penelitian Depkes RI tahun 2006 di pulau Bungin,

Nusa Tenggara Barat ditemukan 57,5% nelayan penyelam menderita nyeri

persendian, 11,3% menderita gangguan pendengaran ringan sampai ketulian

(Depkes RI, 2016).

12

Sulawesi tenggara merupakan salah satu provinsi mempunyai

kelompok nelayan yakni terbesar pada 8 (delapan) kelompok nelayan di

Kabupaten Buton, 10 (sepuluh) kelompok nelayan di Kota Kendari dan 7

(tujuh) kelompok nelayan di kabupaten Konawe Selatan. Salah satu kelompok

nelayan di Kota Kendari adalah nelayan di Desa Bokori. Aktivitas

penyelaman dilakukan untuk mencari ikan dan mutiara di dasar lautan dengan

kedalaman rata-rata > 10 meter.

Jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan berjumlah 57 orang

dari total penduduk. Yang masih aktif menyelam 26 orang dengan rata-rata

kedalaman penyelaman diatas 20 meter. Penduduk Desa Bokori terbagi

menjadi 3 dusun yaitu dusun 1 berjumlah 33 KK (46 laki-laki + 60

perempuan), dusun 2 berjumlah 21 KK (31 laki-laki + 37 perempuan) dan

dusun 3 berjumlah 30 KK (48 laki-laki + 59 perempuan).

Dari survey awal dan wawancara pada beberapa penyelam

menyatakan bahwa terdapat beberapa masalah kesehatan/keluhan sakit seperti

gangguan pendengaran, gangguan pada pernapasan, keluhan pada sistem

motorik seperti susah berjalan, keram pada kaki hingga mengalami

kelumpuhan, hal ini dirasakan setelah melakukan penyelaman.

Dari berbagai masalah kesehatan yang dialami oleh para penyelam

namun tidak mendapatkan penanganan serius seperti memeriksa atau berobat

ke Puskesmas dengan alasan, jarak antara rumah ke Puskesmas jauh dan dapat

menyita waktu istirahat mereka, penanganan yang mereka lakukan hanya

13

sebatas membeli obat di warung terdekat. Jika rasa keluhan sakit yang

dirasakan berlanjut barulah mereka melakukan pemeriksaan atau berobat ke

Rumah Sakit atau Puskesmas.

Oleh karena itu tanda dan gejala penyakit dekompresi sangat penting

untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi pada

nelayan/penyelam tradisional Di Desa Bokori Kecamatan Soropia Kabupaten

Konawe mengalami penyakit dekompresi, sehingga peneliti tertarik

melakukan penelitian tentang Identifikasi Tanda dan Gejala Penyakit

Dekompresi Pada Penyelam Tradisional Di Desa BokoriKecamatan Soropia

Kabupaten Konawe.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah "Identifikasi Tanda dan Gejala Penyakit

Dekompresi Pada Penyelam Tradisional Di Desa BokoriKecamatan Soropia

Kabupaten Konawe?"

C. TUJUAN

1. Tujuan umun

Tujuan penelitian ini adalah untuk MengidentifikasiTanda dan Gejala

Penyakit Dekompresi Pada Penyelam Tradisional Di Desa

BokoriKecamatan Soropia Kabupaten Konawe

14

2. Tujuan khusus

a. MengidentifikasiTanda dan Gejala Penyakit Dekompresi

berdasarkankeluhan pada sistem syaraf pusat Pada Penyelam

Tradisional Di Desa BokoriKecamatan Soropia Kabupaten Konawe

b. Mengidentifikasi Tanda dan Gejala Penyakit Dekompresi berdasarkan

keluhan pada sistem skeletal Pada Penyelam Tradisional Di Desa

BokoriKecamatan Soropia Kabupaten Konawe

c. Mengidentifikasi Tanda dan Gejala Penyakit Dekompresi berdasarkan

keluhan pada sistem kardiovaskuler Pada Penyelam Tradisional Di

Desa BokoriKecamatan Soropia Kabupaten Konawe

d. Mengidentifikasi Tanda dan Gejala Penyakit Dekompresi berdasarkan

keluhan pada sistem respirasi Pada Penyelam Tradisional Di Desa

BokoriKecamatan Soropia Kabupaten Konawe

e. Mengidentifikasi Tanda dan Gejala Penyakit Dekompresi berdasarkan

keluhan pada sistem intergumen Pada Penyelam Tradisional Di Desa

BokoriKecamatan Soropia Kabupaten Konawe

f. Mengidentifikasi Tanda dan Gejala Penyakit Dekompresi berdasarkan

keluhan pada sistem gastrointestinal Pada Penyelam Tradisional Di

Desa BokoriKecamatan Soropia Kabupaten Konawe

15

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat penelitian

a. Bagi institusi

Masukan bagi institusi pendidikan yaitu menambah referensi

penelitian tentang Identifikasi Tanda dan Gejala Penyakit Dekompresi

Pada Penyelam Tradisional Di Desa Bokori Kecamatan Soropia

Kabupaten Konawe

b. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya

terutama yang berkaitan dengan keperawatan maritim.

2. Manfaat praktis

a. Bagi penyelam / masyarakat

Penelitian ini bermanfaat bagi penyelam agar dapat meningkatkan

pengetahuan tentang tanda dan gejala penyakit dekompresi, sehingga

dapat di antisipasi lebih dini.

b. Bagi tempat penelitian

Membantu puskesmas dalam mengidentifikasi masalah kesehatan

utama yang terjadi pada masyarakat pesisir khususnya para nelayan

dan penyelam tradisional.

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG PENYAKIT DEKOMPRESI

1. Definisi

Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit atau kelainan-kelainan

yang disebabkan oleh pelepasan dan mengembangnya gelembung-

gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan

tekanan disekitarnya. (Boicot dan Damant 1908, dalam Mike Bannett 2004)

Penyakit dekompresi atau dalam bahasa Inggris kita sebut

decompression sickness adalah suatu keadaan yang harus paling dihindari

oleh setiap penyelam. Secara sederhana dekompresi didefinisikan sebagai

suatu keadaan medis dimana akumulasi nitrogen yang terlarut setelah

menyelam membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta

system saraf. Akibat dari kondisi tersebut maka timbul gejala yang mirip

sekali dengan stroke, dimana akan timbul gejala seperti mati rasa

(numbness), kelumpuhan (paralysis), bahkan kehilangan kesadaran yang

biasa menyebabkan meninggal dunia.

Penyakit dekompresi merupakan penyakit akibat kerja penyelaman

yang disebabkan oleh pelepasan dan mengembangnya gelembung gas dari

fase larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan lingkungan

yang mendadak. Faktor predisposisi terjadinya penyakit dekompresi antara

17

lain umur, berat badan lebih, temperature lingkungan kegiatan fisik,

kebugaran fisik, cidera, alkohol, riwayat penyelaman, penyelaman berulang

dan retensi CO2. Oleh karena itu perlu diidentifikasi faktor resiko yang

mempengaruhi terjadinya penyakit dekompresi.

Penyakit dekompresi adalah penyakit dengan berbagai tingkat keluhan

dan gejala, yang dapat mengganggu seluruh sistem organ tubuh dengan

penyebab yang sama yaitu terbentuknya gelembung nitrogen dalam jaringan

dan darah. Gelembung terjadi akibat berkurangnya tekanan barometer yang

menyertai penyembulan, tetapi biasanya menjadi jelas setelah 24 jam.

Gelembung nitrogen dapat terjadi pada berbagai jaringan, dan dapat

menyebabkan rasa terganggu (rasa tidak enak) bahkan rasa nyeri. Dalam

pembuluh darah, gelembung udara tersebut menjadi emboli yang dapat

menyumbat pembuluh darah penderitanya.

2. Teori Dasar

Hukum Fisika yang paling mendasari teori dekompresi adalah Hukum

Henry, dimana hukum tersebut menyebutkan bahwa pada sebuah bejana

yang berisi air dan udara, bila tekanan udara ditingkatkan maka akan terjadi

pelarutan udara kedalam zat cair tersebut proporsi seiring dengan

peningkatan tekanan udara. Saat tekanan dalam bejana sudah cukup tinggi,

apabila tekanan udara dikurangi secara perlahan-lahan, maka gas yang

terlarut akan dibebaskan secara perlahan kembali ke udara tanpa membentuk

gelembung udara. Lain halnya bila tekanan tersebut dikurangi secara cepat,

18

maka udara yang terlarut didalam zat cair akan dibebaskan secara cepat pula,

dan membentuk gelembung udara seperti air mendidih (boiling water).

Teori lainnya yang mendukung teori dekompresi adalah Hukum Boyle,

yang menyebutkan bahwa semakin tinggi tekanan udara, maka kepadatan

molekul udara akan semakin padat pada volume yang sama. Contoh, jika

dipermukaan air ada sebuah balon yang berukuran 1 liter berisi satu juta

molekul gas, maka pada kedalaman 30 meter, 1 liter balon gas tersebut akan

berisi 4 juta molekul gas. Hal ini berarti bahwa semakin dalam kita

menyelam maka kita menghirup lebih banyak molekul gas ketimbang saat

kita tidak menyelam.

Saat kita menyelam, akibat terjadinya peningkatan maka udara yang

kita hirup lebih banyak dari yang biasanya. Seperti kita ketahui bahwa udara

yang kita hirup saat menyelam adalah mayoritas oksigen dan nitrogen.

Peningkatan oksigen yang dihirup akan berdampak positif bagi metabolisme

tubuh, namun gas nitrogen tidak dibutuhkan tubuh kita. Maka akibatnya, gas

nitrogen akan terakumulasi didalam tubuh penyelam proporsi dengan durasi

penyelaman dan kedalaman penyelaman. Dengan kata lain, semakin lama

kita menyelam, semakin dalam kita menyelam, maka akumulasi nitrogen

didalam tubuh penyelam akan semakin banyak.

Tubuh manusia adalah obat yang paling manjur bagi dirinya sendiri,

tubuh kita memiliki kemampuan menetralisir zat beracun dengan sendirinya.

Begitu pula saat tubuh kita mengalami kelebihan nitrogen dalam jumlah

19

yang wajar, tubuh kita bisa menetralisir dengan sendirinya dalam waktu yang

relatif singkat melalui proses respirasi (pernapasan). Sepanjang kita tidak

menyelam terlalu lama dan tidak terlalu dalam, serta naik perlahan-lahan

sehabis menyelam, maka nitrogen tersebut bukan menjadi masalah.

Untuk mencegah terjadinya penyakit dekompresi, kecepatan

penyembulan harus disesuaikan dengan kedalaman dan durasi penyelam

tersebut. Hakikatnya harus lambat untuk memberi waktu kepada gas nitrogen

untuk keluar secara wajar melalui jalur pernapasan. Misalnya untuk

kedalaman 30 meter, orang dapat tinggal untuk waktu 30 menit dengan

aman. Apabila penyelaman dilakukan dengan kecepatan sekitar 20

meter/menit.

Jumlah nitrogen yang masuk ke jaringan tergantung:

a. Sifat jaringan ; besar aliran darah dan afinitas jaringan terhadap

nitrogen

b. Lama paparan dan besarnya tekanan.

Sistem syaraf peka terhadap penyakit dekompresi karena :

a. Myelin punya afinitas tinggi terhadap nitrogen

b. Volume aliran darah otak adalah besar.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Dekompresi

Diagnosis penyakit dekompresi didasarkan pada pemeriksaan klinis,

termasuk pemeriksaan neurologis dan sejarah menyelam. Penelitian

20

laboratorium dan pencitraan kadang-kadang menunjang diagnosis. Pada

tahun 2004 Freiberger diidentifikasi faktor diagnostic yang penting

menggunakan kasus-kasus cedera simulasi diving. Lima faktor yang

mendukung diagnostik adalah gejala neurologis sebagai presentasi gejala

utama, waktu onset gejala, nyeri sendi, respon terhadap pengobatan

recompression, kedalaman maksimum menyelam terakhir (Freiberger, 2004).

Beberapa faktorrisikoyangdapat meningkatkan insidensi

penyakitdekompresi:

a. Kedalaman penyelaman

Menurut Darjo, dalam kumpulan makalah (1983), makin dalam

responden menyelam, akan mendapatkan tekanan makin besar, berarti

makin besar pengaruhnya pada kesehatan penyelam. Tubuh manusia

yang mendapat tekanan air di kedalaman akan menyesuaikan dengan

tekanan ini. Bila tubuh tidak dapat menyesuaikan dengan tekanan

tersebut maka dapat terjadi squeese/trauma. Squeese/trauma umumnya

dapat terjadi pada penyelaman >7 meter dan dekompresi dapat terjadi

pada penyelaman 12,5 meter. Kurang dari kedalaman tersebut umumnya

belum memberikan gejala, hal tersebut biasa disebabkan karena jumlah

nitrogen yang masih sedikit jumlahnya dan dapat terfilter oleh paru-

paru.

21

b. Lama penyelaman

Lama penyelaman juga menjadi penyebab terjadinya penyakit

dekompresi

c. Lemak tubuh

Terdapat teori bahwa nitrogen dapat tereabsorpsi dengan mudah ke

dalam jaringan lemak, jadi penyelam yang memiliki berat badan berlebih

memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami penyakit dekompresi.

d. Aktivitas

Sangat menarik bahwa aktivitas memiliki efek positif dan negatif.

Aktivitas fisik setidaknya 12 jam sebelum menyelam dapat

memproduksi protein yang melindungi tubuh dan menurunkan risiko

penyakit dekompresi .Disisilain ,aktivitas fisik kurang dari 12 jam

sebelum penyelaman dapat meningkatkan sejumlah gas mikronuklei di

mana dapat membentuk gelembung dan meningkatkan insidensi

penyakit dekompresi. Melakukan aktivitas fisik sesaat setelah menyelam

dapat meningkatkan risiko pembentukan gelembung karena tekanan

darah meningkat dan gelembung dapat dengan mudah ditransfer dari

venake arteri dalam sistem sirkulasi.

e. Jenis kelamin

Secarateori, wanita memiliki risiko tinggi mengalami penyakit

dekompresi karena wanita secara khusus memiliki massa lemak tubuh

22

yang lebih tinggi. Tetapi belum ada penelitian yang dapat membuktikan

hal ini.

f. Usia

Secara umum, orang dengan usia tua memiliki risiko tinggi terkena

penyakit dekompresi.

4. Manifestasi Klinik Berdasarkan Klasifikasi Penyakit Dekompresi

Penyakit dekompresi adalah terkait dengan tingkat pembentukan

gelembung. Bila gelembung yang larut hanya sedikit maka akan

menimbulkan gejala yang ringan, namun bila menghasilkan gelembung besar

dapat mengakibatkan kegagalan multisistem dan kematian. Ada dua jenis

umum dari penyakit dekompresi, Tipe I dan Tipe II :

a. Penyakit dekompresi Tipe I, ditandai dengan nyeri sendi dan anggota

badan dan gatal-gatal di kulit (niggles)

b. Dekomresi Tipe II serius, ditandai dengan masalah neurologis seperti

kelemahan atau kelumpuhan, tungkai parestesia, gangguan penglihatan,

usus dan disfungsi kandung kemih, dan vertigo. Paling sering, organ

target adalah sumsum tulang belakang, dada terkait anatomi pembuluh

darah atau sumsum tulang belakang (Hawes, 2009).

Penyakit dekompresi Tipe II, dengan masalah pada fungsi otak akan

menunjukan gejala kebingungan, malas, mendung mental, kesulitan

berkosentrasi, penurunan memori jangka panjang dan pendek gangguan

23

visual dan disfagia. Gejala biasanya dimulai dalam waktu satu jam di

permukaan, tetapi dapat terjadi selama beberapa jam. Gejala onset awal

mungkin menunjukkan beban gelembung yang lebih besar dan prognosis

yang lebih buruk.

Pada penyakit dekompresi yang lama menyebabkan kerusakan neurologis

berupa kesulitan dalam berkosentrasi, tulang belakang mengalami

keadaan abnormal medulla spinalis dan disfungsi serabut syaraf

(Todnem, 1990).

Manifestasi klinis berdasarkan system yang terganggu :

a. Sistem saraf pusat adalah merupakan salah satu bagian dari sistem

saraf yang terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Tanda dan

gejala penyakit dekompresi pada sistem saraf pusat yaitu :

1) Spinalis : nyeri punggung yang dapat menjalar ke abdomen, mati

rasa dan parastesia

2) Cerebral:

a) Gangguan penglihatan (diplopia, blind spot)

b) Hemiplegia (lumpuh satu sisi tubuh)

c) Hilang kesadaran

d) Gangguan bicara

e) Nyeri kepala

f) Bingung

24

g) Gangguan keseimbangan

h) Tremor

i) Convulsi (kejang-kejang)

b. Sistem skeletal adalah sistem yang terdiri dari tulang (rangka) dan

struktur yang membangun hubungan (sendi) di antara tulang-tulang

tersebut. Tanda dan gejala penyakit dekompresi pada sistem skeletal

yaitu : nyeri sendi

c. Sistem kardivaskuler merupakan organ sirkulasi darah yang terdiri

dari jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi

memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh

jaringan tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme tubuh.

Tanda dan gejala penyakit dekompresi pada sistem kardiovaskuler

yaitu :

1) Nyeri dada

2) Myocardiac infark

3) Henti jantung

4) gangguan pembekuan darah

d. Sistem respirasi adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung

(oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Tanda

dan gejala penyakit dekompresi pada sistem respirasi yaitu :

25

1) Dyspnoe

2) Nyeri dada

3) Batuk

e. Sistem intergumen terdiri dari kulit dengan kelenjar-kelenjarnya,

rambut, kuku, dan reseptor-reseptor khusus yang terdapat pada kulit. .

Tanda dan gejala penyakit dekompresi pada sistem intergumen yaitu :

1) Pruritus

2) Rash (kulit seperti campak)

3) Bercak-bercak biru (blueish’ marbling) pada kulit

f. Sistem gastrointestinal merupakan saluran percernaan yang terdiri

dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus

halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga terletak

diluar saluran pencernaan yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Tanda dan gejala penyakit dekompresi pada sistem gastrointestinal

yaitu :

1) Anorexia

2) Nausea dan vomitus

3) Hematomesis

4) Kejang abdominal

5) Diare berdarah

Penyakit dekompresi diklasifikasikan sebagai berikut :

26

a. Tipe I, biasa disebut pain only bends dengan gejala :

1) Nyeri sendi dan sekitar, bertambah setelah 24 jam

2) 3-7 hari sembuh, jika tidak rekompresi

3) Gatal-gatal, bercak kulit

4) Pusing, mengantuk

5) Kelelahan berlebihan

b. Tipe II, serius dan menyerang SSP dan Kardiopulmoner. Dengan

gejala :

1) SSP

a) Otak

(1) Penglihatan kabur

(2) Lumpuh/lemah separuh badan

(3) Tidak bisa bicara

(4) Bingung, kejang, koma

b) Serebellum

(1) Sempoyongan

(2) Gemetar/tremor

(3) Sulit berbicara

c) Medulla spinalis

(1) Nyeri rujukan

(2) Lumpuh / lemah kedua tungkai atau ke 4

anggota gerak

27

(3) Rasa kram, anastesi

(4) Gangguan BAK dan BAB

d) Vestibuler

(1) Pusing, muntah

(2) Tinnitus

(3) Gangguan pendengaran

2) Paru dan jantung

a) Sesak napas

b) Batuk

c) Nyeri dada

d) Payah jantung

3) Usus

a) Mual, muntah (darah)

b) Diare (darah)

c) Kejang usus

4) Kulit

a) Gatal-gatal

b) Bercak

5. GejalaDan TandaKlinis PenyakitDekompresi

a. Anamnesis

1) Lokasi penyelam

2) Waktu kejadian

28

3) Maksimum kedalaman saat penyelaman

4) Waktu yang dihabiskan saat penyelaman

5) Peralatan-peralatan yang digunakan

6) Keadaan pasien sebelum, selama, dan setelah penyelaman

7) Pertolongan pertama yang diberikan

8) Apakah ada gejala seperti kelelahan, kelemahan, keringat,

malaise, atau anoreksia

9) Gejala-

gejalamuskuloskeletalsepertinyerisendi,tendonitis,krepitus,nyerit

ulang belakang, atau ekstremitasyangmemberat

10) Gejala perubahan status mental seperti kebingungan, tidak sadar,

perubahan kepribadian

11) Gejalamatadantelinga:diplopia,penglihatankabur,paresisotot-

ototekstraokular, tinnitus, atau gangguan pendengaran

12) Gejala-gejalapadakulit sepertigatal

13) Gejala-gejalapulmoner,seperti sesak, batuk

nonproduktif, atau hemoptisis

14) Gejala-gejala kardiak, seperti nyeri dada

tertusuk atau terbakar

15) Gejala-gejala gastrointestinal, seperti nyeri perut,

inkontinensia alvi, nausea atau munatah

29

16) Gejala-gejalagenitourinaria, seperti inkontinensi urine

atau retensi urine

17) Gejala-gejala neurologis seperti parestesia, parese,

paralisis, migrain, vertigo, disarthria, atauataksia

18) Gejala-gejalalimfatik

b. PemeriksaanFisik

1) Umum : lemas, atau syok

2) Status mental : adatidaknyadisorientasi

3) Mata :

defeklapanganpandang,perubahanpadapupil,adatidaknyagelombang

udarapadapembuluh darah retina, atau nystagmus

4) Mulut : tandaLiebermeister (daerah pucatyangberbatas tegas

padalidah)

5) Pulmo : takipnea, gagalnapas, distres pernapasan, hemoptisis

6) Jantung : takikardia, hipotensi, disritmia, atau Hamman sign

7) Gastrointestinal : muntah

8) Genitourinaria : distensikandungkemih, menurunnyaproduksi urin

9) Neurologi : hiperestesia, hipoestesia, paresis, kelemahan

spinchter ani, menghilangnyarefleksbulbocavernosus,

defisitmotorikdansensorik,kejangfokal, kejangumum, atau ataksia

10) Muskuloskeletal : menurunnyaROM

11) Limfatik : limfadema

30

12) Kulit : gatal, hiperemia,sianosis, atau pucat

6. Pemeriksaan Penunjang PadaPenyakitDekompresi

a. Laboratorium

Padapenderitayang dicurigai mengalamipenyakitdekompresiyang

disertaidengan perubahanstatusmental,makahal-halyang

peludievaluasiadalah kadarglukosadarah, darahlengkap,kadar

natrium,magnesium,kalsium,danfosfor,saturasioksigen,kadar etanol dan

skriningobat-obatan lainnya, level karboksihemoglobin.

Padapenderitayang dicurigai mengalamipenyakitdekompresiyang

disertaidengan syok,maka hal-

halyangperludievaluasiadalahkadarglukosa darah,darahlengkap,

elektrolit dan ureum kreatinin, asam laktat, PT/aPTT/INR, level

karboksihemoglobin

b. Radiologi

1) Foto toraks, untuk mencari bukti adanya pneumotoraks,

pneumomediastinum, emfisema subkutis, pneumoperikardium,

perdarahanalveolar, dan menurunnya aliran darah pulmoner yang

disebabkan oleh emboli pulmoner nirogen.

2) CTScan kepala, jika status mental tidak membaik dengan

menggunakan terapi hiperbarik, pertimbangkan etiologi lain.

31

3) MRI, untuk melihat ada tidaknya lesi fokal medulla spinalis, atau

kerusakan jaringan otak akibatembolisasi gas arterial

c. Pemeriksaan penunjanglainnya, meliputi EKGdan/atau evaluasi saturasi

oksigen.

7. TatalaksanaPenyakitDekompresi

a. Selamatkan pasien dari air dan lakukan imobilisasi bila dicurigai

terdapat trauma

b. Berikanoksigen 100%, intubasibila perlu, dan berikan larutan

Ringer Laktat secara intravena

c. Aspiletse bagaian tiplatelet dapat diberikan jika pasien tidak

mengalami perdarahan, tetapi belum ada bukti tentang halini.

Gelembung nitrogen berinteraksi dengan platelet, dan

menyebabkan adhesi dan aktivasi, yang diduga berkontribusi pada

obstruksi vena- venamikro dan menyebabkan iskemia pada

penyakit dekompresi.

d. Jugatidakadadatayangmendukungpemberianterapiadjunctive,sepert

irekompresi dengan helium/oksigen dan OAINS.

e. Lakukan resusitasi kardiopulmoner jika perlu, atau

needletorakosentesis jika terdapat pneumotorak stension

f. Jangan memposisikan pasien pada posisi Trendelenburg.

Menempatkan pasien pada posisi kepala dibawah dulu dilakukan

untuk mencegah terjadinya embolisasiudara ke otak. Tetapi

32

sekarang prosedurini tidak dilakukan lagi karena dapat

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan

rusaknyasawar darah otak.

g. Segera transport ke rumah sakit yang memiliki fasilitas hiperbarik.

8. Komplikasi PadaPenyakit Dekompresi

Dapat berupa paralisisresidual, nekrosismiokardial, dan

beberapa komplikasi lainnya akibat iskemik

B. TINJAUAN UMUM TENTANG PENYELAM

1. Pengertian

Penyelaman adalah kegiatan yang dilakukan manusia di lingkungan

bertekanan tinggi yang lebih dari satu atmosfir, yang dikenal sebagai

lingkungan hiperbarik. Manusia sebagai mahluk yang diciptakan oleh tuhan

yang maha Pencipta dapat hidup dengan normal hanya dilingkungan

bertekana 1 atmosfir (ATM) atau atmosfir normal. Walaupun demikian

melalui mekanisme adaptif, manusia dapat pula hidup atau beraktivitas

dilingkungan bertekanan lebih dari 1 atmosfir.

Penyelaman pada hakikatnya merupakan aktivitas manusia di

lingkungan lebih dari satu atmosfir absolute yang dapat berbentuk udara/gas

bertekanan atau di dalam air. "stressor" berupa meningkatnya tekanan udara

lingkungan merupakan penyebab utama terjadinya perubahan

ketidakseimbangan fisiologi seorang penyelam. Sedangkan mekanisme

adaptif itu sendiri merupakan mekanisme di dalam tubuh manusia sebagai

33

upaya mengurangi stressor tekanan tinggi dan perubahan fisiologi yang di

timbulkan, untuk mencapai keadaan keseimbangan. Pada keadaan tertentu

kondisi keseimbangan tidak dapat dicapai hingga mencapai suatu keadaan

patologi.

Menyelam adalah kegiatan yang dilakukan dibawah permukaan air

untuk tujuan tertentu seperti penyelaman ilmiah, penyelaman komersil,

penyelaman olahraga, maupun penyelaman yang sifatnya untuk pertahanan

dan keamanan suatu negara.

Menyelam adalah kegiatan yang berisiko tinggi, terlebih penyelaman

dilakukan seorang diri. Bila terjadi suatu kejadian darurat yang

membahayakan keselamatan jiwa dan raga, tidak akan ada orang yang

mengetahui dan membantu kesulitan tersebut. Oleh karena itu dunia

penyelaman menganut dan mempraktekan prinsip penyelaman yang

mengatakan never dive alone. Jadi menyelamlah selalu dalam suatu team

dengan sistem mitra (buddy system).

2. Jenis penyelaman

Kegiatan penyelaman dapat di bedakan menjadi beberapa jenis

tergantung antara lain kedalaman, tujuan dan jenis peralatan yang digunakan.

Jika kedalaman yang dijadikan tolak ukur, penyelaman dapat

dibedakan menjadi :

a. Penyelaman dangkal yaitu penyelaman dengan kedalaman

maksimum 10 meter

34

b. Penyelaman sedang yaitu penyelaman dengan kedalaman < 10 m

s/d 30 meter

c. Penyelaman dalam yaitu penyelaman dengan kedalaman < 3o

meter.

3. Fisiologi Penyelaman

Saat menyelam, seseorang akan terpajan tekanan yang tinggi yang

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam pembuluh darah tubuh

secara tertutup. Peningkatan tekanan berhubungan langsung dengan

kedalaman, densitar air dan gravitasi. Tekanan yang tinggi pada kedalaman

yang tinggi pada kedalaman berasal dari berat air di atasnya yang disebut

tekanan ambient.

Hal ini sama dengan tekanan barometer pada daratan atau permukaan

laut yang berasal dari berat udara di atasnya. Tekanan pada penyelaman ini

diartikan sebagai unit kedalaman atau atmosphereabsolute (ATA).

Jaringan tubuh tersusun terutama oleh air, dengan demikian hampir

tidak mengalami kompresi, tetapi gas-gas akan mengalami kompresi

mengikuti hukum Boyle. Selama menyelam, volume gas dalam paru akan

berbanding terbalik dengan kedalaman. Pada tiap kedalaman 10 meter (33

kaki) air laut terjadi peningkatan tekanan ambient 1 atm (760 mmHg).

Tekanan pada kedalaman tersebut menjadi 2 atm, yaitu 1 atm disebabkan

oleh tekanan udara di atas laut dan 1 atm lagi berasal dari berat air sendiri.

35

Peningkatan tekanan dapat mengecilkan rongga udara dalam tubuh

penyelam termasuk paru karena volume gas akan berkurang setengah dari

semula, gas-gas akan mengalami kompresi sehingga kerapatan gas akan

meningkat.

Peningkatan tekanan juga akan berpengaruh terhadap peningkatan

tekanan parsial gas-gas respirasi (oksigen dan nitrogen) sehingga kelarutan

dalam jaringan tubuh akan meningkat. Peningkatan tekanan akan

berpengaruh pada pembentukan gelombang gas dalam darah dan jaringan

tubuh. Penyelam yang naik ke permukaan secara tiba-tiba menyebabkan

perubahan efek fisiologi ini dengan cepat. Volume gas yang meningkat,

keluarnya gelembung gas dan masuk (terperangkap) ke jaringan

menyebabkan penyelam mengalami penyakit dekompresi.

4. Golongan Penyelama

Menurut tujuannya di kenal beberapa golongan penyelam seperti :

a. Penyelaman militer, adalah penyelaman yang dilakukan untuk

kepentingan-kepentingan operasi militer, misalnya operasi

pengintaian, operasi penyusupan dan perusakan fasilitas-fasilitas

musuh. Operasi militer umumnya memerlukan mobilitas dan

kerahasiaan yang sangat tinggi. Untuk itu alat yang sering dipakai

adalah closed circuit scuba karena tidak mengeluarkan gelembung

udara sehingga kerahasiannya dapat terjamin.

36

b. Penyelaman komersial, misalnya penyelaman untuk melakukan

kegiatan photograpy di dalam air dan penyelaman untuk mencari

benda-benda berharga yang terpendam di dasar laut.

c. Penyelaman ilmiah, adalah penyelaman yang dilakukan untuk

penelitian ilmiah

d. Penyelaman olahraga dan rekreasi/wisata

e. Penyelaman tradisional, biasa dilakukan oleh nelayan dan pekerja di

laut.

5. Teknologi penyelaman

Teknologi penyelaman bawah air yang kini dilaksanakan adalah :

a. Penyelaman tahan napas (Brith Hold Diving), adalah penyelaman tanpa

alat bantu pernapasan, penyelam hanya mengandalkan kemampuannya

dalam menahan napas.

Ada dua macam penyelaman tahan napas, yaitu :

1) Goggling, adalah penyelaman tahan napas dengan menggunakan

kaca mata renang.

2) Snorkeling, adalah penyelaman tahan napas dengan menggunakan

masker kacamata yang menutupi mata dan hidung, sehingga

memiliki keuntungan yaitu penyelam mudah melakukan equalisasi,

tapi kerugiannya kedalaman dan lama penyelaman sangat terbatas

sesuai kemampuan penyelam menahan napas. Penyelaman tahan

napas ini biasa digunakan oleh penyelam tahan napas untuk

37

melakukan pekerjaan dalam air yang diselesaikan dalam waktu

singkat ditempat dangkal atau dapat dilakukan berulang, biasanya

pencarian teripang, kerang, mutiara dan lain-lain.

b. Penyelaman Scuba (Scuba diving) adalah penyelaman yang

menggunakan alat bantu pernapasan SCUBA (Self Contained

Underwater Breathing Aparatus), dengan udara terkompresi sampai

kedalaman 40 meter.

c. Penyelaman dekompresi, adalah penyelaman dengan gas campur sampai

dengan kedalaman 70 meter. Pada penyelaman dekompresi, penyelam

berenang ke permukaan dengan kecepatan 60 feet/menit. Dan berhenti

pada stadium-stadium dekompresi tertentu sesuai prosedur dekompresi.

d. Penyelaman saturasi, adalah penyelaman dengan gas campur, biasa

dilakukan pada kedalaman tertentu dalam waktu yang cukup lama

(sampai kedalaman 700 meter untuk masa kerja lama)

e. Penyelaman dengan kapal selam, robot berawak/tidak berawak, adalah

penyelaman yang bisa mencapai 1000 meter.

f. Penyelaman Hookah, adalah tekonologi penyelaman yang digunakan

oleh nelayan penyelam dengan menggunakan suplai udara dari

permukaan laut yang bersumber dari kompresor biasa.

6. Persyaratan Kesehatan Menyelam

38

Persyaratann kesehatan bagi seorang penyelam agak berbeda dengan

persyaratan untuk olahraga lainnya, hal ini disebabkan karena ada beberapa

kondisi khusus yang merupakan kontra indikasi untuk menyelam.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh seorang dokter yang

melakukan pemeriksaan fisik seorang penyelam adalah :

a. Psikologis

1) Mempunyai kepribadian yang mantap

2) Mampu mengatasi tekanan mental dan fisik

3) Tidak mudah gelisah

4) Teliti

b. Umur

Untuk melakukan kegiatan penyelaman pada dasarnya tidak ada

batasan umur yang tegas asalkan memenuhi persyaratan menyelam.

Umur yang ideal untuk belajar menyelam adalah 16-35 tahun.

Sedangkan penyelam profesional/pekerja batasan umur sesuai dengan

undang-undan/peraturan keenagakerjaan.

c. Pekerjaaan

Sesuai jenis pekerjaan dan risiko bekerja

d. Jantung

1) Jantung harus normal

2) Tekanan darah normal

39

e. Paru-paru

1) Memiliki pernapasan yang sempurna

2) Tidak sakit asama, bronkitis, fibrosis, kista dan cedera rongga

dada

3) Tidak pernah operasi rongga dada

f. Hidung dan tenggorokan

1) Sakit influenza dilarang sementara menyelam

2) Alergi berulang-ulang, hay fever, sinusitis, tonsilitis

g. Telinga

1) Tidak ada radang telinga

2) Gendang telinga harus utuh, tidak terjadi perforasi dan terlihat

bergerak sewaktu melakukan prosedur valsava.

h. Gigi

Kesehatan gigi pada penyelam harus mendapatkan perhatian, tambalan

gigi yang tidak sempurna akan menimbulkan rasa sakit saat menyelam.

i. Mata

1) Berpenglihatan baik, apabila terdapat gangguan ketajaman

penglihatan dapat menggunakan masker dengan lensa koreksi

2) Sebaiknya tidak buta warna, apabila buta warna pada waktu

menyelam harus berpasangan

j. Otak

1) Tidak menderita epilepsy

40

2) Tidak menderita hipertensi

7. Peralatan Penyelaman

Berbagai peralatan menyelam dibuat oleh manusia bertujuan agar

dapat digunakan untuk mengadaptasikan keadaan tubuh pada suatu

lingkungan cair, diantaranya: dapat memberikan sebuah rongga udara di

depan kedua mata, merupakan suatu bentuk isolasi (pelindung) untuk tubuh,

merupakan suatu pertolongan untuk mengatur keterapungan, dan merupakan

peralatan yang memungkinkan penyelam dapat bertahan lama di dalam air.

Peralatan-peralatan tersebut antara lain :

a. Peralatan dasar (Skin Diving), terdiri dari :

1) Masker kaca mata

2) Snorkel

3) Fin dan boots

4) Rompi apung

b. Peralatan Scuba Diving, terdiri dari :

1) Tank (tabung selam)

2) Regulator lengkap dengan ukuran kedalaman dan ukuran tekanan

tabung

3) Octopus

4) Kompas, jam selam

5) Sabuk pemberat

6) Bouyance Compensalor

7) Sarung tangan

c. Peralatan tambahan, terdiri dari :

41

1) Tabel penyelaman

2) Pisau selam

3) Sabak bawah air

4) Dive flag

5) Senter selam

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan penyelam

a. Faktor lingkungan (dari luar penyelam)

Kenyamanan nelayan penyelam dalam melakukan pekerjaan

penyelaman sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar penyelaman

(faktor lingkungan), yang meliputi antara lain : tekanan lingkungan

penyelam, daya panca sinar, hataran suara, temperature (suhu),

viskositas air (kekentalan), dan binatang laut. Faktor-faktor lingkungan

tersebut selain dapat mempengaruhi status kesehatan nelayan penyelam

juga sangat menentukan kenyamanan nelayan penyelam serta lamanya

penyelaman secara maksimal.

b. Faktor dari dalam (penyelam)

1) Sistem pernapasan

2) Sistem peredaran darah

3) Rongga udara dalam tubuh

4) Pengaruh kejiwaan

5) Faktor adaptasi

33

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar pemikiran

Penyelaman adalah kegiatan yang dilakukan manusia di

lingkungan bertekanan tinggi yang lebih dari satu atmosfir, yang dikenal

sebagai lingkungan hiperbarik. Penyelaman pada hakikatnya merupakan

aktivitas manusia di lingkungan lebih dari satu atmosfir absolute yang

dapat berbentuk udara/gas bertekanan atau di dalam air.

Penyakit dekompresi atau dalam bahasa Inggris kita sebut

decompression sickness adalah suatu keadaan yang harus paling dihindari

oleh setiap penyelam. Secara sederhana dekompresi didefinisikan sebagai

suatu keadaan medis dimana akumulasi nitrogen yang terlarut setelah

menyelam membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah

serta system saraf. Akibat dari kondisi tersebut maka timbul gejala yang

mirip sekali dengan stroke, dimana akan timbul gejala seperti mati rasa

(numbness), kelumpuhan (paralysis), bahkan kehilangan kesadaran yang

biasa menyebabkan meninggal dunia.

Maka dari itu tanda dan gejala penyakit dekompresi sangat penting

untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi pada penyelam

tradisional Di Desa BokoriBokoriKecamatan Soropia Kabupaten Konawe

mengalami penyakit dekompresi. Dalam penelitian ini peneliti akan

melakukan penelitian tentang Identifikasi Tanda dan Gejala Penyakit

34

Dekompresi Pada Penyelam Tradisional Di Desa BokoriKecamatan

Soropia Kabupaten Konawe.

B. Kerangka Pikir Penelitian

Skema kerangka pikir penelitian sebagai berikut :

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda antara satu individu dengan individu yang

lain (Notoatmodjo, 2005). Adapaun variabel dalam penelitian ini yaitu :

1. Variabel Bebas (independent Variabel)

Tanda Dan Gejala Penyakit Dekompresi

2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Penyelam Tradisional Di Desa BokoriKecamatan Soropia Kabupaten

Konawe

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Penyakit dekompresi yang di maksud dalam penelitian ini adalah

penyakit yang diakibatkan oleh penumpukan nitrogen yang terlarut

setelah melakukan penyelaman

Tanda Dan GejalaPenyakit Dekompresi

PenyelamTradisional DiDesa Bokori

35

2. Penyelam tradisional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

seseorang yang melakukan penyelaman untuk mencari ikan, mutiara

dan lainnya di Desa BokoriKecamatan Soropia Kabupaten Konawe.

3. Sistem saraf pusat adalah merupakan salah satu bagian dari sistem

saraf yang terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Tanda dan

gejala penyakit dekompresi pada sistem saraf pusat yaitu :

g. Spinalis : nyeri punggung yang dapat menjalar ke abdomen, mati

rasa dan parastesia

h. Cerebral:

j) Gangguan penglihatan (diplopia, blind spot)

k) Hemiplegia (lumpuh satu sisi tubuh)

l) Hilang kesadaran

m) Gangguan bicara

n) Nyeri kepala

o) Bingung

p) Gangguan keseimbangan

q) Tremor

r) Convulsi (kejang-kejang)

Kriteria objektif : berilah tanda ceklist pada kolom ya jika ditemukan

tanda dan gejala dan tidak jika tidak ditemukan

tanda dan gejala tersebut

4. Sistem skeletal adalah sistem yang terdiri dari tulang (rangka) dan

struktur yang membangun hubungan (sendi) di antara tulang-tulang

36

tersebut. Tanda dan gejala penyakit dekompresi pada sistem skeletal

yaitu : nyeri sendi

Kriteria objektif :berilah tanda ceklist pada kolom ya jika ditemukan

tanda dan gejala dan tidak jika tidak ditemukan

tanda dan gejala tersebut.

5. Sistem kardivaskuler merupakan organ sirkulasi darah yang terdiri dari

jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi

memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh

jaringan tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme tubuh.

Tanda dan gejala penyakit dekompresi pada sistem kardiovaskuler

yaitu :

a) Nyeri dada

b) Myocardiac infark

c) Henti jantung

d) Gangguan pembekuan darah

Kriteria objektif : berilah tanda ceklist pada kolom ya jika ditemukan

tanda dan gejala dan tidak jika tidak ditemukan

tanda dan gejala tersebut.

6. Sistem respirasi adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung

(oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Tanda dan

gejala penyakit dekompresi pada sistem respirasi yaitu :

7.

37

a) Dyspnoe

b) Nyeri dada

c) Batuk

Kriteria objektif : berilah tanda ceklist pada kolom ya jika ditemukan

tanda dan gejala dan tidak jika tidak ditemukan

tanda dan gejala tersebut.

8. Sistem intergumen terdiri dari kulit dengan kelenjar-kelenjarnya,

rambut, kuku, dan reseptor-reseptor khusus yang terdapat pada kulit..

Tanda dan gejala penyakit dekompresi pada sistem intergumen yaitu :

a) Pruritus

b) Rash (kulit seperti campak)

c) Bercak-bercak biru (blueish’ marbling) pada kulit

Kriteria objektif : berilah tanda ceklist pada kolom ya jika ditemukan

tanda dan gejala dan tidak jika tidak ditemukan

tanda dan gejala tersebut.

9. Sistem gastrointestinal merupakan saluran percernaan yang terdiri dari

mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus

besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga terletak diluar saluran

pencernaan yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Tanda dan

gejala penyakit dekompresi pada sistem gastrointestinal yaitu :

a) Anorexia

b) Nausea dan vomitus

38

c) Hematomesis

d) Kejang abdominal

e) Diare berdarah

Kriteria objektif : berilah tanda ceklist pada kolom ya jika ditemukan

tanda dan gejala dan tidak jika tidak ditemukan

tanda dan gejala tersebut.

39

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskritif. Metode penelitian

dekskritif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan

utama untuk membuat gambaran atau dekskritif tentang suatu keadaan

secara obyektif. Metode penelitian deskritif digunakan untuk memecahkan

atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang

(Notoatmodjo, 2002

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan Di Desa BokoriBokori Kecamatan

Soropia Kabupaten Konawe.

2. Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2017 sampai

dengan Agustus 2017

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh objek atau data dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti (Arikunto, 1996). Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh penyelamtradisional di Desa Bokori 57 orang dari

total penduduk.

40

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan

dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel

yang di ambil dari populasi itu. Untuk itu sampel yang diambil dari

populasi harus betul-betul representative (mewakili), (Sugiyono,

2012).Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti mengambil sampel

dari semua populasipenyelam dengan aktivitas menyelam yaitu

sebanyak 57 orang. Dengan kriteria sebagai berikut :

Kriteria inklusi :

a. Bersedia menjadi responden

b. Bekerja sama dengan baik selama penelitian

c. Masyarakat desa bokori

d. Masih bekerja sebagai penyelam

Kriteria ekslusi :

a. Tidak bersedia menjadi responden

b. Tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik selama penelitian

c. Bukan masyarakat desa bokori

d. Tidak pernah dan bukan pekerja sebagai penyelam

41

3. Tehnik sampling

Dalam penelitian ini teknik penentuan sampel dengan pengambilan

total sampling adalah tehnik pengambilan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiono, 2007). Alasan

menagambil total sampling karena menurut Sugiono (2007) jumlah

populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel

penelitian semuanya.

D. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, sistematis) sehingga lebih mudah

diolah. Jenis instrument penelitian berupa angket, checklist, pedoman

wawancara, pedoman pengamatan, alat pemeriksaan laboratorium, dan

lain-lain. (Saryono, 2011).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

wawancara. Dimana lembar wawancara berisi data responden yang terdiri

dari kode responden, nama, umur, jenis kelamin, alamat, lama kerja, dan

jenis penyelaman. Kemudian terdapat pertanyaan tentang tanda dan gejala

penyakit dekompresi.

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara

langsung kepada responden tentang tanda dan gejala penyakit dekompresi.

42

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dar instansi pemerintah setempat dalam

hal ini pemerintah Desa Bokori.

3. Prosedur Pengumpulan Data

a. Izin Penelitian

Penelitian dapat dilakukan setelah mendapat izin dari

institusi tempat penelitian.

b. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri.

c. Informed Concent

Masing-masing responden diberikan penjelasan tentang

maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan dan diberikan

kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang penelitian

ini. Responden yang bersedia diminta untuk tanda tangan disurat

yang menyatakan bahwa ia bersedia menjadi responden.

d. Prosedur Pelaksanaan

Setelah responden ditetapkan sesuai dengan kriteria sampel

kemudian peneliti melakukan pengumpulan data untuk

mengidentifikasi tanda dan gejala penyakit dekompresi pada

penyelam tradisional Desa Bokori.

F. Pengolahan Data

Data yang telah didapatkan dari responden diolah dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

43

a. Editing, melakukan penilaian terhadap data yang diperoleh kemudian

diteliti apakah terdapat kekeliruan atau data tidak lengkap dalam

penelitian.

b. Coding, memberikan kode pada setiap lembar data yang ada dengan

maksud agar memudahkan dalam menganalisa data.

c. Scoring, memberikan skor pada data yang telah dikumpulkan.

d. Tabulating, menyusun data dalam bentuk table distribusi frekuensi.

G. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini akan dilakukan untuk

mendapatkan presentase dari hasil mengidentifikasi dari setiap variabel

yang diteliti untuk memperoleh jumlah penyelam yang mengalami

penyakit dekompresi

H. Penyajian Data

Data dari hasil penelitian akan di sajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan akan disertai dengan narasi untuk mengetahui

jumlah penyelam tradisional yang mengalami penyakit dekompresi.

I. Etika Penelitian

Ada beberapa prinsip-prinsip etika yang harus diperhatikan oleh

peneliti menurut Joel (2004) yaitu sebagai berikut :

1. Autonomy yang berhubungan dengan hak dari responden untuk

membuat keputusan bagi dirinya, dalam hal ini penelitian harus

menghormati hak responden untuk menentukan apakah dia

44

bersedia atau tidak menjadi bagian dari penelitian dan sewaktu-

waktu boleh berhenti dari proses penelitian.

2. Nonmaleficience yaitu berkaitan dengan kewajiban untuk tidak

menimbulkan kerugian, dalam hal ini peneliti harus membuat

kesepakatan bahwa keputusan yang diambil tidak akan merugikan

klien.

3. Veracity berkaitan dengan kewajiban untuk mengatakan sesuatu

dengan benar tidak berbohong apalagi menipu, dalam hal ini

peneliti harus menjelaskan tentang proses dalam penelitiannya

dengan benar dan jujur.

4. Justice berkaitan dengan kewajiban berlaku adil kepada semua

orang, dalam hal ini keputusan yang diambil tidak akan berdampak

buruk bagi semua pihak.

5. Konfidensialitas yaitu berkaitan dengan rahasia, dalam penelitian

ini maka peneliti harus merahasiakan identitas responden dan data-

data yang didapatkan dari responden hanya diperlukan untuk

penelitian saja.

45

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak geografis

Desa Bokori merupakan Desa yang berada di wilayah Kecamatan

Soropia Kabupaten Konawe dengan luas wilayah ± 225 Ha dengan

batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Toronipa

b. Sebelah timur berbatasan dengan laut Banda

c. Sebelah selatan berbatasan dengan laut Banda

d. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pemata Raya

2. Kondisi Demografis

Desa Bokori memiliki jumlah penduduk di tahun 2017 sebanyak 365

jiwa dengan jumlah kepala keluarga 93 KK yang tebagi menjadi 3

dusun :

a. Dusun I : 33 KK (46 laki-laki + 60 perempuan)

b. Dusun II : 30 KK (48 laki-laki + 59 perempuan)

c. Dusun III : 30 KK (31 laki-laki + 37 perempuan)

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bokori Kecamatan Soropia

Kabupaten Konawe pada tanggal 25 Juli s/d Agustus 2017 dengan sampel

sebanyak 26 responden. Hasil penelitian ini selengkapnya di uraikan

sebagai berikut :

46

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Karakteristik

RespondenBerdasarkanJenis Kelamin Di Desa BokoriKecamatan Bokori Kabupaten Konawe

Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)

Laki-laki 26 100

Total 26 100

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil penelitian

karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari 26

responden seluruhnya berjenis kelamin laki-laki(100%).

b. Alamat

Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Karakteristik

RespondenBerdasarkanAlamat Di Desa BokoriKecamatan Bokori Kab. Konawe

No Alamat Frekuensi (f) Persentase (%)

1 Dusun I 14 53,84

2 Dusun II 2 7,70

3 Dusun III 10 38,46

Total 26 100

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil penelitian

karakteristik responden berdasarkan alamat dari 26 responden

dusun I sebanyak 14 responden (53,84%), dusun III sebanyak

47

10 responden (38,46%) dan dusun II sebanyak 2 responden

(7,70%).

c. Jenis Penyelaman

Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Karakteristik RespondenBerdasarkan Jenis Penyelaman Di Desa Bokori

Kecamatan Soropia Kabupaten KonaweJenis Penyelaman Frekuensi (f) Persentase (%)

Kompresor 26 100

Total 26 100

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil penelitian

karakteristik responden berdasarkan jenis penyelaman dari 26

responden seluruhnya menggunakan alat kompresor udara.

2. Variabel Yang Di Teliti

g. Sistem Syaraf Pusat

Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala PenyakitDekompresi Berdasarkan Keluhan Pada Sistem

SyarafPusat Pada Penyelam TradisionalDi Desa Bokori Kecamatan Soropia

Kabupaten KonaweNo Sistem Syaraf Frekuensi(f) Persentase(%)

Ya Tdk Ya Tdk

1 Nyeri punggungmenjalar ke abdomen

19 7 73,08 26,92

2 Mati rasa padabelakang

15 11 57,7 42,3

3 Kesemutan, tertusukdan terbakar padabelakang

24 2 92,31 7,69

48

4 Gangguan penglihatan 3 23 11,54 88,46

5 Lumpuh satu sisi badan 8 18 30,77 69,23

6 Hilang kesadaran 10 16 38,46 61,54

7 Gangguan berbicara 8 18 30,77 69,23

8 Nyeri kepala 17 9 65,38 34,62

9 Kebingungan 18 8 69,23 30,77

10 Gangguankeseimbangan

22 4 84,62 15,38

11 Tremor 21 5 80,77 19,23

12 Kejang 17 9 65,38 34,62

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.4 menunjukkan Tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem syaraf dari 26

responden keluhan yang paling banyak dirasakan oleh penyelam

adalah kesemutan, tertusuk dan terbakar pada belakang sebanyak

24 responden (92,31%), sedangkan keluhan yang paling sedikit

dirasakan adalah gangguan penglihatan 3 responden (11,54%).

h. Sistem Skelet

Tabel 5.5Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala PenyakitDekompresi Berdasarkan Keluhan Pada Sistem

SkeletPada Penyelam Tradisional Di DesaBokori Kecamatan Soropia Kab. Konawe

Sistem Skelet Frekuensi (f) Persentase(%)

Ya Tdk Ya Tdk

Nyeri sendi 19 7 73,08 26,92

49

Total 26 100

Sumber : Data Primer 2017

Pada tabel 5.5 menunjukkan Tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem skelet dari 26

responden yang mengalami sebanyak 19 responden (73,08%), dan

yang tidak mengalami 7 responden (26,92%).

i. Sistem Kardiovaskuler

Tabel 5.6Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala PenyakitDekompresi Berdasarkan Keluhan Pada Sistem

Kardiovaskuler Pada Penyelam TradisionalDi Desa Bokori Kecamatan Soropia

Kabupaten KonaweNo Sistem

KardiovaskuerFrekuensi (f) Persentase(%)

Ya Tdk Ya Tdk

1 Nyeri dada 22 4 84,62 15,38

2 Infark miokard 0 0 0 0

3 Henti jantung 0 0 0 0

4 Pembekuan darah 0 0 0 0

Sumber : Data Primer 2017

Pada tabel 5.6 menunjukkan tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem kardiovaskuler dari

26 responden yang mengalami keluhan nyeri dada sebanyak 22

responden (84,62%), yang tidak mengalami 4 responden

(15,38%), sedangkan pada keluhan infark miokard, henti jantung

dan pembekuan darah tidak ada yang mengalami.

j. Sistem Pernapasan

50

Tabel 5.7Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala PenyakitDekompresi Berdasarkan Keluhan Pada Sistem

Pernapasan Pada Penyelam TradisionalDi Desa Bokori Kecamatan Soropia

Kabupaten KonaweNo Sistem Pernapasan Frekuensi (f) Persentase(%)

Ya Tdk Ya Tdk

1 Sesak napas 12 14 46,15 53,85

2 Batuk 5 21 19,23 80,77

Sumber : Data Primer 2017

Pada tabel 5.7 menunjukkan tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem pernapasan dari 26

responden keluhan terbanyak yang dialami penyelam adalah sesak

napas sebanyak 12 responden (46,15%) sedangkan batuk 5

responden (19,23%).

k. Sistem Intergumen

Tabel 5.8Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala PenyakitDekompresi Berdasarkan Keluhan Pada Sistem

Intergumen Pada Penyelam TradisionalDi Desa Bokori Kecamatan Soropia

Kabupaten KonaweNo Sistem Intergumen Frekuensi (f) Persentase(%)

Ya Tdk Ya Tdk

1 Gatal-gatal 24 2 92,31 7,69

2 Kulit seperti campak 8 18 30,77 69,23

3 Bercak biru padakulit

2 24 7,69 92,31

Sumber : Data Primer 2017

51

Pada tabel 5.8 menunjukkan tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem intergumen dari 26

responden yang paling banyak dikeluhkan para nelayan adalah

pruritus atau gatal gatal sebanyak 24 respnden (92,31%),kemudian

yang mengalami rash atau kulit seperti campak 8 responden

(30,77%), sedangkan yang mengalami bercak biru pada kulit 2

responden (7,69%).

l. Sistem Pencernaan

Tabel 5.9Distribusi Frekuensi Tanda Dan Gejala PenyakitDekompresi Berdasarkan Keluhan Pada Sistem

Pencernaan Pada Penyelam TradisionalDi Desa Bokori Kecamatan Soropia

Kabupaten KonaweNo Sistem Pencernaan Frekuensi (f) Persentase(%)

Ya Tdk Ya Tdk

1 Penurunan nafsumakan

22 4 84,62 15,38

2 Mual 25 1 96,15 3,85

3 Muntah 23 3 88,46 11,54

4 Kejang perut 12 14 46,15 53,85

5 Diare berdarah 2 24 7,69 92,31

Sumber : Data Primer 2017

Pada tabel 5.9 menunjukkan tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem pencenaan dari 26

responden keluhan tertinggi dialami penyelam adalah mual

sebanyak 25 responden (96,15%), kemudian yang kedua muntah

52

sebanyak 23 responden (88,46%), dan yang mengalami penurunan

nafsu makan sebanyak 24 responden (84,62%).

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang identifikasi tanda dan gejala

penyakit dekompresi pada nelayan tradisional di Desa Bokori Kecamatan

Soropia Kabupaten Konawe, maka dapat dibahas sebagai berikut :

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian dari 26 responden seluruhnya

berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan peran laki-laki

sebagai pencari nafkah sehingga mereka mencari ikan,

teripang, mutiara dan lainnya untuk dijual agar mendapatkan

uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh penyelam antara

lain; penangkapan ikan, lobster, teripang, abalone, dan mutiara.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan beberapa puluh meter di

bawah laut, karena lobster, teripang, abalone dan mutiara

banyak terdapat di dasar laut. Penyelaman ini banyak dilakukan

oleh masyarakat pesisir khususnya laki-laki karena ikan jenis

tertentu, lobster, teripang dan mutiara mempunyai nilai

ekonomis yang cukup tinggi (Paskarini Indriati,dkk : 2010).

53

b. Alamat

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik responden

berdasarkan alamat dari 26 responden dusun I sebanyak 14

responden (53,84%), dusun III sebanyak 10 responden

(38,46%) dan dusun II sebanyak 2 responden (7,70%).

Karakteristik alamat responden tidak dapat dikatakan

sebagai penyebab terjadinya penyakit dekompresi tetapi hanya

memberikan keterangan bahwa dalam penelitian ini dilakukn di

Desa Bokori Kecamata Soropia Kabupaten Konawe yang

terbagi menjadi tiga dusun.

c. Jenis Penyelaman

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik responden

berdasarkan jenis penyelaman dari 26 responden seluruhnya

menggunakan alat kompresor udara.

Kompresor adalah mesin yang digunakan sebagai alat bantu

bernapas di dalam air, dipasang selang (warna kuning)

sepanjang 50-75 meter yang disambungkan salah satu ujungnya

ke saluran udara (output pipe) kompresor ban tersebut. Diujung

satunya dipasang regulator yang akan membantu nelayan untuk

menghirup udara yang berasal adari selang tersebut melalui

mulutnya. Di satu kompresor bisa terpasang sampai 4 buah

selang. Selang-selang tersebut selanjutnya diikatkan ke tubuh

penyelam, biasanya dibagian pinggang. Tujuannya adalah agar

54

tidak terbawa arus yang bisa melepaskan regulator dari mulut

penyelam. Akibat ikatan yang erat ke tubuh penyelam, aliran

udara akan terhambat sehingga udara yang dihirup oleh

penyelam sebagian besar berasal dari gelembung-gelembung

air yang keluar dari selangyang terhambat tadi. Jika terjadi

sesuatu hal seperti mesin kompresor mati mendadak atau

kehabisan bahan bakar, seorang penjaga (operator) di atas

perahu tidak punya pilihan lain selain harus segera menarik

selang dan penyelamnya ke permukaan. Pada titik inilah sering

terjadi kasus dekompresi dan kecelakaan penyelaman karena

penyelam tidak punya kesempatan untuk melakukan

decompression stop, sebuah istilah penyelaman yang artinya

berhenti di kedalaman tertentu untuk mengeluarkan gas-gas

terlarut dari dalam tubuh penyelam dalam perjalanan menuju

permukaan air.

2. Variabel Yang Diteliti

a. Sistem Syaraf Pusat

Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem syaraf dari 26

responden keluhan terbanyak yang dialami penyelam adalah

Kesemutan, tertusuk dan terbakar pada belakang sebanyak 24

responden (92,31%), kemudian yang mengalami gangguan

keseimbangan 24 responden (84,62%), tremor 21 responden

55

(80,77%), yang mengalami nyeri punggung menjalar ke abdomen

sebanyak 19 responden (73,08%), yang mengalami kebingungan

18 responden (69,23%), yang mengalami nyeri kepala dan

kejang 17 responden (65,38%), yang mengalami mati rasa pada

belakang sebanyak 15 responden (757,7%), yaang mengalami

hilang kesadaran 10 responden (38,46%), yang mengalami

lumpuh satu sisi badan dan gangguan berbicara 8 responden

(30,77%) dan keluhan terendah adalah gangguan penglihatan 3

responden (11,54%).

Banyaknya keluhan yang dialami para penyelam tersebut

dikarenakanpenyelaman dilakukan dengan menggunakan alat

kompresor udara.

Kompresor adalah mesin yang digunakan sebagai alat bantu

bernapas di dalam air, dipasang selang (warna kuning) sepanjang

50-75 meter yang disambungkan salah satu ujungnya ke saluran

udara (output pipe) kompresor ban tersebut. Diujung satunya

dipasang regulator yang akan membantu nelayan untuk menghirup

udara yang berasal dari selang tersebut melalui mulutnya. Di satu

kompresor bisa terpasang sampai 4 buah selang. Selang-selang

tersebut selanjutnya diikatkan ke tubuh penyelam, biasanya

dibagian pinggang. Tujuannya adalah agar tidak terbawa arus yang

bisa melepaskan regulator dari mulut penyelam. Akibat ikatan

yang erat ke tubuh penyelam, aliran udara akan terhambat sehingga

56

udara yang dihirup oleh penyelam sebagian besar berasal dari

gelembung-gelembung air yang keluar dari selangyang terhambat

tadi. Jika terjadi sesuatu hal seperti mesin kompresor mati

mendadak atau kehabisan bahan bakar, seorang penjaga (operator)

di atas perahu tidak punya pilihan lain selain harus segera menarik

selang dan penyelamnya ke permukaan. Pada titik inilah sering

terjadi kasus dekompresi dan kecelakaan penyelaman karena

penyelam tidak punya kesempatan untuk melakukan

decompression stop, sebuah istilah penyelaman yang artinya

berhenti di kedalaman tertentu untuk mengeluarkan gas-gas terlarut

dari dalam tubuh penyelam dalam perjalanan menuju permukaan

air.

Faktor penyebab lainnya yaitu waktu penyelaman yang

lama akan menyebabkan lamanya penyelam terpapar tekanan yang

tinggi dan nitrogen yang berdampak pada penyakit dekompresi.

Hal ini di dukung oleh teori pada tiap kedalaman 10 meter (33

kaki) air laut terjadi peningkatan tekanan ambient 1 atm (760

mmHg). Tekanan pada kedalaman tersebut menjadi 2 atm, yaitu 1

atm disebabkan oleh tekanan udara di atas laut dan 1 atm lagi

berasal dari berat jenis air sendiri. Peningkatan tekanan dapat

mengecilkan rongga udara dalam tubuh penyelam termasuk paru-

paru karena volume gas akan berkurang setengah dari semula, gas-

57

gas akan mengalami kompresi sehingga kerapatan gas akan

meningkat.

Peningkatan tekanan juga akan berpengaruh terhadap

peningkatan tekanan parsial gas-gas respirasi (oksigen dan

nitrogen) sehingga kelarutan dalam jaringan tubuh akan meningkat.

Peningkatan tekanan akan berpengaruh pada pembentukan

gelombang gas dalam darah dan jaringan tubuh. Penyelam yang

naik ke permukaan secara tiba-tiba menyebabkan perubahan efek

fisiologi dengan cepat. Volume gas yang meningkat, keluarnya

gelembung gas dan masuk (terperangkap) ke jaringan

menyebabkan penyelam mengalami penyakit dekompresi.

Sejalan dengan penelitian AT, Prasetyo tahun 2012 bahwa

penggunaan alat menyelam yang masih sangat minim dengan

hanya mengandalkan kompresor biasa, menjadi katalisator

munculnya problematika pada penyelam tradisional di Pulau Lae-

lae Kota Makassar.

Sejalan dengan penelitian (Sukbar, La Dupai, Sabril

Munandar. 2016) bahwa penyelaman pada kedalaman lebih dari 20

meter mempunyai risiko yang cukup besar terhadap keselamatan

dan kesehatan penyelam.

Pada tanggal 18 Mei 2016 sebanyak 60 lebih nelayan asal

Pulau Tonduk Kecamatan Raas Sumenep lumpuh akibat

58

melakukan penyelaman dengan menggunakan kompresor dengan

kedalaman dibawah 20 meter (M. Rosikin).

b. Sistem Skelet

Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem skelet dari 26

responden yang mengalami nyeri sendi sebanyak 19 responden

(73,08%) sedangkan yang tidak mengalami nyeri sendi 7

responden (26,92%).

Berbagai penyakit dan kecelakaan dapat terjadi pada

nelayan dan penyelam tradisional, hasil penelitian Depkes RI tahun

2006 di Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat ditemukan 57,5%

nelayan penyelam menderita nyeri persendian, 11,3% menderita

gangguan pendengaran ringan sampai ketulian. Di Kepulauan

Seribu ditemukan 41,37% nelayan penyelam menderita barotrauma

atau pendarahan akibat tubuh mendapat tekanan yang berubah

secara tiba-tiba pada beberapa organ atau jaringan serta 6,91%

penyelam menderita kelainan dekompresi yang disebabkan tidak

tercukupinya gas nitrogen akibat penurunan tekanan yang

mendadak, sehingga menimbulkan gejala sakit pada persendian,

susunan syaraf, saluran pencernaan, jantung, paru-paru dan kulit.

(Sukbar, La Dupai, Sabril Munandar. 2016)

Data yang dikumpulkan Dit Sepim Kesma Depkes sampai

tahun 2008, dari 1.026 penyelam ditemukan 93,9% penyelam

59

pernah menderita gejala awal penyakit penyelaman, yaitu sebanyak

29,8% menderita nyeri sendi, 39,5% menderita gangguan

pendengaran dan 10,3% menderita kelumpuhan.

c. Sistem Kardiovaskuler

Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem kardiovaskuler dari

26 responden yang mengalami keluhan nyeri dada sebanyak 22

responden (84,62%), yang tidak mengalami 4 responden

(15,38%), sedangkan pada keluhan infark miokard, henti jantung

dan pembekuan darah tidak ada yang mengalami.

Banyaknya keluhan yang dialami para penyelam tersebut

dikarenakan penyelaman dilakukan dengan tidak memperhatikan

kesehatan dan keselamatan kerja, hanya semata-mata untuk

mencari nafkah, sehingga para penyelam menggunakan alat bantu

napas berupa alat kompresor udara sederhana yang digunakan

untuk memompa ban sebagai penyuplai udara ke penyelam. Satu

alat kompresor bisa digunakan 3-5 orang penyelam dimana pada

selang kompresor dibuatkan cabang sehingga membentuk

sambungan-sambungan. Hal tersebut juga didukung oleh waktu

penyelaman, kedalaman penyelaman di Desa Bokori rata-rata di

atas 20 meter dan waktu naik ke permukaan yang cepat atau secara

tiba-tiba.Dimana lama waktu penyelaman akan menyebabkan

lamanya penyelam terpapar tekanan yang tinggi dan nitrogen yang

60

berdampak pada penyakit dekompresi serta kedalaman

penyelaman.

Sesuai dengan teori penyakit dekompresi adalah penyakit

dengan berbagai tingkat keluhan dan gejala, yang dapat

mengganggu seluruh sistem organ tubuh dengan penyebab yang

sama yaitu terbentuknya gelembung nitrogen dalam jaringan dan

darah. Gelembung nitrogen dapat terjadi pada berbagai jaringan,

dan dapat menyebabkan rasa terganggu (rasa tidak enak) bahkan

rasa nyeri. Dalam pembuluh darah, gelembung udara tersebut

menjadi emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah

penderitanya.

d. Sistem Pernapasan

Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem pernapasan dari 26

responden yang mengalami sesak napas 12 responden (46,15%)

dan yang tidak mengalami 14 responden (53,85%), yang

mengalami batuk sebanyak 5 responden (19,23%) dan 21

responden yang tidak mengalami (80,77%).

Banyaknya keluhan yang dialami para penyelam tersebut

dikarenakan penyelaman dilakukan dengan tidak memperhatikan

kesehatan dan keselamatan kerja, hanya semata-mata untuk

mencari nafkah, sehingga para penyelam menggunakan alat bantu

napas berupa alat kompresor udara sederhana yang digunakan

61

untuk memompa ban sebagai penyuplai udara ke penyelam. Satu

alat kompresor bisa digunakan 3-5 orang penyelam dimana pada

selang kompresor dibuatkan cabang sehingga membentuk

sambungan-sambungan. Hal tersebut juga didukung oleh waktu

penyelaman, kedalaman penyelaman di Desa Bokori rata-rata di

atas 20 meter dan waktu naik ke permukaan yang cepat atau secara

tiba-tiba.

Dimana lama waktu penyelaman akan menyebabkan

lamanya penyelam terpapar tekanan yang tinggi dan nitrogen yang

berdampak pada penyakit dekompresi serta kedalaman

penyelaman. Hal ini di dukung oleh teori pada tiap kedalaman 10

meter (33 kaki) air laut terjadi peningkatan tekanan ambient 1 atm

(760 mmHg). Tekanan pada kedalaman tersebut menjadi 2 atm,

yaitu 1 atm disebabkan oleh tekanan udara di atas laut dan 1 atm

lagi berasal dari berat jenis air sendiri. Peningkatan tekanan dapat

mengecilkan rongga udara dalam tubuh penyelam termasuk paru-

paru karena volume gas akan berkurang setengah dari semula, gas-

gas akan mengalami kompresi sehingga kerapatan gas akan

meningkat.

Peningkatan tekanan juga akan berpengaruh terhadap

peningkatan tekanan parsial gas-gas respirasi (oksigen dan

nitrogen) sehingga kelarutan dalam jaringan tubuh akan meningkat.

Peningkatan tekanan akan berpengaruh pada pembentukan

62

gelombang gas dalam darah dan jaringan tubuh. Penyelam yang

naik ke permukaan secara tiba-tiba menyebabkan perubahan efek

fisiologi dengan cepat. Volume gas yang meningkat, keluarnya

gelembung gas dan masuk (terperangkap) ke jaringan

menyebabkan penyelam mengalami penyakit dekompresi.

e. Sistem Intergumen

Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem intergumen dari 26

responden yang mengalami pruritus atau gatal gatal sebanyak 24

respnden (92,31%) sedangkan yang tidak mengalami 2 responden

(7,69%). Yang mengalami rash atau kulit seperti campak 8

responden (30,77%) sedangkan yang tidak mengalami sebanyak

18 responden (69,23%). Dan yang mengalami bercak biru pada

kulit 2 responden (7,69%) sedangkan yang tidak mengalami

sebanyak 24 responden (92,31%).

Banyaknya keluhan yang dialami para penyelam tersebut

dikarenakan penyelaman dilakukan dengan tidak memperhatikan

kesehatan dan keselamatan kerja, hanya semata-mata untuk

mencari nafkah, sehingga para penyelam menggunakan alat bantu

napas berupa alat kompresor udara sederhana yang digunakan

untuk memompa ban sebagai penyuplai udara ke penyelam. Satu

alat kompresor bisa digunakan 3-5 orang penyelam dimana pada

selang kompresor dibuatkan cabang sehingga membentuk

63

sambungan-sambungan. Hal tersebut juga didukung oleh waktu

penyelaman, kedalaman penyelaman di Desa Bokori rata-rata di

atas 20 meter dan waktu naik ke permukaan yang cepat atau secara

tiba-tiba. Dimana lama waktu penyelaman akan menyebabkan

lamanya penyelam terpapar tekanan yang tinggi dan nitrogen yang

berdampak pada penyakit dekompresi serta kedalaman.

Sesuai dengan teori penyakit dekompresi adalah penyakit

dengan berbagai tingkat keluhan dan gejala, yang dapat

mengganggu seluruh sistem organ tubuh dengan penyebab yang

sama yaitu terbentuknya gelembung nitrogen dalam jaringan dan

darah. Gelembung nitrogen dapat terjadi pada berbagai jaringan,

dan dapat menyebabkan rasa terganggu (rasa tidak enak) bahkan

rasa nyeri. Dalam pembuluh darah, gelembung udara tersebut

menjadi emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah

penderitanya.

f. Sistem Pencernaan

Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit

dekompresi berdasarkan keluhan pada sistem pencenaan dari 26

responden yang mengalami mual sebanyak 25 responden

(96,15%), 1 responden tidak mengalami (3,85%). yang

mengalami penurunan nafsu makan sebanyak 24 responden

(84,62%) 4 responden tidak mengalami (15,38%). Yang

mengalami muntah sebanyak 23 responden (88,46%), 3 responden

64

tidak mengalami (11,54%). Yang mengalami kejang perut 12

responden (46,15%), yang tidak mengalami sebanyak 14

responden (53,85%). Yang mengalami diare berdarah 2 responden

(7,69%) sedangkan yang tidak mengalami sebanyak 24 responden

(92,31%).

Banyaknya keluhan yang dialami para penyelam tersebut

dikarenakan penyelaman dilakukan dengan tidak memperhatikan

kesehatan dan keselamatan kerja, hanya semata-mata untuk

mencari nafkah, sehingga para penyelam menggunakan alat bantu

napas berupa alat kompresor udara sederhana yang digunakan

untuk memompa ban sebagai penyuplai udara ke penyelam. Satu

alat kompresor bisa digunakan 3-5 orang penyelam dimana pada

selang kompresor dibuatkan cabang sehingga membentuk

sambungan-sambungan. Hal tersebut juga didukung oleh waktu

penyelaman, kedalaman penyelaman di Desa Bokori rata-rata di

atas 20 meter dan waktu naik ke permukaan yang cepat atau secara

tiba-tiba. Dimana lama waktu penyelaman akan menyebabkan

lamanya penyelam terpapar tekanan yang tinggi dan nitrogen yang

berdampak pada penyakit dekompresi serta kedalaman

penyelaman.

Sesuai dengan teori penyakit dekompresi adalah penyakit

dengan berbagai tingkat keluhan dan gejala, yang dapat

mengganggu seluruh sistem organ tubuh dengan penyebab yang

65

sama yaitu terbentuknya gelembung nitrogen dalam jaringan dan

darah. Gelembung nitrogen dapat terjadi pada berbagai jaringan,

dan dapat menyebabkan rasa terganggu (rasa tidak enak) bahkan

rasa nyeri. Dalam pembuluh darah, gelembung udara tersebut

menjadi emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah

penderitanya.

66

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit dekompresi

berdasarkan keluhan pada penyelam tradisional di Desa Bokori Kecamatan

Soropia Kabupaten Konawe adalah sebagai berikut :

1. Gambaran tanda dan gejala penyakit dekompresi berdasarkan keluhan

pada sistem syaraf dari 26 responden yang mengalami Kesemutan,

tertusuk dan terbakar pada belakang sebanyak 24 responden (92,31%)

2 responden tidak mengalami (7,69%), yang mengalami gangguan

keseimbangan 22 responden (84,62%), 4 responden tidak mengalami

(15,38%), yang mengalami tremor 21 responden (80,77%), 5

responden tidak mengalami (19,23%), nyeri punggung menjalar ke

abdomen sebanyak 19 responden (73,08%) dan yang tidak mengalami

7 responden (26,92%), yang mengalami kebingungan 18 responden

(69,23%), 8 responden tidak mengalami (30,77%),yang mengalami

nyeri kepala dan kejang 17 responden (65,38%), 9 responden tidak

mengalami (34,62%), yang mengalami mati rasa pada belakang

sebanyak 15 responden (75,77%) yang tidak mengalami 11 responden

(42,3%), yang mengalami hilang kesadaran 10 responden (38,46%),

16 responden tidak mengalami (61,54%),yang mengalami lumpuh satu

sisi badan dan gangguan berbicara 8 responden (30,77%), 18

responden tidak mengalami (69,23%) serta yang mengalami gangguan

67

penglihatan 3 responden (11,54%), 23 responden tidak mengalami

(88,46%),

2. Gambaran tanda dan gejala penyakit dekompresi berdasarkan keluhan

pada sistem skelet dari 26 responden yang mengalami sebanyak 19

responden (73,08%), dan yang tidak mengalami 7 responden

(26,92%).

3. Gambarantanda dan gejala penyakit dekompresi berdasarkan keluhan

pada sistem kardiovaskuler dari 26 responden yang mengalami

keluhan nyeri dada sebanyak 22 responden (84,62%), yang tidak

mengalami 4 responden (15,38%), sedangkan pada keluhan infark

miokard, henti jantung dan pembekuan darah tidak ada yang

mengalami.

4. Gambaran tanda dan gejala penyakit dekompresi berdasarkan keluhan

pada sistem pernapasan dari 26 responden yang mengalami sesak

napas 12 responden (46,15%) dan yang tidak mengalami 14 responden

(53,85%), yang mengalami batuk sebanyak 5 responden (19,23%) dan

21 responden yang tidak mengalami (80,77%).

5. Gambaran tanda dan gejala penyakit dekompresi berdasarkan keluhan

pada sistem intergumen dari 26 responden yang mengalami pruritus

atau gatal gatal sebanyak 24 respnden (92,31%) sedangkan yang tidak

mengalami 2 responden (7,69%). Yang mengalami rash atau kulit

seperti campak 8 responden (30,77%) sedangkan yang tidak

mengalami sebanyak 18 responden (69,23%). Dan yang mengalami

68

bercak biru pada kulit 2 responden (7,69%) sedangkan yang tidak

mengalami sebanyak 24 responden (92,31%).

6. Gambaran tanda dan gejala penyakit dekompresi berdasarkan keluhan

pada sistem pencenaan dari 26 responden yang mengalami Yang

mengalami mual sebanyak 25 responden (96,15%), 1 responden tidak

mengalami (3,85%). Yang mengalami penurunan nafsu makan

sebanyak 24 responden (84,62%) 4 responden tidak mengalami

(15,38%). Yang mengalami muntah sebanyak 23 responden (88,46%),

3 responden tidak mengalami (11,54%). Yang mengalami kejang perut

12 responden (46,15%), yang tidak mengalami sebanyak 14 responden

(53,85%). Yang mengalami diare berdarah 2 responden (7,69%)

sedangkan yang tidak mengalami sebanyak 24 responden (92,31%).

69

B. Saran

1. Bagi institusi pendidikan

Sebaiknya bagi institusi pendidikan hasil penelitian ini memberikan

tambahan referensi dibidang keperawatan maritim khususnya masalah

kesehatan pada masyarakat maritim.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukanpenelitian

tentang penyakit dekompresi dengan mengembangkan variabel bebas

yang akan diteliti.

3. Bagi penyelam

Bagi penyelam diharapakan dapat memahami kondisi yang dialaminya

adalah akibat dari melakukan penyelaman yang tidak sesuai dengan

standar keselamatan.

4. Bagi tempat penelitian

Diharapkan pemerintah di Desa Bokori melakukan kerja sama dengan

berbagai pihak agar dilakukan sosialisasi tentang akibat dari

penyelaman yang tidak sesuai standar keselamatan penyelaman serta

cara mengatasi keluhan-keluhan yang telah dirasakan oleh para

penyelam.

70

DAFTAR PUSTAKA

Abid AH, Al-Asadi JN, Habib OS. Hearing Loss in Iraqi Divers. The Medical OfJournal Bahsrah University Vol 24, No 1 & 2, 2006

Abshor A. 2008. Pengaruh Barotrauma Auris Terhadap Gangguan PendengaranPada Nelayan Penyelam Di Kecamatan Puger Kabupaten Jember.Universitas Jember.

Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,Jakarta: Rineka Cipta

Burke I., Selig E, Spalding M. 2002. Terumbu Karang Yang Terancam Di AsiaTenggara. USA: Word Resource Institute.

Direktur Kesehatan Khusus, Ditjen Kesehatan Masyarakat . Dep.Kes.RI, KelainanDan Penyakit Pada Penyelam, Makalah Pelatihan Pelatih (TOT) PenyelamTradisional , Surabaya, 10-30 juli 2000.

Depkes RI, 2006. Pedoman Advokasi Program Keselamatan Dan KesehatanKerja. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pusat PromosiKesehatan. Jakarta

Eric, Mowat, The Bends-Decompression Syndromes. 2012. (Available fromn_syndromes_the_bends/article_em.htm, Cited on : September tahun 2013).

Freigberger JJ, Lyman SJ, Denoble PJ, et al. Consensus faktor used by experts inthe diagnosis of decompression illness. Aviat Space Environ Med 2004 :75 (12) 1024-8.

Hawes, Jodi, E. Wayne Massey , 2009. Neurologic Injuries from scuba diving.Phys Med Rehabil Clin N Am 20 (2009) Volume 26, Issue I : 263.272.Elsivier Durham : Duke University.

Massi, Kemal, 2005. Analisi Kesehatan Dan Keselamatan Lingkungan KerjaPenyelam Tradisional, Makalah Institute Pertanian Bogor.

Mikke Bannett, 2004. Handbook Of Diving And Hyperbaric Medicine, The PrinceOf Wales Hospital.

Paskarini Indriati, Abdul Rohim Tualeka , Denny Y. Ardianto , Endang Dwiyanti,dkk tahun 2010. Kecelakaan dan Gangguan Kesehatan PenyelamTradisional dan Faktor-faktor yang mempengaruhi di Kabupaten SeramMaluku.Diunduh dari 3804-ID-accident-and-health-problems-of-traditional-diver-and-the factors-that-affect-th.pdf

71

Prasetyo A.T, Soemantri BJ, Lukmantya. 2012. Pengaruh Kedalaman dan LamaMenyelam Terhadap Ambang-Dengar Penyelam Tradisional denganBarotrauma Telinga. ORLI Vol. 42 No. 2 Tahun 2012, UniversitasBrawijaya . Malang.

Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data,Jakarta, Salemba Medika

Todnem K, Nyland H, Kambeetad BK, et al. Influence of occupational divingupon the nervous system : epidemiological study. Br J Ind Med 1990 : 47(10) : 708-14.

Wawan A, Dewi M. 2010. Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia.Yogyakarta: Nuha Medika

72

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

KepadaYth,

Ibu/Saudara (i) ………

Di –

Tempat ……………

Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Politeknik Kesehatan

Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan, saya akan melakukan penelitian tentang

“IDENTIFIKASI TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DEKOMPRESI

PADA PENYELAM TRADISIONAL DI DESA BOKORI KECAMATAN

SOROPIA KABUPATEN KONAWE”. Untuk keperluan tersebut saya mohon

Kesediaan ibu/saudara (i) untuk menjawab pertanyaan yang saya ajukan dengan

kejujuran dan apa adanya.

Demikian Permohonan Ini, Atas Bantuan dan Partisipasinya Saya

Ucapkan Terima Kasih.

Kendari, ……………..2017

Peneliti

Farid La Nura

73

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONCENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan tidak keberatan untuk

menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Poltekkes

Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan dengan:

Nama : FARID LA NURA

Nim : P00320013006

Judul :” IDENTIFIKASI TANDA DAN GEJALA PENYAKIT

DEKOMPRESI PADA PENYELAM TRADISIONAL DI

DESA BOKORI KECAMATAN SOROPIA KABUPATEN

KONAWE”

Saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia. Demikian pernyataaan ini

dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun semoga dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Kendari, …...Juni 2017

Responden

74

LEMBAR WAWANCARA

IDENTIFIKASI TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DEKOMPRESI PADAPENYELAM TRADISIONAL DI DESA BOKORI KECAMATAN SOROPIA

KABUPATEN KONAWE TAHUN 2017A. KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Kode responden :2. Tanggal Penelitian :3. Nama Inisial :4. Alamat :5. Jenis penyelaman :

B. TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DEKOMPRESIBerilah tanda cheklist jika responden mengalami keadaan-keadaan dibawah ini.No Tanda Dan Gejala Penyakit Dekompresi Ya Tidak

1. Apakah anda mengalami nyeri punggung yang dapatmenjalar ke abdomen

2. Apakah anda mengalami mati rasa pada belakang

3. Apakah anda merasakan kesemutan, tertusuk dan terbakarpada daerah belakang

4. Apakah anda mengalami gangguan penglihatan

5. Apakah anda mengalami lumpuh satu sisi tubuh

6. Apakah anda mengalami hilang kesadaran

7. Apakah anda mengalami gangguan berbicara

8. Apakah anda mengalami nyeri kepala

9. Apakah anda sering mengalami kebingungan

10. Apakah anda mengalami gangguan keseimbangan

11. Apakah anda mengalami tremor/gemetar

12. Apakah anda mengalami convulsi/kejang-kejang

13. Apakah anda mengalami nyeri sendi

14. Apakah anda mengalami nyeri dada

15. Apakah anda mengalami Infark Miokard

16. Apakah anda mengalami Henti jantung

75

17. Apakah anda megalami gangguan pembekuan darah

18. Apakah anda mengalami Dyspnoe/sesak napas

19. Apakah anda mengalami Batuk

20. Apakah anda mengalami pruritus/gatal-gatal

21. Apakah anda mengalami rash/kulit seperti campak

22. Apakah anda mengalami bercak-bercak biru pada kulit

23. Apakah anda mengalami penurunan nafsu makan

24. Apakah anda mengalami nausea/mual

25. Apakah anda mengalami vomitus/muntah

26 Apakah anda mengalami kejang perut

27. Apakah anda mengalami diare berdarah

33

33

34

35