identifikasi rembesan air lindi menggunakan metode
TRANSCRIPT
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 1
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS
Institut Teknologi Sumatera
Muhammad Machfudˡ
ˡ Teknik Geofisika, Institut Tenologi Sumatera, Indonesia
Corresponding e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian dilakukan dengan mengukur nilai resistivitas lapisan tanah di TPS Institut Teknologi Sumatera melalui lintasan yang
sudah ditentukan yaitu sebanyak 6 lintasan. Keenam lintasan tersebut diharapkan dapat mewakili secara keseluruhan kondisi
lapisan tanah di TPS Institut Teknologi Sumtera (ITERA) Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Selatan. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode Geolistrik Resistivitas dengan konfigurasi Wenner. Pengukuran resisitivitas menggunakan
alat resistivity meter. Pengolahan data dilakukan dengan software Res2Dinv yang menunjukan penampang 2D. hasil penelitian
menunjukan air lindi yang terbentuk dan berada di sebelah barat timbunan sampah (Lintasan- 3) yang membentang dari arah
barat ke timur dan belum terjadinya/adanya rembesan dibawah permukaan tanah. Pada lintasan ini diestimasikan air lindi
terdapat pada kedalaman 0 – 2 m dititik 40 – 44 m.
Kata Kunci : resistivitas, konfigurasi Wenner, air lindi.
ABSTRACT
The research was carried out by measuring the resistivity value of the soil layer at TPS ITERA through a predetermined path,
namely as many as 6 lines. The six routes are expected to represent the overall condition of the soil layers at TPS ITERA Jati
Agung District, South Lampung Regency. The method used in this research is the Geoelectric Resistivity method with the
Wenner configuration. Measurement of resistivity using a resistivity meter. Data processing was performed using Res2Dinv software which shows a 2D cross section. The results showed leachate formed and located in the west of the garbage pile
(Line-3) which stretches from west to east and there is no seepage beneath the soil surface. On this path it is estimated that
leachate is at a depth of 0 - 2 m at the point 40 - 44 m.
Keywords: resistivitity, Wenner configuration, leachate
Pendahuluan
Latar Belakang
Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu
meninggalkan sisa yang dianggap sudah tidak berguna lagi
sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu
sampah dan limbah [1]. Sampah merupakan polutan umum
yang dapat menyebabkan turunnya nilai estetika
lingkungan, membawa berbagai jenis penyakit,
menimbulkan polusi, menyumbat saluran air dan berbagai
akibat negatif lainnya, sehingga manusia berupaya untuk
menyingkirkan sampah sejauh mungkin dari lingkunganya
ke tempat Penampungan Sementara (TPS) [2]. Di
lingkungan kampus ITERA terdapat sebuah TPS untuk pembuangan sampah sementara. Seiring berkembangnya
kampus ITERA maka jumlah populasi sampah di TPS ini
akan semakin menumpuk. Dengan bertambahnya
penumpukan sampah di TPS ini akan semakin banyak
jumlah polutan lindi.
Ada faktor yang mempengaruhi hubungan antara nilai
resistivitas dengan jenis batuan menurut [3] yaitu:
1. Batuan sedimen yang lepas mempunyai nilai
resistivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan
batuan sedimen yang kompak. Batuan yang
mengandung air akan lebih rendah resistivitasnya; 2. Porositas batuan. Batuan yang tidak porous
mempunyai nilai resistivitas lebih tinggi dari batuan
yang porous;
3. pH air di dalam rongga batuan. Batuan yang asam
dengan nilai resistivitas rendah menunjukkan pH
rendah;
4. Nilai resistivitas batuan akan bervariasi berdasarkan
lingkungan pengendapan setempat;
5. Nilai resistivitas dapat berbeda secara mencolok,
tidak saja dari satu lapisan ke lapisan yang lain tetapi
dalam satu lapisan batuan;
6. Temperatur air lebih rendah (segar) mempunyai nilai resistivitas tinggi dibandingkan temperatur air tinggi
(air panas);
7. Permeabilitas adalah kesanggupan batuan untuk
meloloskan fluida; dan
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 2
8. Porositas batuan adalah ukuran dari ruang kosong di
antara material dengan perbandingan antara volume
rongga dengan volume batuan seluruhnya
x 100 %.
Pengertian sampah dikemukakan oleh [4], yang
menyatakan bahwa sampah adalah sebagian dari sesuatu
yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang, umumnya berasal dari kegiatan manusia dan
bersifat padat. Definisi lain yang dikemukakan oleh [5],
menyebutkan bahwa sampah adalah limbah atau buangan
yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil
sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan
manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Demikian pula menurut [5], menyatakan sampah adalah bahan yang
tidak mempunyai nilai atau tidak berharga dalam
pembikinan atau pemakaian, barang rusak atau bercacat
dalam pembikinan atau materi berkelebihan.
Keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir sampah (TPA)
memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai
pengolahan akhir sampah baik yang akan didaur ulang
sebagai kompos ataupun hanya ditimbun setelah disortir oleh pemulung. Jumlah sampah di TPA yang sangat besar
akan menyebabkan proses dekomposisi alamiah
berlangsung secara besar-besaran pula. Proses
dekomposisi tersebut akan mengubah sampah menjadi
pupuk organik dan menimbulkan hasil samping yaitu air
lindi (leachate). Penumpukan sampah selain mengganggu
estetika, sanitasi dan kelestarian lingkungan juga
mengakibatkan pencemaran air, tanah, dan udara [5].
Lindi dapat didefinisikan sebagai cairan yang timbul dari
hasil dekomposisi biologis sampah yang telah membusuk
yang mengalami pelarutan akibat masuknya air eksternal
ke dalam timbunan sampah. Air lindi akibat proses degradasi sampah dari TPA merupakan sumber yang
mempengaruhi perubahan sifat fisik, kimia maupun
biologi [5].
Menurut [6], air tanah tidaklah statis melainkan bergerak
karena adanya perbedaan gradien hidrolika. Aliran ini
menyebabkan air tanah yang terkontaminasi bergerak
mengikuti sistem alirannya sehingga mencapai air tanah. Air lindi akan semakin cepat mencapai air tanah terlebih
lagi didukung oleh kondisi tanah yang bersifat porous dan
permeable, seperti pasir, kerikil dan batu pasir. Bahan-
bahan tersebut mempunyai meabilitas tinggi sehingga air
lindi dapat dengan mudah bergerak dan menyebar.
Komposisi air lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah hujan di
TPA, dan kondisi spesifik tempat. (Gambar 1)
Gambar 1. Skema Proses Terjadinya Lindi [5].
Menurut [7], air lindi dicirikan bahwa pada daerah yang
bercurah hujan tinggi, air lindi menjadi lebih mudah
terbentuk dan jumlahnya akan lebih banyak. Mekanisme
masuknya air lindi ke lapisan air tanah, terutama air tanah
dangkal (sumur) melalui proses sebagai berikut :
1. Air lindi ditemukan pada lapisan tanah yang
digunakan sebagai Open Dumping, yaitu kira-kira
berjarak 2 meter di bawah permukaan tanah; 2. Secara khusus, bila air lindi masuk dengan cara
infiltrasi di tanah, segera permukaan tanah dijenuhi
air;
3. Akibat adanya faktor seperti air hujan, mempercepat
air lindi masuk ke lapisan tanah yaitu zona aerasi
yang mempunyai kedalaman 10 meter di bawah
permukaan tanah;
4. Akibat banyaknya air lindi yang terbentuk
menyebabkan air lindi masuk ke lapisan airtanah
dangkal atau lapisan air tanah jenuh; dan
5. Pada lapisan tanah jenuh tersebut, air yang terkumpul bercampur dengan air lindi dimana air tanah dangkal
ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui
sumur-sumur dangkal.
Air lindi yang merupakan hasil degradasi sampah tentunya
mengandung unsur-unsur yang terlarut dan tersuspensi.
Bila kondisi air lindi ini dibiarkan mengalir di permukaan
tanah dan menyebar secara luas, maka akan menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan. Untuk mendeteksi air
lindi salah satunya mengunakan metode geofisika yaitu
metode geolistrik resistivitas. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengukuruan Electrical Reseistivity
Tomography (ERT). Metode (ERT) merupakan metode
pengukuran geolistrik secara vertikal dan horizontal.
Sebelumnya di daerah penelitian ini sudah pernah
dilakukan penelitian oleh [3], mengenai air lindi. Dimana
penelitian itu menggunakan metode Geolistrik Vertical
Electrical Sounding (VES). Metode VES ini hanya
mendapatkan gambaran daerah secara vertikal saja tidak mencerminkan secara lateral. Dari penelitian tersebut,
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 3
perlu pengembangan untuk pendekteksi keberadaan air
llndi dengan menggunakan metode Electrical Resistivity
Tomography (ERT).
Metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi Wenner
dilakukan untuk melihat lapisan-lapisan di bawah
permukaaan dan untuk mengetahui penyebaran lindi dan
akumulasinya. Oleh karena itu untuk mengetahui
pencemaran lindi yang terjadi dapat digunakan metode
eksplorasi geofisika yaitu metode geolistrik tahanan jenis.
Metode geolistrik tahanan jenis ini dapat digunakan untuk
mengamati aliran pencemaran dengan mendeteksi hasil
citra bawah tanah. Penelitian pencemaran ini perlu
didukung dengan penampang pemodelan yang prespektif
agar dapat mendukung hasil penelitian dan dapat diketahui penyebaran lindi dan akumulasinya.
Permasalahan yang diungkap pada penelitian ini adalah
berapa nilai resistivitas pada bawah permukaan tanah di
TPS Institut Teknologi Sumatera, arah rembesan dan
kedalaman air lindi di TPS Institut Teknologi Sumatera.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui nilai resistivitas
pada bawah permukaan tanah di TPS Institut Teknologi
Sumatera, mengetahui arah rembesan dan kedalaman air
lindi di TPS Institut Teknologi Sumatera.
Persebaran lindi dapat diestimasi menggunakan metode
Geofisika, yaitu metode Geolistrik tahanan jenis. Metode
pendekatan yang paling sederhana dalam mempelajari secara teoritis tentang aliran arus listrik di dalam bumi
adalah bumi dianggap homogen dan isotropis. Jika sebuah
elektroda tunggal yang dialiri arus listrik diinjeksikan pada
permukaan bumi yang homogen isotropis, maka akan
terjadi aliran arus yang menyebar dalam tanah secara
radial. Dan apabila udara di atasnya memiliki
konduktivitas nol, maka garis potensialnya akan berbentuk
setengah bola [8] dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Satu Titik Arus di Permukaan [8]
Bumi yang diasumsikan sebagai medium homogen
isotropis pada kenyataannya merupakan medium non
homogen yang terdiri dari banyak lapisan dengan tahanan
jenis yang berbeda-beda, sehingga nilai nilai tahanan jenis
yang terukur bukanlah nilai tanahan jenis sebenarnya
melainkan nilai tahanan jenis semu.
Dengan ρa merupakan resistivitas semu yang bergantung
pada spasi elektroda. Dan sebaliknya untuk kasus tak
homogen, bumi diasumsikan berlapis-lapis dengan
masing-masing lapisan mempunyai harga resistivitas yang
berbeda. Resistivitas semu merupakan resistivitas dari
suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan
medium berlapis yang ditinjau. Sebagai contoh medium berlapis yang ditinjau misalnya terdiri dari dua lapis yang
mempunyai resistivitas yang berbeda (ρ1 dan ρ2) dianggap
sebagai medium satu lapis homogen yang mempunyai satu
harga resistivitas yaitu resistivitas semu ρa, dengan
konduktansi lapisan fiktif sama dengan jumlah
konduktansi masing-masing lapisan σf = σ1+σ2 [8].
Gambar 3. Medium berlapis dengan variansi resistivitas [9].
Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas
memperlihatkan variasi harga yang sangat banyak.
Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang
memiliki resistivitas kurang dari Ωm, sedangkan
isolator memiliki resistivitas lebih dari Ωm. Selain itu
ada bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi
banyak elektron bebas dengan mobilitas yang sangat
tinggi. Sedangkan pada semikonduktor, jumlah elektron
bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh ikatan ionik
sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak
[8].
Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan, dan
mineral dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Konduktor baik : 10-8 < ρ < 1 Ωm;
2. Konduktor penengahan : 1 < ρ < 107 Ωm; dan
3. Isolator : ρ > 107 Ωm.
Penelitian ini menggunakan konfigurasi Wenner.
Konfigurasi Wenner merupakan salah satu konfigurasi
yang paling sering digunakan dalam eksplorasi geolistrik.
Mekanisme pengukuran yang digunakan adalah dengan
memasang 4 (empat) elektroda yang terletak dalam satu
garis dan simetris pada titik tengah. Kemudian menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi melalui
elektroda arus, kemudian diukur kuat arus maupun beda
potensial yang terjadi di permukaan bumi [10]. Susunan
elektroda konfigurasi Wenner dapat dilihat pada Gambar
3.
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 4
Gambar 4. Elektroda Arus dan Potensial Pada Konfigurasi Wenner [10].
Faktor geometri (K) untuk konfigurasi Wenner adalah [1]:
(
) (
)
(
) (
)
(1)
Jarak masing-masing elektroda pada Gambar 2 menjadi:
( dan . (2)
Inversi merupakan suatu metode perhitungan matematika
dan statistika untuk mendapatkan infromasi fisika
berdasarkan observasi yang kita lakukan terhadap suatu
sistem. Inversi bertujuan memperoleh pemodelan hasil
observasi yang pada dasarnya merupakan proses try and
error dengan melakukan modifikasi pada parameter
pemodelan sehingga didapatkan kecocokan antara data
perhitungan inversi dan data lapangan [5].
Model inversi dapat dimodifikasi secara iterasi sehingga
respon model menyerupai hasil pengukuran. Data terukur
dapat ditulis dalam vektor kolom y sebagai berikut:
(3)
dengan i merupakan jumlah data atau banyaknya
pengukuran yang dilakukan. Sedangkan respon model f
dapat ditulis sebagai persamaan berikut:
(4)
Pada data resistivitas, biasanya menggunakan logaritma dari nilai true resistivity untuk hasil pengukuran respon
model dan parameter model. Dimana parameter model
dapat diwakili oleh vektor q sebagai mana pada persamaan
berik
(5)
Di mana n merupakan banyaknya parameter model. Hasil
pengukuran dan respon model memiliki perbedaan yang
dapat dinyatakan dalam vektor g sebagai berikut:
(6)
Metode least square memodifikasi model awal untuk
memperkecil kesalahan jumlah kuadrat (E) dari beda
antara respon model dan hasil pengukuran. E dapat
dirumuskan sebagai:
(7)
Persamaan Gauss – Newton digunakan untuk mengurangi
kesalahan di persamaan (6) dan untuk menentukan
perubahan dalam parameter model yang seharusnya dapat
mengurangi jumlah kuadrat kesalahan.
(8)
Di mana q1 merupakan vektor perubahan parameter model
dan J merupakan matriks Jacobian. Matriks Jacobian
diperoleh pada persamaan berikut:
(8)
Setelah mengetahui vektor perubahan parameter model
maka model baru diperoleh dengan:
(9)
Pada kondisi tertentu, matriks J menjadi matriks tunggal dan persamaan least square tidak memiliki penyelesaian
pada q. Hal tersebut terjadi karena model awal yang buruk dan berbeda dari model optimal yang digunakan. Vektor
perubahan yang diketahui dari persamaan ( )
terkadang bernilai terlalu besar sehingga model baru yang
didapatkan menjadi tidak realistis. Untuk menghindari
permasalah seperti ini, digunakanlah modifikasi
Marquardt-Levenberg pada persamaan Gauss- Newton
sebagaimana dijelaskan pada persaman berikut ini:
(10)
dimana I merupakan matriks identitas dan 𝞴 adalah faktor
redaman.
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 5
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk mengeidentifikasi arah sebaran lindi
di TPS Institut Teknologi Sumtera (ITERA).
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – September.
Desain Lintasan- pengukuran dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Desain Akuisisi di TPS Institut Teknologi Sumatera.
Berikut adalah penamaan desain pada penelitian
berdasarkan Gambar 1 :
1. Lintasan- 1: ert 1.0 – ert 1.100.
2. Lintasan- 2: ert 2.0 – ert 2.100.
3. Lintasan- 3: ert 3.0 – ert 3.100.
4. Lintasan- 4: ert 4.0 – ert 4.100.
5. Lintasan- 5: ert 5.0 – ert 5.100. 6. Lintasan- 6: ert 6.0 – ert 6.100.
Berdasarkan peta geologi Lembar Tanjungkarang menurut
[3], stratigrafi daerah penelitian yaitu Formasi Lampung
berada pada zaman Kenozoikum (Cainozoic) zaman
kuarter Plistosen (Pleistocene quaternary) dengan jenis
batuan gunung api (volcanic rocks) diantaranya adalah tuf
berbatuapung, tuf riolitik, tuf pada tufit, batulempung
tufan dan batupasir tufan. Dari letak lokasi penelitian ditunjukkan pada kotak berwarna ungu. (Gambar 3.1).
Gambar 6. Geologi Lembar Tanjung Karang (Modifikasi [3]).
Penelitian dilakukan menggunakan alat Resistivity meter.
Parameter penelitian terdiri atas parameter yang diukur
(arus listrik (i), beda potensial (V), dan spasi jarak
elektroda) dan parameter yang dihitung (nilai tahanan jenis
semu (ρ)). Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam
prosedur penelitian.
A. Tahap persiapan
Tahapan persiapan meliputi :
1. Studi literatur mengenai metode geolistrik dan
mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan
lokasi tempat pembuangan sementara (TPS), litologi
daerah sekitar dan dampa yang ditimbulkan terhadap
lingkungan sekitar; dan
2. Mempersiap kan peralatan survei dan pengukuran. B. Tahap pengukuran
Tahap pengukuran ini menggunakan konfigurasi
Wenner.
1. Membentang meteran 100 meter;
2. Memasang elektroda–elektroda dan kabel arus dan
potensial pada lintasan pengukuran sesuai dengan
konfigurasi yang digunakan;
3. Memindahkan elektroda arus dan elektroda potensial
sesuai dengan konfigurasi Wenner; dan
4. Mancatat dan menghitung nilai arus dan potensial
pada resistivity meter.
Pada tahanpan akhir ini dilakukan interpretasi hasil dari
pengolahan data yang sudah diteliti menggunakan
Res2DInv yang akan menghasilkan tampilan bawah
permukaan dalam 2 dimensi.
1. Pengolahan 2D
Analisis Res2DInv memerlukan input data yang
ditulis dalam notepad dengan jenis file.txt lalu diubah
kedalam file.dat. (Gambar 7).
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 6
Gambar 7. Data resistivitas 2D Res2DInv.
Selanjutnya buka software Res2DInv:
1. Read file data pengukuran resistivity;
2. Klik inversion pilih least-square inversion;
Hasil ini akan menghasilkan tiga penampang, yaitu:
apparent resistivity, calculate apparent resistivity
dan inversi model resisistivity section (penampang
model true resistivity). (Gambar 4.3).
Gambar 8. Contoh Proses Pengolahan data Lintasan- 3.
3. Jika hasil error RMS masih besar maka dilakukan
edit data.
Datum point pada pengkuran perlu diedit untuk
melihat kekonsistensian trend-trend datum point. Jika
dalam datum point ada yang dianggap kurang baik
dapat dihapuskan. Dengan bertujuan untuk
meghasilkan error RMS-nya lebih baik sampai dengan iterasi yang diinginkan. (Gambar 4.4).
Gambar 9. Contoh Penampang bad datum point 2D Res2DInv.
4. Selanjutnya melakukan interpretasi dari hasil
pengolahan data resistivitas dengan aplikasi
Res2DInv. Setelah melakukan input data maka akan
diproses dalam software Res2Dinv maka akan
didapatkan hasil pencitraan resistivitas bawah
permukaan tanah.
Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Lintasan- 1
Gambar 10. Penampang Model 2D Lintasan- 1
Berdasarkan hasil pengukuran resistivitas pada lintasan- 1 dengan menggunakan konfigurasi Wenner (Gambar 10),
nilai resistivitasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
no Estimasi
kedalaman
(m)
Estimasi
ketebalan
(m)
Resistivitas
(Ωm) Estimasi litologi
1 1 – 2 2 33,3 – 75,9 Pasir Tuffaan
2 2 – 10 8 173 – 896 Tuff
3 10 – 15 5 2,8 – 14,6 Lempung
Tuffaan
Tabel 1. Nilai resistivitas pada lintasan- 1.
U S
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 7
Lintasan- 2
Gambar 11. Penampang Model 2D Lintasan- 2.
Berdasarkan hasil pengukuran resistivitas pada lintasan- 1
dengan menggunakan konfigurasi Wenner (Gambar 11),
nilai resistivitasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
no Estimasi
kedalaman
(m)
Estimasi
ketebalan (m)
Resistivitas
(Ωm) Estimasi
litologi
1 0 – 8 8 33,3 – 75,9 Pasir Tuffan
2 2 – 8 6 173 – 896 Tuff
3 9 – 15 6 2,8 – 14,6 Lempung
Tuffan
Tabel 2. Nilai resistivitas pada lintasan- 2.
Lintasan- 3
Gambar 12. Penampang Model 2D Lintasan- 3.
Berdasarkan hasil pengukuran resistivitas pada lintasan- 1
dengan menggunakan konfigurasi Wenner (Gambar 12),
nilai resistivitasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
no Estimasi
kedalaman
(m)
Estimasi
ketebalan
(m)
Resistivitas
(Ωm) Estimasi litologi
1 0 – 2 2 <3 Cairan Lindi
2 0 – 7 7 173 – 896 Tuff
3 0 – 10 10 33,3 – 75,9 Pasir Tuffaan
4 10 – 15 5 2,8 – 14,6 Lempung Tuffaan
Tabel 3. Nilai resistivitas pada lintasan- 3.
Lintasan- 4
Gambar 13. Penampang Model 2D Lintasan- 4.
Berdasarkan hasil pengukuran resistivitas pada lintasan- 1 dengan menggunakan konfigurasi Wenner (Gambar 13),
nilai resistivitasnya dapat dilihat pada Tabel 4.
no Estimasi
kedalaman
(m)
Estimasi
ketebalan
(m)
Resistivitas
(Ωm) Estimasi
litologi
1 0 – 7 7 33,3 – 75,9 Pasir Tuffaan
2 4 – 9 9 173 – 896 Tuff
3 9 – 15 5 2,8 – 14,6 Lempung
Tuffan
Tabel 4. Nilai resistivitas pada lintasan- 4.
Lintasan- 5
Gambar 14. Penampang Model 2D Lintasan- 5.
Berdasarkan hasil pengukuran resistivitas pada lintasan- 1
dengan menggunakan konfigurasi Wenner (Gambar 14),
nilai resistivitasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
no Estimasi
kedalaman
(m)
Estimasi
ketebalan
(m)
Resistivitas
(Ωm) Estimasi litologi
1 0 – 2 2 173 – 896 Tuff
2 2 – 12 10 33,3 – 75,9 Pasir Tuffaan
3 12 – 15 3 2,8 – 14,6 Lempung
Tuffaan
Tabel 5. Nilai resistivitas pada lintasan- 5.
U S B T
B T B T
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 8
Lintasan- 6
Gambar 15. Penampang Model 2D Lintasan- 6.
Berdasarkan hasil pengukuran resistivitas pada lintasan- 1 dengan menggunakan konfigurasi Wenner (Gambar 15),
nilai resistivitasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
no Estimasi
kedalaman
(m)
Estimasi
ketebalan
(m)
Resistivitas
(Ωm) Estimasi litologi
1 0 – 8 8 173 – 896 Tuff
2 0 – 7 7 33,3 – 75,9 Pasir Tuffaan
3 10 – 15 5 2,8 – 14,6 Lempung
Tuffaan
Tabel 6. Nilai resistivitas pada lintasan- 6.
Pembahasan
Pemahasan ini megacu pada penelitian sebelumnya yang
melukukan penelitian didaerah TPS Institut Teknologi
Sumatera dengan menggunakan hasil pengolahan data VES
(Vertical Elektrical Sounding) [3] dan mengacu pada
Rentang litologi di daerah penelitian pada Tabel 5.1, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh [16].
Nilai Resistivitas Litologi
<20 Ωm
tuffaceous claystone (lempung tuffaan)
Batuan tuff berbutir halus yang memiliki
kandungan clay. Sifatnya impermeable dan tidak
dapat menjadi akuifer
20 – 80 Ωm
tuffaceous sandstones (pasir tuffaan)
Batuan tuff yang memiliki kandungan pasir dengan
ukuran butir menengah – kasar. Sifatnya permeabel
dengan porositas baik dan dapat menjadi akuifer
tertekan.
80 - 150 Ωm
Tuff
Batuan tuff dengan ukuran butir kasar, terletak
pada bagian yang relatif dangkal dari
permukaan/pada bagian bawah tanah penutup.
Batuan ini juga dapat berperan menjadi akuifer.
>150 Ωm
Tuff
Batuan tuff dengan ukuran butir halus dan kompak.
Tabel 7. Rentang Resistivitas dari Litologi Batuan ITERA [11].
Berikut rentang nilai resistivitas air lindi di TPS ITERA
yang digunakan sebagai validasi nilai resistivitas air lindi :
TPS 1 TPS 2
a (cm) Resistivitas (Ω.m) a (cm) Resistivitas
(Ω.m)
10 0,707 – 1,44 10 0,7 – 2,4
20 0,198 – 1,42 20 1,44 – 3,6
30 0,8 – 2,48 30 1,64 – 4,96
Tabel 8. Rentang Nilai Resistivitas Air Lindi di TPS ITERA [3].
Gambar 16. Penampang Model 2D Lintasan- 3.
Lapisan yang dilingkari berwarna merah (Gambar 16),
diestimasi sebagai cairan lindi yang memiliki nilai tahanan
jenis 2,8 Ωm. Cairan lindi terdapat pada kedalaman 0 – 2
m di titik 40 – 44 m, lapisan di sekitarnya belum terkena
polutan (air lindi), jadi diestimasikan air lindi belum meresap hingga ke bawah permukaan. Menurut [3],
tentang klasifikasi air tanah terdapat beberapa jenis batuan
yang dapat menyimpan dan meloloskan air serta yang
tidak dapat. Seperti batuan lempung pasiran adalah lapisan
batuan yang dapat menyimpan air dan mengalirkan dalam
jumlah yang terbatas. Batuan lempung, serpih dan tuff
adalah lapisan yang mampu menyimpan air, tetapi tidak
dapat mengalirkan air dalam jumlah yang berarti.
Nilai resistivitas pada lapisan tuff adalah 173 – 896
Ωm, lapisan pasir tuffaan memiliki nilai resistivitas
33,3 – 75,6 Ωm, dan lapisan lempung tuffaan
memiliki nilai resistivitas 2,8 – 14,6 Ωm.
Air lindi
T B
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 9
Skema sebaran air lindi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 17. Skema Sebaran Air Lindi di Lintasan- 3.
Kesimpulan
Dari hasil pengkuran dari beberapa lintasan di TPS ITERA
(Isntitut Teknologi Sumatera), dapat disimpulkan bahwa
nilai resistivitas di TPS Institut Teknologi Sumatera pada
lapisan tuff memiliki nilai tahanan jenis 173 – 896 Ωm, lapisan pasir tuffaan memiliki tahanan jenis 33,3 – 75,6
Ωm, dan lapisan lempung tuffaan memiliki nilai tahanan
jenis 2,8 – 14,6 Ωm. Pada daerah TPS di Institut
Teknologi Sumatera diduga adanya rembesan air lindi
dengan arah horizontal atau hanya menyebar dipermukaan
pada lintasan- 3 yaitu pada titik 40 – 44 m di kedalaman 0
– 2 m, hal tersebut didukung karena adanya keterdapatan
air lindi pada lintasan- 3 tepat pada lokasi timbunan
sampah.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr.
Ahmad Zaenudin, S.T., M.T. dan Rizky Martin Antosia,
S.Si., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian tugas akhir. Terimaksih untuk bapak Ruhul
Firdaus, S.T., M.T. dan Selvi Misnia Irawati, S.Si., M.T.
selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
masukan, saran dan arahan untuk penulis agar lebih baik.
Terimaksih untuk Gustika Indriani Yahya yang telah
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis
selama 5 tahun dalam masa perkuliahan hinnga dapat
menyelesaikan tugas akhir. Terimakasih juga kepada
rekan-rekan yang telah membantu dalam pengambilan data
penelitian ini dan temanteman seangkatan yang telah
memberikan semangat dalam penyelesaian tugas akhir dan jurnal ini.
Referensi
[1] R. H. Parlinggoman, “Studi Sebaran Air Limbah
Sampah Bagian Utara TPA Bantar Gebang
Dengan Metoda Resistivity Wenner-
Schlumberger,” Skripsi : Departemen Fisika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
2011.
[2] I. W. R. Aryanta, “Pengaruh Pencemaran
Lingkungan terhadap Kesehatan Masyarakat,”
Pros. Semin. Nas. Prodi Biol. F.MIPA UNHI.,
2014.
[3] M. H. Kurniawan, “Aplikasi Metode Elektrical
Resistivity Tomography Memggunakan Konfigurasi Dipole-dipole Untuk Identifikasi
Potensi Akuifer (Studi Kasus Kampus Institut
Teknologi SUMATERA).” Skripsi : Jurusan
Teknologi Manufaktur dan Kebumian, Progam
Studi Teknik Geofisika. ITERA, 2020.
[4] H. Tampubolon "Identifikasi Pencemaran Air
Tanah Akibat Air Lindi Menggunakan Geolistrik
Tahanan Jenis," Skripsi : Jurusan Teknologi
Manufaktur dan Kebumian, Progam Studi Teknik
Geofisika. ITERA, 2020.
[5] I. Putra, “Identifikasi Arah Rembesan dan Letak
kumulasi Lindi Dengan Metode Geolistrik
Resistivitas Konfigurasi Wenner – Schlumberger
di TPA Temesi Kabupaten Gianyar,” Skripsi :
Progam Magister, Progam Studi Lingkungan,
Progam Pascasarjana. Universitas Udayana,
2012.
[6] K. Joglo, “Grounwater Risk Analysis in the Vicinity of A Landfill, A Case Study in Mauritius,
Departement of Land Water Resource Engineering
Royal Intitute of Technology,” 2002.
[7] D. K. Todd, “Grounwater Technology.” John
Willey and So., New York., 1980
[8] Telford, W. M., Geldrat, L. P. & Sheriff, R. E.,
“Applied_Geophysics,” USA : Cambridge
University., 1990.
[9] A. Rahmawati, “Pendugaan Bidang Gelincir Tanah Longsor Berdasarkan Sifat Kelistrikan
Bumi Dengan Aplikasi Geolistrik Metode Tahanan
Jenis Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus di
Daerah Karangsambung dan Sekitarnya,
Kabupaten Kebumen) ”, Skripsi: Program Sarjana
Sains FMIPA, 2009.
[10] D. M. Loke, “Electrical imaging surveys for
environmental and engineering studies”, 1999.
Identifikasi Rembesan Air Lindi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 2D di TPS Institut Teknologi Sumatera | 10
[11] Rizka dan S. Setiawan, “Investigasi Lapisan
Akuifer Bedasarkan Data Vertical Electrical
Sounding (VES) dan Data Electrical Logging;
Studi Kasus Kampus ITERA.” Bulletin Of
Scientific Contribution :GEOLOGY, hal.17, no.2,
hlm. 91-100, 2013.