pengolahan air lindi kompos dengan menggunakan biofilter

13

Upload: others

Post on 18-Mar-2022

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter
Page 2: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter
Page 3: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter dan Lahan Basah Buatan (Sub-Surface Flow Constructed Wetlands)

Purnama, IGH.1), Purnama, S.G1) Bagian Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,

Universitas Udayana. Jl. P.B. Sudirman – Denpasar, Bali - Indonesia [email protected]

ABSTRAK

Gianyar Waste Recovery Project adalah Fasilitas Pemilahan Sampah dan Pengomposan di Desa Temesi, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali yang digagas pertama kali oleh Rotary Club of Bali Ubud dan pada tahun 2008 diambil alih oleh Yayasan Berbasis Komunitas TEMESI atau Yayasan Pemilahan Sampah Temesi (YPST). Kapasitas produksi Kompos perhari adalah 50 ton atau 17500 ton/tahun dengan luas area produksi 4740 m2.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penurunan kandungan BOD5, COD, TSS dan pH dari Air Lindi Kompos dengan menggunakan Biofilter dengan menggunakan Batu Lahar Kintamani sebagai Media Filter Anaerobic dan Lahan Basah Buatan (Sus-surface Flow constructed wetlands) menggunakan Tanaman Canna (Canna Sp.) dan Papirus (Cyperus Papyrus). Hasil pengolahan (Effluent) akan dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Bali No. 16 tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada Reaktor 1 - 3, efektivitas sistem wetland secara keseluruhan hingga minggu ke-VI belum mencapai 65%. Removal rate tertinggi terjadi pada parameter TSS sebesar 59%, sementara parameter BOD5 dan COD berada pada rentang 30-58%. Faktor yang mempengaruhi efektivitas pengurangan nilai parameter tidak mencapai 65% antara lain disebabkan oleh ukuran filter batu vulkanik yang relatif besar dan tidak ideal, kuantitas dan kualitas air lindi kompos yang masuk ke sistem tidak menentu, serta tanaman yang digunakan kurang cocok dalam sistem wetland terutama dalam menyerap kandungan parameter yang diteliti.

Kata Kunci: Air Lindi Kompos, Biofilter, Lahan Basah Buatan, Batu Lahar Kintamani, Efektifitas Pengolahan

Page 4: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

The use of Biofilter and Sub Surface Flow Constructed Wetlands to treat Compost Leachates

Purnama, IGH.1), Purnama, S.G1)

Environmental Health Unit, School of Public Health, Faculty of Medicine, Udayana. Jl. P.B. Sudirman – Denpasar, Bali - Indonesia

[email protected] Gianyar Waste Recovery Project is a waste and composting facility in Temesi village, Gianyar regency, Bali province which was first initiated by Rotary Club of Bali Ubud and in 2008 taken over by Yayasan Berbasis Komunitas TEMESI or Yayasan Pemahahan Sampah Temesi (YPST). Production capacity of Compost per day is 50 ton or 17500 ton/year with production area 4740 m2. This study aims to determine the ability to decrease the content of BOD5, COD, TSS and pH of compost Leachates using Biofilter (Using Kintamani Lava Rock as media) and Sub Surface Flow Constructed Wetlands, using Canna Plants (Canna Sp.) and Papyrus (Cyperus Papyrus). The effluent from reactors will be compared with Bali Governor's Regulation no. 16 of 2016 on Environmental Quality Standards and Raw Criteria for Environmental Damage. The results showed that in Reactor 1 - 3, the effectiveness of wetland system as a whole until the sixth week has not reached 65%. The highest removal rate occurs in TSS parameter of 59%, while the BOD5 and COD parameters are in the range of 30-58%. Factors affecting the effectiveness of the reduction of parameter values did not reach 65%, among others, caused by relatively large and not ideal volcanic stone filter size, the quantity and quality of compost leachate water into the system is not stabilized, and the plants used are less suitable in wetland system, especially in absorbing the parameter content under study. Keywords: Compost Leachates, Bio filter, constructed Wetlands, Kintamani Lava Rock, Treatment Efficiency PENDAHULUAN

Kabupaten Gianyar memiliki

permasalahan yang sama dengan daerah

lain di Bali khususnya, yaitu jumlah

produksi sampah yang meningkat dari

tahun ke tahun. TPA Temesi yang dimiliki

memiliki kemampuan mengolah 50 ton

sampah per hari. Dari total volume sampah

yang masuk ke TPA, 85 % adalah sampah

organik yang dapat ditransformasikan

menjadi Kompos.

Fasilitas Pemilahan Sampah Temesi

adalah fasilitas pengolahan sampah organik

menjadi Pupuk Kompos. Project ini digagas

oleh Rotary Club of Bali Ubud yang

sekarang sudah dibubarkan. Mitra

pelaksana adalah lembaga swadaya

masyarakat lokal, Yayasan Bali Fokus dan

Yayasan Gelombang Udara Segar (GUS).

Fasilitas pilot TEMESI mulai beroperasi

pada 25 Juni 2004 dengan kapasitas 4 ton

per hari. Sejak saat itu fasilitas ini

mendapatkan perhatian luas baik lokal

maupun internasional dan karenanya juga

mendapatkan ekspektasi yang tinggi. Di

fasilitas pilot, prosedur daur ulang sampah

Page 5: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

dioptimalkan. Di pusat riset dan

laboratoriumnya, dipelajari komposting

dengan aerasi paksa skala besar dan

pengolahan sampah organik alternatif.

Fasilitas pilot dan operasional awal

memperoleh beragam dukungan akademis

internasional.

Hasil samping dari proses

pembuatan Kompos di falisitas ini adalah

terbentuknya Air Lindi yang dihasilkan dari

proses penyiraman tumpukan Sampah

organik yang akan dijadikan Kompos untuk

menjaga suhunya agar berada pada suhu

normal/ kamar. Saat ini air lindi yang

dihasilkan dialirkan ke suatu bak

penampung dan dilakukan pengolahan

sederhana sebelum dibuang ke badan air

umum. Air lindi ini mengandung bahan-

bahan kimia dan mikroorganisme, di

antaranya BOD5, COD, TSS, yang

berbahaya bagi manusia dan sangat

berpotensi mencemari lingkungan.

Salah satu alternatif untuk mengolah Air

Lindi Kompos ini adalah dengan

menggunakan metode pengolahan air

limbah Biofilter dipadukan dengan Lahan

Basah Buatan (Sub-surface Flow

Constructed Wetlands). Hadiwidodo dan

kawan-kawan (t.t) menyatakan bahwa

proses pengolahan Lindi Sampah dari

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)

Ngronggo, Salatiga dengan menggunakan

kombinasi Biofilter dan Lahan Basah

Buatan (Sub-surface Flow Constructed

Wetlands) mampu menurunkan kandungan

bahan organik diatas 65% dengan waktu

tinggal 25 jam. Berdasarkan referensi

tersebut diatas maka dilakukan hal serupa

di Fasilitas Pengomposan Temesi tetapi

dengan menggunakan media Biofilter

berupa Batu Lahar Kintamani yang mudah

dijumpai di Bali untuk mengolah Air Lindi

Kompos

METODE PENELITIAN

Subyek penelitian ini adalah Air

Lindi Kompos dari Fasilitas Pemilahan

Sampah Temesi di Kabupaten Gianyar

yang akan diberikan perlakuan dengan

Reaktor Biofilter dan Horizontal Sub

Surface Flow Constructed Wetlands untuk

menurunkan kandungan BOD5, COD, TSS,

dan pH pada Air Limbah dengan media

tumbuh Batu Lahar Kintamani.

Penelitian ini merupakan studi

experimental skala laboratorium untuk

melihat efisiensi penyisihan parameter

BOD5, COD, TSS, dan pH pada Air

Limbah dengan media tumbuh Batu Lahar

Kintamani, dimana data yang diperoleh

akan diolah secara deskriptif kuantitatif.

Page 6: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

KONSEP DAN TAHAPAN PENELITIAN

HASIL PENELITIAN

Sebelum dilakukan pengolahan

menggunakan Constructed Wetlands, air

lindi kompos terlebih dahulu dilakukan uji

laboratorium untuk mengetahui kualitas air

sebelum pengolahan berdasarkan

parameter BOD5, COD, TSS dan pH.

Selama ini pihak TPA Temesi belum

pernah melakukan uji laboratorium

terhadap air lindi yang dihasilkan dari

proses pembuatan kompos.

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Air Lindi

Kompos Sebelum Pengolahan

Berdasarkan tabel di atas diketahui

bahwa parameter air limbah yang

dihasilkan dari proses pembuatan kompos

di TPA Temesi belum sesuai

dengan standar baku mutu yang ditetapkan

dalam Peraturan Gubernur Bali No. 16

Tahun 2016.

Setelah air lindi kompos dilakukan

pengolahan dalam Constructed Wetlands

selama 6 minggu, maka dilakukan uji

laboratorim terhadap parameter TSS, pH,

BOD5, dan COD. Setiap minggunya air

lindi kompos yang telah mengalami

pengolahan dilakukan sampling pada ketiga

Reaktornya (1 reaktor utama dan 2 reaktor

ulangan) sehingga setiap minggunya

terdapat 3 sampel yang harus diperiksa.

Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Reaktor 1

Tabel 3. Hasil Uji Laboratorium Reaktor 2

PROSES START UP REAKTOR DAN APLIKASI AIR LIMBAH

PADA REAKTOR

DESIGN dan PEMBUATAN REAKTOR

PENGAMBILAN DAN PEMERIKSAAN SAMPEL pH, BOD5,COD, dan TSS Dari start up awal,

operasional hingga aklimatisasi

ANALISIS KINERJA REAKTOR

UJI KARAKTERISTIK AIR LINDI KOMPOS

UJI COBA BANGUNAN REAKTOR

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

No. Parameter Satuan Standar Baku Mutu

Hasil Pengujian

1. Zat Padat Tersuspensi (TSS) mg/L 200 410 2. pH 6-9 7.2 3. BOD5

mg/L 50 1852.18

4. COD mg/L 6-9 2479.4

Page 7: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

Tabel 4. Hasil Uji Laboratorium Reaktor 3

PEMBAHASAN

Pada Reaktor 1 - 3, efektivitas sistem

wetland secara keseluruhan hingga minggu

ke-VI belum mencapai 65%. Faktor yang

mempengaruhi efektivitas pengurangan

nilai parameter tidak mencapai 65% antara

lain disebabkan oleh ukuran filter batu

vulkanik yang relatif besar dan tidak ideal,

kuantitas dan kualitas air lindi kompos yang

masuk ke sistem tidak menentu, serta

tanaman yang digunakan kurang cocok

dalam sistem wetland terutama dalam

menyerap kandungan parameter yang

diteliti pada penelitian ini. Menurut

Vymazal (2002) dalam Padmanabha

(2015), ukuran batu yang ideal digunakan

sebagai filter adalah berukuran 0,8-1,6 cm.

Namun karena keterbatasan waktu dan

tenaga dalam mempersiapkan sistem

wetland ini, ukuran batu vulkanik yang

digunakan adalah ±5-10 cm dengan tebal

lapisan 45 cm dan ukuran ±10-15 cm

dengan tebal lapisan 30 cm. Ukuran

tersebut sangatlah berbeda jauh dari ukuran

idealnya sehingga hal ini menyebabkan

hasil pengolahan tidak berjalan dengan

optimal. Ukuran batu vulkanik yang besar

menyebabkan beberapa kekurangan dalam

penelitian ini antara lain tidak tersedianya

pori-pori yang banyak sehingga bakteri

yang menempel lebih sedikit. Hal ini

menyebabkan terjadinya proses degradasi

bahan-bahan pencemar dalam air lindi

kompos tidak berlangsung secara optimal.

Selain itu ukuran batu vulkanik

sebagai filter yang memiliki ukuran tidak

ideal mempengaruhi filtrasi padatan

sehingga menyebabkan proses penyaringan

dan penahanan partikel padatan dalam air

menjadi tidak optimal. Ukuran batu

vulkanik yang terlalu besar dapat

mempengaruhi ruang antar filter dan

distribusi air limbah pada sistem menjadi

tidak merata sehingga menyebabkan

perbedaan laju air limbah pada setiap titik

sistem dan aliran air yang masuk menjadi

lebih cepat dari yang seharusnya. Laju air

lindi kompos di dalam sistem yang cepat

menyebabkan waktu kontak air lindi

dengan filter berlangsung singkat sehingga

durasi pengolahan bahan-bahan organik

dan bahan lain dalam air limbah lindi

berlangsung lebih cepat dan tidak optimal.

Di lain sisi, laju air limbah yang berbeda di

setiap titik dalam sistem akan

menyebabkan ketidakseimbangan proses

pengolahan air lindi kompos yang

Page 8: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

menyebabkan terdapat beberapa titik yang

tidak optimal mengolah air lindi kompos

(Environmental Protection Agency. 2000;

Lavrova dan Koumanova. 2013;

Padmanabha. 2015).

Tingginya kandungan bahan

organik dalam air limbah bahkan setelah

pengolahan dilakukan masih berada di atas

baku mutu disebabkan oleh ukuran filter

yaitu batu vulkanik yang digunakan tidak

ideal atau terlalu besar.

Pada semua reaktor, efektifitas

penurunan kandungan bahan organik

terutama BOD5 sudah terjadi kalaupun

hasil akhirnya masih berada jauh dari baku

mutu yang dipersyaratkan. Bila dilihat dari

kecenderungan dan trend efektifitas

pengolahan, maka dapat dilihat bahwa

setlah minggu kelima kecenderungan

efektifitas penurunan kandungan bahan

organic tidak mengalami tingkat yang

signifikan.

Beberapa hal yang dapat

menjelaskan terjadinya penurunan bahan

organik dalam SSF-Wetland tersebut,

menurut Wood dalam Tangahu &

Warmadewanthi (2001) bahwa penurunan

konsentrasi bahan organik dalam sistem

wetlands terjadi karena adanya mekanisme

aktivitas mikroorganisme dan tanaman,

melalui proses oksidasi oleh bakteri aerob

yang tumbuh disekitar rhizosphere tanaman

maupun kehadiran bakteri heterotrof

didalam air limbah. Menurut Handayanto,

E dan Hairiah, K. (2007), menyebutkan

bahwa kondisi tanah di rizosfer sangat

berbeda dengan kondisi tanah diluar

rizosfer (non-rizosfer). Akar tanaman tidak

saja berperan dalam penyerapan hara (baik

melalui aliran massa, kontak langsung

maupun difusi), tetapi juga sangat besar

pengaruhnya terhadap perubahan kondisi

rizosfer. mikroorganisme tanah, seperti

bakteri, jamur dan aktinomisetes lebih

banyak dijumpai didaerah rizosfer daripada

non-rizosfer. Dari ketiga jenis

mikroorganisme tersebut, maka pengaruh

rizosfer lebih besar pada bakteri, dengan

nisbah populasi antara daerah rizosfer

dibanding daerah non rizosfer (R/N)

berkisar antara 10 – 20 atau lebih.

Menurut Haberl dan Langergraber

(2002), bahwa proses fotosintetis pada

tanaman air (hydrophyta), memungkinkan

adanya pelepasan oksigen pada daerah

sekitar perakaran (zona rhizosphere).

Dengan kondisi zona rhizosphere yang

kaya akan oksigen, menyebabkan

perkembangan bakteri aerob di zona

tersebut.

Page 9: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

Gambar 1. Fase pertumbuhan bakteri dalam

reaktor batch (Supradata, 2005)

Berdasarkan hal tersebut diatas,

maka peran utama mikroorganisme dalam

mendegradasi bahan organik dalam sistem

Wetlands tersebut, akan dapat menjelaskan

trend/kecenderungan penurunan bahan

organik dari hasil percobaan. Adanya

proses aklimatisasi tanaman pada awal

percobaan, akan memberikan kesempatan

pada bakteri yang terdapat rhizosphere

untuk tumbuh dan beradaptasi, sehingga

lag-phase akan terjadi saat proses

aklimatisasi tersebut. Dengan demikian

maka pada awal penelitian, pertumbuhan

bakteri telah mencapai fase pertumbuhan

eksponensial (Exponential growth phase).

Berdasarkan Tabel 3 sampai Tabel

5 dapat diketahui bahwa laju penurunan

parameter BOD5 pada Minggu kedua ke

Minggu ketiga cukup besar, sedangkan

pada akhir waktu percobaan (Minggu ke-5

dan 6) penurunan BOD5 relatif kecil.

Terjadinya penurunan tajam pada waktu

awal percobaan diduga dipengaruhi oleh

kandungan nutrient yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan mikroorganisme cukup

melimpah, sehingga akan terjadi fase

pertumbuhan dipercepat (Exponential

growth phase). Mengingat percobaan

dilakukan dengan sistem curah (batch),

maka dalam reaktor tidak ada penambahan

bahan organic berupa nutrien baru yang

dapat mendukung kehidupan

mikroorganisme, sehingga pada

pertengahan waktu penelitian (Minggu ke-

3 dan 4) pertumbuhan mikroorganisme

telah mencapai titik optimal terhadap

ketersediaan nutrien. Kondisi ini

menyebabkan terjadi keseimbangan antara

pertumbuhan dan kematian

mikroorganisme / bakteri atau sering

disebut sebagai Stationary Phase.

Parameter COD dalam air limbah

menunjukkan besarnya kebutuhan oksigen

total yang dibutuhkan untuk mengoksidasi

zat-zat organik yang terdapat dalam air

limbah secara kimia. Dengan demikian, zat

– zat organik yang teroksidasi tidak hanya

yang bersifat biogradable, namun juga yang

bersifat tidak dapat teruraikan dengan

proses biologis. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan bahwa

kecenderungan penurunan konsentrasi

COD yang sejalan dengan penurunan

Page 10: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

konsentrasi BOD5 mengindikasikan bahwa

bahan organik yang terkandung dalam air

limbah sebagian besar merupakan bahan

organik yang dapat terdegradasi secara

biologis.

Adanya aktivitas mikroorganisme

dalam reaktor yang mendegradasi sebagian

besar bahan organik dalam air limbah, tentu

akan mempengaruhi konsentrasi BOD5

maupun COD pada awal penelitian.

Kondisi tersebut yang dapat menjelaskan

tentang penurunan COD sangant signifikan

pada Minggu ke-2 penelitian. Disamping

itu proses pengolahan secara fisik (filtrasi

dan sedimentasi) yang terjadi di dalam

media reaktor, yang ditandai dengan

penurunan konsentrasi TSS yang cukup

besar di Minggu ke-2 tersebut, juga turut

mempengaruhi penurunan konsentrasi

COD pada effluent air limbah. Sedangkan

penurunan konsentrasi COD yang relatif

kecil pada penelitian Minggu ke-4 sampai

dengan Minggu ke-6, diduga disebabkan

oleh penurunan kinerja reaktor akibat

berkurangnya jumlah bakteri.

Parameter lain yang diuji dalam

penelitian ini adalah Total Padatan

Tersuspensi (Total Suspended Solids -

TSS). TSS adalah bahan-bahan tersuspensi

(diameter >1µm) yang tertahan pada

saringan millipore dengan diameter pori

0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir

halus serta jasad-jasad renik terutama yang

disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi

yang terbawa ke dalam badan air. Padatan

ini terdiri dari senyawa- senyawa anorganik

dan organik yang terlarut dalam air, mineral

dan garam- garamnya. Penyebab utama

terjadinya TSS adalah bahan anorganik

berupa ion-ion yang umum dijumpai di

perairan. Sebagai contoh air buangan sering

mengandung molekul sabun, deterjen dan

surfaktan yang larut air, misalnya pada air

buangan rumah tangga (Sugiharto, 1987

dalam Supradata, 2005).

Perbedaan laju penurunan TSS pada

tiap-tiap reaktor bisa saja terjadi akibat

perbedaan porositas media yang dibentuk

oleh sistem perakaran tanaman dalam

reaktor. Proses pengolahan air limbah

dalam sistem Lahan Basah Buatan Aliran

Bawah Permukaan tidak hanya terjadi

proses biologis, namun juga terjadi proses

secara fisik, baik itu melalui proses filtrasi

maupun sedimentasi. Menurut Tangahu

dan Warmadewanthi (2001) dalam

Supradata (20050 mekanisme filtrasi dan

sedimentasi juga terjadi dalam sistem

Lahan Basah Buatan Aliran Bawah

Permukaan (SSF-Wetlands) tersebut.

Proses filtrasi dilakukan oleh media dan

akar tanaman yang terdapat dalam reaktor,

dimana proses tersebut terjadi karena

kemampuan partikel-partikel media

maupun sistem perakaran membentuk filter

Page 11: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

yang dapat menahan partikel-partikel solid

yang terdapat dalam air limbah.

Hal serupa juga disampaikan oleh

Crites & Tchobanoglous (1998) dalam

Supradata (2005), media yang digunakan

pada reaktor SSF-Wetland akan dapat

menurunkan kecepatan aliran air limbah

yang masuk dalam reaktor. Penurunan debit

air limbah ini akan memudahkan terjadinya

proses sedimentasi partikel-partikel solid

dalam air limbah. Namun demikian, sistem

perakaran tanaman yang terbentuk dalam

reaktor tidak tumbuh secara merata pada

masing-masing reaktor, sehingga pola

aliran air limbah tidak membentuk aliran

sumbat yang sama untuk masing-masing

reaktor. Mengingat kondisi tersebut, maka

debit maupun pola aliran air limbah pada

tiap reaktor akan dapat berbeda-beda,

tergantung keseragaman ukuran media

maupun sistem perakaran tanaman yang

terbentuk.

Sama dengan parameter BOD5 dan COD,

parameter TSS memperlihatkan

kecenderungan yang sama dengan

penurunan BOD5 maupun COD pada

Minggu ke-2. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut, maka dapat diduga bahwa partikel

– partikel solid yang terdapat dalam air

limbah sebagian besar terbentuk dari bahan

organik. Bahan organik yang berbentuk

padatan akan tertahan dalam media SSF

Wetland melalui mekanisme filtrasi dan

sedimentasi. Padatan yang tertahan dalam

media, kemudian oleh bakteri akan

didegradasi menjadi unsur yang lebih

sederhana dan terlarut dalam air limbah.

Penurunan bahan organik solid yang cukup

besar akan berpengaruh terhadap

konsentrasi TSS dalam air limbah

(Supradata, 2005).

SIMPULAN

1. Pada kesemua reaktor 1 dan 2 reaktor

ulangan lain, semua parameter

mengalami penurunan bahan organik.

Rata – rata penurunan kandungan

bahan organik adalah pada rentang 30-

59%.

2. Penurunan bahan organik tertinggi

terjadi pada parameter TSS yang

mencapai 59%. Laju penurunan TSS

yang cenderung lebih tinggi

disebabkan adanya proses fisik (filtrasi

dan sedimentasi) yang sangat

dipengaruhi oleh porositas media dan

sistem perakaran tanaman yang

terbentuk, sehingga akan tercipta

kondisi yang berbeda di setiap

reaktornya

3. Efektifitas penurunan bahan organik

pada Minggu ke-2 mengalami

peningkatan yang terbesar, hal ini

disebabkan karena adanya

pertumbuhan bakteri maksimal pada

Page 12: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

reaktor. Sedangkan pada Minggu ke-4

sampai 6 efektifitas penurunan tidak

terlalu meningkat. Hal ini disebabkan

karena tidak adanya penambahan

nutrisi baru pada reaktor sehingga

bakteri cenderung berada pada

Stationary Phase.

4. Kalaupun terjadi penurunan

kandungan bahan organik yang

signifikan namun pada semua reaktor,

kandungan bahan organic pada titik

effluent masih berada diatas baku mutu

yang dipersyaratkan, sehingga

diperlukan upaya lanjutan untuk

menurunkan kandungan bahan organic

tersebut sehingga memenuhi baku

mutu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Cakra selaku kepala TPST

Temesi yang telah bersedia menngizinkan

pelaksanaan penelitian ini, serta Bapak

Supriyadi yang telah banyak membantu

proses pembuatan sistem wetland.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G dan Santika, SS. (1984).Metode

Penelitian Air.Usaha Nasional. Surabaya.

Anonim (2011). Manual Teknis Sanitasi

Komunal Peri Urban. PAMSIMAS

Ahmad, M.A.B. (2009). Colour

Reduction From Water Sample Using

Adsorption Process by Agro - Waste By

– Product. Thesis.Malaysia : Universiti

Teknologi Malaysia.

Anonim.(2001). “Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air”.

Barros, L.A.F., Leal Filho, L.S., dan

Peres, A.E.C., (2000). Technical Note

Plant Practice Innovations In A Fosfate

Concentrator. Dept of Minning

Engineering, USP, Brazil.

Crolla, A (2004) Constructed Wetland In

Canada, ATAU Course Notes. Collège

d’Alfred – University of Guelph.

Droste, R. L., (1997). Theory and

Practice of Water and Wastewater

Treatment Disposal, John Willey &

Sons Inc, New York

Galbrand, C., Lemieux, I. G., Ghaly, A.

E., Cote, R. & Verma, M. (2008). Water

Quality Assesment of A Constructed

Wetland Treating Landfill Leachate and

Industrial Park Runoff. American

Journal of Environmental Sciences, 4

(2), 111-120.

Page 13: Pengolahan Air Lindi Kompos Dengan Menggunakan Biofilter

Gill, R. (2010). Igneous Rocks and

Processes: A Practica Guide. New

York: John Wiley & Sons.

Ginting, P. (2007). Sistem Pengelolaan

Lingkungan dan Limbah Industri,

Bandung, CV. Yrama Widya.

Haberl, R., and Langergraber, H.,

(2002), Constructed wetlands: a chance

to solve wastewater problems in

developing countries. Water Science

Technology. 40:11–17.

Hammer, D.A. (1989). Constructed

Wetland for Wastewater Treatment –

Municipal, Industrial and Agricultural.

Lewis Publisher. Chelsea, Michigan.

IWA Specialist Group (2000).

Constructed Wetlands for Pollution

Control: Processes,Performance,

Design and Operation. IWA

Publishing. London

Lim, W.H., Tay, T.H. and Kho, B.L.

(2002). Plants Used in the Putrajaya

Wetland System and Problems

Associated with Their Establishment

and Maintenance.

9. Alexandria, VA.

Wong, YS. (1997). Mangrove Wetland

As Wastewater Threatmen Facility : A

Field Trip. Hidrobiologia Vol 352: 49-

59. Kluwer Academic Publisher :

Belgium.