identifikasi perilaku beragama towani tolotang
TRANSCRIPT
“IDENTIFIKASI MASALAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
PERILAKU KEHIDUPAN BERAGAMA KOMUNITAS TOWANI
TOLOTANG”
M. RAIS RAHMAT R, IR, M.Si. YAYASAN AR RAZZAKKE
RAPPANG – SULAWESI SELATAN 2015
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN
1. JUDUL
2 LATAR BELAKANG MASALAH
3 RUMUSAN MASALAH
4 TUJUAN
5. KEGUNAAN PENELITIAN
6. PROSEDUR PENELITIAN
1. METODE PENELITIAN
2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
3. TEHNIK PENENTUAN INFORMAN
4. TEHNIK PENGUMPULAN DATA
5. MODEL ANALISA DATA
6. SISTEMATIKA PENULISAN
7. KERANGKA PIKIR
II TINJAUAN PUSTAKA
A. PERILAKU BERAGAMA
B. KEPEMIMPINAN TRADISIONAL
V. PERILAKU BIROKRASI
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1. JUDUL :
“IDENTIFIKASI MASALAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERILAKU
KEHIDUPAN BERAGAMA KOMUNITAS TOWANI TOLOTANG”
2. LATAR BELAKANG MASALAH.
Keberadaan agama dan berbagai aliran kepercayaan di Indonesia
tidak pernah lepas dari pengawasan Negara dalam hal ini pemerintah
termasuk pemerintah daerah. Salah satu bentuk perlakuan negara yang
membatasi ruang gerak agama lokal adalah kebijakan mengenai
keberadaan agama di Indonesia yang hanya terbatas pada enam agama1.
Upaya kontrol yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan mengafiliasi
agama local kedalam agama-agama resmi yang diakui oleh Negara,
berpotensi dapat menimbulkan kerawanan antara sesama penganut
agama dan penganut agama yang lain.
Selama ini, agama lokal diafiliasikan ke dalam salah satu agama resmi
sebagai induk karena negara hanya mengakui keberadaan agama-agama
tertentu 2. Agama local yang berafiliasi cenderung tetap mempertahankan
berbagai tradisi warisan leluhur yang justru dapat menimbulkan
pertentangan baru, sementara penganut agama yang sudah ada
senantiasa berusaha menjaga kemurnian agamanya. Komunitas Towani
Tolotang yang sebagian besar bermukim di Kabupaten Sidenreng
Rappang provinsi Sulawesi selatan merupakan satu dari sekian banyak
agama lokal yang digabungkan ke dalam salah satu agama resmi oleh
negara.
____________________
1Hasse J, Kebijakan Negara terhadap Agama Lokal “Towani Tolotang” diKabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. (Yogyakarta: Jurnal Studi Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2010), h. 145. Dalam Jurnal Al - Ulum Volume. 12, Nomor 2,
Desember 2012 Hal. 335-354 PENAKLUKAN NEGARA ATAS AGAMA LOKAL, Kasus Towani Tolotang di Sulawesi Selatan.
2Lihat, Ibnu Qoyim, Religi Lokal dan Pandangan Hidup: Kajian tentangMasyarakat Penganut Religi Tolotang dan Patuntung,
Sipelebegu (Permalim),Saminisme, dan Agama Jawa Sunda. (Jakarta: LIPI Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, 2004), h. 28. Dalam Hasse J. 2012. Jurnal Al- Ulum Volume. 12, Nomor 2, Desember 2012 Hal. 335-354 PENAKLUKAN NEGARA ATAS AGAMA LOKAL, Kasus Towani Tolotang di Sulawesi Selatan.
Perilaku Komunitas Towani Tolotang dalam menjalankan ritualnya,
digolongkan dalam agama local dimana keberadaanya dilindungi oleh
konstitusi seperti disebutkan pada Pasal 29 E ayat 2, “ Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Afiliasi kepercayaan Towani Tolotang ke dalam agama resmi ditegaskan
dalam Keputusan Dirjen Bimas Hindu Bali/Budha No. 2/1966 yang
mengeluarkan keputusan susulan yang menyatakan bahwa Towani
Tolotang merupakan salah satu sekte agama Hindu3. keputusan ini
seyogyanya tidak membatasi kebebasan beribadat dan diharapkan justru
bisa memberikan ruang yang lebih luas kepada Komunitas Towani
Tolotang untuk beribadat.
Afiliasi Towani Tolotang ke dalam agama Hindu memberikan konsekuensi
administratif, yaitu segala bentuk urusan Towani Tolotang berkiblat pada
agama Hindu. Penggabungan Towani Tolotang ke dalam agama Hindu
didasarkan pada kenyataan bahwa ia memiliki banyak kemiripan praktik
keagamaan dengan agama Hindu dibanding dengan agama lainnya.
Salah satu kemiripan praktik keagamaan Towani Tolotang dengan agama
Hindu adalah persembahan sesajian dalam ritual yang dilakukan. “Sajen”
bagi Towani Tolotang dan Hindu menempati posisi penting dalam setiap
ritual keagamaan.
____________________
3Hasse J, Kebijakan Negara terhadap Agama Lokal “Towani Tolotang” diKabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. (Yogyakarta: Jurnal Studi Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2010), h. 145. Dalam Jurnal Al - Ulum Volume. 12, Nomor 2, Desember 2012 Hal. 342. ……….Pada tahun 1966, berselang beberapa bulan setelah adanya pernyataan penerimaan Islam oleh tokoh Towani Tolotang, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Bali/Budha No. 2/1966 mengeluarkan keputusan susulan
yang menyatakan bahwa Towani Tolotang merupakan salah satu sekte agama Hindu. Dalam surat keputusan tersebut juga menyatakan mengangkat Makkatungeng sebagai pembimbing Towani Tolotang dan melaporkan kepada Bimas Hindu Bali Budha di Jakarta tentang kegiatan Towani Tolotang secara berkala. Tugas Makkatungeng sendiri ad alah sebagai pengendali kegiatan-kegiatan Towani Tolotang di masa transisi. Artinya, Towani Tolotang tidak lagi berada di bawah naungan agama Islam seperti
keinginan orang-orang Islam tetapi berada di bawah agama Hindu.
Sesajian Towani Tolotang dilakukan pada ritual mappenre’ nanre, yang
merupakan unsur pokok dan penentu karena dianggap sebagai media
untuk menyampaikan permintaan kepada Dewata Seuwae. Demikian
halnya dalam praktik agama Hindu, sesajian memiliki arti yang sangat
penting dalam setiap ritual yang dilakukan.
Tuhan dalam agama atau kepercayaan Towani Tolotang, sebagaimana
dianggap oleh pemeluknya, disebut Dewata Seuwae (Tuhan Yang Maha
Esa) dan juga bergelar Patotoe (Yang Menentukan Nasib Manusia).
Dewata Seuwae adalah penguasa tertinggi yang melebihi kekuasaan
manusia, menciptakan alam dan isinya, tujuan penyembahan. Selain
menyembah kepada Dewata Seuwae, masyarakat Towani tolotang juga
melaksanakan penyembahan terhadap dewa-dewa lain 4.
Perilaku komunitas Towani Tolotang yang secara konsisten meyakini
bahwa Batara Guru adalah Tomanurung yang ditugaskan oleh Patotoe
untuk menjadi raja di dunia serta membawa petunjuk kepada
golongannya.
Ajaran tersebut dikembangkan oleh Sawerigading dan dilanjutkan oleh La
Panaungi. Selain Towani Tolotang juga ada komunitas Tolotang Benteng,
yaitu kelompok masyarakat yang mengaku masih sekerabat dengan
Tolotang, juga menjalankan ritual kehidupan Tolotang tetapi secara
administrative mengakui islam sebagai agamanya.
________________________
4Farmalinda Erlina. 2012. KOMUNITAS TOWANI TOLOTANG DI AMPARITA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG. Universitas hasanuddin, Makassar. hal 82. .. Dewata Seuwae menegaskan kepada La Panaungi bahwa keyakinan tersebut disebarkan kepada anak cucunya, maka agama Towani Tolotang hanya diperuntukkan bagi keluarga La Panaungi turun temurun, yang pada saat ini sudah terbentuk sebagai masyarakat Towani Tolotang. Setelah menyebarkan kepada anak cucunya, sebelum meninggal dunia La
Panaungi berpesan “kelak kemudian aku tidak di dunia maka bersiaralah sekali setahun di pekuburanku”. Atas dasar pesan tersebut, masyarakat Towani Tolotang selain menyembah Dewata Seuwae, juga menganggap keramat kuburan nenek moyangnya, tidak hanya terbatas kepada kuburan La Panaungi saja tetap juga terhadap Uwa’ lain yang sudah meninggal.
Bagi mereka, dalam tingkatan pelapisan sosial agama, kelas pemimpin
dianggap sama derajatnya dengan kelas bangsawan dan dinamakan
“Uwa”. Kelas pemimpin ini berusaha mempertahankan kemurnian darah
mereka, sehingga dalam perkawinan masalah tingkatan darah dan
hubungan dengan tokoh Tolotang masa lalu sangat dipentingkan dan
ditelusuri secara teliti dalam suatu proses peminangan atau perkawinan.
Towani Tolotang sebagai sebuah komunitas agama mempunyai norma
tersendiri dalam melakukan interaksi sosial, dan norma yang berlaku
dalam masyarakat. Bersifat mengikat anggota masyarakat dengan
berbagai aturan yang harus ditaati serta berbagai ganjaran yang harus
diterima oleh orang-orang yang lalai dalam menjalankan norma yang ada.
Perilaku ajaran agama yang kuat dan pengaruh Uwa yang sangat
dominan dalam segala aspek kehidupan, justru tidak dibarengi dengan
peningkatan kesejahteraan dan kemajuan yang berarti bagi komunitas
Towani Tolotang dalam percaturan kehidupan.
Komunitas ini masih tetap terbelakang dalam hal pencapaian tingkat
pendidikan ataupun pencapaian di bidang ekonomi dengan komunitas lain
yang ada di kabupaten Sidenreng Rappang. Sehingga diperlukan
penelitian menyeluruh untuk mengidentifikasi permasalahan perilaku dan
mengetahui factor-faktor yang membuat komunitas Towani Tolotang tetap
terbelakang.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kesolidan dan kepatuhan pengikut
Towani Tolotang pada Uwa-nya, justru menjadi salah satu daya tarik
penting bagi para politisi yang akan bertarung dalam Pemilihan Legislatif
ataupun pemilihan Kepala Daerah untuk menarik dukungan. Karena para
pengikut komunitas Towani Tolotang senantiasa menunggu fatwa dari
Uwa-nya sebelum menjatuhkan pilihan kepada salah satu kandidat.
Potensi yang dimiliki komunitas Tolotang diharapkan tidak hanya bisa
dimanfaatkan oleh para politisi saja, tapi justru diharapkan bisa membawa
kemajuan bagi komunitas ini bersama dengan komunitas lain.
3. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana melakukan identifikasi masalah dan strategi
pengembangan Perilaku kehidupan beragama komunitas masyarakat
Towani Tolotang agar bisa mencapai kemajuan dan tetap hidup
berdampingan damai dengan penganut agama lain.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku kehidupan beragama
pada masyarakat Towani Tolotang sehingga tidak bisa bersaing dalam
pencapaian kemajuan dibidang pendidikan dan ekonomi dengan
penganut agama lain.
4. TUJUAN:
Untuk mengidentifikasi masalah dan strategi pengembangan Perilaku
kehidupan beragama komunitas masyarakat Towani Tolotang agar
bisa mencapai kemajuan dan tetap hidup berdampingan damai
dengan penganut agama lain..
Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perilaku
kehidupan beragama pada masyarakat Towani Tolotang sehingga
tidak bisa bersaing dalam pencapaian kemajuan dibidang pendidikan
dan ekonomi dengan penganut agama lain.
.
5. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangan pemikiran dan
bahan referensi tambahan bagi Kementerian agama serta masyarakat
umum khususnya terkait dengan Agama Lokal ataupun Aliran
Kepercayaan yang ada dalam wilayah NKRI.
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi Litbang
Kemenag, khususnya dalam mengidentifikasi perilaku organisasi dan
factor-faktor yang mempengaruhi perilaku organisasi dalam komunitas
terbatas seperti Masyarakat Towani Tolotang.
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan dan
pertimbangan bagi pemerintah daerah kabupaten Sidenreng Rappang,
dalam melakukan pembinaan terhadap komunitas Towani Tolotang.
6. PROSEDUR PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan Pendekatan Metode Kualitatif
deskriptif, Menurut Bog dan Taylor (1975:5) dalam Moleong (1989:4)
mendefinisikan metodologi Kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati 5.
Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable atau
hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu
keutuhan. Sejalan dengan itu Kirk dan Miller (1986:9) dalam maleong
(1989:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya
maupun dalam peristilahannya 6 .
____________________ 5,6
Moleong, J.Lexy. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif.PT. Remaja Rosda karya, Bandung. Hal. 4
Metode penelitian ini kami gunakan dalam bentuk pengamatan,
wawancara, atau penelaan dokumen berdasarkan berbagai
pertimbangan seperti yang dijelaskan dalam Moleong (1989:5)
pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan
secara langsung hakikat hubungan antara Peneliti dan responden.
Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri
dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai
yang dihadapi.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian di Kelurahan Amparita Kecamatan Tellu Limpoe,
Waktu Penelitian, 3 bulan.
3. Teknik Penentuan Informan
Informan terdiri dari:
o Nara Sumber: Tokoh Masyarakat, Birokrat
o Sampling masyarakat Tolotang
o Sampling Masyarakat Non Tolotang
4. Teknik Pengumpulan Data
Wawancara
Mengisi Lembaran Quisener
FGD (Forum Group Discussion)
5. Model Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif deskriptif
6. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB III DATA DAN PEMBAHASAN
BAB IV KESIMPULAN/SARAN
DAFTAR PUSTAKA
7. KERANGKA PIKIR
Keberadaan Agama Kebudayaan sebagai asset budaya nusantara
tidak terlepas dari peradaban manusia, yang terus menerus berkembang
seiring dengan interaksi dinamika sosial dan peradaban. Pesatnya
penyebaran agama samawi seperti agama Islam, agama Kristen tidak
terlepas dari berkembangnya peradaban manusia yang didominasi oleh
gaya hidup dan kompleksitas kebutuhan duniawi yang mengikutinya.
Struktur birokrasi dalam kepemimpinan tradisional Towani Tolotang
yang dipegang oleh para Uwa, berperan penting dalam menjaga
ajaran leluhur, secara turun temurun tetap dikerjakan oleh komunitas
Towani Tolotang, baik secara individu maupun secara berkelompok
dan dilindungi oleh Negara dalam bentuk kebebasan beribadah.
Kondisi ini kemudian memberikan warna tersendiri dalam perilaku
kehidupan beragama yang berbeda dengan penganut agama lainnya.
Untuk mendorong kemajuan sosial ekonomi, kehidupan Komunitas
Towani Tolotang, maka penting untuk melakukan identifikasi dan
mengetahui strategi pengembangan perilaku kehidupan beragama
komunitas ini, agar bisa bersaing dengan komunitas lain yang ada di
Kabupaten Sidenreng Rappang.
Pengamatan komunitas Towani Tolotang terhadap lingkungan
eksternal, baik perilaku birokrasi model Rasional, perilaku birokrasi
social psikologis maupun perilaku birokrasi pembangunan hubungan
manusia. Akan sangat membantu dalam megetahui factor factor yang
mempengaruhi perilaku kehidupan beragama pada masyarakat
Towani Tolotang sehingga tidak bisa bersaing dalam pencapaian
kemajuan dibidang pendidikan dan ekonomi dengan penganut agama
lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Beragama
Perilaku beragama adalah berdoa, memohon belas kasihan,
berharap dengan sepenuh hati, kepada kekuatan supranatural. Oleh
karena itu, esensi agama, menurut pandangan Frazer (Dalam Morris,
2003:126), dalam Erlina (2012:32) adalah ketergantungan atau
kepercayaan kepada kekuatan supernatural7. Pada saat peran agama
mengalami pelemahan dan memudar, tampil sains dan ilmu pengetahuan
sebagai trend dan seakan muncul sebagai jawaban atas berbagai
problematika yang muncul ditengah masyarakat.
Brown (dalam Agus, 2006:128) mengemukakan defenisi, “agama adalah
ekspresi dalam satu atau lain bentuk tentang kesadaran terhadap
ketergantungan kepada suatu kekuatan di luar diri kita yang dapat
dinamakan dengan kekuatan spiritual atau moral” 8.
Taylor dan Frazer memiliki pandangan yang hampir sama dengan Comte
yang memandang agama sebagai kecendrungan primitif atau terbelakang
(Morris, 2003:58-63). Pritchard dalam Agus (2006:142) memandang
bahwa seseorang tidak akan dapat memahami agama atau aspek
kebudayaan apa pun dari suatu masyarakat tanpa menempatkan objek
studi itu dalam konteks kebudayaan dari masyarakat yang diteliti secara
komperhensif. Karena itu, perbedaan masyarakat primitif tidak dapat
dikatakan lebih bodoh atau terbelakang dari masyarakat modern.
Keduanya berada di tengah lautan kebudayaan yang sama sekali berbeda
(Morris, 2003:344-345) 9.
_______________________
7,8,9Farmalinda, Erlina. 2012. KOMUNITAS TOWANI TOLOTANG DI AMPARITA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG. Universitas
hasanuddin, Makassar. hal 32. ..
Agama terbukti telah memainkan peran strategis dalam usaha manusia
membangun dan menjaga eksistensinya di dunia. Agama memiliki
jangkauan eksternalisasi-diri manusia, dari peresapan makna-maknanya
sendiri ke dalam realitas. Agama memproyeksikan tatanan manusia ke
dalam totalitas kedirian dengan kata lain, membayangkan adanya
keseluruhan semesta sebagai bernilai manusiawi. Agama mengajarkan
untuk memelihara realitas yang didefenisikan secara sosial dengan cara
melegitimasikan situasi-situasi marjinal dalam kerangka suatu realitas
keramat yang meliputi segalanya.
Menurut Koentjaraningrat (2002:201) dalam Erlina10 bahwa dalam aspek kehidupan
beragama terdapat lima komponen religi yaitu: (1) emosi keagamaan, (2) sistem
keyakinan, (3) sistem ritus dan upacara, (4) peralatan ritus dan upacara, dan (5) umat
beragama. Agama Towani Tolotang yang selama ini identik dengan agama Hindu
ternyata mempunyai perbedaan yang mendasar dengan agama Hindu, baik dalam
sistem peribadatan maupun dalam hal kepercayaan. Agama sebagai bentuk keyakinan
manusia berfungsi dalam membentuk system nilai, motivasi, maupun pedoman
hidup.
Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki ketergantungan tinggi
dengan manusia lain sehingga manusia cenderung membentuk kelompok
atau masyarakat. Pentingnya arti masyarakat dalam kehidupan manusia,
dapat dikatakan bahwa seorang bayi yang lahir tidak akan dapat menjadi
manusia yang mempunyai kebudayaan kalau dia tidak dibesarkan dalam
lingkungan manusia. Seorang bayi yang lahir tidak akan dapat menjadi
manusia dengan kebudayaan tertentu jika tidak dibesarkan dalam
lingkungan masyarakat manusia yang memiliki kebudayaan.
_______________________
10Farmalinda, Erlina. 2012. KOMUNITAS TOWANI TOLOTANG DI AMPARITA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG. Universitas
hasanuddin, Makassar. hal 46.
Masyarakat atau komunitas sebagai suatu satuan kehidupan sosial
manusia yang menempati suatu wilayah tertentu, memungkinkan untuk
memiliki keteraturan dalam kehidupan sosial karena adanya seperangkat
pranata-pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan kebudayaan yang
mereka miliki bersama. Sedangkan perilaku adalah tindakan manusia
yang dapat diamati yang merupakan alternatif tindakan atas beberapa
pilihan tindakan terjadi setelah manusia menetukan sikap.
Menurut Poerwadarmita dalam Dalle (1982:21) 11 perilaku adalah tingkah
laku, kelakuan, perbuatan. Perilaku merupakan ucapan dan perbuatan
seseorang yang berulang dengan sikap sebagai pemberi kendali arah.
Perilaku keagamaan adalah bentuk ucapan, kelakuan, tingkah laku,
perbuatan seseorang yang diaktualisasikan dengan landasan keyakinan
yang bersumber dari ajaran-ajaran agama.
Skinner (dalam Mudzhar, 2002:87) 12 membedakan perilaku menjadi:
(1) Perilaku yang alami (innate behavior), Perilaku alami yang dibawa
sejak organism dilahirkan yaitu berupa reflek-reflek dan insting
dan
(2) Perilaku operan (operan behavior), yaitu perilaku yang dibentuk
melalui proses belajar.yang terbentuk melalui perkawinan.
Bagi orang bugis perilaku seperti nomor (2), timbul karena adanya
percampuran perilaku atau biasa disebut dengan siteppa-teppang. Dari
pengelompokan sosial berdasarkan kekerabatan, maka adanya kesama-
samaan dalam kebudayaan maupun cara hidup dapat membentuk
identitas masyarakat yang lebih luas.
_______________________
11,12Farmalinda, Erlina. 2012. KOMUNITAS TOWANI TOLOTANG DI AMPARITA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG. Universitas
hasanuddin, Makassar. hal 35. ..
Di Kabupaten Sidenreng Rappang Khususnya Kecamatan Tellu Limpoe,
Kelurahan Amparita terdapat kelompok sosial yang terbentuk karena
adanya kesamaaan agama atau kepercayaan yang dianut oleh komunitas
Towani Tolotang. Pengikut ajaran ini memiliki keyakinan bahwa Batara
Guru yang membawa ajaran ini adalah Tomanurung yang turun dari langit
dan diberi tugas oleh Patotoe untuk menjadi raja di dunia serta
memberikan bimbingan dan membawa petunjuk kepada golongannya.
Ajaran tersebut dikembangkan oleh Sawerigading dan dilanjutkan oleh La
Panaungi. Masyarakat Tolotang terdiri atas Towani Tolotang dan Tolotang
Benteng. Towani Tolotang ialah masyarakat yang menganut kepercayaan
Towani Tolotang.
Tolotang Benteng ialah kelompok masyarakat yang mengaku masih
sekerabat dengan Tolotang, juga menjalankan ritus kehidupan Tolotang
tetapi secara statistik (formal) mengakui islam sebagai agamanya.
B. Kepemimpinan Tradisional
Keberadaan “Uwa” dalam komunitas Towani Tolatang
memiliki peran yang sangat penting, sebagai pemimpin tradisional
dan merupakan orang-orang pi lihan secara turun temurun.
Dipercaya sebagai pemimpin yang senantiasa menjaga kemurnian
ajaran leluhur. menjaga norma dan pranata sosial yang telah
diwariskan secara turun temurun yang membentuk peri laku
masyarakat.
Menurut C.H, Cooley dalam (Human Nature and the social Order,
New York,1902) dalam Emilia (2012):
“The leader is always the nucleus or tendency,and on the other hand,al l social movement, closely examined wil l be found to concist
of tendencies having such nucleus ”.
“Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan,dan
pada kesempatan lain, semua gerakan sosial kalau diamati secara cermat
akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat” 13,.
Inu Kencana (2006 : 17) berpendapat Kepemimpinan adalah kemampuan
dan seni seorang leader (pemimpin) dalam memotivasi dan
mengkoordinasikan personal/ kelompok dalam melaksanakan peran dan
fungsi, kewenangan dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan
bersama14.
Secara kontekstual Pemimpin Tradisional adalah pemimpin yang
berkembang sendiri dalam masyarakat tanpa melalui prosedur
administrasi pemerintah. Beberapa pendapat ahli tentang Pemimpin
Tradisional antara lain :
Max Weber 15, berpendapat bahwa kepemimpinan tradisional tidak bisa
dilepaskan dari kepemimpinan berbasis genealogic-hereditically
(keturunan) dan kharismatik. Namun, diantara dua tipologi basis
kepemimpinan ini, maka kepemimpinan berbasis kharismatik merupakan
pelatak dasar setiap kepemimpinan tradisional di berbagai entitas sosial.
Menurut Mattulada (1998 : 77 )16 , Pemimpin tradisional lebih tepat disebut
pemuka masyarakat yaitu orang yang tidak ikut ambil bagian dalam
pemerintahan resmi ,tetapi pendapat dan saran-saran serta buah pikiran
diterima dan dipatuhi oleh masyarakat, seorang pemimpin tradisional lebih
bersifat pribadi atau punya kemampuan pribadi, maka syarat seorang
pimpinan tradisional telah ditentukan sejak dulu kala sebagai berikut:
__________________
13,14,15,16 C.H, Cooley d alam (Human Nature and the social Order, New York,1902) : dalam Syahruddin, Emilia.2012. Peranan
Kepemimpinan Tolotang Benteng dalam Pemerintahan Yang Baik di Kelurahan Amparita, Kecamatan Tellu LimpoE, Kabupaten Sidenreng Rappang. Stisip Muhammadiyah Rappang, Sulawesi selatan. Hal.1 Bab2.
To Bangsawan atau Arung (Keturunan)
To Panrita (Pemimpin Agama)
To Warani (Berani)
To Acca (Cerdik) dan
To Engka (Kaya)
yang dianggap orang memiliki kriteria diatas adalah orang yang
mempunyai kelebihan serta mampu untuk mengendalikan aktivitas
kemasyarakatan, baik bertalian dengan aspek social kemasyarakatan
maupun aspek kehidupan agama dan ritual.
Menurut Koentjaraningrat, (1972 : 199)17 Kepemimpinan tradisional
memerlukan tiga unsur penting agar dapat menjalankan kewajibannya
dengan memuaskan yaitu; (1) Kekuasaan atau Power, (2) Kewajiban
atau Authority, (3) Popularitas.
Walaupun banyak orang memandang kedua unsur pertama sebagai unsur
terpenting bagi pemimpin tradisional, tetapi tanpa unsur ketiga yang
menyebabkan pemimpin tradisional mempunyai banyak pengikut yang taat
kepadanya dan secara spontan mau mengikutinya, tidak dapat
melaksanakan tugas kepemimpinannya dangan baik yang hanya taat pada
seorang pemimpin yang tidak popular.
Bagi Towani Tolotang, kelas pemimpin dianggap sama derajatnya dengan
kelas bangsawan dan dinamakan Uwa. Kelas pemimpin ini berusaha
mempertahankan kemurnian darah mereka, sehingga dalam perkawinan
masalah tingkatan darah dan hubungan dengan tokoh Tolotang masa lalu
sangat dipentingkan dan ditelusuri secara teliti dalam suatu proses
peminangan atau perkawinan.
______________________
17 Syahruddin, Emilia.2012. Peranan Kepemimpinan Tolotang Benteng dalam Pemerintahan Yang Baik di Kelurahan Amparita, Kecamatan Tellu LimpoE, Kabupaten Sidenreng Rappang. Stisip Muhammadiyah Rappang, Sulawesi selatan. Hal.1 Bab2.
Hubungan antara pemimpin tradisional dengan yang terpimpin termasuk
hubungan yang dalam ilmu sosiologi di sebut hubungan asimetris, yaitu
pihak pertama dapat menimbulkan pengaruh yang lebih besar terhadap
pihak kedua dan sebaliknya pihak kedua tidak dapat menimbulkan
pengaruh efek yang sama kepada pihak pertama.
Hal ini terjadi karena pihak pertama atau pemimpin tradisional memiliki
beberapa tujuan macam sifat yang semestinya dimiliki oleh seorang
pemimpin itu, menurut Koentjaraningrat (1972 : 200 )18 meliputi :
1. Sifat yang disenangi warga masyarakat pada umumnya.
2. Sifat yang menjadi cita – cita dari kebanyakan warga masyarakat
dan itu suka ditiru.
3. Keahlian yang diperlukan dan diakui warga masyarakat.
4. Pengesahan resmi atau keabsahan menurut prosedur yang telah
ditetapkan oleh adat masyarakat yang bersangkutan.
5. Lambang – lambang pimpinan resmi yang telah ditentukan oleh
adat dalam masyarakat.
6. Syarat keramahtamahan menurut pandangan umum dalam
masyarakat.
7. Kemampuan untuk mempergunakan kekuatan fisik yang nyata.
Dari pengertian tentang kepemimpinan tradisional dapat di simpulkan
bahwa kepemimpinan tradisional merupakan kemampuan pimpinan
lembaga tradisi dalam menggerakkan pengikutnya untuk
mempertahankan system nilai yang dianut secara turun temurun.
_________________________
18 Syahruddin, Emilia.2012. Peranan Kepemimpinan Tolotang Benteng dalam Pemerintahan Yang Baik di Kelurahan Amparita, Kecamatan Tellu LimpoE, Kabupaten Sidenreng Rappang. Stisip Muhammadiyah Rappang, Sulawesi selatan. Hal.4 -5 Bab2.
Pemimpin tradisional ini tidak memiliki status yang resmi di tingkat formal,
namun memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat, bahkan dapat
dikatakan bahwa pemimpin tradisional ini merupakan keseimbangan yang
tidak nampak dalam masyarakat dan mempunyai tingkat kemampuan
interaksi tatap muka yang cukup tinggi.
C. Perilaku Birokrasi
Perilaku masyarakat Towani Tolotang dalam mengamalkan ajaran
dan keyakinanya, khususnya dalam bergaul dan bersosialisasi dengan
komunitas penganut agama lain tidak bisa dilepaskan begitu saja dari
perilaku birokrasi pemerintahan ataupun perilaku organisasi yang ada di
kabupaten Sidenreng Rappang.
Hal ini menjadi penting untuk diamati, sejauh mana perilaku Birokrasi
memberikan pengaruh terhadap pengembangan perilaku beragama
masyarakat Towani Tolotang dan interaksi-nya dalam kehidupan social
kemasyarakatan dengan komunitas lain yang ada di Kabupaten
Sidenreng Rappang.
Duncan (1981) yang ditulis oleh Thoha (2009:5) dalam Ahmad,
Jamaluddin (2011:22) bahwa perilaku organisasi adalah suatu studi yang
menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi
atau suatu kelompok tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari
pengaruh organisasi terhadap manusia demikian pula aspek yang
ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi 19.
______________________
19 Duncan (1981) dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar, Makassar, halaman 22. Oleh karena studi menekankan pada aspek prilaku dan organisasi maka perilaku manusia pada dasarnya terbentuk setelah melewati keseluruhan aktivitas, yaitu unsurkepentingan, kebutuhan, motivasi dan sikap yang potensial dapat menjelaskan
perilaku tertentu. Oleh karena itu kepentingan seseorang akan melandasi perilakunya atau dengan kata lain perilaku seseorang banyak dipengaruhi oleh kepentingannya.
Tujuan praktis dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan
mengetahui permasalahan yang terjadi pada perilaku beragama
komunitas Towani Tolotang kaitan-nya dengan perilaku birokrasi atau
organisasi yang membuat komunitas ini tertinggal dengan kehidupan
social ekonomi komunitas lain. Perubahan perilaku anggota suatu
organisasi atau komunitas seperti halnya dengan Towani Tolotang pun
dipengaruhi pula oleh hubungan yang terjadi di dalam organisasi antara
individu yang satu dengan individu lainnya.
Thoha (2009:34) dalam Ahmad, Jamaluddin (2011:23)20
menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dan interaksi antara
seseorang individu dengan lingkungannya. Ini berarti bahwa seseorang
individu dengan lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara
langsung. Hal ini digambarkan dalam formula gambar berikut:
Formula ini menjelaskan bahwa perilaku merupakan fungsi dari interaktif
individu dengan lingkungannya dimana ia berada. Maksudnya adalah
perilaku individu Towani Tolotang selalu memiliki hubungan
interdependensi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat berubah,
individu demikian juga sebaliknya, bahwa perubahan pada lingkungan
dapat terjadi karena perilaku individu.
___________________________
20Thoha (2009:34) dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Badan Penerbit Universitas Negeri
Makassar, Makassar, halaman 23-24
Thoha (2007:35) dalam Ahmad, Jamaluddin (2011:25-26)21 mencoba
menetapkan model umum perilaku dalam organisasi yang disebutnya
interaksi karakteristik individu dengan karakteristik organisasi melahirkan
perilaku organisasi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini:
Karakteristik individu yang dimaksud antara lain adalah kemampuan,
kebutuhan, kepercayaan, pengalaman, pengharapan, dan lain-lain.
Sedangkan karakteristik organisasi adalah hirarki, tugas-tugas,
wewenang, tanggung jawab, system reward,system control, dan lain-lain
Thoha (2007:185)22 mengemukakan bahwa jika karakteristik individu
berinteraksi dengan karakteristik organisasi rasional maka timbullah
perilaku birokrasi. Organisasi rasional yang dimaksudkan merupakan
lingkungan dari individu itu berada. Pendapat ini diperkuat oleh
pemahaman birokrasi sebagai organisasi rasional.
_____________________________
21,22Thoha (2009:34) dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Badan Penerbit Universitas
Negeri Makassar, Makassar, halaman 25-27
Rasionalitas yang dimaksudkan tetap masih menganut pemahaman yang
sama dengan birokrasi Weber, sebagaimana digambarkan oleh Martin
Albrow. Oleh karena itu, Thoha mengkongkritkan dalam bentuk model
yang dipinjam pada gambar 3, umumnya dapat digambarkan seperti pada
gambar 4.
Pada variable organisas misalnya, hirarki menimbulkan sifat taat
bawahan terhadap atasan, atau antara Uwa dengan masyarakat Towani
Tolotang. Pada variable manusia kepentingan atau kebutuhan hidup
menuntut imbalan yang memadai dari organisasi. Tetapi kadar (tingkat
ketaatan) variable itu, bergantung pada sejauh mana imbalan yang
diharapkan dipenuhi oleh organisasi. Struktur organisasi dan pribadi
pejabat aktor melahirkan perilaku birokrasi yang tercermin dari perilaku
actor itu sendiri. Secara sederhana digambarkan pada gambar 5 berikut:
Pendapat yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa perilaku
birokrasi merupakan hasil interaksi yang bersifat kausalitas antara struktur
birokrasi dengan individu pejabat birokrasi seperti halnya dengan Pejabat
Pemerintah Daerah ataupun Uwa dalam komunitas Towani Tolotang.
Hanya saja harus dibedakan antara perilaku birokrasi dalam hubungan
pemerintahan. Hubungan pemerintahan disini adalah seperti yang
dimaksudkan oleh Denhardt &Denhardt (2006:444)23 yang menekankan
suatu pelayanan untuk kepentingan masyarakat.
Lingkungan Eksternal Perilaku Birokrasi
Untuk melakukan pengamatan dan strategi pengembangan
perilaku kehidupan beragama masyarakat Towani Tolotang. Pengetahuan
dan pemahaman terhadap perilaku birokrasi baik oleh pemerintah daerah
maupun dalam internal kepemimpinan tradisional komunitas Towani
Tolatang menjadi sangat penting.
Konseptualisasi dari perilaku birokrasi sebagai seperangkat perbuatan
seseorang, kelompok dan struktur birokrasi dalam melakukan respon
terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai
yang dianut melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan yang
kemudian memunculkan tipe-tipe perilaku Birokrasi.
_____________________________
23Dendhart & Dendhar. 2006. dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar, Makassar, halaman 29
Berbagai macam perilaku birokrasi pemerintahan yang dapat timbul akibat
dari perbedaan karakteristik dan fungsi actor birokrasi, dengan penekanan
pada perilaku administrative, Bryant dan White (1980:106) 24 membagi tiga
model pendekatan pokok dalam menjelaskan perilaku yang terkait dengan
analisis organisasi, yaitu model rasional, model social-psikologis, dan
model pembangunan hubungan manusiawi.
1. Model Rasional
Model rasional memusatkan perhatian pada individu anggota dan
tujuan-tujuannya. Gagasan utamanya adalah bahwa orang mengejar
tujuan-tujuannya. Gagasan utamanya adalah bahwa orang mengejar
tujuan-tujuan dan kepentingan masing-masing. Birokrat yang bersifat
rasional dan sekaligus memiliki pamrih pribadi, ia tidak akan secara
otomatis rela mengabdi pada tujuan-tujuan organisasi. Oleh karena itu,
organisasi harus mengembangkan struktur-struktur dan insentif-
insentif yang menyalurkan kepentingannya sehingga selaras dengan
kepentingan organisasi.
2. Model Sosial-Psikologis
Perilaku manusia dalam organisasi pada dasarnya dipengaruhi oleh
lingkungan eksternal. Sebagaimana Raymond E. Miles (1975) dalam
Gomes, (2003:26)25, sebagaimana tergambar pada gambar 7 dibawah
ini:
_____________________________
24,25Bryant dan White .1980 dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar, Makassar, halaman 38-39
Perilaku birokrasi pemerintahan dalam model ini dimaknai oleh Apter 26
(tanpa tahun) yang ditulis Supriatna (1997:105) dalam Ahmad,
Jamaluddin (2011:40) bahwa harus mengakomodasi, menyalurkan
dan memperjuangkan kepentingan rakyat melalui berbagai kebijakan-
kebijakan yang tetap bertopang pada nilai-nilai budaya bangsa,
sehingga perilaku birokrasi, sesuai dengan budaya dan kepentingan
umum (abdi public) bersifat integral.
3. Model Pembangunan Hubungan Manusia
Penekanan pada model ketiga ini adalah kemungkinan-kemungkinan
para anggota suatu birokrasi mengembangkan potensi mereka. Selain
mempertanyakan bagaimana sesungguhnya seluk beluk perasaan dan
perilaku seseorang. Demikian pula bagaimanakah kiranya orang akan
berperilaku jika organisasinya diubah. Individu menanggapi
pekerjaannya sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya sendiri;
jika organisasi dirancang agar dapat mengindahkan kebutuhan-
kebutuhan itu, hal ini akan memaksimalkan sumbangan para anggota
serta memancing potensi baru mereka. Perbedaan utama pandangan
ini dengan model rasional ialah pada cara memandang dan
mendefinisikan kebutuhan.
Hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow (1997) 27 dalam
Robbins & Judge (2008:223) dijadikan sebagai sandaran dalam
memahami kebutuhan manusia. Kebutuhan tersebut terdiri atas
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan social,
kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan akan pemenuhan diri atau
aktualisasi diri.
_____________________________
26Apter.(tanpa tahun).ditulis oleh Supriatna.1997. dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Badan
Penerbit Universitas Negeri Makassar, Makassar, halaman 38-44 27AMaslow.1997 ditulis Robins & Judge. 2008 dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar, Makassar, halaman 41
Kebutuhan-kebutuhan tersebut berbentuk hirarki, artinya kebutuhan
fisiologis (orang perlu makan dan tidur serta tempat bernaung) yang
harus dipenuhi dulu sebagai kebutuhan pertama sebelum memenuhi
kebutuhan yang lain. Sedangkan kebutuhan akan pemenuhan diri atau
kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang paling tinggi
tingkatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamaluddin. 2011. “Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan”.
Makassar: Badan penerbit Universitas Negeri Makassar.
Albrow, M., 2007, Birokrasi (Terjemahan), (cetakan keempat) Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Apter.(tanpa tahun).ditulis oleh Supriatna.1997. dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Makassar. Badan
Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Bryant dan White .1980 dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan
Pengambilan Keputusan. Makassar. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Brown ditulis oleh Agus.2006 dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Makassar. Badan Penerbit Universitas
Negeri Makassar
C.H, Cooley.1902. Human Nature and the social Order, New York dalam Syahruddin, Emilia.2012. Peranan Kepemimpinan Tolotang Benteng
dalam Pemerintahan Yang Baik di Kelurahan Amparita, Kecamatan Tellu LimpoE, Kabupaten Sidenreng Rappang. Rappang Sulawesi selatan. Stisip Muhammadiyah Rappang.
Denhardt &Denhardt. 2006 dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan
Pengambilan Keputusan. Makassar. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Duncan. 1981 yang ditulis oleh Thoha. 2009 dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Makassar. Badan
Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Frazer ditulis oleh Morris. 2003. dalam Farmalinda, Erlina 2012. Komunitas Towani Tolotang di Amparita Kabupaten Sidenreng Rappang.
Makassar:Universitas hasanuddin.
Hasse J. 2010. ”Kebijakan Negara terhadap Agama Lokal ‘Towani Tolotang’ di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan”, dalam Junal Studi
Pemerintahan Vol. 1 Nomor 1 Agustus. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Inu Kencana. 2006 dalam Syahruddin, Emilia.2012. Peranan Kepemimpinan Tolotang Benteng dalam Pemerintahan Yang Baik di Kelurahan Amparita,
Kecamatan Tellu LimpoE, Kabupaten Sidenreng Rappang. Rappang Sulawesi selatan. Stisip Muhammadiyah Rappang.
Koentjaraningrat.1972 dalam Farmalinda, Erlina. 2012. KOMUNITAS TOWANI TOLOTANG DI AMPARITA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG.
Makassar. Universitas hasanuddin.
Martin Albrow. (tanpa tahun) ditulis oleh Thoha.2009. dalam Ahmad, Jamaluddin.
2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Makassar. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Maslow.1997 ditulis oleh Robbins & Judge. 2008 dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011
Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Makassar. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Mattulada.1998 dalam Syahruddin, Emilia.2012. Peranan Kepemimpinan Tolotang Benteng dalam Pemerintahan Yang Baik di Kelurahan Amparita,
Kecamatan Tellu LimpoE, Kabupaten Sidenreng Rappang. Rappang Sulawesi selatan. Stisip Muhammadiyah Rappang.
Max Weber (tanpa tahun) ditulis oleh Thoha.2009. dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Makassar. Badan
Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Moleong, J.Lexy. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung. PT. Remaja Rosda karya.
Morris. 2003 dalam Farmalinda, Erlina 2012. Komunitas Towani Tolotang di Amparita Kabupaten Sidenreng Rappang. Makassar:Universitas
hasanuddin.
Raymond E. Miles.1975 ditulis oleh Gomes. 2003 dalam Ahmad, Jamaluddin. 2011 Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan. Makassar. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Syahruddin, Emilia.2012. Peranan Kepemimpinan Tolotang Benteng dalam Pemerintahan Yang Baik di Kelurahan Amparita, Kecamatan Tellu
LimpoE, Kabupaten Sidenreng Rappang. Rappang Sulawesi selatan. Stisip Muhammadiyah Rappang.
Poerwadarmita ditulis oleh Dalle.1982 dalam Farmalinda, Erlina. 2012.
KOMUNITAS TOWANI TOLOTANG DI AMPARITA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG. Makassar. Universitas hasanuddin.
Qoyim, Ibnu. 2004. “Agama dan Pandangan Hidup Masyarakat Towani Tolotang” dalam Ibnu Qoyim (ed.). Religi Lokal dan Pandangan Hidup: Kajian
tentang Masyarakat Penganut Religi Tolotang dan Patuntung, Sipelebegu (Permalim), Saminisme, dan Agama Jawa Sunda. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Kebudayaan (PMB-LIPI)
Skinner ditulis oleh Mudzhar. 2002. dalam Farmalinda, Erlina 2012. Komunitas Towani Tolotang di Amparita Kabupaten Sidenreng Rappang. Makassar:Universitas hasanuddin.
Undang-undang Dasar 1945
Keputusan Dirjen Bimas Hindu Bali/Budha No. 2/1966