identifikasi kendala dalam penguasaan bahasa inggris
TRANSCRIPT
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
49
IDENTIFIKASI KENDALA
DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS (Analisa Perbedaan Individu Dalam Belajar Bahasa Inggris Mahasiswa
Administrasi Perkantoran 258 Politeknik LP3I Jakarta)
Oleh:
Retno Budiasningrum
Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta
Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450
Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599
Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala apa saja yang
menyebabkan mahasiswa LP3I Bekasi, khususnya kelas AP-258, tidak cakap
dalam berbahasa Inggris, dilihat dari perbedaan setiap individu dalam belajar
bahasa Inggris. Perbedaan ini dilihat dari sudut gender, persepsi, motivasi,
minat, sikap, dan strategi belajar dari setiap individu. Dari hasil penelitian,
diperoleh persentasi motivasi dan minat responden dalam belajar bahasa Inggris
sebagai berikut : 33% responden dengan motivasi, dan minat yang tinggi , 11 %
responden dengan motivasi, dan minat yang sedang-sedang saja, 28 % dengan
motivasi, dan minat yang kurang, dan 28 % responden dengan motivasi dan minat
yang tidak ada sama 9sekali. Dengan motivasi serta minat yang positif terhadap
bahasa Inggris, tentunya, akan sangat berpengaruh terhadap sikap, persepsi
maupun strategi belajar seseorang dalam proses belajar bahasa Inggris. Jika
sebaliknya, tentunya hal ini akan menjadi kendala dalam proses belajar bahasa
Inggris. Karena kebanyakan dari responden bersikap negatif terhadap bahasa
Inggris, maka mereka tidak memperoleh hasil yang baik.
Kata Kunci : Motivasi, Minat responden
ABSTRAK
The purpose of this study is to determine the causes of the incompetency in
English speaking of AP-258 students of LP3I Bekasi. It is focused on the typical
of each individual in learning English, as gender, perception, motivation, interest,
attitude, and learning strategy. Based of the result, gained the percentage of
motivation and interest of the respondents in learning English as: 33%
respondents with high level of motivation and interest, 11 % respondents with
average level of motivation and interest, 28 % respondents with less level of
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
50
motivation and interest, and 28 % respondents with no motivation and interest at
all. Having positive motivation and interest through English, it will be very
affecting on the attitude , perception, even the learning strategy of each person
in the process of learning English. On the contrary, it will be the obstacle in the
learning English process. As the most respondents have negative attitude in
learning English, therefore they don’t get a good result.
Keywords : Motivation, Interest Of The Respondents
PENDAHULUAN
Latar Belakang Bahasa mempunyai peranan
penting, dalam kehidupan manusia.
Manusia sebagai mahluk sosial,
menggunakan bahasa sebagai alat
untuk saling berkomunikasi. Dengan
berkomunikasi, manusia dapat saling
berhubungan, berbagi informasi,
sehingga berbagai pengetahuan di
dunia dapat diperoleh.
Di era globalisasi ini, kita
dihadapkan pada fenomena baru,
keterbukaan. Semua kejadian di
dunia, dengan segala kecanggihan
teknologi, dapat diakses dari seluruh
belahan dunia manapun, dalam
waktu yang relatif singkat.
Komunikasi serta interaksi ke
seluruh dunia pun, dapat dilakukan
dalam waktu yang singkat pula.
Agar mudah mengakses, dan
melakukan komunikasi kesegala
penjuru dunia, tentunya diperlukan
satu bahasa pengantar, yang
dipergunakan oleh seluruh bangsa di
dunia.
Bahasa Inggris adalah sebuah
bahasa yang berasal dari Inggris,
merupakan bahasa utama di Britania
Raya (termasuk Inggris), Amerika
Serikat, serta banyak negara lainnya.
Selain itu bahasa Inggris juga
merupakan salah satu bahasa resmi
di organisasi internasional seperti
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
Komite Olimpiade Internasional,
serta bahasa resmi di berbagai
negara, seperti di Afrika Selatan,
Filipina, Hongkong, Irlandia,
Kanada, Nigeria, Singapura dan
lainnya.
Di dunia, bahasa Inggris
merupakan bahasa kedua pertama
yang dipelajari. Bahasa Inggris bisa
menyebar karena pengaruh politik
dan imperialisme Inggris, dan
selanjutnya Britania Raya di dunia.
Salah satu pepatah Inggris zaman
dahulu, mengenai kerajaan Inggris
yang disebut Imperium Britania
(British Empire), adalah tempat
“Matahari yang tidak pernah
terbenam” (“where the sun never
sets”). Hampir semua orang di dunia
ini, menggunakan bahasa Inggris
sebagai pengantar untuk saling
berhubungan disemua bidang. Oleh
karenanya, kedudukan bahasa
Inggris menjadi sangat kuat dan
penting di dunia.
Saat ini belajar Bahasa Inggris
bukan hanya suatu kewajiban,
melainkan suatu kebutuhan yang tak
bisa dihindari lagi. Tanpa menguasai
Bahasa Inggris, hampir dapat
dipastikan bahwa kita tidak akan
mampu bersaing di era globalisasi
ini. Mengapa?
1. Seperti pada pembahasan
sebelumnya, bahwa bahasa
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
51
Inggris adalah bahasa yang
paling banyak digunakan di
dunia, sehingga bahasa ini
wajib dipelajari, agar kita tidak
ketinggalan atas segala bentuk
informasi apapun di dunia.
2. Maraknya penggunaan bahasa
Inggris di seputar lingkungan
kita. Seperti papan iklan di
jalan-jalan, tulisan di berbagai
sekolah bertaraf internasional
yang berbahasa Inggris, dan
masih banyak lagi. Bahkan
anak-anak usia dini pun, kini
sudah dapat berbicara dalam
bahasa Inggris dengan baik.
3. Sebagai nilai jual di dunia kerja.
Bahasa Inggris mutlak
diperlukan untuk menunjang
karier bagi para karyawan
maupun bagi para calon
karyawan. Untuk mendapatkan
karier yang baik, tentunya harus
ditunjang dengan kemampuan
bahasa Inggris. Makin besar
suatu perusahaan, maka makin
besar pula hubungan bisnisnya
dengan pihak manca negara.
Dengan memiliki kemampuan
bahasa Inggris yang baik
tentunya akan sangat
diperhitungkan. Demikian pula
dengan para pencari kerja,
dengan kemampuan bahasa
Inggris yang baik, tentunya akan
menjadi prioritas bagi
perusahaan yang dituju.
Dan dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi, kebutuhan untuk
dapat menguasai bahasa Inggris di
Indonesia, menjadi semakin nyata.
Oleh karenanya, pengajaran bahasa
Inggris di Indonesia, semakin
ditingkatkan. Hal ini terlihat, dengan
maraknya sekolah-sekolah bertaraf
internasional, yang mulai
menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar dalam proses
pembelajaran,bahkan bahasa Inggris
sudah dimulai diajarkan pada level
usia dini, serta makin banyaknya
kursus-kursus bahasa Inggris yang
ditawarkan.
Bagi para peserta didik dengan
pendidikan di sekolah-sekolah yang
bertaraf internasional tersebut, serta
berkemampuan mengikuti berbagai
kursus bahasa Inggris, tentunya,
kemampuan berbahasa Inggris
mereka menjadi meningkat, dan hal
ini akan sangat berbeda bagi para
peserta didik pada sekolah regular,
kemampuan berbahasa Inggris
mereka, sangatlah rendah. Sangat
disayangkan , bahwa secara umum
dapat dilihat, hasil pengajaran bahasa
Inggris sekolah regular dengan
sekolah bertaraf internasional,
sangatlah berbeda.
Bahasa Inggris di Indonesia
secara umum diajarkan sebagai
bahasa asing. Bahasa asing adalah
bahasa yang yang tidak digunakan
sebagai alat komunikasi di negara
tertentu di mana bahasa tersebut
diajarkan. Sehubungan dengan fungsi
bahasa Inggris di Indonesia yang
merupakan bahasa asing, maka
bahasa Inggris tidak digunakan
sebagai bahasa pengantar sehari-hari,
tapi digunakan sebagai bahasa
pengantar pada bidang tertentu saja.
Sehingga pada sekolah-sekolah
regular, tentunya bahasa Inggris
hanya digunakan pada saat kegiatan
mengajar bahasa Inggris saja, itupun
tergantung dari para pengajar,
mereka menggunakannya ataupun
tidak sama sekali selama kegiatan
belajar mengajar tersebut. Lain
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
52
halnya dengan sekolah-sekolah yang
bertaraf internasional, mereka sudah
menggunakan bahasa Inggris sebagai
pengantar bahasa sehari-hari untuk
semua kegiatan belajar mengajar
mereka. Nah inilah bedanya,
mengapa kemampuan bahasa Inggris
di sekolah-sekolah bertaraf
internasional lebih baik daripada di
sekolah-sekolah regular.
Para mahasiswa LP3I
umumnya berasal dari sekolah
regular. Tentunya kemampuan
bahasa Inggris mereka tidaklah
sebaik mereka yang berasal dari
sekolah-sekolah yang bertaraf
international.
LP3I adalah Lembaga
Pendidikan dan Pengembangan
Profesi Indonesia. Lembaga ini
merupakan salah akademi kejuruan
yang memberikan sarana
penempatan kerja bagi para
mahamahasiswanya. Tentunya
lembaga ini mempunyai banyak
relasi perusahaan ,yang akan
menampung para
mahamahasiswanya untuk bekerja.
Dalam era globalisasi ini,
umumnya perusahaan saling bersaing
dalam bisnisnya. Makin besar
perusahaan, akan makin besar pula
hubungan mereka dengan pihak
manca negara tentunya. Dalam hal
ini, kemampuan bahasa Inggris
menjadi hal utama disetiap
penerimaan karyawan.
Sehubungan dengan penting
bahasa Inggris bagi setiap
perusahaan, mahamahasiswa LP3I,
sebagai calon karyawan, dituntut
untuk mampu berbahasa Inggris
dengan baik.
Dari hasil pengamatan penulis
di lapangan, sebagian besar
paramahasiswa LP3I yang lulus
sekolah menengah atas maupun
setaranya, belum terampil berbahasa
Inggris.Bahkan beberapa dari
mereka, tidak dapat berbahasa
Inggris sama sekali. Kebanyakan dari
mereka, tidak mengerti bagaimana
memulai suatu pembicaraan, seperti
kosa kata apa yang harus digunakan
dan juga bagaimana cara bertanya
maupun cara menjawabnya. Hal
inilah yang banyak ditemui oleh
penulis selama pengamatan di
lapangan.
Menilik permasalahan-
permasalahan yang ada, dalam
mempelajari bahasa Inggris, penulis
berniat untuk melakukan penelitian
untuk mengetahui kendala-kendala
apa saja yang membuat para
mahamahasiswa tidak terampil
berbahasa Inggris, dilihat dari
perbedaan cara belajar mereka
masing-masing.
Perumusan Masalah
Karena kemampuan berbahasa
Inggris mahamahasiswa LP3I yang
telah belajar bahasa Inggris
selama kira-kira delapan tahun,
sejak mereka kelas empat SD,
masih belum menunjukan hasil
yang memuaskan, maka penulis
ingin menemukan jawaban dari
permasalahan tersebut. Dengan
topik sebagai berikut, apakah yang
menjadi kendala penguasaan bahasa
Inggris mahamahasiswa LP3I
Bekasi dilihat dari perbedaan
individu belajar bahasa Inggris?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui kendala apa saja
yang menyebabkan mahamahasiswa
LP3I khususnya kelas AP-258 , tidak
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
53
cakap dalam berbahasa Inggris,
dilihat dari perbedaan setiap individu
dalam belajar bahasa Inggris.
Manfaat Penelitian
Dengan hasil penelitian yang
diperoleh, diharapkan dapat
membantu meningkatkan
kemampuan bahasa Inggris
mahamahasiswa LP3I Bekasi
khususnya, serta mahamahasiswa
LP3I secara umum.
TINJAUAN PUSTAKA
Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa
merupakan suatu proses seorang
anak mempelajari bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa pertama
initerjadi, bila anak yang sejak
semula tanpa bahasa kini telah
memperoleh satu bahasa. Dalam
proses ini, seorang anak akan
memperoleh kemampuan untuk
menangkap kata-kata dari suatu
komunikasi yang dilakukan oleh
orang-orang disekelilingnya, yang
kemudian diproduksinya secara
bertahap, serta pada akhirnya,
mampu menggunakannya untuk
berkomunikasi. Kapasitas ini
melibatkan berbagai kemampuan
seperti sintaksis, fonetik, dan kosa
kata yang luas. Bahasa yang
diperoleh, bisa berupa vokal, seperti
pada bahasa lisan, atau manual,
seperti pada bahasa isyarat.Pada
masa pemerolehan bahasa pertama
ini, anak lebih mengarah pada fungsi
komunikasi daripada bentuk
bahasanya.
Pemerolehan bahasa pertama,
memiliki suatu rangkaian kesatuan
yang berkesinambungan, yang
bergerak dari ucapan satu kata
sederhana, menuju gabungan kata
yang lebih rumit.
Pemerolehan bahasa pertama
erat kaitannya dengan permulaan
yang gradual yang muncul dari
prestasi-prestasi motorik, sosial, dan
kognitif pralinguistik.Pemerolehan
bahasa pertama ini, juga erat sekali
kaitannya dengan perkembangan
sosial anak dan karenanya juga erat
hubungannya dengan pembentukan
identitas sosial.
Mempelajari bahasa pertama
merupakan salah satu perkembangan
menyeluruh anak menjadi anggota
penuh suatu masyarakat.Setiap anak,
memiliki potensi untuk
berkomunikasi dalam suatu bahasa.
Potensi ini sudah dibawa sejak lahir.
Kemampuan berbahasa ini, sangat
erat hubungannya dengan bagian-
bagian anatomi dan fisiologi
manusia, seperti bagian otak tertentu
yang mempengaruhi kemampuan
berbahasa, serta alat artikulasi. Dan
tingkat perkembangan bahasa anak,
sama bagi semua anak normal.
Melalui bahasa, seorang anak
belajar untuk menjadi anggota
masyarakat. Dengan bahasa pertama
ini, seorang anak mengungkapkan
perasaan, serta keinginannya, kepada
lingkungannya.
Sistem pikiran yang terdapat
pada anak-anak, dibangun sedikit
demi sedikit.Apabila ada rangsangan
disekitarnya, seperti apa yang
didengar, dilihat, serta disentuhnya,
akan menjadi masukan bagi
dirinya.Hal ini lama kelamaan,akan
membuat pikirannya menjadi
sempurna. Setelah itu,sistem
bahasanya lengkap dengan
perbendaharaan kata, dan tata
bahasanya pun terbentuk.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
54
Teori Pemerolehan Bahasa
Terdapat dua teori utama
tentang bagaimana manusia
memperoleh bahasa pertamanya.
Teori pertama, menyebutkan bahwa
manusia memperoleh bahasanya
secara alami. Teori ini kemudian
dikenal dengan istilah Nativist
Theory. Sedangkan teori kedua,
menyatakan bahwa manusia
memperoleh bahasa melalaui proses
mempelajari, dan teori kedua ini
dikenal dengan Learning Theory.
a. Nativist Theory
Nativist Theory adalah
teori yang menyebutkan bahwa
manusia memperoleh bahasa
secara alami. Teori ini kemudian
dikenal dengan hipotesis Nurani,
yang dipelopori oleh Leneberg
dan Chomsky. Hipotesis Nurani,
lahir dari sebuah pertanyaan,
sebenarnya alat apa yang
digunakan anak dalam
memperoleh bahasanya, yang
kemudian dijadikan bahan
penelitian oleh kedua pelopor
tersebut. Hasil penelitan tersebut
adalah sbb:
1. Semua anak normal akan
memperoleh bahasa ibunya
asalkan dia dikenalkan
pada bahasa tersebut.
2. Pemerolehan bahasa tidak
ada hubungannya
dengankecerdasan.
3. Kalimat yang digunakan
anak cenderung tanpa
menggunakan gramatikal,
tidak lengkap dan
jumlahnya sedikit.
4. Hanya manusia yang bisa
berbahasa.
5. Perkembangan bahasa anak
sejalan dengan
perkembangan lain.
6. Struktur bahasa sangat
rumit, kompleks dan
istimewa.
Teori Chomsky ini
menegaskan bahwa bahasa
merupakan warisan, manusia sejak
lahir sudah dibekali genetik untuk
berbahasa. Maka hipotesis Naluri
berbahasa, merupakan suatu asumsi
yag menyatakan bahwa sebagian
atau semua bagian bahasa, tidaklah
diperoleh atau dipelajari, akan tetapi
ditentukan oleh fitur - fitur nurani
yang khusus dariorganisme manusia.
Hipotesis ini menekankan bahwa
adanya peralatan yang dibawa
manusa sejak lahir yaitu language
acquisition device (LAD ). Dengan
LAD, setiap manusia dapat
menangkap setiap rangsangan yang
berupa bahasa. Jadi LAD ini adalah
alat yang digunakan manusia untuk
berbahasa.
b. Learning Teory
Teori ini lahir dari pakar
psikologi Harvard, B.F Skinner.
Skinner adalah seorang tokoh
behaviorisme, yang menyatakan
bahasa adalah perilaku verbal.
Behaviorisme adalah aliran
psikologi yang mempelajari
tentang perilaku yang nyata,
yang bisa diukur secara objektif.
Bloomfield dalam bukunya “
language” dalam Parera (1986:
80), menerapkan pikiran -
pikiran pokok behaviorisme
dalam analisa bahasasebagai
berikut:
1. Bahasa adalah bentuk dari
tingkah laku fisik.
2. Orang harus bisa
membedakan antara sesuatu
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
55
yang mendahului bahasa,
bahasa dan peristiwa yang
mengikuti bahasa.
3. RSrs
R : merupakan respon
pengganti
S : merupakan stimulus
pengganti
4. Bloomfield lebih
menekankan proses
mekanisme bahasa bukan
proses mentalisme.
Skinner mengatakan,
bahwa berbahasa haruslah
ditanggapi sebagai satu respon
berkondisi terhadap stimulus -
stimulus tersembunyi, baik yang
internal atau eksternal. Hal ini
bisa dijelaskan bahwa semua
pengetahuan bahasa yang
dimiliki oleh manusia yang
tampak dalam perilaku
berbahasa merupakan hasil
integrasi dari peristiwa linguistik
yang dialami dan diamati oleh
manusia. Karena itulah,
kemudian teori ini dikenal
dengan istilah teori
pembelajaran bahasa
pengkondisian opera. Dalam
teori ini dinyatakan, bahwa
perilaku berbahasa seseorang,
dibentuk oleh serentetan
peristiwa beragam yang muncul
dari sekitar orang itu. Sebagai
contoh, bagaimana seorang bayi
mulai berbahasa,pada tahapan
ketika anak memperoleh sistem-
sistem bunyi bahasa ibunya,
semula dia mengucapkan sistem
bunyi tertentu yang terdengar
belum jelas pengucapannya,
akan tetapi karena lingkungan
telah memberikan contoh terus
menerus terhadap sistem bunyi
yang benar, dan dimotivasi terus
untuk menirukan bunyi tersebut,
maka akhirnya bunyi tersebut
dapat dikuasainya.
Dalam proses pemerolehan
bahasa pertama, Chomsky
menyebutkan bahwa ada dua
proses yang terjadi ketika itu.
Proses yang dimaksud adalah
proses kompetensi dan proses
performansi. Kedua proses ini
merupakan dua proses yang
berlainan. Kompetensi adalah
proses penguasaan tata bahasa
secara tidak disadari.
Performansi adalah kemampuan
anak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Performansi
terdiri dari dua proses, yaitu
proses pemahaman dan proses
penerbitan kalimat-kalimat.
Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau
mempersepsi kalimat-kalimat
yang didengar, sedangkan proses
penerbitan, melibatkan
kemampuan menghasilkan
kalimat-kalimat sendiri (Chaer
2009:167).
Pembelajaran Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa biasanya
dibedakan dengan pembelajaran
bahasa. Pemerolehan bahasa,
berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa,
berkenaan dengan bahasa kedua
(Chaer, 2009:167). Pembelajaran
bahasa dipelajari secara formal,
pemerolehan bahasa terjadi secara
natural.
Penguasaan bahasa kedua (B2),
sangatlah berhubungan erat dengan
pemerolehan bahasa pertama (B1).
Bahasa kedua diperoleh setelah
penguasaan bahasa pertama. Seperti
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
56
telah dibahas di atas, bahwa
pemerolehan bahasa kedua berbeda
dengan pemerolehan bahasa pertama.
Penguasaan B1 melalui proses
pemerolehan, sedangkan penguasaan
B2 melalui proses pembelajaran.
Pembelajaran B2 dapat diperoleh
melalui pendidikan formal maupun
informal, dengan cara sengaja dan
disadari. Hal ini berbeda dengan
pemerolehan bahasa pertama yang
sifatnya alamiah serta dengan cara
tidak sengaja dan tidak disadari.
Teori pemerolehan dan
pembelajaran bahasa merupakan satu
set kesimpulan atau rumusan
pendapat yang diperoleh dari hasil
penelitian dan hipotesis yang
mendalam tentang bagaimana
sesuatu bahasa itu dipelajari dan
dikuasai oleh seseorang. Stephen
Krashen, seorang linguist, telah
mengemukakan perspektif
teoretikalnya mengenai pembelajaran
bahasa kedua,yaitu teori Input
hipotesis Stephan Krashen melalui
tulisan buku dan artikelnya (1977,
1981, 1982, 1985, 1992, 1993,
1997). Evolusi teorinya, bermula
pada akhir tahun 1970-an, apabila
Krashen memperkenalkan Teori
Monitor (monitor model), seterusnya
dikenali sebagai Hipotesis
Pembelajaran dan Pemerolehan
(Acquistion-Learning Hypothesis)
dan kini lebih popular dengan Input
Hipotesis (Input Hypothesis)
(Brown, 2002). Teori Input hipotesis
Krashen ini merupakan gabungan
daripada lima hipotesis yaitu;
1. Natural Order hypothesis
(hipotesis Urutan secara
Alamiah)
Hipotesis urutan alamiah
menyatakan, bahwa struktur
bahasa diperoleh dengan urutan
alamiah yang dapat
diperkirakan. Struktur tertentu
cenderung muncul lebih awal
dari pada daripada struktur
lainnya dalam pemerolehan
bahasa itu. Sebagai contoh
dalam struktur fonologi, anak
akan lebih dahulu memperoleh
vokal-vokal [a] sebelum [i] dan
[u]. Konsonan depan lebih
dahulu dikuasai oleh anak dari
pada konsonan belakang. Urutan
alamiah ini tidak saja terjadi
pada masa kanak-kanak, tetapi
juga pada saat dewasa.
2. Acquisition/ Learning
Hypothesis (
Pemerolehan/Pembelajaran)
Krashen (1981) mengatakan
terdapat dua cara yang
digunakan oleh seseorang
kanak-kanak atau dewasa untuk
memperoleh kompetensi bahasa
kedua, yaitu pemerolehan
(acquisition) dan pembelajaran
(learning). Pemerolehan berlaku
di bawah sadar (subconscious),
yang hampir menyerupai proses
seorang kanak-kanak
memproses bahasa yang
diperolehnya secara tidak
langsung . Pembelajaran bahasa
berlaku secara sadar (conscious)
yaitu satu proses di mana pelajar
bahasa kedua, akan mempelajari
rumus tata bahasa dan
berkesudahan dengan
mengetahui mengenai bahasa
tersebut.
Menurut Krashen (1983) ;
‘adults have two
distinctive ways of
developing competences in
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
57
second languages ..
acquisition, that is by
using language for real
communication …
learning .. “knowing
about” language’(m.s :
78)
Namun begitu, menurut Krashen
(1981a), kompetensi menguasai
bahasa kedua adalah lebih
merujuk kepada bahasa yang
diperoleh bukan dari apa yang
dipelajari. Beliau mengatakan
;“fluency in second language
performance is due to what we
have acquired, not what we have
learned”(m.s : 99).
Hipotesis ini mengacu pada
bagaimana bahasa kedua sebagai
sebuah sistem yang diperoleh
atau dipelajari. Sistem yang
diperoleh maksudnya bahasa
dikuasai melalui proses bawah
sadar (unconscious mind), dan
biasa berlangsung melalui
komunikasi yang natural.
Komunikasi semacam ini terjadi
pada masa kanak-kanak.
Kesalahan (galat) dikoreksi
juga secara alamiah sesuai
dengan konteksnya sehingga
tidak disadari oleh orangnya.
Sedangkan sistem yang
dipelajari adalah kebalikannya,
karena bahasa dikuasai melalui
proses dan pengkondisian yang
formal, seperti kelas-kelas di
sekolah atau tempat kursus.
Kesalahan bahasa banyak
diluruskan melalui latihan-
latihan pola dan pembiasaan.
McLaughlin (1987) telah
membedakan istilah
pemerolehan bahasa dan
pembelajaran bahasa.
Menurutnya, bahasa dikatakan
diperoleh secara tidak formal
dari lingkungan. Bahasa
dikatakan dipelajari secara
formal, apabila diajarkan oleh
pengajar di sekolah.
Krashen menegaskan
bahwa pemerolehan dua bahasa
melibatkan sedikit gangguan dan
persaingan antara dua sistem
linguistik, sedangkan dalam
pembelajaran di dalam kelas
secara formal, pelajar
mengalami banyak gangguan.
Tambahan pula, pelajar yang
belajar bahasa kedua tidak
mempunyai hubungan langsung
dengan penutur asli bahasa
tersebut.
3. Monitor Hypothesis(Hipotesis
Pemantau)
Menurut Krashen (1981)
konsep pemantau (monitor)
lebih melibatkan pembelajaran
(learning) bukan pemerolehan
(acquisition). Ia berfungsi
sebagai alat pemantau pertuturan
(output), dan bertujuan
memperbaiki ujaran yang
dihasilkan oleh sistem. Hanya
pemantau yang digunakan secara
optimal saja, akan dapat
meningkatkan tahap kompetensi
komunikasi seseorang pelajar
bahasa kedua. Menurut Krashen;
‘conscious learning … can only
be used as a Monitor or an
editor’ ( m.s : 80) .
Monitor ini muncul dalam
pikiran seseorang saat belajar B2
dan berfungsi sebagai pengedit
dan pengkoreksi bahasa. Sebagai
contoh, setelah mahasiswa
mempelajari tentang simple
present tense, maka ketika akan
menggunakan bentuk tersebut,
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
58
monitor akan keluar dengan
mempertimbangkan apakah
menggunakan kata kerja
pertama, atau kedua. Hipotesis
ini mendapatkan bantahan dari
Barry McLaughlin karena
dianggap memiliki
ketidaktuntasan pemantauan
terhadap pemakaian B2. Salah
satu kritiknya adalah bahwa
monitor jarang dipakai di dalam
kondisi normal/alamiah
pemakaian B2.
4. Input Hypothesis (Hipotesis
Masukan)
Hipotesis ini menjelaskan
bahwa pembelajaran B2
dianggap akan terjadi jika hanya
mahasiswa mendapatkan
informasi/pengetahuan setingkat
lebih tinggi daripada yang telah
dikuasainya. Hipotesis ini
dirumuskan dengan [i + 1], di
mana i = input, yaitu
pengetahuan yang sudah dimiliki
mahasiswa(kompetensi sebelum
belajar) dan 1 =
kompetensi setingkat dari
sebelumnya. Jika i + 2, atau
lebih, maka pembelajaran akan
sulit terjadi karena mahasiswa
akan merasakan kesulitan,
sedangkan jika i + 0, atau i – 1
dan seterusnya mengindikasikan
bahwa pembelajaran dilakukan
dengan pengetahuan sebagai
input yang sudah bahkan jauh
telah dikuasai mahasiswa.
5. Hipotesis Saringan Afektif
(Affective Filter)
Saringan afektif akan
menghambat mahasiswa dalam
menerima ataupun memproduksi
bahasa. Sebagai contoh, jika
anda tidak suka dengan bahasa
Inggris, maka saringan afektif
anda akan semakin ketat.
Demikian pula, saat anda benci
dengan sang guru, takut diolok-
olok jika keliru, dst. Saringan
afektif menjadi problem
tersendiri bagi mahasiswa
dewasa karena perkembangan
piskologisnya yang semakin
peka dengan lingkungannya.
Faktor-Faktor Penentu dalam
pembelajaran Bahasa Kedua
Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua
yang akan dipelajari, mempunyai
struktur yang berbeda dengan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pertama.
Oleh karenanya, belajar bahasa
Inggris menjadi hal yang sulit.
Adapun beberapa faktor penentu
yang mempengaruhi pembelajaran
bahasa kedua sebagai berikut :
a. Faktor Motivasi
Menurut McDonald yang
dikutip Wasty Soemantono
(2006:203), motivasi adalah
suatu perubahan tenaga di dalam
diri/pribadi seseorang yang
ditandai oleh dorongan efektif
dan reaksi-reaksi dalam usaha
mencapai tujuan. Demikian pula
menurut Brown (1981) yang
dikutip Chaer (2009:251) ,
motivasi adalah dorongan dari
dalam, dorongan sesaat, emosi
atau keinginan yang
menggerakkan seseorang untuk
berbuat sesuatu. Bagi
mahasiswa yang mempunyai
motivasi dalam belajar bahasa
kedua, cenderung akan lebih
berhasil. Mereka mempunyai
dorongan yang kuat dari dalam
diri mereka untuk mempelajari
bahasa kedua tersebut.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
59
Dalam kaitannya dengan
pembelajaran bahasa kedua,
motivasi itu mempunyai dua
fungsi, yaitu fungsi integratif
dan fungsi instrumental.
Motivasi berfungsi integratif,
jika motivasi ini mendorong
seseorang mempelajari bahasa
kedua, karena adanya keinginan
untuk berkomunikasi dengan
masyarakat penutur bahasa itu,
ataupun menjadi bagian dari
masyarakat bahasa tersebut.
Sedangkan motivasi berfungsi
instrumental, jika motivasi itu
mendorong seseorang untuk
mempelajari bahasa kedua
dengan tujuan agar memperoleh
manfaat setelah menguasainya,
ataupun untuk memperoleh
pekerjaan atau mobilitas sosial
pada lapisan atas masyarakat
tersebut (Gardner dan Lambert,
1972:3 yang dikutip Chaer
(2009:251)
b. Faktor Usia
Banyak orang
beranggapan bahwa faktor usia
sangat mempengaruhi dalam
proses pembelajaran bahasa
kedua. Namun, hasil penelitian
mengenai faktor usia dalam
pembelajaran bahasa kedua ini
menunjukan hal berikut :
1. Dalam hal urutan
pemerolehan , tampaknya
faktor usia tidak terlalu
berperan, sebab urutan
pemerolehan oleh kanak-
kanak dan orang dewasa,
tampanya sama saja
(Fatman, 1975; Dulay, Burt
dan Krashen, 1982 ) yang
dikutip Chaer (2009:252).
2. Dalam hal kecepatan dan
keberhasilan belajar bahasa
kedua, dapat disimpulkan:
(1) anak-anak lebih berhasil
daripada orang dewasa
dalam pemerolehan sistem
fonologi atau pelafalan;
bahkan banyak diantara
mereka yang mencapai
pelafalan seperti penutur
asli; (2) orang dewasa
nampaknya maju lebih cepat
daripada kanak-kanak
dalam bidang morfologi dan
sintaksis, paling tidak pada
permulaan masa belajar; (3)
kanak-kanak lebih berhasil
daripada orang dewasa,
tetapi tidak selalu lebih
cepat (‘Oyama, 1976;
Dulay, burt, dan Krashen,
1982; Asher dan Gracia,
1969) yang dikutip Chaer
(2009:253). Dari hasil
penelitian tersebut Chaer
menyimpulkan, bahwa
faktor usia adalah faktor
yang berpengaruh dalam
pembelajaran bahasa kedua.
Perbedaan umur
mempengaruhi kecepatan
dan keberhasilan belajar
bahasa kedua pada aspek
fonologi, morfologi, dan
sintaksis; tetapi tidak
berpengaruh dalam
pemerolehan urutannya.
c. Faktor Penyajian formal
Ada dua tipe pembelajaran
bahasa kedua, yaitu naturalistik,
dan formal. Tipe naturalistik
berlangsung secara alamiah
dalam lingkungan keluarga
(tempat tinggal) sehari-hari,
tanpa guru dan tanpa
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
60
kesengajaan. Sedangkan tipe
formal berlangsung secara
formal dalam pendidikan di
sekolah, dilakukan dengan
kesengajaan, disertai berbagai
perangkat formal
pembelajarannya, seperti
kurikulum, metode, guru, media
belajar, materi pembelajaran,
dan sebagainya.
d. Faktor Bahasa Pertama
Menurut beberapa pakar
pembelajaran bahasa kedua,
bahasa pertama mempunyai
pengaruh terhadap proses
penguasaan bahasa kedua
pembelajar ( Ellis, 1986: 19)
yang dikutip Chaer (2009:256).
Bahasa pertama dianggap
pengganggu dalam proses
pembelajaran bahasa kedua. Hal
ini karena biasa terjadi seorang
pembelajar secara tidak sadar
melakukan transfer unsur-unsur
bahasa pertamanya ketika
menggunakan bahasa kedua
(Dulay, dkk., 1982: 96, yang
dikutip Chaer (2009: 256).
Akibatnya terjadilah interferensi,
alih kode, campur kode atau
juga error.
e. Faktor Lingkungan
Dulay (1985: 14, yang
dikutip Chaer (2009: 257)
menerangkan bahwa kualitas
lingkungan bahasa sangat
penting bagi seorang pembelajar
untuk dapat berhasil dalam
mempelajari bahasa baru
(kedua). Yang dimaksud dengan
lingkungan bahasa, adalah
lingkungan dimana seorang
pembelajar bahasa kedua dapat
aktif menggunakan bahasa
kedua dengan lingkungannya.
Adapun lingkungan bahasa
dapat merupakan formal maupun
informal. Lingkungan bahasa
formal, adalah di sekolah,
dimana guru dapat memfasilitasi
mahasiswa dengan
menggunakan bahasa kedua,
sehingga mahasiswa mempunyai
kesempatan berlatih
menggunakan bahasa kedua
tersebut. Lingkungan bahasa
informal, umumnya adalah
dengan teman sebaya.
Diharapkan mahasiswa
mempunyai lingkungan bahasa
informalnya dengan teman
sebaya yang berbahasa kedua,
sehingga mahasiswa dapat terus
menerus mempunyai
kesempatan untuk menggunakan
bahasa kedua tersebut.
Perbedaan Individu dalam
Belajar Bahasa Kedua (Inggris)
Ada beberapa faktor yang
membedakan setiap individu dalam
belajar bahasa keduanya, yaitu :
a. Gender
Mengapa umumnya kelas
bahasa lebih banyak didominasi
oleh wanita daripada pria ? Hal
berhubungan dengan beberapa
pendapat yang mengungkapkan
bahwa otak pria dan wanita
mempunyai perbedaan dalam
bentuknya. Menurut Steinberg
dkk (2001: 319) yang dikutip
Dardjowidjojo ( 2008:221),
hemisfir kiri pada wanita ,
lebih tebal daripada hemisfir
kanan. Oleh karenanya ,
umumnya kelas bahasa
didominasi oleh wanita. Akan
tetapi, temuan Philip dkk (1987
dalam Steinberg 2001:319)
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
61
yang dikutip Dardjowidjojo
(2008), menunjukkan bahwa
meskipun ada perbedaan dalam
pemrosesan bahasa antara pria
dan wanita, perbedaan ini hanya
mengarah pada pengaruh
budaya, daripada pengaruh
generik.
b. Persepsi
Menurut Shaleh (2004 :
89), persepsi adalah proses yang
menggabungakan dan
mengorganisasikan data-data
indera kita (penginderaan) untuk
dikembangkan sedemikian rupa
sehingga kita dapat menyadari di
sekeliling kita. Dengan kata lain,
persepsi adalah proses
diterimanya rangsang (objek,
kualitas, hubungan antara gejala
maupun peristiwa), sampai
rangsang itu disadari dan
dimengerti.
Gibson, dkk (1989) dalam
buku Organisasi Dan
Manajemen Perilaku, Struktur;
memberikan definisi persepsi
adalah, proses kognitif yang
dipergunakan oleh individu
untuk menafsirkan dan
memahami dunia sekitarnya
(terhadap obyek). Gibson juga
menjelaskan bahwa persepsi
merupakan, proses pemberian
arti terhadap lingkungan oleh
individu. Oleh karena itu, setiap
individu memberikan arti kepada
stimulus secara berbeda
meskipun objeknya sama. Cara
individu melihat situasi
seringkali lebih penting daripada
situasi itu sendiri.
Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa
persepsi merupakan suatu proses
penginderaan stimulus, yang
diterima oleh individu melalui
alat indera, yang kemudian
diinterpretasikan, sehingga
individu dapat memahami, dan
mengerti tentang stimulus yang
diterimanya tersebut. Proses
menginterpretasikan stimulus ini
biasanya dipengaruhi pula oleh
pengalaman dan proses belajar
individu.
Jadi pada saat mahasiswa
menerima pelajaran, tentunya
dia akan berfikir, apakah
pelajaran ini akan dapat
dipelajarinya dengan baik, atau
akan sulit, apakah bermanfaat,
dan berbagai penilaian tentang
pelajaran tersebut. Dengan kata
lain, mahasiswa tersebut
mempunyai persepsi terhadap
mata pelajaran yang sedang
diterimanya.
Setiap mahasiswa tentunya
akan mempunyai persepsi yang
berbeda terhadap setiap mata
pelajaran yang diterimanya,
demikian pula ketika mereka
dalam proses pembelajaran
bahasa Inggris, tentunya masing-
masing akan mempunyai
persepsi yang berbeda tentang
materi ini. Persepsi ini penting
untuk menentukan kualitas
belajar. Jika seorang mahasiswa
menilai bahwa dengan
menguasai bahasa Inggris,
mereka akan memperoleh
pekerjaan dengan lebih mudah,
maka tentunya akan sangat
berpengaruh dalam kualitas
belajarnya. Kualitas belajar
mereka akan meningkat.
Sedangkan bagi mahasiswa
dengan persepsi negatif,
tentunya kualitas belajarnya
akan rendah.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
62
Faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi pada
dasarnya dibagi menjadi 2, yaitu
faktor Internal dan Faktor
Eksternal.
1. Faktor Internal yang
mempengaruhi persepsi,
yaitu faktor-faktor yang
terdapat dalam diri individu,
yang mencakup beberapa
hal antara lain :
a. Fisiologis. Informasi
masuk melalui alat
indera, selanjutnya
informasi yang diperoleh
ini akan mempengaruhi
dan melengkapi usaha
untuk memberikan arti
terhadap lingkungan
sekitarnya. Kapasitas
indera untuk
mempersepsi pada tiap
orang berbeda-beda
sehingga interpretasi
terhadap lingkungan juga
dapat berbeda.
b. Perhatian. Individu
memerlukan sejumlah
energi yang dikeluarkan
untuk memperhatikan
atau memfokuskan pada
bentuk fisik dan fasilitas
mental yang ada pada
suatu obyek. Energi tiap
orang berbeda-beda
sehingga perhatian
seseorang terhadap
obyek juga berbeda dan
hal ini akan
mempengaruhi persepsi
terhadap suatu obyek.
c. Minat. Persepsi terhadap
suatu obyek bervariasi
tergantung pada seberapa
banyak energi atau
perceptual vigilance yang
digerakkan untuk
mempersepsi. Perceptual
vigilance merupakan
kecenderungan seseorang
untuk memperhatikan
tipe tertentu dari stimulus
atau dapat dikatakan
sebagai minat.
d. Kebutuhan yang searah.
Faktor ini dapat dilihat
dari bagaimana kuatnya
seseorang individu
mencari obyek-obyek
atau pesan yang dapat
memberikan jawaban
sesuai dengan dirinya.
e. Pengalaman dan ingatan.
Pengalaman dapat
dikatakan tergantung
pada ingatan dalam arti
sejauh mana seseorang
dapat mengingat
kejadian-kejadian lampau
untuk mengetahui suatu
rangsang dalam
pengertian luas.
f. Suasana hati. Keadaan
emosi mempengaruhi
perilaku seseorang, mood
ini menunjukkan
bagaimana perasaan
seseorang pada waktu
yang dapat
mempengaruhi
bagaimana seseorang
dalam menerima,
bereaksi dan mengingat.
2. Faktor Eksternal yang
mempengaruhi persepsi,
merupakan karakteristik
dari lingkungan dan obyek-
obyek yang terlibat
didalamnya. Elemen-elemen
tersebut dapat mengubah
sudut pandang seseorang
terhadap dunia sekitarnya
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
63
dan mempengaruhi
bagaimana seseorang
merasakannya atau
menerimanya. Sementara itu
faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi persepsi
adalah :
1) Ukuran dan
penempatan dari obyek
atau stimulus. Faktor
ini menyatakan bahwa
semakin besarnya
hubungan suatu obyek,
maka semakin mudah
untuk dipahami. Bentuk
ini akan mempengaruhi
persepsi individu dan
dengan melihat bentuk
ukuran suatu obyek
individu akan mudah
untuk perhatian pada
gilirannya membentuk
persepsi.
2) Warna dari obyek-
obyek. Obyek-obyek
yang mempunyai
cahaya lebih banyak,
akan lebih mudah
dipahami (to be
perceived)
dibandingkan dengan
yang sedikit.
3) Keunikan dan
kekontrasan stimulus.
Stimulus luar yang
penampilannya dengan
latarbelakang dan
sekelilingnya yang
sama sekali di luar
sangkaan individu yang
lain akan banyak
menarik perhatian.
4) Intensitas dan kekuatan
dari stimulus. Stimulus
dari luar akan memberi
makna lebih bila lebih
sering diperhatikan
dibandingkan dengan
yang hanya sekali
dilihat. Kekuatan dari
stimulus merupakan
daya dari suatu obyek
yang bisa
mempengaruhi
persepsi.
5) Motion atau gerakan.
Individu akan banyak
memberikan perhatian
terhadap obyek yang
memberikan gerakan
dalam jangkauan
pandangan
dibandingkan obyek
yang diam.
c. Motivasi
Motivasi adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi
keefektifan kegiatan belajar
mahasiswa (Baharudin dan
Wahyuni, 2007:22). Seperti
yang telah dibahas sebelumnya,
motivasilah yang mendorong
mahasiswa ingin melakukan
kegiatan belajar.
Motif seringkali diartikan
dengan istilah dorongan.
Dorongan atau tenaga tersebut
merupakan gerak jiwa dan
jasmani untuk berbuat. Jadi
motif tersebut merupakan suatu
driving force yang
menggerakkan manusia untuk
bertingkah-laku, dan di dalam
perbuatannya itu mempunyai
tujuan tertentu. Setiap tindakan
yang dilakukan oleh manusia
selalu di mulai dengan motivasi
(niat). Menurut Wexley & Yukl
(dalam As’ad, 1987) motivasi
adalah pemberian atau
penimbulan motif, dapat pula
diartikan hal atau keadaan
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
64
menjadi motif. Sedangkan
menurut Mitchell (dalam
Winardi, 2002) motivasi
mewakili proses- proses
psikologikal, yang menyebabkan
timbulnya, diarahkanya, dan
terjadinya persistensi kegiatan-
kegiatan sukarela (volunter)
yang diarahkan ke tujuan
tertentu.
Sedangkan menurut Gray
(dalam Winardi, 2002) motivasi
merupakan sejumlah proses,
yang bersifat internal, atau
eksternal bagi seorang individu,
yang menyebabkan timbulnya
sikap antusiasme dan persistensi,
dalam hal melaksanakan
kegiatan- kegiatan tertentu.
Morgan (dalam Soemanto,
1987) mengemukakan bahwa
motivasi bertalian dengan tiga
hal yang sekaligus merupakan
aspek- aspek dari motivasi.
Ketiga hal tersebut adalah:
keadaan yang mendorong
tingkah laku (motivating states),
tingkah laku yang di dorong oleh
keadaan tersebut (motivated
behavior), dan tujuan dari pada
tingkah laku tersebut (goals or
ends of such behavior).
McDonald (dalam Soemanto,
1987) mendefinisikan motivasi
sebagai perubahan tenaga di
dalam diri seseorang yang
ditandai oleh dorongan efektif
dan reaksi- reaksi mencapai
tujuan. Motivasi merupakan
masalah kompleks dalam
organisasi, karena kebutuhan
dan keinginan setiap anggota
organisasi berbeda satu dengan
yang lainnya. Hal ini berbeda
karena setiap anggota suatu
organisasi adalah unik secara
biologis maupun psikologis, dan
berkembang atas dasar proses
belajar yang berbeda pula
(Suprihanto dkk, 2003).
Soemanto (1987) secara
umum mendefinisikan motivasi
sebagai suatu perubahan tenaga
yang ditandai oleh dorongan
efektif dan reaksi-reaksi
pencapaian tujuan. Karena
kelakuan manusia itu selalu
bertujuan, kita dapat
menyimpulkan bahwa
perubahan tenaga yang memberi
kekuatan bagi tingkahlaku
mencapai tujuan,telah terjadi di
dalam diri seseorang.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa
motivasiadalah energi aktif yang
menyebabkan terjadinya suatu
perubahan pada diri sesorang
yang nampak pada gejala
kejiwaan, perasaan, dan juga
emosi, sehingga mendorong
individu untuk bertindak atau
melakukan sesuatu dikarenakan
adanya tujuan, kebutuhan, atau
keinginan yang harus
terpuaskan.
Motivasi seseorang sangat
dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu :
a. Faktor Internal
faktor yang berasal dari
dalam diri individu, terdiri
atas:
1. Persepsi individu
mengenai diri sendiri;
seseorang termotivasi
atau tidak untuk
melakukan sesuatu
banyak tergantung pada
proses kognitif berupa
persepsi. Persepsi
seseorang tentang
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
65
dirinya sendiri akan
mendorong dan
mengarahkan perilaku
seseorang untuk
bertindak;
2. Harga diri dan prestasi;
faktor ini mendorong
atau mengarahkan
inidvidu (memotivasi)
untuk berusaha agar
menjadi pribadi yang
mandiri, kuat, dan
memperoleh kebebasan
serta mendapatkan
status tertentu dalam
lingkungan masyarakat;
serta dapat mendorong
individu untuk
berprestasi;
3. Harapan; adanya
harapan-harapan akan
masa depan. Harapan
ini merupakan
informasi objektif dari
lingkungan yang
mempengaruhi sikap
dan perasaan subjektif
seseorang. Harapan
merupakan tujuan dari
perilaku.
4. Kebutuhan; manusia
dimotivasi oleh
kebutuhan untuk
menjadikan dirinya
sendiri yang berfungsi
secara penuh, sehingga
mampu meraih
potensinya secara total.
Kebutuhan akan
mendorong dan
mengarahkan seseorang
untuk mencari atau
menghindari,
mengarahkan dan
memberi respon
terhadap tekanan yang
dialaminya.
5. Kepuasan kerja; lebih
merupakan suatu
dorongan afektif yang
muncul dalam diri
individu untuk
mencapai goal atau
tujuan yang diinginkan
dari suatu perilaku.
b. Faktor Eksternal
faktor yang berasal dari luar
diri individu:
1. Jenis dan sifat
pekerjaan; dorongan
untuk bekerja pada
jenis dan sifat pekerjaan
tertentu sesuai dengan
objek pekerjaan yang
tersedia, akan
mengarahkan individu
untuk menentukan
sikap, atau pilihan
pekerjaan yang akan
ditekuni. Kondisi ini
juga dapat dipengartuhi
oleh sejauh mana nilai
imbalan yang dimiliki
oleh objek pekerjaan
dimaksud;
2. Kelompok kerja dimana
individu bergabung;
kelompok kerja atau
organisasi tempat
dimana individu
bergabung, dapat
mendorong atau
mengarahkan perilaku
individu, dalam
mencapai suatu tujuan
perilaku tertentu;
peranan kelompok atau
organisasi ini dapat
membantu individu,
mendapatkan
kebutuhan akan nilai-
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
66
nilai kebenaran,
kejujuran, kebajikan
serta dapat memberikan
arti bagi individu,
sehubungan dengan
kiprahnya dalam
kehidupan sosial.
3. Situasi lingkungan pada
umumnya; setiap
individu terdorong
untuk berhubungan
dengan rasa mampunya
dalam melakukan
interaksi secara efektif
dengan lingkungannya;
4. Sistem imbalan yang
diterima; imbalan
merupakan karakteristik
atau kualitas dari objek
pemuas yang
dibutuhkan oleh
seseorang, yang dapat
mempengaruhi motivasi
atau dapat mengubah
arah tingkah laku, dari
satu objek ke objek
lain, yang mempunyai
nilai imbalan yang lebih
besar. Sistem
pemberian imbalan,
dapat mendorong
individu untuk
berperilaku dalam
mencapai tujuan;
perilaku dipandang
sebagai tujuan,
sehingga ketika tujuan
tercapai maka akan
timbul imbalan.
d. Minat
Minat merupakan
ketertarikan atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu. Minat
juga dipandang sebagai
kecenderungan dalam diri
individu untuk tertarik pada
suatu objek atau menyenangi
sesuatu objek.Pendapat ini
didukung oleh Setiadi (1987)
yang menyebutkan bahwa minat
merupakan aktivitas psikis
manusia yang menyebabkan
individu memberikan perhatian
kepada suatu objek yang
selanjutnya akan diikuti oleh
kecenderungan untuk mendekati
objek tersebut dengan perasaan
senang. Nugroho (1982)
menyatakan bahwa minat adalah
rasa lebih suka dan rasa
keterkaitan pada suatu hal atau
aktivitas tanpa ada yang
menyuruh.
Berdasarkan pendapat
Crow and Crow dapat diambil
pengertian bahwa individu yang
mempunyai minat terhadap
belajar, maka akan terdorong
untuk memberikan perhatian
terhadap Belajar tersebut.
Karateristik minat menurut
Bimo Walgito :
1. Menimbulkan sikap positif
terhadap sesuatu objek.
2. Adanya sesuatu yang
menyenangkan yang timbul
dari sesuatu objek itu.
3. Mengandung suatu
pengharapan yang
menimbulkan keinginan
atau gairah untuk
mendapatkan sesuatu yang
menjadi minatnya ( 1977 ; 4
)
Ahli lain mengatakan
bahwa minat sebagai sesuatu
hasil pengalaman yang tumbuh
pada dan dianggap bernilai oleh
individu adalah kekuatan yang
mendorong seseorang itu untuk
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
67
berbuat sesuatu ( Winarno
Surachmad, 1980 : 90 ).
Menurut H.C.
Witherington yang dikutip
Suharsini Arikunto, minat
adalah kesadaran seseorang
terhadap suatu objek, suatu
masalah atau situasi yang
mengandung kaitan dengan
dirinya (1983 : 100 ). Batasan ini
lebih memperjelas penengertian
minat tersebut dalam kaitannya
dengan perhatian seseorang.
Perhatian adalah pemilihan suatu
perangsang dari sekian banyak
perangsang yang dapat menimpa
mekanisme penerimaan
seseorang. Orang, masalah atau
situasi tertentu adalah
perangsang yang datang pada
mekanisme penerima seseorang ,
karena pada suatu waktu tertentu
hanya satu perangsang yang
dapat disadari. Maka dari sekian
banyak perangsang tersebut
harus dipilih salah satu.
Perangsang ini dipilih karena
disadari bahwa ia mempunyai
sangkut paut dengan seseorang
itu. Kesadaran yang
menyebabkan timbulnya
perhatian itulah yang disebut
minat. Berdasarkan pengertian
dimuka maka unsur minat
adalah perhatian, rasa senang,
harapan dan pengalaman.
Menurut Crow and Crow,
ada tiga faktor yang
menimbulkan minat yaitu Faktor
yang timbul dari dalam diri
individu, faktor motif sosial dan
faktor emosional yang ketiganya
mendorong timbulnya minat,
(Johny Killis, 1988 : 26 ).
Pendapat tersebut sejalan dengan
yang dikemukakan Sudarsono,
faktor-faktor yang menimbulkan
minat dapat digolongkan sebagai
berikut :
1. Faktor kebutuhan dari
dalam. Kebutuhan ini dapat
berupa kebutuhan yang
berhubungan dengan
jasmani dan kejiwaan.
2. Faktor motif sosial,
Timbulnya minat dalam diri
seseorang dapat didorong
oleh motif sosial yaitu
kebutuhan untuk
mendapatkan pengakuan,
perhargaan dari lingkungan
dimana ia berada.
3. Faktor emosional. Faktor ini
merupakan ukuran
intensitas seseorang dalam
menaruh perhatian terhadap
sesuat kegiatan atau objek
tertentu (1980 : 12 ).
Jadi berdasarkan dua
pendapat diatas faktor yang
menimbulkan minat ada tiga
yaitu dorongan dari diri
individu, dorongan sosial dan
motif dan dorongan emosional.
Timbulnya minat pada diri
individu berasal dari individu,
selanjutnya individu
mengadakan interaksi dengan
lingkungannya yang
menimbulkan dorongan sosial
dan dorongan emosional.
Menurut Charles yang
dikutip oleh Slamet Widodo
dideskripsikan sebagai berikut :
Pada awalnya sebelum terlibat di
dalam suatu aktivitas,
mahasiswa mempunyai
perhatian terhadap adanya
perhatian, menimbulkan
keinginan untuk terlibat di
dalam aktivitas ( Slamet
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
68
Widodo, 1989 : 72 ). Minat
kemudian mulai memberikan
daya tarik yang ada atau ada
pengalaman yang
menyenangkan denga hal-hal
tersebut. Jadi proses
terbentuknya minat dapat
digambarkan sebagai berikut :
Perhatian > Keterlibatan > Minat
Minat dapat dibagi 2 yaitu :
a) Minat primitif atau biologis
Minat yang timbul dari
kebutuhan – kebutuhan
jasmani berkisar pada soal
makanan, comfort, dan
aktifitas. Ketiga hal ini
meliputi kesadaran tentang
kebutuhan yang terasa akan
sesuatu yang dengan
langsung dapat memuaskan
dorongan untuk
mempertahankan organisme.
b) Minat cultural atau sosial
Minat yang berasal dari
perbuatan belajar yang lebih
tinggi tarafnya. Orang yang
benar – benar terdidik
ditandai dengan adanya minat
yang benar – benar luas
terhadap hal – hal yang
bernilai (Witherington, H. C,
1999) .
Proses minat tersedia dalam
motif (alasan, dasar,
pendorong), serta perjuangan
motif.
c) Keputusan
Inilah yang sangat penting
yang berisi pemilihan antara
motif – motif yang ada dan
meninggalkan kemungkinan
yang lain sebab tidak sama
mungkin seseorang
mempunyai macam – macam
keinginan pada waktu yang
sama.
d) Bertindak sesuai dengan
keputusan yang diambil
(Heri, P, 1998).
Beberapa hal yang berkaitan
dengan minat diantaranya
adalah jika pekerjaan tidak
jelas dan tidak menentu,
makin sulit suatu tugas makin
besar minat dan tenaga untuk
menyelesaikan tugas itu,
pekerjaan yang dilakukan
secara cepat dan bersama-
sama menumbuhkan minat
(Heri P, 1998).Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi
minat seseorang adalah
pekerjaan, sistem pendukung,
pribadi individu (Heri P,
1998).
Kesimpulannya, jika
mahasiswa mempunyai minat
untuk belajar bahasa Inggris,
tentunya akan bersemangat
dalam proses belajar, karena
dilakukan dengan senang
hati, tanpa ada yang
memaksa.
e. Sikap
Dalam proses belajar,
sikap individu dapat
mempengaruhi keberhasilan
proses belajar. Sikap adalah
gejala internal yang dimensi
afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespon
dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek, orang, peristiwa
dan sebagainya, baik secara
positif maupun negative ( Syah,
2003) yang dikutip Baharudin
dan Wahyuni ( 2007: 24) .
Menurut Sarnoff (dalam
Sarwono, 2000)
mengidentifikasikan sikap
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
69
sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react)
secara positif (favorably) atau
secara negatif (unfavorably)
terhadap obyek – obyek tertentu.
D.Krech dan R.S Crutchfield
(dalam Sears, 1999) berpendapat
bahwa sikap sebagai organisasi
yang bersifat menetap dari
proses motivasional, emosional,
perseptual, dan kognitif
mengenai aspek dunia individu.
Sedangkan La Pierre
(dalam Azwar, 2003)
memberikan definisi sikap,
sebagai suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan
antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi
sosial, atau secara sederhana,
sikap adalah respon terhadap
stimuli sosial yang telah
terkondisikan. Lebih lanjut
Soetarno (1994) memberikan
definisi sikap adalah pandangan
atau perasaan yang disertai
kecenderungan untuk bertindak
terhadap obyek tertentu. Sikap
senantiasa diarahkan kepada
sesuatu artinya tidak ada sikap
tanpa obyek. Sikap diarahkan
kepada benda-benda, orang,
peritiwa, pandangan, lembaga,
norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa
perbedaan pengertian sikap,
tetapi berdasarkan pendapat-
pendapat tersebut di atas maka
dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah keadaan diri dalam
manusia yang menggerakkan
untuk bertindak atau berbuat
dalam kegiatan sosial dengan
perasaan tertentu di dalam
menanggapi obyek situasi atau
kondisi di lingkungan
sekitarnya. Selain itu sikap juga
memberikan kesiapan untuk
merespon yang sifatnya positif
atau negatif terhadap obyek atau
situasi.
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan
sikap :
1. Pengalaman pribadi.
Untuk dapat menjadi
dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi harus
meninggalkan kesan yang
kuat. Karena itu, sikap akan
lebih mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi
tersebut melibatkan faktor
emosional. Dalam situasi
yang melibatkan emosi,
penghayatan akan
pengalaman akan lebih
mendalam dan lebih lama
berbekas.
3. Kebudayaan. B.F. Skinner
(dalam, Azwar 2005)
menekankan pengaruh
lingkungan (termasuk
kebudayaan) dalam
membentuk kepribadian
seseorang. Kepribadian
tidak lain daripada pola
perilaku yang konsisten
yang menggambarkan
sejarah reinforcement
(penguatan, ganjaran) yang
dimiliki. Pola reinforcement
dari masyarakat untuk sikap
dan perilaku tersebut, bukan
untuk sikap dan perilaku
yang lain.
4. Orang lain yang
dianggappenting. Pada
umumnya, individu bersikap
konformis atau searah
dengan sikap orang orang
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
70
yang dianggapnya penting.
Kecenderungan ini antara
lain dimotivasi oleh
keinginan untuk berafiliasi
dan keinginan untuk
menghindari konflik dengan
orang yang dianggap
penting tersebut.
5. Media massa. Sebagai
sarana komunikasi, berbagai
media massa seperti televisi,
radio, mempunyai pengaruh
besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan
orang. Adanya informasi
baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan
kognitif baru bagi
terbentuknya sikap terhadap
hal tersebut. Pesan-pesan
sugestif yang dibawa
informasi tersebut, apabila
cukup kuat, akan memberi
dasar afektif dalam
mempersiapkan dan menilai
sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap
tertentu.
6. Institusi Pendidikan dan
Agama. Sebagai suatu
sistem, institusi pendidikan
dan agama mempunyai
pengaruh kuat dalam
pembentukan sikap
dikarenakan keduanya
meletakkan dasar pengertian
dan konsep moral dalam diri
individu. Pemahaman akan
baik dan buruk, garis
pemisah antara sesuatu yang
boleh dan tidak boleh
dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan dari pusat
keagamaan serta ajaran-
ajarannya.
7. Faktor emosi dalam diri.
Tidak semua bentuk sikap
ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman
pribadi seseorang. Kadang-
kadang, suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang
didasari oleh emosi yang
berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego.
Sikap demikian bersifat
sementara dan segera
berlalu begitu frustasi telah
hilang akan tetapi dapat
pula merupakan sikap yang
lebih persisten dan lebih
tahan lama. contohnya
bentuk sikap yang didasari
oleh faktor emosional
adalah prasangka.
f. Strategi Belajar
Strategi belajar digunakan
oleh para mahasiswa untuk
membantu mereka dalam
memahami informasi yang
diterima serta memecahkan
masalah yang terjadi dalam
proses belajar. Para mahasiswa
yang tidak mengetahui strategi
belajar yang baik, sering kali
kurang bersemangat dalam
belajar, sehingga mengakibatkan
kegagalan di sekolah.
Pengajaran dengan
menggunakan strategi belajar
yang baik, lebih memfokuskan
pada penciptaan mahasiswa aktif
dengan mengajarkan mereka
bagaimana cara belajar yang
baik dan bagaimana
menggunakan apa yang mereka
sudah pelajari untuk
memecahkan masalah yang
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
71
mereka hadapi dan menjadi
sukses. Tentunya dengan
menggunakan strategi belajar
bahasa Inggris yang baik, para
mahasiswa akan sukses.
Menurut Trianto (2007:85),
strategi belajar mempunyai
pengertian suatu usaha garis-
garis besar haluan untuk
bertindak dalam usaha mencapai
sasaran yang telah ditentukan.
Trianto juga mengatakan, bahwa
strategi-strategi belajar mengacu
pada perilaku dan proses-proses
berpikir yang digunakan oleh
mahasiswa dalam
mempengaruhi hal-hal yang
dipelajari, termasuk proses
memori, dan metakognitif.
Michael Pressley (1991)
dalam Trianto (2007:85),
menyatakan bahwa strategi-
strategi belajar adalah operator-
operator kognitif meliputi dan
terdiri atasproses-proses yang
secara langsung terlibat dalam
menyelesaikan suatu tugas
(belajar). Strategi-strategi
tersebut merupakan strategi-
strategi yang digunakan
mahasiswa untuk memecahkan
masalah belajar tertentu.
Menurut Arends dalam
Nur (2000:9) dikutip Trianto
(2007:155), ada empat hal
penting yang dilakukan seorang
mahasiswa agar dapat belajar
mandiri, :
1. Secara cermat mendiagnosa
suatu situasi pembelajaran
tertentu.
2. Memilih suatu strategi
belajar tertentu untuk
menyelesaikan masalah
belajar tertentu yang
dihadapi.
3. Memonitor keektifan
strategi tersebut;
4. Cukup termotivasi untuk
terlibat dalam situasi belajar
tersebut sampai masalah
tersebut terselesaikan.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang Dipakai
Dalam penelitian ini digunakan
metode kualitatif. Punch (2000:57)
mengatakan bahwa kualitatif data
bisa diperoleh dari interview,
pengamatan, atau dokumen ataupun
gabungan dari tiga aktifitas ini. Data
yang diperoleh adalah data
deskriptif, berupa kata-kata tertulis
ataupun lisan, mengenai orang-
orang maupun perilaku yang
diamati. Pendekatan ini diarahkan
pada latar belakang dan individu
tersebut secara holistik. Dalam
penelitian kualitatif, peneliti tidak
diperkenankan mengisolasi individu
ke dalam variable atau hipotesis,
tetapi perlu memandang sebagai
bagian dari suatu keutuhan.
Metode Analisis Data
Dalam tahap analisis ini,
segala data, baik dari kasus, maupun
rujukan teoretis, diklasifikasikan
berdasarkan tipologi satuan,
berdasarkan gejala-gejala yang
dimunculkan oleh setiap sumber
data. Setelah diperoleh satuan-satuan
yang ada, maka dilakukan pola
kategorisasi dengan pola
pengelompokkan gejala-gejala yang
ada, sehingga akan terdiskripsikan
kendala-kendala yang ada dalam
pembelajaran bahasa Inggris di
LP3I cabang Bekasi.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
72
ANALISI DATA
Dalam bab ini akan
diuraikan tentang data yang
diperoleh dari hasil pengamatan dan
wawancara, yang dapat
menggambarkan tentang kendala
mahamahasiswa LP3I jurusan AP-
258 dalam belajar bahasa Inggris,
dilihat dari sudut perbedaan setiap
individu dalam belajar bahasa
Inggris.
1. Gender
Seperti yang sudah
dibahas dalam studi pustaka,
bahwa kelas bahasa lebih
didominasi oleh mahasiswa
putri, karena hemisfir kiri pada
wanita , lebih tebal daripada
hemisfir kanan. Penulis
menemukan hal yang sama pada
mahamahasiswa jurusan AP-
258. Kemampuan bahasa Inggris
mahasiswa putri lebih baik dari
pada mahasiswa putra. Dan
berdasarkan pengamatan
penulis, mahasiswa putri lebih
cepat mengerti dan lebih cakap
daripada mahasiswa putra dalam
proses belajar bahasa Inggris.
Dan dari beberapa pertanyaan
yang dilontarkan kepada
mereka, tentang kesukaan
belajar bahasa Inggris,
mahasiswa putri lebih banyak
menjawab suka untuk belajar
bahasa Inggris, sedangkan dari
tujuh orang mahasiswa putra,
hanya satu orang yang
mempunyai kesukaan belajar
bahasa Inggris.
2. Persepsi Diri
Untuk mengetahui
persepsi diri mahasiswa tentang
bahasa Inggris, penulis
memberikan beberapa
pertanyaan tentang bagaimana
pendapat mereka mengenai
pelajaran bahasa Inggris, seperti,
apakah sulit belajar bahasa
Inggris, apakah menakutkan
untuk berbicara dalam bahasa
Inggris, apakah mereka takut
lawan bicara tidak dapat
mengerti tentang bahasa Inggris
mereka. Hasilnya, lebih dari 50
% responden menjawab “ya”,
yang berarti lebih dari 50 %
responden, mempunyai persepsi
bahwa bahasa Inggris itu sulit,
dan menakutkan. Dengan
persepsi yang kurang baik
terhadap bahasa Inggris,
tentunya kemampuan bahasa
Inggris mereka menjadi tidak
baik.
3. Motivasi
Motivasi merupakan
kekuatan seseorang yang dapat
menimbulkan dorongan dan
entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan,
baik yang bersumber dari dalam
diri individu itu sendiri maupun
dari luar individu.
Seberapa kuat motivasi
yang dimiliki individu akan
banyak menentukan terhadap
kualitas perilaku yang
ditampilkannya, baik dalam
konteks belajar, bekerja maupun
dalam kehidupan lainnya. Dalam
konteks studi psikologi, Abin
Syamsuddin Makmun (2003)
mengemukakan bahwa untuk
memahami motivasi individu
dapat dilihat dari beberapa
indikator, diantaranya: (1) durasi
kegiatan; (2) frekuensi kegiatan;
(3) persistensi pada kegiatan; (4)
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
73
ketabahan, keuletan dan
kemampuan dalam mengahadapi
rintangan dan kesulitan; (5)
devosi dan pengorbanan untuk
mencapai tujuan; (6) tingkat
aspirasi yang hendak dicapai
dengan kegiatan yang dilakukan;
(7) tingkat kualifikasi prestasi
atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang
dilakukan; (8) arah sikap
terhadap sasaran kegiatan.
Berdasarkan pengamatan
penulis, sebagian besar
responden tidak memiliki
motivasi yang cukup kuat untuk
belajar bahasa Inggris.
Berdasarkan dari beberapa
indikator yang dikemukan oleh
Abin Syamsuddin Makmun
untuk memahami motivasi
setiap responden dalam
kegiatan belajar bahasa Inggris,
penulis mengamati, bahwa
hampir keseluruhan responden
mempunyai motivasi yang
berbeda-beda, dengan hasil :
a. 33 % berperan sangat aktif
b. 11 % cukup aktif
c. 28 % kurang aktif
d. 28 % tidak aktif
Setelah topik selesai
dijelaskan :
33 % responden berperan sangat
aktif. Mereka penuh antusias
untuk bertanya, maupun
menjawab pertanyaan yang
ditanyakan, tanpa keraguan.
Mereka mempunyai motivasi
yang kuat untuk belajar bahasa
Inggris, jadi tanpa diminta,
mereka sudah aktif dengan
sendirinya.
11 % responden berperan cukup
aktif. Mereka masih ragu-ragu
untuk bertanya, maupun
menjawab pertanyaan yang
ditanyakan. Walau ragu, tapi
mereka berusaha untuk
berperan aktif, dengan berusaha
menjawab pertanyaan dengan
hasil pemikirannya sendiri,
tanpa bertanya kepada
temannya. Motivasi mereka
sedang, sehingga masih ada
keraguan, kekhawatiran untuk
berperan aktif.
28 % responden kurang
berperan aktif. Mereka malu
untuk bertanya, serta ketika
menjawab pertanyaan, terlebih
dahulu bertanya pada teman
disampingnya. Untuk responden
ini, motivasi yang mereka
punyai kurang, sehingga usaha
untuk mencapai keberhasilan
tidak cukup keras.
28 % responden tidak aktif
sama sekali. Mereka tidak
mempunyai keinginan untuk
bertanya, dan ketika diberi
pertanyaan, mereka hanya
tersenyum saja, sambil
mengenggelengkan kepalanya.
Bagi responden ini, motivasi
tidak ada sama sekali. Sehingga
usaha untuk mencapai
keberhasilan, sama sekali tidak
terlihat.
4. Minat
Minat adalah dorongan
yang kuat bagi seseorang untuk
melakukan segala sesuatu yang
menjadi keinginannya, tanpa ada
yang menyuruh. Antara minat
dan motivasi terdapat hubungan
yang erat. Jika seseorang
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
74
memiliki motivasi terhadap
sesuatu maka akan timbul
minatnya terhadap sesuatu
tersebut. Dengan hasil
pengamatan terhadap motivasi
responden di atas, maka dapat
terlihat dengan jelas mengenai
minat mereka terhadap bahasa
Inggris.
Bagi 33 % responden
yang mempunyai motivasi tinggi
terhadap bahasa Inggris,
mempunyai minat pula yang
tinggi untuk benar-benar
mempelajarinya, sehingga
tentunya pencapaian hasil akan
tinggi pula.
Bagi 11 % responden
dengan motivasi bahasa Inggris
sedang, terlihat minat terhadap
bahasa Inggris, biasa-biasa saja.
Mereka mempunyai keinginan
belajar tetapi tidak cukup kuat.
Pencapaian hasil yang mereka
peroleh, cukup-cukup saja.
Bagi 28 % responden
dengan motivasi kurang untuk
bahasa Inggris, minat tentunya
akan kurang pula. Keinginan
untuk berhasil kurang. Sering
kali mengandalkan kemampuan
teman-temannya. Tidak mau
berusaha sendiri.
28 % responden dengan
tidak mempunyai motivasi sama
sekali. Dengan tidak adanya
motivasi, tentunya minatpun
tidak ada pula. Mereka hanya
mengandalkan nilai kehadiran
saja. Dan duduk manis.
5. Sikap
Bagaimana kita suka terhadap
sesuatu, akan menenentukan
perilaku kita terhadap sesuatu
tersebut. Karena sikap
merupakan pernyataan evaluatif
terhadap objek, orang atau
peristiwa. Hal ini mencerminkan
perasaan seseorang terhadap
sesuatu. Jika suka, maka kita
akan mendekat, bergabung,
ataupun mencari tahu. Tapi jika
tidak suka, maka kita akan
menghindar ataupun menjauh.
Perwujudan sikap merupakan
gabungan dari tiga komponen
utamanya, yaitu kesadaran,
perasaan, dan perilaku.
33 % responden dengan
motivasi dan minat yang tinggi
terhadap bahasa Inggris, dengan
kesadaran penuh, dan perasaan
senang, akan berupaya dengan
keras, untuk dapat menguasai
bahasa Inggris dengan baik.
11 % responden dengan
motivasi dan minat terhadap
bahasa Inggris sedang-sedang
saja, mempunyai kesadaran
maupun perasaan yang sedang-
sedang saja untuk dapat
menguasai bahasa Inggris
dengan baik. Terlihat ada usaha
untuk belajar, tapi terlihat tidak
terlalu menggebu.
28 % responden dengan
motivasi dan minat kurang
terhadap bahasa Inggris,
teramati bahwa kesadaran
kurang, serta perasaan tidak
terlalu senang terhadap bahasa
Inggris. Tentunya usaha untuk
belajar kurang pula.
28 % responden dengan
motivasi dan minat yang tidak
ada sama sekali terhadap bahasa
Inggris, kesadaranpun tidak ada,
dan untuk perasaan terlihat datar
saja. Usaha agar dapat mengerti
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
75
dan menguasai bahasa Inggris,
tidak terlihat sama sekali.
6. Strategi Belajar
Setiap mahasiswa
mempunyai kecenderungan
untuk menerapkan strategi
belajar masing-masing, sesuai
dengan pengalaman belajar yang
sudah dimilikinya. Dari hasil
wawancara, diperoleh data-data
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Cara meningkatkan
kemampuan listening
Jml
mahasiswa
Percentage
Mendengarkan berita berbahasa
Inggris
3 17 %
Mendengarkan
musik berbahasa Inggris
6 33 %
Melihat film
berbahasa Inggris tanpa text
6 33%
Melihat film
berbahasa Inggris
dengan text
3 17%
Data di atas menunjukkan
bahwa mendengarkan musik
adalah hal yang menyenangkan
bagi sebagian responden.
Mereka mengatakan, dengan
mendengarkan musik berbahasa
Inggris, mereka dapat
memahami banyak kosa kata
bahasa Inggris. Dan mereka
mampu melafalkan kata-kata
tersebut, seperti yang dilafalkan
oleh penyanyinya. Hal yang
menggembirakan mereka adalah,
ketika mereka dapat
mendendangkan lagu tersebut
dengan fasih.
Tabel 4.2. Cara Meningkatkan
Kemampuan Speaking
Jml
mahasis
wa
Perce
ntage
Bebicara di depan kaca
dalam bahasa Inggris
3 17%
Berbahasa Inggris dengan
teman kampus
5 28%
Mencari orang asing
untuk berbahasa Inggris
6 33%
Berbahasa Inggris dengan
keluarga
4 22%
Berbicara dalam bahasa
Inggris adalah hal yang tersulit
bagi para responden. Dengan
adanya kegiatan mencari orang
asing yang mampu berbahasa
Inggris untuk diwawancara,
maka dapat dilihat dari data di
atas, bahwa sebagian responden
menyukai kegiatan ini untuk
melatih bahasa Inggris mereka.
Tabel 4.3. Cara Meningkatkan
Kemampuan Reading
Jml mahasiswa Percentage
Membaca bacaan
dalam text book
7 39%
Membaca surat
kabar berbahasa
Inggris
3 17%
Membaca novel
berbahasa Inggris
4 22%
Membaca
informasi
berbahasa Inggris
di internet
4 22%
Dari data di atas dapat
dilihat, sebagian besar
responden hanya membaca
bacaan yang ada di dalam text
book bahasa Inggris mereka.
Hanya beberapa yang melatih
kemampuan membaca bahasa
Inggris mereka, dari buku
bacaan lain selain text book
bahasa Inggris mereka.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
76
Tabel 4.4. Cara Meningkatkan
Kemampuan Writing
Jml
mahasiswa
Percentage
Menulis cerita
dalam bahasa
Inggris
3 17%
Chatting, sms dalam
bahasa Inggris
11 61%
Menulis surat dalam
bahasa Inggris
4 22%
Menulis tugas setiap
mata kuliah
dalam bahasa
Inggris
- -
Kegiatan chatting memang
sedang memarak saat ini,
umumnya bagi kalangan muda.
Demikian pula dengan para
responden, yang umumnya
kalangan muda. Dari data di
atas, chatting menjadi pilihan
bagi sebagian responden, untuk
melatih kemampuan mereka
dalam menulis bahasa Inggris.
Dengan kegiatan chatting ini,
otomatis mereka berusaha untuk
dapat menulis kalimat-kalimat
dalam bahasa Inggris dengan
benar, agar lawan chatting
mereka mengerti maksud dari
pembicaraan mereka.
Umumnya para responden,
menyiapkan kamus bahasa
Inggris, sebelum mereka
memulai chatting. Mereka
mengatakan, dengan chatting,
mereka dapat berteman dengan
siapa saja dari manca negara,
selain melatih kemampuan
menulis mereka dalam bahasa
Inggris.
SIMPULAN
Dari hasil analisa yang telah
diuraikan pada bab IV, dapat
disimpulkan bahwa kendala
dalam belajar bahasa Inggris
dilihat dari perbedaan individu
dalam belajar bahasa kedua /
Inggris adalah sebagai berikut :
1. Gender
Kesimpulan dari perbedaan
gender, sebenarnya bukan
merupakan suatu kendala
untuk belajar bahasa Inggris,
karena hal ini hanya menjadi
masukan saja, bahwa
berdasarkan penelitian,
hemisfir kiri pada wanita ,
lebih tebal daripada hemisfir
kanan, sehingga hal ini akan
berpengaruh dengan
kecepatan daya serap dalam
bidang bahasa. Jadi tidak
berarti pria tidak dapat
belajar bahasa Inggris
dengan baik, tapi tergantung
dari usaha setiap
individunya. Dari hasil
penelitian, mayoritas
responden pria tidak terlalu
tertarik terhadap bahasa
Inggris, sehingga mereka
tidak cakap berbahasa
Inggris.
2. Persepsi
Persepsi menjadi suatu
kendala dalam belajar bahasa
Inggris. Karena dengan
mempunyai persepsi yang
negatif terhadap bahasa
Inggris, maka akan
menghambat proses belajar
bahasa Inggris itu sendiri.
Sebagian besar responden,
mempunyai persepsi yang
negative terhadap bahasa
Inggris, sehingga hal ini
berpengaruh terhadap
keberhasilan mereka, dalam
mempelajarinya.
3. Motivasi
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
77
Motivasi dari sebagian besar
responden sangatlah buruk,
mereka tidak mempunyai
dorongan yang kuat untuk
belajar bahasa Inggris,
sehingga mereka menjadi
malas untuk belajar bahasa
Inggris. Seperti kita ketahui,
bahwa tanpa motivasi,
seseorang tidak akan berhasil
dalam setiap usahanya.
Demikian pula dalam belajar
bahasa Inggris, akan menjadi
kendala jika seseorang tidak
mempunyai motivasi yang
positif dalam
mempelajarinya.
4. Minat
Minat sangat erat
berhubungan dengan
motivasi. Jika seseorang
mempunyai motivasi
tentunya akan mempunyai
minat pula dalam melakukan
sesuatu. Sehingga, tanpa
minat yang positif akan
menjadi kendala dalam
belajar bahasa Inggris.
Demikian yang terlihat dari
sebagian besar responden,
karena mereka tidak
mempunyai motivasi untuk
belajar bahasa Inggris, maka
minat merekapun tidak
terlihat.
5. Sikap
Dengan motivasi serta minat
yang positif terhadap bahasa
Inggris, tentunya, akan
sangat berpengaruh terhadap
sikap seseorang dalam
proses belajar bahasa
Inggris. Jika sebaliknya,
tentunya hal ini akan
menjadi kendala dalam
proses belajar bahasa
Inggris. Karena kebanyakan
dari responden bersikap
negatif terhadap bahasa
Inggris, maka mereka tidak
memperoleh hasil yang baik.
6. Strategi belajar
Dengan strategi belajar yang
baik, tentu akan
menghasilkan hal yang
positif. Demikian pula jika
belajar bahasa Inggris
dengan strategi belajar yang
baik, tentu akan memperoleh
hasil yang baik pula. Para
responden, umumnya sudah
mengetahui bagaimana
strategi belajar bahasa
Inggris yang baik, hanya
karena mereka tidak
mempunyai motivasi,
maupun minat serta sikap
yang baik terhadap bahasa
Inggris, mereka tidak
melatih diri mereka secara
baik, untuk memperoleh
hasil yang memuaskan. Jadi
Strategi belajar disini,
sebenarnya bukan
merupakan suatu kendala
mereka, karena umumnya,
mereka sudah mengetahui
bagaimana cara belajar
bahasa Inggris yang baik,
agar memperoleh hasil yang
baik.
Jadi secara umum dapat disimpulkan
bahwa, yang menjadi kendala
mahamahasiswa jurusan AP-258
dalam penguasaan bahasa Inggris
adalah, persepsi diri, motivasi, minat,
serta sikap dari masing-masing
individu itu sendiri.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
78
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, Moh, Psikologi Industri,
Jogjakarta: Liberty, 1998.
Baharudin dan Wahyuni, Nur, Esa,
Teori Belajar & Pembelajaran,
Jogjakarta: Ar-ruzz Media,
2007.
Chaer, Abdul, Psikolinguistik;
Kajian Teoretik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2009.
Cosynook.wordpress.com/2013/2/14/
teori-minat/Dardjowidjojo,
Soenjono, Psikolinguistik:
Pengantar Pemahaman
Bahasa Manusia, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia,
2008.
Heri, P, Pengantar Perilaku
Manusia, Jakarta : EGC, 1998.
Soemanto, Wasty, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: PT Bina
Aksara, 1987.
Soemanto, Wasty, Psikologi
Pendidikan; Landasan kerja
Pemimpin Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta, 2006.
Thohir.sunan-
anpel.ac.id/2011/11/17/stephen
-krashen-beberapa-hipotesis-
pemerolehan-b2/
Trianto, Model-model Pembelajaran
Innovatif berorientasi
Konstruktivitis, Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher,
2007.
Winardi, Manajemen Prilaku
Organisasi, Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 1992.
Witherington, H.C., Psikologi
Pendidikan, Jakarta : Aksara
Baru, 1999.
www.duniapsikologi.com/penertian-
motivasi/