identifikasi kebutuhan pembelajaran

28
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN Oleh: Asih Andriyati M. (S811302003) Dian Permatasari K.D. (S811302008) Heni Wulandari (S8113020019) Program Studi Teknologi Pendidikan Pascassarjana UNS Abstract Instructional design starts with the identification of needs/ problems learning. In the identification of the need to identify six issues, including identification of normative, comparative, felt, Expressed, autisipated and critical accident. In addition, there are also steps in the identification of learning needs, the beginning stages of planning, data collection, data analysis, making the final report. The general objective of identifying learning needs consists of three areas, namely the cognitive, spikomotorik, and affective. Key word: Intructional, need, identification, cognitive, spikomotorik, affective. 1. Pendahuluan Proses pembelajaran merupakan proses yang telah diatur dengan langkah-langkah tertentu untuk

Upload: smanda-karanganyar

Post on 01-Dec-2015

1.674 views

Category:

Documents


139 download

DESCRIPTION

Kesenjangan di atas terjadi karena tidak adanya kesesuaian keaadaan yang terjadi dengan keadaan yang diharapkan. Misalnya dalam dunia pendidikan kejuruan. Salah satu tujuan pendidikan sekolah menengah kejuruan adalah menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dan program keahlian yang dipilihnya. Akan tetapi, pada realitasnya tidak semua output terserap dalam dunia usaha atau industri.

TRANSCRIPT

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN

Oleh:

Asih Andriyati M. (S811302003)

Dian Permatasari K.D. (S811302008)Heni Wulandari (S8113020019)

Program Studi Teknologi Pendidikan

Pascassarjana UNS

Abstract

Instructional design starts with the identification of needs/ problems learning. In the identification of the need to identify six issues, including identification of normative, comparative, felt, Expressed, autisipated and critical accident. In addition, there are also steps in the identification of learning needs, the beginning stages of planning, data collection, data analysis, making the final report. The general objective of identifying learning needs consists of three areas, namely the cognitive, spikomotorik, and affective.

Key word: Intructional, need, identification, cognitive, spikomotorik, affective.

1. Pendahuluan

Proses pembelajaran merupakan proses yang telah diatur dengan

langkah-langkah tertentu untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.

Dalam pembelajaran di dalamnya terdapat pendidik, metode, strategi, peserta

didik, dan masih banyak yang lainnya. Proses pembelajaran sendiri memiliki

tujuan supaya terjadi perubahan perilaku pada peserta didik. Untuk mencapai

tujuan tersebut diperlukan adanya sinergisitas antara pendidik, metode,

strategi, dan peserta didik serta komponen yang lainnya. Akan tetapi pada

kenyataannya dalam proses pembelajaran sinergisitas tersebut tidak terjadi,

sehingga terjadi kesenjangan antara kondisi yang terjadi dengan kondisi yang

diharapkan.

Kesenjangan yang terjadi dapat diidentifikasikan menjadi dua kategori,

yaitu faktor penyebab kurangnya tenaga pendidik dalam hal pengetahuan,

keterampilan, dan sikap perilaku. Faktor kedua, penyebab sarana dan

prasarana, keuangan, sistem, dan prosedur kerja dalam menejemen dan lain-

lain.

Kesenjangan di atas terjadi karena tidak adanya kesesuaian keaadaan

yang terjadi dengan keadaan yang diharapkan. Misalnya dalam dunia

pendidikan kejuruan. Salah satu tujuan pendidikan sekolah menengah

kejuruan adalah menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif,

mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan di dunia usaha dan

dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan

kompetensi dan program keahlian yang dipilihnya. Akan tetapi, pada

realitasnya tidak semua output terserap dalam dunia usaha atau industri.

Berdasarkan masalah di atas maka diperlukan adanya pemecahan

masalah dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran. Oleh karena itu, di

dalam artikel singkat ini akan dibahas tentang identifikasi kebutuhan

pembelajaran, langkah-langkah analisis kebutuhan pembelajaran, dan tujuan

umum dari analisis kebutuhan pembelajaran.

2. Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran

A. Konsep Kebutuhan Pembelajaran

Langkah awal yang dilakukan dalam mendesain pembelajaran yaitu

dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran terlebih dahulu ketika

mengalami masalah tentang pembelajaran. Kebutuhan itu muncul karena

adanya kesenjangan realitas/ keadaan saat ini yang tidak sesuai dengan

keadaan yang diharapkan.

Kebutuhan memiliki makna yang berbeda dengan keinginan. Seperti

yang dipaparkan di atas bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan

sekarang dengan yang seharusnya. Kesenjangan inilah yang nantinya akan

memunculkan sebuah masalah. Di sisi lain, keinginan memiliki makna

harapan yang dicita-citakan.

M. Atwi Suparman (2012: 120) mengatakan bahwa proses

mengidentifikasi kebutuhan dimulai dari mengidentifikasi kesenjangan antara

keadaan sekarang dengan keadaan yang diharapkan kemudian dilanjutkan

sampai proses pelaksanaan pemecahan masalah dan evaluasi terhadap

efektifitas dan efisiensinya. Hal tersebut tentu juga berlaku terhadap

identifikasi kebutuhan pendidikan yang dimulai dari identifikasi keadaan yang

terjadi pada proses pelaksanaan pembelajaran dengan keadaan yang

diharapkan pada pembelajaran, dilanjutkan dengan proses pelaksanaan

pemecahan masalah yang terjadi dalam pembelajaran dan evaluasi terhadap

efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Morrison, Ross, dan Kemp (2007: 32)

mengatakan bahwa terdapat empat fungsi di dalam identifikasi kebutuhan,

yaitu sebagai berikut:

1) Identifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan, yaitu masalah

apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.

2) Mengidentifikasi kebutuhan yang mendesak terkait dengan masalah

finansial, keamanan atau masalah lain yang mengganggu lingkungan

pendidikan.

3) Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.

4) Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.

Lebih lanjut Morrison, Ross, dan Kemp (2007: 33) menambahkan

bahwa terdapat enam tipe/ cara yang digunakan untuk merencanakan dan

menganalisis kebutuhan, enam cara tersebut yakni sebagai berikut.

a) Kebutuhan normative : Membandingkan peserta didik dengan standar

nasional, misal, Ebtanas, UMPTN, dan sebagainya.

b) Kebutuhan komparatif : Membandingkan peserta didik pada satu

kelompok dengan kelompok lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas

SMP A dengan SMP B.

c) Kebutuhan yang dirasakan : Hasrat atau keinginan yang dimiliki

masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Cara terbaik

untuk menidentifikasi hasil tugas.

d) Kebutuhan yang diekspresikan : Kebutuhan yang mampu

diekspresikan seseorang dengan tindakan, misal siswa ingin lebih

pandai dalam bahasa Inggris maka ia mengikuti kursus bahasa Inggris.

e) Kebutuhan masa depan : Mengidentifikasikan perubahan yang akan

terjadi di masa yang akan datang, misal penerapan strategi baru dalam

pembelajaran.

f) Kebutuhan Insedentil yang mendesak : Adanya masalah yang yang

terjadi di luar dugaan, misal banjir, gempa bumi, dll.

Identifikasi kebutuhan pembelajaran tidak hanya dilakukan oleh

pendidik (yang di dalamnya terdiri dari pengajar dan pengelola progam

pendidikan), dan orang tua atau masyarakat. Akan tetapi, identifikasi

kebutuhan pembelajaran juga bisa dilakukan oleh peserta didik itu sendiri.

Jadi, ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan informasi dalam

mengidentifikasi kebutuhan intruksional, yakni peserta didik, masyarakat

(wali murid) dan pendidik. Ketiga kelompok ini memiliki hubungan kerja

sama dan partisipasi dalam mengidentifikasi kebutuhan pendidikan. Hubungan

kerja sama ketiga kelompok ini dapat digambarkan dalam bentuk segitiga

dibawah ini.

Kompetensi yang Diharapkan Dicapai

Peserta Didik/ Pendidik

Lulusan

Masyarakat yang akan dilayani Atau pengguna lulusan

Masuk

Gambar 1. Hubungan Kerja Sama dan Partisipan Tiga Mitra dalam Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional dan Pembangunan Kurikulum (Modifikasi dari Harles 1975 dalam M. Atwi Suparman 121: 2012)

B. Melakukan Identifikasi Kebutuhan

Ada empat tahap dalam melakukan analisa kebutuhan, yakni

perencanaan (Planning), pengumpulan data (Collecting data), analisis data

(Analyzing data), dan menyiapkan laporan akhir (Preparing the final report).

(Morrison, Ross, dan Kemp, 2007: 36).

Perencanaan, kegiatan pembelajaran yang baik selalu berawal dari

perencanaan yang matang. Perencaan yang matang akan memberikan hasil

yang optimal dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru sebagai subjek

pembuat perencanaan pembelajaran harus mampu membuat progam

pembelajaran sesuai dengan metode dan strategi yang akan digunakan. Dalam

tahapan perencanan ini, hal yang perlu dilakukan yakni, menyiapkan atau

membuat klasifikasi siswa, kemudian menentukan siapa saja yang akan

terlibat dalam kegiatan, dan membuat cara mengumpulkan data. Pengumpulan

data bisa dilakukan dengan cara kuisioner, rangking, interview, kelompok

diskusi kecil, dan lain-lain.

Pengumpulan data, hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan

data yakni besar kecilnya sampel dalam penyebarannya.

Analisa data, setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis data

dengan pertimbangan ekonomi, rangking, frekuensi, dan kebutuhan.

Membuat laporan akhir, dalam sebuah laporan kebutuhan

pembelajaran mencakup empat bagian, yakni analisa tujuan, analisa proses,

analisa hasil dengan table dan penjelasan singkat, serta rekomendasi yang

terkait dengan data.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat digambarkan dalam bentuk

sebagai berikut.

Gambar 2. Tahapan Analisis Kebutuhan (Morrison, Ross, dan Kemp, 2007: 37)

3. Langkah-langkah Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran

Menurut M. Atwi Suparman (2012) ada 8 langkah dalam

mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran sebagai berikut:

Langkah pertama, Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional, ini

merupakan titik tolak dan sumber bagi langkah-langkah berikutnya. Oleh

karena itu, kebingungan yang terjadi dalam langkah permulaan ini akan

menyebabkan seluruh kegiatan pengembangan instruksional kehilangan arah.

Pada langkah ini dikemukakan prosedur mengidentifikasi kebutuhan

instruksional, dan berhenti setelah diperoleh prilaku umum yang perlu

diajarkan pada siswa. Setelah dilakukan analisis kebutuhan instruksional

dilanjutkan dengan perumusan Tujuan Instruksional Umum (TIU) atau dikenal

dengan istilah Kompetensi Dasar (KD). Perumusan TIU dapat dikatakan

sebagai hasil akhir dari analisis kebutuhan instruksional.

Planing

Sampel Size

Collecting Data

Final Report

Data Analysis

Prioritization

Analysis

Action

Result

Process

Purpose

Target Audience

Strategy

Scheduling

Analysis

Participants

Langkah kedua, yaitu melakukan analisis instruksional. Kegiatan ini

menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku yang lebih kecil atau spesifik

serta mengidentifikasi hubungan antara perilaku spesifik yang satu dengan

yang lainnya. Keterampilan melakukan analisis instruksional ini sangat

penting artinya bagi kegiatan instruksional, karena pengetahuan, keterampilan,

dan sikap yang harus diberikan lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan

dari hasil analisis instruksional. Dengan demikian, guru jelas melihat arah

kegiatan instruksionalnya secara bertahap menuju pencapaian TIU. Ini berarti

guru terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU.

Langkah ketiga adalah mengidentifikasi perilaku dan karakteristik

awal siswa. Dalam langkah ini dikemukakan pendekatan menerima siswa apa

adanya dan menyusun sistem instruksional atas dasar keadaan siswa tersebut.

Oleh karena itu, langkah ini merupakan proses mengetahui prilaku yang

dikuasai siswa sebelum mengikuti pelajaran, bukan untuk menentukan prilaku

prasyarat dalam rangka menyeleksi siswa sebelum mengikuti pelajaran.

Konsekuensi yang digunakan ini adalah : titik mulai suatu kegiatan

instruksional tergantung kepada prilaku awal siswa. Hal ini sangat penting

karena mempunyai implikasi terhadap penyusunan bahan belajar dan sistem

instruksional.

Langkah keempat adalah merumuskan/menuliskan Tujuan

Instruksional Khusus (TIK). Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi prilaku

dan karakteristik awal siswa adalah menentukan garis batas antara perilaku

yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada siswa.

Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk Tujuan

Instruksional Khusus(TIK). Merumuskan TIK harus menggunakan empat

komponen secara lengkap ABCD (Audience, Behavior, Condition, Degree).

TIK menjadi dasar dalam menyusun kisi-kisi tes, dan merupakan alat untuk

menguji validitas isi tes. Metode instruksional yang dipilih juga berdasarkan

prilaku yang ada dalam TIK.

Langkah kelima adalah menuliskan tes acuan patokan yang bertujuan

untuk mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai

tujuan instruksional. Hasil pencapaian siswa ini juga merupakan petunjuk

sejauh mana tingkat keberhasilan sistem instruksional yang digunakan.

Menulis tes acuan patokan menggunakan tabel spesifikasi atau kisi-kisi

sederhana agar dapat memenuhi kebutuhan seorang guru untuk menyusun tes

yang konsisten dengan tujuan instruksional, baik yang bersifat kognitif,

psikomotorik, maupun afektif.

Langkah keenam adalah menyusun strategi instruksional yang

membahas hal-hal tentang bagaimana sebaiknya seorang guru mengatur

urutan kegiatan instruksionalnya setiap kali ia mengajarkan suatu bagian dari

mata pelajarannya. Stategi instruksional berkaitan dengan metode, media yang

digunakan, waktu pelaksanaan, dan berapa besar usaha yang harus

dilaksanakan guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional.

Langkah ketujuh adalah mengembangkan bahan instruksional

berdasarkan strategi intruksional dan tes yang telah disusun. Bahan

instruksional dapat dikembangkan sesuai dengan bentuk kegiatan

intruksionalnya. Seluruh bahan instruksional tersebut dikembangkan melalui

proses yang sistematis atas dasar prinsip belajar dan prinsip intruksional, yaitu

dapat berupa: pengembangan bahan belajar mandiri, pengembangan bahan

pengajaran konvensional, dan pengembangan bahan PBS (Pengajar, Bahan,

Siswa).

Langkah kedelapan adalah mendesain dan melaksanakan evaluasi

formatif. Evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai proses menyediakan

dan menggunakan informasi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan

dalam rangka meningkatkan kulitas program instruksional. Oleh karena itu

langkah ini membahas cara mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif

terhadap bahan instruksional yang telah didesain. Faktor yang dievaluasi

adalah pelaksanaan kegiatan intruksional dengan menggunakan bahan belajar,

pedoman pengajaran, pedoman siswa, dan tes.

Berbeda dengan M. Atwi Suparman, Dick, Carey & Carey juga

menyusun langkah-langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran.

Hal tersebut dapat dilihat pada gambar bagan berikut ini.

Gambar: Desain Pembelajaran model Dick, Carey & Carey (2009)

1. Identifikasi tujuan pembelajaran khusus

Langkah pertama yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran ini,

adalah menentukuan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki peserta

didik setelah menempuh program pembelajaran. Hal ini kompetensi yang

harus dimiliki peserta didik adalah pemahaman tentang materi perkuliahan.

2. Analisis instruksional

Setelah melakukan identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya

adalah melakukan analisis instruksional yaitu sebuah prosedur yang digunakan

untuk menentukan ketrampilan dan pengetahuan yang relevan dan diperlukan

oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi. Antara lain pengetahuan,

ketrampilan dan sikap yang perlu dimiliki peserta didik setelah mengikuti

pembelajaran..

3. Analisis peserta didik dan konteks

Selanjutnya analisis terhadap karakteristik pesertadidik yang akan belajar dan

konteks pembelajaran. Analisis konteks meliputi kondisi-kondisi terkait

dengan ketrampilan yang dipelajari peserta didik dan situasi tugas yang

dihadapi peserta didik untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang

dipelajari, sedang analisis karakteristik peserta didik adalah kemampuan

aktual yang dimiliki peserta didik.

4. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus

Dengan dasar analisis instruksional tersebut, maka dirumuskan tujuan

pembelajaran khusus yang akan menjadi harapan/ gambaran dari perilaku

peserta didik setelah menerima pelajaran. Dalam pengembanganya tujuan

pembelajaran khusus/ indicator ini adalah perubahan perilaku pengetahuan

mengenai materi perkuliahan.

5. Mengembangkan alat penilaian

Alat penilaian ini menjadi salah satu feedback dalam pembelajaran untuk

mengetahui ketercapain tujuan dan kompetensi khusus yang telah

dirumuskanya. Dalam pengembangnya alat evaluasi ini adalah performance

peserta didik setelah menerima pelajaran. Apakah tingkat pemahaman peserta

didik meningkat atau tidak.

6. Mengembangkan strategi pembelajaran

Strategi pembelajaran yang dipilih adalah strategi pembelajaran yang dapat

dijadikan jembatan/ media transformasi apakah mendukung ketercapaian

kompetensi yang telah dirumuskan.

7. Pengembangan bahan ajar

Dalam langkah ini, pengembangan bahan ajar disesuaikan dengan tujuan

pembelajaran/ kompetensi yang telah dirumuskan, serta disesuaikan dengan

strategi pembelajaran yang digunakan..

8. Merancang evaluasi formatif

Setelah draft rancangan tentang program pembelajaran selesai dikembangkan,

maka evaluasi formatif ini berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan data

kekuatan dan kelemahan program pembelajaran yang telah dirancang. Model

ini dikembangkan dengan menguji cobakan pada kelas kelompok kecil

misalnya 2 atau 3 peserta didik atau 10 orang peserta didik dalam diskusi

terbatas.

9. Melakukan revisi terhadap program pembelajaran

Langkah ini dilakukan setelah mendapatkan masukan dari evaluasi formatif

terhadap draf program.pada langkah ini, tidak hanya mengevaluasi terhadap

draf program saja, akan tetapi pada semua system pembelajaran mulai dari

analisis instruksional sampai evaluasi formatif.

10. Melakukan evaluasi sumatif

Evaluasi sumatif merupakan evaluasi puncak terhadap program pembelajaran

yang telah dirancang, setelah program tersebut dilakukan evaluasi formatif dan

dilakukan revisi-revisi terhadap produk, maka evaluasi sumatif dilakukan.

Morrison, Ross & Kemp (2007 :29) menyatakan bahwa ada delapan

langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, ini dapat dilihat

dalam gambar sebagai berikut.

Gambar Model DesainPembelajaran dalam Morrison, Ross & Kemp 2007 :29.

Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah, yaitu

sebagai berikut.

a) Menentukan tujuan dan daftar topik, menetapkan tujuan umum untuk

pembelajaran tiap topiknya;

b) Menganalisis karakteristik peserta didik, untuk siapa pembelajaran

tersebut didesain;

c) Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat

dampaknya dapat dijadikan tolok ukur perilaku peserta didik;

d) Menentukan isi materi pelajar yang dapat mendukung tiap tujuan;

e) Pengembangan penilaian awal untuk menentukan latar belakang peserta

didik dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;

f) Memilih aktivitas dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau

menentukan strategi pembelajaran, jadi peserta didik akan mudah

menyelesaikant ujuan yang diharapkan;

g) Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi

personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk

melaksanakan rencana pembelajaran;

h) Mengevaluasi pembelajaran peserta didik dengan syarat mereka

menyelesaikan pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan

peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan

perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi

formatif dan evaluasi sumatif.

4. Tujuan Pembelajaran Umum dari Hasil Analisis Kebutuhan

Pembelajaran.

Dari kegiatan mengidentifikasi kebutuhan instruksional diperoleh

jawaban bahwa penyelesaian masalah kesenjangan antara keadaan saat ini

dengan yang diharapkan adalah penyelenggaraan pembelajaran. Tujuannya

adalah tercapainya kompetensi yang tidak pernah dipelajari oleh peserta atau

belum dilakukan dengan baik oleh peserta didik.

Bloom (1956) membagi tujuan pendidikan menjadi 3 kawasan

menurut jenis kemampuan yang tercantum didalamnya, antara lain :

a. Tujuan dalam kawasan kognitif yaitu tujuan yang mempunyai titik berat

kemampuan berpikir atau ingatan.

Dalam kawasan kognitif ini,tujuan pendidikan dibagi menjadi

enam jenjang, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,

dan evaluasi. Keenam jenjang itu bersifat hirarkikal dimulai jenjang yang

paling bawah yaitu pengetahuan sampai ke jenjang yang paling tinggi,

yaitu evaluasi. Artinya Jenjang yang di bawahnya itu harus dicapai lebih

dahulu agar dapat mencapai diatasnya.

Secara singkat setiap jenjang taksonomi tujuan pendidikan dalam

kawasan kognitif tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Pengetahuan

Pengetahuan meliputi perilaku-perilaku (behaviors) yang

menekankan mengingat (remebering) seperti mengingat ide dan

fenomena atau peristiwa.

2) Pemahaman

Pemahaman meliputi perilaku menerjemahkan, menafsirkan,

menyimpulkan, atau mengekstrapolasi ( memperhitungkan) konsep

dengan menggunakan kata-kata atau simbol-simbol lain yang

dipilhnya sendiri. Dengan kata lain, pemahaman meliputi perilaku

yang menunjukkan kemampuan peserta didik dalam menangkap

pengertian suatu konsep.

3) Penerapan

Penerapan meliputi penggunaan konsep atau ide, prinsip, teori,

prosedur, atau metode yang telah dipahami peserta didik ke dalam

praktik memecahkan masalah atau melakukan suatu pekerjaan.

Hal ini dimaksudkan yaitu untuk menghasilkan peserta didik yang

mampu bekerja dengan menerapkan teori yang telah dipelajarinya.

4) Analisis

Analisis meliputi perilaku menjabarkan atau menguraikan (break

down) konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan

menjelaskan keterkaitan hubungan antar bagian-bagian tersebut.

5) Sintesis

Sintesis berkenaan dengan kemampuan menyatukan bagian-bagian

secara integritasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum

ada.

6) Evaluasi

Kemampuan mengevaluasi berarti membuat penilaian (judgement)

tentang nilai (value) untuk maksud tertentu. Karena membuat

penilaian maka prosesnya menggunakan kriteria atau standar untuk

mengatakan sesuatu yang dinilai tersebut seberapa jelas, efektif,

ekonomis, atau memuaskan.

Proses evaluasi melibatkan kemampuan pengetahuan, pemahaman,

penerapan, analisis, dan sisntesis.

Gage dalam bukunya The Conditions of Learning (1985)

mengemukakan tiga macam kapabilitas (capabilities) manusia

sebagai hasil belajar kognitif, satu macam hasil belajar ketrampilan

gerak (motor skills), dan satu macam hasil belajar sikap (attitudes)

Ketiga kapabilitas atau kemampuan dalam kawasan kognitif

tersebut adalah ketrampilan intelektual (intellectual skills),

informasi verbal (verbal information), dan strategi kognitif

(cognitive startegies).

1) Ketrampilan Intelektual

Ketrampilan intelektual adalah hasil belajar yang meliputi

cara (knowing how) atau pengetahuan yang bersifat

prosedural (procedural knowledge)

Ketrampilan intelektual dapat dibagi menjadi empat

subkategori yang lebih sederhana.

a. Subkategori konsep (Concepts)

Konsep adalah bagian dari sesuatu yang oleh Gagne

disebut rule

b. Diskriminasi (Discrimintaions)

Diskriminasi adalah kemampuan membedakan antara satu

konsep dengan konsep lain. Misalnya membedakan

bentuk benda yang segitiga dan yang bulat atau

membedakan konsep tujuan instruksional dengan proses

instruksional.

c. Rules Tingkat yang Lebih Tinggi (Higher Order Rules)

Rules Tingkat yang Lebih Tinggi adalah kemampuan

menerapkan konsep-konsep yang lebih kompleks pada

situasi yang bervariasi yang biasanya diperoleh dari

belajar tentang pemecahan masalah.

d. Prosedur (procedure)

Prosedur adalah rangkaian dari beberapa rules dalam

bentuk urutan kegiatan.

2) Informasi Verbal (Verbal Information)

Informasi verbal adalah kemampuan menjelaskan secara

verbal tentang sesuatu yang dipelajari baik berbentuk fakta,

prinsip, maupun penggunaan rules.

3) Strategi Kognitif (Cognitive Startegies)

Startegi kognitif merupakan keterampilan yang terorganisasi

secara internal. Terminologi lain yang digunakan para ahli

adalah perilaku yang dikelola sendiri (self-management

behavior). Kemampuan strategis menyangkut bagaimana cara

mengingat, dan cara belajar berpikir tanpa terikat pada amteri

yang dipelajari atau dipikirkan.

Kawasan afektif menurut Krathwohl, Bloom, dan Maisa

dibagi menjadi lima jenjang, dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Penerimaan meliputi kesadaran akan adanya suatu sistem

nilai, ingin menerima nilai, dan memperhatikan nilai tersebut.

2) Pemberian respon meliputi sikap ingin merespons terhadap

sistem, puas dalam memberi respon.

3) Penilaian meliputi penerimaan terhadap suatu sistem nilai,

memilih sistem nilai yang disukai, dan memeberikan

komitmen untuk menggunakan sistem nilai tertentu.

4) Pengorganisasian meliputi memilah dan menghimpun sistem

nilai yang akan digunakan.

5) Karateristik meliputi perilaku secara terus-menerus sesuai

dengan sistem nilai yang telah diorganisasikannya.

b. Tujuan dalam kawasan psikomotorik,

Tujuan dalam kawasan psikomorik yaitu tujuan yang mempunyai

fokus ketrampilan melakukan gerak fisik. Anita J. Harrow (1977)

membagi kawasan peikomotorik menjadi 6 tingkat,yaitu gerak refleks

(reflex movements), gerak fundamental dasar ( basic-fundamental

movements), kemampuan perseptual (perceptual abilities), gerak terampil

(skilled movements), dan komunikasi wajar (non-discursive

comunication).

c. Tujuan dalam kawasan afektif, yaitu tujuan yang berintikan kemampuan

bersikap seperti menerima tata nilai,merespon tata nilai,

mengorganisasikan tata nilai yang sesuaibagi dirinya dan menerapkan

seluruh tata nilai yang telah diorganisasikannya dalam kehidupan sehari-

hari sehingga menjadi karakter dirinya.

Tujuan instruksional dalam kawasan manapun harus dirumuskan

dalam kalimat dengan kata kerja dan operasional serta menunjukkan kegiatan

yang dapat dilihat.

1) Pertama orang yang belajar, yang dimaksud adalah peserta didik, bukan

pengajar atau bukan orang lain. Tujuannya harus berorientasi kepada

peserta didik.

2) Istilah yang digunakan adalah “akan dapat” bukan dapat atau sudah dapat

karena tujuan itu dirumuskan sebelum peserta didik mulai belajar serta

tujuan tersebut akan dicapai setelah proses belajar. Dan yang akan

menunjukkan hasil belajar bukan proses belajar.

3) Kata kerja dalam tujuan instruksional haruslah berbentuk kata klerja aktif

dan dapat diamati, seperti ‘menyusun’, ‘menggunakan’, atau

‘mendemonstrasikan’.

4) Tujuan instruksional yang berupa kata kerja dan objek adalah perilaku

(behavior) yang diharapkan dikuasai peserta didik pada akhir proses

belajarnya. Itulah sebabnya tujuan instruksional sering disebut tujuan

yang bersifat perilaku (behavioral objective) karena akan ditampilkan

sebagai kinerja peserta didik setelah proses belajar.

5. Penutup

Langkah awal yang dilakukan dalam mendesain pembelajaran yaitu

dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran terlebih dahulu ketika

mengalami masalah tentang pembelajaran. Kebutuhan itu muncul karena

adanya kesenjangan realitas/ keadaan saat ini yang tidak sesuai dengan

keadaan yang diharapkan. Untuk mengidentifikasi kebutuhan perlu dilakukan

langkah-langkah identifikasi.

Tujuan umum dari identifikasi kebutuhan pembelajaran sendiri

mencakup tiga kawasan, yakni kawasan kognitif, spikomotorik, dan efektif.

Ketiga kawasan tersebut memiliki tujuan yang berbeda-beda. Meskipun

tujuannya berbeda, ketiga kawasan tersebut harus dirumuskan dalam kalimat

dengan kata kerja dan operasional serta menunjukkan kegiatan yang dapat

dilihat.

Daftar Pustaka

Dick, Carry & Carry. 2009. The Sistematic Design Of Instruction. Upper Saddle

River, New Jersey, Columbus, Ohio.

M. Atwi Suparman. 2012. Desain Intruksional Modern. Jakarta: Erlangga.

Morrison, Ross, & Kemp. 2007. Designing Effective Instruction Fifth Edition.

USA: John Wiley and Sons, inc.