identifikasi ibu bersalin dengan serotinus di rsu ...repository.poltekkes-kdi.ac.id/186/1/final isi...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI IBU BERSALIN DENGAN SEROTINUS DI RSU BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PERIODE JANUARI 2014 – JULI 2015
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan pada Program Studi Diploma III Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari
Disusun Oleh:
SITI MAKIAH NIM : P00324013064
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIII
TAHUN 2016
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Penulis
1. Nama : Siti Makiah
2. Tempat Tangal Lahir : Ra-Raa, 27 November 1994
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Jawa
6. Alamat : Kel. Ra-Raa Kecamatan Ladongi
Kolaka Timur
B. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 1 Ra-Raa, Tamat Tahun 2007
2. SMP Negeri 2 Ladongi, Tahun Tamat 2010
3. SMA Negeri 1 Ladongi, Tamat Tahun 2013
4. Terdaftar sebagai Mahasiswa Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan
Tahun 2013 sampai sekarang.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini dengan
judul “Identifikasi Ibu Bersalin dengan Serotinus di RSU Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara Periode Januari 2014 – Juli 2015”.
Penulis menyadari bahwa semua ini dapat terlaksana karena dorongan
dan bimbingan dari berbagai pihak, secara langsung maupun tidak langsung
dalam memberikan bimbingan dan petunjuk sejak dari pelaksanaan kegiatan
awal sampai pada penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hasmi Naningsih, SST., M.Keb.,
selaku Pembimbing I dan Ibu Andi Malahayati N., S.Si.T., M.Kes., selaku
Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh
kesabaran dan tanggung jawab guna memberikan bimbingan dan petunjuk
kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Kendari.
2. Ibu Hj. dr. Maryam Rufiah, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Kendari.
3. Bapak Ir. Sukanto Toding, MSP., MA., selaku Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara.
4. Bapak Dr. H. Abd. Razak, M.Kes., selaku Direktur RSU Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara dan staf yang telah membantu dalam
memberikan informasi selama penelitian ini berlangsung.
vi
5. Ibu Halijah, SKM., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Kendari.
6. Ibu Wa Ode Asma Isra, S.Si.T., M.Kes., selaku Penguji I, Ibu Wahida,
S.Si.T., M.Keb., selaku Penguji II, dan Ibu Farming, SST., M.Keb., selaku
Penguji III.
7. Seluruh Dosen dan staf pengajar Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan
Kebidanan yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu
pengetahuan maupun motivasi selama mengikuti pendidikan di Poltekkes
Kemenkes Kendari.
8. Teristimewa kepada ayahanda Tour Rahman dan Ibunda Salamah yang
telah mengasuh, membesarkan dengan cinta dan penuh kasih sayang,
serta memberikan dorongan moril, material dan spiritual, serta saudara-
saudaraku, terima kasih atas pengertiannya selama ini.
9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan
Kebidanan angkatan 2013.
Tiada yang dapat penulis berikan kecuali memohon kepada Allah
SWT, semoga segala bantuan dan andil yang telah diberikan oleh semua
pihak selama ini mendapat berkah dari Allah SWT. Akhir kata penulis
mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Kendari, Juli 2016
Penulis
vii
ABSTRAK
Identifikasi Ibu Bersalin dengan Serotinus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Periode Januari 2014 – Juli 2015
Siti Makiah 1, Hasmia Naningsih 2, Andi Malahayati 3
Latar Belakang: Berdasarkan data di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara jumlah ibu yang bersalin ada tahun 2011 sebanyak 2.146 orang, yang mengalami serotinus berjumlah 121 orang. Pada tahun 2012 jumlah ibu yang bersalin sebanyak 935 orang, yang mengalami serotinus berjumlah 158 orang. Pada tahun 2013 jumlah ibu yang bersalin sebanyak 1.562 orang, yang mengalami serotinus berjumlah 96 orang. Pada tahun 2014 jumlah ibu bersalin yang mengalami serotinus berjumlah 50 orang. Tujuan Penelitian: untuk mengidentifikasi ibu bersalin dengan serotinus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara bulan Januari 2014 – Juli 2015. Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini telah dilakukan di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin dengan serotinus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara bulan Januari 2014 – Juli 2015 berjumlah 64 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara total sampling. Hasil Penelitian: Menunjukkan bahwa kasus serotinus terbanyak ditemukan pada ibu bersalin dengan kelompok umur > 35 tahun (68,8%), gravida ≥ IV (51,6%), paritas ≥ IV (32,9%), pendidikan SMA (43,7%); dan pekerjaan ibu rumah tangga (51,6%). Kesimpulan: Kasus serotinus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara terbanyak ditemukan pada ibu bersalin dengan kelompok umur > 35 tahun, gravida ≥ IV, paritas ≥ IV, tingkat pendidikan SMA; dan pekerjaan ibu rumah tangga.
Kata Kunci : Serotinus Daftar Pustaka : 30 (2005-2015) 1. Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan 2. Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan 3. Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................... iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................ 3
D. Manfaat Penelitian .......................................................... 4
E. Keaslian Penelitian ......................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Persalinan ......................................... 6
B. Tinjauan Tentang Serotinus ........................................... 11
C. Tinjauan Tentang Faktor Risiko Terjadinya Serotinus .. 24
D. Landasan Teori .............................................................. 27
E. Kerangka Konsep .......................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .............................................................. 29
B. Tempat Penelitian ......................................................... 29
C. Waktu Penelitian ........................................................... 29
ix
D. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................... 29
E. Variabel Penelitian ........................................................ 30
F. Definisi Operasional ...................................................... 30
G. Sumber Data ................................................................. 32
H. Pengolahan Data ........................................................... 32
I. Penyajian Data .............................................................. 33
J. Analisis Data ................................................................. 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .............................................................. 34
B. Pembahasan ................................................................. 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................... 48
B. Saran ............................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Umur Ibu Bersalin
di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara ....................... 39
2. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Gravida Ibu Bersalin
di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara ....................... 39
3. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Paritas Ibu Bersalin
di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara ....................... 40
4. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Pendidikan Ibu
Bersalin di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara ......... 40
5. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Pekerjaan Ibu
Bersalin di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara ......... 41
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................. 28
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Master Tabel
2. Izin Pengambilan Data Awal Penelitian
3. Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Sultra
4. Izin Penelitian dari RSU Bahteramas
5. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan post term, di sebut juga kehamilan serotinus, kehamilan
lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended
pregnancy, post date/post datinisme atau pasca maturnitas adalah
kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, di
hitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus neagle dengan siklus
haid rata-rata 28 hari (Saifuddin, 2006).
Menurut World Health Organization (WHO) persalinan post term
adalah keadaan yang menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung
sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid
terakhir menurut rumus neagele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.
Definisi ini didasarkan pada hasil observasi epidemologi yang
membuktikan bahwa persalinan dengan disertai gawat janin mempunyai
kontribusi terhadap out come kesehatan yang buruk atau 10% dari
persalinan adalah persalinan post term (Hidayati, dkk, 2009).
Beberapa ahli dapat menyatakan bahwa persalinan serotinus akan
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postterm diperlukan deteksi
sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia
kehamilan. Jika taksiran persalinan telah ditentukan pada trimester
terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan bidan harus
1
tetap siaga pada reabilitas taksiran persalinan tersebut. Data yang
terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring
peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu. Penyebab kematian
tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang
pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut (Varney,
H. 2008).
Berdasarkan hasil Survai Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007 angka kematian ibu yaitu 228 per 100.000 kelahiran
hidup sedangkan pada tahun 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
mengalami peningkatan yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Akan
tetapi hal ini masih jauh dari target yang ingin dicapai oleh Millenium
Development Goals tahun 2015 yaitu AKI turun menjadi 120 per 100.000
kelahiran hidup (Depkes RI, 2012).
AKI di Provinsi Sulawesi tenggara pada tahun 2011 mencapai
97orang, dan pada tahun 2012 angka kematian ibu sebanyak 84 orang
(Dinkes Sultra, 2012). Berdasarkan data di RSU Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara jumlah ibu yang bersalin ada tahun 2011 sebanyak
2.146 orang, yang mengalami serotinus berjumlah 121 orang. Pada tahun
2012 jumlah ibu yang bersalin sebanyak 935 orang, yang mengalami
serotinus berjumlah 158 orang. Pada tahun 2013 jumlah ibu yang bersalin
sebanyak 1.562 orang, yang mengalami serotinus berjumlah 96 orang.
Pada tahun 2014 jumlah ibu bersalin yang mengalami serotinus berjumlah
50 orang (Rekam Medik, 2011, 2012, 2013 dan 2014).
2
Berdasarkan uraian di atas, peneliti telah melakukan penelitian
dengan judul: “Identifikasi Ibu Bersalin dengan Serotinus di RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Periode Januari 2014-Juli 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah identifikasi ibu bersalin
dengan serotinus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode
Januari 2014 – Juli 2015”?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengidentifikasi ibu bersalin dengan serotinus di RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari 2014 – Juli
2015.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi umur ibu bersalin dengan serotinus di RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari 2014 –
Juli 2015.
b. Untuk mengidentifikasi gravida ibu bersalin dengan serotinus di
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari
2014 – Juli 2015.
c. Untuk mengidentifikasi paritas ibu bersalin dengan serotinus di
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari
2014 – Juli 2015.
3
d. Untuk mengidentifikasi pendidikan ibu bersalin dengan serotinus di
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari
2014 – Juli 2015.
e. Untuk mengidentifikasi pekerjaan ibu bersalin dengan serotinus di
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari
2014 – Juli 2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan informasi
yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan dan pengembangan
promosi kesehatan ibu dalam pembuatan kebijakan serta upaya
peningkatan kesehatan ibu bersalin.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan
informasi pengetahuan khususnya mengenai ibu bersalin dengan
serotinus pada masyarakat, selain itu diharapkan masyarakat dapat
meningkatkan pengetahuannya sehubungan dengan kasus ginekologi,
khususnya kejadian serotinus.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri dan berfikir
secara ilmiah khususnya masalah kejadian serotinus pada ibu bersalin.
4
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang sudah dilakukan oleh
peneliti, hasil penelitian yang mirip dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh Dewi Tangalayuk (2011), meneliti tentang Hubungan serotinus dan
partus lama dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit
Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2011. Penelitian
yang dilakukan analitik. Variabel penelitian serotinus dan partus lama.
Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah tahun
penelitian, tempat penelitian, variabel yang teliti. Yang penulis teliti yaitu
identifikasi ibu bersalin dengan serotinus di Rumah Sakit Umum Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2014-2015. Penelitian yang dilakukan deskriptif.
Variabel yang diteliti umur, gravid, paritas, pendidikan, pekerjaan. Dengan
total sampling 64 orang.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Persalinan
1. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui
jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan/kekuatan sendiri (Lailiyana, S., 2011). Persalinan adalah
serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup
bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta
dan selaput janin dari tubuh ibu (Yanti, 2009).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika
prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu)
sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks
(membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara
lengkap (POGI, IDAI, IBI, PPNI, 2008).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37- 42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam
tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin (Rukiyah, 2009).
6
Adapun menurut proses berlangsungnya persalinan dibedakan
sebagai berikut:
a. Persalinan spontan
Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui
jalan lahir ibu tersebut.
b. Persalinan buatan.
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi
forceps, atau dilakukan operasi section caesaria.
c. Persalinan anjuran
Persalinan yang tidak di mulai dengan sendirinya tetapi baru
berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau
prostaglandin (Yanti, 2009).
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti,
sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan
mulainya kekuatan his, hormon-hormon yang dominan pada saat
kehamilan yaitu:
a. Estrogen
Berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas otot rahim dan
memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan
oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
b. Progesterone
Berfungsi menurunkan sensitivitas otot rahim, menyulitkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti oksitosin, rangsangan
7
prostaglandin, rangsangan mekanis, dan menyebabkan otot rahim
dan otot polos relaksasi (Sumarah, 2009).
2. Tahapan Persalinan
Menurut Sumarah (2009), tahapan persalinan sebagai berikut:
a. Kala I Pembukaan
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus
yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga
serviks membuka lengkap (10 cm). Kala I persalinan terdiri atas
dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1) Tanda dan gejala kala I
a) Penipisan dan pembukaan serviks
b) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks
(Frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)
c) Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina
2) Fase laten pada kala I persalinan:
a) Di mulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan serviks secara bertahap
b) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
c) Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga
8 jam
3) Fase Aktif pada kala I persalinan:
a) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi
8
tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih).
b) Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap
atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm
per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm
hingga 2 cm (multipara)
c) Terjadi penurunan bagian terbawah janin
b. Kala II persalinan
Di mulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada
multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan cepat, kurang
lebih 2-3 menit sekali. Dalam kondisi yang normal pada kala ini
kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada saat
his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa adanya
tekanan pada rectum dan seperti akan buang air besar. Kemudian
perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan membukanya
anus. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin
tampak dalam vulva pada saat ada his. Jika dasar panggul sudah
berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his dan mengedan
maksimal kepala janin di lahirkan dengan suboksiput di bawah
simfisis dan dahi, muka, dagu melewati perenium. Setelah his
istirahat sebentar maka his akan mulai lagi untuk mengeluarkan
anggota badan bayi.
9
c. Kala III persalinan
Di mulai setelah segera bayi lahir sampai lahirnya plasenta,
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir
uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Bebrapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta dari dindingnya.
d. Kala IV persalinan
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama
post partum. Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan
yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai
pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan
memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah :
1) Tingkat kesadaran penderita
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan
pernapasan
3) Kontraksi uterus
4) Terjadinya perdarahan.
Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc (Sumarah, 2008).
10
B. Tinjauan Tentang Serotinus
1. Pengertian
Kehamilan serotinus atau kehamilan lewat waktu adalah
kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau
lebih, pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari, dan hari pertama haid
terakhir di ketahui dengan pasti. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42
minggu di dapat dari perhitungan rumus neagle atau dengan tinggi
fundus uteri serial (Nugroho, 2011).
Kehamilan postterm, di sebut juga kehamilan serotinus,
kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy,
extended pregnancy, postdate/pos datinisme atau pasca maturnitas
adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau
lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus naegele
dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Wiknjosastro, 2009).
Menurut standar internasional dari American College of
Obstetricians and Gynocologist, kehamilan jangka panjang atau
prolonged pregnancy ialah kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu
lengkap 42 minggu (Rahmawati, 2011). Definisi standar untuk
kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah haid terakhir, atau 280
hari setelah ovulasi/fertilisasi (Varney, 2008).
2. Etiologi
Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm belum
jelas. Beberapa teori yang diajukan umumnya menyatakan bahwa
11
terjadinya kehamilan postterm sebagai gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut:
a. Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan serotinus/postterm adalah
karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
b. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara
fisiologis memegang perana penting dalam menimbulkan
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut di duga sebagai salah satu
faktor penyebab kehamilan postterm
c. Teori kortisol/ ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-
tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol plasma janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga prodiksi progesterone berkurang
dan janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesterone berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
12
prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus,
hiposlasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada
janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
d. Saraf uterus
Tekanan pada syaraf ganglion servikalis dari pleksus
frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada
keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi
kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan
postterm.
e. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang
mengalami kehamilan postterm mempunyai kecendrungan untuk
melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Bila mana
seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak
perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan
mengalami kehamilan postterm (Wiknjosastro, 2009).
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya
serotinus antara lain:
a. Cacat bawaan: anencefalus
b. Defisiensi sufatase plasenta
c. Nuliparitas
d. Pekerjaan ibu
13
e. Pemakaian obat-obatan yang berpengaruh pula sebagai tokolitik
anti prostaglandin: albutamiol, progestin, asam mefenamat dan
sebagainya (Nugroho, 2011).
Selain itu juga jumlah kehamilan dan persalinan sebelumnya
dan usia juga ikut mempengaruhi terjadinya kehamilan lewat waktu
(Rahmawati, 2011).
3. Dampak Kehamilan Serotinus
Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi dari pada
kehamilan aterm, terutama terhadap kematian prenatal (antepartum,
intrapartum, dan postmatur) berkaitan dengan aspirasi mekonium dan
asfiksia. Dampak kehamilan postterm antara lain sebagai berikut:
a. Perubahan plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya
komplikasi pada kehamilan postterm dan meningkatkan resiko
pada janin. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut:
1) Penimbunan kalsium: pada kehamilan serotinus terjadi
peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta. Hal ini dapat
menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intra uteri
yang dapat meningkat sampai 2 – 4 kali lipat.
2) Selaput vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan jumlahnya
berkurang, keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transport
plasenta.
3) Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema,
timbunan fibrinoid, fibrosis, thrombosis intervili, dan infark vili.
14
4) Perubahan biokimia, adanya insufisiensi plasenta menyebabkan
protein plasenta menyebabkan DNA dibawah normal.
Sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transport kalsium
tidak terganggu, aliran natrium, kalium, dan glukosa
menurun.pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi
seperti asam amino, lemak dan gama globulin biasanya
mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin.
b. Dampak pada janin
1) Berat badan janin
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada
plasenta, maka terjadi penurunan berat badan janin. Dari
penelitian vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36
minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan
tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu.
2) Sindrom postmaturits
Umumnya didapat sekitar 12-20% neonatus dengan tanda
postmaturitas pada kehamilan postterm. Berdasarkan derajat
insufisiensi plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas ini dapat
dibagi dalam 3 stadium yaitu:
a) Stadium I: Kulit menunjukan kehilangan verniks kaseosa dan
maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
b) Stadium II: Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium
(kehijauan) pada kulit.
15
c) Stadium III: Disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit
dan tali pusat.
3) Gawat janin dan kematian prenatal
Angka meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih
sebagian besar terjadi intrapartum umumnya disebabkan oleh:
a) Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia
pada persalinan fraktur klafikula, palsi Erb-Duchene, sampai
kematian bayi.
b) Insufisiensi plasenta yang berakibat: pertumbuhan janin
terhambat, oligohidramnion, hipoksia janin, keluarnya
mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium
pada janin.
c) Cacat bawaan: terutama hypoplasia adrenal dan
anensefalus.
c. Dampak pada ibu
1) Morbilitas/mortalitas ibu: dapat meningkat sebgai akibat dari
makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras
yang menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate
uterine action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetric
dan persalinan traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi
besar.
2) Aspek emosi: ibu dan keluarga menjadi cemas bila kehamilan
terus berlangsung melewati tafsiran persalinan (Wiknjosastro,
2009).
16
4. Diagnosa
Diagnosa kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan
rumus naegle setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan
klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uterus serial
dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi
lebih tepat (Rahmawati, 2011).
Dalam menentukan diagnosa kehamilan serotinus disamping
dari riwayat haid, sebaiknya juga dilihat hasil pemeriksaan antenatal
(Wiknjosastro, 2009). Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam
mendiagnosa kehamilan lewat waktu, antara lain:
a. HPHT jelas
b. Dirasakan gerak janin pada umur kehamilan 16 – 18 minggu.
c. Terdengar denyut jantung janin (normal 10 – 12 minggu dengan
Doppler, dan 19 – 20 minggu dengan stetoskop)
d. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur
kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu. Tes
kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat haid.
Pemeriksaan sitologi vaginan (indeks kariopiknotik > 20%)
mempunyai sensitifitas 75% dan tes tekanan dengan KTG mempunya
stesifitas 100% dalam menentukan disfungsi janin, plasenta atau
kematangan serviks (Rahmawati, 2011).
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kahamilan serotinus bila
didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
17
a. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan
Doppler
c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengar DJJ pertama kali dengan
stetoskop Laennec (Wiknjosastro, 2009).
Yang paling penting dalam penanganan kehamilan postterm
ialah menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan
menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat
dilakukan:
a. Tes tanpa tekanan (Non stress Test). Bila diperoleh hasil non
reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila
diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifitasnya 98,9% menunjukkan
kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil tes tekan yang
positif, meskipun spesifitanya relatif rendah tetapi telah dibuktikan
berhubungan dengan keadaan postmatur.
b. Gerak janin: Gerakan janin dapat ditentukan dengan cara subjektif
(normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan
tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit) dapat juga ditentukan
dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif
dengan USG (Normal > 1 cm/bidang) memberikan gambaran
banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka
kemungkinan terjadi kehamilan postterm.
18
c. Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit
dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.
(Rahmawati, 2011).
d. Pemeriksaan USG. Dengan pemeriksaan ini diameter bipariental
kepala janin dapat di ukur dengan deliti tanpa bahaya
e. Pemeriksaan sitologik vagina untuk menentukan infusiensi plasenta
dinilai berbeda-beda (Dewi, 2012).
Beberapa efek kehamilan postterm antara lain:
a. Masalah ibu
1) Serviks yang belum matang (70% kasus)
2) Kecemasan ibu/ketegangan emosional
3) Persalinan traumatis akibat janin besar (20%)
4) Angka kematian sectio caesarea meningkat karena gawat janin,
distosia, dan CPD
5) Meningkatkan perdarahan pasca persalinan karena
penggunaan oksitosin atau akselerasi pada janin atau induksi
b. Masalah pada janin
1) Janin besar dapat menimbulkan diatosia bahu, fraktur klavikula,
partus tak maju, harus mengiatkan dokter akan kemungkinan
terjadinya makrosomia dimana penangananya membutuhkan
intervensi dokter secepatnya.
2) Pertumbuhan janin terhambat
19
3) Kelainan cairan amnion (oligohidramnion) dapat mengakibatkan
gawat janin, keluarnya mekonium, dan tali pusat tertekan
sehingga menyebabkan janin meninggal mendadak (Saifuddin,
2006).
5. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada
trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua
(antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di
atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan
kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu
sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali pada bulan
terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan
benar usia kehamilan, dan mencegah kehamilan serotinus yang
berbahaya (Rahmawati, 2011).
6. Penatalaksanaan
Dalam upaya pertolongan persalinan dengan tujuan well born
baby dan well healt mother perlu dipertimbangkan beberapa hal
berikut:
a. Usia kehamilan lebih dari 42 minggu karena kehamilan yang
semakin lama dan melebihi 42 minggu, maka AKP-nya makin tinggi
(AKP, Angka Kematian Parturien)
1) Jika AKP 42 minggu = satu
2) AKP 43 minggu menjadi 2 kalinya.
20
3) Sedangkan pada usia kehamilan 44 minggu, AKP-nya menjadi
tiga kali lipat dari AKP 42 minggu.
b. Besarnya janin
Persalinan janin makrosomia pervaginam akan menimbulkan
trauma pada bayi dan maternal yang makin tinggi.
1) Komplikasi trauma pada janin-bayi :
a) Asfiksia karena terlalu lama terjepit
b) Trauma akibat tindakan operasi yang dilakukan pervaginam
dengan bentuk trias komplikasi, yakni infeksi, asfiksia, dan
trauma langsung dan perdarahan
2) Komplikasi maternal “trias komplikasi”
a) Trauma langsung persalinan pada jalan lahir
(1) Robekan luas
(2) Fistula rekto-vesiko vaginal
(3) Rupture perineum tingkat lanjut
b) Infeksi karena terbukanya jalan lahir secara luas sehingga
mudah terjadi kontaminasi bakterial.
c) Perdarahan:
(1) Trauma langsung jalan lahir
(2) Atonia uteri
(3) Retensio plasenta
c. Pertimbangan evaluasi dengan USG dalam bentuk “profil biofisik
janin intrauteri”
21
d. Menurut pandangan kami: AFI kurang dari 5 cm merupakan
indikasi mutlak untuk terminasi persalinan dengan seksio sesarea.
e. Kematangan serviks uteri
Jika pemeriksaan bishop nilainya kurang dari 5 cm, menurut
pendapat kami sebaiknya dilakukan langsung terminasi dengan
cara seksio sesarea untuk mencapai well born baby dan well
health mother (Manuaba, 2007).
Pada persalianan pervaginam, harus diperhatikan bahwa
partus lama akan sangat merugikan bayi, Janin post matur
kadang-kadang besar dan kemungkinan CPD (cephalo pelvic
disproportion) dan distosia janin perlu dipertimbangkan, selain itu
janin post date lebih peka terhadap sedative dan norkosa,
perawatan post date perlu dengan pengawasan dokter (Dewi,
2012).
7. Penanganan
Penanganan ibu bersalin dengan serotinus yakni:
a. Apabila tidak ada tanda-tanda infusiensi plasenta persalinan
spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat (Dewi, 2012).
b. Setelah usia kehamilan > 40 minggu yang penting adalah
monitoring janin sebaik-baiknya.
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks,
kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan
atau tanpa amniotomi
22
d. Bila terdapat kehamilan yang lalu terdapat hipertensi, pre eklamsi
dan kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas atau pada
kehamilan lebih dari 40-42 minggu maka ibudi rawat di rumah sakit.
e. Operasi section caesarea dapat di pertimbangkan pada:
1) Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belumm matang.
2) Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi
gawat janin.
3) Primigavida tua, kematian janin dalam kandungan pre eklamsi,
hipertensi menahun, infertilitas dan kesalahan letak.
4) Bayi post matur dibawah pengawasan dokter (Nugraheny,
2010).
Prinsip tatalaksana kehamilan postterm adalah merencanakan
pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari
hasil pemeriksaan kesejahtraan janin dan penilaian skor pelvic. Ada
beberapa cara pengakhiran kehamilan, antara lain:
a. Induksi partus dengan induksi balon kateter foley.
b. Induksi dengan oksitosin
c. Bedah section caesaria
Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi dengan oksitosin,
pasien harus memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm,
ada kemungkinan his, ukuran panggul normal, tidak ada CPD, janin
presentase kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai
mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, bila nilai pelvic > 8, maka
induksi persalinan besar kemungkinan akan berhasil apabila:
23
a. Bila nilai pelvic > 5, dapat di lakukan drips oksitosin.
b. Bila nilai pelvic < 5, dapat dilakukan pematangan serviks terlebih
dahulu, kemungkinan dilakukan penilaian pelvic lagi (Rahmawati,
2011).
C. Tinjauan Tentang Faktor Risiko Terjadinya Serotinus
1. Umur
Umur adalah lamanya seseorang hidup yang di hitung
berdasarkan ulang tahun terakhir. Pada umur <20 tahun rahim dan
panggul sering kali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa.
Akibatnya ibu hamil pada usia itu mungkin mengalami serotinus, partus
macet atau gangguan lain. Selain itu juga pada umur <20 tahun ini ibu
belum siap menerima tanggung jawab sebagai orang tua dan belum
sepenuhnya siap untuk menghadapi kehamilan, dan pada umur <20
tahun ini fungsi organ reproduksinya belum matang, sedangkan pada
umur >35 tahun fungsi organ reproduksinya akan mengalami
kemunduran dan hormon yang berada dalam tubuh fungsinya akan
menurun pula, karena hormon tersebut sangat berpengaruh dalam
kehamilan, persalinan dan nifas (Saifuddin, 2006).
2. Gravida
Gravida adalah jumlah kehamilan seluruhnya yang telah di
alami ibu tanpa memandang hasil akhir kehamilan (Wiknjosastro,
2009). Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan suatu hal yang
baru dalam hidupnya sehingga secara psikologis mentalnya belum
24
siap, hal ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya komplikasi
seperti kehamilan serotinus. Dan pada ibu dengan jumlah kehamilan
lebih dari tiga kali akan semakin memungkinkan terjadinya komplikasi.
3. Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dialami oleh ibu.
Paritas pertama atau lebih dari 3 kali mempunyai risiko yang lebih
besar terhadap ibu dan janinnya. Ibu yang baru pertama kali
melahirkan merupakan suatu hal yang baru dalam hidupnya sehingga
secara psikologis mentalnya belum siap, hal ini akan memperbesar
kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin tinggi paritas semakin
tinggi risiko bagi ibu dan janinnya. Hal ini pada paritas tinggi atau ibu
yang telah melahirkan lebih dari 3 kali, fungsi alat-alat vitalnya dalam
organ reproduksi akan mengalami kemunduran yang diakibatkan
semakin rendahnya fungsi hormon-hormon yang ada didalam tubuh
(Saifuddin, 2006).
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor internal yang
mempengaruhi seseorang dalam pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan
kesehatan. Makin tinggi tinggkat pendidikan seseorang, makin mudah
menafsirkan informasi sehingga menciptakan suatu hal yang baik,
sebaliknya pendidikan yang rendah palig rentan mengalami komplikasi
dalam persalinan. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan akan
bahaya-bahaya dan komplikasi yang dapat terjadi dalam masa
25
kehamilan dan persalinan. Di dalam UU No.20 Tahun 2003 Jenjang
pendidikan formal terdiri atas: pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
5. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang akan menggambarkan aktivitas dan
tingkat kesejahtraan ekonomi yang akan didapatkan. Hasil penelitian
juga menunjukan bahwa ibu yang bekerja mempunyai tingkat
pengetahuan yang lebih baik dari pada ibu yang tidak bekerja, karena
ibu yang bekerja akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk
berinteraksi dengan orang lain, sehingga mempunya banyak peluang
juga untuk mendapatkan banyak informasi seputar keadaannya
(Sulistyawati, 2009).
Masalah utama bila ibu hamil yang bekerja di luar adalah risiko
terkena pajanan terhadap zat-zat fetotoksik, ketengangan fisik yang
berlebihan, terlalu lelah, pengobatan atau komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan dan masalah pada usia kehamilan
lanjut, kesulitan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan
kesinambungan tubuh. Wanita hamil yang melakukan pekerjaan yang
mengharuskan ibu berdiri lama, lebih berisiko mengalami persalinan
berisiko, tetapi jarang terdapat efek pada pertumbuhan janin. Ibu hamil
yang bekerja kecenderungan memiliki waktu istirahat kurang yang
akan mengakibatkan terjadinya komplikasi kehamilan, seperti kejadian
serotinus (Notoatmodjo, 2012).
26
D. Landasan Teori
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator
yang paling penting untuk melakukan penilaian kemampuan suatu negara
untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, khususnya dalam bidang
obstetri. Adapun penyebab kematian perinatal adalah kelainan kongenital,
prematuritas, trauma persalinan, infeksi, gawat janin dan asfiksia
neonatorum. Terjadinya gawat janin disebabkan oleh induksi persalinan,
infeksi pada ibu, perdarahan, insufisiensi plasenta, prolapsus tali pusat,
kehamilan dan persalinan preterm dan serotinus. Persalinan serotinus
menunjukkan bahwa kehamilan telah melampaui waktu perkiraan
persalinan menurut hari pertama menstruasinya.
Faktor yang merupakan predisposisi terjadinya persalinan serotinus
diantaranya faktor ibu adalah karena hanya sebagian kecil ibu yang
mengingat tanggal menstruasi pertamanya dengan baik dan adanya
gangguan terhadap timbulnya persalinan seperti pengaruh esterogen,
oksitosin dan saraf uterus.
27
E. Kerangka Konsep
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Umur
Kejadian Serotinus
Gravida
Paritas
Pendidikan
Pekerjaan
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengidentifikasi
ibu bersalin dengan serotinus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara periode Januari 2014 – Juli 2015.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara.
C. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2016.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin dengan
serotinus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode
Januari 2014 – Juli 2015 berjumlah 64 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dari objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,
2010). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan
serotinus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode
29
Januari 2014 – Juli 2015, yang tercatat dalam buku registrasi (medical
record). Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara
total sampling, dimana seluruh ibu bersalin dengan serotinus di RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari 2014 – Juli
2015 ditetapkan sebagai sampel penelitian.
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu:
1. Variabel independent atau variabel bebas dalam penelitian ini yaitu
umur, gravida, paritas, pendidikan dan pekerjaan.
2. Variabel dependent atau variabel terikat dalam penelitian ini yaitu ibu
bersalin dengan serotinus.
F. Definisi Operasional
1. Persalinan serotinus
Persalinan serotinus atau kehamilan lewat waktu adalah
kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau
lebih, pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama haid
terakhir diketahui dengan pasti.
2. Umur
Umur adalah usia responden saat penelitian dilakukan, dengan
kategori:
a. < 20 tahun
b. 20 – 35 tahun
c. > 35 tahun (Depkes RI, 2009).
30
3. Gravida
Gravida adalah jumlah kehamilan yang pernah di alami wanita.
Tidak penting mengetahui pada usia berapa kehamilan tersebut
berakhir atau berapa jumlah bayi yang lahir dari kehamilan tersebut,
dengan kategori:
a. Gravida I
b. Gravida II
c. Gravida III
d. Gravida ≥ IV (Varney, 2008).
4. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan responden,
baik lahir hidup maupun mati, dengan kategori:
a. Paritas I
b. Paritas II
c. Paritas III
d. Paritas ≥ IV (Pudiastuti, 2012).
5. Pendidikan
Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir yang
diselesaikan oleh ibu bersalin, dengan kategori:
a. SD
b. SLTP Sederajat
c. SMA Sederajat
d. Diploma/Sarjana (Depkes RI, 2009).
31
6. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas ibu bersalin
sehari-hari, dengan kategori:
a. Pegawai Negeri Sipil
b. Swasta
c. IRT (Ibu Rumah Tangga) (Sulistyawati, 2009).
G. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder bersumber dari laporan-laporan yang telah didokumentasikan
melalui buku registrasi ibu bersalin dan gambaran umum lokasi penelitian.
H. Pengolahan Data
Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data
mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan
informasi yang diperlukan. Pengolahan data dilakukan dengan cara:
1. Pengeditan (editing)
Proses editing dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mengecek kelengkapan data dari buku register.
2. Pemasukan data (entry)
Entry data adalah proses memasukkan data-data dalam tabel
berdasarkan variabel penelitian.
32
3. Tabulasi (tabulating)
Tabulating dilakukan dengan memasukkan data ke dalam tabel
yang tersedia kemudian melakukan pengukuran masing-masing
variabel (Sugiyono, 2008).
I. Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi berdasarkan variabel yang diteliti disertai dengan narasi
secukupnya.
J. Analisis Data
Analisa data dilakukan secara manual dengan menggunakan
kalkulator, kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi
disertai penjelasan-penjelasan. Sedangkan dalam pengolahan data maka
digunakan rumus:
%100N
fP
Keterangan:
f : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Number Of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu)
P : Angka persentase (Sugiyono, 2008).
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Keadaan Geografis
Sejak bulan Oktober 2012, Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara (RSU Bahteramas Prov. Sultra) telah
menempati lokasi baru di jalan P. Tandean Kecamatan Baruga
Kota Kendari. Lokasi ini sangat strategis karena mudah dijangkau
dengan kendaraan. Adapun batas-batas RSU Bahteramas Sultra
secara administratif sebagai berikut:
1) Sebelah Utara : Kelurahan Wandudopi
2) Sebelah Timur : Kelurahan Lepo-Lepo
3) Sebelah Selatan : Kelurahan Baruga
4) Sebelah Barat : Kelurahan Watubangga.
b. Sarana dan Prasarana
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri di atas
tanah dengan luas mencapai 170.000 m2. Sarana dan prasarana
yang berupa bangunan fisik seluas 54.127 m2 sedangkan
selebihnya belum terealisasi atau belum selesai dibangun. Namun
semua bangunan yang telah dioperasikan memiliki tingkat aktivitas
yang sangat tinggi.
34
Sebagian sarana fisik termasuk sarana pelayanan pasien
telah direhabilitasi namun masih ada beberapa sarana fisik lain
yang memerlukan rehabilitasi dan renovasi. Sarana kesehatan
terdiri dari pelayanan rawat jalan, rawat inap, instalasi, dan
pelayanan penunjang medik. Pelayanan rawat jalan terdiri: poliklinik
penyakit `dalam, poliklinik kesehatan anak, poliklinik bedah,
poliklinik THT, poliklinik mata, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik
kesehatan gigi dan mulut, poliklinik neurologi, poliklinik kebidanan
dan penyakit kandungan, poliklinik jantung dan kardiovaskuler dan
poliklinik gizi.
Sedangkan pelayanan rawat inap terdiri dari: ruang
perawatan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, THT, mata,
kulit dan kelamin, gigi dan mulut, neurologi, penyakit kandungan,
perawatan intensif, prenatologi. Sedangkan instalasi terdiri dari
instalasi gawat darurat dan instalasi rehabilitasi medic. Pelayanan
penunjang antara lain terdiri dari: patologi klinik, patologi anatomi,
radiologi, farmasi, dan pelayanan lain seperti binatu, ambulance
serta pengatur jenazah.
c. Visi da Misi Rumah Sakit
Visi RSU Bahteramas Provinsi Sultra yaitu “Pembangunan
kesehatan di Sultra mengacu pada visi yang telah ditetapkan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Sultra yaitu “terwujudnya masyarakat
Sulawesi Tenggara yang sehat 2010”. Untuk mewujudkan visi
35
tersebut, maka misi yang diemban oleh RSU Bahteramas Provinsi
Sultra adalah:
1) Memberikan pelayanan kesehatan prima berlandaskan etika
profesi
2) Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian tenaga
kesehatan
3) Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Motto RSU Bahteramas Provinsi Sultra adalah “Melayani
dengan hati dan senyum” dan Filosofi RSU Bahterama Provinsi
Sultra adalah “Melayani dengan baik merupakan ibadah”.
d. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit
Tugas pokok dan fungsi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara mengacu pada Perda Nomor 3 tahun 1999 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSU Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara yakni “Melaksanakan upaya kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu melalui upaya
peningkatan, pencegahan dan pelaksanakan upaya rujukan”.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut di
atas, RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai
fungsi yaitu menyelenggarakan pelayanan medik,
menyelenggarakan pelayanan penunjang medik,
menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan,
36
menyelenggarakan pelayanan rujukan, menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan kesehatan, menyelenggarakan administrasi umum
dan keuangan.
e. Organisasi dan Manajemen
Pimpinan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
disebut Direktur dan menduduki jabatan struktural eselon II B.
Direktur dibantu oleh tiga orang wakil direktur yaitu wakil direktur
umum dan keuangan, wakil direktur pendidikan dan pelatihan serta
wakil direktur pelayanan, masing menduduki jabatan struktural
eselon III A. Wakil direktur umum dan keuangan membawahi tiga
bagian yakni bagian umum, bagian keuangan dan bagian
perencanaan dan rekam medis. Kepala bidang dan kepala bagian
masing menduduki jabatan struktural eselon III B. Wakil direktur
pendidikan dan pelayanan membawahi bidang pendidikan dan
pelatihan. Sedangkan wakil direktur pelayanan membawahi dua
bidang yakni bidang pelayanan medik dan bidang keperawatan.
Masing-masing kepala bidang dan kepala bagian membawahi
seksi atau sub bagian yaitu kepala bidang pelayanan medik
membawahi seksi pelayanan medik, pelayanan penunjang medik
serta seksi diklat dan penelitian pengembangan kesehatan. Kepala
bidang keperawatan membawahi seksi pelayanan keperawatan
dan seksi etika dan mutu keperawatan. Sedangkan kepala bagian
membawahi sub bagian masing-masing yaitu kepala bagian umum
37
membawahi sub bagian tata usaha, sub bagian kepegawaian dan
sub bagian perlengkapan dan rumah tangga. Kepala bagian
keuangan membawahi sub bagian mobilisasi dana, sub bagian
verifikasi dan akuntansi dan sub bagian perbendaharaan, serta
kepala bagian perencanaan dan rekam medis membawahi sub
bagian penyusunan program dan laporan, sub bagian rekam medis
dan sub bagian pemasaran dan hukum. Kepala seksi dan kepala
sub bagian masing-masin menduduki jabatan struktural eselon IV
B.
Selain jabatan struktural, di RSU Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara juga terdapat jabatan fungsional yakni kepala-
kepala instalasi yang dibawahi langsung oleh kepala instalasi.
Sedangkan komite medis yang merupakan perwakilan dan
kelompok staf medis fungsional dibawahi langsung oleh direktur.
Pengangkatan kepala instalasi adalah wewenang direktur,
sedangkan pengangkatan komite medis adalah wewenang direktur
atas usulan direktur.
f. Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara hingga 31 April 2015 berjumlah 771 orang Pegawai
Negeri Sipil (PNS), terdiri atas tenaga medis sebanyak 71 orang,
paramedis perawatan sebanyak 358 orang, paramedis non
perawatan sebanyak 212 orang dan non medis sebanyak 121
orang. Sedangkan tenaga kontrak sebanyak 74 orang.
38
2. Variabel Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil
sebagai berikut:
a. Kejadian Serotinus Menurut Umur Responden
Tabel 1. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Umur Ibu Bersalin di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
No. Umur (Tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
1 < 20 2 3,1 2 20 – 35 18 28,1 3 > 35 44 68,8
Total 64 100,0
Sumber: Data Primer, 2016.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 64 responden ibu bersalin
dengan serotinus, jumlah tertinggi pada umur > 35 tahun, yakni
sebanyak 44 orang (68,8%), dan terendah pada umur < 20 tahun
sebanyak 2 orang (3,1%).
b. Kejadian Serotinus Menurut Gravida Responden
Tabel 2. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Gravida Ibu Bersalin di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
No. Gravida Frekuensi (n) Persentase (%)
1 I 0 0 2 II 11 17,2 3 III 20 31,2 4 ≥ IV 33 51,6
Total 64 100,0
Sumber: Data Primer, 2016.
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 64 responden ibu bersalin
dengan serotinus, jumlah tertinggi pada gravida ≥ IV, yakni
sebanyak 33 orang (51,6%), dan terendah pada gravida II
sebanyak 11 orang (17,2%).
39
c. Kejadian Serotinus Menurut Paritas Responden
Tabel 3. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Paritas Ibu Bersalin di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
No. Paritas Frekuensi (n) Persentase (%)
1 I 12 18,7 2 II 18 28,1 3 III 13 20,3 4 ≥ IV 21 32,9
Total 64 100,0
Sumber: Data Primer, 2016.
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 64 responden ibu bersalin
dengan serotinus, jumlah tertinggi pada paritas ≥ IV, yakni
sebanyak 21 orang (32,9%), dan terendah pada paritas I sebanyak
12 orang (18,7%).
d. Kejadian Serotinus Menurut Pendidikan Responden
Tabel 4. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Pendidikan Ibu Bersalin di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
No. Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)
1 SD 5 7,8 2 SMP 13 20,3 3 SMA 28 43,7 4 Diploma/Sarjana 18 28,2
Total 64 100,0
Sumber: Data Primer, 2016.
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 64 responden ibu bersalin
dengan serotinus, jumlah tertinggi pada tingkat pendidikan SMA,
yakni sebanyak 28 orang (43,7%), dan terendah pada tingkat
pendidikan SD sebanyak 5 orang (7,8%).
40
e. Kejadian Serotinus Menurut Pekerjaan Responden
Tabel 5. Distribusi Jumlah Kejadian Serotinus Menurut Pekerjaan Ibu Bersalin di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
No. Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%)
1 PNS 14 21,9 2 Swasta 17 26,5 3 IRT 33 51,6
Total 64 100,0
Sumber: Data Primer, 2016.
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 64 responden ibu bersalin
dengan serotinus, jumlah tertinggi pada ibu bersalin yang bekerja
sebagai Ibu Rumah Tangga, yakni sebanyak 33 orang (51,6%), dan
terendah pada ibu bersalin yang bekerja sebagai Pegawai Negeri
Sipil sebanyak 14 orang (21,9%).
B. Pembahasan
Berdasarkan studi dokumentasi pada status rekam medik pasien di
Ruang Delima atau Ruang Bersalin RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara periode Januari 2014 – Juli 2015 didapatkan 64 sampel yang
merupakan penderita serotinus berdasarkan hasil pemeriksaan
Histopatologi bagian Patologi Anatomi RSU Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara.
1. Ibu Bersalin yang Mengalami Serotinus Menurut Umur
Jumlah kasus terbanyak terdapat pada kelompok usia > 35 tahun
yaitu sebesar 68,8%, diikuti kelompok usia 20 – 35 tahun sebesar
28,1%, dan hanya 3,1% ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun.
Hal ini berarti bahwa kasus serotinus muncul pada usia produktif.
41
Usia reproduksi optimal bagi seorang wanita adalah antara
umur 20-35 tahun, dibawah usia 20 tahun akan meningkatkan risiko
kehamilan maupun persalinan, karena perkembangan organ-organ
reproduksinya belum optimal, kematangan emosi dan kejiwaan
kurang, serta fungsi fisiologis yang belum optimal, sehingga lebih
sering terjadi komplikasi yang tidak diinginkan dalam kehamilan.
Sebaliknya usia di atas 30 tahun telah terjadi kemunduran fungsi
fisiologis maupun reproduksi secara umum, sehingga lebih sering
terjadi akibat yang merugikan pada bayi (Setyowati dkk, 2006).
Umur ibu pada saat hamil mempengaruhi kondisi kehamilan ibu
karena selain berhubungan dengan kematangan organ reproduksi juga
berhubungan dengan kondisi psikologis terutama kesiapan dalam
menerima kehamilan. Risiko terbesar serotinus adalah pada wanita
yang melahirkan pada usia remaja atau kurang dari 20 tahun dan pada
usia lebih dari 35 tahun kemungkinan dapat melahirkan bayi dengan
kejadian serotinus (Jannah, 2012).
Serotinus dapat terjadi pada umur ibu > 35 tahun disebabkan
kelainan his oleh karena adanya kemunduran fungsi dan efisiensi
kontraksi spontan miometrium akibat menuanya jaringan reproduksi
sehingga menyebabkan terjadinya partus lama, sedangkan pada umur
< 20 tahun dapat terjadi serotinus disebabkan respon hormonal tubuh
belum berfungsi maksimal oleh karena fungsi sistem reproduksi yang
belum siap menerima kehamilan (Cunningham, 2010).
42
Risiko terbesar serotinus adalah pada wanita yang melahirkan
pada usia remaja atau kurang dari 20 tahun dan pada usia lebih dari
35 tahun kemungkinan dapat melahirkan bayi dengan kejadian
serotinus (Jannah, 2012). Usia di bawah 16 tahun atau di atas 35
tahun mempredisposisi wanita terhadap sejumlah komplikasi. Usia di
bawah 16 tahun meningkatkan insiden preeklamsia. Usia di atas 35
tahun meningkatkan insiden diabetes tipe II (yang menyebabkan
peningkatan insiden diabetes kehamilan juga diagnosis diabetes Tipe
II), hipertensi kronis (yang menyebabkan peningkatan insiden pre-
eklamsia dan abrupsio plasenta), persalinan yang lama pada
multipara, seksio sesaria, kelahiran preterm, anomali kromosom, dan
kematian janin (Varney, 2008).
Risiko yang mungkin dapat terjadi jika hamil usia dibawah 20
tahun yaitu keguguran, preeklamsi dan eklamsi, timbulnya kesulitan
persalinan karena system reproduksi belum sempurna, bayi lahir
sebelum waktunya dan BBLR. Sedangkan umur yang terlalu tua
artinya hamil diatas 35 tahun. Risiko yang mungkin terjadi jika hamil
pada usia terlalu tua antara lain adalah terjadinya keguguran,
serotinus, preeklamsi dan eklamsi, timbulnya kesulitan pada
persalinan, perdarahan, BBLR dan cacat bawaan (Rahmawati, 2011).
2. Ibu Bersalin yang Mengalami Serotinus Menurut Gravida
Jumlah kasus terbanyak terdapat pada gravida ≥ IV, yakni
sebanyak 33 orang (51,6%), dan terendah pada gravida II sebanyak
11 orang (17,2%). Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan suatu
43
hal yang baru dalam hidupnya sehingga secara psikologis mentalnya
belum siap, hal ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya
komplikasi seperti kehamilan serotinus. Dan pada ibu dengan jumlah
kehamilan lebih dari tiga kali akan semakin memungkinkan terjadinya
komplikasi.
Graviditas menggambarkan kehamilan wanita tersebut tanpa
mempersoalkan apakah anaknya lahir hidup, kembar atau meninggal.
Dengan adanya kehamilan berikutnya disebut multigravida. Hal ini
membuktikan dengan teori yang menyatakan bahwa multigravida
frekuensi terjadinya serotinus lebih tinggi atau lebih terdapat
peningkatan resiko terjadinya komplikasi obstetrik dibandingkan
dengan primagravida pada kehamilan kedua dan seterusnya telah
terjadi perubahan keadaan endometrium yang menyebabkan
endometrium menjadi kurang baik, terutama kalau jarak antara
kehamilan dengan kehamilan berikutnya pendek sehingga secara
teoritis dijelaskan bahwa multigravida tiga ke atas merupakan salah
satu keadaan rawan yang kelas dapat menimbulkan komplikasi
kehamilan (Manuaba, 2007).
3. Ibu Bersalin yang Mengalami Serotinus Menurut Paritas
Jumlah kasus terbanyak terdapat pada paritas ≥ IV, yakni
sebanyak 21 orang (32,9%), dan terendah pada paritas I sebanyak 12
orang (18,7%). Hal ini kemungkinan terjadi karena pada paritas >IV
kemungkinan untuk mengalami riwayat obstetrik buruk juga semakin
meningkat dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas kecil karena
44
dengan bertambahnya paritas maka kondisi kesehatan reproduksi juga
semakin berkurang. Sedangkan pada paritas 1 kemungkinan
terjadinya riwayat obstetrik yang buruk terjadi karena kurang siap nya
ibu secara fisik maupun psikis dalam menerima kehamilan pertama.
Insiden serotinus adalah 2,2% dan meningkat drastis
dibandingkan dengan insiden pada wanita dengan para yang lebih
rendah. Pada lebih dari 169.000 wanita di Parkland Hospital,
insidennya untuk wanita para 3 atau lebih adalah 1 dari 175 (Manuaba,
2007). Menurut asumsi peneliti semakin banyak paritas multipara yang
melahirkan anak dengan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun semakin
memicu terjadinya serotinus.
Paritas adalah status melahirkan anak pada seorang wanita
(Varney, 2008). Paritas 2-3 merupakan jumlah yang paling aman
ditinjau dari sudut kesehatan. Paritas yang tinggi atau paritas lebih dari
3 mempunyai faktor resiko tinggi dalam kehamilan dan persalinan.
Paritas ibu 2-3 merupakan jumlah paling aman ditinjau dari sudut
kesehatan mempunyai lebih dari tiga anak termasuk resiko tinggi dan
maksimal dua anak digolongkan resiko rendah. Paritas tinggi (lebih dari
3 beresiko timbulnya partus lama). Hal ini dibuktikan dengan teori yang
menyatakan bahwa paritas lebih dari > III atau paritas resiko tingginya
serotinus (Pudiastuti, 2012).
Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan kedua sampai
keempat. Kehamilan pertama dan setelah kehamilan keempat
mempunyai risiko tinggi. Kehamilan risiko tinggi sering disertai penyulit
45
seperti kelainan letak, perdarahan ante partus, perdarahan post partum,
dan lain-lain (Martaadisoebrata, 2005). Kehamilan dan persalinan yang
mempunyai risiko adalah anak pertama dan anak keempat atau lebih.
Pada kehamilan dan persalinan pertama ada kekakuan dari otot
sedangkan pada anak keempat atau lebih adanya kemunduran daya
lentur jaringan yang sudah berulang kali diregangkan oleh pada waktu
hamil (Tjipta, 2006).
4. Ibu Bersalin yang Mengalami Serotinus Menurut Pendidikan
Jumlah kasus terbanyak terdapat pada ibu bersalin dengan
tingkat pendidikan SMA, yakni sebanyak 28 orang (43,7%), dan
terendah pada pendidikan SD sebanyak 5 orang (7,8%).
Hal ini sejalan dengan pendapat Prameswari (2007), tingkat
pendidikan ibu yang rendah secara tak langsung dapat meningkatkan
risiko serotinus, pengaruh tersebut terjadi karena rendahnya akses ibu
berpendidikan rendah terhadap informasi tentang kesehatan ibu dan
bayi, peningkatan pengetahuan ibu akan mengubah sikap dan perilaku
ibu tentang kesehatan. Menurut Tobing (2009) pendidikan merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan, kesadaran
maupun kemampuan seorang ibu mengenai kehamilan dan perawatan
kehamilan serta upaya pemeriksaan kehamilan kepada tenaga
profesional yang tepat.
Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pula
pengetahuan kesehatan. Pendidikan yang tinggi memudahkan
seseorang menerima informasi lebih banyak dibandingkan dengan
46
pendidikan rendah. Pengetahuan kesehatan yang tinggi menunjang
perilaku hidup sehat dalam pemenuhan gizi ibu selama kehamilan
(Festy, 2009).
Seharusnya ibu dengan pendidikan tinggi dapat menjaga
kehamilannya dengan lebih baik berdasarkan pengetahuan yang
didapatnya dibandingkan dengan ibu berpendidikan rendah. Walaupun
demikian kejadian BBLR yang ditemukan pada ibu dengan pendidikan
tinggi juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti pekerjaan karena
sebagian besar ibu dengan pendidikan tinggi lebih memilih untuk
bekerja.
Menurut Rukmini (2005) rendahnya pendidikan ibu akan
berdampak pada rendahnya pengetahuan ibu yang berpengaruh pada
keputusan ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Makin
rendah pengetahuan ibu, makin sedikit keinginannya untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatann dan pendidikan ibu adalah
faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap pencarian pertolongan
persalinan di samping faktor jarak ke tempat pelayanan kesehatan dan
status ekonomi.
Pendidikan merupakan proses untuk menumbuhkembangkan
seluruh kemampuan dan perilaku seseorang yang terjadi melalui
pengajaran. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang karena dapat membuatnya
untuk lebih mudah menerima ide-ide atau teknologi baru dalam
mengantisipasi tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin menuntut
47
kualitas. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana
seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam
hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak
lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih
mudah menerima gagasan baru (Notoatmodjo, 2012).
5. Ibu Bersalin yang Mengalami Serotinus Menurut Pekerjaan
Jumlah kasus terbanyak terdapat pada ibu bersalin dengan
pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga, yakni sebanyak 33 orang
(51,6%), dan terendah pada ibu bersalin yang bekerja sebagai PNS
sebanyak 14 orang (21,9%).
Masalah utama bila ibu hamil yang bekerja di luar adalah risiko
terkena pajanan terhadap zat-zat fetotoksik, ketengangan fisik yang
berlebihan, terlalu lelah, pengobatan atau komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan dan masalah pada usia kehamilan
lanjut, kesulitan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan
kesinambungan tubuh. Wanita hamil yang melakukan pekerjaan yang
mengharuskan ibu berdiri lama, lebih berisiko mengalami persalinan
berisiko, tetapi jarang terdapat efek pada pertumbuhan janin. Ibu hamil
yang bekerja kecenderungan memiliki waktu istirahat kurang yang
akan mengakibatkan terjadinya komplikasi kehamilan, seperti kejadian
serotinus (Notoatmodjo, 2012).
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dikemukakan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kasus serotinus terbanyak ditemukan pada ibu bersalin dengan
kelompok umur > 35 tahun (68,8%).
2. Kasus serotinus terbanyak ditemukan pada ibu bersalin dengan
gravida ≥ IV (51,6%).
3. Kasus serotinus terbanyak ditemukan pada ibu bersalin dengan paritas
≥ IV (32,9%).
4. Kasus serotinus terbanyak ditemukan pada ibu bersalin dengan tingkat
pendidikan SMA (43,7%).
5. Kasus serotinus terbanyak ditemukan pada ibu bersalin dengan
pekerjaan ibu rumah tangga (51,6%).
B. Saran
1. Para tenaga kesehatan diharapkan dapat menekan angka kejadian
serotinus dengan memberikan pelayanan paripurna sejak dalam masa
awal kehamilan sampai persalinan, mampu melakukan deteksi dini dan
pencegahan komplikasi serta memberikan pemahaman pada ibu
49
tentang pentingnya pemilihan penolong persalinan dalam rangka
pemanfaatan fasilitas kesehatan.
2. Kunjungan antenatal sangat penting dilakukan oleh ibu hamil untuk
mendapatkan pelayanan sehubungan dengan kehamilannya, meliputi
pemeriksaan kehamilan, dukungan psikologis serta penyuluhan
kesehatan sehingga dapat terbina hubungan saling percaya. Tingkat
kepercayaan ibu terhadap bidan dan keluarga juga sangat
mempengaruhi kelancaran proses persalinan.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang serupa
dengan penelitian ini agar menambah jumlah variabel penelitian
sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
50
DAFTAR PUSTAKA
BLUD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015. Rekapitulasi
Laporan Rumah Sakit Tahun 2015. Kendari: BLUD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
Cunningham, IA, 2010. Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Departemen Kesehatan RI. 2014. Asuhan Persalinan Normal (Buku Acuan).
Jakarta : Departemen Kesehatan. Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Dewi, R, 2012. Ibu hamil dengan Serotinus. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Dinkes Prov. Sultra, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kendari: Dinkes Prov. Sultra. Festy, 2009, Analisis Faktor Risiko pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah
di Kabupaten Sumenep. Jurnal Kesehatan UNS. Surakarta: UNS. Hidayati, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika Jannah, N, 2012. Buku Asuhan Kehamilan. Yogyakarta: Andi Offset. Lailiyana, S. 2011. Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: EGC. Manuaba. 2007. Ilmu Kebidanan: Penyakit Kandungan Untuk Bidan. Jakarta:
EGC. Martaadisoebrata, 2005. Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugraheny, E. 2010. Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta: Pustaka
Rihama. Nugroho, T., 2011. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
POGI, IDAI, IBI, PPNI. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.
Poltekkes Kendari, 2014/2015. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
Kendari: Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari. Pudiastuti, RD., 2012. Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal dan Patologi.
Yogyakarta: Nuha Medika. Rahmawati, E. N. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Viktori Inti Cipta. Rukiyah, Ai Yeyeh, 2009. Diktat Kuliah Asuhan Kebidanan I (Kehamilan).
Jakarta: Trans Info Media. Rukmini, 2005. Ibu Bersalin dengan Berbagai Kelainan. Jakarta: RE UI. Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Setyowati dkk, 2006. Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian. Bandung: CV. Alfa Beta. Sulistyawati, A. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta:
Salemba Medika. Sumarah. 2009. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta: Fitramaya. Tangalayuk, D., 2011. Hubungan serotinus dan partus lama dengan kejadian
asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2011. Karya Tulis Ilmiah. Kendari: Poltekkes.
Varney, Helen dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vol 1. Jakarta:
EGC. Winkjosastro, H. 2009. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka. Yanti, S. M. 2009. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Pustaka
Rihama.
Lampiran 1. Master Tabel Penelitian
IDENTIFIKASI IBU BERSALIN DENGAN SEROTINUS DI RSU BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PERIODE JANUARI 2014 – JULI 2015
No. Inisial Umur Gravida Paritas Pendidikan Pekerjaan
1 Ny. Tb 32 III II Sarjana IRT
2 Ny. Wo 35 V IV SMA PNS
3 Ny. Ab 30 III II SMA IRT
4 Ny. Sk 31 IV III SMA IRT
5 Ny. Hn 38 V IV SMP Swasta
6 Ny. Ya 31 III II SMP IRT
7 Ny. Sh 27 II I Diploma Swasta
8 Ny. Wa 33 IV III SMP IRT
9 Ny. Dd 28 III II Sarjana PNS
10 Ny. Ji 33 IV III SMA IRT
11 Ny. Or 32 II I Sarjana Swasta
12 Ny. Hm 36 V IV SMP IRT
13 Ny. Dm 30 IV III SMA Swasta
14 Ny. Li 32 III II Sarjana IRT
15 Ny. Sj 39 V IV SMA PNS
16 Ny. Mr 28 II I SMA IRT
17 Ny. Hd 34 IV III SMA Swasta
18 Ny. Sg 38 V IV SMA PNS
19 Ny. Dn 31 III II SD IRT
20 Ny. Eh 25 III I SMA Swasta
21 Ny. Id 34 IV III Diploma IRT
22 Ny. Sh 40 V IV SMP IRT
23 Ny. Mi 32 III II Diploma IRT
24 Ny. Si 33 IV III SMA PNS
25 Ny. Te 39 V IV SMA IRT
26 Ny. Tl 37 V IV SMA IRT
27 Ny. Mk 34 II I Sarjana PNS
28 Ny. Sy 29 III II SMA Swasta
29 Ny. Wb 35 V IV SD IRT
30 Ny. Mm 25 III I SMP IRT
31 Ny. Kt 31 III II Sarjana IRT
32 Ny. Sh 28 II I Diploma Swasta
33 Ny. Mh 36 V IV SMA IRT
34 Ny. N 32 IV III SD Swasta
35 Ny. C 29 III II SMA PNS
36 Ny. R 37 V IV SMA Swasta
37 Ny. H 32 III II Sarjana IRT
38 Ny. R 18 II I SMP Swasta
39 Ny. S 37 V IV Diploma IRT
40 Ny. S 37 IV III SMA PNS
41 Ny. H 30 III II SMA IRT
42 Ny. S 27 III II SD IRT
43 Ny. ST 37 V IV Sarjana IRT
44 Ny. Z 30 III II SMA Swasta
45 Ny. Li 34 V IV SMA Swasta
46 Ny. N 38 V IV SMP IRT
47 Ny. W 36 IV III SD Swasta
48 Ny. N 38 V IV Sarjana PNS
49 Ny. M 34 IV III SMA IRT
50 Ny. S 36 V IV SMA PNS
51 Ny. N 33 III II SMP IRT
52 Ny. B 34 V IV Sarjana PNS
53 Ny. K 19 II I SMP Swasta
54 Ny. U 30 III II Sarjana IRT
55 Ny. A 38 V IV SMA PNS
56 Ny. Li 34 III II SMA PNS
57 Ny. Eh 30 II I SMP IRT
58 Ny. Km 36 V IV SMP IRT
59 Ny. Bh 34 IV III SMA Swasta
60 Ny. Dd 28 II I SMP IRT
61 Ny. Ji 31 III II SMA IRT
62 Ny. Or 28 II I Diploma Swasta
63 Ny. Hm 35 V IV SMA IRT
64 Ny, Fs 32 IV III Sarjana PNS