identifikasi ektoparasit pada gajah …digilib.unila.ac.id/32344/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA GAJAH SUMATERA(Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT LATIHAN
GAJAH (PLG) TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
(Skripsi)
Oleh
Purwo Kuncoro
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA GAJAH SUMATERA(Elephas maximus-sumatranus) DI PUSAT LATIHAN GAJAH (PLG)
TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
Oleh
Purwo Kuncoro
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu megasatwa yang berada di PLG TNWK. Gajah sumatera menurut IUCN tahun 2011termasuk kedalam status kritis (critically endangered). Saat ini kedala yangdihadapi dalam upaya konservasi gajah adalah infeksi parasit baik endoparasitmaupun ektoparasit. Kajian tentang ektoparasit pada gajah sumatera masih belumbanyak informasinya, untuk itu dilakukan penelitian ini yang bertujuan untukmengetahui jenis-jenis ektoparasit yang menginfeksi gajah sumatera di PLGTNWK. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2017 di PLGTNWK. Metode pemilihan sampel gajah dilakukan secara purposive samplingsedangkan metode pengambilan sampel secara rabaan, sweep net, dan light trap.Hasil dari penelitian ini teridentifikasi sebanyak empat famili dan lima jenisektoparasit yaitu dari Famili Tabanidae: Tabanus sp. 1, Tabanus sp. 2, Chrysopssp.; Family Muscidae: Musca domestica,; Famili Calliphoridae: Chrysomya sp.;dan Family Haematomyzidae: Haematomyzus elephantis. Prevalensi jenisektoparasit tertinggi pada gajah sumatera di PLG, TNWK yaitu pada Tabanus sp.1 sebesar 100% dan terendah pada Chrysops sp. sebesar 7 %.
Kata kunci : Gajah sumatera, Taman Nasional Way Kambas, Ektoparasit.
IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT LATIHAN
GAJAH (PLG) TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
Oleh
Purwo Kuncoro
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
pada Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis ini dilahirkan di Bumi Kencana pada tanggal 09
Januari 1996. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara, dari pasangan Bapak Suyanto dan Ibu Dewi.
Memiliki dua orang adik yang bernama Adi Wicaksono
dan Asyifa Safira Sari.
Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis
diawali dari Taman Kanak-Kanak Bumi Kencana tahun 2000-2007. Selanjutnya
penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 03 Bumi
Kencana tahun 2001-2007, penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah
Menengah Pertama Negeri (SMPN) 03 Terbanggi Besar tahun 2007-2010.
Kemudian Melanjutkan kembali ke Sekolah Menengah Atas (SMAN) 01 Seputih
Agung tahun 2010-2013. Tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
Melalui Jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis Pernah
menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Umum Jurusan Kehutanan,
Parasitologi dan Biologi Konservasi. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif
dalam Organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) Sebagai Anggota
Biro Kesekretariatan dan logistik (2014-2015) dan pada tahun 2015-2016 di
himpunan yang sama sebagai Anggota Bidang Komunikasi dan Informasi
(KOMINFO).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Kampung Baru, Kecamatan
Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus pada Januari-Maret 2016 dan
Melaksanakan Kerja Praktik di Laboratorium Parasitologi Balai Veteriner
Lampung pada Juli-Agustus 2016 dengan Judul “Indentifikasi Jenis Telur
Cacing Parasit Nematoda pada Sapi (Bos Sp.) di Balai Veteriner Lampung.
Kupersembahkan Karya Kecilku ini:
Kepada Kedua Orang Tua ku Bapak Suyanto dan IbuDewi yang telah memberikan segalanya untukku, kalian
adalah orang tua terbaik di dunia
Kakak dan Adikku serta nenek, pakde, dan bude yangmemberikan dukungan, semangat, dan bantuannya
untukku
Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing danmemberikan nasihat yang baik selama ini
Teman-teman, kakak-kakak, dan adik-adik yang selalumemberikanku pengalaman berharga, motivasi, dan
semangat,
Almamaterku tercinta yang menjadi kebanggaanku
MOTTO
No pain, no gain-Saadi Shirazi
Kebahagiaan itu bergantung pada dirimusendiri.- Aristoteles
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya,
lantunan shalawat beriring salam menjadi persembahan penuh kerinduan pada suri
tauladan kita Nabi Muhammad SAW.
Penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul “ IDENTIFIKASI
EKTOPARASIT PADA GAJAH SUMATERA (Elephas maximus
sumatranus) DI PUSAT LATIHAN GAJAH (PLG) TAMAN NASIONAL
WAY KAMBAS” tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada semua yang telah membatu sejak
memulai kegiatan sampai terselesaikannya skripsi ini, ucapan tulus penulis
sampaikakn kepada:
1. Keluargaku tercinta, Bapak Suyanto dan Ibu Dewi, adik-adik tersayang Adi
Wicaksono dan Asyifa Safira Sari, Nenekku Muntirah tersayang, Pakde
Sutikno dan Bude Ning Astuti, dan Kak Chandra atas segala kasih sayang
yang telah diberikan, do’a yang terus dipanjatkan, serta memberikan nasihat,
semangat serta canda tawa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dr. Emantis Rosa, M.Biomed. selaku Pembimbing 1 atas semua ilmu,
bantuan, bimbingan, nasihat, saran, dan pengarahan, baik selama perkuliahan
maupun dalam penyusunan skripsi.
3. Bapak drh. Dedi Candra, M.Si. selaku Pembimbing 2 atas semua ilmu
bantuan, bimbingan, nasihat, saran, dan pengarahan, baik selama pelaksanaan
penelitian maupun dalam penyusunan skripsi.
4. Ibu Dra. Elly L. Rustiati, M.Sc. selaku Pembahas atas semua ilmu bantuan,
bimbingan, nasihat, saran, dan pengarahan, baik selama perkuliahan maupun
dalam penyusunan skripsi.
5. Bapak Ir. Salman Farizi, M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dan motivasi selama perkuliahan maupun dalam
penyusunan skripsi.
6. Prof. Dr. Ir Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung.
7. Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
8. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Lampung.
9. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung,
Terima Kasih Telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
10. Bapak Subakir S.H., M.H., selaku kepala Balai Taman Nasional Way
Kambas.
11. Ibu Elisabeth Devi Krismurniati, S.Si., M.E., Selaku Koordinator Pusat
Konservasi Gajah (PKG) Taman Nasional Way Kambas.
iv
12. Dokter Hewan dan Staf Medis di Rumah Sakit Gajah Prof Dr. Ir. H. Rubini
Atmawidjaja., atas semua ilmu, bantuan, pengarahan, saran dalam
pelaksanaan penelitian.
13. Pawang-pawang gajah di Pusat Latihan Gajah ( Bapak Mahfud, Abah
Mandra, Mas Dwi, Mas Sigit, Pak Diki, Hendri, Putra, Pak Dedi, dan lainnya
yang tidak dapak disebutkan satu-persatu) atas pengarahan, nasihat,
dukungan, keakraban, canda dan tawa di dalam pelaksanaan penelitian di
Pusat Latihan Gajah Taman Nasional Way kambas.
14. Ibu drh. Sulinawati selaku Kepala Laboratorium Parasitologi Balai Veteriner
Lampung.
15. Keluarga besar HIMBIO FMIPA Universitas Lampung.
16. Teman-teman Biologi Angkatan 2013 (Nurohman, Hafiz Auzar, Rio Riski
Ananda, Muhammad Pazry, Nadia Eka Yulian, Alfi Hidayat, Iffa Afiqa KH, I
Nyoman Hitakarana, Merry Jayanti, Agung Kurniawan, Firda Nur Islami dan
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu) atas keakraban, canda tawa,
dukungan, kritik dan saran, motivasi dan semangat, serta sudah memberikan
kenangan indah.
17. Kakak tingkat 2009, 2010, 2011, 2012 dan adik tingkat 2014, 2015, dan 2016
terutama untuk Kak Andes, Kak Aris, Mba Dwi, Dona, Pram, Anas, Meri,
Mamat Made yang sudah membantu dan memberikan kritik dan saran.
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan penulis dukungan, berbagai kritik dan saran.
v
19. Serta Almamater Universitas Lampung Yang tercinta.
Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan pula
dari Allah SWT. Aamiin. Demikianlah semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya.
Bandar Lampung, 1 Juli 2018
Penulis,
Purwo Kuncoro
vi
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ...................................................................................................
ABSTRAK ..............................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
PERSEMBAHAN ................................................................................... i
MOTTO .................................................................................................. ii
SANWACA ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang ........................................................................... 1B. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4C. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4D. Kerangka Pikir ........................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional Way Kambas (TNWK).................................... 6B. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) ....................... 7
1. Klasifikasi ............................................................................. 72. Morfologi ............................................................................. 83. Habitat dan Penyebaran ....................................................... 94. Pakan Gajah Sumatera ......................................................... 9
C. Ektoparasit .................................................................................. 101. Kutu ...................................................................................... 11
1.1. Haematomyzus elephantis ............................................. 122. Lalat ..................................................................................... 13
2.1. Tabanus sp. ................................................................... 152.2. Musca domestica ........................................................... 162.3. Chrysomya sp. ............................................................... 172.4. Chrysops sp. .................................................................. 18
3. Beberapa Ektoparasit yang Berperan Sebagai VektorPenyakit pada Gajah Sumatera ............................................ 19
III. METODE PENELITIANA. Waktu dan Tempat ..................................................................... 21B. Alat dan Bahan ........................................................................... 21C. Metode Penelitian ..................................................................... 21D. Prosedur Kerja ........................................................................... 22
1. Pengambilan Sampel ............................................................ 222. Pengamatan Ektoparasit ....................................................... 23
E. Analisis Data ............................................................................... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil ..................................................................................... 25
1.1. Jenis Ektoparasit pada gajah Sumatera (Elephasmaximus sumatranus) di Pusat Latihan Gajah TamanNasional Way Kambas ................................................ 25
1.2. Prevalensi Ektoparasit pada Gajah Sumatera(Elephas maximus sumatranus) di Pusat LatihanGajah Taman Nasional Way Kambas........................... 28
B. Jenis Ektoparasit yang ditemukan pada gajahsumatera (Elephas maximus sumatranus) di PusatLatihan Gajah Taman Nasional Way Kambas .................... 29
C. Prevalensi Ektoparasit pada gajah Sumatera di Pusatlatihan Gajah (PLG) Taman Nasional Way Kambas .......... 37
V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan ................................................................................. 40B. Saran ........................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 41
LAMPIRAN ............................................................................................ 48
Perhitungan .............................................................................................. 50
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kriteria prevalensi tingkat serangan menurut William andBunkley (1996) .......................................................................... 24
Tabel 2. Hasil identifikasi ektoparasit pada gajah sumatera (Elephasmaximus sumatranus) di Pusat Latihan Gajah TamanNasional Way Kambas............................................................... 25
Tabel 3. Prevalensi jenis ektoparasit di Pusat Latihan Gajah TamanNasinal Way Kambas.................................................................. 28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Ektoparasit yang ditemukan di E. Maximus sumatranusPLG TNWK ........................................................................... 28
Gambar 2. Pemasangan light trap malam ..................................................... 50
Gambar 3. Light trap malam ............................................................................ 50
Gambar 4. Pemasangan light trap siang ................................................... 51
Gambar 5. Jaring sweep net ..................................................................... 51
Gambar 6. Kandang gajah sumatera ........................................................ 52
Gambar 7. Tempat Penggembalaan gajah sumatera ................................ 52
Gambar 8. Diplacodes trivialis ................................................................ 53
Gambar 9. Dundubia sp. .......................................................................... 53
Gambar 10. Drosophila melanogaster ..................................................... 54
Gambar 11. Kolam untuk memandikan gajah .......................................... 54
Gambar 12. Kait pada rostrum Haematomyzus elephantis ....................... 55
Gambar 13. Antena Tabanus sp. 1 dan mata mata majemukTabanus sp. 1 ......................................................................... 55
Gambar 14. Sayap dan bagian posterior Tabanus sp. 1 ........................... 56
Gambar 15. Mata majemuk Tabanus sp. 2 dan antena Tabanus sp. 2 ..... 56
Gambar 16. Sayap dan bagian posterior Tabanus sp. 2 ........................... 57
Gambar 17. Antena pada Chrysops sp. .................................................... 57
Gambar 18. Musca domestica Posterior (b) Musca domestica anterior ... 58
Gambar 19. Haematomyzus elephantis menginfeksi gajah ...................... 58
xi
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi Lampung memiliki dua taman nasional yaitu Taman Nasional Way
Kambas (TNWK) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Taman Nasional Way Kambas memiliki potensi sumber daya alam yaitu lima
megasatwa yang sangat khas di Indonesia harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), tapir (Tapirus
indicus), beruang madu (Helarctos malayanus), dan gajah sumatera (Elephas
maximus sumatranus) yang merupakan satwa endemik khas Sumatera
(Departemen Kehutanan, 2002).
Gajah dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu gajah asia dan
gajah afrika. Gajah sumatera termasuk kedalam gajah asia. Gajah sumatera
adalah anggota dari ordo Proboscidea yang terancam kelestariannya. Gajah
sumatera merupakan satwa langka yang keberadaannya dilindungi undang-
undang sejak zaman Belanda dengan Peraturan Perlindungan Binatang Liar
Tahun 1931 No 134 dan 266 (Jajak, 2004).
Gajah sumatera menurut IUCN status konservasinya terdaftar dalam critically
endangered (kritis) atau status konservasi yang diberikan kepada spesies yang
menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat. Status konservasi gajah
2
sumatera dalam keterangan lembaga CITES (2013) terdaftar dalam
Appendiks 1 yaitu satwa liar yang tidak boleh diperdagangkan secara
international baik gading maupun bagian tubuh lainnya. Selama kurun waktu
satu generasi atau dalam 25 tahun terakhir lebih dari 69% habitat gajah telah
hilang akibat dari pembangunan pemukiman ataupun alih fungsi lahan
menjadi perkebunan sehingga memicu terjadinya konflik antara gajah dan
manusia (IUCN, 2011).
Dalam upaya konservasi gajah sumatera tindakan seperti menangkap gajah
secara ilegal di habitat alaminya, memperjual-belikannya dan melakukan
perburuan merupakan tindakan melawan hukum. Tetapi gajah yang
memasuki pemukiman penduduk dan lahan pertanian dapat ditangkap oleh
aparat yang berwenang. Gajah hasil tangkapan kemudian dibawa ke Pusat
Latihan Gajah (PLG) yang merupakan tempat penangkaran gajah (Alikodra,
1990). Daerah sebaran gajah sumatera meliputi Povinsi Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung (Altevogt dan
Kurt, 1997).
Dalam upaya konservasi gajah sumatera ada berbagai kendala yang antara
lain yaitu penyakit. Salah satu penyakit yang menyerang gajah yaitu parasit.
Parasit yang menyerang tubuh bagian dalam disebut endoparasit, sedangkan
parasit yang menyerang tubuh bagian luar disebut ektoparasit. Ektoparasit
adalah salah satu penyakit yang menyerang tubuh gajah pada bagian kulitnya.
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya pada permukaan tubuh inangnya
(host). Keberadaan ektoparasit pada tubuh hewan dapat menyebabkan
3
kerugian yang sangat beragam (Price dan Graham, 1997).
Menurut Hadi dan Susi (2010), ektoparasit yang hidup di bagian
permukaan kulit dan diantara rambut dapat menimbulkan iritasi, gatal,
peradangan, kudis, miasis, atau berbagai bentuk reaksi alergi dan sejenisnya.
Gejala-gejala tersebut mengakibatkan rasa yang tidak nyaman dan
kegelisahan yang dapat menganggu aktivitas sehari-hari satwa.
Ektoparasit dapat menyerang hewan antara lain mamalia (kelinci, tikus,
orang utan), unggas (ayam dan burung), dan gajah. Ektoparasit yang banyak
dijumpai di Indonesia antara lain adalah berbagai jenis nyamuk (Culicidae),
lalat (Muscidae), kecoa (Diptera), tungau (Parasitiformes), caplak
(Acariformes), kutu (Phthriraptera), kutu busuk (Hemiptera), dan pinjal
(Siphonaptera) (Hadi dan Susi, 2010).
Penelitian ini dilaksanakan di PLG TNWK yang merupakan sarana hiburan
dan edukasi bagi masyarakat. Sehingga kemungkinan terjadinya kontak
antara gajah dan manusia, dan sekaligus juga kemungkinan terjadinya
penularan antara ektoparasit gajah dengan manusia. Penelitian mengenai
ektoparasit ini perlu dilakukan karena informasi mengenai ektoparasit yang
menginfeksi gajah sumatera masih terbatas. Selain dari itu keberadaan
ektoparasit yang menginfeksi gajah sumatera cenderung terus berubah sesuai
dengan kondisi lingkungan.
4
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan prevalensi
ektoparasit yang menginfeksi gajah sumatera di PLG, TNWK.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi mengenai jenis-
jenis ektoparasit gajah sumatera di PLG, TNWK. Penelitian ini juga dapat
dijadikan salah satu upaya dalam melakukan konservasi gajah sumatera di
TNWK.
D. Kerangka Pikir
Gajah sumatera merupakan satwa endemik Pulau Sumatera karena satwa ini
tidak dapat ditemukan di daerah lainnya. Penyebaran gajah sumatera meliputi
hutan di Pulau Sumatera termasuk TNWK, Provinsi Lampung.
Keberadaannya sebagai spesies payung dapat mempertahankan
keanekaragaman dalam ekosistem dianggap sangat penting.
Permasalahan yang terjadi mengenai gajah sumatera ini adalah populasinya
yang terus menurun. Hal ini disebabkan karena berkurangnya habitat alami
gajah sumatera akibat adanya alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan
pemukiman dan konflik antara gajah dan manusia tidak dapat terhindarkan.
Selain itu, permasalahan yang diakibatkan oleh penyakit juga menjadi salah
satu faktor utama menurunnya populasi gajah khususnya yang berada di
penangkaran.
5
Salah satu penyakit yang sering menyerang gajah adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit seperti ektoparasit. Ektoparasit akan mengisap darah
gajah dan menimbulkan gatal, dan kekurangan darah sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan gajah. Infeksi ektoparasit yang berat dapat
juga mempengaruhi konsumsi pakan dan selanjutnya dapat
mengakibatkan penurunan berat badan pada gajah.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional Way Kambas (TNWK)
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) adalah salah satu dari dua taman
nasional di Provinsi Lampung selain Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
yang menjadi aset penting bagi Provinsi Lampung yang merupakan sumber
keanekaragaman hayati dan sumber daya alam (Departemen Kehutanan,
2002).
Secara administratif wilayah TNWK terletak di Kecamatan Way Jepara,
Labuhan Meringgai, Sukadana, Purbolinggo, Rumbia, dan Seputih Surabaya,
Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur. Sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional
pada tahun 1990 dan ditetapkan berdasarkan SK No. 670/Kpts-II/1999
dengan luas 125621,3 hektar (Departemen Kehutanan, 2002).
Sedangkan secara geografis TNWK terletak pada106° 32' - 106° 52' BT dan
04° 37' - 05° 15' LS. termasuk dalam hutan dataran rendah, memiliki
ketinggian antara 0 m-60 m diatas permukaan laut, memiliki curah hujan
berkisar 2500 mm/tahun - 3000 mm/tahun, dan temperatur udara berkisar
28oC-37
oC. Ekosistem yang dimiliki TNWK yaitu, hutan rawa air tawar,
7
hutan bakau, padang alang-alang atau semak belukar, dan hutan sekunder
(Departemen Kehutanan, 2002).
Selain dari kelima megasatwa yang berada di TNWK, potensi fauna lainnya
yaitu anjing hutan (Cuon alpinus), rusa (Cervus unicolor), ayam hutan
(Gallus gallus), rangkong (Buceros sp.), owa (Hylobates moloch), lutung
merah (Presbytis rubicunda), siamang (Hylobates syndactylus), monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), mentok rimba
(Cairina scutulata), burung pecuk ular (Anhinga melanogaster) dan
sebagainya (Departemen Kehutanan, 2002).
Terdapat dua penangkaran di TNWK yaitu Pusat Konservasi Gajah (PKG)
Pada awalnya PKG sendiri bernama pusat latihan gajah (PLG) yang
merupakan tempat penangkaran bagi gajah sumatera secara eks situ dan
Suaka Rhino Sumatera (SRS) merupakan tempat penangkaran bagi badak
sumatera. (Soehartono et al., 2007).
B. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)
1. Klasifikasi
Klasifikasi gajah sumatera menurut Murray dan Mikota (2006) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Class : Mammalia
Order : Proboscidea
8
Family : Elephantidae
Genus : Elephas
Species : Elephas maximus
Sub species : Elephas maximus sumatranus
2. Morfologi
Gajah sumatera yang termasuk dalam gajah asia (E. maximus) memiliki
ukuran tubuh lebih kecil dari gajah yang ada di Afrika (Loxodonta
africana, Loxodonta cyclotis), Gajah sumatera mempunyai perbedaan
ukuran tubuh pada gajah jantan dan gajah betina. Berat tubuh yang
dimiliki gajah jantan dapat mencapai 5.400 kg dan tinggi tubuh mencapai
3,2 m. Sedangkan berat dari gajah betina dapat mencapai 4.160 kg dan
tinggi tubuh mencapai 2,54 m. (Sukumar, 2003)., (Shoshani and
Eisenberg, 1982).
Gajah sumatera memiliki gading pada yang jantan, sedangkan pada
betina memiliki gading yang berukuran jauh lebih kecil atau disebut
dengan caling, gading dan caling akan terus tumbuh selama hidupnya.
Warna kulit gajah gajah sumatera cenderung memiliki abu-abu terang
dengan ciri pada kulit, mempunyai bintik kecil terang di permukaan
telinga dan belalai (Deraniyagala, 1955)., (Sukumar, 2003).
9
3. Habitat dan Penyebaran
Habitat gajah sumatera tersebar di berbagai wilayah antara lain di hutan
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan
Lampung (Altevogt dan Kurt, 1997). Gajah dapat hidup mulai dari hutan
basah berlembah dan hutan payau di dekat pantai sampai hutan yang
terletak di pegunungan pada ketinggian 2.000 m (Abdullah dkk., 2005)
Gajah sumatera memiliki kriteria khusus dalam pemilihan habitat, antara
lain didaerah dengan kemiringan yang landai (0 m - 20 m); jarak sumber
air yang dekat (0 m - 250 m), kondisi habitat dengan jarak hutan primer
yang dekat (0 m - 500 m), ketersediaan pohon dengan frekuensi jarang
(< 3 pohon), ketinggian lahan (0 m - 400 m), ketersediaan pakan yang
banyak (75%), penutupan tajuk yang jarang (0%-25%), dan gajah lebih
suka memilih hutan sekunder (Abdullah dkk., 2005).
Sanjutnya Abdullah dkk (2012) melaporkan bahwa kolam-kolam yang
mengandung garam mineral biasanya berada dihutan sekunder yang
merupakan habitat yang disukai gajah sumatera. Kolam ini akan
digunakan gajah sumatera untuk berkubang (menggaram) dalam
memenuhi kebutuhan garam bagi tubuhnya.
4. Pakan Gajah Sumatera
Gajah sumatera menyukai makanan beragam yang terdiri dari tumbuhan
ilalang, semak, ranting pohon, kulit kayu, pohon palem, biji-bijian, dan
10
berbagai macam jenis rumput (Murray dan Mikota, 2006). Menurut
Saragih (2014) terdapat dua jenis tumbuhan yang menjadi preferensi
paling tinggi dipilih oleh gajah sumatera. Jenis tumbuhan tersebut adalah
tepus (Alpinia spp.) dan alang-alang (Imperata cylindrica).
Tepus merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari suku Zingiberaceae
yaitu banyak ditemukan di tipe habitat hutan sekunder dan hutan primer
dan alang-alang yang berasal dari suku Poaceae banyak ditemukan di
tipe habitat semak belukar. Gajah sumatera yang berada di lokasi
penggembalaan seperti gajah sumatera di PKG tidak hanya memakan
satu jenis pakan, tetapi berganti jenis pakan apabila terdapat jenis lain
yang disukai oleh gajah (Maharani, 2014).
C. Ektoparasit
Ektoparasit merupakan parasit yang hidup di luar tubuh host (inang).
Ektoparasit pada umumnya termasuk dalam filum Arthropoda yang terdiri
dari berbagai subfilum, seperti subfilum Chelicerata (mites, ticks) dan
subfilum Mandibulata (Insecta). Subfilum Mandibulata merupakan subfilum
paling penting dalam dunia peternakan karena dapat berperan sebagai agen
penyebab penyakit patologis pada hewan (Hendrix and Robinson, 2006).
Menurut Hopla dkk. (1994) ada tiga jenis ektoparasit yang menyerang, yaitu
kutu, nyamuk dan lalat. Ektoparasit yang menyerang gajah dapat dijelaskan
sebagai berikut:
11
1. Kutu
Kutu merupakan serangga ektoparasit obligat karena seluruh hidupnya
berada pada dan tergantung pada tubuh inangnya. Oleh karena itu secara
morfologi kutu ini sudah beradaptasi dengan cara hidupnya, misalnya
dengan tidak memiliki sayap, sebagian besar tidak bermata, bentuk tubuh
yang pipih dorsoventral, bagian mulut disesuaikan untuk menusuk-isap
atau untuk mengunyah, dan memiliki enam tungkai atau kaki yang kokoh
dengan kuku yang besar pada ujung tarsus yang bersama dengan tonjolan
tibia berguna untuk merayap dan memegangi bulu atau rambut inangnya.
(Hadi, 2010).
Kutu mengalami metamorfosis tidak sempurna, mulai dari telur, nimfa
instar pertama sampai ketiga lalu dewasa. Seluruh tahap
perkembangannya secara umum berada pada inangnya. Telurnya
berukuran 1–2 mm, berbentuk oval, berwarna putih dan pada beberapa
jenis permukaan telur bercorak-corak dan dilengkapi dengan operkulum.
Telur kutu disebut nits (lingsa, Jawa), yang direkatkan pada bulu
(rambut) inangnya dengan semacam zat semen pada bagian ujung dasar
telur. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor induk kutu mencapai 10–
300 butir selama hidupnya. Telur menetas menjadi nimfa (kutu
muda)setelah 5–18 hari tergantung jenis kutu. Warna nimfa dan kutu
dewasa keputih-putihan, dan makin tua umurnya makin berwarna gelap.
Kutu dewasa bisa hidup 10 hari hingga beberapa bulan (Hadi, 2010).
12
Kutu termasuk kedalam serangga yang diklasifikasikan kedalam ordo
Phthiraptera atau dapat dibagai kedalam dua sub ordo yaitu Anoplura
(kutu hisap) dan Mallophaga (kutu mengunyah atau menggigit). Sekitar
540 spesies dari kutu hisap diantaranya merupakan ektoparasit
haematophagous obligat pada mamalia. Dua Marga dari kutu penghisap
Haematopinus dan Linognathus sangat menonjol sebagai ektoparasit
ternak. Pada Kuda, sapi, domba, kambing dan babi dapat sangat penuh
dengan kutu penghisap (Hopla et al., 1994).
Ektoparasit yang menyerang gajah yaitu Haematomyzus elephantis. H.
elephantis ditemukan di gajah Afrika dan India biasanya menyebabkan
dermatitis (Raghavan et al., 1968).
1.1. Haematomyzus elephantis
Klasifikasi Haematomyzus Elephantis menurut (Price dan Graham,
1997) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Phthiraptera
Family : Haematomyzidae
Genus : Haematomyzus
Spesies : Haematomyzus elephantis
13
Menurut Wall dan Shearer (2001) Haematomyzus elephantis
memiliki tubuh dengan bentuh pipih dorsoventral, dengan tubuh
yang tersegmentasi. Caput terdiri dari antena tersegmentasi rostum
dengan rahang bawah yang dikembangkan sebagai organ
menggigit. Tiga pasang kaki, masing-masing dengan lima segmen,
bergabung dari thorax. Abdomen yang memiliki enam pasang
spirakel, adalah bagian terpanjang dari tubuh, betina yang relatif
lebih besar dan lebih panjang
Telur dari kutu gajah yang melekat pada rambut gajah. Induk dari
kutu gajah melubangi atau memahat bulu-bulu seperti proses untuk
menanamkan telur ke dalam kulit. Telur tunggal melekat di tubuh
inang dengan setetes cairan seperti lem dari kutu yang tahan air.
Dasar poros telur dan rambut dikelilingi oleh cairan lem ini untuk
tetap diam. Zigot dalam telur menetas dari telur, berkembang
menjadi nimfa, dan dalam perkembangan selanjutnya berubah
menjadi kutu dewasa untuk menghisap darah dari tubuh inangnya.
Nimfa menyerupai kutu gajah dewasa dan memiliki kebiasaan yang
sama, tetapi terdapat sedikit perbedaan dari morfologi tubuh nimfa
(Grzimek, 1972).
2. Lalat
Lalat pada umumnya termasuk kedalam ordo Diptera, yang dibagi
menjadi tiga subordo yaitu Nematocera, Bachycera dan Cyclorrhapha.
14
Lalat juga masuk kedalam ketiga subordo tersebut (Hadi, 2010) Ciri
utama lalat yaitu memiliki sepayang sayap pada mesothorax, bagian
tubuhnya dibagi atas tiga bagian yaitu caput, thorax, abdomen. Bagian
mulut atau probosis yang memanjang digunakan untuk menghisap dan
menusuk makanan. Memiliki antena yang bervariasi tergantung pada
famili lalat tersebut.
Semua lalat mengalami metamorfosis sempurna dalam
perkembangannya. Telurnya diletakkan dalam medium yang dapat
menjadi tempat perindukan larva. Larva seringkali makan dengan rakus.
Umumnya larva lalat mengalami empat kali molting selama hidupnya.
Periode makan ini bisa berlangsung beberapa hari atau minggu,
tergantung suhu, kualitas makan, jenis lalat dan faktor lain. Setelah itu
berubah menjadi pupa. Kebanyakan larva yang bersifat terestrial ini
cenderung meninggalkan medium larva menuju tempat yang lebih kering
untuk pupasi. Stadium pupa bisa beberapa hari, minggu atau bulan. Lalat
dewasa muncul, kemudian terbang, mencari pasangan untuk kawin, dan
yang betina setelah itu akan bertelur (Hadi, 2010).
Populasi lalat meningkat tergantung musim dan kondisi iklim, dan
tersedianya tempat perindukan yang cocok. Suhu lingkungan,
kelembaban udara dan curah hujan adalah komponen cuaca yang
mempengaruhi kualitas dan kuantitas makhluk hidup di alam. Larva lalat
amat rentan terhadap kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang
dan curah hujan yang berlebihan (Hadi, 2010).
15
Menurut Zumpt et al (1970) ada beberapa lalat yang menyerang gajah
semak afrika Loxodonta africana, dan gajah India (Elephas Maximus)
yaitu lalat Pharyngobolus africanus menyerang bagian faring, larva lalat
ini ditemukan di daerah di sekitar esofagus pada gajah afrika yang telah
mati di kebun binatang di Vienna. Lalat Cobboldia elephantis larva lalat
ini ditemukan di bagian perut pada gajah India, dan beberapa lalat
lainnya seperti Cobboldia loxodontis, Cobboldia roverei Neocuterebra
squamosa, Ruttenia loxodontis, dan Radhainomyia roverei kebanyakan
dari lalat ini menyerang gajah africa dan gajah india merupakan hospes
yang rentan terserang lalat tersebut.
2.1. Tabanus sp.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Tabanidae
Genus : Tabanus
Species : Tabanus sp. (Astuti, 2007)
Tabanus sp. memiliki nama lain yaitu lalat pitak, lalat kuda, lalat
piteuk, buyung jaran, hourse fly. Lalat ini mempunyai bentuk tubuh
berupa lalat besar, ukuran berkisar 10 - 25 mm, antena nya
tergolong berukuran pendek yang terdiri dari tiga ruas. Habitat lalat
16
ini biasa berada disawah, aliran air yang lambat, dan rawa-rawa
(Hadi dkk., 2013)
Metamorfosis lalat ini tergolong sempurna yaitu dari telur, larva,
pupa sampai dewasa. Siklus hidup Tabanus berlangsung beberapa
bulan hingga tahun tergantung kepada jenis spesies dan suhu
dilingkungan sekitar. Tempat-tempat yang bersifat akuatik dan
semiakuatik, seperti persawahan, rawa-rawa, lumpur atau kolam air
payau dan tawar menjadi tempat perindukan yang disukai lalat ini
(Soviana, 1988)
2.2. Musca Domestica
Klasifikasi Musca Domestica
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Muscidae
Genus : Musca
Species : Musca domestica (Lilies, 1991).
Menurut Arroyo dan Capinera (1998) lalat Musca domestica
dewasa memiliki panjang 6-7 mm, betina biasanya lebih besar dari
individu jantan. Lalat betina dan jantan bisa dibedakan dengan
ruang yang relatif lebar antar mata (pada jantan, mata hampir
17
menyentuh). Kepala lalat dewasa memiliki mata kemerahan dan
bagian mulut ang menempel, pada bagian thorax ada empat garis
hitam yang sempit dan terdapat lengkungan tajam ke atas pada
vena sayap longitudinal keempat.
Abdomen berwarna abu-abu atau kekuningan dengan garis tengah
gelap dan tanda-tanda gelap yang tidak teratur di kedua sisinya.
Bagian bawah jantan berwarna kekuningan (Arroyo and Capinera,
1998). Menurut Hastutiek dan Fitri (2007) sebagian besar (95%)
dari berbagai jenis lalat yang dijumpai di sekitar rumah dan
kandang, adalah lalat jenis ini.
2.3. Chrysomya sp.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Calliphoridae
Genus : Chrysomya
Species : Chrysomya sp. (Hadi dkk., 2013)
Chrysomya sp. memiliki morfologi yaitu warna tubuh hijau
kebiruan metalik, panjang tubuh 9,5 mm, panjang venasi sayap 5
mm, thorax berwarna hijau metalik kecokelatan, permukaan tubuh
tertutup dengan bulu-bulu pendek keras dan jarang letaknya.
18
Abdomen berwarna hijau metalik mempunyai garis-garis
transversal. Pada bagian mulutnya bewarna kuning. Mata
berukuran besar dan berwarna merah gelap. Sayap jernih dengan
guratan urat-urat yang jelas (Putri, 2015). Ciri-ciri lalat Chrysomya
sp menurut (Borror et al., 1992) adalah memiliki tubuh berwarna
hijau metalik, mempunyai sungut (arista) plumosa pada ujungnya.
2.4. Chrysops sp.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Tabanidae
Genus : Chrysops
Species : Chrysops sp. (Hadi dkk., 2013)
Larva Chrysops memakan bahan organik di dalam tanah. Larva
dari Chrysops sp. disebut hydrobiont yaitu hewan yang
menghabiskan waktu di air dan ditemukan di daerah dengan kadar
air tinggi. Lalat rusa dewasa berukuran berkisar dari 7 sampai 10
mm, memiliki garis-garis di perut, dan memiliki belang-belang
sayap dengan bercak gelap (Squiter, 2014).
19
Chrysops biasanya memiliki inang sapi dan kerbau, habitat
pradewasa di daerah akuatik, dan rawa-rawa. Chrysops dapat
menyebabkan anemia, kegatalan, sebagai vektor dari penyakit
surra, serta dapat menyebabkan antraks. Bentuk umum dari lalat ini
besar, berukuran 10 - 15 mm, mulut untuk merobek jaringan dan
menghisap darah, antena panjang terdiri dari tiga ruas, memiliki
pola sayap khas (Hadi dkk., 2013).
3. Beberapa Ektoparasit yang Berperan Sebagai Vektor Penyakit pada
Gajah Sumatera
Tabanus berperan sebagai vektor penyakit sura (Veer et al., 2002),
anaplasmosis (Rodriguez-Vivas et al., 2004), dan antraks. Trypanosoma
evansi yang merupakan agen penyakit sura dapat bertahan selama 10
sampai 15 menit pada probosis Tabanus. Waktu yang dibutuhkan lalat ini
untuk mengisap darah inangnya dalam sekali makan sekitar 4 menit,
sedangkan aktifitas tersebut terjadi dalam 3 sampai 4 hari sekali.
Tabanus berpotensi menyebarkan agen penyakit apabila jumlah
populasinya meningkat pada musim hujan (Baticados et al., 2011).
Selain itu, Tabanus juga berisiko menjadi vektor mekanik bagi penyebaran
rickettsia Anaplasma marginale (Inci et al., 2013). Menurut Scoles (2008),
A. marginale dapat ditemukan pada probosis Tabanus, rata-rata jumlah
agen penyakit tersebut menurun pada probosis lalat yang dibedah 20 menit
setelah lalat selesai mengisap darah.
20
Lalat Chrysops menjadi vektor dari penyakit surra, Loaiasis, dan
Tularemia (Hadi, 2010) Loaiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh
cacing Loa loa. Cacing Loa loa adalah parasit menyerang mata. Tularemia
adalah penyakit infeksi kulit menular yang disebabkan oleh Pasteurella
tularensis.
Lalat Chrysomya dapat menyebabkan miasis Menurut Wardhana (2006)
infestasi larva myiasis tidak menimbulkan gejala klinis yang spesifik dan
sangat bervariasi tergantung pada lokasi luka. Gejala klinis pada hewan
antara lain berupa demam, radang, peningkatan suhu tubuh, kurang nafsu
makan, tidak tenang sehingga mengakibatkan ternak mengalami
penurunan bobot badan dan produksi susu, kerusakan jaringan, infertilitas,
hipereosinofilia serta anemia. Apabila tidak diobati, miasis dapat
menyebabkan kematian ternak sebagai akibat keracunan kronis amonia.
M. domestica dianggap sebagai serangga pengganggu karena merupakan
vektor mekanis beberapa penyakit dan penyebab miasis pada manusia dan
hewan. Lalat Musca juga mengganggu dari segi kebersihan dan
ketenangan (Hastutiek dan Fitri, 2007)
21
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Meret sampai Mei 2017. Pengambilan
sampel dilaksanakan di Pusat Latihan Gajah (PLG) dan Rumah Sakit Gajah
Prof Dr. Ir. H. Rubini Atmawidjaja, Taman Nasional Way Kambas (TNWK)
dan identifikasi dilakukan di Laboratorium Parasitologi, Balai Veteriner
Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol koleksi, sweep net,
light trap, kelambu putih, pisau, kertas label, cawan petri, pinset, kapas,
mikroskop bedah, dan buku identifikasi ektoparasit. Bahan - bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu alkohol 70%, air dan gajah sumatera.
C. Metode Penelitian
Pemilihan sampel gajah dilakukan secara Purposive Sampling yaitu memilih
gajah sumatera yang berada di lingkungan PLG, TNWK yang kesehatannya
terganggu atau terinfeksi, informasinya diperoleh atas bantuan bantuan
anggota medis dan pawang gajah (Mahout) yang ada Rumah Sakit Gajah Prof
Dr. Ir. H. Rubini Atmawidjaja.
22
Pengambilan sampel ektoparasit dilakukan dengan memilih gajah sebanyak
14 ekor yang terduga atau terindikasi kurang sehat dengan ciri-ciri aktivitas
kurang menurun, lebih banyak mengosokkan tubuh ke tanah, atau batang
pohon, nafsu makan berkurang.
D. Prosedur Kerja
1. Pengambilan Sampel
1.1. Pengambilan sampel ektoparasit berupa kutu diambil dari gajah
dengan cara melakukan rabaan jari diseluruh tubuhnya di rumah sakit
gajah dan di lapangan tempat penggembalaan gajah. Kemudian sampel
yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol
70% dan diberi label untuk selanjutnya diidentifikasi.
1.2. Pengambilan ektoparasit yang bersifat fakultatif pada stadium
dewasa dilakukan dengan menggunakan perangkap cahaya (Ligth Trap)
mengikuti metode Gevit dkk. (2013). Light trap diletakkan didekat gajah
yang diduga terinfeksi ektoparasit, dan peletakan dilakukan malam hari
dari jam 17.00-06.00 pagi dan dari jam 09.00-15.00 dengan selama tiga
hari. Ektoparasit yang tertangkap dalam light trap dimasukkan dalam
botol yang berisi alkohol 70%, untuk selanjutnya di identifikasi.
1.3. Sweep net digunakan untuk menangkap serangga yang aktif terbang.
Caranya dengan mengayun-ayunkan sweep net zig zag sebanyak 10 kali
pengayunan disetiap patok atau tempat penggembalaan gajah yang
23
terindikasi terinfeksi ektoparasit. Penangkapan dilakukan pagi pada pukul
09.00- 10.30 WIB pagi, sedangkan untuk penangkapan kedua dilakukan
pada sore hari yaitu pada pukul 15.00-16.30 WIB. Serangga yang berhasil
tertangkap akan dimasukkan ke dalam botol koleksi yang sudah diberi
alkohol 70% untuk selanjutnya diidentifikasi (Gevit, dkk 2013). Semua
sampel yang telah diperoleh dari gajah kemudian dipisahkan berdasarkan
taksa serangga.
2. Pengamatan Ektoparasit
Sampel yang telah diperoleh dari gajah kemudian di identifikasi dengan
cara meletakkan sampel ke dalam cawan petri. Sampel yang sudah
terbius atau mati diambil satu persatu dan diletakkan pada cawan petri
dengan menggunakan pinset. Kemudian, sampel diidentifikasi di bawah
mikroskop untuk diamati ciri morfologinya dengan menggunakan buku
panduan Hidajati, et. al. (2009), Lilies (1991), Noble and Noble (1989).
E. Analisa data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, foto dan selanjutnya
dideskripsikan masing-masing jenisnya sesuai dengan ciri-ciri yang telah
diamati.
Untuk mengetahui prevalensi ektoparasit dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut, (Kabata, 1986) :
Prevalensi:
24
Untuk mengetahui tingkat serangan ektoparasit yang menginfeksi gajah
sumatera, mengikuti kriteria menurut William and Bunkley (1996) dalam
Maulana (2017) (Tabel 1).
Tabel 1. Kriteria prevalensi tingkat serangan menurut William and Bunkley
(1996)
No. Tingkat serangan Keterangan Prevalensi
1 Selalu Infeksi sangat parah 100-99 %
2 Hampir selalu Infeksi parah 98-90 %
3 Biasanya Infeksi sedang 89-70 %
4 Sangat sering Infeksi sangat sering 69-50 %
5 Umumnya Infeksi biasa 49-30 %
6 Sering Infeksi sering 29-10 %
7 Kadang Infeksi kadang 9-1 %
8 Jarang Infeksi jarang >1-0,1 %
9 Sangat jarang Infeksi sangat jarang >0,1-0,01 %
10 Hampir tidak pernah Infeksi tidak pernah >P0, 01 %
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Jenis-jenis ektoparasit yang ditemukan dari penelitian ini terdapat 4 famili
dan 5 jenis ektoparasit. Famili Tabanidae jenisnya Tabanus sp. 1,
Tabanus sp. 2, dan Chrysops sp.; famili Muscidae jenisnya Musca
domestica,; famili Calliphoridae jenisnya Chrysomya sp. dan famili
Haematomyzidae jenisnya Haematomyzus elephantis.
2. Prevalensi jenis ektoparasit tertinggi pada gajah sumatera di PLG, TNWK
yaitu pada Tabanus sp. 1 sebesar 100% dan terendah pada Chrysops sp.
sebesar 7 %
B. Saran
Dari hasil penelitian identifikasi ektoparasit pada gajah sumatera di pusat
latihan gajah Taman Nasional Way Kambas yang telah dilakukan, disarankan
untuk melakukan penelitian dengan menyesuaikan jadwal pemberian obat dan
vitamin pada gajah sumatera sehingga dapat diperoleh ektoparasit yang
berbeda baik jenis maupun jumlah.
41
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Asiah, dan T. Japisa. 2012. Karakteristik habitat gajah sumatera
(Elephas maximus sumatranus) di kawasan ekosistem seulawah kabupaten
Aceh besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi. Biologi Edukasi 4(1): 41--
45.
Abdullah, D.N. Choesin dan A. Sjarmidi. 2005. Estimasi Daya Dukung Pakan
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temmick) di Kawasan
Hutan Tessonilo. Prov Riau. J. Ekologi dan Biodiversitas Vol. 4 No. 2.
Intitut Teknologi Bandung, Bandung. 37-41 hlm.
Altevogt, R., dan Kurt. 1997. Elephant in Sumatera Island In Managing. Elephant
Depredetion in Agriculture and Foerstry Project. Washington DC, Word
Bank.
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar jilid 1. Penerbit IPB Press, Bogor.
Arnest. 1985. American Insects: A Handbook of the Insects of America North of
Mexico. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Arroyo H. S., Capinera J. L. 1998. House fly, Musca domestica Linnaeus (Insecta:
Diptera: Muscidae) Entomology and Nematology Department, university of
florida
Baticados, W. N., C. P. Fernandez dan A. B. Baticados. 2011. Molecular
detection of Trypanosoma evansi in cattle from Quirino Province,
Philippines. Veterinarski Arhiv 81 (5), 635-646, 2011
Borror, D.J., C.A. Triplehom., and N.F. Jonhson, 1992. An introduction to the
insect terjemahan Partosoedjono, S dan Mukayat, D.B. Gajah Mada
Universitas Press. Yogyakarta: xviii+1009 hlm.
Brauer, F. 1866. Pharyngolobus africanus m. Eine Oestride aus dem rachen eines
afrikanischen Elefanten. Nachtrag zur Monographic der Oestriden Verh.
Zool. Bet. Gets wien. 16:879-884.
Brauer, F. 1897. Beitrage zur kenntnis aussereuropaischer Oestriden und
parasitischer Muscarien. Denkschr. Akad. Wiss. Wien 64:259-282.
42
Brotowidjoyo, M. D. 1987. Parasit dan Parasitisme edisi 1. Media Press. Jakarta.
Bunchu, Nophawan. 2012. Blow Fly (Diptera: Calliphoridae) In Thailand:
Distribution, Morphological Identification and Medical Importance
Appraisals. International Journal of Parasitology Research. Vol. 4, Issue 1
Pp.-57-64.
By D. A. Parry. 1947. The Function Of The Insect Ocellus. From The Department
Of Zoology, University Of Cambridge
Cantu A, Ortega JA, Mosqueda J, Zeferino GV, Scott EH, John EG. 2007.
Immunologic and molecular identification of Babesia bovis and Babesia
bigemina in free-ranging white-tailed deer in Northern Mexico. J Wildl Dis.
43(3):504–507.
CITES. 2013. Appendix 1, as adopted by the conference of the parties. Diakses 15
November 2016. Pukul 15.30 WIB. Sumber http://www. cites.org/eng/
append/ III. html.
Departemen Kehutanan. 2002. Data dan Informasi Kehutanan Provinsi lampung.
Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan. Badan Planologi Kehutanan,
Departemen Kehutanan. 13 hlm.
Deraniyagala, P. E. P. 1955. Some extinct elephants, their relatives, and the two
living species. National Museum of Ceylon, Colombo.
Dendo, F. T. 2003. Lalat Penghisap Darah (Haematobia exigua de Meijere, 1903)
pada Sapi Sumba Ongole dan Musuh Alaminya [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Ferris, G. F. 1931. The louse of elephants Haematomysvs elephantis Piaget
(Mallophaga:Haematoinyzidae). Parasitology, (1) :112-127.
Firqan, I. 2012. Melirik peran dan daya guna taman konservasi Lampung.
Diakses: 23 November 2016. Pukul 11:05 WIB. Sumber. http:// astacala.
org/wp/2012/03/melirik-peran-dan-daya-guna-taman-konservasi-gajah-di-
lampung/.
Fotedar R. Vector Potensial of Houseflies (M. domestica) in Tranmission of
Vibrio cholera in India. Acta Tropica. 2000. 78 (220): 31-34.
Gevit RT., Mena U., dan Lisnawita. 2013. Indeks Keanekaragaman Jenis
Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di
Kebun Helvetia Pt. Perkebunan Nusantara II. Jurnal Online
Agroekoteknologi Vol.1, No.4,
43
Grzimek. 1972. Grhizmek's Animal Encyclopedia: Volume 2 Insects. New York:
Van Nostrand Reinhold Company.
Hadi, U.K. 2010. Bioekologi Berbagai Jenis Serangga Pengganggu pada Hewan
Ternak di Indonesia dan Pengendaliannya. Dept Ilmu Penyakit Hewan
dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor.
Hadi, U. K., S. Soviana, dan T. Syafriati. 2011. Ragam jenis nyamuk di
sekitarkandang babi dan kaitannya dalam penyebaran Japanese
Encephalitis. J Vet. 12(4):326-334.
Hadi, U. K., dan S. Soviana. 2010. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, dan
Pengendaliannya. IPB Press. Bogor.
Hadi, U. K., D. J., Gunandini, S. Soviana, dan Supriyono. 2013. Atlas Entomologi
Veteriner. IPB Press. Bogor
Hastutiek, P., Fitri L. E. 2007. Potensi Musca domestica Linn. Sebagai Vektor
Beberapa Penyakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. Xxiii, No. 3,
Hamid I. M. N. Croof, Mai M. Nour. and Nahla O. M. Ali. 2017. Morphological
Identification of Horse Flies (Diptera: Tabanidae) and Estimation of their
Seasonal Abundance in Al-Showak District, Gedaref State, Eastern Sudan.
IRA-International Journal of Applied Sciences ISSN 2455-4499; Vol.06,
Issue 02
Hendrix, C. M., and E. Robinson. 2006. Diagnostic Parasitology for Veterinary
Technicians. 3th Ed. Mosby Inc. an affiliate Elsevier Inc.
Hidayajati, S., Y. P. Dachlan, dan S. Yotopranoto. 2009. Atlas Parasitologi
Kedokteran. EGC. Jakarta.
Homer MJ, Delfin IA, Telford III SR, Krause PJ, Persing DH. 2000. Babesiosis.
Clin. Microbiol. Rev. 13(3):451.
Hoogstraal, H. The Elephant Louse, Haematomyzus Elephahtis Piaget, 1869,On
Wild African Elephants And Warthogs. Department Of Medical Zoology,
Ff. S. .Naval Medical Research Unit Number Three, Cairo, Egypt. Proc.
Ext. Soc. Wash., Vol. 60, So. 5,
Hopla, C.E., Durden, L.A. and Keirans, J.E. 1994 Ectoparasites and
Classification. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 1994, 13 (4), 985-1017IUCN.
2001. IUCN Red List Categories and Criteria: version 3.1. IUCN Species
Survival Commission. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK.
44
Indayati, N. 1999. Pengaruh Umur Betina dan Macam Strain Jantan Terhadap
Keberhasilan Kawin Kembali Individu Betina D. Melanogaster. Skripsi.
Tidak diterbitkan. Malang: FPMipa IKIP Malang.
Inci, A., S. Yazar, A. S. Tuncbilek, R. Canhilal, M. Doganay, L. Aydin, M. Aktas,
Z. Vatansever, A. Ozdarendeli,Y. Ozbel, A. Yildirim, and O. Duzlu. 2013.
Vectors Vector-Borne Diseases in Turkey. Ankara Üniv Vet Fak Derg, 60,
281-296,
IUCN (International Union for Concervation of Nature). 2011. Elephas maximus
ssp. sumatranus. http://www.iucnredlist.org/details/199856/0 dikunjungi
pada tanggal 6 Oktober 2016 pukul 14. 25 WIB.
Jajak M.D. 2004. Binatang-Binatang Yang Dilindungi. Jakarta. Progres.
Karmana, I. Wayan. 2010. Pengaruh macam strain dan umur beina terhadap
jumlah turunan lalat buah (Drosophila melanogaster). Dalam jurnal Gane
C. Swara Vol. 4 No. 2, semptember 2010
Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of fish cultured in the tropics. Taylor and
Francis, London.
Lilies, C. 1991. Kunci Determinasi Serangga, Kanisius. Yogyakarta.
Mahanani, A.I. 2012. Strategi konservasi gajah sumatera (elephas maximus
sumatranus) di Suaka Margasatwa Padang Pesugihan provinsi Sumatera
selatan berdasarkan daya dukung habitat. Tesis. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Murray, E. F., dan S. K. Mikota. 2006. Biology, Medicine, and Surgery of
Elephant. Wiley-Blackwell Publishing. New Jersey, United States.
Meytasari, P., S. Bakri, dan S. Herwanti. 2014. Penyusunan Kriteria Domestikasi
dan Evaluasi Praktek Pengasuhan Gajah: Studi di Taman Nasional Way
Kambas Kabupaten Lampung Timur. J. Sylva Lestari Vol. 2 No. 2 Mei
2014. Jurusan kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 79-88
hlm.
Noble, E.R. and G. A. Noble. 1989. Parasitologi : Biologi Parasit Hewan edisi 5.
UGM Press. Yogyakarta.
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi edisi 3 . Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
O'Toole. 1986. The Encyclopedia of Insects. New York: Facts on File Publica-
tions.
45
Overmeer, W. P. J. and J. P. Duffels. 1967. A Revsionary Study of the Genus
Dundubia Amyot and serville (Homoptera, Cicadidae). Zoological
Museum of the University of The Amsterdam. Vol. 14 No. 166.
Price, M.A. and O.H. Graham. 1997. Chewing and Sucking Lice as Parasites of
Mammals and Birds. Department of Agriculture. United States
Putri, Y. P. 2015. Keanekaragaman Spesies Lalat (Diptera) dan Bakteri pada
Tubuh Lalat di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (Tpa) dan Pasar.
Jurnal Teknik Lingkungan Unuversitas Andalas 12 (2) : 79-89
Raghavan, R.S., Reddy, K.R. and Khang, A . ( 1968) . Dermatitis In Elephants
Caused By The Louse Haematomyzus Elephantis (Piaget 1 8 6 9 ) . Indian
Vet. J., 45, 700-701.
Robert. J. Brokers. 2005. Genetic Analysis and Principles. Third Edition
McGrow. Hill International edition
Rodriguez-Vivas, R. I., Y, Mata-Mendez, E, Perez-Gutierrez, and G, Wagner.
2004. The Effect of Management Factor on the Seroprevalence of
Anaplasma marginale in bos indicus cattle in the Mexican Tropics.
Tropical Animal Health and Production, 36(2), 135-143.
Saragih, C. O. 2014. Kajian Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatranus) di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Skripsi. Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Lampung. 48 hlm.
Scoles, G.A, W. L. Goff, T. J. Lysyk, G. S. Lewis, and D. P. Knowles. 2008.
Validation of an Anaplasma marginale cELISA for use in the diagnosis of
A. ovis infections in domestic sheep and Anaplasma spp. in wild ungulates.
Veterinary Microbiology 130 (2008) 184–190
Service, M. 2012. Medical Entomologi For Student. Cambridge University Press.
New York.
Shoshani, J. dan J. F Eisenberg, 1982. Elephas Maximus. The American Society
of Mammalogists.
Siregar A. N., D. Bakti, F. Zahara. 2014. Keanekaragaman Jenis Serangga di
Berbagai Tipe Lahan Sawah. Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No.
2337- 6597 Vol.2, No.4 : 1640 – 1647
Soehartono, T., H. D. Susilo, A. F. Sitompul, D. Gunaryadi, E. M. Purastuti W. Azmi,
N. Fadhli dan C. Stremme. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
Gahah Sumatera dan Gajah Kalimantan 2007-2017. Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan RI. 36
hlm.
46
Soviana, S. 1988. Lalat Tabanidae dan Peranannya dalam Epidemologi Penyakit
Surra. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.
Squitier J. M., 2014. Deer Flies, Yellow Flies, and Horse Flies: Chrysops,
Diachlorus, and Tabanus spp. (Insecta: Diptera: Tabanidae) Entomology
and Nematology Department, university of florida.
Subramanian, K.A. (2005). Dragonflies and Demselflies of Peninsular India-A
Field Guide. A collaboration of centre for Ecological Science, Institute of
Science, Bangalor and Indian Academy of Science.
Suranga H.VW., et al. 2016. Morphology and plevalence of the louse
Haematomyzus elephantis in captive asian elephants in Sri Langka.
Departement of Verterinary Clinical Sciences University of Peradeniya.
Peradeniya
Sukumar, R. 2003. The Living Elephants. Evolutionary Ecology, Behavior, and
Conservation. Oxford University Press. UK.
Urquhart GM, Armour J, Duncan JL, Dunn AM, Jennings FW. 2003. Vet
Parasitol. Ed ke-2. Scotland (GB): Blackwell Pub.
Veer, V., Parashar, B. D. And S. Prakash, 2002. Tabanid and muscoid
Haematophagous Flies, Vektor of Trypanosomiasis or surra disease in wild
animal and livestock in Nandankanan Biological Park, Bhubaneswar
(Orissa, India). Current Science 82 (5): 500-503.
Wall, R and Shearer, D. 2001. Veterinary Entomology :Arhtropod Parasites of
Veterinary Importance. 1st
Edition. Chapman and Hall. London, UK.
Wardhana A. H., S. Muharsini dan Suhardono. 2003 Koleksi dan Kejadian
Myiasis Yang Disebabkan oleh Old World Screwworm Fly, Chrysomya
Bezziana di Daerah Endemis di Indonesia. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September
2003
Williams, E.H., L.B. Williams. 1996. Parasites Off shore big game fishes of
Puerto Rico and the Western Atlantic. Puerto Rico.Department of Natural
Environmental Risourses and University of Puerto Rico, Rio Piedras.
Zajac AM dan Conboy GA. 2013. Veterinary Clinical Parasitology 8th ed. New
York (US): Willey-Blackwell
47
Zumpt, F., dan Wetzel, H. 1970. Fly Parasites (Diptera : Oestridae and
Gasterophilidae of The African Elephant Loxodonta africana
(Blumencbach) and Their Problem. Koede (13): 109-121 (1970)