icaseps working paper no. 94 -...

25
ICASEPS WORKING PAPER No. 94 ANALISIS KETERBATASAN PEMILIKAN ASSET, POLA PENGELUARAN DAN PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI MISKIN DI WILAYAH PFI3P KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH : Suatu Upaya Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi Jangka Panjang Iwan Setiajie Anugrah Agustus 2008 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Upload: vandan

Post on 21-Aug-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

ICASEPS WORKING PAPER No. 94

ANALISIS KETERBATASAN PEMILIKAN ASSET, POLA PENGELUARAN DAN PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI MISKIN DI WILAYAH PFI3P KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH :Suatu Upaya Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi Jangka Panjang

Iwan Setiajie Anugrah

Agustus 2008

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies)Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian

Page 2: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

1

ANALISIS KETERBATASAN PEMILIKAN ASSET, POLA PENGELUARAN DAN PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI MISKIN DI WILAYAH PFI3P

KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH :Suatu Upaya Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi Jangka Panjang

Iwan Setiajie Anugrah

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianJalan Ahmad Yani No, 70, Bogor 16161

ABSTRAK

Pada dasarnya kemiskinan adalah ketidaksanggupan seseorang atau sekelompok orang untuk dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan materialnya, karena itu ukuran apapun yang dipakai untuk mengatur tingkat kemiskinan dan dimanapun ukuran itu diterapkan, meski menunjuk pada indikasi bahwa tingkat pendapatan, pemilikan dan penguasaan sumberdaya ekonomi seseorang serba terbatas untuk bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Ketidak sepakatan yang cukup menonjol dalam menjelaskan konsep kemiskinan sebenarnya bukan terletak pada penetapan ukuran kemiskinan ataupun indikator kuantitatif kemiskinan, melainkan pada penyebab seseorang atau sekelompok orang masuk dalam kategori miskin serta faktor-faktor penyebabnya. Hal ini yang meneyebabkan rekomendasi yang diajukan untuk memecahkan persoalan kemiskinan pun akan berbeda pula. Tulisan ini mencoba menggambarkan satu kegiatan sinergis antara keterbatasan rumahtangga petani miskin dengan upaya yang dilakukan oleh PFI3P dalam rangka peningkatan kondisi sosial ekonomi melalui tiga dasar pendekatan ( system approach, decision making model dan structural approach) yang menjadi latar belakang terjadinya kemiskinan sebelumnya. Sinergisitas dari upaya jangka panjang ini, secara bertahap diharapkan dapat mendorong percepatan proses kearah tujuan penanggulangan kemiskinan wilayah maupun nasional yang direncanakan.

Kata kunci : kemiskinan, keterbatasan asset, pendapatan dan rumahtangga petani

PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian sebagai salah satu indikator penting dalam upaya

menjadikan dasar bagi pembangunan nasional, nampaknya tidak hanya cukup puas

menjadi sektor yang berperan tangguh pada persoalan-persoalan pembangunan

perekonomian semata. Walau dalam masa krisis ekonomi dan moneter menunjukkan

angka pertumbuhan yang positif diantara sektor-sektor lainnya yang menurun, namun

demikian peran dan fungsi sektor pertanian sebagai leading sector perekonomian saat

ini, pada kenyataannya masih banyak dipertanyakan berkaitan dengan realitas peta

kemiskinan yang ada saat ini.

Secara nasional data BPS (2003) menunjukkan bahwa berdasarkan lapangan

pekerjaan utama baik yang dilakukan oleh kepala rumah tangga maupun secara

individu, persentase penduduk miskin sebagian besar berada pada sektor pertanian,

Page 3: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

2

yaitu mencapai diatas 50 persen dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di

lapangan pekerjaan lainnya. Begitu pula dengan data BPS (2003) lainnya menunjukkan

bahwa penyebaran penduduk miskin berdasarkan lapangan pekerjaan pada 30 propinsi

yang ada menunjukkan bahwa penduduk yang bekerja di sektor pertanian lah yang

menempati persentase cukup besar dibandingkan dengan sektor pekerjaan lainnya

(Tabel Lampiran 1,2 dan 3).

Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses kemiskinan

telah banyak dikemukakan oleh para ahli dan pemerhati sosial lainnya, namun secara

umum terdapat tiga pendekatan yang mencoba untuk menjelaskan penyebab terjadinya

kemiskinan itu sendiri. Tiga pendekatan yang menjadi latar belakang terjadinya

kemiskinan, yaitu : system approach, decision making model dan structural approach.

Pendekatan pertama lebih menekankan adanya keterbatasan pada aspek-aspek

geografi, ekologi, teknologi dan demografi. Kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh

faktor-faktor tersebut dianggap lebih banyak menekan warga masyarakat yang tinggal di

wilayah pedesaan atau pedalaman.

Dalam konteks anggapan penyebab kemiskinan tersebut, maka pendekatan ini

menyarankan dilakukannya intervensi tertentu untuk meningkatkan kemampuan daya

dukung lingkungan alam melalui introduksi teknologi baru yang memiliki kemampuan

dan kapasitas lebih besar dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya

ekonomi sehingga dapat tercapai surplus produksi serta dapat meningkatkan nilai

tambah hasil produksi. Kemudian juga harus diupayakan untuk membangun dan

memperbaiki prasarana dan sarana transportasi serta komunikasi publik yang

memungkinkan daerah tersebut menjadi terbuka sehingga memudahkan arus

pertukaran barang dan jasa serta diterapkannya program untuk mengerem laju

pertumbuhan penduduk.

Pendekatan kedua menekankan pada kurangnya pengetahuan, keterampilan

dan keahlian sebagian warga masyarakat dalam merespon sumberdaya ekonomi, baik

yang berasal dari dalam maupun dari luar. Dengan kata lain pendekatan ini melihat

bahwa sebagian warga masyarakat kurang memiliki kemampuan inovasi atau tidak

memiliki empati dan jenis kewirausahaan untuk mengelola dengan baik, efisien dan

efektif unit-unit usaha yang dimiliki/dikuasai, kurang mempunyai kemampuan untuk

memperbaharui teknologi serta menciptakan dan memperluas pasar komoditi.

Berdasarkan kondisi di atas, maka pendekatan ini menghendaki ditingkatkannya

kemampuan, yaitu keahlian dan keterampilan sumberdaya manusia seperti

Page 4: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

3

pembentukan dan pengembangan motivasi, mendorong mobilitas serta peningkatan

pendidikan supaya memiliki jiwa-jiwa yang inovatif, kreatif, responsif dan proaktif dalam

persaingan.

Pendekatan ketiga, melihat bahwa kemiskinan terjadi karena adanya

ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan faktor-faktor produksi seperti tanah,

teknologi dan bentuk kapital lainnya. Di sini wajah kemiskinan memiliki dimensi

struktural yang merupakan akibat dari adanya ketimpangan dalam pemilikan dan

penguasaan asset ekonomi atau kapital lainnya. Dalam kondisi tersebut, menginginkan

dilakukannya suatu transformasi pada struktur dan politik yang tidak lagi didominasi

kelompok elite tetapi diarahkan pada pemilikan orang-orang miskin, dengan cara

memberikan akses dan terutama kontrol atas sumber-sumber kapital bagi tumbuhnya

peluang berusaha dan kesempatan bekerja yang layak bagi orang-orang miskin yang

bersangkutan.

Berdasarkan pada pendekatan dan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam

kaitannya dengan alur kemiskinan di atas, Badan Litbang Pertanian melalui Proyek

Peningkatan Pendapatan Petani Miskin Melalui Inovasi (PFI3P) telah mencoba

mendorong pembangunan sistem agribisnis di lahan marjinal melalui pemberdayaan

petani, pengembangan kelembagaan desa dan perbaikan sarana/prasarana pendukung

di desa secara partisipatif, disertai inovasi teknologi dan peningkatan akses pada

jaringan informasi. Selama lima tahun ke depan akan diarahkan pada empat komponen

kegiatan yang meliputi : (1) pemberdayaan petani; (2) pengembangan sumber informasi;

(3) dukungan pengembangan inovasi pertanian dan desiminasi; dan (4) manajemen

proyek.

Melalui kegiatan ini diharapkan salah satu atau ketiga akar kemiskinan di atas,

seyogyanya dapat dijadikan suatu perencanaan yang konkrit sebagai upaya ikut serta

dalam program-program pengentasan kemiskinan di sektor pertanian secara nasional ke

depan. Untuk mengetahui lebih jelas kondisi kemiskinan yang ada di lokasi kegiatan

PFI3P Kabupaten Temanggung maka secara komprehensif akan dikemukakan dalam

tulisan ini dan secara tidak langsung memberikan gambaran faktual kondisi lokasi dan

karakteristik petani miskin dalam pengelolaan sumberdaya serta program investasi yang

diperlukan untuk mendukung pola pemberdayaan petani/wilayah dari kemiskinan yang

ada saat ini dan ke depan.

Page 5: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

4

KARAKTERISTIK KEMISKINAN

Kemiskinan berdasarkan makna dari Oscar Lewis dalam Radjab (2005), adalah

ketidaksanggupan seseorang atau sekelompok orang untuk dapat memenuhi dan

memuaskan keperluan dasar materialnya. Dalam konteks pengertian Lewis itu,

kemiskinan adalah ketidak cukupan seseorang untuk bisa memenuhi kebutuhan-

kebutuhan primernya, seperti pangan, sandang dan papan untuk kelangsungan hidup

dan meningkatkan posisi sosial ekonominya. Karena itu, ukuran apapun yang dipakai

untuk mengatur tingkat kemiskinan dan dimanapun ukuran itu diterapkan menurut

Lewis, meski menunjuk pada indikasi bahwa tingkat pendapatan serta pemilikan dan

penguasaan sumberdaya ekonomi seseorang sangat serba terbatas untuk bisa

memenuhi kebutuhan dasarnya apalagi kebutuhan sekunder dan tersier.

Batasan tentang kemiskinan juga sebenarnya telah banyak dikemukakan oleh

para ahli seperti; Sumodiningrat (1999); Kartasasmita (1999); Prasetyawan (1998);

Pakpahan, Hermanto, Sawit dan Taryoto (1995); Kasryno dan A. Suryana (1992);

Otsuko (1991) World Bank (1990) serta berbagai institusi, seperti BPS, BKKBN,

DEPSOS dan lainnya. Berbagai batasan dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan

masalah kemiskinan seperti diatas, hingga saat ini juga telah banyak dikemukakan dan

banyak menumbuhkan silang pendapat diantara batasan-batasan yang ada. Ketidak

sepakatan yang paling menonjol dalam menjelaskan konsep kemiskinan sebenarnya

bukan terletak pada penetapan ukuran kemiskinan itu, serta bukan pada indikator

kuantitatif kemiskinan, melainkan pada penyebab seseorang atau sekelompok orang

masuk dalam kategori miskin serta faktor-faktor penyebabnya.

Perbedaan tentang penjelasan hal itu menyebabkan rekomendasi yang diajukan

untuk memecahkan persoalan kemiskinan pun berbeda. Dengan demikian tentunya

implikasi yang muncul dari implementasi program penanggulangan kemiskinan pun

akan berbeda pula. Untuk keperluan tulisan ini, maka batasan tingkat kemiskinan

didasarkan pada besarnya pendapatan perkapita sebagaimana telah diuraikan dalam

Project Administration Memorandum (PAM) dimana batasan petani miskin ditetapkan

dengan pendapatan perkapita kurang dari Rp. 1 juta setahun. Namun dengan adanya

penyesuaian harga yang berbeda untuk setiap lokasi (kemampuan daya beli dan tingkat

harga barang dan jasa), maka BPS (2003) menetapkan batas garis kemiskinan nasional

untuk setiap kabupaten termasuk beberapa kabupaten PFI3P, yaitu untuk Kabupaten

Temanggung adalah Rp. 1.113.624/kapita/tahun atau Rp. 92.802/kapita/bulan, sehingga

Page 6: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

5

diperoleh sejumlah 45 orang responden dari 5 lokasi kajian PFI3P secara proporsional

dari 152 responden masyarakat secara keseluruhan wilayah kajian PFI3P tahun 2003.

KERAGAAN SOSIAL EKONOMI PETANI

Kondisi sosial ekonomi petani dan masyarakat secara umum berdasarkan

batasan BPS adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dari kebutuhan

dasar baik makanan dan bukan makanan perhari ditambah nilai pengeluaran untuk

kebutuhan dasar bukan makanan yang paling pokok (Nugroho, 1995 dalam Nurmanaf,

2002). Sementara data mikro ukuran kemiskinan BKKBN pada indikator-indikator

penentuan keluarga Pra Sejahtera dan keluarga Sejahtera I, diantaranya meliputi lantai

masih dari tanah, dinding kayu dan kondisi kelengkapan sosial lainnya masih menjadi

salahsatu acuan yang dipergunakan untuk mengukur tingkat sosial di masyarakat

pedesaan khususnya.

Karakteristik Rumah Tangga

Struktur Rumah Tangga Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Struktur rumah tangga berdasarkan umur menunjukkan bahwa hampir di semua

desa contoh, kepala keluarga sebagai responden berada pada tingkat usia produktif

bekerja baik dimana secara rata-rata usia kepala keluarga berada pada rataan 37,93

tahun hingga mencapai usia 49,93 tahun dengan kisaran umur antara 21 tahun hingga

76 tahun. Kemudian berdasarkan jumlah angota keluarga dari masing-masing

rumahtangga contoh, terlihat berada pada kondisi jumlah keluarga yang masih terbatas

antara 2 orang hingga 5 orang atau dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 3 hingga

5 orang. Dari gambaran jumlah keluarga contoh tersebut, berdasarkan jenis kelamin

relatif bervariasi. Jumlah anggota keluarga yang berjenis kelamin perempuan, secara

umum relatif lebih besar diantara anggota rumah tangga dengan jenis kelamin laki-laki,

kecuali pada desa contoh Sukomarto dan Pagersari, jumlah anggota rumah tangga per

KK perempuan relatif lebih kecil dari jumlah jiwa per KK laki-laki.

Perbedaan struktur umur maupun jumlah anggota keluarga serta jenis kelamin

dalam satu kesatuan rumah tangga, pada dasarnya untuk beberapa desa contoh tidak

Page 7: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

6

menunjukkan perbedaan yang nyata dalam beberapa hal. Namun demikian dalam

kegiatan rumah tangga terutama yang berkaitan dengan perolehan pendapatan maupun

pengeluaran rumah tangga dengan unit analisa rumah tangga akan banyak

menggambarkan kondisi sosial ekonomi keluarga itu sendiri. Secara umum jumlah

anggota rumah tangga miskin relatif lebih besar sehingga secara tidak langsung akan

berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi rumah tangga tersebut.

Lebih lanjut, distribusi anggota rumah tangga berdasarkan usia masing-masing

anggota rumah tangga terlihat bahwa proporsi anggota rumah tangga di desa Gilingsari

sebagian besar berada pada kelompok umur 25-54 tahun mencapai 52 persen, sisanya

tersebar pada kelompok usia 0-14 tahun (26,09%); kelompok 14-24 (17,39%) serta pada

kelompok di atas 55 tahun (4,35%). Secara umum distribusi anggota rumah tangga

berdasarkan struktur usia masing-masing rumah tangga contoh berada pada usia

produktif 25-54 tahun, dengan persentase lebih besar dari kelompok usia lainnya,

seperti pada Tabel 1.

Struktur Rumah Tangga Berdasarkan Pendidikan dan Jenis Pekerjaan

Berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga di lima desa contoh, terlihat

bahwa pendidikan yang pernah dicapai berkisar antara 0 sampai dengan 17 tahun.

Secara rinci rata-rata pendidikan kepala keluarga di lima desa contoh antara 6 sampai

dengan 8,5 tahun atau setingkat dengan pendidikan SD hingga SMP. Tingkat

pendidikan rata-rata berdasarkan, menunjukkan bahwa secara umum tingkat pendidikan

kepala keluarga relatif rendah. Sebagai gambaran riil tingkat pendidikan kepala keluarga

di desa Gilingsari, Donorejo, Kranjan, Pagersari dan Sukomerto, masing-masing

menunjukkan 6,6 tahun; 4,87 tahun; 5,73 tahun; 6,38 dan 7,5 tahun. Dengan gambaran

mikro ini memberi indikasi bahwa tingkat pendidikan pada beberapa desa contoh

menunjukkan angka relatif rendah, sehingga diperkirakan bahwa pendidikan merupakan

salah satu indikator terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang bersangkutan,

selain jumlah anggota keluarga yang besar (Tabel 1).

Page 8: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

7

Tabel 1. Karakteristik Rumah Tangga Contoh di Kabupaten Temanggung, 2004

No. Uraian Gilingsari Donorojo Krajan Pagersari Sukomarto

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Usia KK (tahun)- Kisaran- Rataan

Pendidikan KK (tahun)- Kisaran- Rataan

Pekerjaan Utama KK (%)- On Farm- Off Farm- Non Farm

Pekerjaan Sampingan KK (%)- On Farm- Off Farm- Non Farm

Jumlah Anggota RT (jiwa/KK)- Kisaran- Rataan

Jumlah Anggota RT (jiwa/KK)- Laki-laki- Perempuan

Distribusi Anggota RTMenurut Usia (%) :

0-1414 – 2425 – 54

> 55

40-5346

6-96,6

100,00--

80,0020,00

-

3-74,6

2,22,4

26,0917,3952,174,35

30-7649,93

2-64,87

100,00--

33,3326,6720,00

3-64,40

2,02,4

24,2419,7036,3619,70

29-6544,73

0-95,73

100,00--

36,36-

27,27

4-85,00

2,272,73

27m2720,0043,649,09

24-6238,13

6-96,38

100,00--

12,50--

3,64,00

2,251,75

18,7521,8850,009,38

33-5441,67

6-127,50

100,00--

16,6716,67

-

4,65,33

3,002,33

34,3812,5043,759,38

Sumber: Data Primer diolah,. 2004.

Begitu pula halnya dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing

kepala keluarga, menunjukkan bahwa secara umum kepala keluarga miskin, hampir

semuanya atau 100 persen pendapatan diperoleh dari on farm (pertanian) sebagai

pekerjaan utama kepala keluarga, kecuali untuk kasus di desa contoh Pagersari, dimana

pada tingkat pendapatan tinggi pun sumber pendapatan kepala keluarga seluruhnya dari

kegiatan on farm. Data pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa pendapatan kepala

keluarga selain dari kegiatan on farm juga beberapa lokasi desa kajian, sumber

pendapatan kepala keluarga diperoleh dari kegiatan off farm maupun non farm,

terutama di desa Donorojo relatif bervariasi antar sumber pendapatan kepala keluarga.

Dengan adanya variasi sumber pendapatan, selain dari kegiatan on farm sangat

dimungkinkan bahwa sumber pendapatan akan sangat berpengaruh terhadap totalitas

pendapatan rumah tangga, sehingga tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi

Page 9: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

8

juga terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga itu sendiri, disamping dukungan

pendapatan anggota keluarga lainnya dalam satu kesatuan rumah tangga, dimana

secara teoritis menunjukkan bahwa semakin banyak anggota rumah tangga yang

bekerja dan menghasilkan pendapatan, sangat dimungkinkan bahwa kemampuan

rumah tangga secara finansial juga akan lebih besar.

Keadaan Tempat Tinggal

Berdasarkan pada indikator kemiskinan yang dikeluarkan oleh BKKBN, kondisi

tempat tinggal merupakan salah satu bagian dari cerminan tingkat kemiskinan yang ada

pada suatu kelompok atau rumah tangga. Berdasarkan indikator kondisi tempat tinggal

maka akan tercermin pula kondisi sosial ekonomi suatu rumah tangga, walaupun pada

kasus-kasus tertentu tidak semua indikator tempat tinggal mempunyai korelasi positif

dengan kemampuan suatu rumah tangga. Gambaran keadaan tempat tinggal di lima

desa contoh menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki rumah sendiri,

begitu pula halnya dengan lahan yang menjadi lokasi perumahan yang dimilikinya.

Kemudian jenis dinding rumah relatif bervariasi antar responden di lima desa contoh.

Secara umum pada rumahtangga miskin, 73,3 persen dinding rumahnya terbuat dari

kayu dan 26,7 persen lainnya terbuat dari bambu.

Jenis lantai terluas berdasarkan klasifikasi bahan yang ada, menunjukkan bahwa

sebagian besar rumah tangga mempunyai lantai rumah (terluas) yang terbuat dari

semen. Namun demikian untuk sebagian besar rumah tangga pada lokasi desa contoh

Donorojo dari semua responden sebagian besar lantai rumah masih beralaskan tanah,

seperti halnya rumah tangga di desa Pagersari, 50 persen rumah tangga masih

beralaskan tanah.

Kondisi yang sama, juga terlihat pada kelompok rumah tangga di desa contoh

Krajan (27,3%), Pagersari (50,0%); desa Sukomarto (33,3%) serta Donorojo (93,3%).

Sebaliknya indikator kesejahteraan melalui lantai atau alas rumah juga terlihat pada

sebagian responden yang ada pada setiap lokasi desa contoh, dimana pada beberapa

responden di desa Gilingsari terdapat 20 persen rumah tangga petani miskin masih

Page 10: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

9

berlantai tanah. Kondisi yang hampir sama juga bisa dilihat pada lokasi desa Pagersari,

Krajan maupun Sukomarto walaupun masih terdapat 20,0 persen rumah tangga di desa

Donorojo telah memakai keramik sebagai lantai rumah. Data tentang indikator lantai

rumah berdasarkan jenis lantai terluas dapat dilihat pada Tabel 2.

Indikator lain yang berkaitan dengan kondisi tempat tinggal sebagai gambaran

kemampuan rumah tangga, adalah jenis atap yang dipergunakan sebagai kelengkapan

rumah. Berdasarkan data responden di lima desa contoh, menunjukkan bahwa hampir

sebagian besar atap rumah responden telah menggunakan genteng, serta seng (26,7%

dan 20,0%) dan 13,3 persen ijuk yang terdapat pada responden yang berada di desa

Donorejo (Tabel 2).

Untuk kebutuhan air bagi kehidupan rumah tangga di lima desa contoh,

pemenuhannya relatif bervariasi walaupun dilihat secara persentase, sebagian besar

dipenuhi dari sumber mata air serta sumur. Pemenuhan kebutuhan air bagi sebagian

responden lainnya adalah dari air hujan, sungai serta sumber lainnya. Begitu pula

dengan kelengkapan rumah tangga lainnya, seperti sanitasi relatif bervariasi antar

rumah tangga. Kelengkapan sanitasi pada rumah tangga pendapatan rendah di Desa

Gilingsari telah dilengkapi dengan kamar mandi serta MCK umum atau bahkan masing

di sungai. Pada dua desa lain (Donorojo dan Krajan) persentase tersebar pada MCK

umum sebagai kelengkapan sanitasi keluarga. Variasi kelengkapan sanitasi pada lima

desa contoh berdasarkan jenis sanitasi yang dipergunakan, seperti pada Tabel 2.

Page 11: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

10

Tabel 2. Keadaan Tempat Tinggal Rumah Tangga Contoh di Kabupaten Temanggung, 2004

No. Uraian Gilingsari Donorojo Krajan Pagersari Sukomarto

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Luas Pekarangan (m2)- Kisaran- Rataan

Luas Bangunan (m2)- Kisaran- Rataan

Status Rumah (%)- Milik- Sewa- Kontrak- Numpang- Lainnya

Status Tanah untuk Rumah (%)- Milik- Sewa- Kontrak- Numpang- Lainnya

Jenis Dinding Terluas (%)- Rumbia- Bambu- Kayu- Setengah tembok- Tembok semen- Seng- Lainnya

Jenis Lantai Terluas (%)- Tanah- Kayu- Bambu- Semen- Ubin Teraso/keramik

90-400225,40

45-9877,40

80,0

20,0

80,0

20,0

100,0

80,020,0

70-300167,0

35-14498,87

86,7

13,3

86,7

13,3

26,773,3

93,3

6,7

80-304163,04

54-208106,27

72,7

9,118,2

72,7

9,118,2

9,1

90,9

27,3

54,518,2

63-375230,13

63-200106,225

87,5

12,5

87,5

12,5

25,0

75,0

50,0

25,025,0

80-400220,50

80-400189,67

100,0

100,0

16,7

33,3

50,0

33,0

50,016,7

7.

8.

9.

Jenis Atap (%)- Genteng- Seng- Ijuk- Lainnya

Sumber Air (%)- Sumur- Mata air- Air hujan- Sungai- Lainnya

Sanitasi (%)- Alam- Sungai- Kamar mandi- MCK pribadi- MCK umum- Lainnya

100,0

100,0

20,060,0

20,0

66,720,013,3

13,360,06,913,36,7

20,0

6,766,76,7

100,0

90,9

9,1

9,1

81,89,1

87,5

12,5

25,075,0

37,512,5

50,0

100,0

16,783,3

10. Penerangan (%)- Sentir- Lampu Templok- Listrik PLN- Listrik generator- Accu- Lainnya

100,0

6,7

86,7

6,7

9,1

90,9 100,0 100,0

Sumber: Data Primer diolah, 2004.

Page 12: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

11

Pemenuhan kebutuhan penerangan bagi rumah tangga responden di lima desa

contoh sebagian besar telah mempergunakan listrik PLN, sekalipun dalam jumlah kecil

masih terdapat responden yang mempergunakan sentir, serta generator sebagai

sumber penerangan keluarga. Rumah tangga yang masih menggunakan alat

penerangan sentir 6,7 persen berada di Desa Donorojo dan 9,1 persen pada kelompok

rumah tangga di Desa Krajan. Masih adanya kondisi rumah tangga yang berada pada

penggunaan sentir khususnya pada kelompok rumah tangga miskin, memberi gambaran

bahwa penerangan yang bersumber dari PLN belum sepenuhnya terjangkau oleh

beberapa lapisan masyarakat di pedesaan, di tengah-tengah program pemerataan

pembangunan listrik masuk desa. Gambaran tentang kondisi rumah tangga contoh

berdasarkan sumber penerangan seperti pada Tabel 2.

Struktur Penguasaan Asset

Struktur penguasaan asset rumah tangga petani responden, secara umum

meliputi kelengkapan peralatan sarana rumah tangga serta pemilikan rumah tangga

akan ternak, alsintan serta asset lahan sebagai modal dalam kegiatan usahatani

keluarga. Dalam kondisi tertentu penguasaan asset pada setiap rumah tangga di setiap

desa contoh relatif bervariasi satu sama lain dan biasanya asset kelengkapan sarana

tersebut sangat berkaitan dengan kebutuhan riil kehidupan rumah tangga, walaupun

disisi lain kelengkapan tersebut merupakan suatu pembuktian prestise atas klasifikasi

tingkat sosial ekonomi antar rumah tangga di pedesaan.

Gambaran kondisi rumah tangga di lima desa contoh berkaitan dengan

pemilihan asset peralatan rumah tangga seperti radio menunjukkan bahwa hampir di

seluruh desa, rumah tangga petani telah memiliki alat komunikasi radio/tape recorder.

Sebagai contoh, pemilikan radio di beberapa desa yang termasuk rumah tangga petani

miskin, masing-masing di desa Gilingsari (60,0%); desa Donorejo (46,7%); desa Krajan

(36,4%); Pagersari dan Sukomarto, masing-masing 62,5 persen dan 50,0 persen serta

sisanya tidak memiliki peralatan tersebut.

Berdasarkan sumber perolehan, secara umum radio/tape recorder tersebut

berasal dari hasil pembelian, seperti pada beberapa rumah tangga di desa Gilingsari,

Donorejo, Pagersari dan Sukomarto. Sebaliknya terjadi pada kondisi di desa Krajan,

dimana 66,7 persen berasal dari pemberian seperti di desa Sukomarto mencapai 4,55

persen. Sementara pemilikan sarana TV berwarna, relatif cukup besar dibandingkan

dengan pemilikan TV hitam putih. Dari kondisi ini nampaknya tuntutan perubahan untuk

memenuhi kebutuhan informasi yang lebih baik telah membawa pergeseran selera

rumah tangga untuk melengkapi sarana komunikasi yang lebih menarik. Dengan

demikian secara nyata terlihat bahwa persentase pemilikan TV hitam putih relatif rendah

(Tabel 3).

Page 13: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

12

Tabel 3. Kelengkapan Peralatan Rumah Tangga Contoh di Kabupaten Temanggung, 2004

No. Uraian Gilingsari Donorojo Krajan Pagersari Sukomarto

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Radio / Tape Recorder- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

Televisi Hitam Putih- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

Televisi Berwarna- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

V C D- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

Kulkas- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

Pompa Listrik- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

Pompa Tangan- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

Kompor Minyak Tanah- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

60,0

100,00

0,0

100.00

80,0

100,00

40,0

100,00

20,0

100,00

0,0

20,0

100,00

40,0

100,00

46,7

100,00

20,0

100,00

20,0

100,00

6,7

100,00

0,0

0,0

0,0

0,0

36,4

33,366,7

18,2

100,00

72,7

100,00

9,1

100,00

0,0

0,0

0,0

27,3

30,0070,00

62,5

100,00

37,5

100,00

37,5

100,00

25,0

100,00

0,0

0,0

0,0

37,5

37,562,5

50,0

100,00

50,0

0,0

66,7

100,00

16,7

100,00

0,0

33,3

100,00

0,0

66,7

100,00

Page 14: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

13

Tabel 3. (Lanjutan)

Sumber: Data Primer diolah, 2004.

Tingkat pemilikan peralatan rumah tangga yang hampir merata dimiliki oleh

setiap rumah tangga di lima desa contoh adalah jenis peralatan kompor minyak tanah,

kecuali di desa Donorejo. Berdasarkan sumber perolehan, sebagian alat-alat tersebut

berasal dari pembelian disamping sebagian lainnya berasal dari hasil pemberian, seperti

terjadi pada rumah tangga di desa Krajan dan desa Pagersari (Tabel 3). Kepemilikan

mesin jahit walaupun persentasenya kecil, terbatas pada sebagian rumah tangga di

desa Donorejo, Krajan dan Sukomarto dengan kepemilikan yang diperoleh semuanya

dari hasil pembelian. (Tabel 3).

Walaupun jaringan listrik dari PLN telah menjangkau hampir semua desa yang

ada, namun masih terdapat beberapa responden yang memiliki lampu petromak, kecuali

pada kelompok rumahtangga di desa Gilingsari dan Donorejo. Pemilikan peralatan ini

No. Uraian Gilingsari Donorojo Krajan Pagersari Sukomarto

9.

10.

11

Kompor Gas- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

Mesin Jahit- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

Lampu Petromak- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

20,0

100,00

0,0

20,0

100,00

0,0

20,0

100,00

13,3

100,00

0,0

9,1

100,00

0,0

25,0

100,00

0,0

0,0

0,0

100,00

33,3

100,00

0,0

12.

13.

Diesel- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

Meubelair- Pemilikan (%)- Sumber Perolehan (%)

- Beli- Pemberian- Kombinasi

0,0

100,00

100,00

0,0

73,3

100,00

0,0

100,00

100,00

0,0

100,00

100,00

0,0

100,00

100,00

Page 15: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

14

pada dasarnya hanya dipergunakan sebagai cadangan apabila sewaktu-waktu terjadi

pemadaman aliran listrik dan bukan merupakan keperluan pokok.

Pemilikan jenis peralatan mebelaer pada setiap rumah tangga relatif merata,

walaupun berdasarkan sumber perolehannya relatif beragam baik dari hasil pembuatan

sendiri ataupun dari hasil pembelian ataupun pemberian. Jenis peralatan yang relatif

baru dan masuk kategori sekunder/tersier seperti Magic jar telah dimiliki oleh rumah

tangga responden di setiap desa contoh yang diperoleh dengan cara pembelian.

Persentase pemilikan alat rumah tangga pada masing-masing desa contoh, seperti pada

Tabel 3.

Pembahasan mengenai kepemilikan asset penting lainnya yang sangat erat

kaitannya dengan aktivitas sebagian besar rumah tangga responden dalam kegiatan

usaha pertanian, adalah mengenai kepemilikan asset lahan/tanah yang selama ini

diusahakan. Berdasarkan agroekosistem pada setiap desa contoh, jenis kepemilikan

lahan cenderung bervariasi dari satu desa dengan desa lainnya. Namun demikian

secara umum kajian dilakukan untuk semua jenis lahan yang ada di lima desa contoh,

sehingga meliputi lahan sawah baik tadah hujan maupun sawah irigasi, kepemilikan

ladang, kebun, kolam serta pekarangan.

Hasil analisis data primer di tingkat responden menunjukkan bahwa rata-rata

luas penguasaan lahan pekarangan pada setiap desa contoh relatif kecil yaitu berkisar

antara 0,01; 0,02 ataupun 0,03 hektar dengan status milik pada sebagian besar

responden. Luas penguasaan lahan sawah di desa Pagersari, dimana berdasarkan

agroekositemnya cukup beragam dan dengan jenis lahan sawah yang dominan, rata-

rata penguasaannya antara 0,2 hingga 0,37. Status penguasaan lahan yang relatif

cukup luas bagi rumahtangga relatif beragam, dimana selain milik sendiri juga dilakukan

dengan sistem sewa, sakap serta sistem lainnya.

Gambaran penguasaan lahan di desa Donorejo, dengan agroekosistem lahan

kering dataran tinggi yang cukup dominan, menunjukkan bahwa pemilikan rata-rata

lahan ladang dan kebun relatif cukup luas. Sekalipun demikian terdapat pula beberapa

rumah tangga yang melakukan kegiatan pertanian di lahan sawah, dengan ukuran

cukup luas yang dilakukan melalui dengan status penguasaan milik maupun sewa.

Penguasaan lahan Pertanian di desa Krajan yang mempunyai agroekosistem lahan

kering dataran rendah, sawah tadah hujan dan sebagian lahan sawah pada lahan

sekitar rencana investasi, memberi gambaran bahwa penguasaan lahan dengan status

milik luasnya antara 0,17 dan 0,23 hektar.

Page 16: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

15

Desa Pagersari dengan agroekosistem dataran tinggi yang subur, pemilikan

lahan juga cukup variatif antara jenis lahan sawah maupun ladang, dengan status milik

maupun sewa. Luasan pemilikan lahan antara 0,22 dan 0,70 hektar. Kondisi

agroekosistem dataran rendah dimana sebagian besar lokasi wilayah di dominasi oleh

lahan persawahan dan lahan tegalan maka penguasaan dua lahan jenis tersebut relatif

cukup luas di desa Sukomarto, dengan status lahan sebagian besar telah merupakan

milik rumah tangga responden.

Secara umum, luas penguasaan lahan yang dipergunakan sebagai tempat

berusahatani yang dimiliki oleh sebagian besar responden pada lima desa contoh, rata-

rata pemilikannya hampir merata, dimana setiap rumah tangga responden yang memiliki

lahan hanya memiliki satu persil pada setiap agroekosistem. Persentase keragaan

tentang rata-rata luas penguasaan lahan oleh masing-masing rumah tangga di lima

desa contoh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Penguasaan Lahan Pertanian pada Rumah Tangga Contoh di Kabupaten Temanggung Berdasarkan Jenis lahan, 2004 (hektar)

Desa Status Peka-ranganSawah

Tadah HujanSawah Irigasi

Ladang Kebun

Pagersari

Sukomarto

Jumlah Persil Milik Sewa Sakap Lainnya Total

Jumlah Persil Milik Sewa Sakap Lainnya Total

1,090,01

---

0,01

1,000,02

---

0,02

1,250,18

---

0,18

------

2,000,23

---

0,23

------

1,170,17

---

0,17

2,130,730,25

-0,700,76

------

------

Gilingsari

Donorojo

Krajan

Jumlah Persil Milik Sewa Sakap Lainnya TotalJumlah Persil Milik Sewa Sakap Lainnya Total

Jumlah persil Milik Sewa Sakap Lainnya Total

1,000,03

---

0,031,070,01

---

0,01

1,170,02

---

0,02

2,000,200,20

--

0,401,000,50

---

0,50

1,00,43

---

0,42

1,250,37

-0,25

-0,34

------

1,00,52

---

0,52

------

1,240,500,25

--

0,48

------

------

1,000,25

---

0,25

------

Sumber: Data Primer diolah, 2004.

Page 17: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

16

Pemilikan asset rumah tangga contoh pada kegiatan peternakan relatif terfokus

pada beberapa jenis ternak yang biasa dipelihara oleh masyarakat pedesaan pada

umumnya, seperti ternak besar, ternak kecil maupun jenis unggul lainnya. Pada

beberapa rumah tangga contoh, jensi ternak besar yang dipelihara terbatas pada jenis

ternak sapi, baik dengan status milik sendiri atau dilakukan dengan sistem gaduhan.

Pola tersebut juga berlaku pada pemeliharaan ternak kecil, seperti kambing maupun

domba dengan persentase yang cukup merata pada setiap rumahtangga desa contoh.

Sementara jenis ternak unggas yang biasa dipelihara sebagai ternak keluarga adalah

jenis ternak ayam (ras maupun buras) dan sebagian jenis itik (Tabel 5).

Tabel 5. Persentase Pemilikan Ternak Rumah Tangga Contoh di Kabupaten Temanggung, 2004

Sumber : Data Primer, diolah (2004)

Pemeliharaan jenis ternak-ternak tersebut dimaksudkan tidaksaja untuk hewan

ternak yang membantu pengolahan lahan juga pada beberapa rumahtangga,

pemeliharaan ternak dilakukan dengan tujuan sebagai tabungan untuk menutupi

kebutuhan biaya rumahtangga sehari-hari, baik untuk konsumsi atau kebutuhan lain

yang lebih bersifat mendesak.

Asset lain yang dimiliki oleh sebagian besar rumah tangga contoh, terutama

yang erat kaitannya dengan kegiatan usaha pertanian adalah kepemilikan Handsprayer

dimana secara persentase menunjukkan bahwa sebagian besar telah memilikinya pada

setiap lokasi desa contoh. Pemilikan alat pertanian ini secara hampir merata, mengingat

bagi sebagian besar petani sangat membantu, khususnya pada saat dilakukan

penyemprotan hama dan penyakit pada setiap tanaman yang diusahakan oleh masing-

masing petani responden di lima desa contoh. Jenis pemilikan alat pertanian lain yang

dimiliki dengan persentase yang relatif kecil adalah bajak singkal, pompa air dan traktor

No. Jenis Ternak Gilingsari Donorojo Krajan Pagersari Sukomarto1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.

SapiKerbauKudaKambingDombaBabiAyam RasAyam BurasItikKelinciAnjing

---

40,0---

60,0---

6,67--

53,3333,33

-6,7

26,67---

27,27--

27,2727,2727,27

-9,09

---

---

87,5012,50

------

16,67--

16,67---

50,0-

16,67-

Page 18: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

17

walaupun pemilikannya bukan merupakan asset murni rumahtangga petani di desa

Gilingsari maupun Sukomarto. Gambaran tentang pemilikan asset alat dan mesin

pertanian pada rumahtangga contoh dapat dilihat pada Tabel 6.

Pemilikan asset kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi yang dimiliki

oleh rumahtangga contoh, di lima desa sebagian terbatas pada pemilikan sepeda

motor,. Tersedianya sarana prasarana jalan telah mendorong aksessibilitas masyarakat

di desa Gilingsari, Sukomarto dan desa contoh lainnya untuk memiliki sarana

transportasi sendiri atau digunakan untuk jasa angkutan dari desa ke beberapa pusat

kegiatan di kecamatan maupun ke tingkat kabupaten. Selain pemilikan sepeda motor,

pada beberapa rumahtangga i di desa Pagersari telah memiliki kendaraan mobil.

Persentase rumahtangga yang memiliki di desa Gilingsari 12,5 persen. Persentase

pemilikan sarana transportasi baik motor, mobil dan sepeda sebagai alat transportasi di

beberapa desa contoh, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Pemilikan Alsintan dan Alat Transportasi Pada Rumah Tangga Contoh di Kabupaten Temanggung, 2004

Sumber : Data Primer, diolah (2004)

No. Jenis Ternak Gilingsari Donorojo Krajan Pagersari Sukomarto

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Hand traktor

Thresher

Pompa air

Hand sprayer

Bajak/Singkal

Lainnya

Mobil

Sepeda motor

Sepeda

Becak

Delman

Gerobak

Lainnya

20,0

-

-

20,0

-

-

-

20,0

-

-

-

-

-

-

-

-

33,33

-

-

-

6,67

6,67

-

-

-

-

-

-

-

18,18

9,09

4,55

-

9,09

9,09

-

-

-

-

-

-

-

37,50

-

-

12,5

37,5

12,5

-

-

-

-

-

-

-

83,33

-

-

-

66,67

33,33

-

-

-

-

Page 19: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

18

Struktur Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Struktur Pendapatan Rumah Tangga (on-farm, off-farm, non-farm)

Distribusi pendapatan yang diperoleh rumah tangga responden di lima desa

relatif cukup beragam, terutama sangat erat kaitannya dengan latar belakang

agroekosistem pada masing-masing desa contoh. Sumber pendapatan rumah tangga

petani tidak saja dari kegiatan usaha pertanian (on-farm) tetapi juga diperoleh dari

kegiatan off-farm dan kegiatan dari luar sektor pertanian (non-farm). Seperti telah

dijelaskan sebelumnya

Berdasarkan data sumber penerimaan rumah tangga pada Tabel 7 terlihat

bahwa sumber pendapatan rumah tangga petani sebagian besar hanya dari kegiatan

usahatani di lahan sawah, dengan persentase mencapai 86,34 persen, sisanya dari

hasil peternakan (3,73%) dan buruhtani (5,77%) serta buruh bangunan (4,16%).

Analisa sumber pendapatan pada rumah tangga responden terlihat bahwa

usahatani di lahan tegalan merupakan sumber penerimaan yang cukup besar (44,13%),

kemudian kegiatan sawah (18,64%), peternakan (17,50%) serta buruh tani (12,03%),

sisanya tersebar pada sumber penerimaan lainnya. Sumber penerimaan rumah tangga

di desa Krajan sebagian besar diperoleh dari usaha dagang (23,33%), kemudian

usahatani di lahan sawah (29,04%) dan dari hasil peternakan (16,78%).

Sumber pendapatan rumah tangga di desa Pagersari, sumber sebagian berasal

dari kegiatan usahatani di lahan tegalan (49,72%) begitu pula untuk rumah tangga

petani yang berpendapatan rendah (79,28%). Sumber penerimaan lain yang cukup

besar pada kelompok pendapatan tinggi juga diperoleh dari usahatani di lahan sawah

(20,88%) dan usaha dagang (12,48%). Sementara penerimaan yang cukup besar

lainnya pada kelompok pendapatan rendah diperoleh dari kegiatan berburuh tani

(11,98%). Gambaran sumber penerimaan rumah tangga di desa Sukomarto dengan

agroekosistem lahan sawah, memberikan konstribusi penerimaan sebesar 82,15

persen. Sementara sumber pendapatan lain, diperoleh dari PNS (7,93%) serta buruh

tani (6,39%). Data sumber penerimaan pada lima desa contoh secara rinci dapat dilihat

pada Tabel 7.

Page 20: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

19

Tabel 7. Struktur Penerimaan Rumah Tangga per Tahun Berdasarkan Sumber dan Spesifikasi Penerimaan di Kabupaten Temanggung, 2004

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoNo.

Sumber dan Spesifikasi Penerimaan Rumah Tangga Responden Rp 000 % Rp 000 % Rp 000 % Rp 000 % Rp 000 %

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Petani sawah

Petani tegal

Petani kebun

Peternak

Buruh tani

Usaha industri

Tukang bangunan

Buruh bangunan

Usaha jasa transportasi

Usaha dagang

Pemberian

PNS/TNI/dan lain-lain

Lainnya

2695,18

-

290,69

900,00

-

-

650,00

-

-

-

-

-

-

86,34

-

3,73

5,77

-

-

4,16

-

-

-

-

-

-

1547,94

1832,46

660,45

1249,00

-

200,00

-

-

-

-

600,00

1950,00

450,00

18,64

44,13

17,50

12,03

-

0,48

-

-

-

-

1,44

4,70

1,08

1477,42

1086,75

853,66

1500,00

-

900,00

1500,00

1080,00

3980,00

-

-

-

375,00

29,04

8,01

16,18

7,37

-

2,21

3,69

2,65

29,33

-

-

-

0,92

933,90

1912,57

405,00

-

-

-

-

-

550,00

-

-

-

-

5,53

79,23

11,98

-

-

-

-

-

3,26

-

-

-

-

3108,41

-

267,50

1450,00

-

-

-

-

-

-

1800,00

-

-

82,15

-

3,53

6,39

-

-

-

-

-

-

7,93

-

-

Rata-rata Jumlah 1734,14 100,00 1221,33 100,00 1356,79 100,00 1206,92 100,00 2063,90 100,00

Sumber : Data Primer, diolah (2004)

Page 21: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

20

Struktur Pengeluaran Rumah Tangga

Struktur pengeluaran dalam suatu rumah tangga pada satu periode pengeluaran,

biasanya dapat dijadikan indikator bagi upaya analisa tingkat kemampuan rumah tangga

terhadap pemenuhan kebutuhan dan sekaligus dapat merepleksikan tingkat sosial

rumah tangga dalam suatu lingkungan komunitas berada. Secara teoritis, bagi sebagian

rumah tangga yang mempnyai pendapatan rendah maka hampir sebagian atau seluruh

pendapatannya akan dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan primer.

Berdasarkan kondisi empirik ditingkat responden, seperti halnya di desa Gilingsari

proporsi pengeluaran rata-rata rumah tangga pertahun, 19,79 persen dialokasikan untuk

pemenuhan konsumsi lauk-pauk; 17,71 persen untuk pendidikan dan 15,17 persen

pengeluaran untuk pemenuhan konsumsi beras. Gambaran pola konsumsi rumah

tangga di desa Donorojo sebagian besar (20,88%) adalah untuk pemenuhan kebutuhan

lauk-pauk, pakaian (13,22) dan untuk beras sebesar 13,34 persen. Di desa Krajan,

Pagersari dan Sukomarto, nampaknya persentase pengeluaran untuk lauk-pauk

menempati urutan jumlah yang cukup besar pada rumahtangga petani miskin, seperti

pada Tabel 8 dan 9.

Tabel 8. Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Contoh per Tahun Berdasarkan JenisPengeluaran di Kabupaten Temanggung, 2004 (dalam %)

No. Uraian Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari Sukomarto

1.

2.

PANGAN- Beras- Kopi/gula/teh/susu- Lauk-pauk/sayuran- Rokok/tembakau- Lainnya

NON PANGAN- Sabun cuci/mandi/pasta gigi- Kosmetika- Pendidikan- Pakaian- Kesehatan- Rekreasi- Sosial- Perbaikan rumah- Listrik- BBM- Lainnya

15,176,1419,790,940,71

7,730,9817,717,830,880,2011,820,985,242,141,76

13,3412,0720,887,220,15

7,960,544,8913,222,300,0011,161,624,500,150,00

18,537,8517,095,520,43

4,871,0010,7311,671,700,0010,713,493,972,440,00

16,2812,0617,263,790,00

9,940,757,518,280,240,009,610,635,595,402,66

15,097,3812,472,690,59

5,811,7811,8410,646,670,0018,350,176,144,490,87

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00Sumber: Data Primer diolah,. 2004.

Page 22: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

21

UPAYA PEMBERDAYAAN

Permasalahan yang cukup penting dari gambaran keterbatasan asset yang

merupakan kondisi kemiskinan struktural yang dimiliki oleh rumahtangga miskin

tersebut, adalah bahwa pada dasarnya adanya keterbatasan dalam memperoleh

sumber pendapatan bagi rumahtangga. Keterbatasan pemilikan dan pengusahaan lahan

pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama rumahtangga, kemudian

diversifikasi sumber mata pencaharian yang relatif terbatas telah membatasi upaya

untuk meningkatkan produktivitas yang bisa memperoleh pendapatan bagi pemenuhan

kebutuhan hidup keluarga, disisi lain kegiatan di sektor pertanian bagi sebagian

masyarakat telah dilakukan selama bertahun-tahun secara turun temurun, sekaligus

merupakan modal kuat untuk ditingkatkan selama menjadi sumber mata pencaharian

utama yang bisa memberikan hasil yang cukup bagi individu petani, juga secara

kewilayahan da-pat mendorong suatu pemikiran ke arah pemberdayaan secara

berasama-sama memperbaiki kekurangan yang berhubungan dengan aksessibilitas

yang menunjang peningkatan pendapatan individu di wilayah bisa tercapai.

Dengan kata lain pemberdayaan yang harus dilakukan dalam keterbatasan ini,

tidak hanya ditingkat individu petani/rumahtangga miskin, tetapi secara bersama-sama

pada skala wilayah yang lebih luas dimana komunitas kelompok rumahtangga miskin

tersebut berada. Dengan demikian secara bersamaan, proses dan upaya

pengentasannya dilakukan. Proses tersebut tidak akan berhasil apabila hanya

didasarkan oleh upaya individu rumahtangga miskin sendiri tetapi harus ada upaya dari

luar baik dari lembaga pemerintah, swasta dan partisipan lain untuk ikut serta terlibat

dalam tujuan diatas secara sistematis berjalan pada peran dan fungsi masing-masing.

Dari sisi individu masyarakat, melalui upaya partisipatif berupaya untuk dapat

meningkatkan kegiatan usahatani maupun diversifikasi usaha di kegiatan off-farm

maupun non-farm, sementara ditingkat institusi luar berperan untuk memperbaiki dan

sekaligus memfasilitasi kebutuhan masyarakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan

yang berkaitan langsung dengan kegiatan yang dilakukan masyarakat di wilayahnya.

Pemberdayaan melalui kegiatan PFI3P telah mendorong wilayah di tingkat

institusi, dengan membangun sarana prasarana yang dibutuhkan masyarakat/wilayah

miskin dengan catatan agar mengurangi keterbatasan dan permasalahan yang selama

ini menjadi kendala dalam upaya peningkatan usaha dan pencapaian pendapatan

rumahtangga miskin yang dilatarbelakangi dengan potensi sumberdaya alam yang

cukup untuk untuk ditingkatkan.

Page 23: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

22

Secara fisik kegiatan PFI3P telah melakukan pembangunan sarana jalan

usahatani, jembatan, membangun dan memperbaiki saluran irigasi, pasar serta akses

komunikasi lainnya dengan tujuan untuk mempercepat peningkatan aksessibilitas

wilayah dan sekaligus mendorong pergerakan perekonomian wilayah potensial serta

membuka wilayah miskin kearah tatanan sosial yang lebih luas sebagai upaya mencari

umpan balik bagi perkembangan sosial ekonomi ke dalam wilayah miskin tersebut.

Diharapkan secara bertahap upaya yang dilakukan oleh PFI3P menjadi pembuka

bagi perbaikan kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani miskin, sekaligus terjadi

peningkatan informasi teknologi yang bisa mendorong upaya-upaya perbaikan sistem

usahatani yang dilakukan oleh individu petani masing-masing selama ini. Sehingga

melalui proses ini juga secara tidak langsung dapat memperbaiki peningkatan struktur

asset petani yang dimiliki serta terjadi peningkatan pendapatan rumahtangga petani

secara keseluruhan.

PENUTUP

Secara individu, keterbatasan sumber pendapatan dan pemilikan asset

nampaknya masih merupakan cermin tingkat kemiskinan rumahtangga petani selama

ini. Dilihat secara kewilayahan keterbatasan sarana prasarana yang mendukung

aksessibilitas wilayah miskin juga menjadi kendala dalam upaya mencari alternatif

pemecahan atas ketidakmampuan secara finansial wilayah untuk mengupayakan

perbaikan kondisi sosial ekonomi komunitasnya dengan dunia luar yang selama ini

menjadi beban langsung masyarakat atas keterbatasan yang dimiliki wilayah. Terjadinya

kegiatan ekonomi biaya tinggi dan tidak adanya interaksi sosial dengan dunia luar akan

semakin mendorong wilayah/rumahtangga miskin ”terbenam” pada persoalan-persoalan

kemiskinan secara turun temurun, dengan segala keterbatasan komunitas.

Kebutuhan perbaikan sosial ekonomi yang tumbuh secara partisipatif melalui

pengalaman usahatani yang selama ini telah dilakukan secara turun temurun menjadi

modal kuat untuk perbaikan kedepan. Sementara introduksi teknologi melalui sarana

prasarana wilayah yang dibangun diharapkan menjadi media untuk mendorong kearah

percepatan pemberdayaan rumahtangga/wilayah miskin dengan dunia luar. Bila kedua

upaya ini secara sinergis berjalan pada satu tujuan yang sama, maka secara bertahap

proses peningkatan kondisi sosial ekonomi akan tercapai sehingga tujuan

penaggulangan kemiskinan yang diupayakan secara nasional melalui pendekatan

system approach, decission making model dan structural approach dalam jangka

panjang, secara bertahap akan bisa terwujud.

Page 24: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2000. Lampiran Undang-undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004.

Anonimous. 2002. Pedoman Umum Bantuan Langsung Masyarakat Tahun 2002. Jakarta. Departemen Pertanian.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003 (Buku I Provinsi dan Buku II Kabupaten). CV. Nasional. Jakarta.

BPS dan Bappeda Kabupaten Temanggung. 2003. Temanggung Dalam Angka Tahun 2003. BPS dan Bappeda Kabupaten Temanggung.

Kasryno, F. And A.Suryana, 1992. Long Term Planning for Agricultural Development Related to Poverty Alleviation in Rural Areas dalam Pasandaran , E. et al., (Eds.). Poverty Alleviation with Sustainable Agricultural and Rural Development in Indonesia. Proceedings of National Seminar and Workshop, Bogor. Indonesia.

Nurmanaf, A.R., S. Wahyuni, H. Maryowani, V. Darwis, C. Muslim dan Sugiarto. 2002. Laporan Hasil Penelitian : Strategi Penanggulangan Kemiskinan Dalam Perspektif Pembangunan Partisipatif di Wilayah Agroekosistem Marjinal. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor.

PFI3P. 2003. Konsep Awal Inovasi Teknologi Mendukung Pengembangan Agribisnis Pertanian Lahan Marginal. Jakarta.

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. 1993. Rangkuman Hasil Penelitian Identifikasi Wilayah Miskin di Indonesia dan Alternatif Upaya Penanggulangan-nya 1992/1993. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Rachman, A. Abdurachman dan S. Sukmana. 1990. Pengaruh Berbagai Teknik Konservasi Tanah terhadap Erosi, Aliran Permukaan dan Hasil Tanaman Pangan pada Tanah Typic Eutropept di Ungaran. Makalah disampaikan pada pembahasan hasil penelitian pertanian lahan kering dan konservasi tanah, Tugu-Bogor.

Semodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zakaria, A.K., B. Irawan dan D.K. Swastika. 2003. Laporan Akhir Sosio-Economic Baseline Survey for Poor Farmers’ Income Improvement Through Innovation Project (PFI3P) in Temanggung, Central Java. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian dengan Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin melalui Inovasi (Poor Farmers’ Income Improvement Through Innovation Project/PFI3P).

Page 25: ICASEPS WORKING PAPER No. 94 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_94_2008.pdf · Berbagai macam persoalan dan latar belakang terjadinya proses

24

Lampiran 1. Kerangka Berpikir Kegiatan PFI3P

1. Membentuk kelompok tani

2. Meningkatkan peran serta perempuan dan petani miskin dalam kelompok tani

3. Menyediakan fasilitator4. Menumbuhkan proses

partisipatif dalam pengambilan keputusan

1. Membentuk VPIC yang berfungsi sebagai badan di tingkat desa

2. Membentuk PIVF di tingkat kecamatan

3. Membentuk DCC sebagai forum untuk dukungan teknis investasi desa

4. memformalkan ketiga kelembagaan diatas dalam struktur administratif kabupaten

1. Memanfaatkan kelompok tani dalam proses partisipatif untuk investasi desa mendukung inovasi

2. Membangun kemitraan antara kelompok tani dengan swasta untuk investasi dan adopsi inovasi

3. Mengusulkan biaya investasi desa

1. Meningkatkan ruang lingkup sistem informasi harga pasar untuk memenuhi kebutuhan di 4 propinsi PFI3P pada tahun ke empat

2. Menyediakan informasi harga pasar secara umum di tingkat produsen dan pasar

3. Mengembangan sistem informasi secara nasional setelah proyek berakhir

4. Memutakhirkan informasi pertanian secara reguler dan dapat dioperasikan pada tahun ke 4.

5. Membangun website informasi pertanian dan agribisnis

6. Memanfaatkan website pertanian untuk kegiatan bisnis pada tahunkedua setelah websiteoperasional.

7. Membangun pusat-pusat informasi di tingkat kabupaten dan dapat operasional pada tahun ketiga

1. Melaksanakan outreachprogram untuk penyebaran teknologi tepat guna

2. Melaksanakan program penelitian spesifik untuk lahan marginal

3. Mengembangkan metode produksi dan pemasaran pertanian

4. Menyelenggarakan kegiatan diseminasi hasil litkaji

MobilisasiKelompok

PengembanganKelembagaan

InvestasiDesa

Pengembangan Website Pertanian Nasional dan Pengembangan Pusat

Informasi Lokal

Pengembangan dan Diseminasi Inovasi

Pertanian

PERBAIKAN SARANA DAN PRASARANAMENINGKATNYA AKSES

INFORMASI

REORIENTASI PENELITIAN PERTANIAN

LAHAN MARGINAL

MENINGKATNYA INOVASI DALAM PRODUKSI DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN

OLEH PETANI MISKIN GOAL

MANFAAT

INPUT/ KEGIATAN

LUARAN