i . pendahuluan 1.1 latar belakang -...
TRANSCRIPT
1
I . PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung (Zea mays. L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi
kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar
yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai
makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan
akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin
meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan semakin meningkatnya
jumlah penduduk Indonesia (Anonim, 2012a).
Masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan utama
setiap hari. Keadaan ini menjadikan negara Indonesia sangat bergantung pada
komoditas tersebut. Ketergantungan masyarakat dalam mengkonsumsi beras akan
berdampak pada peningkatan kebutuhan beras yang tinggi. Fenomena semacam ini
pada akhirnya akan mempengaruhi harga beras dipasaran sehingga masyarakat
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan beras. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengkajian secara mendalam untuk komoditas non-beras serta peluang
pengembangan dan pemanfataannya bagi masyarakat serta Negara (Anonim, 2012b).
Jagung merupakan salah satu komoditas unggulan di kabupaten Bantaeng memiliki nilai
ekonomi penting dalam usaha pertanian. Permintaan jagung untuk kebutuhan bahan pakan ternak
terus meningkat, sementara kemampuan produksi masih terbatas. Jagung merupakan salah satu
tanaman yang banyak dikembangkan di kabupaten Bantaeng seperti dikecamatan Tompo
bulu dan kecamatan Pa’jukukang. Varietas yang ditanam di kedua kecamatan tersebut umumnya
lokal hibrida dan petani menanam untuk keperluan pemasaran seperti untuk sayur-sayuran dan
kebutuhan pakan ternak. Varietas jagung hibrida dari tahun ketahun terus berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi.
Di pasaran telah beredar berbagai varietas jagung hibrida seperti Bisi 2, Bisi 16, NK 22, NK
33, Pionir, Semar dan lain sebagainya. Namun demikian, petani di beberapa desa telah
menggunakan varietas hibrida seperti Bisi 2, NK 22.
2
Di desa Lembang Gantarang Keke kecamatan Tompobulu, para petani selain menanam
varietas hibrida untuk dipanen dalam bentuk tongkol kering, banyak pula menanam jagung varietas
hibrida untuk dipetik dalam keadaan muda. Panen jagung muda dirasakan menguntungkan
petani, karena dapat dipanen mulai umur 60 hari setelah tanam. Panen jagung hibrida muda
sangat diminati di lapangan, karena umurnya pendek, pemasarannya cukup lancar. Permintaan
masyarakat terhadap jagung hibrida tongkol muda dan pipilan selalu meningkat, hal ini disebabkan
karena kandungan karbohidrat dalam biji jagung mengandung gula (glukosa dan fruktosa), sukrosa,
polisakarida dan pati yang menyebabkan rasa manis. Pengukuran kadar air dalam suatu
bahan sangat diperlukan dalam berbagai bidang. Salah satu bidang yang memerlukan
pengukuran kadar air adalah bidang pertanian. Salah satu Komoditi pertanian yang
cukup penting untuk diketahui kadar airnya diantaranya adalah jagung . Mutu jagung
terutama ditentukan oleh kadar airnya, semakin tinggi kadar air jagung, mutunya
semakin jelek. Tingginya kadar air jagung dapat berakibat tumbuhnya jamur-jamur
penghasil mikotoksin (racun) yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Kadar
air juga perlu diketahui untuk biji-bijian yang lain (Astuti, 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar
air dalam suatu bahan makanan seperti jagung. Metode yang digunakan adalah
metode oven pengering. Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang
terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada
suhu 105o C selama waktu tertentu.
3
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi
pada jagung hibrida varietas BISI 2 dan NK22 mulai dari dua minggu sebelum panen
sampai dengan dua minggu setelah hari panen.
Kegunaan penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan pengetahuan
tentang prinsip penetapan kadar air dengan metode oven pengering. Serta
memberikan gambaran umum tentang kadar air yang terdapat di dalam jagung
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tumbuhan Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim (Annual Plants). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80 – 150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif, dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi
tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya memiliki
ketinggian antara 1 meter sampai 3 meter, namun ada varietas yang dapat mencapai
tinggi 6 meter. Tinggi tanaman bisa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas
sebelum bunga jantan (Suprapto,2011).
Jagung adalah termasuk tanaman monokotil (tumbuhan berbiji tunggal)
sehingga perakarannya pun tergolong akar serabut yang kedalamannya dapat
mencapai 8 meter, meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 meter. Batang
tanaman jagung tegak dan mudah terlihat, seperti sorgum dan tebu (Suprapto,1995).
2.2 Manfaat Jagung
Jagung merupakan tanaman sumber bahan pangan pokok bagi sebagian
masyarakat, selain gandum, padi atau beras. Jagung kaya akan karbohidrat.
Kandungan karbohidrat yang terkandung dalam jagung dapat mencapai 80% dari
seluruh bahan kering biji jagung. Karbohidrat itulah yang dapat menambah atau
memberikan asupan kalori pada tubuh manusia, yang merupakan sumber tenaga
sehingga jagung dijadikan sebagai bahan makanan pokok (Mubyarto, 2002).
Menurut (Mubyarto, 2002) manfaat jagung sebagai berikut :
1. Buahnya merupakan sumber karbohidrat bagi manusia.
2. Sebagai salah satu sumber pangan pokok.
3. Daunnya dapat digunakan untuk pakan ternak kambing, sapi, maupun kerbau.
4. Batangnya yang sudah kering dapat digunakan untuk kayu bakar.
5. Tulang jagung (jenggel) dapat digunakan sebagai kayu bakar.
5
6. Kulit dari buah jagung dapat digunakan sebagai pengganti kertas sigaret pada
rokok, serta dapat digunakan sebagai bungkus makanan kecil seperti dodol
7. Buahnya dapat diolah menjadi berbagai macam makanan, seperti nasi jagung,
jagung bakar, berondong (popccorn), dan juga sebagai pakan ternak.
klasifikasi tanaman jagung adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis : Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Gambar 1. Tanaman Jagung hibrida (Mubyarto, 2002).
2.3 Kadar Air
Kadar air merupakan presentasi kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (web basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%,
sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100%. Kadar air
6
merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan, yang dinyatakan dalam
persen (%). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan
pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa pada bahan
pangan. Kadar air cenderung menurun dengan meningkatnya lama pengeringan,
proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh lama pengeringan. Pengeringan dengan
menggunakan suhu yang tinggi dapat mengakibatkan pengeringan yang tidak merata,
yaitu bagian luar kering sedangkan bagian dalam masih banyak mengandung air
(Syarif dan Halid, 1993).
Tabrani (1997), menyatakan bahwa kadar air merupakan pemegang peranan
penting, kecuali “temperature”maka aktifitas air mempunyai tempat tersendiri dalam
proses pembusukan. Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam presentasi
berat bahan basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 g bahan disebut berat
kadar air basah. Kadar air ini basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
m = 100%………………………………………………………………….(1)
Cara lain untuk menyatakan kadar air adalah kadar air basis kering yaitu : air
yang diuapkan dibagi berat bahan setelah pengeringan dikurangi berat bahan setelah
pengeringan dan dinyatakan dalam persamaan berikut:
M = 100%………………………………………………………………….. .(2)
Dimana:
M = kadar air basis kering (%)
m = kadar air basis basah (%)
Wm = berat air dalam bahan (g)
Wd = berat bahan kering mutlak (g)
Wt = berat total = Wm + Wd (g)
Berat bahan kering ialah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang
terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan (Kusumah, Herminianto
dan Andarwulan, 1989).
7
Kandungan air dalam pangan dapat ditentukan dengan beberapa metode
penetapan kadar air. Penentuan kadar air bahan perlu dilakukan untuk mengetahui
jumlah air yang terdapat dalam bahan sehingga dapat ditentukan proses
penanganan/pengolahan selanjutnya dan menentukan kualitas produk akhir serta
digunakan untuk menentukan daya awet suatu bahan karena jumlah air dalam bahan
pangan biasanya dapat menjadi tolak ukur bagi keberadaan mikroorganisme perusak
bahan pangan khususnya pada aktifitas air bahan (Buckle, 2008).
Penentuan kadar air melibatkan kondisi yang kompleks dan terdiri atas
beberapa macam metode yang sangat tepat, cepat, serta bervariasi. Pemilihan metode
penetapan kadar air yang tepat sangat perlu dilakukan karena ada beberapa metode
yang dapat digunakan untuk menentukan kadar air maksimal bahan, tetapi dapat
menyebabkan penguapan senyawa volatil bahan, terjadi dekomposisi zat-zat organik,
maupun jenis kerusakan lain akibat pemanasan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan
sifat dan keadaan bahan yang akan dianalisis (Buckle, 2008).
Metode penentuan kadar air bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu metode thermogravimetri, destilasi, khemis, dan fisis. Prinsip analisa penetapan
kadar air secara thermogravimetri adalah pemanasan bahan pada titik didih air
sehingga air akan menguap, lalu ditimbang berat sebelum dan sesudah pemanasan.
Selisih berat bahan sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air bahan.
Sedangkan prinsip analisa penetapan kadar air dengan metode thermovolumetri
adalah menguapkan air dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi
daripada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih
rendah daripada air sehingga air akan terpisah dan dapat diukur kadarnya. Kadar air
dry bulb (db) adalah kadar air yang ditentukan pada saat suhu yaitu pada saat suhu
diukur dengan pembacaan termometer biasa atau termometer yang bolanya dalam
kondisi kering. Kadar air %db dapat dicari dengan rumus Ka % db = (b-c)/(c-a) x
100%. Kadar air % db menghitung jumlah air yang ada di dalam bahan dibandingkan
terhadap berat bahan kering dan dikalikan 100% (mencari kadar air dalam kondisi
bahan kering) (Buckle, 2008).
8
Menurut (Syarif dan Halid, 1993), menyatakan bahwa Ada beberapa macam
metoda kadar air, yakni :
a. Metoda pemanasan langsung
b. Metoda pengering vakum
c. Metoda karl fischer
Dalam penetapan kadar air pada sampel dilakukan metoda pemanasan
langsung. Metoda pemanasan langsung digunakan untuk menetapkan kadar air dari
zat yang tidak mudah rusak atau menguap pada suhu pemanasan 100 oC – 105 oC.
Penetapan ini relatif sederhana dimana contoh yang telah ditimbang atau diketahui
bobotnya dipanaskan dalam suatu pengering listrik pada suhu 100o – 105oC sampai
bobot tetap. Selisih bobot contoh awal dengan bobot tetap yang telah dicapai setelah
pengeringan adalah air yag telah menguap (Syarif dan Halid, 1993).
Kadar air wet bulb (wb) adalah kadar air yang ditentukan pada saat suhu wet
bulb yaitu ketika suhu campuran uap air-udara sebagaimana yang dinyatakan oleh
pengukuran dengan termometer yang ”bulb-nya” diselimuti dengan lapisan tipis cair.
Kadar air %wb dapat dicari dengan rumus Ka %wb= (b-c)/(b-a) x 100%. Kadar air %
wb menghitung jumlah air yang ada di dalam bahan dibandingkan terhadap berat
bahan basah dan dikalikan 100% (mencari kadar air dalam kondisi bahan basah)
(Sudewo, 2009).
Kadar air panen rata-rata biji jagung adalah 20% namun bila daerah
penanaman adalah daerah kering biasanya kadar air panen biji bisa mencapai 17%.
Selanjutnya biji jagung dikeringkan untuk mengurangi kadar air bahan hingga
mencapai kadar air kesetimbangan (Susila, 2010). Pernyataan yang sama juga
dijelaskan oleh Mwithiga (2004) bahwa biji jagung biasanya dipanen pada kadar air
20% basis basah atau lebih rendah dan sebagian besar pengolahan akan berlangsung
antara kadar air ini dan menuju kadar air kesetimbangan dengan kadar air 12% basis
basah.
9
2.4 Warna Bahan Pangan
Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan produk
pangan (Holinesti, 2009). Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat
bergantung pada beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai
gizinya, disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum
faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu
dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan
teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap
dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna seharusnya. Selain sebagai
faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator
kesegaran atau kematangan. Warna bahan pangan secara alami disebabkan oleh
senyawa organik yang disebut pigmen. Di dalam buah dan sayuran terdapat empat
kelompok pigmen yaitu khlorophil, karotenoid, anthocyanin dan anthoxanthin.
(Gusti, 1996).
2.5 Pengukuran Warna
Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat colorimeter,
spektrometer, atau alat-alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna.
Tetapi alat-alat tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang
tembus cahaya seperti sari buah, bir atau warna hasil ekstraksi. Untuk bahan cairan
yang tidak tembus cahaya atau padatan, warna bahan dapat diukur dengan
membandingkannya terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka-
angka. Salah satu atribut utama dalam gambar adalah warna. Warna digunakan dalam
seni, fotografi dan visual-personalisasi untuk menyampaikan informasi atau untuk
menyampaikan kondisi tertentu dari suatu objek (Leon, 2005).
Peranan warna dalam mutu bahan pangan adalah sangat penting, karena
umumnya konsumen atau pembeli sebelum mempertimbangkan nilai gizi dan rasa,
pertama-tama akan tertarik oleh keadaan warna bahan. Bila warna bahan makanan
kurang cocok dengan selera atau menyimpang dari warna normal, bahan makanan
10
tersebut tidak akan dipilih oleh konsumen, walaupun rasa, nilai gizi dan faktor-faktor
lainnya normal. Bahkan sering konsumen mempergunakan warna dari bahan
makanan sebagai indikasi mutu yang ada pada bahan makanan. Hal yang sama juga
dijelaskan Leon (2005) bahwa penampilan fisik dan warna adalah parameter pertama
bagi konsumen untuk menentukan kualitas dari suatu produk secara subjektif.
Selama proses grading dan pengemasan produk-produk makanan, warna
seringkali menjadi indikator untuk menunjukkan tingkat kualitas produk. Oleh karena
itu, penentuan warna dalam industri makanan tidak hanya untuk alasan ekonomi,
tetapi juga untuk kualitas merek dan standarisasi. Ketika bahan mengalami
penyimpangan dalam proses pengolahannya, baik proses pemanasan, pengeringan
atau proses lainnya maka secara fisik selain terjadi perubahan tekstur, warna dari
bahan juga akan mengalami perubahan. Selama proses pengolahan, warna bahan akan
mengalami perubahan yang cepat terhadap waktu, suhu dan cahaya. Instrument yang
sangat berguna dalam mengukur warna adalah kamera digital. Kamera digital
memiliki tangkapan warna yang jelas dari setiap pixel dari gambar objeknya. Dengan
jenis kamera tertentu, cahaya yang dipantulkan oleh suatu benda dideteksi oleh tiga
sensor per pixel. Model warna yang paling sering digunakan adalah model RGB.
Setiap sensor menangkap intensitas cahaya dalam merah (R), hijau (G) atau biru (B)
spektrum masing-masing. Dalam menganalisis gambar digital dari suatu objek maka
terlebih dahulu dilakukan analisis titik, meliputi sekelompok kecil pixel dengan
tujuan mendeteksi karakteristik kecil dari objek dan selanjutnya dilakukan analisis
global dengan menggunakan histogram warna untuk menganalisis homogenitas dari
objek (Leon, 2005).
11
Gambar 2. CIE Color Space (Gokmen, 2006)
Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan mengukur
komponen warna dalam besaran value, hue dan chroma. Nilai value menunjukkan
gelap terangnya warna, nilai hue mewakili panjang gelombang yang dominan yang
akan menentukan apakah warna tersebut merah, hijau atau kuning, sedangkan chroma
menunjukkan intensitas warna. Ketiga komponen itu diukur dengan menggunakan
alat khusus yang mengukur nilai kromatisitas suatu bahan. Angka-angka yang
diperoleh berbeda untuk setiap warna, kemudian angka-angka tersebut diplotkan ke
dalam diagram kromatisitas (Hardiyanti et al., 2009).
2.6 Model CIELAB
CIELAB merupakan model warna yang dirancang untuk menyerupai persepsi
penglihatan manusia dengan menggunakan tiga komponen yaitu L sebagai luminance
(pencahayaan) dan a dan b sebagai dimensi warna yang berlawanan. Perancangan
sistem aplikasi ini menggunakan model warna CIELAB pada proses segmentasi dan
proses color moments. Color moments merupakan metode yang cukup baik dalam
pengenalan ciri warna. Color moments menghasilkan tiga moments level rendah dari
sebuah objek dengan cukup baik. Model warna ini dipilih karena terbukti
memberikan hasil yang lebih baik daripada model warna RGB dalam mengukur nilai
kemiripan ciri warna terhadap objek. Model warna CIELAB juga dapat digunakan
untuk membuat koreksi kes
kontras pencahayaan yang sulit dan tidak mungkin dilakukan oleh model warna RGB
(Isa dan Yoga, 2008).
CIELAB juga merupakan ruang warna yang didefinisikan CIE pada tahun
1967. Dengan CIELAB kita mulai diberikan pandangan serta makna dari setiap
dimensi yang dibentuk, yaitu besaran CIE_L* untuk mendeskripsikan kecerahan
warna, 0 untuk hitam dan 100 untuk putih. Dimensi CIE_a* mendeskripsikan jenis
warna hijau-merah, dimana angka negati
sebaliknya CIE_a* positif mengindikasi
warna biru-kuning, dimana angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan
sebaliknya CIE_b* positif mengindikasikan warna kuning (Hunterlab, 2008).
Gambar
Gambar
untuk membuat koreksi keseimbangan warna yang lebih akurat dan untuk mengatur
ntras pencahayaan yang sulit dan tidak mungkin dilakukan oleh model warna RGB
CIELAB juga merupakan ruang warna yang didefinisikan CIE pada tahun
1967. Dengan CIELAB kita mulai diberikan pandangan serta makna dari setiap
dibentuk, yaitu besaran CIE_L* untuk mendeskripsikan kecerahan
warna, 0 untuk hitam dan 100 untuk putih. Dimensi CIE_a* mendeskripsikan jenis
merah, dimana angka negatif a* mengindikasikan warna hijau dan
sebaliknya CIE_a* positif mengindikasi warna merah. Dimensi CIE_b* untuk jenis
kuning, dimana angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan
sebaliknya CIE_b* positif mengindikasikan warna kuning (Hunterlab, 2008).
Gambar 3. CIELAB Color Model (Pratomo, 2011)
Gambar 4. Diagram Kromatisasi CIE (Pratomo, 2011)
12
imbangan warna yang lebih akurat dan untuk mengatur
ntras pencahayaan yang sulit dan tidak mungkin dilakukan oleh model warna RGB
CIELAB juga merupakan ruang warna yang didefinisikan CIE pada tahun
1967. Dengan CIELAB kita mulai diberikan pandangan serta makna dari setiap
dibentuk, yaitu besaran CIE_L* untuk mendeskripsikan kecerahan
warna, 0 untuk hitam dan 100 untuk putih. Dimensi CIE_a* mendeskripsikan jenis
a* mengindikasikan warna hijau dan
warna merah. Dimensi CIE_b* untuk jenis
kuning, dimana angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan
sebaliknya CIE_b* positif mengindikasikan warna kuning (Hunterlab, 2008).
. CIELAB Color Model (Pratomo, 2011)
romatisasi CIE (Pratomo, 2011)
13
Nilai Lab* dapat mengalami perubahan. Perubahan nilai selama proses
pengeringan dapat terjadi jika warna bahan mengalami perubahan. Berdasarkan
Nasrah (2010) perubahan-perubahan nilai Lab* dapat dituliskan sebagai berikut:
a. Perubahan nilai L* (∆L)
Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan nilai L*
yang dihasilkan. Dimana nilai positif menandakan sampel lebih terang dari
sebelumnya dan nilai negatif menandakan sampel lebih gelap dari sebelumnya.
∆L* L*0 – L* ............................……......................................................... (3)
Dimana :
∆L* = Perubahan nilai L* selama waktu tertentu
L*0 = Nilai L* untuk sampel pada kondisi awal
L* = Nilai L* untuk sampel selama waktu tertentu
b. Perubahan nilai a* (∆a)
Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan nilai a*
yang dihasilkan. Dimana nilai positif menandakan sampel lebih merah dari
sebelumnya dan nilai negatif menandakan sampel lebih hijau dari sebelumnya.
∆a* a*0 – a* ............................................……................................................. (4)
Dimana :
∆a* = Perubahan nilai a* selama waktu tertentu
a*0 = Nilai a* untuk sampel pada kondisi awal
a* = Nilai a* untuk sampel selama waktu tertentu
c. Perubahan nilai b* (∆b)
Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan nilai b*
yang dihasilkan. Dimana nilai positif menandakan sampel lebih kuning dari
sebelumnya dan nilai negatif menandakan sampel lebih biru dari sebelumnya.
∆b* b*0 – b* ......................................................................................................(5)
14
Dimana :
∆b* = Perubahan nilai b* selama waktu tertentu
b*0 = Nilai b* untuk sampel pada kondisi awal
b* = Nilai b* untuk sampel selama waktu tertentu
d. Total perubahan nilai Lab* (∆E*)
Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan/perbedaan
nilai Lab* yang dihasilkan. Dimana semakin besar nilai ∆E* maka semakin besar
pula perubahan/perbedaan nilai Lab* yang terjadi. Dan begitu pula sebaliknya,
semakin kecil nilai ∆E* maka semakin kecil pula perubahan/perbedaan nilai Lab*
yang terjadi.
∆E* √DL + Da + Db …...........…......................................................... (6)
Dimana :
∆E* = Perubahan nilai Lab* selama waktu tertentu
∆L* = Perubahan nilai L* selama waktu tertentu
∆a* = Perubahan nilai a* selama waktu tertentu
∆b* = Perubahan nilai b* selama waktu tertentu
e. Total perubahan tingkat saturasi warna (C* dan ∆C*)
Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana tingkat saturasi warna
yang dihasilkan. Dimana semakin tinggi nilai C*, maka semakin tinggi pula
saturasi warna yang dihasilkan. Dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai
C*, semakin rendah pula nilai saturasi yang dihasilkan.
Peningkatan atau penurunan saturasi warna. Hal ini disebabkan karena tinggi
rendahnya nilai saturasi untuk tiap-tiap warna berbanding lurus “(linier)” dengan
terang gelapnya suatu gambar (Anonim, 2012c).
C* √ + .……........................................................................... (7)
∆C* C*0 – C* .............................…..………………………………. (8)
15
Dimana :
C* = Nilai saturasi sampel selama waktu tertentu
a* = Nilai a* untuk sampel selama waktu tertentu
b* = Nilai b* untuk sampel selama waktu tertentu
∆C* = Perubahan nilai C* selama waktu tertentu
C*0 = Nilai saturasi sampel pada kondisi awal
f. Perubahan warna/hue (∆H*)
Parameter yang digunakan untuk melihat perubahan warna yang dihasilkan.
Dimana semakin besar nilai ∆H* maka semakin besar pula perubahan warna yang
terjadi. Dan begitu pula sebaliknya, semakin kecil nilai ∆H* maka semakin kecil
pula perubahan warna yang terjadi.
∆H*√DE − DL − DC ….........................…………………………. (9)
Dimana :
∆H* = Perubahan warna selama waktu tertentu
∆E* = Perubahan nilai Lab* selama waktu tertentu
∆L* = Perubahan nilai L* selama waktu tertentu
∆C* = Perubahan nilai C* selama waktu tertentu
16
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan
November 2012, bertempat di Laboratorium Prosesing dan Pengolahan pangan,
Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Timbagan digital
(ketelitian 0.001 g), lampu Philips 11 watt warna cahaya putih, desikator, oven,
kamera digital Samsung PL100, plastik kedap udara, aluminium foil, laptop untuk
penggunaan software Adobe Photoshop CS3.
Bahan yang digunakan adalah jagung jenis varietas BISI2 dan NK 22 yang
diperoleh dari dusun Lembang Gantarang Keke kecamatan Tompobulu kabupaten
Bantaeng. Bahan lainnya yaitu plastik bening, kertas label, dan kawat kasa.
3.3 Parameter perlakuan
a. Kadar Air meliputi kadar air basis basah (%bb) dan kadar air basis kering (%bk).
Kadar air ditentukan dengan menghitung berat bahan.
b. Perubahan warna yang diamati dengan menggunakan kamera digital. Selanjutnya
diolah menggunakan software Adobe Photoshop CS3 dengan model CIELAB.
c. Perubahan warna jagung meliputi persamaan 3 sampai 9
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Waktu dan Tempat Penanaman Benih Jagung
Waktu penanaman benih jagung ini dilaksanakan tepat pada bulan
Agustus 2012 oleh bapak abd. Nurdin dan bapak Tiar dari desa Lembang
Gantarang Keke di Kecamatan Tompobulu Kab. Bantaeng. Adapun benih yang
17
ditanam yaitu varietas BISI2 dan NK22. Pupuk yang dipakai pada tanaman
jagung tersebut adalah urea dan pupuk ZA.
3.4.2 Persiapan Bahan
1. Memperkirakan masa waktu panen jagung varietas BISI2 dan NK22
2. Menyiapkan biji jagung varietas varietas BISI2 dan NK22
3. Memilih sampel varietas jagung BISI2 dan NK22 dengan kondisi jagung yang
baik
4. Mengambil masing-masing 3 tongkol setiap jenis varietas jagung BISI2 dan
NK22, 16 hari, 12 hari, 8 hari, 4 hari, sebalum panen dan hari panen, serta 4 hari, 8
hari, 12 hari, 16 hari setelah panen
5. Mengambil gambar awal dengan alat pencahayaan objek dengan sudut
pencahayaan 450
6. Setelah itu pipil jagung kemudian ambil sekitar 100 g dari masing-masing tongkol
7. Menimbang wadah terlebih dahulu sebelum diisi dengan biji jagung. Cara ini akan
lebih efisien saat penimbangan berat biji jagung selama dalam proses oven
pengeringan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital
(ketelitian 0.001 g).
8. Menghamparkan bahan ke dalam wadah dengan teratur. Hal tersebut bertujuan
agar bahan selama dalam wadah tidak berantakan.
9. Menimbang kembali wadah yang kini telah terisi biji jagung. Penimbangan ini
dimaksudkan untuk mengetahui berat total sehingga berat biji dapat lebih mudah
dihitung dengan cara berat total dikurang dengan berat wadah.
10. Menempatkan bahan beserta wadahnya pada alat pencahayaan objek dengan
sudut pencahayaan sebesar 45o untuk dilakukan pengambilan gambar awal
dengan menggunakan kamera digital sebelum bahan dimasukkan ke dalam ruang
pengering (oven)
11. Bahan dimasukkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 105 0C untuk
menentukan berat akhir bahan.
18
3.4.3 Pengolahan Data
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan 2 varietas yaitu BISI2 dan
NK22 selanjutnya dilakukan pengolahan data sebagai berikut:
1. Kadar Air
Setelah berat kering bahan yaitu berat bahan setelah dimasukkan ke dalam
oven diukur, selanjutnya dilakukan perhitungan persentasi kadar air basis basah
dan kadar air basis kering (Kabb dan Kabk). Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan Persamaan 1 untuk Kabb dan Persamaan 2 untuk Kabk selanjutnya
hasil perhitungan tersebut ditabelkan.
Untuk memudahkan proses perhitungan data dan pengujiannya, kedua
persamaan ini (persamaan 1 sampai dengan persamaan 2) ditransformasikan ke
dalam bentuk linear. Selanjutnya dilakukan langkah berikut:
a. Menginput seluruh data termasuk data kadar basis basah dan basis kering ke
dalam program Microsoft Excel.
b. Membuat grafik dari data yang telah dimasukkan dan menambahkan trendline
dengan mengklik kanan pada grafik tersebut. Trendline akan menunjukkan
bentuk persamaan linear, hubungan antara kadar air basis basah terhadap
waktu, kadar air basis kering terhadap waktu sera hubungan proporsi berat
kering terhadap waktu. Nilai R2 untuk masing-masing model.
2. Analisis Perubahan Warna
Hasil foto bahan dengan menggunakan kamera digital selanjutnya diolah
dengan menggunakan software Adobe Photoshop CS3. Selanjutnya dilakukan
langkah berikut:
a. Menentukan sebanyak 30 titik setiap tongkol jagung. Titik-titik tersebut
berada di sepanjang barisan biji dari pangkal ke ujung tongkol jagung.
Pengambilan ke-30 titik bertujuan untuk meminimalisir nilai error selama
pengolahan data. Perhatikan Gambar 3 berikut ini.
19
Gambar 5. Pengambilan Titik Pada Gambar
b. Mengidentifikasi nilai L*, a* dan b* pada setiap titik nilai L*, a*, b*, ∆E*
∆C*, dan ∆H* selanjutnya diolah dalam persamaan 3 sampai dengan
persamaan 9 dalam Microsoft Excel untuk mengetahui perubahan warna secara
numerik yang terjadi pada biji jagung
c. Selanjutnya, hasil perhitungan warna secara numerik (nilai L*, a* dan b*)
diinput pada Color Picker dalam Adobe Photoshop CS3. Kemudian pilih menu
Color Libraries. Menu ini akan menampilkan secara otomatis warna yang
sesuai atau mendekati dengan data numerik yang telah diinput sebelumnya.
Color Libraries dilengkapi dengan beberapa panduan buku warna untuk
menciptakan kesesuaian warna yang tinggi.
20
Gambar 6. Input Nilai L*, a* dan b* Pada Color Picker
Gambar 7. Pengidentifikasian Warna Pada Color Libraries
21
Gambar 8. Bagan Alir Prosedur Penelitian
Pengambilan Gambar Tongkol utuh dan Penentuan Titik
Pemipilan Biji Jagung
Penimbangan Wadah Sampel
Pengisian biji jagung ke dalam wadah secara teratur
Penimbangan wadah yang telah berisi sampel jagung
Bahan dimasukkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 105 oC untuk menentukan berat akhir bahan
Menghitung kadar air biji jagung
Penyiapan Sampel Biji Jagung Varietas BISI2 dan NK22
Selesai
Mulai
4.1 Kadar Air
Kadar air merupakan presentasi kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%,
sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100%
4.1.1 Kadar Air KA (%bb)
Hasil pengamatan perilaku KA
varietas BISI2 maupun NK22 disjaikan pada Gambar
Gambar 9. Grafik Hubungan Kadar Air Basis Basah Varietas
-16 -12 -
Sebaran KA Bb menurut waktu panen
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar air merupakan presentasi kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (web basis) atau berdasarkan berat kering
Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%,
sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100%.
KA (%bb)
Hasil pengamatan perilaku KA (%bb) untuk seluruh periode pengamatan baik
pun NK22 disjaikan pada Gambar 9.
. Grafik Hubungan Kadar Air Basis Basah KA (%bb)Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu
y = -1E-05x3 + 0.000x2 - 0.009x + 0.288R² = 0.963
y = -5E-05x3 + 0.000x2 + 0.002x + 0.240R² = 0.994
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
-8 -4 0 4 8 12 16
Hari Panen
Sebaran KA Bb menurut waktu panen
KA Bb Bisi2
KA Bb NK22
22
Kadar air merupakan presentasi kandungan air suatu bahan yang dapat
atau berdasarkan berat kering (dry
Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%,
untuk seluruh periode pengamatan baik
KA (%bb) Jagung
0.009x + 0.288
+ 0.002x + 0.240
KA Bb Bisi2
KA Bb NK22
23
Gambar 9 menunjukkan adanya penurunan kadar air mulai pengamatan 16
hari sebelum panen sampai dengan 87 hari pada waktu panen pada kedua varietas,
BISI2 dan NK22. Penurunan seperti ini juga terjadi pada saat dilakukan penundaan
panen selama 16 hari. Namun demikian, penurunan pada saat penundaan panen tidak
sedrastis dengan penurunan yang terjadi sebelum hari panen. Dari gambar ini pula
diketahui bahwa laju penurunan kadar air varietas NK22 lebih cepat dibandingkan
dengan kadar air varietas BISI2 selama periode sebelum panen. Kecepatan
penurunan ini kemudian menjadi relatif sama mulai dari umur 87 hari saat panen
hingga 16 hari setelah panen. Gambar 9 juga menunjukkan bahwa pola penurunan
kadar air kedua varietas relatif mengikuti pola polynomial dengan R2 sebesar 0.9632
dan 0.9946 masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
Hal lainnya yang dijumpai dari pengamatan ini adalah adanya peningkatan
kadar air pada varietas NK22 sesaat setelah hari panen. Fenomena ini kemungkinan
disebabkan oleh hujan yang terjadi malam sebelum panen dilakukan. Namun
demikian, fenomena ini tidak terjadi pada varietas BISI2. Kemungkinan lainnya
adalah minimnya jumlah sampel yang digunakan sehingga keragaman data masih
tinggi.
4.1.1 Kadar air Basis Kering KA (bk%)
Hasil pengamatan perilaku KA (%bk) untuk seluruh periode pengamatan baik
varietas BISI2 maupun NK22 disjaikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Hubungan Kadar Air Basis Kering Jagung Varietas
Gambar 10 menunjukkan adanya penurunan kadar air
mulai pengamatan 16 hari sebelum panen sampai dengan
panen untuk kedua varietas
(%bk) sama dengan kadar air basis basah (%
kedua varietas dengan R
BISI2 dan NK22.
4.1.3 Proporsi Berat Kering
Hasil pengamatan perilaku Proporsi berat kering untuk seluruh periode
pengambilan sampel setiap pengamatan baik varietas BISI2 maupun NK22 disajikan
pada Gambar 11.
-16 -12
Sebaran KA Bk Menurut Waktu Panen
. Grafik Hubungan Kadar Air Basis Kering Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu
menunjukkan adanya penurunan kadar air basis kering
mulai pengamatan 16 hari sebelum panen sampai dengan 87 hari pada saat hari
varietas, BISI2 dan NK22. Penurunan kadar air basis kering KA
sama dengan kadar air basis basah (%bb). Pola persamaan polynomial pada
R2 sebesar 0.9670 dan 0.9440 masing-masing untuk varietas
Hasil pengamatan perilaku Proporsi berat kering untuk seluruh periode
pengambilan sampel setiap pengamatan baik varietas BISI2 maupun NK22 disajikan
y = -2E-05x3 + 0.000x2 - 0.021x + 0.403R² = 0.967
y = -6E-05x3 + 0.000x2 - 0.011x + 0.354R² = 0.944
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
-8 -4 0 4 8 12 16
Hari Panen
Sebaran KA Bk Menurut Waktu Panen
24
. Grafik Hubungan Kadar Air Basis Kering KA (%bb) 2 dan NK22 Terhadap Waktu
ring KA (%bk)
pada saat hari
Penurunan kadar air basis kering KA
Pola persamaan polynomial pada
masing untuk varietas
Hasil pengamatan perilaku Proporsi berat kering untuk seluruh periode
pengambilan sampel setiap pengamatan baik varietas BISI2 maupun NK22 disajikan
0.021x + 0.403
0.011x + 0.354
KA Bk BISI 2
KA Bk NK22
Gambar 11. Grafik Hubungan Proporsi Berat Kering (%) Jagung Varietas BISI2
Gambar 11 menunjukkan adanya
pengamatan 16 hari sebelum panen sampai
varietas, BISI2 dan NK22.
pada saat hari panen untuk kedua
penundaan panen selama 16 hari.
dengan kadar air basis basah (%
peningkatan proporsi berat kering
proporsi varietas BISI2 selama periode sebelum panen.
kering ini kemudian menjadi relatif sama mulai dari
16 hari setelah panen.
-16 -12 -8
. Grafik Hubungan Proporsi Berat Kering (%) Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu
menunjukkan adanya peningkatan proporsi berat kering
pengamatan 16 hari sebelum panen sampai umur panen yaitu 87 hari
dan NK22. Peningkatan proporsi berat kering seperti ini juga terjadi
hari panen untuk kedua varietas BISI2 dan NK22 setelah
penundaan panen selama 16 hari. Proporsi berat kering ini berbanding terbalik
dengan kadar air basis basah (%bb). Dari gambar ini pula diketahui bahwa laju
peningkatan proporsi berat kering varietas NK22 lebih cepat dibandingkan dengan
varietas BISI2 selama periode sebelum panen. Peningkatan proporsi berat
ini kemudian menjadi relatif sama mulai dari umur 80 hari saat panen hingga
elah panen.
y = 1E-05x3 - 0.000x2 + 0.009x + 0.711R² = 0.965
y = 3E-05x3 - 0.000x2 + 0.005x + 0.733R² = 0.939
0%
20%
40%
60%
80%
100%
8 -4 0 4 8 12 16Hari Panen
Proporsi Berat Kering
P- BISI 2
P- NK 22
Poly. (P- BISI 2)
Poly. (P- NK 22)
25
. Grafik Hubungan Proporsi Berat Kering (%) Jagung Varietas
peningkatan proporsi berat kering mulai dari
hari untuk kedua
seperti ini juga terjadi
setelah dilakukan
Proporsi berat kering ini berbanding terbalik
Dari gambar ini pula diketahui bahwa laju
varietas NK22 lebih cepat dibandingkan dengan
Peningkatan proporsi berat
saat panen hingga
+ 0.009x + 0.711
+ 0.005x + 0.733
BISI 2)
NK 22)
26
Gambar 11 juga menunjukkan bahwa pola peningkatan proporsi berat kering
kedua varietas relatifmengikuti pola polynomial dengan R2 sebesar 0.939 dan 0.965
masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
4.2 Perubahan Warna Biji jagung
Warna biji jagung diperoleh dengan mengolah data warna berupa perhitungan
rata-rata nilai L*, a* dan b* serta perhitungan ΔL*, Δa*, Δb*, ΔE*, ΔC* dan ΔH*.
Nilai L* merupakan parameter untuk menilai terang gelap gambar. Perubahan terang
gelapnya gambar selama pengeringan dihitung dengan nilai ΔL*. Sedangkan nilai a*
merupakan parameter untuk menilai warna dari merah ke hijau. Perubahan warna
merah ke hijau atau sebaliknya selama pengeringan dihitung dengan nilai Δa*.
Kemudian, nilai b* untuk menilai warna dari kuning ke biru. Perubahan nilai b*
selama pengeringan dihitung dengan nilai Δb*. Perhitungan nilai ΔE* dilakukan
untuk melihat tingkat perubahan nilai L*, a* dan b* selama pengeringan. Sedangkan
nilai ΔC* digunakan untuk melihat perubahan saturasi warna. Untuk menentukan
tingkat perubahan warna yang terjadi.
4.2.1 Nilai L*
Hasil pengamatan perilaku pengukuran nilai L* untuk seluruh periode
pengambilan sampel setiap pengamatan baik varietas BISI2 maupun NK22 disajikan
pada Gambar 12.
27
Gambar 12. Grafik Hubungan Nilai L* Jagung Varietas BISI2 dan NK22
Terhadap Waktu
Gambar 12 menunjukkan adanya penurunan nilai L* sepanjang hari panen
pada kedua varietas, BISI2 dan NK22. Penurunan seperti ini terjadi pada saat 16 hari
sebelum panen sampai 16 hari setelah panen. Namun demikian, penurunan pada saat
penundaan panen mulai 4 hari setelah panen sampai dengan 16 hari setelah panen
tidak signifikan dibandingkan dengan 16 hari sebelum panen sampai hari panen yaitu
pada saat umur 87 hari. Berdasarkan. Gambar 12 di atas, perubahan nilai rata-rata L*
pada BISI 2 menunjukkan adanya penurunan. Varietas NK22 lebih cepat
dibandingkan dengan varietas BISI2 selama periode sebelum panen. Penurunan ini
kemudian menjadi relatif sama mulai dari saat panen hingga 16 hari setelah panen.
Penurunan nilai L* yang besar terjadi pada hari ke 16 sebelum panen sampai
umur 87 hari pada saat panen. Gambar 12 juga menunjukkan bahwa pola penurunan
nilai L* kedua varietas relative mengikuti pola polynomial dengan R2 sebesar 0.929
dan 0.976 masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
Perubahan nilai L* yang cenderung menurun menunjukkan perubahan warna
biji menjadi lebih gelap dari sebelumnya. Dalam hal ini, warna awal biji yang
cenderung kuning muda mengalami perubahan menjadi kuning tua.
y = -0.001x3 + 0.015x2 - 0.294x + 49.22R² = 0.929
y = -0.001x3 + 0.038x2 - 0.353x + 35.39R² = 0.976
0
10
20
30
40
50
60
70
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16
Waktu
Nilai L*
L*-BISI2 L*-NK22
4.2.2 Nilai a*
Hasil pengukuran nilai a* (
varietas BISI2 dan NK22
gambar di bawah ini.
Gambar 13. Grafik Hubungan Nilai Terhadap Waktu
Pada Gambar 13
penurunan dari 16 hari
grafik ini juga kelihatan bahwa nilai a*
nilai a* BISI 2 sepanjang waktu pengamatan.
Penurunan nilai
hari panen. Sebaliknya penurunan pada 4 hari sesudah panen sampai dengan 16 hari
setelah panen tidak setajam dengan penurunan yang terjadi sebelum hari panen. P
penurunan nilai a* kedua varietas relati
sebesar 0.814 dan 0.943
-16 -12 -8
Hasil pengukuran nilai a* (Gambar 13) menunjukkan bahwa nilai a* untuk
varietas BISI2 dan NK22 menunjukkan adanya perubahan nilai a* ditunjukkan pada
. Grafik Hubungan Nilai a* Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu
3 nampak bahwa nilai a* untuk kedua varietas
dari 16 hari sebelum panen nilai hingga 16 hari setelah hari panen
grafik ini juga kelihatan bahwa nilai a* varietas NK22 secara umum lebih kecil dari
nilai a* BISI 2 sepanjang waktu pengamatan.
Penurunan nilai a* yang besar terjadi dari hari ke 16 sebelum panen sampai
penurunan pada 4 hari sesudah panen sampai dengan 16 hari
setelah panen tidak setajam dengan penurunan yang terjadi sebelum hari panen. P
* kedua varietas relatif mengikuti pola polynomial dengan R
0.943 masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22
y = 0.001x3 + 0.000x2 - 0.805x + 18.09R² = 0.814
y = 0.000x3 - 0.003x2 - 0.644x + 16.48R² = 0.943
0
5
10
15
20
25
30
-4 0 4 8 12 16
Waktu
Nilai a*
a*-BISI2
28
) menunjukkan bahwa nilai a* untuk
ditunjukkan pada
dan NK22
varietas mengalami
setelah hari panen. Dari
secara umum lebih kecil dari
hari ke 16 sebelum panen sampai
penurunan pada 4 hari sesudah panen sampai dengan 16 hari
setelah panen tidak setajam dengan penurunan yang terjadi sebelum hari panen. Pola
mengikuti pola polynomial dengan R2
untuk varietas BISI2 dan NK22.
0.805x + 18.09
0.644x + 16.48
a*-NK22
4.2.3 Nilai b*
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata
b* untuk warna pada biji
grafik berikut:
Gambar 14. Grafik Hubungan Nilai b* Jagung Varietas Terhadap Waktu
Perubahan nilai rata
b* terhadap 2 varietas yaitu BISI2 dan NK22
hari sebelum panen sampai
diketahui bahwa laju penurunan nilai
menunjukkan adanya penurunan
dibandingkan dengan varietas BISI2 selama periode
Gambar 14 juga menunjukkan bahwa pola penurunan nilai
relative mengikuti pola polynomial dengan R
masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
-16 -12 -8
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata
b* untuk warna pada biji jagung pada varietas BISI2 dan NK22 ditunjukkan pada
Grafik Hubungan Nilai b* Jagung Varietas BISI2 Terhadap Waktu
nilai rata-rata b* pada Gambar 14 memperlihatkan penurunan
b* terhadap 2 varietas yaitu BISI2 dan NK22 selama periode waktu panen
sampai 16 hari setelah panen. Dari (Gambar
diketahui bahwa laju penurunan nilai b* pada biji jagung untuk varietas BISI 2
menunjukkan adanya penurunan, ini terlihat jelas untuk varietas NK22 lebih cepat
dibandingkan dengan varietas BISI2 selama periode sebelum panen.
juga menunjukkan bahwa pola penurunan nilai b* kedua varietas
relative mengikuti pola polynomial dengan R2 sebesar 0.9669 dan 0.966
masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
y = -0.000x3 + 0.007x2 - 0.393x + 22.76R² = 0.966
y = -0.000x3 + 0.009x2 - 0.249x + 20.00R² = 0.966
0
5
10
15
20
25
30
35
-4 0 4 8 12 16
Waktu
Nilai b*
b*- BISI2
29
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata-rata nilai
ditunjukkan pada
BISI2 dan NK22
memperlihatkan penurunan nilai
selama periode waktu panen yaitu 16
14) ini pula
varietas BISI 2
varietas NK22 lebih cepat
kedua varietas
0.966 masing-
0.393x + 22.76
0.249x + 20.00
b*-NK22
4.2.4 Perubahan Nilai E* (ΔE
Perubahan nilai
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata
untuk varietas BISI2 dan NK22
Gambar 15. Grafik Hubungan NilaiTerhadap Waktu
Gambar 15 menunjukkan
sebelum panen panen hingga 16 hari setelah hari panen untuk varietas
NK22 mengalami penurunan
menunjukkan pola polynomial dengan R
untuk varietas BISI2 dan NK22.
4.2.5 Perubahan Nilai C* (ΔC*)
Untuk mengetahui sejauh mana saturasi warna yang terjadi pada 2 varietas
yaitu BISI2 dan NK22, maka perlu dihitung
lab*. Nilai ΔC* yang semakin tinggi memperlihatkan saturasi warna yang semakin
-16 -12 -8
E*)
erubahan nilai ΔE* menunjukkan tingkat saturasi warna biji
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata
dan NK22 ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:
. Grafik Hubungan Nilai ΔE* Jagung Varietas BISITerhadap Waktu
menunjukkan nilai saturasi warna pada periode awal
hingga 16 hari setelah hari panen untuk varietas
penurunan yang relatif konstan. Pola Perubahan nilai
menunjukkan pola polynomial dengan R2 sebesar 0.9567 dan 0.9734 masing
untuk varietas BISI2 dan NK22.
Perubahan Nilai C* (ΔC*)
Untuk mengetahui sejauh mana saturasi warna yang terjadi pada 2 varietas
yaitu BISI2 dan NK22, maka perlu dihitung metric chrome difference (ΔC*)
ilai ΔC* yang semakin tinggi memperlihatkan saturasi warna yang semakin
y = -0.002x3 + 0.029x2 - 0.541x + 56.82R² = 0.956
y = -0.001x3 + 0.035x2 - 0.619x + 43.92R² = 0.973
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
8 -4 0 4 8 12 16Waktu
Nilai ΔE*
E*- BISI2
30
* menunjukkan tingkat saturasi warna biji jagung.
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata-rata nilai E*
BISI2 dan NK22
ilai saturasi warna pada periode awal 16 hari
hingga 16 hari setelah hari panen untuk varietas BISI2 dan
Pola Perubahan nilai ΔE*
masing-masing
Untuk mengetahui sejauh mana saturasi warna yang terjadi pada 2 varietas
(ΔC*) dari nilai
ilai ΔC* yang semakin tinggi memperlihatkan saturasi warna yang semakin
0.541x + 56.82
0.619x + 43.92
E*- NK22
31
pula. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata-rata nilai C*
untuk tiga level suhu pengeringan ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:
Gambar 16. Grafik Hubungan Nilai ΔC* Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu
Gambar 16 menunjukkan perubahan saturasi warna yang terjadi pada varietas
BISI2 dan NK22. Hal ini terjadi pada varietas NK22 jauh lebih signifikan
dibandingkan pada varietas BISI2. Dari grafik di atas terlihat jelas bahwa penurunan
nilai ΔC* untuk varietas NK22 lebih rendah dibandingkan dengan varietas BISI2.
Jadi nilai saturasi warna pada periode awal panen hingga periode akhir panen pada
varietas BISI 2 dan NK22 mengalami penurunan.
Dari hasil pengamatan perubahan warna nilai ΔC* dalam hal ini chrome atau
saturasi warna yang dihasilkan, terlihat bahwa penurunan saturasi untuk ke 2 varietas
yaitu BISI2 dan NK22 dipengaruhi oleh tingkat kecerahan warna yang dilihat pada
nilai a* dan b* yang ,menyebabkan peningkatan atau penurunan saturasi warna. Hal
ini disebabkan karena tinggi rendahnya nilai saturasi untuk tiap-tiap warna
berbanding lurus (linier) dengan terang gelapnya suatu gambar (Anonim, 2012c).
Pola Perubahan nilai ΔC* menunjukkan pola polynomial dengan R2 sebesar 0.912
dan 0. 785 masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
y = 0.000x3 + 0.010x2 - 0.798x + 28.44R² = 0.912
y = -0.001x2 - 0.610x + 27.59R² = 0.785
05
1015202530354045
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16
Nila
i
Waktu
Nilai ΔC*
ΔC*BISI2 ΔC*NK22
32
4.2.6 Perubahan Nilai ΔH*
Nilai ΔH* merupakan nilai yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan
perubahan warna yang dihasilkan oleh ke 2 varietas biji jagung yaitu BISI2 dan
NK22 dapat dilihat pada gambar 16 dibawah ini :
Gambar 17. Grafik Hubungan Nilai ΔH* Jagung Varietas BISI 2 dan NK22 Terhadap Waktu
Berdasarkan Gambar 17, perubahan nilai ΔH* (tingkat perubahan warna)
menunjukkan penurunan untuk masing-masing varietas BISI2 dan NK22. Penurunan
yang terjadi pada periode awal yaitu 16 hari sebelum panen sampai 16 hari setelah
penundaan hari panen. Perubahan ini terjadi relatif konstan hingga akhir periode
panen yaitu pada umur 87 hari. Nilai ΔE* berbanding lurus dengan perubahan nilai
ΔH*, dimana semakin besar perubahan nilai ΔE* maka perubahan nilai ΔH* juga
cenderung meningkat. menunjukkan pola polynomial dengan R2 sebesar 0.968 dan
0.957masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
y = -0.001x3 + 0.034x2 - 0.85x + 80.49R² = 0.968
y = -0.002x3 + 0.046x2 - 0.791x + 62.86R² = 0.957
0
20
40
60
80
100
120
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16
waktu
Nilai ΔH*
ΔH*BISI 2
ΔH* NK22
33
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian jagung varietas BISI 2 dan NK22 diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Penurunan kadar air pada varietas BISI 2 terjadi penurunan dari 48.77%bb hingga
10.88%bb. Sedangkan perubahan penurunan kadar air pada NK22 terjadi
penurunan dari 46.37% bb hingga 9.10%bb.
2. Perubahan warna relatif mengikuti pola polynomial dengan R2sebesar 0.929 dan
0.976 (ΔH* ), 0.912 dan 0. 785 (ΔC*), .9567 dan 0.9734 ((ΔE*), 0.9669 dan
0.966 (b*) 0.814 dan 0.943(a*), 0.929 dan 0.976 (L*) masing-masing untuk
varietas BISI2 dan NK22.
5.2 Saran
Dalam melakukan sebuah penelitian tentang perubahan warna untuk bahan
pangan dengan ukuran kecil, disarankan untuk memperhatikan pergeseran atau
perubahan posisi sekecil apapun. Hal ini sangat penting agar hasil pengamatan warna
lebih akurat.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012a. http://restuws.wordpress.com/2010/06/13/teknologi-pengolahan-tanaman-jagung/. Akses tanggal 20 Oktober 2012.
Anonim, 2012b. http://blogs.unpad.ac.id/aidaghaissani/budidaya-jagung/.Akses
tanggal 18 Oktober 2012.
Anonim, 2012c. http://blogs.unpad.ac.id/aidaghaissani/Color Model/Color Space/.Akses tanggal 18 Oktober 2012.
Buckle, K. A.,Edward,R.A., Fleet, G.H., dan Wootton,M .2008.Food Science.Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono dalam Ilmu Pangan.Universitas Indonesia. Jakarta.
Gökmen, V., H. Z., Berkan Dülek and Enis Cetin. 2006. Computer Vision Based Analysis of Potato Chips A tool For Rapid Detection of Acrylamide Level. Science Direct Food Chemistry Vol. 101, Page 791-798.
Hardiyanti, N., E. J. Kining, Fauziah Ahmad dan N. M. Ningsih. 2009. Warna Alami. Jurusan Geografi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Makassar.
Holinesti, Rahmi. 2009. Studi Pemanfaatan Pigmen Brazilein Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Sebagai Pewarna Alami Serta Stabilitasnya pada Model Pangan. Jurnal Pendidikan dan Keluarga UNP, Vol. I, No. 2, Page 11-21.
Hunterlab, Catherine A. and R. E. Wrolstad. 2008. Color Quality of Fresh and Processed Foods. ACS Symposium Series 983. ACS Division of Agricultural and Food Chemistry, Inc. Oxford University Press. American Chemical Society, Washington, DC.
Isa, M. S. dan Y. Pradana. 2008. Flower Image Retrieval Berdasarkan Color Moments, Centroid-Contour Distance dan Angle Code HistogramKonferensi Nasional Sistem dan Informatika Bali, Vol. 108, No. 57, Page 321-326.
Kusumaha, Hermianto M.Andarwulan A. 1989. Pengolahan pangan .Journal of Food Engineering Vol. 78, Page 98-108.
35
Leon, K., D. Mery and F. Pedreschi. 2005. Color Measurement in L*a*b* Units From RGB Digital Images . Publication in Journal of Food Engineering Vol. I, Page 1-23.
Mubyarto, 2012. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Workshop Pemandu Lapangan 1 (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP). Departemen Pertanian
Mwithiga Gikuru and Mark Masika Sifuna, 2004. Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen.Bogor.
Nasrah, 2010. Color Measurement in L*a*b* Units From RGB Digital Images . Publication in Journal of Food Engineering Jurnal Teknologi Pertanian Vol.9, No. 3, Page 173-180.
Pascale, Danny. 2011. BabelColor, Color Translator and Analyzer Version 3.1. Help Manual Publisher. Montreal, Quebec, Canada.
Pratomo, Murat, Özdemir. 2011. Mathematical Analysis of Color Changes and Chemucal Parameters of Rosted Hazelnut, jurnal of engineering science and technology vol.3 no 1 (2008) 1-10.
Susila ,Syam, M., Hermanto dan A. Musaddad. 1996. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan, Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III, Buku 4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Sudewo, B. A. 2009. Keunggulan Mutu Gizi dan Sifat Fungsional jagung Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Bogor.
Suprapto. 2001 .Mengenal Jagung (Zea mays caritina). Buletin Teknik Pertanian Vol.13 No.2.
Syarif dan Halid, 1993.Teknologi Pengolahan Pangan. Arcan: Denpasar.
Tabrani. 1997. Emping Jagung:Teknologi dan Kendalanya. Institut Teknologi. Bandung.
36
LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Pengamatan Perubahan Warna (L*) Selama Periode Waktu Panen
Hari Panen L*BISI 2 L*NK22
-16 63.89259 59.3037-12 54.14815 47.26667-8 53.46667 40.63333-4 50.96667 37.466670 51.96296 37.129634 47.05185 35.722228 46.25556 33.15556
12 45.88148 31.4333316 44.58148 33.34074
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
Lampiran 2
Hasil Pengamatan Perubahan Warna (a*) Selama Periode Waktu
Hari Panena* BISI2 a* NK22
-16 27.02593 25.73704-12 25.97407 22.1963-8 24.44074 21.37778-4 24.08519 18.39630 11.24889 16.714034 20.36667 17.144448 10.67037 8.596296
12 10.21111 7.75555616 9.148148 6.959259
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
37
Lampiran 3
Hasil Pengamatan Perubahan Warna (b*) Selama Periode Waktu
Hari Panen B* BISI2 B*NK22
-16 32.8667 28.9889-12 28.1889 24.7889-8 25.9333 23.0222-4 25.2 20.43330 24.3926 20.68524 20.0444 20.3638 19.0481 17.1926
12 19.0481 16.796316 17.2182 16.4
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
Lampiran 4
Hasil Pengamatan Perubahan Warna (ΔC*) Selama Periode Waktu
Hari Panen ΔC* BISI2 ΔC* NK22
-16 42.5514 38.7653-12 38.331 33.2741-8 35.6355 31.4171-4 34.8588 27.49450 22.9979 26.59394 28.5759 33.51478 22.1084 19.2219
12 21.6125 18.500416 19.4976 17.8155
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
38
Lampiran 5
Hasil Pengamatan Perubahan Warna (ΔE*) Selama Periode Waktu
Hari Panen ΔE * BISI2 ΔE *NK22
-16 83.5051 70.8497-12 66.3422 57.804-8 64.254 51.3624-4 61.7474 46.47250 58.4952 45.67114 55.0496 44.54958 51.2675 38.3246
12 50.717 36.473516 48.6587 37.8021
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
Lampiran 6
Hasil Pengamatan Perubahan Warna (ΔE*) Selama Periode Waktu
Hari Panen ΔC* BISI2 ΔC* NK22
-16 42.5514 38.7653-12 38.331 33.2741-8 35.6355 31.4171-4 34.8588 27.49450 22.9979 26.59394 28.5759 33.51478 22.1084 19.2219
12 21.6125 18.500416 19.4976 17.8155
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013
39
Lampiran 7
Hasil Pengamatan Hubungan Kadar Air Basis Basah (%bb) Terhadap Waktu
Hari Panen BISI2 (%bb) NK22 (%bb)
-16 48.77% 46.37%-12 45.88% 34.04%-8 40.66% 26.12%-4 30.09% 23.08%0 25.18% 23.08%4 26.29% 26.15%8 22.84% 23.71%
12 18.72% 19.67%16 10.88% 9.10%
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013
Lampiran 8
Hasil Pengamatan Hubungan Kadar Air Basis Kering (%bk) Terhadap Waktu
Hari Panen BISI2 (%bk) NK22 (%bk)
-16 95.22% 94.05%-12 84.78% 86.46%-8 68.53% 51.61%-4 43.05% 35.35%0 33.65% 30.01%4 35.66% 35.40%8 29.61% 31.09%
12 23.03% 24.48%16 12.21% 10.01%
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013
40
Lampiran 9
Hasil Pengamatan Hubungan Proporsi Berat Kering (%) Terhadap Waktu
Hari Panen BISI2 (%) NK22 (%)
-16 50.72% 51.53%-12 53.99% 53.63%-8 59.32% 65.96%-4 69.92% 73.88%0 74.70% 76.92%4 73.71% 73.85%8 77.16% 76.29%
12 81. 28% 80.33%16 89.1e% 90.90%
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013
41
Lampiran 10. Varietas jagung BISI2 dan NK22
SBP
(hari)
BISI 2 Gambar NK 22 Gambar
16 hari
BISI 2 (1) NK 22 (1)
BISI 2 (2) NK 22 (2)
BISI 2 (3) NK 22 (3)
12 hari
BISI 2 (1) NK 22 (1)
BISI 2 (2) NK 22 (2)
42
BISI 2 (3) NK 22 (3)
8 hari
BISI 2 (1) NK 22 (1)
BISI 2 (2) NK 22 (2)
BISI 2 (3) NK 22 (3)
4 hari
BISI 2 (1) NK 22 (1)
BISI 2 (2) NK 22 (2)
43
BISI 2 (3) NK 22 (3)
Hari
Panen
BISI 2 (1) NK 22 (1)
BISI 2 (2) NK 22 (2)
BISI 2 (3) NK 22 (3)
4 hari
SDP
BISI 2 (1) NK 22 (1)
BISI 2 (2) NK 22 (2)
44
BISI 2 (3) NK 22 (3)
8 hari
SDP
BISI 2 (1) NK 22 (1)
BISI 2 (2) NK 22 (2)
BISI 2 (3) NK 22 (3)
12 Hari
SDP
BISI 2 (1) NK 22 (1)
BISI 2 (2) NK 22 (2)
45
BISI 2 (3) NK 22 (3)
16 Hari
SDP
BISI 2 (1) NK 22 (1)
BISI 2 (2) NK 22 (2)
BISI 2 (3) NK 22 (3)
Hari Sampel Sebelum di Oven Sampel Sesudah di Oven
16 hari BISI 2 BISI 2
12 hari BISI 2 BISI 2
46
8 hari BISI 2 BISI 2
4 hari BISI 2
BISI 2
1 hari BISI 2 BISI 2
Hari Sampel Sebelum di Oven Sampel Sesudah di Oven
16 hari NK22 NK22
12 hari NK22 NK22
8 hari NK22 NK22
47
4 hari NK22 NK22
Panen NK22 NK22
Hari SDP Sampel Setelah di Oven Setelah di Oven
4 hari BISI 2 NK 22
8 hari BISI 2 NK 22
12 hari BISI 2 NK 22