i. hasil dan pembahasan 4.1. gambaran umum penelitian...

29
I. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian 4.1.1. Letak Geografis Desa Penelitian Desa Batur merupakan salah satu desa yang sebagian besar penduduknya bertani. Di Desa Batur terdapat 2 golongan petani yaitu petani organik dan petani non organik. Jumlah penduduk Desa Batur sampai tahun 2014 adalah sebanyak 6.878 jiwa yang terdiri dari 3.633 laki-laki dan 3.235 perempuan dengan jumlah kepala keluarga 4.848 KK. Desa Batur secara administrasi termasuk dalam wilayah Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa Batur memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Desa Sumogawe b. Sebelah Selatan : Gunung Merbabu c. Sebelah Barat : Desa Kopeng d. Sebalah Timur : Desa Tajuk Secara geografis Desa Batur memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan) adalah sebagai berikut : a. Jarak dari Pusat Kecamatan Getasan : 3 km b. Jarak dari Pusat Kabupaten Semarang : 30 km c. Jarak dari Pusat Provinsi Jawa Tengah : 35 km d. Jarak dari Pusat Ibu Kota Jakarta : 200 km Berdasarkan data monografi Desa Batur 2014, luas Desa Batur adalah 1081,750 Ha yang terbagi menjadi 19 dusun yang terdiri 19 RW, dan 55 RT. Luas tanah tersebut digunakan untuk berbagai keperluan baik jalan, ladang, pemukiman, bangunan umum, pemakaman dan peternakan. Desa Batur mempunyai keadaan tanah yang masuk golongan dataran tinggi dengan ketinggian 1.200 m 2 diatas permukaan laut, sedangkan suhu rata-rata yang dimiliki adalah 17°C dengan curah hujan sebesar 2.500 mm/th.

Upload: doanhuong

Post on 08-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

19

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Penelitian

4.1.1. Letak Geografis Desa Penelitian

Desa Batur merupakan salah satu desa yang sebagian besar penduduknya bertani.

Di Desa Batur terdapat 2 golongan petani yaitu petani organik dan petani non organik.

Jumlah penduduk Desa Batur sampai tahun 2014 adalah sebanyak 6.878 jiwa yang

terdiri dari 3.633 laki-laki dan 3.235 perempuan dengan jumlah kepala keluarga 4.848

KK. Desa Batur secara administrasi termasuk dalam wilayah Kecamatan Getasan,

Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa Batur memiliki batas-batas wilayah

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Desa Sumogawe

b. Sebelah Selatan : Gunung Merbabu

c. Sebelah Barat : Desa Kopeng

d. Sebalah Timur : Desa Tajuk

Secara geografis Desa Batur memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat

pemerintahan) adalah sebagai berikut :

a. Jarak dari Pusat Kecamatan Getasan : 3 km

b. Jarak dari Pusat Kabupaten Semarang : 30 km

c. Jarak dari Pusat Provinsi Jawa Tengah : 35 km

d. Jarak dari Pusat Ibu Kota Jakarta : 200 km

Berdasarkan data monografi Desa Batur 2014, luas Desa Batur adalah 1081,750

Ha yang terbagi menjadi 19 dusun yang terdiri 19 RW, dan 55 RT. Luas tanah tersebut

digunakan untuk berbagai keperluan baik jalan, ladang, pemukiman, bangunan umum,

pemakaman dan peternakan. Desa Batur mempunyai keadaan tanah yang masuk

golongan dataran tinggi dengan ketinggian 1.200 m2 diatas permukaan laut, sedangkan

suhu rata-rata yang dimiliki adalah 17°C dengan curah hujan sebesar 2.500 mm/th.

20

4.1.2. Keadaan Tanah dan Luas Penggunaan Lahan

Luas keseluruhan Desa Batur adalah 1081,750 Ha. jenis penggunaan lahan desa

Batur dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Luas dan Penggunaan Lahan Desa Batur

Bentuk penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase

Pemukiman, bangunan umum

Jalan, makam

Tegalan

Tanah kritis, Tanah bengkok

Tanah negara

380

173

321

102

105,750

35,13

15,99

29,67

9,43

9,78

Jumlah 1081,750 100%

Sumber: Data Monografi Desa Batur, 2014

Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa lahan di Desa Batur pada tahun 2014 masih

banyak yang belum digunakan, masih menjadi milik negara. Namun pada tahun 2016

ini tanah negara tersebut sudah banyak dimiliki oleh penduduk Desa Batur dan

digunakan untuk bercocok tanam menanam sayuran.

4.1.3. Keadaan Pertanian

Lokasi penelitian yaitu Desa Batur, jenis tanaman yang biasanya diusahakan

petani adalah sawi sendok, selada hijau, selada merah, brokoli, seledri, daun bawang,

dan masih ada banyak jenis sayuran lainnya. Para petani di Desa Batur menggunakan

pola tanam tumpangsari agar dapat menghasilkan hasil panen yang berlimpah

meskipun memiliki lahan yang tidak begitu luas. Menurut Paimin (1991) menyatakan

bagi petani yang menanam sayuran sebagai penghasilan keluarga, pola tanam

menggunakan tumpangsari memang menguntungkan. Dengan melakukan tumpangsari

bersama tanaman lain dapat memberikan penghasilan bagi petani selama menunggu

hasil sayuran lainnya. Pertanian di Desa Batur memiliki pola pergiliran usahatani yang

cenderung tetap tiap tahunnya dan tanaman yang biasanya ditumpangsarikan adalah

jagung, cabai, sawi sendok, selada hijau, selada merah dan masih banyak lainnya.

19

21

4.2. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini petani responden adalah petani yang melakukan budidaya

sayuran secara organik yang bergabung di dalam kelompok tani Bangkit Merbabu.

Selanjutnya untuk mengetahui karakteristik petani responden akan diuraikan

berdasarkan tingkat pendidikan, usia, pendapatan dan luas lahan.

a. Tingkat Pendidikan

Menurut Widiarti (2010), pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap pola pikir petani dalam menjalankan usahatani dan pengambilan keputusan

dalam hal membudidayakan sayuran yang diproduksinya. Selain itu, pendidikan juga

akan berpengaruh dalam penyerapan inovasi yang dapat diterapkan dalam kegiatan

usahataninya.

Tabel 4.2 Petani berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat

Pendidikan Frekuensi Persentasi

Tidak Sekolah 0 0.0%

SD 4 8.9%

SMP 29 64.4%

SMA 8 17.8%

Perguruan Tinggi 4 8.9%

Jumlah 45 100%

Rata-rata SMP

Sumber: Data Primer (2016)

Tingkat pendidikan yang ditempuh petani akan memberikan pengetahuan yang

lebih baik tentang cara berpikir, penerimaan suatu informasi, maupun penilaian

terhadap suatu masalah yang terjadi. Pada tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar

petani memiliki pendidikan SMP sehingga tidaklah sulit bagi mereka untuk menerima

informasi.

b. Usia

Usia akan mempengaruhi keputusan petani. Menurut Kartasapoetra dalam

Nurdin (2011), petani yang berusia 50 tahun ke atas biasanya sulit menerima hal-hal

22

baru. Petani muda biasanya lebih mudah menerima hal-hal baru dari luar dirinya. Pada

Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa usia petani rata-rata yaitu 44 - 51th dengan frekuensi

15 petani sehingga kemampuan bekerja dan menerima hal-hal baru diharapkan lebih

baik dengan kriteria umur dibawah 50 th, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk

petani yang memiliki usia diatas 50th mereka memiliki pengalaman lebih banyak hanya

saja cara berfikir yang berbeda dalam hal penerimaan inovasi pertanian.

Tabel 4.3 Petani berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentasi

20 – 27 2 4,4%

28 – 35 5 11,1%

36 – 43 8 17,8%

44 – 51 15 33,4%

52 – 59 7 15,5%

60 – 66 8 17,8%

Jumlah 45 100%

Sumber: Data Primer (2016)

c. Luas Lahan

Luas lahan usahatani berpengaruh positif terhadap produksi usahatani. Luas

lahan dapat menentukan pendapatan, taraf hidup, dan derajat kesejahteraan rumah

tangga petani.

Tabel 4.4 Petani beradasarkan Luas Lahan

Luas lahan (m2 ) Frekuensi Persentasi

200.0 - 1760.0 28 62.2%

1760.0 - 3320.0 10 22.2%

3320.0 - 4880.0 1 2.2%

4880.0 - 6440.0 4 8.9%

6440.0 -8000.0 2 4.4%

Jumlah 45 100%

Rata-rata 1949 m2

Sumber: Data Primer (2016)

23

Pada tabel diatas diketahui kebanyakan petani memiliki luas lahan yang sempit

yaitu 200 m2 – 1760 m2 dengan jumlah responden terbanyak yaitu 28 petani, tetapi hal

ini tidak mengecilkan hasil produksi mereka karena para petani di kelompok tani

Bangkit Merbabu ini menanam sayuran dengan sistem tumpang sari, sehingga

walaupun mereka memiliki lahan yang digolongkan sempit mereka masih dapat

memenuhi kebutuhan pasar.

4.3. Kepuasan Petani dengan Kualitas Pelayanan Penyuluhan

Kelompok tani Bangkit Merbabu merupakan kelompok tani syauran organik

yang mendapatkan penyuluhan serta pembinaan dari Dinas Pertanian. Penyuluhan

yang didapatkan oleh kelompok tani Bangkit Merbabu ini tidak mendapatkan jadwal

yang pasti dari Dinas Pertanian, oleh karena itu kelompok tani Bangkit Merbabu

mengadakan pertemuan kelompok setiap minggunya untuk membahas permasalahan

yang ada baik di lahan maupun mengenai penjualan. Kepuasan petani terhadap suatu

jasa ditentukan oleh kepentingan petani. Pada hal ini kepuasan petani diukur

menggunakan 5 indikator yaitu tangible, reliability, responsiveness, insurance dan

empathy.

4.3.1. Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani terhadap Kualitas

Pelayanan Penyuluhan dalam hal bukti fisik/nyata (Tangible)

Kepuasan petani terhadap kualitas pelayanan penyuluhan dilihat dari kepuasan

terhadap bukti fisik/nyata (tangible) dari penyuluh melalui tabel berikut:

Tabel 4.5 Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani (Tangible)

No Tangible

Sangat

Setuju

(Orang)

Setuju

(Orang)

Ragu

(Orang)

Tidak

Setuju

(Orang)

Sangat

Tidak

Setuju

(Orang)

Rata-

rata skor

1 Dalam kegiatan penyuluhan, penyuluh

menggunakan alat peraga yang

memperjelas materi penyuluhan

5 6 15 13 6 2,8

2 Penyuluh selalu berpakaian rapi (sopan/

sesuai dengan kondisi lokasi penyuluhan) 20 7 8 10 0 3,8

24

3 Kelengkapan ruangan penyuluhan alat bantu

seperti LCD dan proyektor sehingga

penyuluhan lebih menarik.

20 6 10 7 2 3,7

4 Penyuluh memberikan brosur atau materi

kepada petani saat menyampaikan

penyuluhan

22 10 10 3 0 4,1

Rata-rata skor total 3,6

Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui petani menilai penyuluhan yang

mereka dapatkan dari segi fisik atau tangiblememiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 3,6.

Hal ini dikarenakan untuk setiap kegiatan penyuluhan, penyuluh selalu memakai

peralatan seperti proyektor, dan brosur sehingga petani tidak bosan ketika kegiatan

penyuluhan berlangsung.

4.3.2. Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani terhadap Kualitas

Pelayanan Penyuluhan dalam hal keandalan (Reliability)

Kepuasan petani terhadap kualitas pelayanan penyuluhan dapat dilihat dari

kepuasan terhadap keandalan (reliability) dari penyuluh melalui tabel berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani (Reliability)

No Reliability

Sangat

Setuju

(Orang)

Setuju

(Orang)

Ragu

(Orang)

Tidak

Setuju

(Orang)

Sangat

Tidak

Setuju

(Orang)

Rata-

rata skor

1 Penyuluh memberikan materi dengan jelas

dan mudah dimengerti 14 15 9 6 1 3,1

2 Bahasa yang digunakan penyuluh

merupakan bahasa Indonesia yang jelas dan

mudah dimengerti

15 21 3 5 1 3,4

3 Penyuluh mampu menjawab pertanyaan

dari peserta dengan sabar dan mudah

dimengerti

14 16 13 0 2 3,3

4 Materi yang disampaikan dengan

menggunakan peralatan atau media yang

menarik sehingga tidak membosankan

14 15 12 4 0 3

Rata-rata skor total 3,2

25

Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan tabel diatas rata-rata skor untuk kepuasan petani dalam hal

keandalan penyuluh sebesar 3,2 dapat disimpulkan bahwa petani menilai keandalan

penyuluh sudah baik atau sudah cukup puas, menurut hasil wawancara petani

mengakui penyuluh yang hadir sangat membantu mereka karena menambah wawasan

petani semakin luas walaupun sebagian kecil penyuluh yang datang terkadang masih

belum bisa menjawab pertanyaan dari para petani tetapi walaupun demikian petani.

4.3.3. Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani terhadap Kualitas

Pelayanan Penyuluhan dalam hal merespon (Responsiveness)

Kepuasan petani terhadap kualitas pelayanan penyuluhan dapat dilihat dari

kepuasan terhadap respon (responsiveness) dari penyuluh melalui Tabel 4.7.

Berdasarkan Tabel 4.7 didapat nilai yang tinggi dari hasil respon penyuluh

dengan rata-rata skor 3,9, hal ini sesuai dengan pernyataan petani dari hasil wawancara

dimana mereka sangat puas terhadap respon penyuluh ketika melakukan tanya jawab

karena penyuluh bersikap ramah terbukti dengan rata-rata skor tertinggi ada pada

pernyataan pertama dan kedua selain itu menurut petani informasi yang didapatkan

sesuai dengan kebutuhan petani.

Tabel 4.7 Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani (responsiveness)

No Responsiveness

Sangat

Setuju

(Orang)

Setuju

(Orang)

Ragu

(Orang)

Tidak

Setuju

(Orang)

Sangat

Tidak

Setuju

(Orang)

Rata-

rata skor

1 Penyuluh tanggap ketika peserta

mengajukan saran atau pertanyaan 24 6 9 6 0 4

2 Penyuluh berinteraksi secara aktif dengan

peserta sehingga terjadi timbal balik saat

penyuluhan

19 11 11 4 0 4

3 Penyuluh menangani masalah atau

keluhan yang dialami petani secara tepat 18 9 15 3 0 3.9

4 Penyuluh memberikan informasi yang

dibutuhkan petani secara tepat 13 15 13 4 0 3.8

Rata-rata skor total 3.9

26

Sumber: Data Primer (2016)

4.3.4. Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani terhadap Kualitas

Pelayanan Penyuluhan dalam hal jaminan (Assurance)

Kepuasan petani terhadap kualitas pelayanan penyuluhan dapat dilihat dari

kepuasan terhadap jaminan(Assurance) dari penyuluh melalui Tabel 4.8.

Berdasarkan Tabel 4.8 didapatkan nilai skor rata-rata yang tinggi yang sebesar

4,06 dapat diartikan bahwa petani puas dengan cara penyampaian yang dilakukan

penyuluh serta penyuluh juga dapat meyakinkan para petani dengan inovasi-inovasi

baru mengenai pertanian organik.

Tabel 4.8 Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani (Assurance)

No Assurance

Sangat

Setuju

(Orang)

Setuju

(Orang)

Ragu

(Orang)

Tidak

Setuju

(Orang)

Sangat

Tidak

Setuju

(Orang)

Rata-

rata skor

1 Penyuluh mampu meyakinkan peserta

dengan materi mengenai inovasi baru

dalam pertanian

14 18 12 1 0 4

2 Penyuluh yang datang memiliki

kemampuan kompetensi dan professional

dalam melayani peserta

17 15 9 3 1 3.9

3 Penyuluh memberikan rasa percaya

kepada petani untuk menangani masalah

yang dihadapi petani

18 16 9 2 0 4.1

27

4 Penyuluh selalu bersikap sopan dan sabar

kepada petani 24 6 13 2 0 4.1

Rata-rata skor total 4.06

Sumber data primer : 2016

4.3.5. Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani terhadap Kualitas

Pelayanan Penyuluhan dalam hal empati (Emphaty)

Kepuasan petani terhadap kualitas pelayanan penyuluhan dapat dilihat dari

kepuasan terhadap empati (emphaty) penyuluh melalui tabel berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan Petani (Emphaty)

No Empathy

Sangat

Setuju

(Orang)

Setuju

(Orang)

Ragu

(Orang)

Tidak

Setuju

(Orang)

Sangat

Tidak

Setuju

(Orang)

Rata-

rata skor

1 Penyuluh memberikan perhatian secara

individu kepada anda 8 13 18 6 0 3.5

2 Penyuluh mampu menjalin hubungan yang

baik dengan peserta 12 18 10 3 2 3.7

3 Penyuluh mampu berkomunikasi dengan

baik dengan petani 13 18 8 4 2 3.8

4 Penyuluh mampu melayani peserta dengan

penuh perhatian 12 20 10 3 0 3.9

Rata-rata skor total 3.7

Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan tabel diatas didapatkan nilai rata-rata skor yang tinggi sebesar 3,7

yang dapat menyatakan bahwa petani di kelompok tani Bangkit Merbabu puas dengan

cara penyampaian penyuluh, hal ini dikarenakan penyuluh yang datang dapat

menyesuaikan cara berkomunikasi dengan petani dengan menggunakan bahasa yang

mudah dimengerti petani.

4.4. Kapasitas Petani

Dalam hal ini kapasitas petani mencakup kemampuan manajerial petani dan

kemampuan sebagai innovator.

Tabel 4.10 Distribusi Petani berdasarkan Kapasitas Petani

28

No Kapasitas Petani

Sangat

Setuju

(Orang)

Setuju

(Orang)

Ragu

(Orang)

Tidak

Setuju

(Orang)

Sangat

Tidak

Setuju

(Orang)

Rata-

rata skor

1 Mampu menciptakan inovasi baru

pertanian atau usahatani berupa menciptakan

produk baru atau alat pertanian yang lebih

mudah digunakan dan efektif

6 14 7 7 11 2.9

2 Aktif sebagai pengurus kelompok tani dan

atau kegiatan pertanian tingkat

desa/kecamatan

6 16 9 8 6 3.1

3 Mampu menggunakan media yang ada

sebagai sumber informasi pertanian antara

lain koran, tv, radio, dan internet.

8 6 11 10 10 2.8

4 Mampu mengatasi permasalahan

pertanian secara mandiri antara lain

menghilangkan hama penyakit, irigasi, dan

kesuburan lahan

13 19 3 8 2 3.7

5 Mampu mempertahankan/meningkatkan

produksi 3 musim tanam terakhir 6 16 15 7 1 3.4

6 Mampu menghasilkan produksi diatas

rata-rata desa 4 19 15 4 3 3.3

7 Mampu menghindari kegagalan panen 3

musim tanam terakhir 5 15 15 9 1 3.3

8 Mampu mempertahankan/meningkatkan

rata-rata harga jual hasil sayuran selama 3

musim terakhir

3 29 18 5 2 3.5

Rata-rata skor total 3.2

Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa kapasitas petani memiliki nilai rata-

rata 3,2 dan dapat dikatakan sudah cukup baik, tetapi dalam hal menciptakan inovasi

dan pemanfaatan media memiliki nilai yang rendah yaitu 2,8 dan 2,9, hal ini

dikarenakan hanya sedikit petani yang dapat menggunakan internet dan tingkat

kemauan untuk belajar melalui media tidak cukup baik, kebanyakan petani lebih

memilih untuk ikut penyuluhan dibandingkan mencari informasi melalui media seperti

televisi, koran maupun internet. Tetapi untuk kemampuan di lahan para petani sudah

29

dapat diandalkan dimana mereka mampu mengatasi permasalahan seperti hama

penyakit, selain keahlian petani di lahan mereka juga sudah mengerti bagaimana cara

manajemen produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar, untuk memenuhi kebutuhan

pasar kelompok tani ini mensiasati membagi jenis sayuran yang ditanam sehingga

petani yang satu dan yang lainya memiliki tanaman yang berbeda.

4.5. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

Ketahanan pangan terdiri dari tiga pilar yaitu ketersediaan, akses, dan

pemanfaatan. (Chung et al, 1997) Dalam penelitian ini ketahanan pangan rumah tangga

petani diukur dengan tigaindikator tersebut.

4.5.1. Distribusi Petani berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

dilihat dari Ketersediaan Pangan

Ketahanan pangan rumah tangga petani dilihat melalui indikator ketersediaan

pangan sapat dilihat melalui Tabel 4.11.

Berdasarkan Tabel 4.11 diketahui bahwa ketersediaan pangan petani memiliki

nilai yang tinggi dengan rata-rata 4,2 dimana setiap keluarga sudah mampu memenuhi

kebutuhan sehari-hari akan ketersediaan pangan seperti beras dan kebutuhan pangan

lainya. Dari hasil wawancara petani mengaku setelah panen mereka akan membeli

beras untuk satu musim panen sehingga mereka tidak kekurangan beras, dan untuk

sayuran mereka mengkonsumsi dari hasil tanam mereka sendiri.

Tabel. 4.11 Distribusi Petani berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

(Ketersediaan Pangan)

No Ketersediaan Pangan

Sangat

Setuju

(Orang)

Setuju

(Orang)

Ragu

(Orang)

Tidak

Setuju

(Orang)

Sangat

Tidak

Setuju

(Orang)

Rata-

rata skor

30

1 Mampu memenuhi kebutuhan pangan

sayuran keluarga selama selama 1 musim

panen dari hasil tanam sendiri

29 6 4 5 1 4.2

2 Dari hasil panen 1 musim panen dapat dijual

untuk memenuhi kebutuhan makan

minimal 3x sehari

32 3 2 6 2 4.2

3 Mampu memenuhi kebutuhan beras

>11kg/bulan 31 3 6 5 0 4.3

4 Dari hasil panen sayuran 1 musim panen

dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan

beras

31 3 6 4 1 4.3

Rata-rata skor total 4.2

Sumber: Data Primer (2016)

4.5.2. Distribusi Petani berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

dilihat dari Akses Pangan

Ketahanan pangan rumah tangga petani dilihat melalui indikator akses pangan

dapat dilihat melalui Tabel 4.12.

Berdasarkan Tabel 4.12diketahui untuk akses pangan petani memiliki nilai rata-

rata skor yang tinggi sebesar 4,3 hal ini dikarenakan akses pangan di desa Batur

sangatlah mudah dan terjangkau sehingga petani tidak mengalami kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Walaupun tidak ada kendaraan umum di sekitar

lingkungan mereka, petani tidak kesulitan untuk menjangkau sumber pangan yang

jaraknya mungkin jauh karena kebanyakan petani sudah memiliki kendaraan pribadi

sehingga mereka tidak merasa kesulitan dalam hal transportasi. Selain itu tersedia

beberapa warung kelontong juga penjual ikan keliling sehingga petani tidak perlu pergi

ke pasar untuk mendapatkan bahan-bahan yang mereka butuhkan.

Tabel. 4.12 Distribusi Petani berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

(Akses Pangan)

31

No Akses Pangan

Sangat

Setuju

(Orang)

Setuju

(Orang)

Ragu

(Orang)

Tidak

Setuju

(Orang)

Sangat

Tidak

Setuju

(Orang)

Rata-

rata skor

1 Tersedia sarana transportasi untuk

memenuhi kebutuhan pangan yang jauh dari

rumah

31 4 7 3 0 4.4

2 Sumber pangan yang dibutuhkan selalu

tersedia setiap saat 30 2 10 3 0 4.3

3 Biaya perjalanan ke lokasisumber pangan

(pasar, warung, toko serba ada) tidak

mengeluarkan biaya yang mahal

31 4 6 4 0 4.3

4 Jarak rumah ke lokasi untuk mendapatkan

sumber pangan (pasar, warung, toko serba

ada) mudah dijangkau

34 9 2 0 0 4.4

Rata-rata skor total 4.3

Sumber: Data Primer (2016)

4.5.3. Distribusi Petani berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

dilihat dari Pemanfaatan Pangan

Ketahanan pangan rumah tangga petani dilihat melalui indikator pemanfaatan

pangan dapat dilihat melalui Tabel 4.13.

Berdasarkan tabel 4.13 mengenai pemanfaatan pangan memiliki nilai rata-rata

yang cukup tinggi yaitu 3,7. Dalam hal pemanfaatan pangan rumah tangga petani di

desa Batur ini sudah cukup bagus dan mereka sudah mengerti bagaimana harus

memenuhi kebutuhan gizi keluarga walaupun tidak selalu membeli ikan mereka

mengganti kebutuhan protein dengan tempe, tahu dan telur hal ini dilakukan petani

untuk menekan pengeluaran kebutuhan rumah tangga tetapi kebutuhan akan gizi tetap

terpenuhi.

32

Tabel. 4.13 Distribusi Petani berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

(Pemanfaatan Pangan)

No Pemanfaatan Pangan

Sangat

Setuju

(Orang)

Setuju

(Orang)

Ragu

(Orang)

Tidak

Setuju

(Orang)

Sangat

Tidak

Setuju

(Orang)

Rata-rata

skor

1 Mampu membeli ikan, daging, telur, tahu,

dan tempe sebagai sumber protein gizi

keluarga dalam kurun waktu minimal 1

minggu sekali

16 13 12 4 0 3.9

2 Mengkonsumsi buah-buahan sebagai

pelengkap gizi minimal 1 minggu sekali 13 8 12 9 3 3.4

3 Mampu menyediakan susu sebagai

pelengkap menu empat sehat lima

sempurna minimal 1 minggu sekali

9 14 11 5 6 3.3

4 Mampu membeli minyak goreng, kacang-

kacangan, dan biji-bijian sebagai sumber

lemak

33 2 7 3 0 4.1

Rata-rata skor total 3.7

Sumber: Data Primer (2016)

4.6. Distribusi Jumlah Petani berdasarkan Usia Responden dengan Kepuasan,

Kapasitas,dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

Menurut Widiarti (2010), usia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

pada keberhasilan suatu usaha. Ditinjau dari segi umur, tenaga kerja produktif

umumnya berada pada selang 25 hingga 50 tahun, sedangkan jika kurang atau lebih

dari selang umur tersebut akan tergolong sebagai tenaga kerja kurang produktif tetapi

masih termasuk dalam usia kerja.Mayoritas petani berusia produktif, yaitu antara 31-

50 tahun dengan rata-rata 40 tahun. Usia produktif merupakan salah satu faktor

penunjang meningkatkan produksi pertanian karena dengan usia produktif petani lebih

memiliki kesempatan berusaha tani dan kemauan untuk belajar dan menerapkan

teknologi maupun ide-ide baru dalam pengelolaan. Usia produktif merupakan salah

satu faktor penunjang meningkatkan produksi pertanian karena dengan usia produktif

33

petani lebih memiliki kesempatan berusaha tani dan kemauan untuk belajar dan

menerapkan teknologi maupun ide-ide baru dalam pengelolaan.

4.6.1. Distribusi Jumlah Petani berdasarkan Usia Petani (X1) dengan Kepuasan

Petani (X2)

Usia petani dapat didistribusikan dengan tingkat kepuasan petani melalui tabel

berikut:

Tabel. 4.14 Distribusi Petani berdasarkan Usia dengan Kepuasan Petani

Usia

Jumlah Sampel Kepuasan (Skor)

Rata-Rata

Kepuasan Orang % Rendah Sedang Tinggi

41 - 59 60 - 79 80 - 99

20 – 27 2 4,4 - 1 1 4.6

28 – 35 5 11,1 - 1 4 4.6

36 – 43 8 17,8 1 1 6 3.5

44 – 51 15 33,4 5 1 9 3.8

52 – 59 8 17,8 4 2 2 3.4

60 – 66 7 15,5 - 3 4 3.8

Jumlah 45 100 10 9 26

Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan tabel diatas hasil rata-rata tingkat kepuasan petani yang paling

tinggi terdapat pada usia petani yang masih tergolong muda yaitu 20 – 35 tahun dengan

nilai rata-rata yaitu 4,6. Sedangkan untuk usia di atas 35tahun juga memiliki nilai rata-

rata kepuasan yang tinggi sebesar 3,4 - 3,8 dimana rentanya tergolong jauh dari nilai

rata-rata pada usia petani yang masih tergolong muda. Hal ini dikarenakan petani yang

tergolong muda atau usia produktif lebih mau menerima masukan dan memiliki rasa

ingin tau yang lebih besar dibandingkan petani yang usianya lebih tua. Menurut

Kartasapoetra dalam Nurdin (2011), petani yang berumur 50 tahun ke atas, biasanya

sulit menerima hal baru, mereka akan tetap menggunakan tradisi usaha tani yang sudah

sejak lama mereka jalani. Namun meskipun rentanya tergolong jauh dari nilai tertinggi,

nilai rata-rata tersebut masih didalam kategori yang baik dimana di semua umur petani

puas dengan pelayanan penyuluhan, karena untuk anggota kelompok tani Bangkit

34

Merbabu yang usianya 50 tahun ke atas kebanyakan dari mereka mau mengikuti apa

keputusan yang di ambil oleh kelompok taninya.

4.6.2. Distribusi Jumlah Petani berdasarkan Usia Petani (X1) dengan Kapasitas

Petani (X3)

Usia petani dapat didistribusikan dengan tingkat kapasitas petani melalui tabel

berikut :

Tabel. 4.15 Distribusi Petani berdasarkan Usia dengan Kapasitas

Usia

Jumlah Sampel Kapasitas (Skor) Rata-Rata

Kapasitas Orang % Rendah Sedang Tinggi

12 - 20 21 - 30 31 - 39

20 – 27 2 4,4 - 1 1 3.1

28 – 35 5 11,1 - 3 2 3.7

36 – 43 8 17,8 2 5 1 3.1

44 – 51 15 33,4 4 8 3 3.2

52 – 59 7 15,5 - 4 3 3.3

60 – 66 8 17,8 2 3 3 3.4

Jumlah 45 100 8 24 13

Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan tabel diatas kapasitas petani memiliki nilai rata-rata tertinggi pada

usia 28 - 35 tahun dengan nilai rata-rata kapasitas sebesar 3,7. Dimana usia tersebut

dapat dikatakan usia yang tergolong produktif. Menurut Moekijad (1992) dalam

Pandapotan (2013), golongan pelopor umurnya antara 24-40 tahun, golongan pelopor

ciri-cirinya antara lain adalah berpikiran maju, pandai, pengetahuan luas, usaha rata-

rata maju, penghasilan tinggi, kaya dan memiliki produktifitas tinggi. Pada hasil

distribusi ini diketahui petani yang kapasitasnya paling tinggi ada pada umur golongan

pelopor. Dengan pemikiran yang lebih maju dan produktifitas yang masih tinggi dapat

meningkatkan kapasitas petani dalam berusaha tani. Walaupun demikian kapasitas

petani pada usia yang tergolong tidak produktif juga memiliki nilai rata-rata yang

tinggi, hanya saja memang kapasitas petani di usia yang lebih tua tidak sama dengan

kapasitas petani yang masih muda. Dari wawancara yang ada petani mengaku untuk

35

kegiatan di lahan mereka dibantu oleh anak-anaknya sehingga pekerjaan mereka lebih

ringan.

4.6.3. Distribusi Jumlah Petani berdasarkan Usia Petani (X1) dengan Ketahanan

Pangan Rumah Tangga Petani (Y)

Usia petani dapat didistribusikan dengan tingkat ketahanan pangan rumah

tangga petani melalui Tabel 4.16.

Tabel. 4.16 Distribusi Petani berdasarkan Usia dengan Ketahanan Pangan

Usia

Jumlah Sampel Ketahanan Pangan (Skor) Rata-Rata

Ketahanan

Pangan Orang %

Rendah Sedang Tinggi

23 - 35 36 - 48 49 - 61

20 – 27 2 4,4 - - 2 4.8

28 – 35 5 11,1 - 1 4 4.4

36 – 43 8 17,8 1 - 7 4.0

44 – 51 15 33,4 6 - 9 3.8

52 – 59 7 15,5 1 - 6 4.3

60 – 66 8 17,8 2 - 6 4.2

Jumlah 45 100 10 9 26

Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan Tabel 4.16 diketahui ketahanan pangan rumah tangga petani

memiliki nilai rata-rata yang tinggi untuk setiap usia, nilai terendah terdapat pada usia

44 – 51 tahun dengan rata-rata 3,8 yang rentanya tidak jauh jika dibandingkan dengan

nilai rata-rata untuk usia yang lainya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa usia

berapapun tidak mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani.

4.6.4. Distribusi Jumlah Petani berdasarkan Pendidikan (X2) dengan Kapasitas

Petani (Y1)

Tabel. 4.17. Distribusi Petani berdasarkan Pendidikan Petani dengan Kapasitas

Petani

Pendidikan

Jumlah sampel Kapasitas (Skor)

Orang % Rendah Sedang Tinggi

12 - 20 21 - 30 31 - 39

Tidak Sekolah 4 8,8% 0 2 2

36

SD 28 53,3% 6 16 6

SMP 8 17,7% 0 5 3

SMA 5 11,11% 1 1 3

Perguruan Tinggi 0 0% 0 0 0

Jumlah 45 100% 7 24 14

Sumber: Data Primer (2016)

Dari tabel diatas diketahui kapasitas petani Bangkit Merbabu dominan ada pada

kategori sedang dengan pendidikan SD, tetapi petani yang tidak sekolah juga memiliki

kapasitas yang tinggi. Sehingga dapat dianalisis bahwa pendidikan disini tidak

mempengaruhi kapasitas petani.

4.6.5. Distribusi Jumlah Petani berdasarkan Pendidikan (X2) dengan Ketahanan

Pangan Rumah Tangga Petani (Y2)

Dari Tabel 4.18 distribusi petani berdasarkan pendidikan dengan ketahanan

pangan, diketahui dari jenjang tidak sekolah hingga SMA memiliki ketahanan pangan

yang tinggi. Sehingga dapat dianalisis bahwa pendidikan tidak mempengaruhi

ketahanan pangan rumah tangga petani.

Tabel. 4.18. Distribusi Petani berdasarkan Pendidikan Petani dengan Ketahanan

Pangan

Pendidikan

Jumlah Sampel Kapasitas (Skor)

Orang % Rendah Sedang Tinggi

12 - 20 21 - 30 31 - 39

Tidak Sekolah 4 8,8% 1 0 3

SD 29 64,4% 5 1 23

SMP 8 17,7% 4 0 4

SMA 4 8,8% 1 0 3

Perguruan Tinggi 0 0% 0 0 0

Jumlah 45 100% 11 1 33

Sumber: Data Primer (2016)

37

4.6.6. Distribusi Jumlah Petani berdasarkan Kepuasan Petani (X2) dengan

Kapasitas Petani (X3)

Berdasarkan Tabel 4.19 diketahui tingkat kepuasan padakategori tertinggi

dengan skor 80-99 kapasitas petaninya ada pada kategori sedang memiliki jumlah

paling tinggi sebanyak 24 responden. Hal ini dapat dikatakan bahwa kepuasan petani

mempengaruhi kapasitas petani.

Tabel. 4.19. Distribusi Petani berdasarkan Kepuasan dengan Kapasitas

Kepuasan (Skor)

Jumlah Sampel Kapasitas (Skor)

Orang % Rendah Sedang Tinggi

12 - 20 21 - 30 31 - 39

Rendah (41 - 59) 8 17,7% 5 3 0

Sedang (60 - 79) 12 26,6% 0 5 7

Tinggi (80 - 100) 25 55,5% 3 16 6

Jumlah 45 100% 8 24 13

Sumber: Data Primer (2016)

4.6.7. Distribusi Jumlah Petani berdasarkan Kepuasan Petani (X3) dengan

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani (Y2)

Distribusi kepuasan petani dengan ketahanan pangan petani dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

Tabel. 4.20 Distribusi Petani berdasarkan kepuasan dengan ketahanan pangan

Kepuasan (Skor)

Jumlah Sampel Ketahanan Pangan (Skor)

Orang % Rendah Sedang Tinggi

23 - 35 36 - 48 49 - 61

Rendah (41 - 59) 8 17,7% 6 0 2

Sedang (60 - 79) 12 26,6% 2 0 10

Tinggi (80 - 99) 25 55,5% 3 1 21

38

Jumlah 45 100% 11 1 33

Sumber: Data Primer (2016)

Dari tabel distribusi diatas dengan tingkat kepuasan paling tinggi, ketahanan

petani juga ada pada kategori jumlah responden yang tinggi sebanyak 33

responden.Tabel diatas dapat dikatakan bahwa kepuasan petani terhadap pelayanan

penyuluhan mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani. Hal ini sesuai

dengan hasil wawancara dengan petani yang menyatakan bahwa penyuluhan yang

mereka dapatkan tidak hanya sekedar informasi mengenai pertanian yang ada tapi

bagaimana cara meningkatkan kualitas hidup dengan berusaha tani.

4.6.8. Distribusi Jumlah Petani berdasarkan Kapasitas Petani (X3) dengan

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani (Y)

Distribusi kapasitas petani dengan ketahanan pangan petani dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

Tabel. 4.21 Distribusi Petani berdasarkan Kapasitas Petani dengan Ketahanan Pangan

X21 Kapasitas

Jumlah Sampel Ketahanan (Skor)

Orang % Rendah Sedang Tinggi

23 - 35 36 - 48 49 - 61

Rendah (12 - 20) 8 17,7% 6 0 2

Sedang (21 – 30) 21 46,6% 3 1 20

Tinggi (31 – 39) 9 20% 2 0 11

Jumlah 45 100% 11 1 33

Sumber: Data Primer (2016)

Dari Tabel 4.21 kapasitas petani pada kategori sedang memiliki jumlah

responden ketahanan pangan yang paling tinggi dengan jumlah 20 responden dan

kapasitas petani pada kategori tinggi memiliki 11 responden. Dari data tersebut dapat

ditarik kesimpulan dengan kapasitas yang baik maka ketahanan pangan rumah tangga

petani juga baik.

4.7. Analisis Regresi Tahap 1

Analisis regresi tahap satu mengkaji pengaruh usia , pendidikan dan kepuasan

petani terhadap kapasitas petani di kelompok tani Bangkit Merbabu, kecamatan

39

Getasan. Pengujian yang dilakukan diantaranya uji R, uji F, dan uji t. Ringkasan dari

pengaruh usia petani dan kepuasan petani terhadap kapasitas petani di kelompok tani

Bangkit Merbabu, kecamatan Getasan dapat dilihat pada Tabel 4.22.

Tabel 4.22. Regresi Berganda Tahap 1

Hipotesa Variabel eksogen Variabel endogen (β) thitung P-value Ket.

A Usia Kapasitas 0.178 1.128 0.266 Tidak Signifikan

B Pendidikan Kapasitas 0.138 0.904 0.371 Tidak Signifikan

C Kepuasan Kapasitas 0.380 2.530 0.015 Signifikan

Uji F Fhitung 2,483

R2 = 15,4 Sig 0,074

Sumber : Analisis Data Primer (2016)

Pada analisis ini dibagi menjadi dua bagian yaitu melihat pengaruh secara

gabungan dan melihat pengaruh secara parsial. Dari tabel diatas diketahui besarnya

angka R square 15,4 % , angka tersebut mempunyai maksud bahwa pengaruh

usia,pendidikan dan kepuasan terhadap kapasitas secara gabungan adalah 15,4%,

sedangkan sisanya sebesar 84,6% dipengaruhi oleh faktor lain atau variabel-variabel

diluar model ini.

Uji F dilakukan untuk melihat keberartian pengaruh variabel bebas secara

simultan terhadap variabel terikat atau sering disebut uji kelinieran persamaan regresi.

Dengan n = 45, k = 4 diperoleh Ftabel= 2,83.dan Fhitung = 2,483dengan sig = 0,074> 5

%.Ini berarti usia, pendidikan dan kepuasan petani dengan kualitas pelayanan

penyuluhan secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel kapasitas petani.

4.7.1 Uji Hipotesis Usia (X1) terhadap Kapasitas Petani (Y1)

Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah secara individu (parsial) variabel

bebasmempengaruhi variabel terikat secara signifikan atau tidak. Berdasarkan tabel

4.22 diperoleh keterangan untuk variabel usia petani diperoleh nilai thitung= 1,128< ttabel

= 1,682 dan sig 0,266> 0,05 jadi Ho diterima dengan kata lain usia petani tidak

berpengaruh terhadap kapasitas petani. Hal ini sesuai dengan Tabel 4.15 yang

menggambarkan bahwa dari usia muda sampai usia tua memiliki selisih nilai rata-rata

yang tidak jauh yaitu 0,1 – 0,6 dan terdapat 3 petani berusia muda (20-35 tahun) yang

40

memiliki kapasitas tinggi dan 6 petani berusia tua (52-66 tahun) yang memiliki

kapasitas tinggi. Tidak ditemukan petani muda yang memiliki kapasitas rendah dan

terdapat 2 petani berusia tua yang memiliki kapasitas rendah. Berdasarkan tabel

tersebut, tampak bahwa petani usia muda ataupun tua, dapat memiliki kapasitas yang

tinggi ataupun rendah. Schermerhorn, et al., (1997:4) juga menyatakan bahwa usia

tidak ada hubungannya dengan kinerja seseorang dalam hal ini orang yang lebih tua

tidaklebih unproduktif daripada orang muda, karena tergantung oleh masing-masing

individunya. Dengan demikian pengaruh langsung usia terhadap kapasitas petani

adalah sebesar 0,178 atau 17,8% (Tabel 4.22 pada kolom β) yang selanjutnya akan

digunakan untuk pembentukan analisis jalur:

X1 Y1 = 0,178

4.7.2 Uji Hipotesis Pendidikan Petani (X2) terhadap Kapasitas Petani (Y1)

Nilai yang diperoleh variabel pendidikan petani sebesar thitung= 0,904< ttabel =

1,682 dengan sig 0,371> 0,05 jadi Ho diterima dengan kata lain pendidikan petani tidak

berpengaruh terhadap kapasitas petani, hasil tersebut sesuai dengan Tabel 4.17

distribusi pendidikan terhadap kapasitas terdapat 2 petani yang tidak sekolah

kapasitasnya tinggi, 16 petani berpendidikan SD memiliki kapasitas sedang, dan 1

petani berpendidikan SMA kapasitasnya rendah, dari data tersebut diketahui bahwa

petani dari pendidikan rendah sampai tinggi dapat memiliki kapasitas yang tinggi.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Tahitu (2013) yang menyatakan bahwa

pendidikan formal berpengaruh terhadap kemampuan individu. Hal ini dikarenakan

proses yang dialami masing-masing individu berbeda sehingga hasil yang didapatkan

juga berbeda, meskipun para petani mengenyam pendidikan yang rata-rata sama yaitu

SD sampai SMP tetapi semua tergantung proses individu dalam menjalani

pendidikannya, selain itu petani mengatakan bahwa kemampuan yang mereka miliki

sekarang mengenai budidaya sayuran organik ini didapatkan dari pendidikan informal

seperti pelatihan, penyuluhan dan pertemuan-pertemuan kelompok serta pembelajaran

turun menurun dari orang tua. Dengan demikian pengaruh langsung pendidikan

41

terhadap kapasitas petani adalah sebesar 0,138 atau 13,8% (tabel 4.20pada kolom β)

yang selanjutnya akan digunakan untuk pembentukan analisis jalur:

X2 Y1 = 0,138

4.7.3 Pengujian Hipotesis Kepuasan (X3) terhadap Kapasitas Petani (Y1)

Nilai yang diperoleh variabel kepuasan petani terhadap kualitas pelayanan

penyuluhan sebesar thitung= 2,530> ttabel = 1,682dengan sig 0,015< 0,05 jadi Ha diterima

dengan kata lain kepuasan petani terhadap kualitas pelayanan penyuluhan berpengaruh

terhadap kapasitas petani. Berdasarkan Tabel 4.19 tampak bahwa kepuasan petani

kategori rendah maka kapasitasnya juga rendah, dan tidak ditemukan petani yang

memiliki kapasitas tinggi. Sedangkan petani kepuasan tinggi memiliki kapasitas

sedang dan tinggi. Hal ini menunjukan bahwa kepuasan berpengaruh positif terhadap

kapasitas. Kepuasan petani terhadap suatu jasa ditentukan oleh kepentingan petani

tersebut, dalam hal ini dapat dikatakan kepentingan kelompok tani bangkit Merbabu

sudah terpenuhi sehingga petani puas dan mau menerima serta mencoba inovasi-

inovasi baru yang diberikan oleh penyuluh. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuisioner

pada tabel distribusi kepuasan petani yang memiliki nilai rata-rata tinggi untuk setiap

pernyataan petani contohnya seperti penyuluh memberikan rasa percaya kepada petani

untuk menangani masalah yang dihadapi petani, penyuluh dan petani saling

berinteraksi serta penyuluh memberikan informasi sesuai kebutuhan petani. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan Morgan (2004) bahwa kapasitas individu, kelompok

maupun organisasi akan mencapai hasil yang diinginkan dengan adanya pendidikan

dan pelatihan yang efektif. Dengan adanya penyuluhan tersebut, petani di kelompok

tani Bangkit Merbabu mengaku menjadi lebih terbuka dengan hal-hal baru yang

diberikan kepada mereka dan petani cenderung mau mencoba inovasi-inovasi baru

yang ada, dengan terus mencoba maka kapasitas atau kemampuan petani semakin

berkembang. Pengaruh langsung untuk kepuasan petani terhadap kapasitas petani

adalah sebesar 0,380 atau 38% (table 4.20 kolom β) yang selanjutnya akan digunakan

untuk pembentukan analisis jalur.

X3 Y1 = 0,380

42

4.7.4 Uji Korelasi

Tabel 4.23 Uji Korelasi Karakteristik Petani dengan Kepuasan Petani

Variabel Korelasi X1 X2 X3

X1 1 -0,330

1,000

-0,291

X2 -0.330* 0.134

X3 -0.291 0.134 1

Sumber: Analisis Data Primer (2016)

Keterangan: X1 = Usia

X2 = Pendidikan

X3 = Kepuasan

Untuk menafsirkan angka pada tabel diatas digunakan kriteria sebagai berikut

:

0 – 0,25 = korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)

>0,25 – 0,5 = korelasi cukup

>0,5 – 0,75 = korelasi kuat

>0,75 – 1 = korelasi sangat kuat

Berdasarkan tabel diatas diperoleh angka korelasi antara variabel usia dan

pendidikan sebesar -0,330 mempunyai maksud bahwa hubungan antara variabel usia

dan pendidikan sangat lemah dan tidak searah (karena hasilnya negative). Tidak searah

artinya jika usia semakin tinggi maka pendidikan semakin rendah atau turun, korelasi

signifikan karena angka signifikansinya 0,027 < 0,05. Korelasi antara pendidikan dan

kepuasan nilainya -0,291 artinya usia dan kepuasan korelasinya sangat lemah dan tidak

searah yaitu jika usia semakin tinggi maka tingkat kepuasan menurun dan tidak

signifikan karena nilai signifikansinya 0,053 > 0,05. Untuk korelasi antara pendidikan

dan kepuasan diperoleh nilai 0,134 yang artinya korelasi antara pendidikan dan

kepuasan sangat lemah dan searah (karena nilainya positif) artinya jika pendidikan

tinggi maka tingkat kepuasan juga semakin tinggi. Korelasi pendidikan dan kepuasan

tidak signifikan karena nilai signifikansinya 0,381 > 0,05.

43

4.8. Analisis Regresi Tahap 2

Analisis regresi tahap dua mengkaji pengaruh usia, pendidikan, kepuasan petani

dengan kualitas pelayanan penyuluhan terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani

di kelompok tani Bangkit Merbabu, Kecamatan Getasan melalui kapasitas petani

sebagai variabel intervening. Pengujian yang dilakukan diantaranya uji R, uji F, dan uji

t. Ringkasan dari pengaruh usia, pendidikan dan kepuasan petani dengan kualitas

pelayanan penyuluhan terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani melalui

kapasitas petani sebagai variabel intervening dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.24 Regresi Berganda Tahap 2

Hipotesa Variabel eksogen Variabel endogen (β) thitung P-value Ket.

A Usia Ketahanan Pangan 0.053 0.374 0.711 Tidak signifikan

B Pendidikan Ketahanan Pangan -0.088 -0.651 0.519 Tidak Signifikan

C Kepuasan Ketahanan Pangan 0.378 2.657 0.011 Signifikan

D Kapasitas Ketahanan Pangan 0.369 2.682 0.011 Signifikan

Uji F Fhitung 5,643

R2 = 36,1 % Sig .001a

Sumber: Analisis Data Primer (2016)

Dari tabel diatas diketahui besarnya R square adalah 36,1% dengan kata lain

variabel usia, pendidikan, kepuasan petani dan kapasitas petani secara gabungan

mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani, sedangkan sisanya sebesar

63,9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel pada model ini. Uji F

dilakukan untuk melihat keberartian pengaruh variabel independent secara simultan

terhadap variabel dependent atau sering disebut uji kelinieran persamaan regresi.

Dengan n = 45, k = 5 diperoleh Ftabel = 2,61 dengan nilai Fhitung = 5,643 dan

sig = 0,001< 5 %. Ini berarti usia, pendidikan, kepuasan petani dengan kualitas

pelayanan penyuluhan, dan kapasitas petani secara simultan benar-benar berpengaruh

signifikan terhadap variabel ketahanan pangan rumah tangga petani.

4.8.1 Uji Hipotesis Usia (X1) terhadap Ketahanan Pangan (Y2)

Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah secara individu (parsial) variabel

bebas mempengaruhi variabel terikat secara signifikan atau tidak. Berdasarkan Tabel

44

4.22 diperoleh untuk variabel karakteristik petani diperoleh nilai thitung= 0,374 < ttabel =

1,683 dengan sig 0,711 > 0,05 jadi Ho diterima dengan kata lain usia petani tidak

berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani. Pada hal ini usia tidak

mempengaruhi ketahanan pangan petani di kelompok tani Bangkit Merbabu juga bisa

dilihat dari Tabel 4.16 distribusi yang menyatakan dari usia muda sampai yang paling

tua ketahanan pangannya memiliki nilai rata-rata yang tinggi. Selain itu untuk

memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari serta akses yang ditempuh sangatlah mudah

sehingga baik dari segala rentan usia tidak akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

pangan atau menjaga ketahanan pangan rumah tangga. Hal ini senada dengan

penelitian yang dilakukan Halik (2007) menunjukkan bahwa usia tidak menjadi faktor

yang mempengaruhi ketahanan pangan melainkan faktor dominan yang mempengaruhi

tingkat ketahanan pangan adalah luas lahan, tingkat pendapatan perkapita, dan tingkat

pendidikan kepala rumah tangga. Pengaruh langsung variabel usia terhadap ketahanan

pangan rumah tangga petani sebesar 5,3% (tabel 4.22 pada kolom β) yang akan

digunakan untuk pembentukan analisis jalur :

X1 Y2 = 0,053

4.8.2 Uji Hipotesis Pendidikan (X2) terhadap Ketahanan Pangan (Y2)

Berdasarkan Tabel 4.22 diperoleh keterangan untuk variabel pendidikan petani

diperoleh nilai thitung = -0,651< ttabel = 1,683 dengan sig 0,519> 0,05 jadi Ho diterima

dengan kata lain pendidikan petani tidak berpengaruh terhadap ketahanan pangan

rumah tangga petani, hasil tersebut sesuai dengan analisis Tabel 4.18. yakni terdapat 3

orang petani yang tidak bersekolah memiliki ketahanan pangan tinggi, 23 petani

berpendidikan SD ketahanan pangannya tinggi, 4 petani berpendidikan SMP ketahanan

pangannya tingggi dan 3 petani berpendidikan SMA ketahanan pangannya tinggi

sehingga dapat dikatakan baik dari petani yang tidak berpendidikan ataupun yang

berpendidikan SMA dapat memiliki ketahanan pangan yang tinggi. Hal ini berbeda

dengan pendapat Khomsan (1999) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan

maka pendapatan rumah tangga juga akan semakin tinggi sehingga mereka memiliki

daya beli pangan yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan dalam proses memperoleh

45

kebutuhan pangan juga sangat mudah sehingga pendidikan petani tidak mempengaruhi

ketahanan pangan rumah tangga petani. Pengaruh langsung variabel usia terhadap

ketahanan pangan rumah tangga petani sebesar -8,8% (Tabel 4.24 pada kolom β) yang

akan digunakan untuk pembentukan analisis jalur :

X2 Y2 = -0,088

4.8.3 Uji Hipotesis Kepuasan (X3) terhadap Ketahanan Pangan (Y2)

Untuk variabel kepuasan petani dengan kualitas pelayanan penyuluhan

diperoleh nilai thitung= 2,657 > ttabel = 1,683 dengan sig 0,011< 0,05 maka Ha diterima

dengan kata lain kepuasan petani berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah

tangga petani. Berdasarkan Tabel 4.20. terdapat 10 petani dengan kepuasan sedang

yang memiliki ketahanan pangannya tinggi dan 21 petani dengan kepuasan tinggi

memiliki ketahanan pangan yang tinggi serta 6 petani dengan kepuasan rendah

ketahanan pangannya juga rendah, sehingga dapat dikatakan kepuasan petani

mempengaruhi ketahanan pangan. Hal ini senada dengan Singh (2002 dalam Wesley

2014) “innovative technologies and good practices translate to increased yields and

improved food security only when they properly shared with farmer” artinya teknologi

yang inovativ dan penyampaian yang baik untuk meningkatkan produksi dan

ketahanan pangan adalah hanya dengan ketika mereka membagikan dengan baik

kepada petani, yang dimaksudkan membagikan dengan baik disini adalah penyuluhan

kepada petani sehingga dengan penyuluhan yang baik akan sangat membantu petani

sehingga wawasan petani lebih terbuka. Kepuasan berpengaruh secara langsung

terhadap ketahanan pangan dengan nilai beta sebesar 0,378 atau 37,8%

X3 Y2 = 0,378

4.8.4 Uji Hipotesis Kapasitas (Y1) terhadap Ketahanan Pangan (Y2)

Nilai yang diperoleh untuk variabel kapasitas petani adalah sebesar thitung=

2,682 > ttabel = 1,683 dengan sig 0,011< 0,05 maka Ha diterima dengan katalain

kapasitas petani berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani. Hal ini

46

terbukti pada tabel distribusi 4.21 yang menggambarkan bahwa dengan kapasitas tinggi

maka ketahanan pangan petani juga tinggi.

Kapasitas petani salah satunya adalah kemampuan petani dalam meningkatkan

produksi usahatani, sehingga ketika kapasitas petani baik maka produktivitas tinggi,

produktivitas yang tinggi dapat meningkatkan hasil pendapatan para petani sehingga

kebutuhan akan pangan terpenuhi dengan baik. Hal ini juga sesuai dengan pendapat

Aminah (2015) yang menyatakan bahwa jika kapasitas petani kecil atau rendah

berpengaruh pada ketahanan pangan rumah tangga petani. Dengan demikian diperoleh

kapasitas berpengaruh langsung terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani

dengan nilai beta sebesar 0,369 atau 36,9%.

Y1 Y2 = 0,369

4.9. Pembentukan Analisis Jalur

Dalam analisis jalur selain terdapat pengaruh langsung juga terdapat pengaruh

tidak langsung. Besarnya pengaruh tidak langsung suatu variabel terhadap variabel

tertentu dapat dihitung dengan cara mengalikan koefisien-koefisien regresi (beta-β)

dari variabel pemberi efek. Dibawah ini akan ditunjukkan pengaruh tidak langsung :

Perhitungan Pengaruh Tidak Langsung (IE)

X1 Y1 Y2 = 0,178 x 0,369 = 0,065

X2 Y1 Y2 = 0,138 x 0,369 = 0,050

X3 Y1 Y2 = 0,380 x 0,369 = 0,140

Dari perhitungan diatas dapat diketahui jalur yang sangat berpengaruh terhadap

ketahanan pangan rumah tangga petani adalah jalur kepuasan petani melalui kapasitas

terhadap ketahanan pangan dengan nilai sebesar 0,140. Kepuasan petani

mempengaruhi ketahanan pangan melalui kapasitas ini memperkuat pernyataan Singh

(2002 dalam Wesley 2014) dimana dengan adanya penyuluhan yang baik sesuai

dengan kebutuhan petani akan meningkatkan kapasitas petani dengan begitu

produktifitas akan naik serta pendapatan petani juga meningkat.

47

Sehingga pada penelitian ini dapat digambarkan model analisis jalur ini sebagai

berikut :

Gambar 4.1. Pembentukan Analisis Jalur

Kapasitas

Petani

Ketahanan

Pangan

Usia Petani

0,380

0,053

0,646

0,378

0,178

0,369

0,863

Pendidikan

Petani

Kepuasan Petani

0,138