human right in a globalised world · ham dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak....

19
i HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD (HAM DALAM DUNIA YANG MENGLOBAL) Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk: Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia Dosen: Dr. EPI SUPIADI, M.Si Dra. SUSILADIHARTI, M.SW Oleh: HERU SUNOTO NRP: 13.01.03 PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL (STKS) BANDUNG 2013

Upload: hadiep

Post on 06-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

i

HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD

(HAM DALAM DUNIA YANG MENGLOBAL)

Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk:

Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia

Dosen:

Dr. EPI SUPIADI, M.Si

Dra. SUSILADIHARTI, M.SW

Oleh:

HERU SUNOTO

NRP: 13.01.03

PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL (STKS)

BANDUNG

2013

Page 2: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. Segala puji bagi Allah SWT sehingga kami bisa

menyelesaikan tugas ke-III, membuat paper tentang Human Right in a Globalised World

(HAM dalam Dunia yang Mengglobal) dengan referensi utama buku Jim Ife, “Human Right

and Social Work” untuk mata kuliah Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa selesai,

pertemuan ke-IV.

Kajian ilmiah tentang HAM dan Peksos ini kami topang dengan beberapa referensi yang

kami anggap layak, dengan harapan bisa menyempurnakan perspektif kita, praktisi peksos

professional tentang HAM dan posisi kita terhadap isu-isu HAM, baik level mikro, mezzo,

maupun makro.

Terakhir, kami berharap ada masukan dan penyempurnaan dari sesama teman-teman Sp-1,

dan lebih khusus lagi dosen kami.

Bandung, 10 September 2013

Heru Sunoto

Page 3: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3

Pekerjaan Sosial

Pendekatan Dinamis HAM

Apa itu HAM?

Hak Asasi Antargenerasi

Hak dan Kebebasan

Hak Asasi Hewan

Globalisasi

Praktik Peksos Berbasis HAM

BAB III. PEMBAHASAN 12

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 15

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pekerjaan social berkaitan erat dengan penyelesaian masalah kemanusiaan, fungsi social,

peran Negara terhadap well-being individu, keluarga, kelompok, komunitas, maupun

masyarakat, dan penguatan potensi-potensi.

Pekerjaan Sosial menurut IFSW1 (dalam Kode Etika BASW) didefinisikan sebagai berikut:

The social work profession promotes social change, problem solving in human relationships

and the empowerment and liberation of people to enhance well-being. Utilising theories of

human behaviour and social systems, social work intervenes at the points where people

interact with their environments. Principles of human rights and social justice are

fundamental to social work. (profesi yang memperjuangkan perubahan social, penyelesaian

masalah relasi manusia dan lingkungan, membebaskan manusia untuk meningkatkan

kesejahteraan social, dengan menggunakan teori-teori perilaku dan system social, focus

intervensi pada interaksi manusia dengan lingkungannya, prinsip-prinsip HAM dan keadilan

social merupakan dasar bagi pekerjaan sosial).

Berdasarkan definisi di atas, peksos selalu bersentuhan dengan problem-solving di semua

level: mikro-mezzo-makro; prinsip-prinsip HAM dan keadilan social menjadi core

pelayanannya; dan teori-teori pekerjaan social menjadi bajunya.2

HAM dalam dunia yang mengglobal. Hal ini mengindikasikan bahwa betapapun

penghormatan peradaban manusia terhadap HAM dan keadilan muncul, tumbuh, dan tinggi

di abad sekarang, namun ketika kepentingan globalisasi segelintir orang, yakni kalangan

borjuis muncul, maka dua hal itu terancam eksistensinya. Pernyataan ini bukan tidak

berdasar. Sejarah revolusi industry di Eropa pada abad 18 hingga meluas ke Amerika dan

melahirkan revolusi social adalah wujud ketamakan kaum borjuis, kaum pemodal sehingga

menjadikan kaum proletar, kalangan buruh, hanya menjadi “robot” pemuas kepentingan.

Globalisasi terkait erat dengan gerakan ekonomi yang melintas-batas Negara. Tidak ada

loyalitas kepada Negara manapun. Pemodal hanya loyal pada uangnya; dimanapun ada

Negara yang mendukung kepentingannya, maka disitulah modalnya akan ditanamkan.

Negara tidak lagi menjadi kekuatan pelindung dan pensejahtera rakyatnya, melainkan alat

legitimasi segelintir orang pemilik modal.

1 The Code of Ethics for Social Work, BASW; downloaded from: http://cdn.basw.co.uk/upload/basw_112315-

7.pdf, at August 29th

2013. 2 Susan C. Mapp, “Human Right and Social Justice in a Global Perpective: an Introduction to Int’l. Social Work”,

Oxford Univercity Press, 2008, p.v.

Page 5: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

2

Korban globalisasi adalah murahnya ubah buruh, rendahnya kesejahteraan masyarakat,

tidak adanya jaminan social, jaminan kesehatan, jaminan untuk pengangguran, orang-orang

termarjinalkan. Sifat dasar globalisasi yang demikian, merupakan tantangan bagi pekerja

social untuk eksis dalam perannya, yaitu sebagaimana definisi yang kami paparkan di atas.

HAM dan keadilan social sebagai agenda penting seorang peksos untuk membantu klien,

keluarga, kelompok, komunitas, dan bangsa dalam melaksanakan peran demi keselarasan

dengan lingkungan yang berperadaban.

***

Page 6: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

HAM DALAM DUNIA YANG MENGLOBAL3

Gagasan tentang HAM adalah satu diantara pembahasan tentang social dan politik

kontemporer yang paling kuat. Topik ini didukung oleh banyak orang dari beragam latar

belakang ideology dan budaya. Ia digunakan dalam tataran wacana untuk mendukung

agenda kebinekaan, dan terkadang mengenai kasus-kasus konflik. Karena topic ini sangat

menarik dan penuh retorika, terkadang juga digunakan secara bebas dan dapat memiliki

makna yang berbeda-beda tergantung konteksnya. Meskipun yang menggunakan tema ini

jarang berhenti untuk mempertimbangkan berbagai makna yang tercakup di dalamnya dan

kontradiksinya. Kombinasi ini sangat menarik dan kontradiksi ini juga membuat gagasan

tentang HAM patut untuk dipertimbangkan, khususnya bagi pekerja social dan HAM bagi

profesi layanan kemanusiaan lainnya.

PEKERJAAN SOSIAL

Sejumlah pembahasan dalam buku ini tentang profesi dapat diaplikasikan pada seting

profesi pelayanan kemanusiaan, semisal mengajar, medis, dan beberapa profesi kesehatan

yang terkait. Maka focus utama buku ini adalah pada pekerjaan social. Untuk ini, pekerjaan

social membutuhkan sejumlah penjelasan, sebab kata “pekerjaan social” pada beberapa

Negara dan konteks budayanya memiliki makna yang berbeda-beda. (Tan dan Envall,

2000).

Pada beberapa masyarakat, terutama Australia dan Amerika Utara, “pekerja social”

didefinisikan sebagai kelompok pekerja yang memiliki kualifikasi profesi tinggi, termasuk di

dalamnya pekerjaan lainnya dalam lapangan pelayanan kemanusiaan (Ife, 1997a;

Leighninger and Midgley, 1997).

Pada masyarakat lain, kata “pekerjaan social” memiliki seting aplikasi yang lebih luas,

melingkupi pekerja layanan kemanusiaan dari satu jenis latar belakang dengan kualifikasi

pendidikan yang berbeda-beda. Pada sejumlah masyarakat, semisal Inggris, pekerjaan

social telah dipandang sebagai implementasi kebijakan “Negara kesejahteraan” melalui

perundang-undangan, dengan sedikit peran dalam pengembangan komunitas atau

pengubahan social.

3 Diringkas dari Jim Ife, “Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge University

Press, Revised Ed., 2008, hal 4 - 28.

Page 7: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

4

Pada masyarakat lainnya, semisal Amerika Latin (Aguilar, 1997; Cornely & Bruno, 1997),

Querino, 1997), “pekerja social” memiliki banyak radikal atau konotasi aktivitas yang

diarahkan untuk melakukan perubahan social, gerakan progresif untuk mencapai keadilan

social dan HAM, serta oposisi untuk menyebarkan model birokrasi dan dominasi politik.

Dalam beberapa konteks, semisal di AS, peran terapi individu oleh peksos sudah dominan.

(Leighhinger dan Midgley, 1997), dimana pada konteks lain, bagian dari “pembangunan

dunia” atau “dunia bagian selatan”, peksos sudah lebih kuat pada orientasi pengembangan

masyarakat.

Dengan menaruh perhatian pada “membumikan peksos” pada budaya manusia, social, dan

konteks politik, maka sudah barang tentu bahwa pekerjaan sosial akan dimaknai secara

beragam pada situasi/tempat yang berbeda pula. Hal ini akan banyak membawa

keuntungan bagi peksos, karena ia bisa memilih minat dan praktik yang ia inginkan.

PENDEKATAN DINAMIS HAM

Cita-cita HAM itu sendiri adalah sangat alami, menyiratkan pencarian akan prinsip-prinsip

universal yang digunakan oleh seluruh umat manusia, apapun perbedaan latar belakang

budaya, system kepercayaan, usia, jenis kelamin, kemampuan, dan keadaannya. Memang,

universalitas telah menghilang dari sejumlah pemahaman tentang HAM, sederhana karena

tidak setiap orang merasa sebagai “manusia”. Diskusi tentang hak manusia dan pandangan

tradisional oleh filosof yang beraliran patriarchal, semisal Locke, telah menjauhkan wanita

dari definisi “manusia” dan dari pemahaman tentang “apa implikasi dari HAM”. Thomas

Jefferson memperkirakan bahwa tidak ada konflik antara advokasi yang ia lakukan tentang

HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak.

Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

cita-cita HAM. Karena HAM harus dipandang sebagai sebuah tatanan, daripada keberadaan

yang objektif, maka yang terpenting adalah bagaimana melakukan dialog, diskusi, dan

bertukar fikiran tentang nilai-nilai yang universal.

Pendapat siapa yang dinilai bagus dalam diskusi tentang HAM dan siapa yang tidak?

Bagaimana pendapat lainnya bisa didengar, dan apakah ada jalan lain untuk

menjelaskan konsep HAM?

Apakah beberapa jenis HAM lebih bagus daripada yang lainnya?

Dan apakah jalan yang telah kita pilih untuk menyatakan konsep nilai-nilai HAM memilih

aksi manusia dan memarjinalkan yang lainnya?

Ini dan beberapa pertanyaan lainnya akan kita kaitkan dengan bab berikutnya, yaitu

bagaimana seorang peksos bisa menjadi bagian dari jalannya diskusi tentang HAM ini dan

bagaimana menyusun ulang tentang ranah HAM dalam proses diskusi tersebut.

Page 8: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

5

MENDEFINISIKAN APA ITU HAM?

Untuk memahami HAM dalam arti yang dinamis dimana HAM tidak pernah statis, maka kita

tidak akan pernah final untuk mendefinisikan apa itu HAM.

Secara umum, HAM dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang diklaim milik semua orang

tanpa memandang negara, ras, suku, budaya, umur, jenis kelamin dan lain-lain. Hak-hak ini

bersifat universal dan dapat diimplementasikan kepada siapapun dan dimanapun. Namun,

tidak semua klaim tentang hak, terutama dari kelompok atau orang tertentu dapat disebut

HAM. Sebagai contoh, tuntutan seorang dosen atas tambahan gaji atau perbaikan fasilitas

kantornya tidak dapat disebut „hak‟ atau HAM jika tuntutan tersebut mengakibatnya

menurunnya kualitas pendidikan mahasiswa. Dalam kasus ini, maka pendidikan yang

diklaim sebagai HAM, yaitu bahwa hak mahasiswa atas pendidikan memiliki prioritas yang

lebih tinggi ketimbang tuntutan dosen tersebut. Inilah dasar-dasar yang penting di dalam

memahami sebuah pendekatan HAM. Dengan mendefinisikan sesuatu sebagai HAM, maka

kita bisa meletakkan secara benar klaim kita bahwa hak tertentu lebih diutamakan daripada

tuntutan hak lainnya. Dengan demikian, jika terjadi konflik yang diakibatkan oleh adanya

klaim hak dari orang atau kelompok tertentu maka HAM diprioritaskan dan mengatasi setiap

klaim yang ada. Sebuah klaim hak untuk kepentingan orang atau kelompok tertentu tidak

boleh bertentangan dengan hak-hak fundamental yang dimiliki oleh setiap orang.

Untuk mengklaim sesuatu sebagai HAM, maka ada beberapa hal yang harus terpenuhi:

1. Merealisasikan tuntutan hak adalah perlu, baik bagi individu, maupun kelompok

sehingga eksistensi mereka sebagai manusia benar-benar optimal, selaras dengan

orang lain;

2. Hak yang dituntut adalah dipandang oleh pihak lain sebagai upaya untuk memenuhi rasa

kemanusiaan diri, dan ini artinya bahwa individu atau kelompok yang menuntut hak

tersebut juga menginginkan hal tersebut dirasakan atau diterima oleh siapapun dan

dimanapun; atau mereka sedang mengupayakan hak-hak mendasar bagi masyarakat

atau kelompok yang termarjinalkan sehingga mereka bisa mencapai secara penuh

potensi kemanusiaan mereka;

3. Ada consensus hak yang sangat substansial pada legitimasi tuntutan hak, ini tidak bisa

disebut sebagai “HAM” kecuali jika ada dukungan yang luas kepada hak tersebut untuk

melampaui budaya dan pembagian lain;

4. Bisa saja agar tuntutan dari para penuntut hak bisa direalisasikan secara lebih efektif. Ini

tidak termasuk hak atas barang-barang yang tersedia secara terbatas. Misalnya hak

untuk tinggal di perumahan dengan pemandangan panorama alam di sekitarnya, hak

untuk memiliki chanel TV sendiri, ataupun hak untuk memiliki lahan yang luas.

Page 9: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

6

5. Tuntutan hak tidak boleh kontradiksi dengan HAM orang lain. Hal ini berarti menolak

sebagai HAM atas “hak mengangkat senjata”, “hak” memperbudak orang lain, “hak” laki-

laki memukul/mengalahkan istri dan anak-anaknya, “hak” mengambil laba terlalu banyak

dalam kemiskinan orang lain, dan lain-lain.

Ini artinya bahwa “HAM” tidak bermakna seluruh hak yang ingin dituntut oleh semua orang,

dan tuntutan HAM harus diuji secara cermat terlebih dahulu.

HAM harus dilihat sebagai satu paket, universal and indivisible (universal dan tidak dapat

dipisah-pisahkan satu sama lain). Ini berdasarkan 5 kriteria di atas, karena HAM adalah

harus dilaksanakan secara bersama-sama, ia harus konsisten dan tidak boleh ada konflik

satu sama lain. Ini artinya dalam tataran lapangan HAM, memberikan prioritas kepada hak

yang seharusnya tidak perlu. Semua item HAM harus dipandang sebagai penting semua,

tidak boleh ada satu hak yang dianggap lebih penting daripada hak lainnya. Sebuah

perpektif HAM mengatakan bahwa satu tuntutan hak harus dimaknai sebagai tuntutan HAM,

diprioritaskan, dan didahulukan daripada tuntutan hak-hak lain. Dalam praktiknya,

begaimanapun juga, benturan beragam tuntutan HAM selalu tidak sejalan, tentang hal ini

akan dibahas pada bab berikutnya. Hak-hak tersebut harus diselesaikan, tetapi seringkali

bisa diselesaikan dengan menggunakan 5 kriteria di atas.

Bagi seorang peksos, perbedaan antara manusia dan hak orang lain, dan tuntutan bahwa

HAM tersebut harus diprioritaskan, memiliki hubungan satu dengan lainnya. Ada sejumlah

urusan dalam praktik peksos jika menghadapi konflik antara kenyataan “hak” dan HAM.

Misalnya, permintaan manajer yang menginginkan seorang peksos untuk tidak mau

memberikan layanan yang bisa dijustifikasi pada HAM yang mendasar. “Hak manajer” tentu

saja tidak cocok dengan HAM sesuai dengan 5 landasan kriteria di atas, dan jika seorang

peksos berada dalam posisi ini maka ia harus memprioritaskan HAM daripada permintaan

manajer tersebut. Peksos secara moral seharusnya menghadapi manajemen yang menolak

HAM dan jika perlu ia membuat satu kasus yang bagus untuk tidak tunduk pada perintah

manajemen. Tentu saja ada sejumlah factor situasional dimana seorang peksos perlu untuk

memperhitungkan ketika ia berkonfrontasi dengan majamemen, menyampaikan secara

ilmiah dan bijak, dan ada beberapa pilihan aksi, semisal:

Melakukan riset secara hati-hati terhadap dokumen pelanggaran HAM sebelum

bergerak dan beraksi,

Meminta ikatan profesi peksos untuk mengambil alih tanggungjawab tersebut

daripada melaksanakannya secara pribadi,

Berbicara dengan supervisor secara informal sehingga selesai masalahnya, dan lain-

lain.

Page 10: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

7

Ketika HAM didiskusikan, maka HAM bermakna universal, terpadu, tidak bisa dicabut dari

manusia, atau dihilangkan4. Universalitas implikasinya adalah bahwa HAM diwujudkan

dalam seluruh kesejahteraan manusia, dan keterpaduan implikasinya adalah bahwa HAM

sebagai satu kesatuan paket, satu bagian tidak bisa diambil dan dipilih, diterima sebagian

dan ditolak sebagian lainnya. Pernyataan bahwa HAM tidak bisa dicabut, implikasinya

adalah ia tidak bisa dicabut dari satu orang pun. Di sini ada beberapa hal yang kontroversial,

semisal pelaksanaan sanksi hukum pelanggar HAM. Misalnya, hak untuk bebas, hak

berkumpul dan berserikat, kebebasan untuk bepergian yang ditolak karena narapidana

menolak dipenjara. Tetapi, secara umum, kaidah HAM tidak bisa diambil/dicabut dari

manusia selama ia hidup. Pernyataan bahwa HAM bersifat inabrogable (tidak bisa

dihilangkan/dibubarkan), implikasinya adalah satu orang tidak bisa menyerahkan HAM-nya

atau menjualnya demi menambahkan keistimewaan kepada yang lain, HAM tidak bisa

ditukar dengan apapun. Kita mungkin saja memilih untuk tidak menggunakan hak kita

secara bersamaan semuanya, akan tetapi kita masih tetap memilikinya, bahkan jika kita

memilih untuk tidak mengunakannya, secara teori, kita selalu masih bebas untuk mengubah

fikiran kita.

Hak Asasi Antargenerasi

Satu dari perubahan penting yang paling menonjol untuk mengambil posisi dalam diskursus

tentang HAM pada beberapa decade terakhir telah memperluas pemahaman kita tentang

tugas HAM di masa kini. Dahulu, banyak pelanggaran HAM terjadi, akan tetapi seiring

berlalunya waktu meningkat pula kesadaran akan HAM; jika di masa lalu banyak

pelanggaran HAM terjadi maka kini kita mesti menghargai HAM dan memperbaikinya, dan

melakukan tindakan yang sesuai HAM untuk masalah-masalah yang serupa. Dan diskusi

seputar NAZI memunculkan keuntungan dimana Bank Swiss akan memberikan santunan

sebagai kompensasi korban holocaust yang masih selamat. Ini adalah satu contohnya.

Contoh lain: kompensasi moneter sebagai satu contoh kasus, dimana pemerintah –dengan

kompensasi moneter-- melakukan permintaan maaf kepada orang-orang Indian korban

yang mengalami salah perlakuan pemerintah Kanada (HREOC, 1997). Itu adalah cara

sebagai rasa tanggung jawab terhadap pelanggaran HAM pemerintah atas kecerobohan

dalam memperlakukan warganya secara tidak layak. Dan contoh-contoh lain. Apapun,

seluruh isu tentang pelanggaran HAM di era lama adalah menjadi bagian penting bagi

seorang peksos, jika ia menemui dan akan menyelesaikan ketidakadilan, penindasan, dan

beragam pelanggaran HAM lainnya yang sudah lama terjadi dan mungkin sudah dialami

masyarakat sejak lama.

4 Cassese 1990; Centre for Human Rights 1994; Jones 1994; Freeman 2002; O’Byrne 2003.

Page 11: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

8

Cara lain membahas panjang tentang HAM adalah dengan mengubah diskursus, yaitu

dengan memperluas gagasan HAM dan dimasukkan dalam hak-hak generasi mendatang.

Semua yang kita lakukan akan berpengaruh kepada dunia di waktu mendatang;

pertanyaannya adalah apa yang akan kita perluas aksinya yang mesti kita tetapkan demi

melindungi HAM pada generasi mendatang sehingga bisa baik sebagaimana saat ini?

Hak dan Kebebasan

Hak seringkali dikaitkan dengan kebebasan, atau beragam gagasan tentang kebebasan

biasanya selaras dengan kata “hak dan kemerdekaan”. Di dunia Barat, karena hak dan

kebebasan individu demikian kuat, tidak terelakkan, telah diabadikan dalam filsafat John

Stuart Mill, seorang tokoh liberalism dan kebebasan individu (Mill, 1906).

Hak Asasi Hewan

Ketika kita membahas secara detail tentang HAM, maka kita perlu untuk mendiskusikan

seputar hak asasi dari makhluk selain manusia, yaitu hewan.

Hak asasi hewan (HAH) telah diterima selaras dengan meningkatnya minat atau perhatian

dunia pada decade sekarang dan perspektif ekosentris5 sebagai lawan dari perspektif

antropocentris. Ia telah menuntut hak yang mesti diberikan tidak hanya kepada

kesejahteraan manusia semata, bahkan kepada setiap makhluk hidup sebagai bagian dari

kesatuan ekosistem.

Akan tetapi buku ini tidak akan membicarakan isu-isu tentang HAH. Pendekatan diskursif

untuk HAM diadopsi di sini dengan arti bahwa ada perbedaan yang sangat jelas antara HAM

dan HAH, karena manusia bisa mengartikan dan memperdebatkan hak-hak asasi mereka,

padahal untuk spesies lain tidak bisa. Oleh karena itu, setiap upaya manusia untuk

mengartikan hak asasi spesies lain, maka itu akan menjadi bahan dalam mengartikan atau

mendefinisikan hak asasi mereka sendiri; menjadi acuan bagaimana selayaknya manusia

menyikapi dan bertindak kepada spesies lain. HAM, bagaimanapun juga, adalah berbeda,

baik dalam cara mendefinisikan HAM tersebut untuk mereka sendiri, bertindak, berelasi,

mengormati, melakukan perlindungan, dan merealisasikan hak-hak mereka. Tema HAM kali

ini akan berguna bagi seorang peksos untuk memfasilitasi proses dimana klien mampu

menyadari HAM-nya, dimana pada saat yang sama tidak bisa diterapkan untuk spesies lain.

Treatment untuk spesies lain dalam tema hak, mesti ditangani secara berbeda, dan meski

itu penting, berkaitan dengan kita mendefinisikan kemanusiaan kita sendiri dan mendasar

bagi sebuah ekologi untuk memahami tempat kita di dunia ini. Ini semua di luar pembahasan

buku ini.

5 Fox 1990; Eckersley 1992.

Page 12: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

9

Globalisasi

HAM telah memberikan relevansi yang ekstra-kontemporer dengan melakukan tekanan

globalisasi.6 Adalah penting untuk menguji tema globalisasi dalam beberapa penjelasan

rinci, karena ia memberikan konteks/hubungan relevansi dengan praktik peksos pada awal

abad 21; juga karena HAM merupakan representasi elemen penting bagi globalisasi dan

sekaligus jawaban dan oposisi dari globalisasi itu sendiri.

Sebuah ekonomi global bukanlah hal baru. Sejak dahulu, sudah ada perdagangan dunia

selama berabad-abad, dan memang beberapa bentuk ekonomi global sudah ada sebelum

munculnya negara, yang sekarang dianggap sebagai di bawah ancaman dari kekuatan

globalisasi. Ini adalah diantara pemikiran yang telah menyebabkan beberapa penulis7

berpendapat bahwa globalisasi adalah benar-benar bukan fenomena baru, namun diklaim

sebagai barang baru, dan itu kita lihat sebagai keberlanjutan sejarah historis dan bukan

suatu perubahan semata.

Ini adalah kritik penting dan seperti yang akan disarankan di bawah ini, beberapa kontinuitas

sejarah globalisasi terlalu mudah diabaikan. Tapi bisa juga dikatakan bahwa ada

diskontinuitas penting, yang disebabkan oleh besarnya skala ekonomi global yang baru

muncul dan kekuatan ekonomi sebagai pemain utama. Hingga saat ini, perdagangan global

mungkin telah berkembang tapi masih di bawah kendali pemerintah, yang dapat mengatur

persyaratan dan pembatasan perdagangan tersebut dan --dalam banyak kasus-- bisa

menggunakan perdagangan dunia untuk kepentingan Negara sendiri.

Namun, kini perdagangan dunia telah tumbuh begitu besar, dan perusahaan-perusahaan

transnasional telah menjadi begitu kuat, hingga peran pemerintah untuk mengatur, atau

menetapkan regulasi marjin perdagangan mulai justru terbatasi/terkurangi. Mayoritas

negara, kalau tidak bisa dibilang seluruhnya, kini telah tunduk kepada kehendak pasar

global. Mereka tidak lagi dapat mengambil kebijakan “yang merugikan pasar”, karena jika itu

dilakukan maka modal-modal akan segera berpindah ke Negara lain yang berpihak kepada

pemodal. Dan jika itu terjadi, maka akan terjadi krisis dan ekonomi pun akan goncang.8

Dengan globalisasi ekonomi, pemerintah akhirnya hanya memiliki sedikit ruang untuk

berperan dalam pengembangan kebijakan baru; pemerintah telah kehilangan kemampuan

dalam membuat keputusan yang independen untuk mengatur Negara mereka sendiri,

bahkan dalam menentukan masa depan ekonomi dan sosial mereka.9

6 Brysk 2002; Monshipouri et al. 2003; de Feyter 2005.

7 Hirst & Thompson 1996, 2000.

8 Held et al. 1999; Meyer & Geschiere 1999; Mittelman 2000.

9 Bauman 1998; Beck 2000.

Page 13: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

10

Hal ini menyebabkan Negara kehilangan fungsi kontrol demokrasi yang efektif, yaitu fungsi

pengambilan keputusan kebijakan yang strategis. Kebijakan kunci/strategis yang

mempengaruhi hajat hidup orang banyak akhirnya ditentukan oleh segelintir orang atau

kelompok tertentu saja. Paradigma kebijakan konvensional yang dibingkai dalam batas-

batas Negara, kini tidak lagi relevan, dan memerlukan upaya format ulang untuk

mengantisipasi perubahan-perubahan global tersebut. Dan seorang peksos perlu

memahami, mengerti, dan menerima globalisasi beserta dampak permasalahannya

sehingga ia bisa mencari dan memberikan solusi-solusi baru.

Praktik Peksos Berbasis HAM

Beberapa pembahasan berikut, menjelaskan bagaimana HAM bisa digunakan seorang

peksos untuk menjadi dasar praktiknya. Implementasi atau aktivasi HAM telah menjadi

perhatian sejumlah penulis10, dan buku ini berusaha untuk melakukan hal ini dalam konteks

pekerjaan sosial, pelayanan/praktik kemanusiaan.

Mungkin tampaknya sangat aksiomatis, bahwa peksos adalah berhubungan dengan HAM,

meski ada beberapa formula lain tentang peksos yang tidak mengkaitkannya dengan HAM.

Contohnya adalah Needs-based social work (peksos berbasis kebutuhan klien). Needs-

based menekankan pada bagaimana seorang peksos mampu meng-assesment kebutuhan

klien untuk kemudian melakukan proses mempertemukan kebutuhan tersebut dengan

system sumber yang ada. Needs-based, tentu saja merupakan focus perhatian praktik

peksos, meski saat ini juga dikritik.

Beberapa penulis, semisal Illich11 telah melakukan kritik kepada beberapa profesi, termasuk

diantaranya kepada profesi peksos. Kritikannya adalah agar profesi ini mendefinisikan

profesinya sebagai profesi yang menjawab kebutuhan masyarakat. Hal ini berakibat

melemahkan posisi klien, sehingga klien tidak lagi bisa mendefinisikan kebutuhan mereka

sendiri tetapi sebaliknya, kebutuhan mereka didefinisikan oleh peksos. Juga, ada sejumlah

isu tentang praktik peksos berbasis kebutuhan, yaitu bahwa gagasan tentang kebutuhan

manusia terkait erat dengan HAM.

Praktik berbasis kebutuhan telah merepresentasikan formula alternative bagi seorang

peksos daripada berbasis HAM. Hal ini turut mengadvokasi a right-based approach

(pendekatan berbasis HAM) untuk menunjukkan apa kelebihan pendekatan ini daripada

needs-based approach (pendekatan praktik berbasis kebutuhan klien).

Formulasi alternative ke dua sebagai alternative pendekatan praktik peksos adalah justice-

based approach (pendekatan praktik berbasis keadilan). Sebagian besar pekerja sosial,

10

Misalnya, lihat Porter & Offord 2006. 11

Illich et al. 1977.

Page 14: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

11

jika diminta untuk menjelaskan secara ringkas nilai dasar praktik mereka, mungkin akan

menggunakan istilah 'keadilan sosial' daripada 'hak asasi manusia'. Sebagaimana

pendekatan sebelumnya, needs-based approach, maka untuk justice-based approach, juga

bisa dikaitkan antara keadilan dan HAM. Namun demikian, ada dua masalah untuk diatasi,

yaitu antara pendekatan keadilan murni dengan pendekatan HAM.

Masalah pertama dengan keadilan adalah bahwa hal itu dapat berarti “balas dendam

sederhana”. "Kami menuntut keadilan” adalah seruan umum yang terdengar dari para

pendukung hukuman mati, hukuman penjara dan sejenisnya. Hal ini menjadi sebab bagi

sebagian besar pekerja sosial enggan untuk mendukung dan lebih cenderung untuk

menentang. Penggunaan retorika keadilan yang begitu kuat, bagi seorang peksos, tidaklah

progresif, dan hanya membantu melegitimasi politik balas-dendam.

Masalah kedua adalah bahwa keadilan sering didefinisikan secara prosedural: untuk

menjadi adil, atau untuk melakukan keadilan, adalah untuk menegakkan hukum secara adil,

adil dan tidak memihak. Dan perundang-undangan itu sendiri meski sangat diskriminatif dan

menindas bisa saja disebut “system yang berkeadilan” dapat berakibat pada peradilan yang

efektif dari sebuah undang-undang yang tidak adil. Ini memang produk sejarah kolonialisme,

dimana penindasan secara brutal bisa dibenarkan oleh system peradilan yang tidak bisa

disuap.

A human rights approach (Pendekatan praktik peksos berbasis HAM) seyogyianya tidak

hanya dilihat sebagai jawaban atas kebutuhan klien akan “kebutuhan” dan “keadilan” yang

tanpa makna bagi seorang peksos. Justru sebaliknya, ia punya posisi penting dalam

penggambaran praktik pekerjaan sosial, dan ia adalah kata-kata yang beresonansi kuat

dengan para praktisi peksos. Akan muncul masalah jika masing-masing kata itu difahami

secara terpisah. Bahkan berdasarkan paparan di atas, praktik peksos yang berlandaskan

pada HAM mampu memperkaya khasanah “kebutuhan dan keadilan”, lebih kontekstual,

makin bermakna, dan makin bermanfaat.

***

Page 15: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

12

BAB III

PEMBAHASAN

HAM DALAM DUNIA YANG MENGGLOBAL

Manusia dan HAM ibarat dua sisi mata uang logam. Jika ada manusia, maka ada hak untuk

dimiliki, siapapun dan kapanpun.

Jim Ife menyatakan:

The idea of human rights, by its very nature, implies the search for universal principles that

apply to all humans, whatever their cultural background, belief system, age, sex, ability or

circumstances.12 (Gagasan tentang HAM itu sendiri adalah sangat alami, menyiratkan

pencarian akan prinsip-prinsip universal yang digunakan oleh seluruh umat manusia,

apapun perbedaan latar belakang budaya, system kepercayaan, usia, jenis kelamin,

kemampuan, dan keadaannya).

Satu kalimat dari Jim Ife di atas menjadi kata kunci bahwa HAM adalah kebutuhan dan milik

semua orang. Karena manusia hidup dari zaman ke zaman yang berbeda, maka HAM juga

mengalami pasang naik dan surut. Terjadi pergesekan kepentingan antar anggota

masyarakat, baik masyarakat perdesaan maupun perkotaan, agraris maupun industry,

memunculkan masalah HAM.

Dalam konteks global, maka masalah HAM tersebut menjadi agenda serius yang harus

diselesaikan. Keinginan si kaya untuk tetap kaya, memestikan kalangan buruh menjadi tetap

miskin, berpenghasilan rendah, tidak ada jaminan social, jaminan kesehatan, pengangguran

pada bagian masyarakat yang tidak punya ketrampilan kerja juga merupakan masalah lain.

Jim Ife menyatakan:

Understanding human rights as discursive means that human rights are not fixed or static,

and therefore in that sense they cannot be fully defined.

Untuk memahami HAM sebagai sesuatu yang dinamis, yaitu bahwa HAM adalah tidak tetap

atau statis, oleh karena itu setiap kita tidak dapat sepenuhnya mendefinisikannya secara

final.

Schmitz and Sikkin (2002)13 mendefinisikan HAM sebagai berikut:

12

Jim Ife, “Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge Univercity Press, 2008, hal.10. 13

Derrick M. Nault and Shawn L. England, “Globalization and Human Right in the Developing World”, Palgrave Mac-Millan, 2011.. Downloaded from: http://bookre.org/reader?file=1434909&pg=1 , at August 29

th 2013.

Page 16: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

13

Human right are a set of principles of ideas about the threatment to which individual are

entitled by virtue of being human. The Human right discourse is universal in character and

includes claims of equality and non-discrimination (p. 157).

HAM adalah seperangkat prinsip gagasan yang tinggi/luhur tentang solusi apa yang ingin

diwujudkan oleh manusia sehingga bisa menjadi manusia seutuhnya. HAM dalam banyak

diskusi juga merupakan karakter yang sangat universal dan mencakup tuntutan kesetaraan

dan non-diskriminasi (hal 157).

Susan C. Mapp (2008) mengatakan:

The rights it defines were intended to be universal and indivisible—that is, all humans have

the right to them regardless of culture, political system, ethnicity, or any other characteristic

(universal), and a country cannot select which rights it should grant; all humans should have

all rights (indivisible)…. Not all rights claimed by people can be regarded as human rights.

By human rights we generally mean those rights which we claim belong to all people,

regardless of national origin, race, culture, age, sex, or anything else. (p.17 - 18)

Hak didefinisikan sebagai sesuatu yang universal dan tidak dapat dipisah-pisahkan, dimana

setiap manusia memiliki hak mereka tanpa memperhatian budaya, system politik, suku, dan

karakteristik apapun, dan sebuah Negara tidak dapat menentukan hak tertentu untuk diakui

dan tidak diakui, setiap manusia memiliki semua hak tersebut tanpa terpisah-pisahkan.

Namun, tidak setiap hak yang dituntut oleh orang bisa disebut sebagai HAM. Dengan

HAM, kita biasanya mengartikannya sebagai hak yang kita anggap sebagai hak milik semua

orang, terlepas dari perbedaan asal Negara, ras/warna kulit, budaya, suku, usia, jenis

kelamin, dan sebagainya. (hal. 17 - 18) 14

PEKSOS DALAM ERA GLOBALISASI

Dalam struktur atau pranata yang normal, setiap orang akan bisa menempatkan diri, peran

dan fungsinya secara apik, selaras dengan lingkungan, optimal untuk diri dan sekitar.

Sebaliknya, dalam tatanan yang tidak adil, tidak mengindahkan HAM, globalisasi yang

berpihak pada pemilik modal, neo-liberalisme, maka ada sub-bagian masyarakat yang mesti

diperhatikan. Seorang praktisi peksos mesti melakukan advokasi terhadap setiap

pelanggaran terhadap HAM.15

Susan C. Mapp (2008) mengatakan:

14

Susan C. Mapp, “Human Right and Social Justice in a Global Perpective: an Introduction to Int’l. Social Work”, Oxford Univercity Press, 2008. 15

Iain Ferguson et.al., “Globalisation, Global Justice, and Social Work”, Routledge, London & New

York, 2005.

Page 17: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

14

Social workers may find themselves in a bind trying to recognize both the right to one’s

culture as well as one’s human rights. George (1999) argues that human rights cannot be

both universal and culturally relevant and states that social workers have put themselves in a

dilemma by arguing for both human rights and the right to one’s own culture. For example, in

some cultures women are treated as subordinate to men, yet the UNDR states that treating

any person as less than another due to a characteristic is prohibited; it is discrimination. How

can the traditional order of a society and the UNDR16 both be respected? (p.20).

Seorang peksos mungkin bisa menemukan eksistensi mereka di dalam mengkorelasikan diri

dengan cara berusaha menghargai budaya setempat dan hak individu client. George (1999)

menjelaskan bahwa HAM tidak dapat disejajarkan baik dalam aspek universal maupun

budaya dan negara dimana peksos bekerja telah menempatkan diri dalam situasi dilemma

antara memenuhi hak individu dan nilai budaya local. Misal, beberapa budaya local

menempatkan wanita dalam peran sub-ordinat dari pria, sementara itu Deklarasi dunia

tentang HAM universal tahun 1948 menyatakan itu sebagai terlarang, tidak boleh karena

diskriminatif. Nah, bagaimana peran peksos dalam menghargai tata-nilai tradisi masyarat

tersebut daan sekaligus mewujudkan HAM universal tersebut? (hal. 20).

Lihatlah pula bagaimana Brenda L. DuBois dan Miley (2005) memaparkan eksistensi peksos

ketika maraknya ketidakadilan di dunia Barat dan bagaimana peran-peran peksos itu

menjadi semakin spesifik dengan spesifiknya permasalahan social dan ketidakadilan social.

Peksos harus concern terhadap isu ketidakadilan. Apabila peksos apriori terhadap isu-isu

ketidakadilan, maka ia akan kehilangan peran dan kemudian tidak dihargai oleh masyarakat.

BASW17 bahkan menetapkan salah satu nilai18 yang dijadikan pegangan peksos dalam

praktiknya adalah social justice (keadilan social).19

16

UNDR is Universal Declaration of Human Right. Deklarasi HAM Universal, ditetapkan pada 10 Desember 1948 di PBB. (Lihat: Susan C. Mapp, “Human Right and Social Justice in a Global Perpective: an Introduction to Int’l. Social Work”, Oxford Univercity Press, 2008, hal. 17). 17

BASW adalah British Association of Social Workers (Ikatan Profesi Peksos Inggris). 18

Lima Value (nilai) Peksos dalam BASW adalah: (i) Nilai dan Martabat Manusia, (ii) Keadilan sosial, (iii) Pelaya-nan terhadap kemanusiaan, (iv) Integritas, dan (v) Kompetensi. 19

Paul Dugmore and Jane Pickfordy, “Youth Justice and Social Work”, Learning Maters Ltd., 2007.(hal. 5).

Page 18: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

15

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang sudah kami kemukakan pada bab-bab terdahulu, dapat kami

simpulkan hal-hal sebagai berikut:

Pekerjaan social adalah profesi pertolongan yang difokuskan pada agenda hak asasi

manusia (HAM) dan ketidakadilan social, penguatan peran dan fungsi; dilakukan dengan

menggunakan teori-teori pekerjaan social, nilai dan etika, diimplementasikan dalam

program dan kegiatan nyata.

Dalam era yang mengglobal, maka eksistensi HAM terancam oleh kepentingan kapitalis

dan neo-liberalisme. Mereka merupakan “reinkarnasi” dari zaman revolusi industry

dalam baju baru; melanggengkan kekuasaan material atas kaum kecil, para buruh, dan

marjinal.

Fungsi Negara sebagai pelindung dan pensejahtera masyarakat tereduksi oleh segelitir

orang atau kelompok ini. Merekalah yang menanamkan modal demi keuntungan mereka

semata. Hal ini akan langsung atau tidak langsung bergesekan dengan HAM dan

ketidakadilan social.

Peksos harus bisa menerima bahwa dunia dengan globalisasi ekonomi akan berdampak

kepada masalah social. Maka, peksos seyogyanya mampu mempersiapkan beragam

alternative solusi bagi masalah yang akan muncul kemudian.

SARAN

1. Peksos dituntut untuk selalu meng-update informasi dan pengetahuan tentang

aspek-aspek HAM dan keadilan social serta dampak globalisasi untuk kemudian

memberikan solusinya melalui pelayanan dengan pendekatan HAM;

2. Memperkuat jaringan profesi pekerjaan social untuk mengadvokasi pemerintah,

legislative, dan dunia usaha untuk melahirkan peraturan yang mengindahkan HAM

dan memberikan peran-peran peksos dalam semua permasalahan HAM;

3. Mengingatkan dunia usaha agar aware dengan permasalahan social sebagai

dampak kegiatan ekonomi mereka. Kegiatan ekonomi mereka tidak semata-mata

menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya, namun bagaimana mampu seimbang

dan bermitra dengan semua komponen kehidupan.

Page 19: HUMAN RIGHT IN A GLOBALISED WORLD · HAM dengan kebebasan serta dengan ia memiliki budak. Universalitas HAM tidak harus dibingungkan bahwa ia bersifat statis, tidak bisa mengubah

16

DAFTAR PUSTAKA

BASW, “The Code of Ethics for Social Work”; downloaded from: http://cdn.basw.co.uk/

upload/basw_112315-7.pdf, at August 29th 2013

Brenda L. Dubois and Karla Krogsrud Miley, (1995): Social Work: an Empowering

Profession;

Derrick M. Nault and Shawn L. England, “Globalization and Human Right in the

Developing World”, Palgrave Mac-Millan, 2011. Downloaded from: http://bookre.org/

reader?file=1434909&pg=1 , at August 29th 2013;

IFSW, “Definition of Social Work” http://ifsw.org/policies/definition-of-social-work/,

downloaded at August 29th 2013.

Iain Ferguson et.al., “Globalisation, Global Justice, and Social Work”, Routledge,

London & New York, 2005.

Jim Ife, Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge

Univercity Press, 2008;

Paul Dugmore and Jane Pickfordy, “Youth Justice and Social Work”, Learning Maters

Ltd., 2007

Susan C. Mapp, “Human Right and Social Justice in a Global Perpective: an

Introduction to Int’l. Social Work”, Oxford Univercity Press, 2008.