hukum perkawinan dan perceraian islam di indonesia
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
1/10
Hukum Perkawinan danPerceraian islam di Indonesia
Andika Dwiyadi
B111 12 273
Hukum Perdata
Kelas E
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
2/10
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Jika ada pertemuan pasti ada yang namanya perpisahan, pribahasa itulah yang
hampir kerap kali kita dengar dari setiap orang. Tidak lepas dari pribahasa itu ialah
perkawinan atau pernikahan. Dalam perkawinan seseorang pasti akan merasakan
yang namanya perpisahan, baik melalui proses alamiah ataupun sebab
mempertahankan hak-hak insaniah.
Pada dasarnya perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorng pria dan wanitasebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera dan
kekal. Hal inilah yang menjadi dambaan dan tujuan utama setiap orang dalam
menempuh bahtera rumah tangga yang diikat oleh oleh suatu akad yang namanya
perkawinan.
Akan tetapi pada kenyataannya hal itu sulit dan tidak sepenuhnya bisa dialami,
sebagaimana yang dikatakan dalam peribahasa diatas, sehinga perpisahan atau
dalam hal ini disebut bubarnya perkawinan pasti tidak dapat dihindari oleh setiap
pasangan suami istri. Oleh karena itu pemrintah melalui hukumnya membahas danmengatur masalah ini demi tercipta dan terlaksananya kehidupan yang harmonis,
dan dengan hal ini pula pemakalah akan mencoba untuk membahahsnya.
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
3/10
BAB II
PEMBAHASAN
A. Putusnya Perkawinan
Perkawinan merupakan awal hidup bersama dalam suatu ikatan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan dengan maksud membentuk keluarga yang
bahagia, seperti yang diamanahkan oleh Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi : Tujuan perkawinan adalah juga untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Oleh karena perkawinan/pernikahan bertujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal, berarti dalam rumah tangga itu seharusnyatercipta adanya hubungan yang harmonis antara suami isteri dan anggota
keluarganya berdasarkan adanya prinsip saling menghormati (menghargai) dengan
baik, tenang, tenteram dan saling mencintai dengan tumbuhnya rasa kasih sayang.
Menciptakan sebuah rumah tangga yang damai berdasarkan kasih sayang yang
menjadi performance merupakan idaman bagi setiap pasangan suami isteri
merupakan upaya yang tidak mudah, tidak sedikit pasangan suami isteri yang gagal
dan berakhir dengan sebuah perceraian.
Kenyataan tersebut di atas membuktikan bahwa memelihara kelestarian dankesinambungan hidup dalam rumah tangga bukanlah merupakan perkara yang
mudah untuk dilaksanakan. Faktor-faktor psikologis, biologis, ekonomis,
perbedaan pandangan hidup dan lain sebagainya terkadang muncul dalam
kehidupan rumah tangga bahkan dapat menimbulkan krisis serta dapat mengancam
sendi-sendi rumah tangga.
Keberadaan institusi perkawinan menurut Hukum Islam dapat terancam oleh
berbagai perbuatan para pelaku perkawinan itu sendiri, baik itu dilakukan pria
maupun oleh wanita. Perbuatan-perbuatan tersebut dapat merusak perkawinan,
terhentinya hubungan untuk bebarapa saat, dalam waktu yang lama bahkan
terputus untuk selamanya, sangat bergantung pada jenis perbuatan yang mereka
lakukan. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa sudah menjadi kehendak dari
orang-orang yang melangsungkan perkawinan agar perkawinannya berlangsung
terus menerus dan hanya terputus apabila salah seorang baik suami ataupun isteri
meninggal dunia. Namun dalam kenyataan, banyak pasangan suami isteri yang
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
4/10
terpaksa harus putus ikatan perkawinannya di tengah jalan.
Secara umum mengenai putusnya hubungan perkawinan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan membagi sebab-sebab putusnya perkawinan ke
dalam 3 (tiga) golongan, yaitu seperti yang tercantum dalam Pasal 38 atau dalam
undang-undang Kompilasi Hukum Islam pasal 113, perkawinan dapat putus karenaadanya hal-hal berikut :
1. Kematian
Hukum perkawinan Agama Islam menentukan bahwa apabila salah seorang di
antara kedua suami istri meninggal dunia, maka telah terjadi perceraian dengan
sendirinya. Dimulai sejak tanggal meninggal tersebut.
2. Perceraian
Ada dua macam perceraian yang menyebabkan bubarnya perkawinan. Yaitu
perceraian karena talak (cerai talak)dan perceraian karena gugatan (gugat cerai).
a) Perceraian Karena Talak (Cerai Talak)
Menurut UU. No.1/1974 pasal 66 ayat (1) cerai talak adalah permohonan yang
diajukan oleh seorang suami yang beragama Islam kepada pengadilan gunamenceraikan istrinya dengan penyaksian ikrar talak. Sedangkan talak menurut
Kompilasi Hukum Islam pasal 117 adalah ikrar suami dihadapan sidang
Pengadilan Agama dan menjadi sebab putusnya perkawinan.
1) Jenis-jenis Talak
Menurut Kompilasi Hukum Islam, ada beberapa jenis talak yang menyebabkan
putusnya perkawinan. Antara lain:
a. Talak Raji
Yaitu talak kesatu atau kedua dimana suami berhak rujuk selama dalam masa
iddah (pasal 118 KHI).
b. Talak Bain Sughra
Yaitu talak yang tidak boleh rujuk namun boleh akad nikah baru dengan bekas
suaminya meskipun dalam masa iddah (pasal 119 KHI). Talak Bain Sughra adalah
talak yang terjadi qabla al dukhul, talak dengan tebusan atau khulu, dan talak yang
dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
5/10
c. Talak Bain Kubra
Yaitu talak untuk yang ketiga kalinya. Tidak boleh dirujuk dan tidak boleh
dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri
menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian bada al dukhul dan
masa iddah. (pasal 120 KHI)d. Talak Sunni
Adalah talak yang dibolehkan. Yaitu talak yang dijatuhkan pada istri yang sedang
suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut. (pasal 121 KHI)
e. Talak Bidi
Adalah talak yang dilarang. Yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam
keadaan haid, atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri. (pasal 122 KHI)
2) Macam-macam Alasan Permohonan Cerai Talak
Permohonan cerai talak dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan berikut ini:a. Istri melalaikan kewajibannya sebagaimana terdapat pada UU. No.1/1974. Pasal
34 ayat (3) dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 77 ayat (5).
b. Istri berbuat zina, menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang
sulit atau tidak dapat disembuhkan seperti yang tercantum dalam PP. No.9/1975.
Pasal 19 huruf a dan 116 huruf a.
c. Istri meninggalkan suami selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin suami dan
tanpa alas an yang sah seperti yang terdapat dalam PP. No. 9/1975. Pasal 19 huruf
b dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf b.
d. Istri mendapat hukuman penjara 5 tahun atau lebih terdapat dalam PP. No.
9/1975. Pasal 19 huruf c dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf c.
e. Istri melakukan kekejaman atau penganiayayaan yang membahayakan pihak lain
tercantum dalam PP. No. 9/1975. Pasal 19 huruf d dan Kompilasi Hukum Islam
Pasal 116 huruf a.
f. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri karena cacat badan atau
penyakit sebagaimana tercantum dalam PP. No. 9/1975. PAsal 19 huruf e dan
Kompilasi Hukum Islam Pasal 166 huruf e.
g. Terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran antara suami istri yang
tidak dapat didamaikan lagi. Tercantum dalam PP. No. 9/1975. Pasal 19 huruf f
dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 166 huruf f.
h. Istri murtad, yaitu terjadi peralihan agama yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga. Terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam
Pasal 116 huruf h.
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
6/10
i. Syiqaq, dengan syarat harus mendengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari
keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami atau istri. Seperti terdapat
dalam UU. No. 7/1989. Pasal 76 ayat (1-2).
j. Lian. Yaitu tuduhan kepada salah satu dari suami istri ada yang berzina, atau
suami mengingkari anak dalam kandungan maupun yang sudah lahir dari istrinya,sedangkan pemohon atau penggugat tidak mempunyai bukti-bukti dan tergugat
menyanggah tuduhan tersebut. Terdapat dalam UU. No.7/1989. Pasal 87 ayat (1-2)
dan Pasal 88 ayat (1-2), serta dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 125-128.
3) Tempat Mengajukan Permohonan Cerai Talak
a. Menurut UU. No. 7/1989. Pasal 66 ayat (1-4), seorang suami mengajukan
permohonan kepada Pengadilan daerah setempat atau apabila pemohon dan
termohon tinggal di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan
yang meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan untuk mengadakan sidangpenyaksian ikrar talak. Bisa juga diajukan kepada Pengadilan Agama Jakarta
Pusat.
b. Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 129, seorang suami yang akan
menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun
tulisan kepada Pengadilan Agama di tempat tinggal istri dengan alasan meminta
diadakan sidang.
c. Perceraian Hanya Dapat Dilakukan di Depan Sidang Pengadilan
d. Dalam UU. No. 1/1974. Pasal 39 ayat (1-3), UU. No. 7/1989 Pasal 65, dan
Kompilasi Hukum Islam, ditentukan bahwa perceraian hanya dilakukan di depan
sidang Pengadilan dengan alasan antara suami dan istri tidak bisa didamaikan lagi.
4) Saat Mulai Terjadinya Perceraian Karena Talak
Menurut PP. No. 9/1975. Pasal 17 dan 18, serta dalam Kompilasi Hukum Islam
Pasal 123, perceraian dihitung setelah keputusan hakim dinyatakan di depan sidang
Pengadilan dengan surat keterangan perceraian yang dibuat oleh Ketua Pengadilan
untuk dikirim kepada Pegawai Pencatat di tempat terjadinya perceraian.
b) Perceraian Karena Gugatan (Gugat Cerai)
Adapun pengertian cerai gugat menurut UU. No.7/1989 pasal 73 ayat (1) adalah
gugatan perceraian yang diajukan istri atau kuasanya kepada Pengadilan daerah
setempat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat tinggal
bersama tanpa izin tergugat. Dan menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 132 ayat
(1), gugatan cerai adalah gugatan yang diajukan oleh istri atau kuasanya pada
Pengadilan Agama setempat kecuali si istri meninggalkan tempat tinggal bersama
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
7/10
tanpa izin suami.
3. Putusan pengadilan
Untuk masalah yang satu ini sebetulnya tidak serumit yang kita bayangkan. Karena
pada dasarnya putusan sidang bisa menjadi alasan bubarnya suatu perkawinan
apabila dilandasi adanya suatu kemaslahatan yang harus dituju dan ditegakkan.Sebagai satu contoh kasus apabila seorang istri ditinggal suaminya ke medan
perang dan tidak kembali selama 10 tahun sehingga dinyatakan hilang, maka
karena ini si istri meminta kejelasan statusnya kepada pengadilan.
Sebab hal inilah pengadilan berhak memutuskan setatus si istri tersebut dengan
membubarkan perkawinannya demi kemaslahatan dirinya dan keluarganya.
B. Akibat dari Perceraian
Ada dua akibat yang muncul apabila terjadi perceraian antara suami istri. Pertamaadalah akibat bagi istri dan harta kekayaan dan yang kedua adalah akibat bagi
anak-anak yang belum dewasa.
Putusan perceraian tidak berlaku surut, hanya mulai berlaku pada saat
dibukukannya surat keputusan itu dalam segister Catatan Sipil.
Perceraian berakibat pada adanya pembagian hak-hak antara bekas suami dan
bekas istri menyangkut masalah hak asuh anak maupun pembaian harta.
Perceraian berakibat pada adanya pembagian hak-hak antara bekas suami dan
bekas istri menyangkut masalah hak asuh anak maupun pembagian harta.
Akibat yuridis yang timbul akibat cerai talak adalah :
1. Menurut UU. No. 1/1974 pasal 41 putusnya perkawinan karena perceraian
adalah timbulnya kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya dan yang
bertanggung jawab sepenuhnya atas pembiayaan pemeliharaan dan pendidikan
anak adalah bapaknya. Namun apabila bapaknya tidak mampu memenuhi
kewajiban tersebut, pengadilan memutuskan bahwa ibunya ikut menanggung biaya
tersebut. Jika terjadi perselisihan tentang penguasaan anak, maka pengadilan yang
berhak memberi keputusan. Pengadilan juga berhak mewajibkan kepada bekas
suami untuk memberikan biaya penghidupan atau menentukan kewajiban bagi
bekas istri.
2. Menurut KHI pasal 149, apabila perkawinan putus karena cerai talak, maka
suami wajib melunasi mahar (yang terhutang) seluruhnya apabila istrinya sudah
dicampuri, dan setengah bagi istri yang belum dicampuri. Kemudian bekas suami
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
8/10
wajib memberikan mutah berupa uang atau benda kepada bekas istri kecuali
belum dicampuri. Selain itu ada juga kewajiban memberi nafkah berupa maskan
dan kiswah selama bekas istri dalam masa iddah kecuali jatuh talak bain atau
nusyuz sedang bekas istri dalam keadaan hamil. Serta adanya kewajiban
memberikan biaya hadhanah bagi anak di bawah umur 21 tahun.3. Hak Penguasaan Pemeliharaan Anak (Hadhanah)
Menurut KHI pasal 156, anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan
hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya meninggal dunia maka kedudukannya
digantikan oleh :
a) Wanita-wanita dalam garis lurus ibu
b) Ayah
c) Wanita-wanita dalam garis lurus ayah
d) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutane) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu
f) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah
Sedangkan anak yang sudah mumayyiz berhak memilih hadhanah dari ibu atau
ayahnya. Dan pengadilan berhak memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain
yang berhak hadhanah pula apabila keselamatan jasmani dan rohani anak tidak
terjamin meskipun nafkah hadhanah sudah terpenuhi.
Hak pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
jika terjadi perceraian adalah menjadi hak ibunya, sebagaimana tercantum dalam
Kompilasi hukum Islam Pasal 105 huruf a.
Biaya pemeliharaan dan penyusuan anak menjadi tanggung jawab ayahnya
menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan
dapat mengurus diri sendiri (21 tahun). Apabila ayahnya meninggal dunia, maka
penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban memberi nafkah kepada
ayahnya atau walinya. Seperti yang tercantum dalam Kompilasi hukum Islam Pasal
104 ayat(1-2), Pasal 105 huruf c, dan Pasal 156 huruf d.
Eksekusi putusan hadhanah menurut KUH Perdata Pasal 319 f ayat (5) adalah
tentang kepada siapa seharusnya anak itu dipercayakan, terlepas dari ada atau
tidaknya orang tua atau perwalian yang telah mengurus anak tersebut. Apabila
pihak yang menguasai anak itu menolak menyerahkannya, maka juru sita boleh
menjadi perantara untuk melaksanakan keputusan itu.
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
9/10
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas jelas sudah bahwasanya undang-undang telah mengatur
dan membahas secara rinci atas dapat putusnya suatu perkawinan dengan adanya
tiga hal yaitu kematian, perceraian, dan putusan pengadilan. Pengaturan hal ini
dalam undang-undang dimaksudkan tidak lain demi terciptanya masyarakat yang
tertib, harmonis serta keluarga yang bahagia tanpa adanya saling merugikan satu
sama lain antara suami istri, sehingga terlaksananya hak-hak dan kewajiban
masing-masing.
Dari pembahasasn diatas pula kita dapat menganalisis betapa berbelit-belitnya
suatu perceraian, hal ini disebabkan agar terbentuknya keluarga yang bahagia dan
langgeng, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat dilakukan
dalam hal-hal yang dianggap sangat terpaksa dengan alasan-alasan tertentu yang
telah diatur oleh undang-undang.
Demikinlah makalah ini saya buat, dan saya sangat sadar sekali bahwa didalamnya
masih banyak kekurangan disana-sini baik subtansinya, tata bahasanya, maupun
susunannya. Sehingga saya sangat mengharapkan saran dan masukan para
pembaca yang konstruktif demi lebih baik dan sempurnanya makalah yang saya
susun ini.
-
7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia
10/10