hukum perkawinan dan perceraian islam di indonesia

Upload: arinahediana

Post on 14-Apr-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    1/10

    Hukum Perkawinan danPerceraian islam di Indonesia

    Andika Dwiyadi

    B111 12 273

    Hukum Perdata

    Kelas E

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    2/10

    BAB I

    PENDAHULUAN

    a. Latar Belakang

    Jika ada pertemuan pasti ada yang namanya perpisahan, pribahasa itulah yang

    hampir kerap kali kita dengar dari setiap orang. Tidak lepas dari pribahasa itu ialah

    perkawinan atau pernikahan. Dalam perkawinan seseorang pasti akan merasakan

    yang namanya perpisahan, baik melalui proses alamiah ataupun sebab

    mempertahankan hak-hak insaniah.

    Pada dasarnya perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorng pria dan wanitasebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera dan

    kekal. Hal inilah yang menjadi dambaan dan tujuan utama setiap orang dalam

    menempuh bahtera rumah tangga yang diikat oleh oleh suatu akad yang namanya

    perkawinan.

    Akan tetapi pada kenyataannya hal itu sulit dan tidak sepenuhnya bisa dialami,

    sebagaimana yang dikatakan dalam peribahasa diatas, sehinga perpisahan atau

    dalam hal ini disebut bubarnya perkawinan pasti tidak dapat dihindari oleh setiap

    pasangan suami istri. Oleh karena itu pemrintah melalui hukumnya membahas danmengatur masalah ini demi tercipta dan terlaksananya kehidupan yang harmonis,

    dan dengan hal ini pula pemakalah akan mencoba untuk membahahsnya.

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    3/10

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Putusnya Perkawinan

    Perkawinan merupakan awal hidup bersama dalam suatu ikatan yang diatur dalam

    peraturan perundang-undangan dengan maksud membentuk keluarga yang

    bahagia, seperti yang diamanahkan oleh Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

    1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi : Tujuan perkawinan adalah juga untuk

    membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

    Esa. Oleh karena perkawinan/pernikahan bertujuan membentuk keluarga (rumah

    tangga) yang bahagia dan kekal, berarti dalam rumah tangga itu seharusnyatercipta adanya hubungan yang harmonis antara suami isteri dan anggota

    keluarganya berdasarkan adanya prinsip saling menghormati (menghargai) dengan

    baik, tenang, tenteram dan saling mencintai dengan tumbuhnya rasa kasih sayang.

    Menciptakan sebuah rumah tangga yang damai berdasarkan kasih sayang yang

    menjadi performance merupakan idaman bagi setiap pasangan suami isteri

    merupakan upaya yang tidak mudah, tidak sedikit pasangan suami isteri yang gagal

    dan berakhir dengan sebuah perceraian.

    Kenyataan tersebut di atas membuktikan bahwa memelihara kelestarian dankesinambungan hidup dalam rumah tangga bukanlah merupakan perkara yang

    mudah untuk dilaksanakan. Faktor-faktor psikologis, biologis, ekonomis,

    perbedaan pandangan hidup dan lain sebagainya terkadang muncul dalam

    kehidupan rumah tangga bahkan dapat menimbulkan krisis serta dapat mengancam

    sendi-sendi rumah tangga.

    Keberadaan institusi perkawinan menurut Hukum Islam dapat terancam oleh

    berbagai perbuatan para pelaku perkawinan itu sendiri, baik itu dilakukan pria

    maupun oleh wanita. Perbuatan-perbuatan tersebut dapat merusak perkawinan,

    terhentinya hubungan untuk bebarapa saat, dalam waktu yang lama bahkan

    terputus untuk selamanya, sangat bergantung pada jenis perbuatan yang mereka

    lakukan. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa sudah menjadi kehendak dari

    orang-orang yang melangsungkan perkawinan agar perkawinannya berlangsung

    terus menerus dan hanya terputus apabila salah seorang baik suami ataupun isteri

    meninggal dunia. Namun dalam kenyataan, banyak pasangan suami isteri yang

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    4/10

    terpaksa harus putus ikatan perkawinannya di tengah jalan.

    Secara umum mengenai putusnya hubungan perkawinan Undang-Undang Nomor 1

    Tahun 1974 tentang Perkawinan membagi sebab-sebab putusnya perkawinan ke

    dalam 3 (tiga) golongan, yaitu seperti yang tercantum dalam Pasal 38 atau dalam

    undang-undang Kompilasi Hukum Islam pasal 113, perkawinan dapat putus karenaadanya hal-hal berikut :

    1. Kematian

    Hukum perkawinan Agama Islam menentukan bahwa apabila salah seorang di

    antara kedua suami istri meninggal dunia, maka telah terjadi perceraian dengan

    sendirinya. Dimulai sejak tanggal meninggal tersebut.

    2. Perceraian

    Ada dua macam perceraian yang menyebabkan bubarnya perkawinan. Yaitu

    perceraian karena talak (cerai talak)dan perceraian karena gugatan (gugat cerai).

    a) Perceraian Karena Talak (Cerai Talak)

    Menurut UU. No.1/1974 pasal 66 ayat (1) cerai talak adalah permohonan yang

    diajukan oleh seorang suami yang beragama Islam kepada pengadilan gunamenceraikan istrinya dengan penyaksian ikrar talak. Sedangkan talak menurut

    Kompilasi Hukum Islam pasal 117 adalah ikrar suami dihadapan sidang

    Pengadilan Agama dan menjadi sebab putusnya perkawinan.

    1) Jenis-jenis Talak

    Menurut Kompilasi Hukum Islam, ada beberapa jenis talak yang menyebabkan

    putusnya perkawinan. Antara lain:

    a. Talak Raji

    Yaitu talak kesatu atau kedua dimana suami berhak rujuk selama dalam masa

    iddah (pasal 118 KHI).

    b. Talak Bain Sughra

    Yaitu talak yang tidak boleh rujuk namun boleh akad nikah baru dengan bekas

    suaminya meskipun dalam masa iddah (pasal 119 KHI). Talak Bain Sughra adalah

    talak yang terjadi qabla al dukhul, talak dengan tebusan atau khulu, dan talak yang

    dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    5/10

    c. Talak Bain Kubra

    Yaitu talak untuk yang ketiga kalinya. Tidak boleh dirujuk dan tidak boleh

    dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri

    menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian bada al dukhul dan

    masa iddah. (pasal 120 KHI)d. Talak Sunni

    Adalah talak yang dibolehkan. Yaitu talak yang dijatuhkan pada istri yang sedang

    suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut. (pasal 121 KHI)

    e. Talak Bidi

    Adalah talak yang dilarang. Yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam

    keadaan haid, atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri. (pasal 122 KHI)

    2) Macam-macam Alasan Permohonan Cerai Talak

    Permohonan cerai talak dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan berikut ini:a. Istri melalaikan kewajibannya sebagaimana terdapat pada UU. No.1/1974. Pasal

    34 ayat (3) dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 77 ayat (5).

    b. Istri berbuat zina, menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang

    sulit atau tidak dapat disembuhkan seperti yang tercantum dalam PP. No.9/1975.

    Pasal 19 huruf a dan 116 huruf a.

    c. Istri meninggalkan suami selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin suami dan

    tanpa alas an yang sah seperti yang terdapat dalam PP. No. 9/1975. Pasal 19 huruf

    b dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf b.

    d. Istri mendapat hukuman penjara 5 tahun atau lebih terdapat dalam PP. No.

    9/1975. Pasal 19 huruf c dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf c.

    e. Istri melakukan kekejaman atau penganiayayaan yang membahayakan pihak lain

    tercantum dalam PP. No. 9/1975. Pasal 19 huruf d dan Kompilasi Hukum Islam

    Pasal 116 huruf a.

    f. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri karena cacat badan atau

    penyakit sebagaimana tercantum dalam PP. No. 9/1975. PAsal 19 huruf e dan

    Kompilasi Hukum Islam Pasal 166 huruf e.

    g. Terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran antara suami istri yang

    tidak dapat didamaikan lagi. Tercantum dalam PP. No. 9/1975. Pasal 19 huruf f

    dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 166 huruf f.

    h. Istri murtad, yaitu terjadi peralihan agama yang menyebabkan terjadinya

    ketidakrukunan dalam rumah tangga. Terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam

    Pasal 116 huruf h.

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    6/10

    i. Syiqaq, dengan syarat harus mendengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari

    keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami atau istri. Seperti terdapat

    dalam UU. No. 7/1989. Pasal 76 ayat (1-2).

    j. Lian. Yaitu tuduhan kepada salah satu dari suami istri ada yang berzina, atau

    suami mengingkari anak dalam kandungan maupun yang sudah lahir dari istrinya,sedangkan pemohon atau penggugat tidak mempunyai bukti-bukti dan tergugat

    menyanggah tuduhan tersebut. Terdapat dalam UU. No.7/1989. Pasal 87 ayat (1-2)

    dan Pasal 88 ayat (1-2), serta dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 125-128.

    3) Tempat Mengajukan Permohonan Cerai Talak

    a. Menurut UU. No. 7/1989. Pasal 66 ayat (1-4), seorang suami mengajukan

    permohonan kepada Pengadilan daerah setempat atau apabila pemohon dan

    termohon tinggal di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan

    yang meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan untuk mengadakan sidangpenyaksian ikrar talak. Bisa juga diajukan kepada Pengadilan Agama Jakarta

    Pusat.

    b. Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 129, seorang suami yang akan

    menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun

    tulisan kepada Pengadilan Agama di tempat tinggal istri dengan alasan meminta

    diadakan sidang.

    c. Perceraian Hanya Dapat Dilakukan di Depan Sidang Pengadilan

    d. Dalam UU. No. 1/1974. Pasal 39 ayat (1-3), UU. No. 7/1989 Pasal 65, dan

    Kompilasi Hukum Islam, ditentukan bahwa perceraian hanya dilakukan di depan

    sidang Pengadilan dengan alasan antara suami dan istri tidak bisa didamaikan lagi.

    4) Saat Mulai Terjadinya Perceraian Karena Talak

    Menurut PP. No. 9/1975. Pasal 17 dan 18, serta dalam Kompilasi Hukum Islam

    Pasal 123, perceraian dihitung setelah keputusan hakim dinyatakan di depan sidang

    Pengadilan dengan surat keterangan perceraian yang dibuat oleh Ketua Pengadilan

    untuk dikirim kepada Pegawai Pencatat di tempat terjadinya perceraian.

    b) Perceraian Karena Gugatan (Gugat Cerai)

    Adapun pengertian cerai gugat menurut UU. No.7/1989 pasal 73 ayat (1) adalah

    gugatan perceraian yang diajukan istri atau kuasanya kepada Pengadilan daerah

    setempat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat tinggal

    bersama tanpa izin tergugat. Dan menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 132 ayat

    (1), gugatan cerai adalah gugatan yang diajukan oleh istri atau kuasanya pada

    Pengadilan Agama setempat kecuali si istri meninggalkan tempat tinggal bersama

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    7/10

    tanpa izin suami.

    3. Putusan pengadilan

    Untuk masalah yang satu ini sebetulnya tidak serumit yang kita bayangkan. Karena

    pada dasarnya putusan sidang bisa menjadi alasan bubarnya suatu perkawinan

    apabila dilandasi adanya suatu kemaslahatan yang harus dituju dan ditegakkan.Sebagai satu contoh kasus apabila seorang istri ditinggal suaminya ke medan

    perang dan tidak kembali selama 10 tahun sehingga dinyatakan hilang, maka

    karena ini si istri meminta kejelasan statusnya kepada pengadilan.

    Sebab hal inilah pengadilan berhak memutuskan setatus si istri tersebut dengan

    membubarkan perkawinannya demi kemaslahatan dirinya dan keluarganya.

    B. Akibat dari Perceraian

    Ada dua akibat yang muncul apabila terjadi perceraian antara suami istri. Pertamaadalah akibat bagi istri dan harta kekayaan dan yang kedua adalah akibat bagi

    anak-anak yang belum dewasa.

    Putusan perceraian tidak berlaku surut, hanya mulai berlaku pada saat

    dibukukannya surat keputusan itu dalam segister Catatan Sipil.

    Perceraian berakibat pada adanya pembagian hak-hak antara bekas suami dan

    bekas istri menyangkut masalah hak asuh anak maupun pembaian harta.

    Perceraian berakibat pada adanya pembagian hak-hak antara bekas suami dan

    bekas istri menyangkut masalah hak asuh anak maupun pembagian harta.

    Akibat yuridis yang timbul akibat cerai talak adalah :

    1. Menurut UU. No. 1/1974 pasal 41 putusnya perkawinan karena perceraian

    adalah timbulnya kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya dan yang

    bertanggung jawab sepenuhnya atas pembiayaan pemeliharaan dan pendidikan

    anak adalah bapaknya. Namun apabila bapaknya tidak mampu memenuhi

    kewajiban tersebut, pengadilan memutuskan bahwa ibunya ikut menanggung biaya

    tersebut. Jika terjadi perselisihan tentang penguasaan anak, maka pengadilan yang

    berhak memberi keputusan. Pengadilan juga berhak mewajibkan kepada bekas

    suami untuk memberikan biaya penghidupan atau menentukan kewajiban bagi

    bekas istri.

    2. Menurut KHI pasal 149, apabila perkawinan putus karena cerai talak, maka

    suami wajib melunasi mahar (yang terhutang) seluruhnya apabila istrinya sudah

    dicampuri, dan setengah bagi istri yang belum dicampuri. Kemudian bekas suami

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    8/10

    wajib memberikan mutah berupa uang atau benda kepada bekas istri kecuali

    belum dicampuri. Selain itu ada juga kewajiban memberi nafkah berupa maskan

    dan kiswah selama bekas istri dalam masa iddah kecuali jatuh talak bain atau

    nusyuz sedang bekas istri dalam keadaan hamil. Serta adanya kewajiban

    memberikan biaya hadhanah bagi anak di bawah umur 21 tahun.3. Hak Penguasaan Pemeliharaan Anak (Hadhanah)

    Menurut KHI pasal 156, anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan

    hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya meninggal dunia maka kedudukannya

    digantikan oleh :

    a) Wanita-wanita dalam garis lurus ibu

    b) Ayah

    c) Wanita-wanita dalam garis lurus ayah

    d) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutane) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu

    f) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah

    Sedangkan anak yang sudah mumayyiz berhak memilih hadhanah dari ibu atau

    ayahnya. Dan pengadilan berhak memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain

    yang berhak hadhanah pula apabila keselamatan jasmani dan rohani anak tidak

    terjamin meskipun nafkah hadhanah sudah terpenuhi.

    Hak pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun

    jika terjadi perceraian adalah menjadi hak ibunya, sebagaimana tercantum dalam

    Kompilasi hukum Islam Pasal 105 huruf a.

    Biaya pemeliharaan dan penyusuan anak menjadi tanggung jawab ayahnya

    menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan

    dapat mengurus diri sendiri (21 tahun). Apabila ayahnya meninggal dunia, maka

    penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban memberi nafkah kepada

    ayahnya atau walinya. Seperti yang tercantum dalam Kompilasi hukum Islam Pasal

    104 ayat(1-2), Pasal 105 huruf c, dan Pasal 156 huruf d.

    Eksekusi putusan hadhanah menurut KUH Perdata Pasal 319 f ayat (5) adalah

    tentang kepada siapa seharusnya anak itu dipercayakan, terlepas dari ada atau

    tidaknya orang tua atau perwalian yang telah mengurus anak tersebut. Apabila

    pihak yang menguasai anak itu menolak menyerahkannya, maka juru sita boleh

    menjadi perantara untuk melaksanakan keputusan itu.

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    9/10

    BAB III

    KESIMPULAN

    Dari pembahasan diatas jelas sudah bahwasanya undang-undang telah mengatur

    dan membahas secara rinci atas dapat putusnya suatu perkawinan dengan adanya

    tiga hal yaitu kematian, perceraian, dan putusan pengadilan. Pengaturan hal ini

    dalam undang-undang dimaksudkan tidak lain demi terciptanya masyarakat yang

    tertib, harmonis serta keluarga yang bahagia tanpa adanya saling merugikan satu

    sama lain antara suami istri, sehingga terlaksananya hak-hak dan kewajiban

    masing-masing.

    Dari pembahasasn diatas pula kita dapat menganalisis betapa berbelit-belitnya

    suatu perceraian, hal ini disebabkan agar terbentuknya keluarga yang bahagia dan

    langgeng, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat dilakukan

    dalam hal-hal yang dianggap sangat terpaksa dengan alasan-alasan tertentu yang

    telah diatur oleh undang-undang.

    Demikinlah makalah ini saya buat, dan saya sangat sadar sekali bahwa didalamnya

    masih banyak kekurangan disana-sini baik subtansinya, tata bahasanya, maupun

    susunannya. Sehingga saya sangat mengharapkan saran dan masukan para

    pembaca yang konstruktif demi lebih baik dan sempurnanya makalah yang saya

    susun ini.

  • 7/30/2019 Hukum Perkawinan Dan Perceraian Islam Di Indonesia

    10/10