hukum pajak - spt lebih bayar

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara selalu melakukan pembangunan untuk memajukan negara maupun kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan tersebut akan memerlukan uang yang banyak agar pembangunan dapat berhasil. Uang untuk pembangunan terseut diadapat dari sumber-sumber penghasilan negara. Pada umumnya negara mempunyai sumber-sumber penghasilan yang terdiri dari: 1 1. Bumi, air dan kekayaan alam 2. Pajak-pajak, Bea dan Cukai 3. Penerimaan negara bukan pajak (non-tax) 4. Hasil perusahaan negara 5. Sumber-sumber lain, seperti percetakan uang dan pinjaman Masyarakat tidak asing dengan kata “pajak”. karena sering mendengar,membaca dan membayar pajak. Misalnya pada saat makan di restoran dan membayar, di resi pembayaran tercantum kata-kata ”PPN 10%” dan masyarakat pun pasti pernah mendengar atau membaca slogan ”Orang Bijak Taat Membayar Pajak”. Istilah pajak sendiri baru muncul pada abad ke-19 di Pulau Jawa, yaitu pada masa penjajahan Pemerintahan 1 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm.11. 1

Upload: milirei

Post on 25-Jul-2015

472 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara selalu melakukan pembangunan untuk memajukan negara maupun

kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan tersebut akan memerlukan uang yang

banyak agar pembangunan dapat berhasil. Uang untuk pembangunan terseut

diadapat dari sumber-sumber penghasilan negara. Pada umumnya negara

mempunyai sumber-sumber penghasilan yang terdiri dari:1

1. Bumi, air dan kekayaan alam

2. Pajak-pajak, Bea dan Cukai

3. Penerimaan negara bukan pajak (non-tax)

4. Hasil perusahaan negara

5. Sumber-sumber lain, seperti percetakan uang dan pinjaman

Masyarakat tidak asing dengan kata “pajak”. karena sering

mendengar,membaca dan membayar pajak. Misalnya pada saat makan di restoran

dan membayar, di resi pembayaran tercantum kata-kata ”PPN 10%” dan

masyarakat pun pasti pernah mendengar atau membaca slogan ”Orang Bijak Taat

Membayar Pajak”.

Istilah pajak sendiri baru muncul pada abad ke-19 di Pulau Jawa, yaitu pada

masa penjajahan Pemerintahan Kolonial Inggris tahun 1811-1816. Pada tahun

1819 dikeluarkanlah Landrente Stelsel bahwa jumlah uang yang harus dibayarkan

oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya hampir sama besarnya. Penduduk

menamakan pembayaran landrente itu pajeg atau duwit ajeg yang berasal dari kata

bahasa Jawa ajeg, artinya tetap. Jadi duwit pajeg atau pajeg diartikan sebagai

jumlah uang tetap yang harus dibayar dalam jumlah yang sama pada tiap

tahunnya.2

Dalam literatur Indonesia sekarang, ”fiskal” telah menjadi istilah populer untuk

sebutan pajak walaupun sebenarnya antara kata fiskal dan pajak terdapat

1 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm.11.2 Tunggul Anshari SN, Pengantar Hukum Pajak, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hlm.

3.

1

Page 2: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

perbedaan pengertian yang luas. Istilah fiskal berasal dari bahasa Latin, yaitu

fiscus yang berarti keranjang berisi uang atau kantong uang. Kata fiscus

diidentikkan dengan kas negara dan juga diidentikkan dengan pengertian alat-alat

negara yang diberi tugas untuk memasukkan uang rakyat. Oleh karena itu fiskal

dalam arti luas mengandung pengertian segala sesuatu yang ada sangkut pautnya

dengan keuangan negara, termasuk pajak, sedangkan fiskal dalam arti sempit

itulah yang dinamakan pajak.3

Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor

swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan

dengan tidak mendapatkan imbalan (tegenprestatie) yang secara langsung dapat

ditunjukkan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang

digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai

tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara.4 Definisi pajak menurut UU

Perpajakan Nasional adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-

undang dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan

digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (routine) dan pembangunan.5

Fungsi pajak dalam negara ada 3 (tiga), yaitu:6

1. Fungsi Anggaran (Budgeter)

Fungsi anggaran dari pajak adalah memasukkan uang ke kas negara

sebanyak-banyaknya untuk keperluan belanja negara. Belanja rutin negara

antara lain adalah membayar pegawai, pendidikan, keamanan, dan

sebagainya. Jika ada sisa yang disebut surplus maka itulah yang digunakan

untuk pembangunan.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat penggerak masyarakat dalam perekonomian

untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan fungsi ini dapat

bersifat positif dan bersifat negatif. Dalam pelaksanaan yang bersifat

positf, jika suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat oleh pemerintah

3 Ibid.4 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Rajawali Pers,

Jakarta, 2009, hlm.191.5 Tunggul Anshari SN, ibid, hlm. 8.6 Ibid, hlm. 13.

2

Page 3: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

dipandang sebagai kegiatan yang positif maka pemerintah akan

memberikan dorongan berupa insentif pajak (tax incentive). Pelaksanaan

yang bersifat negatif dilakukan untuk mencegah perkembangan atau

menjuruskan kehidupan masyarakat ke arah tujuan tertentu. Hal tersebut

dilakukan dengan cara membuat peraturan perpajakan yang memberatkan

masyarakat untuk melakukan suatu kegiatan yang ingin diberantas

masyarakat. Misalnya pemberian pajak impor tinggi bagi barang-barang

tertentu untuk melindungi barang-barang produksi dalam negeri.

3. Fungsi Sosial

Fungsi ini merupakan bagian dari fungsi lainnya, yaitu fungsi mengatur.

Besarnya pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kekuatan seseorang

untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya setelah

dikurangi (dengan yang mutlak) untuk kebutuhan primer.

Asas-asas dalam pemungutan pajak antara lain: 1) Asas Keadilan; 2) Asas

Yuridis; 2) Asas Ekonomis; 3) Asas Finansial.7 Selain itu terdapat ajaran Adam

Smith mengenai asas-asa pemungutan pajak yang dikenal dengan nama Four

Maxims. Asas-asas pemungutan pajak menurut Adam Smith, yaitu:8

1. Equality and equity (keadilan/kesamaan)

Dalam asas equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan

diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama,

para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama pula.

2. Certainty (Kepastian hukum)

Dalam asas certainty ini kepastian hukum yang dipentingkan adalah yang

mengenai subyek-obyek, besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai

waktu pembayarannya.

3. Convenience of payment (saat paling tepat)

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi para wajib

pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan diterimanya penghasilan yang

bersangkutan.

7 Lihat, Oyok Abuyamin, Perpajakan Pusat & Daerah, Edisi Revisi, Humaniora, Bandung, 2012, hlm. 5-8.

8 Lihat, ibid, hlm. 8-9.

3

Page 4: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

4. Economics of collection (efisien)

Asas efisiensi ini menetapkan bahwa pemungutan pajak hendaknya

dilakukan sehemat-hematnya, jangan sekali-kali biaya pemungutan

melebihi pemasukan pajaknya.

Indonesia menganut self assessment system dalam memungut pajak, dimana

negara memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk melaksanakan hak dan

kewajibannya di bidang perpajakan. Ciri dari sistem ini adalah: 1) wajib pajak

menghitung sendiri pajak yang terutang / pajak yang harus dibayar; 2) wajib pajak

membayar/menyetor sendiri pajak yang harus dibayar ke bank atau kantor pos; 3)

wajib pajak melaporkan sendiri pajak yang terutang; 4) pemerintah sebagai fiskus

mengawasi pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak di bidang perpajakan.9

Jadi pemerintah hanya mengawasi dan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan

berada di tangan wajib pajak itu sendiri.

Tidak jarang terjadi kesalahan dalam perhitungan pajak yang terutang atau

pajak yang harus dibayarkan. Kesalahan tersebut dapat menimbulkan adanya

kurang bayar atau kelebihan pembayaran pajak. Apabila terjadi kelebihan

pembayaran pajak maka wajib pajak dapat meminta restitusi atau pengembalian

kelebihan pembayaran pajak. Wajib pajak harus mengajukan pemberitahuan

kepada Direktorat Jenderal Pajak atas adanya kelebihan pembayran pajak tersebut

untuk kemudian diproses dan diteliti apakah benar terjadi kelebihan pembayran

pajak.

Adanya pemberitahuan tersebut akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi,

anatara lin adanya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan Surat Pemberitahuan

Lebih Bayar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas mengenai

pengembalian kelebihan pembayaran pajak ini, khususnya mengenai SPT Lebih

Bayar dalam makalah berjudul ”Surat Pemberitahuan (SPT) Lebih Bayar”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dari makalah ini adalah:

9 Lihat, ibid, hlm. 15.

4

Page 5: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

1. Bagaimanakah dasar hukum untuk ketentuan dan tata cara perpajakan di

Indonesia?

2. Bagaimanakah cara mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)?

3. Bagaimanakah sampai dapat terbit Surat Pemberitahuan (SPT) Lebih

Bayar?

BAB II

PEMBAHASAN

5

Page 6: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

A. Dasar Hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Dasar hukum dari pemungutan pajak adalah Pasal 23A UUD 1945 yang

menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk

keperluan Negara diatur dengan undang-undang. Jadi Negara tidak dapat dengan

sewenang-wenang memungut pajak, karena harus ada undang-undang yang

mengatur mengenai tata cara untuk memungut pajak tersebut.

Dasar hukum dari ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) di

Indonesia adalah UU No. 6 Tahun 1983.tentang KUP. UU KUP ini telah

beberapakali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan UU No. 28

Tahun 2007.

B. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU KUP

adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam

administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau

identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Pada bulan Mei 2012 lalu, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan

Menteri Keuangan baru yang salah satunya mengatur tatacara atau mekanisme

pendaftaran Wajib Pajak. Peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 73/PMK.03/2012 yang menggantikan ketentuan sebelumnya yaitu

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008. Terdapat batas waktu bagi

Wajib Pajak dalam rangka memenuhi kewajiban mendaftarkan diri untuk

mendapatkan NPWP di atas.  Untuk Wajib Pajak badan, kewajiban ini harus

dilakukan paling lambat satu bulan setelah Saat Usaha Mulai Dijalankan. Hal yang

sama juga berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha

atau pekerjaan bebas. Saat Usaha Mulai Dijalankan adalah saat pendirian atau saat

usaha atau pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan. Dengan demikian, bagi

Wajib Pajak badan, bisa kita baca bahwa Wajib Pajak tersebut harus mendaftarkan

diri paling lambat satu bulan sejak saat pendirian. Sedangkan bagi WP orang

6

Page 7: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

pribadi, satu bulan dihitung sejak usaha atau pekerjaan bebas nyata-nyata mulai

dilakukan.10

Wajib Pajak menurut Pasal 1 huruf a UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP

adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

dan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. Rumusan ini

kemudian diperluas dalam UU No. 9 Tahun 1994, yaitu orang pribadi atau badan

yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan

untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemugut pajak atau pemotong

pajak.11

Rumusan ini kemudian diubah lagi dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 28 Tahun

2007, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Setiap Wajib Pajak mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Kewajiban Wajib Pajak adalah:12

1. mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP (Pasal 2 UU KUP);

2. membayar pajak terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku;

3. menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa/SPT Tahunan sesuai dengan

jangka waktu yang ditentukan;

SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan

perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek

pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketetuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. SPT terdiri dari SPT Masa, yaitu SPT untuk satu Masa

Pajak dan SPT Tahunan yaitu SPT untuk satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun

Pajak.

10 “Batas Waktu Pendaftaran NPWP”, http://dudiwahyudi.com/pajak/ketentuan-umum-dan-tatacara-perpajakan/batas-waktu-pendaftaran-npwp.html, diakses pada tanggal 27 Juni 2012 pukul 01.03 WIB.

11 Wiratni Ahmadi, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm 15.

12 Ibid, hlm. 16-18

7

Page 8: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

4. kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia

5. kewajiban yang harus dipenuhi Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan

- memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumenyang

menjadi dasarnya dan dokumen yang berhubungan dengan penghasilan

yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek

yang terutang pajak

- memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang

dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan

- memberikan keterangan yang diperlukan.

Hak-hak Wajib Pajak, antara lain: 13

1. memperoleh formulir-formulir yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan

berbagai kewajiban yang harus dipenuhi Wajib Pajak

2. memperoleh penyuluhan mengenai perpajakan

3. mendapatkan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi)

4. mengajukan permohonan untuk mencicil ataupun menunda pembayaran pajak

5. mengajukan keberatan/banding/Peninjauan Kembali atas ketetapan pajak yang

telah diterbitkan

6. Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa untuk menjalankan hak dan

kewajibannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Masing-masing UU Perpajakan, hukum pajak material, memiliki pengertian

yang berbeda-beda tentang Subjek Pajak karena definisi subjek pajak tidak diatur

oleh UU KUP sebagai hukum pajak formal.

Subjek hukum berdasarkan:14

a. Pajak Penghasilan

Dasar hukum: UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

diubah dengan UU No. 7 Tahun 1991, diubah lagi dengan UU No. 17 Tahun

2000 dan terakhir diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008.

Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang

diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

subjek pajak adalah:

13 Ibid, hlm. 21.14 Bandingkan, ibid, hlm. 13-15.

8

Page 9: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

Pasal 2 ayat (1) 1. a. Orang pribadi

b. Warisan yang belum terbagi

2. Badan

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Pasal 2 ayat (2) 1. subjek pajak dalam negeri

2. subjek pajak luar negeri

Pasal 2 ayat (3) a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia

b. badan yang didrikan atau bertempat kedudukan di indonesia

c. warisan yang berlum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

b. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Serta Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah

Dasar hukum: UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan atas barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU No.

18 Tahun 2000 dan terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009.

Menurut Pasal 1 angka 5 UU KUP, Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah

pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang

Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya

PKP diatur dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN, yaitu:

a. pengusaha yang bukan pengusaha kecil yang menyerahkan Barang Kena

Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP). Artinya, pengusaha yang memenuhi

syarat wajib menjadi PKP.

b. Pengusaha kecil yang menyerahkan barang kena pajak/jasa kena pajak, dan

memilih menjadi PKP.

Pengertian tersebut kemudian diperluas seperti yang tertuang dalam pasal 2

PP No. 14 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1983 tentang

9

Page 10: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah, sebagaimana terakhir kemudian diubah dengan UU No. 18 Tahun

2000, yaitu:

a. pengusaha yang baru berniat akan melakukan penyerahan BKP/JKP dalam

tahap pra operasi/belum berproduksi komersial, artinya perusahaan tersebut

belum memulai usahanya tetapi dari kegiatan persiapan yang dilakukan

seperti pembelian barang modal atau bahan baku dapat diketahui bahwa

pengusaha ini berniat akan melakukan penyerahan barang BKP/JKP.

b. Bentuk kerja sama operasi (joint operation/joint venture) yang melakukan

penyerahan BKP/JKP. Bilamana Joint Operation (JO) tersebut hanya

merupakan alat koordinasi, sedangkan transaksi penyerahan BKP/JKP

tetap dilakukan sendiri-sendiri oleh peserta JO, maka JO tidak perlu

menjadi PKP. Degan demikian pengenaan PPN-nya cukup dilakukan

sendiri-sendiri oleh peserta JO.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang

dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang,

mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,

memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar pabean, melakukan usaha jasa,

atau memanfaatkan jasa dari luar Pabean (Pasal 1 angka 4 UU KUP).

Keputusan Menteri Keuangan No. 522/KMK.04/2000 mengatur batasan-

batasan bagi pengusaha kecil yang diperkenankan untuk memilih menjadi

PKP, yakni sebagai berikut:

a. pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan BKP tidak

lebih dari Rp 360 juta; atau

b. pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan JKP tidak

lebih dari Rp 180 juta; atau

c. pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan

JKP tidak lebih dari Rp 360 juta, dalam hal penyerahan BKP yang

dilakukannya lebih besar daripada penyerahan JKP; atau

10

Page 11: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

d. pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan

JKP tidak lebih dari Rp 180 juta, dalam hal penyerahan JKP yang

dilakukannya lebih besar atau sama dengan penyerahan BKP.

c. Pajak Bumi dan Bangunan

Dasar hukum: UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan

UU No. 12 Tahun 1994.

Subyek pajak PBB diatur dalam Pasal 4 ayat (1) sampai dengan Pasal 4

ayat (7) UU PBB. Pasal 4 ayat (1) memaparkan bahwa yang menjadi Subyek

Pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas

bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai

dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Jangkauan subjek pajak menurut UU PBB lebih luas karena meliputi juga

orang atau badan yang menguasai tanah dan bangunan, serta orang atau badan

yang memperoleh manfaat dari tanah dan bangunan tanpa memiliki hak yang

sah atas tanah dan bangunan.

C. Surat Pemberitahuan (SPT) Lebih Bayar

Penetapan merupakan keputusan yang menetapkan besarnya jumlah pajak yang

terhutang dalam satu tahun pajak, bagian tahun pajak atau masa pajak sesudah saat

terutangnya pajak. Sedangkan surat ketetapan adalah surat ketetapan yang

meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

(SKPLB) dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).15

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak

yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak

lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Fungsi

SKPLB ini adalah: 1) sebagai sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayaran

pajak; 2) sebagai sarana pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan.16

Ada kemungkinan bahwa besarnya pajak yang terutang tidak sesuai atau sama

besarnya dengan jumlah pajak yang telah dikredit, diangsur atau dipotong kepada

15 Hilarius Abut, Perpajakan, Diadit Media, Jakarta, 2005, hlm. 44-45.16 Ibid, hlm. 51.

11

Page 12: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

Wajib Pajak yang bersangkutan. Jika setelah diadakan penghitungan jumlah pajak

yang sebenarnya terutang dengan jumlah kredit pajak menunjukkan jumlah selisih

lebih, yakni jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau

telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, Wajib Pajak

berhak meminta kembali kelebihan pembayaran pajak, dengan catatan Wajib Pajak

tersebut tidak mempunyai utang pajak. Apabila Wajib Pajak masih mempunyai

utang pajak yang meliputi semua jenis pajak baik di pusat maupun cabang-

cabangnya, kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan lebih dahulu

dengan utang pajak tersebut dan bilamana masih terdapat sisa lebih, baru dapat

dikembalikan kepada Wajib Pajak.17 Pengembalian pajak ini disebut dengan

restitusi.

Kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena salah tulis atau salah hitung

atau kalau diberikan pengurangan jumlah pajak, melalui surat keberatan atau surat

minta banding, sedangkan pajak yang terutang sudah dibayar lunas. Kelebihan

pembayaran pajak dapat juga terjadi pada akhir tahun, setelah surat pemebertahuan

diisi oleh Wajib Pajak dan dikembalikan kepada Kantor Inspeksi Pajak atau pada

waktu dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak.18

Dalam sistem self assesment (Pajak Penghasilan) karena yang menghitung

pajak adalah Wajib Pajak sendiri, maka kelebihan pembayaran pajak diketahui

dengan segera, dengan membandingkan jumlah pajak yang terutang (menurut

perhitungannya sendiri) dengan jumlah pajak yang benar-benar telah dibayar dan

yang dipotong oleh pihak ketiga selama tahun berjalan. Kalau jumlah yang

terakhir disebut lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang, maka ada

kelebihan pembayaran pajak yang dapat segera dimintakan pembayaran kembali

dari pemerintah.19

Jadi dalam pembayaran pajak dapat terjadi kelebihan pembayaran pajak, yang

terjadi apabila Wajib Pajak membayar pajak lebih besar daripada jumlah utang

pajaknya. Wajib Pajak dapat meminta pengembalian atas kelebihan pembayaran

tersebut namun apabila Wajib Pajak ternyata masih mempunyai utang pajak maka

17 Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2008, hlm. 148.18 Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan 2, PT Eresco, Bandung, 1987, hlm. 61.19 Ibid.

12

Page 13: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

kelebihan pembayaran pajak tersebut akan dibayarkan kepada pajak yang masih

terutang dan apabila masih terdapat sisa akan dikembalikan.

Dikatakan dalam penjelasan Pasal 17 ayat (1) UU KUP, Surat KetetapanLebih

Bayar diterbitkan apabila untuk:20

1. pajak penghasilan, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang

terutang;

2. pajak pertambahan nilai, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak

yang terutang.

3. pajak penjualan atas barang mewah, jumlah pajak yang dibayar lebih besar

dari jumlah pajak yang terutang.

Untuk mendapatkan kembali jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam

bentuk pengembalian pajak atau yang sering dikenal sebagai restitusi pajak, maka

Wajib Pajak yang bersangkutan harus mengajukan permohonan. Setelah

melakukan pemeriksaan terhadap permohonan tersebut, kalau memang ada

kelebihan pembayaran pada suatu jenis pajak tertentu maka akan diteliti terlebih

dahulu apakah Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai kewajiban berupa

utang pajak yang lain. Apabila masih mempunyai kewajiban berupa utang pajak

tersebut maka hal ini mesti diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak

lainnya tersebut atau sering disebut dengan istilah dikompensasikan. Apabila

setelah pengompensasian jumlah sisa kelebihan pembayaran pajak dengan utang

pajak yang lain masih juga bersisa, baru dikembalikan ke Wajib Pajak. Jadi

restitusi itu tidak datang dengan sendirinya, Wajib Pajak harus aktif mengajukan

permohonan restitusi tersebut.21

UU KUP mengatur mengenai Surat Ketetapan Lebih Bayar ini dalam Pasal 17

yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah

pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajakyang terutang.

20 Muhammad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 163.

21 Y. Sri Pudyatmoko, op,cit, hlm. 149.

13

Page 14: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

(2) Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak, setelah

meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak

Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak

terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan.

(3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila

berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih

dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang

telah ditetapkan

Apabila ternyata setelah pemeriksaan jumlah pajak yang dibayar ternyata sama

dengan jumlah pajak yang terutang, maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan

surat Ketetapan Pajak Nihil, sebagaimana diatur dalam Pasal 17A UU KUP

sebagai berikut:

(1) Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan

Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak

yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak

terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

(2) Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Terhadap permohonan restitusi tersebut dalam waktu 12 bulan harus sudah

diberikan surat ketetapan. Apabila lewat dari 12 bulan sejak diterimanya

permohonan secara lengkap ternyata belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak

maka dianggap permohonan Wajib Pajak dikabulkan (vide pasal 17B ayat (1) UU

KUP). Adapun untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu maupun untuk Wajib

Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, Direktur Jenderal Pajak setelah

melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

pajak, menerbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak

paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak

Penghasilan dan palaing lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara

lengkap untuk Pajak Pertambanhan Nilai (vide pasal 17Cayat (1) dan Pasal 17D

ayat (1) UU KUP).

14

Page 15: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

Berdasarkan Pasal 17C UU KUP, yang dimaksud dengan kriteria tertentu

adalah:

a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;

b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali

tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau

menunda pembayaran pajak;

c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan

keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama

3 (tiga) tahun berturut-turut; dan

d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Selain dari Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu, dalam pasal 17D UU

KUP diebutkan mengenai Wajib Pajak yang memenuhi syarat tertentu yang dapat

diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Wajib Pajak yang dapat

diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah:

a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas;

b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan

jumlah tertentu;

c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar

sampai dengan jumlah tertentu; atau

d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih

bayar sampai dengan jumlah tertentu.

Untuk terciptanya keseimbangan hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak dengan

keterlambatan Direktorat Jenderal Pajak maka setiap keterlambatan dalam

pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari jangka waktu yang ditentukan,

kepada Wajib Pajak yang bersangkutan diberikan imbalan oleh pemerintah berupa

bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1

15

Page 16: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

(satu bulan) samapai dengan saat dilakukannya pembayaran, yaitu saat Surat

Perintah Membayar Kelebihan Pajak diterbitkan.

Keseimbangan yang dimaksud adalah mengingat jika Wajib Pajak mengalami

keterlambatan dalam melakukan pembayaran utang pajaknya, maka yang

bersangkutan dikenakan denda administratif berupa bungan sebesar 2% (dua

persen) sebulan. Oleh karena itu sebagai imbangannya, apabila pemerintah

terlambat mengembalikan uang Wajib Pajak maka terhadap hal tersebut juga ada

konsekuensi bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.22

Contoh dari pengembalian kelebihan pajak adalah sebagai berikut:23

Pada bulan Januari 2003 PT Kalo Manise membayar PPh Pasal 21 sebesar Rp

500.000,00 dan PPh yang terutang sebenarnya Rp 200.000,00. Pada bulan April

2003, PT Kalo Manise mengajukan restitusi. Setelah KPP mengadakan penelitian

lalu mengabulkan restistusi dari PT Kalo Manise. SPMKP diterbitkan pada

tanggal 1 Mei 2003 dan pembayaran baru dilakukan pada tanggal 1 Agustus 2003.

Besarnya restitusi yang diterima PT Kalo Manise adalah:

Pajak yang dibayar Rp 500.000,00

Pajak yang terhutang Rp 200.000,00 –

Pajak lebih bayar Rp 300.000,00

Imbalan bunga 3 x 2% x Rp 300.00,00 Rp 18.000,00 +

Besarnya restitusi Rp 318.000,00

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Dasar hukum untuk pemungutan pajak adalah Pasal 23A UUD 1945 dan

dasar hukum terbaru mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan di

Indonesia adalah UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

22 Ibid, hlm. 150.23 Hilarius Abut, op.cit, hlm. 51-52.

16

Page 17: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(UU KUP).

2. NPWP yang merupakan identitas wajib pajak dalammelakukan hak dan

kewajibannya dalam bidang perpajakan didapatkan dengan mendaftarkan

sendiri atau dengan kata lain wajib pajak harus dengan inisiatif sendiri

mendaftarkan dirinya untuk mendatkan NPWP dengan batas waktu

dilakukan paling lambat satu bulan setelah Saat Usaha Mulai Dijalankan

untuk wajib pajak badan serta Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

3. Surat Pemberitahuan Lebih Bayar adalah surat pemberitahuan yang dibuat

oleh wajib pajak dan diajukan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk

melaporkan apabila terjadi situasi dimana jumlah pajak yang dibayarkan

lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

B. Saran

Surat pemberitahuan pajak lebih bayar belum ada pengaturannya secara

spesifik, misalnya mengenai formatnya,apa saja yang harus tercantum di

dalamnya. Jadi penulis menyarankan adanya peraturan yang spesifik mengenai

SPT Lebih bayar ini.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004

Hilarius Abut, Perpajakan, Diadit Media, Jakarta, 2005

Muhammad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002

17

Page 18: Hukum Pajak - SPT Lebih Bayar

Oyok Abuyamin, Perpajakan Pusat & Daerah, Edisi Revisi, Humaniora, Bandung, 2012

Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan 2, PT Eresco, Bandung, 1987

Tunggul Anshari SN, Pengantar Hukum Pajak, Bayumedia Publishing, Malang, 2006

Wiratni Ahmadi, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Refika Aditama, Bandung, 2006

Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2008

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2009

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

C. Artikel adan Informasi yang Diakses dari Internet

“Batas Waktu Pendaftaran NPWP”, http://dudiwahyudi.com/pajak/ketentuan-umum-dan-tatacara-perpajakan/batas-waktu-pendaftaran-npwp.html

18