hukum lingkungan

5
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Sengketa lingkungan hidup dapat dirumuskan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam pengertian luas sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan kepentingan antar dua pihak atau lebih yang timbul sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam disamping memberikan manfaat kepada skelompok orang,juga dapat menimbulkan kerugian kepada kelompok lain,atau setidaknya meletakkan risiko kerugian kepada kelompok lain. Sengketa lingkungan hidup(environmental disputes) sebenarnya tidak terbatas pada sengketa-sengketa yang timbul karena peristiwa pencemaran atau perusakan lingkungan hidupn saja,tetapi juga meliputi sengketa-sengketa yang terjadi karena adanya rencana-rencana kebijakan pemerintah dalam bidang pemanfaatan dan peruntukkan lahan,pemanfaatan hasil hutan ,kegiatan penebangan,rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik,rencana pembangunan waduk,rencana pembangunan saluran udara tegangan tinggi. Perumusan sengketa lingkungan hidup dalam arti sempit terdapat dalam UULH 1997 dan UUPPLH. Sengketa lingkungan hidup dalam UUPPLH dirumuskan dalam pasal 1 butir 25 sebagai” perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan berpotensi dan atau telah berdampak pada lingkungan hidup.” Jadi fokusnya masih pada kegiatan, belum mencakup kebijakan- kebijakan atau program pemerintah yang berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan hidup. Dalam UULH 1997 pengertian sengketa lingkungan dirumuskan dalam pasal 1 butir 19,yaitu” perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup” akibat dari rumusan sempit pengertian sengketa lingkungan hidup,maka pokok bahasan terbatas pada masalah ganti kerugian dan pemulihan lingkungan.

Upload: herta-erlangga

Post on 02-Feb-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

:)

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Lingkungan

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup

Sengketa lingkungan hidup dapat dirumuskan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam pengertian luas sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan kepentingan antar dua pihak atau lebih yang timbul sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam disamping memberikan manfaat kepada skelompok orang,juga dapat menimbulkan kerugian kepada kelompok lain,atau setidaknya meletakkan risiko kerugian kepada kelompok lain. Sengketa lingkungan hidup(environmental disputes) sebenarnya tidak terbatas pada sengketa-sengketa yang timbul karena peristiwa pencemaran atau perusakan lingkungan hidupn saja,tetapi juga meliputi sengketa-sengketa yang terjadi karena adanya rencana-rencana kebijakan pemerintah dalam bidang pemanfaatan dan peruntukkan lahan,pemanfaatan hasil hutan ,kegiatan penebangan,rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik,rencana pembangunan waduk,rencana pembangunan saluran udara tegangan tinggi.

Perumusan sengketa lingkungan hidup dalam arti sempit terdapat dalam UULH 1997 dan UUPPLH. Sengketa lingkungan hidup dalam UUPPLH dirumuskan dalam pasal 1 butir 25 sebagai” perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan berpotensi dan atau telah berdampak pada lingkungan hidup.” Jadi fokusnya masih pada kegiatan, belum mencakup kebijakan- kebijakan atau program pemerintah yang berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan hidup. Dalam UULH 1997 pengertian sengketa lingkungan dirumuskan dalam pasal 1 butir 19,yaitu” perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup” akibat dari rumusan sempit pengertian sengketa lingkungan hidup,maka pokok bahasan terbatas pada masalah ganti kerugian dan pemulihan lingkungan.

Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat,sengketa-sengketa lingkungan tidak selalu berupa pertikaian antara anggota-anggota masyarakat di satu pihak dengan pengusaha dan aparat pemerintah din pihak lain. Jenis sengketa lingkungan hidup yang pertama dapat dikatakan bercorak perdata murni,sedangkan jenis kedua bercorak administrasi.

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN UU NOMOR 32 TAHUN 2009

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dalam UUPPLH diatur dalam pasal 87 hingga 93. Menurut UUPPLH penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh secara sukarela melalui dua pilihan mekanisme,yaitu mekanisme proses pengadilan dan mekanisme di luar pengadilan. Jika para pihak telah sepakat untuk memilih mekanisme di luar pengadilan,maka gugatan keperdataan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika mekanisme di luar pengadilan dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak.

Ketentuan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur dalam pasal 30 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 1997. Dalam ketentuan pasal 30 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 1997 dinyatakan

Page 2: Hukum Lingkungan

bahwa:”Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau dilur pengadilan beradasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”

Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 1997 juga menyatakan bahwa: “penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui perundingan luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negative terhadap lingkungan hidup”.

Dalam pasal 32 UU Nomor 23 tahun 1997 dinyatakan bahwa: untuk melancarkan jalannya perundingan di luar pengadilan, para pihak yang berkepentingan dapat meminta jasa pihak ketiga netral yang dapat berbentuk: pihak ketiga netral ini berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para pihak yang berkepentingan sehingga dapat dicapai kesepakatan. Pihak ketiga netral ini:

1) Disteujui oleh para pihak yang bersengketa 2) Tidak memiliki hubungan keluarga dan/atau hubungan kerja dengan salah satu pihak

yang bersengketa3) Memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan4) Tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya.

Dengan pihak ketiga netral yang memiliki kewenangan mengambil keputusan berfungsi sebagai arbiter,dan semua putusan arbitrase ini bersifat tetap dan mengikat para pihak yang bersengketa.

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN DI LUAR PENGADILAN (ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION) ATAU ADR

1. Pengertian Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Pemerintah memandang perlu untuk melegalkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan,sehingga dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase an Alternatif Penyelesaian Sengketa(APS). Dalam pasal 1 angka 10 dinyatakan bahwa : APS sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi,mediasi,konsolidasi atau penilaian ahli.

Mas Ahmad Santoso menyatakan bahwa apabila menyimak sejarah perkembangan ADR itu sendiri di negara tempat ia pertama kali secara konsepsional dikembangkan,yaitu Amerika Serikat,pengembangan ADR dilatarbelakangi oleh kebutuhan sebagai berikut:

a) Untuk mengurangi penumpukkan perkara pengadilan(court congestion). Banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan menyebabkan proses pengadilan sering kali

Page 3: Hukum Lingkungan

berkepanjangan serta memakan waktu. Proses seperti ini memakan biaya yang tinggi dan hasil yang kurang memuaskan.

b) Untuk meningkatkan keterlibatan dan otonomi masyarakat dalam proses penyelesaian perkara

c) Untuk memperlancar serta memperluas akses kepada keadilan d) Untuk memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang

menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh dan memuaskan semua pihak.

2. Dasar Hukum Penyelesaian Sengketa di Luar PengadilanPemerintah Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi internasional ,seperti

Konvensi Washington dengan UU Nomor 5 tahun 1968,konvensi New York diratifikasi dengan Keppres Nomor 34 tahun 1981. Setelah Indonesia merdeka,penyelesaian sengketa di luar pengadilan tetap diakui keberadaannya oleh pemerintah dengan memasukkannya dalam salah satu pasal UU Nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Selain ketentuan dalam UU Nomor 14 tahun 1970,pemerintah pada tahun 1999 mengundangkan UU Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase sendiri dan menyediakan suatu panel arbitrase.

Untuk lebih memperjelas keberadaan UU Nomor 30 tahun 1999 diatas,maka khusus mengenai penyelesaian sengketa lingkungan, pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan khusus. Pada tahun 2000 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. Keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 ini dimaksudkan agar sengketa lingkungan hidup yang timbul oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan dapat diselesaikan dengan menggunakan jasa pihak ketiga.

Oleh karena itu,Lembaga Penyedia Jasa yang di bentuk oleh pemerintah mempunyai keanggotaan yang terdiri dari tenaga professional di bidang lingkungan hidup yang berasal dari pemerintah dan masyarakat(pasal 10 ayat (1)).

Untuk menjadi anggota lembaga penyedia jasa ,harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

Cakap melakukan tindakan hukum Berumur paling rendah 35 tahun untuk arbiter dan paling rendah 30 tahun untuk

mediator atau pihak ketiga lainnya; Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidang lingkungan hidup

paling sedikit 15 tahun untuk arbiter dan paling sedikit 5 tahun untuk mediator atau pihak ketiga lainnya;

Tidak ada keberatan dari masyarakat Memiliki keterampilan melakukan perundingan atau penengahan

Dalam kaitannya dengan keberadaan lembaga penyedia jasa lingkungan hidup

Page 4: Hukum Lingkungan

sebagaimana yang diuraikan diatas,maka keberhasilannya tetap ditentukan oleh tersedinya lembaga yang netral sebagai pelaksana daripada lembaga tersebut.

Penyelesaian Sengketa Melalui pengadilan

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan bermula dari adanya gugatan dari pihak yang merasa dirugikan terhadap pihak lain yang dianggap penyebab kerugian itu. UUPPLH menyediakan dua bentuk tuntutan yang dapat diajukan oleh penggugat,yaitu meminta ganti kerugian dan meminta tergugat untuk melalukan tindakan tertentu.