hubungan pengetahuan dan perubahan perilaku remaja berkaitan dengan penyakit menular seksual
TRANSCRIPT
A. TUJUAN PENELITIAN
1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perubahan perilaku remaja berkaitan dengan
penyakit menular seksual.
2) Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual
(PMS) berdasarkan tingkat pendidikan
2) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual
(PMS) berdasarkan sumber informasi
3) Untuk mengetahui perubahan perilaku remaja berkaitan dengan penyakit menular
seksual berdasarkan adaptasi Psikoseksual
4) Untuk mengetahui perubahan perilaku remaja berkaitan dengan penyakit menular
seksual berdasarkan adaptasi hubungan sosial remaja.
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan remaja diperoleh melalui pendidikan,
pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan
(Notoatmodjo , 2003).
Menurut Istiarti T. (2000), pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari
pengalaman yang berasal dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber,
misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk,petugas kesehatan, media poster,
kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga
seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni : (Notoatmodjo, 2003).
1) Kesadaran (awareness), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Merasa tertarik (interest) terhadap stimulus atau objek tersebut bagi dirinya. Hal ini
berarti sikap responden sudah lebih baik.
3) Menimbang-nimbang (evaluation) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik.
4) Mencoba (trial), yakni subjek telah mulai mencoba untuk melakukan perilaku yang
baru.
5) Mengadopsi (adoption), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
termasuk mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obejk yang diketahui dan mampu menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya) dan mampu menggunakan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih ada
kaitannya antara satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau
objek pengukuran dan pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
respon ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau yang kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkat tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003)
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
(kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian
atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).
2. Perubahan Perilaku
- Teori WHO
Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok.
Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap
objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).
a. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa apa itu panas adalah setelah
memperoleh pengalaman tangan atau kakinya kena api dan terasa panas. Seorang
ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena
penyakit polio sehingga cacat, karena anak tersebut belum pernah memperoleh
imunisasi polio.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak
kesulitan waktu melahirkan.
c. Sikap
Pengalaman
Keyakinan
Fasilitas
Sosio-Budaya
Pengetahuan
Persepsi
Sikap
Keinginan
Kehendak
Motivasi
Niat
Perilaku
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat.
Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.
Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu
tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain.
1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membawanya ke
puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia
gagal membawa anaknya ke puskesmas.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit
keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS,
sebab ia teringat akan anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari
di RS.
3. Sikap diikuti atau diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat
kontrasepsi IUD mengalami pendarahan. Meskipun sikapnya sudah positif
terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat
kontrasepsi apapun.
4. Nilai (value)
Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi
pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
Misalnya, gotong-royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.
d. Orang penting sebagai referensi
e. Sumber-sumber daya (resources)
f. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan.
Dapat diilustrasikan sebagai berikut,
B = f(TF,PR,R,C)
1. FENOMENA PADA MASA REMAJA
Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid
sebagai batasan untuk pengategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada
akhir usia belasan (15-18 tahun) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun.
Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas, tetapi
tidak berarti otomatis sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan siap mengahadapi dunia orang
dewasa.
Pada kenyataannya masih banyak remaja yang belum siap untuk menghadapi dunia nyata
orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita
yang perkembangannya jelas terukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang
pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang
diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi di lain waktu dituntut untuk bersikap mandiri
bagaikan orang dewasa.
Menurut Hurlock (1980) batasan usia remaja ialah mereka yang berada pada usia 12-18
tahun. Monks, dkk (2000) mengatakan batasan usia remaja ialah 12-21 tahun. Adapun
Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) menyebutkan batasan usia remaja ialah usia 12-23
tahun. Berdasarkan batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa
remaja relatif sama, tetapi berakhirnya bervariasi sehingga muncul istilah usia remaja yang
diperpanjang dan diperpendek.
Paradigma Masa Remaja
Sebagai Masa Peralihan
Disebut sebagai masa peralihan karena ada peralihan dari masa pubertas menuju
dewasa. Peralihan berarti terputusnya atau berubah dari apa yang pernah terjadi
sebelumnya. Peralihan berkaitan dengan perkembangan dari setiap tahap. Apa yang
pernah tertinggal pada suatu tahap berdampak ke tahap-tahap berikutnya. Oleh sebab
itu, selama masa peralihannya banyak remaja mengalami perubahan fisik, psikologis
atau sosial.
Sebagai Masa Mencari Identitas Diri
Dikatakan sebagai masa mencari identitas diri karena dia merasa sudah tidak puas lagi
dengan kehidupan bersama-sama dengan teman sebayanya. Tujuan mencari identitas
diri remaja ialah untuk menjelaskan siapa dirinya dan peranannya sehingga dia
mendapatkan sense of individual identity, meliputi keputusan, standart tindakan dan
harga diri.
Sebagai Masa yang Menakutkan dan Unrealistic
Dikatakan sebagai masa yang menakutkan karena stereotip masyarakat yang
berdampak buruk pada perkembangan remaja. Bentuk stereotip negatif masyarakat
berupa pandangan bahwa remaja adalah orang yang kurang bertanggung jawab, tidak
mampu kerjasama dengan orangtua atau orang dewasa, kurang simpatik, tidak rapi,
sulit dipercaya dan berperilaku merusak.
Sementara itu, dikatakan sebagai fase unrealistic karena remaja selalu melihat
kehidupan menurut pandangan dan penilaian pribadinya, bukan menurut fakta-fakta,
terutama dalam pemilihan cita-cita. Pada umumnya cita-cita para remaja cenderung
tidak realistis yang kerap menyebabkan ketegangan emosi. Semakin tidak realisitis
cita-citanya, semakin mudah dia marah, sakit hati, frustasi dan bahkan depresi, seperti
tingginya angka bunuh diri sebagai akibat kegagalan mengeliminasi cita-citanya.
Sebagai Masa Gelisah dan Meningginya Emosi
2. FENOMENA PSIKOLOGIS USIA REMAJA
Berdasarkan teori perkembangan, maka usia remaja ialah saat terjadinya perubahan-
perubahan yang cepat, termasuk perubahan fendumental dalam aspek kogntitif ,emosi, sosial
dan pencapaian ( Fagan, 2006 ) . sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik ,
dan pada beberapa remaja lain kondisi bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis ,
fisiologis, dan sosial.
Ciri-ciri remaja yang mampu beradaptasi secara psikologis ialah menyadari potensi dan
kualitas dirinya, memiliki kreativitas postif , mampu mengontrol emosinya, jarang
menggunakan mekanismen pertahanan diri dalam dunia pribadinya, percaya diri dan berani
sekalipun dia berada jauh dari keluarga nya.
Adaptasi Inteletual
Tidak ada perubahan dramatis dalam fungsi intelektual selama masa remaja. Namun,
kemampuan mengerti terhadap masalah-masalah kompleks semakin berkembang secara
bertahap. Idealnya para remaja telah memiliki pola pikir sendiri sebagai usaha memecahkan
masalah-masalah kompleks dan abstrak. Kemampuan berfikir ini berkembang sedemikian
rupa sehingga mereka mudah membayangkan alternatif lain dalam memecahkan masalah
beserta kemungkinan akibat (hasilnya).
Kini para remaja tidak semata menerima informasi apa adanya , tetapi memprosesnya dan
mengadaptasikan dengan pemikiran sendiri . dia telah mampu mengintegrasikan pengalaman
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasilkan menjadi konklusi , predikasi, dan rencana
untuk masa depan dan mengadaptasikannya sesuai kebutuhan lingkungannya .
Menurut Elkind (dalam Papalia, 2008 ) karakteristik dari ketidakdewasaan pemikiran remaja
ialah :
Idealisme dan kekritisan , ketika remaja membayangkan dunia ideal lalu dia
menyadari bahwa betapa jauhnya dengan dunia nyata sehingga mendorong dia
untuk berfikir kritis dengan cara menyerang figure public dengan kata-kata
satire atau prodi , dia yakin mampu menjalankan dunia ketimbang orang
dewasa. Bahkan dia sering kali mengkritik cara-cara orangtuanya .
Argumentatif . remaja senantiasa mencari kesempatan untuk mencoba dan
menunjukan kemampuan penalaran formal baru. Sikap argumentatif remaja
muncul karena dia berusaha untuk membuktikan atau mencari penyebab
sesuatu hal dengan cara mengumpulkan fakta
Ragu-ragu, para remaja dapat menyimpan berbagai alternatif dalam pikirinnya
pada waktu yang sama, tetapi karena kurangnya pengalaman membuat mereka
menjadi kurang memiliki strategi efektif untuk memilih keputusan.
Menunjukkan hypocrisy. Remaja sering kali tidak menyadari perbedaan antara
pengekspresian yang ideal dan pengorbanan yang dibutuhkan untuk
mewujudkan sesuatu.
Kesadaran diri. Meskipun remaja sudah mampu berfikir tentang dirinya
sendiri dan orang lain, namun mereka mengasumsikan bahwa apa yang
dipikirkan orang lain adalah sama dengan apa yang pikirannya sehingga dia
sering menjadi seorang pengamat (imaginary audience)
Kekhususan dan ketangguhan. Bentuk pemikiran ini merupakan salah satu
bentuk pikiran egosentrisme remaja, yang menilai apa yang dipikirkan dan
dirasakan hanya dia yang mengetahuinya, orang lain tidak mengetahuinya.
Pemikiran seperti ini sering menjadi pemicu terjadinya self destructive.
Adaptasi Hubungan Sosial Remaja
Masalah-masalah yang berkaitan dengan sekolah meliputi motivasi, cara belajar, penyesuaian diri terhadap pola pendidikan, penyesuaian diri dengan norma-norma sekolah, pemilihan jurusan, pemilihan teman, atau pola hubungan dengan guru. Sementara masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat, meliputi ketidakmampuan remaja untuk beradaptasi dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
VARIABEL YANG MENYANGKUT PENGETAHUAN DAN PERUBAHAN PERILAKU REMAJA BERKAITAN DENGAN PENYAKIT MNULAR SEKSUAL
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diebrikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arahb suatu cita-cita tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2001).
Hubungan dengan keluarga
Masalah relasi dengan orang tua
saudara
Penyesuaian norma-norma dalam keluarga
Konflik dengan tuntutan orang tua
2. Sumber InformasiInformasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bias juga berupa
putusan-putusan yang dibuat. Informasi dapat bermakna ganda : bisa bohong, atau bisa merupakan kejadian yang sebenarnya. Informasi bisa mengurangi ketidakpastian tetapi juga bisa menambah kebingungan. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) memubutuhkan informasi, sekaligus menghasilkan informasi. Sebagai konskuensi logis perkembangan dibidang ilmu pengetauan dan teknologi yang sangat cepat dewasa ini, informasi pun menjadi berkembang sangat cepat dewasa ini, informasi pun menjadi berkembang sangat cepat sehingga orang sering mengatakan bahwa adanya ledakan pengetuan menimbulkan ledakan informasi.
3. Perubahan Perilaku
Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok.
Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap
objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).
g. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa apa itu panas adalah setelah
memperoleh pengalaman tangan atau kakinya kena api dan terasa panas. Seorang
ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena
penyakit polio sehingga cacat, karena anak tersebut belum pernah memperoleh
imunisasi polio.
h. Kepercayaan
Pengalaman
Keyakinan
Fasilitas
Sosio-Budaya
Pengetahuan
Persepsi
Sikap
Keinginan
Kehendak
Motivasi
Niat
Perilaku
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak
kesulitan waktu melahirkan.
i. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat.
Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.
Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu
tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain.
5. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membawanya ke
puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia
gagal membawa anaknya ke puskesmas.
6. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit
keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS,
sebab ia teringat akan anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari
di RS.
7. Sikap diikuti atau diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat
kontrasepsi IUD mengalami pendarahan. Meskipun sikapnya sudah positif
terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat
kontrasepsi apapun.
8. Nilai (value)
Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi
pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
Misalnya, gotong-royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.
j. Orang penting sebagai referensi
k. Sumber-sumber daya (resources)
l. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan.
Dapat diilustrasikan sebagai berikut,
4. Adaptasi Psikoseksual
Adaptasi perkembangan seksual remaja berkaitan erat dengan sejauh mana
remaja melihat dirinya sendiri sebagai makhluk seksual, mengenal orientasi seksnya
sendiri, menerima gejolak seks dan membentuk keterikatan seksual atau hubungan
romantis.
Seperti yang dikatakan Papalia (2008) bahwa kesadaran tentang seks
merupakan aspek penting dalam pembentukan identitas dan sangat memengaruhi
image diri dan hubungannya dengan orang lain, sehingga orientasi seksual masa
remaja menjadi isu penting, apakah remaja itu akan konsisten secara romantis, secara
seksual dan penuh kasih sayang kepada lawan jenisnya (heteroseksual), kepada jenis
kelamin yang sama (homoseksual) atau kepada keduanya (biseksual).
Namun, sayangnya informasi tentang seks bagi remaja sangat minim, apalagi
untuk negara kita Indonesia mengenai pendidikan dan pengajaran seks formal bagi
remaja masih jauh dari harapan meskipun dampak buruknya setiap tahun terus
meningkat.
Dampak buruk dari aktivitas dan perilaku seks bebas yang paling banyak
terjadi pada remaja ialah terkena penyakit sexual transmitted desease (PMS-Penyakit
Menular Seks), seperti gonorrhea, Chlamydia, HIV dan AIDS. Di seluruh dunia
diperkirakan sekitar 1/3 orang menderita HIV berusia 15-24 tahun, dan sebagian besar
tinggal di negara-negara berkembang (WHO, 2001). Dari 5 juta infeksi HIV
diperkirakan ada 60% penderitanya adalah remaja yang berusia 15 tahun (Summer,
dkk, 2002).
B = f(TF,PR,R,C)
5. Adaptasi Hubungan Sosial Remaja
Masalah-masalah yang berkaitan dengan sekolah meliputi motivasi, cara belajar, penyesuaian diri terhadap pola pendidikan, penyesuaian diri dengan norma-norma sekolah, pemilihan jurusan, pemilihan teman, atau pola hubungan dengan guru. Sementara masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat, meliputi ketidakmampuan remaja untuk beradaptasi dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep dari penelitian yang berjudul “ Hubungan Pengetahuan dan Perubahan Perilaku Remaja berkaitan dengan Penyakit Menular Seksual di desa Binjai.
Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel Independen yaitu pendidikan, Sumber Informasi, Adaptasi Psikoseksual, Adaptasi Hubungan Sosial Remaja.
Hubungan dengan keluarga
Masalah relasi dengan orang tua
saudara
Penyesuaian norma-norma dalam keluarga
Konflik dengan tuntutan orang tua
1. Pendidikan2. Sumber Informasi3. Perubahan Perilaku4. Adaptasi Psikoseksual5. Adaptasi hubungan Sosial
Remaja
Pengetahuan dan Perubahan Perilaku Remaja berkaitan dengan Penyakit Menular Seksual
A. DEFENISI OPERASIONAL
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diebrikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arahb suatu cita-cita tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2001).
2. Sumber InformasiInformasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bias juga berupa
putusan-putusan yang dibuat. Informasi dapat bermakna ganda : bisa bohong, atau bisa merupakan kejadian yang sebenarnya. Informasi bisa mengurangi ketidakpastian tetapi juga bisa menambah kebingungan. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) memubutuhkan informasi, sekaligus menghasilkan informasi. Sebagai konskuensi logis perkembangan dibidang ilmu pengetauan dan teknologi yang sangat cepat dewasa ini, informasi pun menjadi berkembang sangat cepat dewasa ini, informasi pun menjadi berkembang sangat cepat sehingga orang sering mengatakan bahwa adanya ledakan pengetuan menimbulkan ledakan informasi.
3. Adaptasi Psikoseksual
Adaptasi perkembangan seksual remaja berkaitan erat dengan sejauh mana
remaja melihat dirinya sendiri sebagai makhluk seksual, mengenal orientasi seksnya
sendiri, menerima gejolak seks dan membentuk keterikatan seksual atau hubungan
romantis.
Seperti yang dikatakan Papalia (2008) bahwa kesadaran tentang seks
merupakan aspek penting dalam pembentukan identitas dan sangat memengaruhi
image diri dan hubungannya dengan orang lain, sehingga orientasi seksual masa
remaja menjadi isu penting, apakah remaja itu akan konsisten secara romantis, secara
seksual dan penuh kasih sayang kepada lawan jenisnya (heteroseksual), kepada jenis
kelamin yang sama (homoseksual) atau kepada keduanya (biseksual).
Namun, sayangnya informasi tentang seks bagi remaja sangat minim, apalagi
untuk negara kita Indonesia mengenai pendidikan dan pengajaran seks formal bagi
remaja masih jauh dari harapan meskipun dampak buruknya setiap tahun terus
meningkat.
Dampak buruk dari aktivitas dan perilaku seks bebas yang paling banyak
terjadi pada remaja ialah terkena penyakit sexual transmitted desease (PMS-Penyakit
Menular Seks), seperti gonorrhea, Chlamydia, HIV dan AIDS. Di seluruh dunia
diperkirakan sekitar 1/3 orang menderita HIV berusia 15-24 tahun, dan sebagian besar
tinggal di negara-negara berkembang (WHO, 2001). Dari 5 juta infeksi HIV
diperkirakan ada 60% penderitanya adalah remaja yang berusia 15 tahun (Summer,
dkk, 2002).
4. Adaptasi Hubungan Sosial Remaja
B.POPULASI DAN SAMPEL
1. POPULASIPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang bertinggal di desa Binjai sebanyak 350 orang.
2. SAMPELMenurut Ari Kunto 2012 jika populasi kurang dari 100 orang maka sebaiknya diambil keseluruhannya, sedangkan apabila sampelnya besar dapat diambil sebesar 10-15 %, 20-25 %, atau lebih.
Hubungan dengan keluarga
Masalah relasi dengan orang tua
saudara
Penyesuaian norma-norma dalam keluarga
Konflik dengan tuntutan orang tua
METODOLOGI PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERUBAHAN PERILAKU REMAJA BERKAITAN DENGAN PENYAKIT
MENULAR SEKSUAL
D
I
S
U
U
N
Oleh:
DESSY REBECCA ANIKE CICILIA
P07524111046
III-B
Dosen Pembimbing :TUMIAR SIMANJUNTAK,SST,M.Kes
POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
PRODI D-III KEBIDANAN
2013