hubungan kesesuaian program csr pt holcim … · tazkiyah syakira alkaff i34120088 departemen ......
TRANSCRIPT
i
HUBUNGAN KESESUAIAN PROGRAM CSR PT HOLCIM
INDONESIA TBK DENGAN TINGKAT PARTISIPASI
MASYARAKAT DI KECAMATAN KLAPANUNGGAL
KABUPATEN BOGOR
TAZKIYAH SYAKIRA ALKAFF
I34120088
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan
Kesesuaian Program CSR PT Holcim Indonesia Tbk dengan Tingkat Partisipasi
Masyarakat di Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Tazkiyah Syakira Alkaff
NIM I34120088
iv
v
ABSTRAK
TAZKIYAH SYAKIRA ALKAFF. Hubungan Kesesuaian Program CSR PT
Holcim Indonesia Tbk dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat di Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan MURDIANTO.
Agar suatu perusahaan dapat terus sustain, keseimbangan perusahaan
dengan pihak lain harus tetap dijaga. Salah satunya melalui hubungan antarpihak
yang baik melalui implementasi program CSR dengan mempertimbangkan
kesesuaian program tersebut dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, dibutuhkan
partisipasi aktif dari stakeholders yaitu masyarakat sebagai sasaran program.
Dengan menerapkan falsafah triple-bottom line diharapkan agar keberadaan PT
Holcim dapat bermanfaat dan dapat dirasakan oleh pemangku kepentingan dari
semua kalangan. Penelitian ini dilakukan guna menganalisis kesesuaian program
dan hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat, dan bagaimana
kemanfaatan program itu sendiri bagi masyarakat. Pendekatan yang digunakan
pada penelitian ini ialah pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program CSR PT Holcim
Indonesia Tbk memiliki kesesuaian yang tinggi, begitu pula dengan tingkat
partisipasi masyarakatnya. Selain itu, diketahui pula bahwa program tersebut
memberikan manfaat yang sedang bagi masyarakat, di bidang ekonomi maupun
sosial. Terdapat hubungan di antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program
dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan, dan hubungan antara
kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan.
Sementara itu, kesesuaian program dengan tingkat partisipasi tahapan lainnya
tidak terdapat hubungan. Pada kemanfaatan sosial program terdapat hubungan
hanya dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi saja. Kemudian pada kemanfaatan
ekonomi program, tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tahap
apapun.
Kata kunci: Corporate Social Responsibility, kesesuaian program, partisipasi,
kemanfaatan program
ABSTRACT
TAZKIYAH SYAKIRA ALKAFF. The relation of PT Holcim Indonesia Tbk
CSR program’s compatibility with community participation level at Klapanunggal
district. Under guidance of MURDIANTO.
In order to keep the sustainability of a company, the balance between the
company and other’s needs to be maintained. This can be done by many ways, one
of them is by keeping good relation among all parties through the CSR
implementation with a brief consideration between the program’s suitability with
community’s needs. Moreover, an active participation from the stakeholders, in
this case; the community as the program’s target, is an essential matter. By
vi
implementing triple-bottom line’s philosophy, PT Holcim expected to be
beneficial and perceived by all kind of stakeholder. This study was conducted to
analyze the compatibility of the program and its relationship with the level of
community participation, and how beneficial the program to the society. A
quantitative research approach is used in this study, supported by qualitative
approach. This study results indicate that PT Holcim Indonesia Tbk CSR
program’s compatibility is high, as well as community’s participation level.
Moreover, the program’s provide a moderate benefit towards community, in
economic sector nor social. There’s a relation between program’s location
compatibility with planning stage of participation, and relation between
program’s material compatibility with implementation stage of participation.
Meanwhile, the compatibility of the program with other stage of participation has
no relation at all. In program’s social benefit, there is a relation with only
evaluation stage of participation. Thereafter, the program’s economic benefit has
no relation with any stage of participation.
Keywords: Corporate Social Responsibility, program’s compatibility,
participation, program’s benefit
vii
HUBUNGAN KESESUAIAN PROGRAM CSR PT HOLCIM
INDONESIA TBK DENGAN TINGKAT PARTISIPASI
MASYARAKAT DI KECAMATAN KLAPANUNGGAL
KABUPATEN BOGOR
TAZKIYAH SYAKIRA ALKAFF
I34120088
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
viii
x
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan Kesesuaian Program CSR PT Holcim
Indonesia Tbk dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat di Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk
memenuhi syarat perolehan gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia sudah diatur oleh
regulasi melalui UU No. 40 sejak tahun 2007. Meskipun begitu, masih terdapat
simpang siur mengenai bagaimana sebenarnya praktek CSR harusnya dilakukan.
Anggapan bahwa CSR dapat menganggu sistem finansial perusahaan, membuat
implementasi CSR tidak berjalan efektif. Implementasi yang dilakukan oleh
perusahaan harusnya kembali lagi ke esensi dasar tujuan penerapan CSR itu
sendiri, yaitu sebagai bentuk tanggung jawab atas dampak yang dihasilkan
perusahaan terhadap lingkungan maupun sistem sosial sekitarnya.
Skripsi ini membahas mengenai gambaran CSR yang dilaksanakan oleh
PT Holcim Indonesia Tbk, serta bagaimana implementasi program CSR yang
dilakukan perusahaan tersebut. Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana
kesesuaian program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk yang
dilakukan serta hubungannya dengan tingkatan partisipasi masyarakat yang
berujung kepada manfaat yang dihasilkan oleh program itu sendiri.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir Murdianto, Msi selaku
dosen pembimbing, dosen penguji, teman satu bimbingan Dijako dan Debby,
SKPM 49, Kiciwuhuy (Inez Kania, Riza Ryanda, Almira Devina, Nadya Apriella,
Hana Hilaly, Andi Putri, dan Meliani) serta Syafirah Alhadar, Fina Windayani,
Gita Permatasari, Fajarina Nurin, dan Hamzah Nasution atas saran, masukan, dan
semangat selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Semoga skripsi ini
nantinya akan senantiasa bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2016
Tazkiyah Syakira Alkaff
NIM. I34120088
xii
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 3
Tujuan Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
Kegunaan Penelitian 4
PENDEKATAN TEORITIS ................................................................................ 5
Tinjauan Pustaka 5
Corporate Social Responsibility dan Implementasinya .................................. 5
ISO 26000 sebagai Standar Penerapan CSR .................................................. 7
Kesesuaian Program Corporate Social Responsibility ................................... 8
Kebutuhan Masyarakat dalam Kesesuaian Program ...................................... 9
Partisipasi Masyarakat ................................................................................ 10
Hubungan Kesesuaian Program dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat ...... 13
Manfaat Corporate Social Responsibility .................................................... 14
Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Kemanfaatan Program ... 15
Hasil Penelitian Sebelumnya ....................................................................... 16
Kerangka Pemikiran 17
Hipotesis Penelitian 19
PENDEKATAN LAPANG ................................................................................ 21
Metode Penelitian 21
Lokasi dan Waktu Penelitian 21
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 21
Teknik Penentuan Responden dan Informan 22
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 23
Definisi Operasional 24
PROFIL LOKASI PENELITIAN....................................................................... 29
PT Holcim Indonesia Tbk 29
Sejarah PT Holcim Indonesia Tbk ............................................................... 29
Visi dan Misi Perusahaan PT Holcim Indonesia Tbk ................................... 30
Struktur Organisasi ..................................................................................... 30
CSR PT Holcim Indonesia Tbk ................................................................... 30
Program Pemberdayaan Ekonomi 32
Koperasi Wanita Mandiri 33
Profil Desa Kembang Kuning 35
Karakteristik Responden 35
KESESUAIAN PROGRAM, TINGKAT PARTISIPASI, DAN
KEMANFAATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI .................... 37
Tingkat Kesesuaian Program Pemberdayaan Ekonomi 37
Materi Program ........................................................................................... 38
Metode Program ......................................................................................... 38
Media Program ........................................................................................... 39
Waktu Pelaksanaan Program ....................................................................... 40
Lokasi Pelaksanaan Program....................................................................... 41
xiv
Tingkat Partisipasi pada Program Pemberdayaan Ekonomi 42
Tahap Perencanaan ..................................................................................... 42
Tahap Pelaksanaan ...................................................................................... 43
Tahap Evaluasi ........................................................................................... 43
Tahap Pemanfaatan Hasil ............................................................................ 44
Kemanfaatan Program Pemberdayaan Ekonomi 45
Kemanfaatan Ekonomi ................................................................................ 45
Kemanfaatan Sosial .................................................................................... 46
HUBUNGAN KESESUAIAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
DENGAN TINGKAT PARTISIPASI ................................................................ 47
Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi 47
Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi 51
Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi 54
Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi 58
Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi 61
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEMANFAATAN
PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI ................................................... 67
Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan dengan Kemanfaatan
Program 67
Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan dengan Kemanfaatan
Program 69
Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi dengan Kemanfaatan
Program 70
Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil dengan
Kemanfaatan Program 72
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 75
Simpulan 75
Saran 76
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 77
LAMPIRAN ...................................................................................................... 81
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 93
xv
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik tanggung jawab sosial perusahaan 6
2 Manfaat keterlibatan komunitas perusahaan 15
3 Jenis dan metode pengumpulan data 21
4 Hasil rangkuman penelitian sebelumnya 16
5 Definisi operasional kesesuaian program 24
6 Definisi operasional tingkat partisipasi 25
7 Definisi operasional kemanfaatan ekonomi program 27
8 Definisi operasional kemanfaatan sosial program 27
9 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut usia pada
program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa
Kembang Kuning tahun 2016 36
10 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut usia pada
program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa
Kembang Kuning tahun 2016 36
11 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian
materi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 38
12 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian
metode pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 39
13 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian
media program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 40
14 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian
waktu pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia
di Desa Kembang Kuning tahun 2016 40
15 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian
lokasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia
di Desa Kembang Kuning tahun 2016 41
16 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat
partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 42
17 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat
partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 43
18 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat
partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi
PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 44
19 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat
partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 44
xvi
20 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kemanfaatan
ekonomi program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di
Desa Kembang Kuning tahun 2016 45
21 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kemanfaatan
sosial program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di
Desa Kembang Kuning tahun 2016 46
22 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi
tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 47
23 Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat
partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 49
24 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi
tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 49
25 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi
tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 51
26 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi
tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 51
27 Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat
partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 52
28 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi
tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 53
29 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi
tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 54
30 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi
tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 55
31 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi
tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 56
32 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi
tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 57
33 Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat
partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 58
34 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 59
xvii
35 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 59
36 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi
PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 60
37 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 61
38 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 62
39 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 63
40 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi
PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 64
41 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 64
42 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap perencanaan dengan
kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 67
43 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap perencanaan dengan
kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 68
44 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pelaksanaan dengan
kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 69
45 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pelaksanaan dengan
kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 70
46 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap evaluasi dengan
kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 71
47 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap evaluasi dengan
kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
72
48 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil
dengan kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun
2016 73
xviii
49 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil
dengan kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi
PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 74
DAFTAR GAMBAR
1 Tingkatan partisipasi 13
2 Kerangka pemikiran hubungan kesesuaian program, tingkat partisipasi,
dan kemanfaatan program CSR PT Holcim Indonesia Tbk 18
3 Struktur organisasi PT Holcim Indonesia Tbk 29
4 Struktur organisasi Koperasi Wanita Mandiri 31
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji reliabilitas 80
2 Hasil uji statistik hubungan antara kesesuaian program dengan
tingkat partisipasi 80
3 Hasil uji statistik hubungan antara tingkat partisipasi dengan
kemanfaatan program 82
4 Catatan tematik 84
5 Dokumentasi 89
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut data BPS (2015), kemajuan industri di Indonesia pada tahun 2015
terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2014. Hal ini berimplikasi
pada kerusakan lingkungan oleh aktivitas perusahaan serta kerugian yang
dirasakan oleh masyarakat. Keterpisahan (enclavism) antara masyarakat dengan
perusahaan inilah yang kemudian menyebabkan hubungan antara keduanya
menjadi tidak harmonis dan diwarnai berbagai konflik (Tanudjaja 2006).
Keberadaan perusahaan ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang
menimbulkan eksternalitas dapat merugikan dan berpotensi konflik, sehingga
harus diperbaiki melalui hubungan yang baik dan memiliki timbal balik.
Hubungan tersebut dapat diwujudkan melalui implementasi program
Corporate Social Responsibility (kemudian akan disebut CSR). CSR merupakan
tanggung jawab suatu perusahaan atas operasionalnya, yang bertujuan agar
terwujudkan pembangunan yang berkelanjutan. CSR didefinisikan sebagai
tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku
etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang
mencakup aspek ekonomi sosial dan lingkungan dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan (Wibisono 2007).
Implementasi program CSR di Indonesia didukung oleh adanya regulasi
perundang-undangan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini
disebutkan pada Pasal 1 angka 3, yaitu:
“Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
Berlakunya hukum pada konteks dampak akibat aktivitas perusahaan
berperan penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Adanya regulasi
yang sah diharapkan dapat mengedepankan keadilan sebab hakikat dan inti dari
hukum ialah keadilan (gerechtigeid) dan peranan tersebut akan tercapai hanya jika
substansi hukum berpihak kepada kepentingan masyarakat luas (Suhardin 2007).
Seperti apa yang diharapkan pemerintah melalui penegakan regulasi tersebut,
bahwa perseroan harusnya dapat berperanserta pada pembangunan berkelanjutan
bagi komunitas setempat maka diharapkan aktualisasi CSR berbentuk
pengembangan masyarakat atau Comunity Development (Achda 2006).
Salah satu prinsip dalam ISO 26000 ialah penghormatan pada kepentingan
stakeholder. Masyarakat sebagai salah satu stakeholder yang mengalami
perubahan besar atas hadirnya suatu perusahaan, tidak bisa disepelekan.
Disebutkan dalam Suatama (2011) bahwa penerapan prinsip tersebut diartikan
sebagai suatu bentuk penghormatan dan tanggapan atas kepentingan seluruh
stakeholder. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan
menanggapi kebutuhan stakeholdernya.
Pada kenyataannya, masih banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia
yang belum optimal dalam melakukan praktek CSR. Bila ditinjau dari bagaimana
2
hubungan perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, Mutmainna dan Sumarti
(2014) menyebutkan bahwa hal tersebut didorong oleh beberapa faktor, yang di
antaranya ialah ketidaksesuaian program dengan kebutuhan masyarakat, dan tidak
dapat meningkatkan partisipasi masyarakat untuk ikut menyukseskan program
tersebut.
Salah satu penyebab kurang optimalnya suatu program CSR ialah karena
belum melakukan identifikasi terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat dalam
melakukan program tersebut sehingga tidak terjadinya kesesuaian antara kondisi
masyarakat dengan apa yang perusahaan coba untuk lakukan (Satwari 2015).
Ketidaksesuaian antara kebutuhan masyarakat dengan program CSR
menyebabkan tidak dapat dirasakannya hasil program sebagaimana tujuan
program tersebut dirumuskan.
Palupi (2006) berpendapat bahwa dalam melaksanakan sebuah program
CSR tidak cukup hanya menghadirkan sebuah program sosial tanpa adanya
analisa secara mendalam. Analisa tersebut dilakukan untuk meningkatkan
kesesuaian program tersebut dengan misi dan tujuan perusahaan, yang akan
berakhir baik bagi kedua belah pihak. Menambahkan, hasil penelitian oleh
Supriadinata dan Goestaman (2013) menyatakan bahwa program CSR yang
direncanakan dan diimplementasikan berdasarkan kebutuhan dapat dijadikan
sebagai salah satu penyelesaian masalah sosial yang ada di lingkungan.
Sementara itu, masyarakat kadangkala belum siap untuk berpartisipasi
aktif dalam implementasi program CSR yang dilakukan perusahaan. Masyarakat
masih berpola pikir bahwa implementasi CSR hanyalah berupa sumbangan, dan
hanya ingin mendapatkan bantuan berupa kucuran dana dari perusahaan. Tidak
hanya menyebabkan ketidaksuksesan program CSR, namun juga dapat
menimbulkan konflik sosial yang dapat mengancam pada eksistensi perusahaan
itu sendiri.
Aktualisasi CD dalam implementasi program CSR dapat memberdayakan
masyarakat melalui dua elemen pokok, yakni kemandirian dan partisipasi
stakeholders. Stakeholders yang dimaksud ialah semua pihak baik internal
maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun
dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan (Hadi
2011). Ndraha (2007) memaparkan apa saja yang menjadi sasaran pembangunan
masyarakat, yaitu sebagai berikut :
1. Peningkatan tarap hidup masyarakat.
2. Partisipasi masyarakat.
3. Kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dapat
ditumbuhkan melalui intensifikasi partisipasi masyarakat dalam
pembangunan
Implementasi CSR, tentu akan membutuhkan keterlibatan pihak
stakeholders sebagai objek maupun subjek program, terutama masyarakat sebagai
sasaran. Nasdian (2014) menyatakan bahwa dibutuhkan adanya bentuk partisipasi
yang baik sehingga membentuk satu kelembagaan berkelanjutan pada aras
masyarakat, menciptakan sinergitas dan jejaring, serta mengurangi ketergantungan
masyarakat terhadap stakeholders lainnya (kemandirian).
Pada penelitian Nasdian dan Rosyida (2011), didapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan di antara tingkat partisipasi dalam implementasi program CSR
terhadap dampak sosial maupun ekonomi masyarakat itu sendiri. Hal tersebut
3
mempertegas bahwa tingkat partisipasi merupakan hal yang penting dalam
kaitannya dengan kehidupan masyarakat.
PT Holcim Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan semen terbesar di
Indonesia yang memiliki target untuk menjadi pelopor dalam memimpin
perubahan paradigma bisnis semen di Indonesia, dari produsen semen menjadi
penyedia solusi bahan bangunan yang terintegrasi melalui konsep “Membangun
Bersama”. PT Holcim Indonesia Tbk merupakan perusahaan yang menjalankan
industri semen dan bersinggungan dengan beragam stakeholders terutama
masyarakat sekitar operasional perusahaan. Dengan menerapkan falsafah triple-
bottom line diharapkan agar keberadaan PT Holcim dapat bermanfaat, serta dapat
dirasakan oleh pemangku kepentingan dari semua kalangan.
Pelaksanaan tanggungjawab sosial oleh PT Holcim Indonesia Tbk
berdasarkan atas 5 pilar program, di antaranya ialah pemberdayaan ekonomi yang
didalamnya termasuk melakukan kemitraan dengan kelompok atau lembaga yang
ada di dalam masyarakat dengan melakukan pendanaan serta pemberdayaan.
Dalam menentukan kelompok ataupun lembaga tersebut, dilakukan identifikasi
atas masalah maupun kebutuhan dari kelompok tersebut agar pelaksanaan
program dapat membuahkan hasil.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti ingin
menganalisis bagaimana hubungan kesesuaian program terhadap tingkat
partisipasi peserta pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim?
Masalah Penelitian
Hasil penelitian yang berjudul Efektivitas Program CSR/CD dalam
Pengentasan Kemiskinan oleh Hilarius dan Prayogo (2012) menyatakan bahwa
kesesuaian program menjadi salah satu aspek penting dalam mencerminkan upaya
korporasi dalam mengentaskan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan
masyarakat sekitar. Oleh karena itu, menjadi penting untuk meneliti bagaimana
kesesuaian program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk?
Tiga penggolongan dari delapan tahapan berpartisipasi oleh Arnstein
(2007) yaitu menjadi non-participation, tokenism, dan yang paling baik ialah
citizen power. Partisipasi aktif dari masyarakat pada seluruh tahap kegiatan
merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan CSR suatu
perusahaan, sehingga perlu untuk diketahui bagaimana tingkat partisipasi
peserta pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim?
Program CSR yang didasarkan atas prinsip-prinsip pelaksanaan CSR tentu
akan memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Dengan begitu, maka
perusahaan tersebut dinilai berhasil dalam melakukan tanggung jawab atas
dampak operasionalnya. Maka dari itu, perlu untuk dikaji lebih lanjut untuk
mengetahui bagaimana kemanfaatan yang dihasilkan program
pemberdayaan ekonomi PT Holcim?
Perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis
akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat (Rahmi 2011). Namun,
kemanfaatan itu sendiri hanya akah dirasakan jika masyarakat terlibat aktif dalam
susunan kegiatan CSR. Oleh karena itu, perlu untuk dikaji lebih lanjut mengenai
bagaimana hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan kemanfaatan
program pemberdayaan ekonomi PT Holcim?
4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka secara
umum penelitian ini dilakukan untuk meneliti hubungan antara tingkat kesesuaian
program dengan tingkat partisipasi masyarakat. Sementara tujuan khusus dari
penelitian ini dirumuskan untuk mengidentifikasi serta menganalisa:
1. Kesesuaian program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk
2. Tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia Tbk
3. Kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk
4. Hubungan tingkat partisipasi dengan kemanfaatan program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terfokus pada penerapan corporate social responsibility
(tanggung jawab sosial) yang dilakukan oleh suatu perusahaan, kemudian
bagaimana kesesuaian pelaksanaannya dengan kebutuhan masyarakat, serta
partisipasi masyarakat sekitar. Perusahaan yang dimaksud ialah PT Holcim
Indonesia Tbk yang seiring dengan dilakukannya aktivitas operasional pabrik,
namun juga tetap menyeimbangkan dampak yang dihasilkan dengan pelaksanaan
praktek corporate social responsibility. Penelitian ini dilakukan di Desa Kembang
Kuning, Klapanunggal, Bogor sebagai mitra desa binaan oleh PT Holcim
Indonesia Tbk Pabrik Narogong dengan responden yaitu anggota Koperasi
Wanira Mandiri Desa Kembang Kuning.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai
pihak, yaitu:
1. Civitas Akademika, untuk memperoleh pengetahuan dan melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai tingkat partisipasi stakeholders dalam
implementasi program CSR suatu perusahaan.
2. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana peran
yang dilakukan perusahaan dalam program CSR sebagai bentuk kepedulian
terhadap masyarakat sekitar. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah
pengetahuan serta memberi manfaat bagi masyarakat dalam mengoptimalkan
peran program CSR perusahaan.
3. Bagi perusahaan, sebagai sarana membentuk paradigma baru terhadap apa
dan bagaimana seharusnya bentuk tanggungjawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat, serta untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan data untuk
mengevaluasi penerapan program CSR yang telah dilaksanakan.
4. Pemerintah, diharapkan dapat menentukan arah kebijakan dan peraturan
mengenai CSR yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
5
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Corporate Social Responsibility dan Implementasinya
Pergerakan industrialisasi yang berkembang begitu pesat diiringi dengan
laju kebutuhan akan sumberdaya, yang cepat atau lambat akan mengganggu
keseimbangan sumberdaya tersebut. Suatu bentuk tanggung jawab perusahaan
atas sumberdaya yang telah diserap serta dampak yang dihasilkan menjadi perlu
untuk dilakukan; yaitu melalui implementasi Corporate Social Responsibility
(CSR). CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan
kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan
para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan
kemitraan (Nuryana 2005). Sementara, Menurut Budimanta (2003) CSR
merupakan komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang
lebih baik bersama, utamanya dengan para pihak yang terkait, masyarakat di
sekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang
dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan.
CSR dalam ISO 26000 adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap
dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada
masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan
dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan
hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi
dengan organisasi secara menyeluruh. Untuk dapat memahami bagaimana CSR
bekerja, terdapat model Triple Bottom Line (3P) oleh Elkington (2004), yaitu :
Profit, People, Planet. Profit dimaksudkan untuk laba bagi perusahaan, people
untuk kesejahteraan karyawan dan masyarakat, serta planet untuk meningkatkan
kualitas lingkungan.
Regulasi yang melatarbelakangi implementasi CSR di Indonesia ialah UU
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dijelaskan di Pasal 1 angka
3 sebagai berikut:
“Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen
perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”
Terdapat tiga tahapan atau karakteristik yang berbeda dalam menjelaskan
tanggung jawab sosial perusahaan oleh Zaidi (2003), yaitu: (1). Corporate charity,
dorongan amal berdasarkan keagamaan, (2). Corporate philantrophy, dorongan
kemanusiaan yang bersumber dari norma dan etik universal untuk menolong
sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial, dan (3). Corporate citizenship,
motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip
keterlibatan sosial. Pengertian secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1 Karakteristik tanggung jawab sosial perusahaan
Tahapan Charity Philantrophy Corporate
Citizenship
Motivasi
Agama, tradisi,
adat
Norma, etika dan
hukum universal,
redistribusi
kekayaan
Pencerahan diri dan
rekonsiliasi dengan
ketertiban sosial
Misi
Mengatasi
masalah sesaat
Mencari dan
mengatasi akar
masalah
Memberikan
kontribusi kepada
masyarakat
Pengelolaan
Jangka pendek,
menyelesaikan
masalah sesaat
Terencana,
terorganisir,
terprogram
Terinternalisasi
dalam kebijakan
perusahaan
Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan (dana
abdi), profesional
Keterlibatan dalam
pendanaan
Penerima
Manfaat
Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas
dan perusahaan
Kontribusi Hibah sosial Hibah
pembangunan
Hibah dan
keterlibatan sosial
Inspirasi Kewajiban-----------------------------------------------Kepentingan
Bersama
Sumber: Zaidi, 2003.
Perencanaan program menjadi penting karena dapat dijadikan arah untuk
melaksanakan (implementasi) pelaksanaan program (Wibisono 2007). Ia pun
mengemukakan perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan
CSR menggunakan tahapan implementasi CSR sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan: Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu
Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness
Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan
mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen, upaya ini dapat
dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan lain-lain. CSR Assesment
merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi
aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah
yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi
penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun, CSR manual,
dilakukan melalui benchmarking, menggali dari referensi atau meminta
bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan
mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak
seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang
terpadu, efektif, dan efisien.
2. Tahap Pelaksanaan: Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus
diperhatikan seperti pengorganisasian sumber daya, penyusunan untuk
menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan,
pelaksanaan, pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk
mengetahui tingkat pencapaian tujuan.
7
3. Tahap Pemantauan dan Evaluasi: Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten
dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR
sehingga membantu perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan
situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi CSR sehingga dapat
mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi.
4. Tahap Pelaporan: Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem
informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun
keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
ISO 26000 sebagai Standar Penerapan CSR
Program-program Corporate Social Responsibility perlu diorganisir dan
dikelola dengan hati-hati agar suatu perusahaan dapat bertanggung jawab sosial
sesuai dengan pendekatan tanggapan sosial seutuhnya (Hurriyati dan Sofyani
2010). Penerapan CSR harus dilakukan secara matang, dengan pertimbangan atas
aturan-aturan yang berlaku. ISO 26000 merupakan sebuah standar internasional
dalam penerapan corporate social responsibility. ISO 26000 juga bersifat sebagai
pedoman bagi perusahaan dalam menentukan strategi dan program CSR yang
akan dilakukannya. Pedoman tersebut menekankan pada pentingnya hasil dan
perbaikan kinerja praktek CSR. Meskipun hanya berupa panduan atau pedoman,
namun pedoman tersebut tidak bisa dikesampingkan begitu saja, Suatama (2011)
menyatakan bahwa terdapat dua resiko yang akan dihadapi suatu perusahaan jika
mengabaikan ISO 26000. Pertama, investor perusahaan dalam bekerja sama akan
mempertanyakan bagaimana penerapan CSR perusahaan tersebut apakah sesuai
dengan prinsip dan core subject pada ISO 26000. Kedua, dalam proses
operasional perusahaan akan mendapat gangguan yang menghambat
perkembangan perusahaan.
Ada tujuh isu utama dalam ISO 26000 dalam merencanakan CSR, sebagai
berikut:
1. Organizational governance : merupakan tata kelola organisasi yang meliputi
kepatuhan pada hukum, akuntabilitas, transparansi, kode etik, pengenalan
profil, dan minat stakeholder
2. Human rights : merupakan praktek CSR yang menjunjung hak asasi manusia
dimana meliputi hak sipil dan politik, hak sosial, ekonomi, budaya, dan hak
dasar dalam kerja
3. Labour practices : hak pekerja dalam suatu perusahaan yang meliputi
hubungan antar pekerja, kondisi kerja dan perlindungan sosial, kesehatan,
keamanan kerja dan sumber daya manusia.
4. The environment : praktek CSR yang memperhatikan aspek lingkungan yaitu
dengan cara preventtif polusi, konsumsi berkelanjutan, adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim, proteksi dan restorasi lingkungan alam.
5. Fair operating practices : aktivitas operasi yang adil dengan cara anti
korupsi, anti suap, pelibatan tanggung jawab poitik, kompetisi yang adil, dan
perhatian pada hak
6. Consumer issues : isu konsumen yang mencakup pemasaran yang adil,
praktik perjanjian, perlindungan dan keamanan konsumen, pengembangan
produk dan jasa yang memberi manfaat sosial dan lingkungan, serta layanan
konsumen
8
7. Contribution in community and society : merupakan bentuk kontribusi pada
komunitas dan masyarakat yang meliputi pelibatan komunitas, kontribusi pada
pengembangan ekonomi dan kontribusi pada pengembangan sosial.
Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai panduan (guideline) atau dijadikan
rujukan utama dalam pembuatan pedoman SR yang berlaku umum, sekaligus
menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global termasuk Indonesia (Rahmi
2011). ISO 26000 menjadi jawaban atas masalah ketidakseragaman dalam
penerapan CSR diberbagai negara menimbulkan adanya kecenderungan yang
berbeda dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri di masyarakat.
Adapun pandangan Moratis dan Cochius (2011) menjelaskan prinsip CSR
dalam ISO 26000, sebagai standar penerapan CSR yang berlandaskan beberapa
prinsip, di antaranya:
1. Akuntabilitas; tanggung jawab perusahaan atas efek yang ditimbulkan CSR
pada lingkungan dan masyarakat serta akuntabel atas efek tersebut;
2. Transparansi; pengorganisasi tanggung jawab sosial perusahaan harus
transparan dalam pengambilan keputusan serta aktivitas terkait komunitas dan
lingkungan;
3. Perilaku etis; terkait sikap yang harus dimiliki perusahaan dalam CSR seperti
kesamaan dan integritas;
4. Respek terhadap kebutuhan stakeholders; terkait bagaimana perusahaan
menghargai, mempertimbangkan dan merespon kepentingan setiap
stakeholder yang ada dalam aktivitas CSR;
5. Respek terhadap peraturan hukum; terkait bahwa setiap CSR harus mengikuti
hukum yng berlaku sebagai dasar dari kegiatan CSR;
6. Respek terhadap norma perilaku intenasional; terkait kegiatan CSR yang
dilakukan tidak boleh melanggar norma yang ada di dunia internasional; dan
7. Respek terhadap HAM; terkait kegiatan CSR yang harus menghargai HAM
serta mengakui dan menyadari pentingnya HAM.
Ketujuh prinsip pelaksanaan CSR oleh ISO 26000 yang telah disebutkan di
atas dijadikan sebagai indikator dalam mengukur kesesuaian program CSR PT
Holcim.
Kesesuaian Program Corporate Social Responsibility
Keberhasilan suatu program diharapkan dapat membuahkan outcome yaitu
berupa manfaat bagi peserta yang terlibat. Dalam mengukur keberhasilan suatu
program, Hilarius dan Prayogo (2012) mengemukakan beberapa variabel proses
yang dalam artiannya ialah variabel yang digunakan korporasi dalam
berpartisipasi dalam pembangunan lokal. Variabel tersebut ialah di antaranya: (1)
efectivity (manfaat), (2) relevance (kesesuaian), (3) sustainability (keberlanjutan),
(4) impact (dampak), (5) empowerment (pemberdayaan), dan (6) participation
(partisipasi).
Salah satu variabel yang digunakan dalam mengukur keberhasilan
program yaitu kesesuaian program. Kesesuaian program ialah program terhadap
pemenuhan kebutuhan dan peningkatan akses pelayanan bagi peserta program
berdasarkan kemampuan dan potensi lokal (Hilarius dan Prayogo 2012).
Kesesuaian tersebut dapat dilihat dengan menilai apakah tujuan suatu program
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh komunitas. Pertimbangan dalam
menentukan tujuan suatu program, harus dikaitkan dengan need, desires, wants,
9
dan juga interest komunitas (Rahman 2009). Semakin tinggi tingkat kesesuaian
dengan kebutuhan masyarakat, menjadikan sebuah program bermanfaat bagi
masyarakat (Hilarius dan Prayogo 2012).
Korten dan Syahrir (1980) mengemukakan Model Kesesuaian atau yang
biasa disebut sebagai “The Fit Model”. Model tersebut berintikan mengenai
kesesuaian di antara tiga aspek, yaitu pelaksana program, kelompok sasaran
program, dan program itu sendiri. Model ini didasarkan dari suatu proses
pembelajaran yang menyatakan keterkaitan di antara ketiga aspek tersebut.
Pertama, kesesuaian antara pelaksana program dan kelompok sasaran, yaitu
kesesuaian antara syarat uang diputuskan oleh organisasi (perusahaan) untuk
dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh
kelompok sasaran program. Kedua, kesesuaian antara program dengan pelaksana
program, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan program dengan
kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian program dengan kelompok
sasaran, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa
yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran program (pemanfaat).
Kesesuaian di antara ketiga aspek tersebut perlu dicapai agar program
berjalan efektif, sesuai tujuan yang direncanakan, dan hasilnya dapat
dimanfaatkan oleh kelompok sasaran. Agar suatu program dapat menghasilkan
output, maka baiknya program tersebut direncakan sesuai dengan kebutuhan
kelompok sasarannya (Akib dan Tarigan 2008).
Pengukuran kesesuaian program pada penelitian diukur melalui penilaian
peserta program mengenai pemenuhan kebutuhan, peningkatan akses pelayanan
dan apakah program didasarkan pada kemampuan dan potensi lokal, yang dengan
mempertimbangan prinsip-prinsip CSR dalam ISO 26000 serta ditinjau melalui
faktor pendukung efektivitas penyuluhan oleh Setiana (2005). Lima faktor
tersebut digunakan sebagai indikator untuk mengukur pencapaian tujuan dan
sasaran agar lebih efektif dan efisien, yang mencakup:
1. Materi; yaitu segala sesuatu yang disampaikan dalam kegiatan, dimana materi
yang baik dalam suatu program adalah yang sesuai dengan kebutuhan
sasaran, menarik, dapat memperbaiki kehidupan, meningkatan pendapatan,
dan dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh sasaran program.
2. Metode; yaitu cara ataupun teknik yang digunakan berdasarkan tujuan khusus
yang ingin dicapai. Metode yang baik dinilai berdasarkan pendekatannya,
teknik komunikasinya, dan indera penerima.
3. Media; yaitu alat bantu yang digunakan apakah sudah sesuai dengan pesan
yang dibutuhkan agar informasi atau pesan yang disampaikan menjadi lebih
jelas, nyata, dan mudah dimengerti oleh sasaran.
4. Waktu pelaksanaan; yaitu kesesuaian waktu pelaksanaan dengan kebutuhan
dan jadwal harian sasaran program, dan
5. Lokasi pelaksanaan; yaitu kesesuaian tempat pelaksanaan program dengan
lokasi sasaran.
Kebutuhan Masyarakat dalam Kesesuaian Program
Salah satu poin dalam ISO 26000 menyebutkan bahwa hak asasi manusia
merupakan salah satu isu utama dalam perencanaan CSR. Dijelaskan dalam buku
Panduan Perencanaan CSR oleh Rachman et al. (2011) bahwa yang termasuk hak
asasi manusia dalam konteks pelaksanaan CSR ialah hak-hak sipil, sosial,
10
ekonomi, budaya, serta hak dasar dalam kerja. Pemenuhan kebutuhan manusia,
merupakan rantai nilai dalam keterlibatan antara perusahaan atas dampak
kehadirannya terhadap komunitas lokal.
Agar manfaat program dapat terwujudkan maka upaya yang dilakukan
harus (Ndraha 2007) : 1) disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata
(felt needs); 2) dijadikan stimulasi terhadap masyarakat yang berfungsi
mendorong timbulnya jawaban (response) yang dikehendaki; 3) dijadikan
motivasi terhadap masyarakat yang berfungsi membangkitkan tingkahlaku
(behavior) yang dikehendaki secara berkelanjutan. Penentuan kebutuhan
masyarakat menjadi penting dalam perencanaan suatu program, karena memiliki
peran yang besar dalam menentukan keberhasilan program itu sendiri.
Marnelly (2012) juga menyatakan bahwa assessment yang merupakan
identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat sebagai dasar perumusan program
dapat dijadikan sebagai salah satu dari lima poin dalam panduan perumusan
program CSR. Ia juga menambahkan bahwa proses tersebut dapat dilakukan
berdasarkan needs-based (aspirasi masyarakat) atau dapat juga dilakukan
berdasarkan rights-based approach (konvensi internasional atau standar normatif
hak-hak sosial masyarakat).
Secara umum, kebutuhan masyarakat dalam konteks CSR menurut
Hilarius dan Prayogo (2012) bertumpu pada aspek ekonomi, pendidikan,
kesehatan, serta secara sosial kegiatan bermasyarakat. Akses pelayanan terkait
pemenuhan kebutuhan tersebut juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Definisi
kemiskinan menurut Hilarius dan Prayogo (2012) ialah kondisi dimana kurangnya
tingkat dan akses kesejahteraan, yang mencakup aspek-aspek kebutuhan
(ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial) serta pelayanan publik lainnya. CSR
merupakan bukti keterlibatan perusahaan atas kehadirannya terhadap komunitas
lokal yang tentu saja memberikan dampak tertentu. Suatu program akan efektif
jika perumusannya disesuaikan dengan kebutuhan sasarannya, dan juga jika
didukung dengan adanya peningkatan pelayanan akses akan kebutuhan tersebut.
Partisipasi Masyarakat
Nasdian (2014) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif
diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka
sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme)
dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Nasdian (2014) juga
memaparkan bahwasanya partisipasi dalam pengembangan komunitas harus
menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam
masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan
masyarakat.
Partisipasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Pangestu
(1995), yaitu:
1. Faktor internal, mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi
individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik
individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah
pendapatan, pengalaman berkelompok.
2. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola
proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi karena sasaran
akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek, jika sam butan pihak
11
pelayanan pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu bila
didukung dengan pelayanan pengelola kegiatan yang positif dan tepat
dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tersebut tidak akan ragu untuk
berpartisipasi dalam proyek.
Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) dibagi ke dalam beberapa
tahapan, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap pengambilan keputusan atau perencanaan, yang diwujudkan melalui
keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan
yang dimaksud adalah pada perencanaan suatu kegiatan atau program.
2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,
karena inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata
partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam
bentuk sumbangan pemikiran, sumbangan materi, serta tindakan sebagai
anggota program.
3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program.
Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan,
maka semakin besar manfaat program dirasakan, yang artinya program
tersebut berhasil mengenai sasaran.
4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini
merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan
pelaksanaan program selanjutnya.
Merujuk pada makalah yang berjudul “A Ladder of Citizen Participation”
dalam Journal of The American Planning Association, Arnstein (2007)
mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi yang menunjukan
tingkat keterlibatan masyarakat dalam sebuah program, yaitu:
1. Manipulation (Manipulasi): dengan mengatasnamakan partisipasi,
masyarakat diikutkan sebagai ‘stempel karet’ dalam badan penasihat.
Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk
dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi
masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat
publikasi oleh penguasa;
2. Therapy (Terapi): pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang
kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap
ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura
mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya
menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan
pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun
pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan
bukannya menemukan penyebab lukanya;
3. Informing (Menginformasikan): dengan memberi informasi kepada
masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan
langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat.
Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat
tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk
memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi.
Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat
hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program.
12
Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media
pemberitahuan, pamflet dan poster;
4. Consultation (Konsultasi): meminta pendapat masyarakat merupakan suatu
langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih
merupakan partisiasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka
akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak
pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka
kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya
dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi mereka diukur dari
frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa
pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner yang dijawab. Dengan
demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki bukti bahwa mereka telah
mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat;
5. Placation (Menenangkan): pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki
beberapa pegaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak
memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan
untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang
kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya
adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke
dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika
pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan
mudah dikalahkan dan diakali;
6. Partnership (Kemitraan): pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui
negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk
sama-sama meikul tanggung jwab dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga
diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat
berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir,
pemimpin bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor yang
cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi,
pengacara dan organisator masyarakat. Dengan demikian masyarakat benar-
benar memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga akan mampu
mempengaruhi suatu perencanaan;
7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan): negosiasi antara masyarakat
dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi
kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada
tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki
kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat jga
memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut.
untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya
akan tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar; dan
8. Citizen Control (Kontrol warga negara): pada tingkat ini masyarakat
menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program
atau kelembagaan diberikan kepada merek, bertanggung jawab penuh
terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan
negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan.
Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-
13
sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak
ketiga.
Arnstein (2007) menambahkan bahwa terdapat tiga penggolongan dari 8
tingkat di atas, yaitu non-partisipasi yang di dalamnya termasuk manipulasi dan
terapi, kemudian tokenisme yang di dalamnya termasuk informasi dan konsultasi,
dan tiga tingkat terakhir termasuk kekuatan warga negara atau citizen power
(Gambar 1).
Gambar 1. Tingkatan Partisipasi
Penelitian ini mengukur tingkat partisipasi masyarakat dari keterlibatannya
pada setiap tahapan program oleh Cohen dan Uphoff (1977) yang mencakup
pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi, dan menikmati hasil. Kemudian,
untuk menilai seberapa besar partisipasi masyarakat pada program diukur melalui
pengkategorian 8 tingkatan partisipasi yang kemudian menjadi 3 kategori oleh
Arnstein (2007) yang mencakup non-participation, tokenism, dan citizen power.
Hubungan Kesesuaian Program dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat
Program pembangunan sudah seharusnya sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh sasaran program, yang mana ialah masyarakat. Hal itu juga
berlaku pada pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh suatu perusahaan yang
bertujuan untuk mewujudkan kepedulian sosial perusahaan dan kontribusi
perusahaan terhadap pengembangan masyarakat yang berkelanjutan (Kumalasari
2012). Untuk mencapai pengembangan masyarakat yang berkelanjutan,
dibutuhkan partisipasi aktif pada setiap tahapan programnya. Namun, terdapat
banyak faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat saat melibatkan dirinya
dalam suatu program.
Salah satu hal yang mendorong partisipasi masyarakat dalam suatu
program ialah kesesuaian program dengan kebutuhan yang dirasakan oleh
masyarakat itu sendiri. Menurut Wijayanti (2011) masyarakat sebaiknya diberikan
porsi lebih banyak lagi untuk menilai apa kebutuhan dasar mereka sehingga
peserta program CSR memiliki sense of belonging terhadap program yang akan
diimplementasikan. Ndraha (2007) menyatakan bahwa dengan dapat
1. Manipulasi
2. Terapi
3. Informasi
4. Konsultasi
5. Pendamaian
6. Kemitraan
7. Pendelegasian Kekuasaan
8. Kontrol Masyarakat
Citizen Power
Tokenism
Non-participation
14
teridentifikasikannya kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat melalui program
CSR, akan membuat masyarakat tergerak untuk ikut berpartisipasi secara sukarela
dalam suatu kegiatan karena dianggapnya dapat memperbaiki harkat hidup
masyarakat dan dirinya sendiri. Semakin suatu program dinilai dapat membantu
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat akan semakin
terdorong untuk melibatkan dirinya pada setiap tahapan program.
Manfaat Corporate Social Responsibility
Wibisono (2007) menyatakan bahwa kegiatan CSR tidak lagi hanya
sekedar membagi-bagikan hadiah maupun uang secara insidental, melainkan
secara strategis direncanakan agar bisa melahirkan dampak atau outcome bukan
sekedar hasil atau output. Dengan begitu, maka program CSR yang dilakukan
dapat memberikan manfaat jangka panjang baik bagi komunitas maupun
perusahaan itu sendiri.
Manfaat penerapan CSR bagi perusahaan yaitu menurut Wibisono (2007)
ialah:
1. Mempertahankan atau mendongkrak reputasi dan citra perusahaan;
2. Mendapatkan lisensi sosial dari masyarakat sekitar perusahaan untuk terus
dapat beroperasi;
3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan melalui adanya hubungan yang harmonis
dengan para stakeholders perusahaan;
4. Melebarkan akses terhadap sumberdaya;
5. Membentangkan akses menuju market;
6. Mereduksi biaya, misal dengan upaya mengurangi limbah melalui proses daur
ulang ke dalam siklus produksi;
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders;
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator;
9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan; dan
10. Peluang mendapatkan penghargaan.
Sementara itu, manfaat CSR tidak hanya dirasakan oleh perusahaan saja,
namun juga masyarakat yang menjadi komunitas lokal sebagai sasaran program.
Rogovsky (2000) menunjukkan manfaat program bagi penerima program sebagai
berikut:
a. Mendapatkan keahlian dan keterampilan profesional yang tak dimiliki
organisasi atau tak memiliki dana untuk mengadakannya
b. Mendapatkan keterampilan manajemen yang membawa pendekatan yang
segar dan kreatif dalam memecahkan masalah
c. Memperoleh pengalaman dari organisasi besar sehingga melahirkan
pengelolaan organisasi seperti menjalankan bisnis
Rogovsky (2000) menyusun sebuah tabel tentang manfaat keterlibatan
komunitas-perusahaan seperti dapat dilihat pada Tabel 2.
15
Tabel 2 Manfaat keterlibatan komunitas-perusahaan
Komunitas pada Perusahaan Perusahaan pada Komunitas
Reputasi dan citra yang lebih baik
Lisensi untuk beroperasi secara sosial
Bisa memanfaatkan pengetahuan dan tenaga
kerja lokal
Keamanan yang lebih besar
Infrastruktur dan lingkungan sosial-ekonomi
yag lebih baik
Menarik dan menjaga personel yang
kompeten untuk memiliki komitmen yang
tinggi
Menarik tenaga kerja, pemasok, pemberi
jasa, dan mungkin pelanggan lokal yang
bermutu
Laboratorium pembelajaran untuk inovasi
organisasi
Peluang penciptaan
kesempatan kerja,
pengalaman kerja dan
pelatihan pendanaan
Pendanaan investasi
komunitas, pengembangan
infrastruktur
Keahlian komersial
Kompetisi teknis dan
personal individual pekerja
yang terlibat
Representatif bisnis sebagai
jurus promosi bagi prakarsa-
prakarsa komunitas
Agar masyarakat dapat merasakan manfaat yang dihasilkan dari
pelaksanaan program CSR, tentu program tersebut harus mencapai definisi
keberhasilan tertentu. Wibisono (2007) mengemukakan indikator keberhasilan
dari suatu program, sebagai berikut:
1. Indikator ekonomi
a. Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum
b. Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis
c. Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan
2. Indikator sosial
a. Frekuensi terjadinya gejolak atau konflik sosial
b. Tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat
c. Tingkat kepuasan masyarakat
Kedua indikator yang dikemukakan Wibisono (2007) di atas dijadikan
sebagai alat untuk mengukur kemanfaatan program CSR PT Holcim.
Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Kemanfaatan Program
Program yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas bagi
masyarakat maupun perusahaan, harus dilakukan berbasis pemberdayaan
masyarakat. Segala bentuk program pengembangan masyarakat memerlukan
adanya partisipasi, karena dengan adanya partisipasi maka keberhasilan bagi
perusahaan maupun manfaat bagi masyarakat menjadi mungkin untuk dicapai.
Sama halnya pada program CSR, partisipasi diperlukan dalam rangka mencapai
keberhasilan penyelenggaraan program yang berujung pada manfaat yang
dihasilkan.
Program CSR yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat maka
dapat dinilai berhasil dalam melaksanakan tanggung jawab atas dampak
operasionalnya, begitupun sebaliknya. Manfaat suatu program CSR menurut
Rahmi (2011) merupakan salah satu dari lima elemen keberlanjutan suatu
program. Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek manfaat menjadi hal yang
krusial dalam pelaksanaan program CSR
16
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wijayanti (2011) dapat
disimpulkan bahwa ada kecenderungan jika tingkat partisipasi berbilang tinggi
maka akan tinggi pula tingkat manfaat bagi peserta program. Penelitian oleh
Nasdian dan Rosyida (2011) menunjukkan bahwa tingkat partisipasi anggota
program CSR dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal
berhubungan dengan dampak sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga jika
partisipasi peserta dalam penyelenggaraan program tinggi, maka dampak sosial
dan ekonomi juga akan tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penting untuk
melihat sejauhmana partisipasi masyarakat dalam implementasi program CSR,
serta bagaimana dampak yang dihasilkan setelah masyarakat ikut berpartisipasi di
dalamnya.
Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Triyono (2014) menyatakan bahwa bentuk
pemberdayaan masyarakat oleh PT Holcim salah satunya ialah melalui pemberian
program tertentu. Tidak hanya pemberian program saja, tapi PT Holcim juga
melakukan koordinasi dengan pihak pemerintahan masyarakat terlebih dahulu.
Dengan proses yang demikian, segala macam bentuk kegiatan yang dilakukan
oleh program-program tersebut bersumber dari masyarakat serta memperhatikan
aspek potensi subyek programnya. Hal itu menunjukkan bahwa dalam
pelaksanaan program untuk masyarakat, PT Holcim juga mempertimbangkan
bagaimana kebutuhan serta potensi yang terdapat di masyarakat sasarannya.
Pelaksanaan CSR PT Holcim khususnya pada program Baitul Maal Wa
Tamwil yang dilakukan pada skala kecamatan, sudah memberikan manfaat yang
signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2009) menyatakan bahwa
terdapat manfaat yaitu diantaranya ialah peningkatan akses masyarakat terhadap
program yang ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah kreditur serta
peningkatan dana yang disalurkan. Selain itu, terdapat peningkatan kemampuan
penerima program dalam mengelola keuangan pribadi, keuarga dan usaha.
Mendukung hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Asrianti (2010)
menyatakan bahwa terjadi peningkatan yang positif bagi aspek ekonomi
masyarakat. Untuk lebih lengkapnya, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil rangkuman penelitian sebelumnya
Judul Penelitian Lokasi Penelitian Hasil Penelitian
Rahman (2009):
“Evaluasi
Tanggung Jawab
Sosial PT Holcim
Indonesia Tbk”
Pabrik
Narogong PT
Holcim
Kantor Baitul
Ma’al Wa
Tamwil
Desa Kembang
Kuning, Desa
Klapanunggal,
dan Desa
Nambo
Pengelolaan Baitul Ma’al Wa
Tamwil memenuhi indikator
pemberdayaan untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi.
Terdapat bantuan infrasturuktur
oleh CSR PT Holcim
Manfaat Baitul Ma’al Wa Tamwil
yaitu membuka akses bagi
masyarakat serta meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam
mengelola keuangan
17
Triyono (2014):
“Pemberdayaan
Masyarakat Melalui
Community
Development
Program Posdaya
(Pos Pemberdayaan
Keluarga) PT
Holcim Indonesia
Tbk Pabrik
Cilacap”
Masyarakat
sekitar Pabrik
Cilacap PT
Holcim
Kegiatan Posdaya oleh CSR PT
Holcim bersumber dari masyarakat
serta memperhatikan aspek potensi
subyek Posdaya
Dalam melaksanakan kegiatan
posdaya, CSR PT Holcim menjalin
hubungan dengan komunitas,
pemerintah dan LSM, berpusat pada
Comrel Departement.
Asrianti (2010):
“Analisis Pola
Pelaksanaan
Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan
(Corporate Social
Responsibility/CSR)
dalam Upaya
Pengembangan
Masyarakat”
Desa Kembang
Wangi,
Kecamatan
Klapanunggal
Pabrik
Narogong PT
Holcim
Kantor Baitul
Ma’al Wa
Tamwil
Upaya pengembangan masyarakat
oleh PT Holcim sudah dilakukan,
terlihat dari perbedaan partisipasi
bagi masyarakat yang terkena
dampak dan yang tidak terkena
dampak CSR.
Terdapat peningkatan pada aspek
ekonomi masyarakat
Lapisan bawah masyarakat belum
mengalami peningkatan pada aspek
ekonomi karena faktor budaya
Kerangka Pemikiran
Community involvement (keterlibatan masyarakat) merupakan salah satu
dari 6 pilar prinsip pembangunan berkelanjutan yang diterapkan PT Holcim
(Special Report PT Holcim Indonesia Tbk, 2013) sehingga kesesuaian kebutuhan
masyarakat menjadi aspek penting dalam pelaksanaan programnya. Kerangka
pemikiran pada program ini dilihat berdasarkan kesesuaian program yang dinilai
melalui apakah program CSR sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
apakah terdapat peningkatan akses pelayanan akan kebutuhan tersebut.
Kesesuaian program dilihat dari metode, materi, media, serta waktu dan lokasi
(Setiana 2005) dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pelaksanaan CSR
dalam ISO 26000. Kesesuaian program pada penelitian ini digolongkan dalam
tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan mengacu pada rentang yang
ditentukan oleh nilai standar deviasi.
Semakin sesuai program dengan kebutuhan masyarakat, maka akan
semakin mendorong masyarakat untuk aktif berpartisipasi. Ndraha (2007)
menyatakan bahwa dengan dapat teridentifikasikannya kebutuhan yang dirasakan
oleh masyarakat melalui program CSR, akan membuat masyarakat tergerak untuk
ikut berpartisipasi secara sukarela dalam suatu kegiatan karena dianggapnya dapat
memperbaiki harkat hidup masyarakat dan dirinya sendiri. Pernyataan tersebut
menegaskan bahwa terdapat hubungan antara kesesuaian program CSR dengan
tingkat partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan kunci keberhasilan suatu
program pemberdayaan. Partisipasi yang dilakukan agar suatu program
pemberdayaan dapat menghasilkan manfaat harus berada pada suatu situasi yang
sinergis di antara pihak-pihak yang berkepentingan seperti masyarakat,
18
pemerintah, serta perusahaan itu sendiri. Tingkat partisipasi masyarakat pada
penelitian ini diukur dari keterlibatannya pada setiap tahapan program menurut
Cohen dan Uphoff (1977) yang mencakup pengambilan keputusan, pelaksanaan,
evaluasi, dan menikmati hasil. Kemudian, untuk menilai seberapa besar partisipasi
masyarakat pada program diukur melalui pengkategorian 8 tingkatan partisipasi
yang kemudian menjadi tiga kategori oleh Arnstein (2007) yang mencakup non-
participation yaitu kategori rendah, tokenism yaitu kategori sedang, dan citizen
power yaitu kategori tinggi. Keterlibatan masyarakat merupakan hal penting
dalam proses pengembangan program, agar manfaat program dapat dihasilkan.
Aktualisasi dari suatu program pemberdayaan dapat dibuktikan melalui
manfaat yang dihasilkan dari program itu sendiri. Wijayanti (2011) menyatakan
bahwa ada kecenderungan jika tingkat partisipasi yang berbilang tinggi maka akan
tinggi pula tingkat manfaat bagi peserta program. Pernyataan tersebut menegaskan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan
kemanfaatan yang dihasilkan oleh program manfaat dari implementasi program
CSR dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh peserta.
Pengukuran kemanfaatan program dilihat dari manfaat program dalam aspek
ekonomi (Wibisono 2007). Kemanfaatan program digolongkan menjadi tiga
kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan mengacu pada rentang yang
ditentukan oleh nilai standar deviasi.
Pada penelitian ini, difokuskan pada untuk melihat bagaimana sebenarnya
hubungan antara kesesuaian program CSR PT Holcim dengan tingkat partisipasi
masyarakat. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2 yang dirumuskan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut.
Gambar 2
Kerangka pemikiran hubungan kesesuaian program, tingkat partisipasi, dan
kemanfaatan program CSR PT Holcim Indonesia Tbk
: Berhubungan
Prinsip CSR dalam
ISO 26000
Tingkat kesesuaian program
Materi
Metode
Media
Waktu
Lokasi
Tingkat partisipasi
Perencanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Pemanfaatan hasil
Kemanfaatan program
Ekonomi
Sosial
19
Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian yang pertama ialah terdapat hubungan nyata
antara kesesuaian program pemberdayaan ekonomi PT Holcim dengan tingkat
partisipasi masyarakat. Secara lebih khususnya ialah sebagai berikut:
Kesesuaian materi, metode, media, waktu pelaksanaan, dan lokasi
pelaksanaan program berhubungan dengan tingkat partisipasi pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil
Hipotesis yang kedua pada penelitian ini ialah terdapat hubungan nyata antara
tingkat partisipasi masyarakat dengan kemanfaatan program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia. Secara lebih khususnya sebagai berikut:
Tingkat partisipasi berhubungan pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan pemanfaatan hasil berhubungan dengan kemanfaatan
ekonomi program
Tingkat partisipasi berhubungan pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, dan pemanfaatan hasil berhubungan dengan kemanfaatan sosial
program
20
21
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan
data kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah survei, yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi 2012). Pada
pendekatan kualitatif, metode yang digunakan ialah content analysis atau analisis
isi yang didapat melalui wawancara mendalam kepada informan dibantu dengan
panduan pertanyaan. Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui
bagaimana karakteristik program CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Unit
analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah individu yaitu anggota
kelompok penerima program.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Kembang Kuning, Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara
purposive (sengaja) karena beberapa pertimbangan yaitu PT Holcim Indonesia
Tbk merupakan perusahaan yang menjalankan usaha di bidang pemanfaatan
sumber daya alam, sementara Desa Kembang Kuning merupakan salah satu desa
yang termasuk pada Ring 1 pelaksanaan CSR PT Holcim Indonesia Tbk yang
berarti lokasi yang sangat dekat dengan Pabrik Narogong dan memiliki interaksi
di antara masyarakat dan perusahaan sehingga menjadi relevan dalam hal melihat
hubungan kesesuaian program dengan tingkat partisipasi masyarakat.
Kegiatan penelitian ini dalam jangka waktu lima bulan terhitung mulai
bulan Maret 2016 sampai dengan Agustus 2016. Penelitian ini meliputi
penyusunan penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi,
pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji
petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Pengambilan data lapang
dilakukan terhitung selama 2 bulan, yaitu bulan Maret 2016 hingga April 2016.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan sumber data yang berasal dari responden dan
juga informan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif
adalah kuesioner. Kuesioner berisi beberapa variabel yaitu karakteristik peserta,
kesesuaian program, tingkat partisipasi, serta kemanfaatan program. Sementara
itu, data kualitatif dari informan diperoleh melalui wawancara mendalam yang
juga digunakan untuk menyempurnakan perolehan informasi dari kuesioner.
Topik wawancara mendalam meliputi bagaimana karakteristik program CSR yang
dilaksanakan oleh PT Holcim Indonesia Tbk di antaranya termasuk bagaimana
kesesuaian program, tingkat partisipasi penerima program, dan manfaat yang
dihasilkan program.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara survei,
22
observasi, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden
maupun informan melalui panduan pertanyaan wawancara untuk mendapatkan
data mengenai kesesuaian program, tingkat partisipasi, dan kemanfaatan program.
Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor desa dan kantor
kecamatan untuk mendapatkan data mengenai penduduk dan monografi desa,
serta data peserta program pemberdayaan ekonomi dari PT Holcim Indonesia
Tbk. Jenis dan metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis dan metode pengumpulan data
No. Data yang dibutuhkan Metode
1. Peta dan data monografi
Desa
Data Sekunder: Sumber data dari kantor Desa
Kembang Kuning berupa Profil Desa
2. Warga yang ikut menjadi
peserta program CSR
Data Sekunder: Koperasi Wanita Mandiri
berupa Data Anggota
3. Kesesuaian Program
Data Primer: Sumber data dari wawancara
kepada responden (Warga Desa Kembang
Kuning yang menjadi peserta program CSR)
menggunakan panduan kuesioner melalui
wawancara
4. Tingkat Partisipasi
Masyarakat
Data Primer: Sumber data dari wawancara
kepada responden (Warga Desa Kembang
Kuning yang ikut dalam Program CSR)
menggunakan panduan kuesioner melalui
wawancara
5. Kemanfaatan Program
Data Primer: Sumber data dari wawancara
kepada responden (Warga Desa Kembang
Kuning yang menjadi peserta program CSR)
menggunakan panduan kuesioner melalui
wawancara
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Subyek pada penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu responden dan
informan. Responden dalam penelitian ini ialah peserta program pemberdayaan
ekonomi oleh CSR PT Holcim Indonesia yang merupakan anggota Koperasi
Wanita Mandiri di Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten
Bogor. Informan merupakan pihak fasilitator CSR PT Holcim Indonesia Tbk,
masyarakat atau stakeholders terkait.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim di Desa Kembang Kuning. Unit analisis yang digunakan
ialah individu. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling atau sampel acak sederhana yaitu sampel diambil sedemikian rupa
sehingga setiap unit responden dalam populasi memiliki kesempatan yang sama
untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi 2012). Pemilihan
responden tersebut ditentukan melalui kerangka sampling dengan menggunakan
software Microsoft Excel 2007, kemudian jika terdapat calon responden yang
23
menolak diwawancarai, akan digantikan dengan sisa populasi yang ada. Peneliti
hanya mengambil sebanyak 30 responden yang merupakan peserta program
pemberdayaan ekonomi di Desa Kembang Kuning, karena populasi bersifat
homogen dan tidak terlalu tersebar secara geografis.
Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan dengan
teknik bola salju (snowball sampling) dengan jumlah yang tidak ditentukan.
Penetapan informan dengan teknik ini memungkinkan perolehan data dari satu
informan ke informan lainnya sehingga jika pertambahan informasi tidak lagi
menghasilkan pengetahuan baru, maka pencarian informasi akan diberhentikan.
Penetapan informan ini dilakukan dengan menentukan orang-orang tertentu yang
mengetahui mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya program
pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk di lokasi penelitian. Informan
kunci yang dipilih ialah pihak officer community relations PT Holcim Indonesia
Tbk.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner dan
pertanyaan terstruktur sebagai pedoman wawancara mendalam. Data kuesioner
yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
pertama menanyakan mengenai kesesuaian program yang mencakup materi,
metode, media, waktu pelaksanaan, dan lokasi pelaksanaan program. kemudian
yang kedua ialah tingkat partisipasi pada setiap tahapannya yaitu tahap
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil. Terakhir ialah
kemanfaatan program yang mencakup kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan
sosial program. Setelah seluruh data diperoleh, kemudian diolah menggunakan
software Microsoft Excel 2007 dan software SPSS (Statictical Program for Social
Sciences) for Windows versi 20.0. Tahap pertama yang dilakukan ialah
pengkodean data indikator masing-masing variabel, kemudian dilakukan
perhitungan persentase jawaban responden dalam bentuk tabel frekuensi dan juga
dilakukan uji reliabilitas (Lampiran 1). Software SPSS digunakan untuk mengukur
data kuantitatif dengan uji korelasi Rank Spearman yang digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal
dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal (Lampiran 2 dan
Lampiran 3).
Hubungan antara kesesuaian program dengan tingkat partisipasi disajikan
menggunakan tabulasi silang. Berikut hipotesis hubungan kedua hubungan
variabel tersebut:
H0 = tidak terdapat hubungan positif antara kesesuaian program dengan
tingkat partisipasi.
H1 = terdapat hubungan positif antara kesesuaian program dengan
tingkat partisipasi.
Data yang diperoleh tentang hubungan kedua variabel tersebut kemudian
digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Hubungan antara tingkat partisipasi dengan kemanfaatan program
memiliki hipotesis sebagai berikut:
24
H0 = tidak terdapat hubungan positif antara tingkat partisipasi dengan
kemanfaatan program.
H1 = terdapat hubungan positif antara tingkat partisipasi dengan
kemanfaatan program.
Data yang diperoleh tentang hubungan kedua variabel tersebut kemudian
digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Aturan nilai dalam menentukan lemah atau kuatnya hubungan adalah jika
0,00 maka tidak terdapat hubungan, jika 0,01-0,09 berarti terdapat hubungan yang
kurang berarti, jika 0,10-0,29 maka hubungannya lemah, 0,30-0,49 berarti
hubungan yang moderat, jika 0,50-0,69 maka terdapat hubungan yang kuat, jika
0,70-0,89 terdapat hubungan yang kuat, dan jika >0,9 maka hubungan antar
variabel tersebut mendekati sempurna.
Data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan catatan
tematik (Lampiran 4) digunakan sebagai data pendukung hasil penelitian
kuantitatif. Data kualitatif didapatkan dengan cara mereduksi hasil wawancara
mendalam dengan para responden dan informan.
Definisi Operasional
Definisi Operasional Kesesuaian Program
Kesesuaian program ialah program terhadap pemenuhan kebutuhan dan
peningkatan akses pelayanan bagi peserta program berdasarkan kemampuan dan
potensi lokal (Hilarius dan Prayogo 2012). Kesesuaian program diukur melalui
empat faktor pendukung efektivitas program, yaitu: metode, materi, media, serta
waktu dan lokasi. Dalam Tabel 5 faktor tersebut ditinjau pula dengan prinsip-
prinsip penerapan CSR dalam ISO 26000. Keterangan penilaian berikut dengan
skor:
Rendah: penghitungan skor X ≤
SD
Sedang: penghitungan skor
SD< X <
SD
Tinggi: X ≥
SD
Tabel 5 Definisi Operasional Kesesuaian Program
Variabel Definisi Operasional Skala
Ukur
Materi Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan
program yang diukur melalui segala sesuatu yang
disampaikan dalam kegiatan program yang
menyangkut ilmu atau teknologi dengan
memperhatikan prinsip penerapan CSR dalam ISO
26000
Ordinal
Metode Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan
program yang diukur melalui teknik pendekatan
maupun pelaksanaan program dengan memperhatikan
prinsip penerapan CSR dalam ISO 26000
Ordinal
Media Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan Ordinal
25
program yang diukur melalui alat bantu yang
digunakan untuk menyampaikan materi selama
program berlangsung dengan memperhatikan prinsip
penerapan CSR dalam ISO 26000
Waktu
Pelaksanaan
Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan
program yang diukur melalui ketepatan jadwal
pelaksanaan program dengan memperhatikan prinsip
penerapan CSR dalam ISO 26000
Ordinal
Lokasi
Pelaksanaan
Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan
program yang diukur melalui kemudahan lokasi
pelaksanaan program dengan memperhatikan prinsip
penerapan CSR dalam ISO 26000
Ordinal
Definsi Operasional Tingkat Partisipasi
Partisipasi masyarakat ialah tingkat keterlibatan oleh sasaran dalam suatu
program. Nasdian (2014) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif
diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka
sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme)
dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Tingkat partisipasi
diukur melalui tingkatan partisipasi oleh Arnstein (2007) menjadi 8 tingkatan
dengan 3 kategori yaitu non-partisipasi, tokenism, dan citizen power pada setiap
tahapan program. Lebih jelas dapat pada Tabel 6.
Tabel 6 Definisi Operasional Tingkat Partisipasi
Variabel Definisi Indikator Pengukuran Skala
Ukur
Perencanaan Keikutsertaan responden
dalam mengikuti kegiatan
perencanaan program yang
diukur menggunakan
Delapan tangga partisipasi
(Arnstein, 2007) yaitu,
manipulation, therapy,
informing, consultation,
placation, partnership,
delegated power, dan citizen
control.
a. Rendah: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 1 dan 2
b. Sedang: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 3 sampai
5
c. Tinggi: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 6 sampai
8
Ordinal
Pelaksanaan Keikutsertaan responden
dalam pelaksanaan kegiatan
program yang diukur
menggunakan Delapan
tangga partisipasi (Arnstein,
2007) yaitu, manipulation,
therapy, informing,
consultation, placation,
a. Rendah: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 1 dan 2
b. Sedang: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 3 sampai
Ordinal
26
partnership, delegated
power, dan citizen control.
5
c. Tinggi: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 6 sampai
8
Evaluasi Keikutsertaan responden
dalam memantau setiap
kegiatan CSR perusahaan
yang diukur menggunakan
Delapan tangga partisipasi
(Arnstein, 2007) yaitu,
manipulation, therapy,
informing, consultation,
placation, partnership,
delegated power, dan citizen
control.
a. Rendah: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 1 dan 2
b. Sedang: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 3 sampai
5
c. Tinggi: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 6 sampai
8
Ordinal
Menikmati
Hasil
Keikutsertaan responden
dalam memanfaatkan setiap
hasil kegiatan CSR
perusahaan yang diukur
menggunakan Delapan
tangga partisipasi (Arnstein,
2007) yaitu, manipulation,
therapy, informing,
consultation, placation,
partnership, delegated
power, dan citizen control.
a. Rendah: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 1 dan 2
b. Sedang: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 3 sampai
5
c. Tinggi: jika
responden
menjawab pada
tingkatan 6 sampai
8
Ordinal
Definisi Operasional Kemanfaatan Program
Kemanfaatan program ialah seluruh hasil atau keluaran dari
dilaksanakannya suatu program. Keterangan penilaian berikut dengan skor:
Rendah: penghitungan skor X ≤
SD
Sedang: penghitungan skor
SD< X <
SD
Tinggi: X ≥
SD
Secara ekonomi, diukur dari peningkatan kualitas sarana dan prasarana,
kemandirian masyarakat secara ekonomis, dan peningkatan peluang ekonomi
masyarakat. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7.
27
Tabel 7 Definisi Operasional Kemanfaatan Ekonomi Program
Indikator Definisi Skala
Ukur
Pertambahan
Kualitas Sarana dan
Prasarana
Perbaikan jumlah, mutu, atau apapun terkait
segala bentuk jenis fasilitas fisik maupun
nonfisik yang mendukung pelaksanaan
kegiatan.
Ordinal
Kemandirian
Ekonomi
Bertambahnya kemampuan masyarakat dalam
mengelola perekonomiannya sendiri melalui
pertambahan pengetahuan dan pengembangan
keterampilan.
Ordinal
Kualitas Hidup Kondisi kehidupan masyarakat setelah
mengikuti program serta pengetahuan dan
keterampilan yang didapatkan dan
keberlanjutannya.
Ordinal
Sementara itu, kemanfaatan program secara sosial diukur dari frekuensi
gejolak sosial, kualitas hubungan masyarakat dan perusahaan, dan kepuasan
masyarakat. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Definisi Operasional Kemanfaatan Sosial Program
Variabel Definisi Skala Ukur
Frekuensi Gejolak
Sosial
Kondisi masyarakat dimana terjadinya
perselisihan yang melibatkan lapisan
masyarakat dan disebabkan oleh masalah
tertentu seperti masalah ekonomi, sosial,
dan individual dan mempengaruhi
keamanan di desa.
Ordinal
Kualitas Hubungan
Masyarakat dan
Perusahaan
Tingkat baik atau buruknya interaksi
timbal balik antara masyarakat dengan
perusahaan.
Ordinal
Kepuasan
Masyarakat
Terpenuhinya harapan dan keinginan
masyarakat melalui dilaksanakannya
program CSR oleh perusahaan.
Ordinal
28
29
PROFIL LOKASI PENELITIAN
PT Holcim Indonesia Tbk
Sejarah PT Holcim Indonesia Tbk
Saat ini, PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen ketiga
terbesar di Indonesia dengan core business yang terintergrasi dengan penyediaan
10 jenis semen, beton, dan produksi agregat. PT Holcim Indonesia Tbk
mengoperasikan tiga pabrik semen yang terletak di Narogong, Jawa Barat, di
Cilacap, Jawa Tengah, Tuban 1 di Jawa Timur dan fasilitas penggilingan semen di
Ciwandan, Banten dengan total kapasitas gabungan per tahun 11 juta ton semen.
Kami mengoperasikan banyak batching plant beton, dua tambang dan jaringan
logistik lengkap yang mencakup pula gudang dan silo.
Pada awalnya, PT Holcim Indonesia Tbk memiliki nama PT Semen
Cibinong, perusahaan swasta yang didirikan pada tanggal 15 Juni 1971 dan
memiliki produk andalan bernama Semen Kujang. Pada tahun 1973, unit
pertamanya yang berlokasi di Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor
dibangun dan mulai beraktifitas pada tahun 1975.
Seiring perkembangannya, pada 10 Agustus 1977 PT Semen Cibinong
menjadi perusahaan produsen semen yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek
Jakarta yang kemudian pada setahun kemudian juga terdaftar di Bursa Efek
Surabaya. Perluasan perusahaan dilakukan dengan melakukan akuisisi atas
mayoritas saham PT Semen Nusantara Cilacap pada tahun 1993 dan pembelian
100 persen atas saham PT Semen Dwima Agung pada tahun 1995.
Awal mula pergantian nama PT Semen Cibinong menjadi PT Holcim Tbk
Indonesia ialah ketika Grup Holcim resmi menjadi pemegang dan pengawas
saham mayoritas PT Semen Cibinong. Sebesar 77,3 persen saham perusahaan
tersebut dimiliki oleh Group Holcim.
Group Holcim merupakan produsen semen, agregat, beton jadi dan aspal
secara global yang terkemuka beserta jasa layanan pendukunganya. Group Holcim
berdiri pada tahun 1912, yang berhubungan dengan konstruksi sebuah pabrik
semen di Holderbank, Switzerland. Pada awal tahun 1920, Holcim berinvestasi
secara selektif di Eropa dan Negara-negara lain. Saat ini, Group Holcim telah
beroperasi di lebih dari 70 negara di seluruh benua dan mempekerjakan kurang
lebih 90.000 karyawan.
Mayoritas saham Group Holcim atas PT Semen Cibinong membuat
perusahaan tersebut masuk menjadi salah satu bagian dari Group Holcim. Pada 1
Januari 2006 nama PT Holcim Indonesia Tbk resmi menggantikan PT Semen
Cibinong. Komitmen perusahaan atas kualitas produksi dan profesionalisme
terbukti melalui sertifikasi internasional yang diberikan oleh SGS (Societe
Generale de Surveillance) bidang Sistem Mutu atau ISO 9002 serta bidang
Sistem Manajemen Lingkungan atau ISO 14001 untuk Pabrik Narogong dan
Cilacap. Prestasi tersebut merupakan suatu yang membanggakan bagi PT Holcim
Indonesia Tbk karena PT Holcim Indonesia Tbk telah menjadi perusahaan
pertama di Group Holcim Asia Pasifik yang memperoleh sertifikasi berbasis
internasional.
30
Prestasi membanggakan lain yang dicapai oleh PT Holcim Indonesia Tbk
ialah mendapatkan penghargaan pencapaian terbaik di Hewlett Packard di bidang
teknologi informasi dan juga penghargaan medali emas untuk Kendali Mutu di
Konvensi Mutu Indonesia pada tahun 2000.
Visi dan Misi Perusahaan PT Holcim Indonesia Tbk
PT Holcim Indonesia Tbk ialah salah satu perusahaan di sektor industri
bahan bangunan dan menyediakan solusi yang mengandalkan produk inovatif,
dengan strategi usaha yang bertumpu pada pembangunan berkelanjutan.
Perusahaan ini memiliki visi dan misi yang dilakukan berdasarkan nilai yang
mereka anut. Nilai-nilai tersebut di antaranya ialah menjalin kekuatan yang
berdasarkan kemitraan, kinerja yang tercermin dari pemenuhan janji, dan
semangat yang terwujud dalam kepedulian
Visi dari perusahaan ini ialah untuk membangun solusi yang berkelanjutan
bagi masa depan masyarakat. Sementara misi dari perusahaan ini ialah perusahaan
ini akan berusaha untuk terus tumbuh menjadi perusahaan yang bermanfaat bagi
para pemangku kepentingannya melalui penyediaan solusi pembangunan
berkelanjutan bagi masing-masing segmen pelanggan, peduli akan keselamatan
kerja dan kelestarian lingkungan, serta mengembangkan kemampuan karyawan,
melakukan inovasi untuk menjadi yang terbaik dan membentuk jaringan yang
terpadu.
Struktur Organisasi
PT Holcim Indonesia Tbk dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang
membawahi 7 direktur masing-masing bidang, yaitu Direktur Keuangan, Direktur
RMX dan Agregat, Direktur Sumber Daya Manusia, Direktur Independen dan
Sekretaris Perusahaan, Direktur Manufaktur, Direktur Pemasaran, dan Direktur
Rantai Pasok. Selain itu, terdapat bidang CEO perusahaan yang membawahi di
antaranya ialah Pembangunan Berkelanjutan dan CSR (Community Relations)
yang mengurusi bidang hubungannya dengan masyarakat . Struktur organisasi PT
Holcim Indonesia Tbk dapat dilihat pada Gambar 3.
CSR PT Holcim Indonesia Tbk
PT Holcim Indonesia Tbk sebagai perusahaan terkemuka dalam
memproduksi semen, beton, dan agregat berkomitmen untuk melakukan
pembangunan yang berkelanjutan demi menjamin kemampuan generasi yang akan
datang. Bentuk komitmen tersebut ialah melalui peningkatan kinerja lingkungan
hidup secara berkesinambungan dalam memproduksi dan juga membantu
menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat.
Falsafah triple-bottom line; pembangunan berkelanjutan di bidang
ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial menjadi prinsip penting yang diterapkan
oleh PT Holcim Indonesia Tbk agar manfaat dari keberadaan perusahaan dapat
dirasakan pemangku kepentingan yang juga termasuk masyarakat. Falsafah
tersebut sudah terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan sehingga menjadi
dasar pelaksanaan CSR bagi PT Holcim Indonesia Tbk.
31
Sumber: Annual Report, 2014.
Gambar 3 Struktur Organisasi PT Holcim Indonesia Tbk
Motivasi perusahaan dalam melakukan kegiatan tanggungjawab sosial
ialah selain sebagai bentuk kompensasi atas eksternalitas yang dihasilkan oleh
aktivitas perusahaan namun juga untuk melakukan ketertiban sosial, yaitu dengan
berupaya mewujudkan perusahaan yang bermanfaat bagi pemangku kepentingan
dari semua kalangan. PT Holcim juga selalu berupaya untuk memberikan
kontribusi kepada masyarakat yaitu dengan melibatkan masyarakat secara
berkesinambungan dalam setiap programnya. Tidak hanya melibatkan
masyarakat saja, tetapi PT Holcim juga memberikan pendanaan dan juga
pemberdayaan bagi masyarakat. Kemudian, dalam menyusun program
Community
Relations
Keamanan
Komunikasi
Hubungan Pemerintahan
Perencanaan Strategi dan Resiko
Bisnis
Pembangunan
Berkelanjutan dan
CSR
Community
Relations
Presiden
Direktur
Dewan
Komisaris
CEO
Direktorat
Keuangan
Direktorat RMX
dan Agregat
Direktorat Sumber
Daya Manusia
Direktorat Independen dan
Sekretaris Perusahaan
Direktorat
Manufaktur
Direktorat Pemasaran
Direktorat Rantai Pasok
32
pemberdayaan masyarakat, PT Holcim selalu mempertimbangkan masukan warga
di sekitar unit kerjanya, yaitu pihak yang langsung merasakan manfaat program
(Holcim Special Report, 2013).
Selain itu, terdapat juga enam pilar kebijakan CSR perusahaan (Green
Industry Presentation, 2010) yang dianut oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Salah
satunya ialah keterlibatan masyarakat, yaitu identifikasi atas kebutuhan
masyarakat yang dilanjutkan dengan memberdayakan masyarakat dengan tujuan
untuk meningkatkan pendidikan, ekonomi, serta sosial dan budaya.
Pelaksanaan CSR oleh PT Holcim Indonesia dilakukan oleh Departemen
Community Relations yang dibawahi CEO Perusahaan. Saat ini, Departemen
Community Relations memfokuskan kegiatannya pada beberapa pilar kegiatan,
yaitu:
1) Infrastruktur: mencakup kegiatan pembuatan jalan, bantuan untuk material
pembuatan drainase, pembangunan kantor desa, gedung sekolah, dan
sarana prasarana umum lainnya. Kegiatan yang termasuk pada program
pilar infrastruktur ialah di antaranya pembeton-an jalan setapak,
pembangunan gedung sekolah dan juga fasilitas lainnya.
2) Pemberdayaan Ekonomi: mencakup pelaksanaan kegiatan dana bergulir
untuk usaha masyarakat yang bertujuan untuk memberdayakan dengan
menyesuaikan potensi yang dimiliki masyarakat setempat.
3) Pendidikan: mencakup pemberian dana beasiswa untuk pendidikan bagi
warga desa mitra perusahaan yang tergolong kurang mampu untuk
melanjutkan pendidikan SD, SMP, maupun SMA.
4) Kesehatan: mencakup pemberian penyuluhan kesehatan, pemberian dana
posyandu, dan penyelenggaraan kegiatan kesehatan skala kecamatan.
5) Sosial: mencakup bantuan sosial, penyuluhan-penyuluhan, pelatihan, dan
pemberian dana santunan. Pilar ini merupakan bukti bahwa PT Holcim
Indonesia Tbk memperhatikan bagaimana kehidupan sosial maysarakat
sekitarnya. Kegiatan yang termasuk didalamnya ialah pemberian bantuan
kepada rumah tangga miskin, pemberian hewan qurban dan sembako.
Prestasi membanggakan yang dicapai oleh PT Holcim Indonesia di
antaranya ialah penghargaan Green Proper Award atas kinerja lingkungan dan
CSR yang baik dari Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2009. Selain
penghargaan, banyak juga bentuk kerjasama yang dilakukan PT Holcim Indonesia
Tbk dengan perusahaan maupun pemerintahan baik nasional maupun
internasional dengan tujuan kehidupan yang lebih baik.
Program Pemberdayaan Ekonomi
Program kemitraan dengan lembaga sekitar masyarakat yang dilakukan
oleh CSR PT Holcim Indonesia Tbk merupakan salah satu program yang
dijalankan oleh Departemen Community Relations pada pilar program
pemberdayaan ekonomi. Program pemberdayaan ekonomi ini memang ditujukan
kepada masyarakat sekitar Pabrik Narogong dalam mengupayakan peningkatan
perekonomiannya.
Program pemberdayaan ekonomi sengaja ditujukan kepada lembaga-
lembaga atau kelompok-kelompok yang ada di masyarakat dengan tujuan agar
manfaat yang didapat kemudian dapat digunakan secara bersama. Kelompok-
33
kelompok tersebut pada awalnya diidentifikasi terlebih dahulu mengenai potensi
maupun kebutuhannya, kemudian jika memang sesuai dengan kriteria yang
dimiliki oleh PT Holcim Indonesia Tbk maka kemudian dibentuk hubungan
kemitraan di antara pihak perusahaan dengan lembaga atau kelompok tersebut.
Program pemberdayaan ekonomi sudah berlangsung dan memberikan
manfaat bagi masyarakat, di antaranya ialah Kelompok Swadaya Membangun
Bersama (KSMB) yaitu kemitraan antara kelompok-kelompok di masyarakat
dengan perusahaan dan termasuk di dalamnya kemitraan dengan Koperasi Wanita
Mandiri, Posdaya, dan yang paling baru ialah Galeri Sampireun di mana
masyarakat bisa menjual hasil keterampilan maupun hasil usahanya di sebuah
tempat yang telah disediakan oleh CSR PT Holcim Indonesia Tbk.
Koperasi Wanita Mandiri
Koperasi Wanita Mandiri (Kopwama) nmerupakan suatu bentuk koperasi
simpan pinjam yang dilakukan oleh anggota PKK di Kampung Narogong, Desa
Kembang Kuning. Kopwama merupakan suatu lembaga keuangan bukan bank
yang memberikan pelayanan berupa penghimpunan dana oleh masyarakat dan
penyaluran kembali melalui bentuk pinjaman kepada anggota dalam rangka
pengembangan ekonomi mikro.
Anggota PKK di Kampung Narogong sepakat untuk menjalani Kopwama
sejak tahun 2012 yang dibina oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Koperasi ini
didirikan pada tanggal 9 Juli 2012 dengan anggota sekitar 60 orang. Kopwama
memiliki jadwal buka yaitu setiap hari senin, rabu dan jumat di kantor yang juga
digunakan sebagai tempat pelaksanaan posyandu, berlokasi tepat di belakang
kantor Kecamatan Klapanunggal. Jumlah anggota yang tercatat saat ini ialah
mencapai 148 orang yang juga merupakan anggota PKK. Saat ini, Kopwama
dipimpin oleh Susilo Setyawati. Pada Gambar 4 disajikan bagan struktur
organisasi Koperasi Wanita Mandiri.
Sumber: Kopwama
Gambar 4 Struktur organisasi Koperasi Wanita Mandiri
Ketua
Pembina:
PT Holcim Pengawas
Wakil Ketua
Sekretaris Bendahara
Anggota
34
Kegiatan yang dilakukan oleh Kopwama banyak dilakukan sekaligus
dengan acara PKK, di antaranya ialah: pelatihan, arisan, pertunjukkan
keterampilan tiap bulannya, pengajian rutin, serta pelaksanaan posyandu yang
dibina pula oleh PT Holcim Indonesia Tbk.
Teknis pelaksanaan Kopwama ialah pertahunnya diakhiri dengan tutup
buku dan penghitungan Sistem Hasil Usaha (SHU) di bulan Desember, namun
sejak 2015 dirubah menjadi persepuluhbulan, yang diakhiri di bulan Oktober.
Pada saat tutup buku, pengurus melakukan penghitungan untung yang terdiri dari
untung kotor dan untung bersih. Untung kotor masih belum dipotong oleh biaya
sarana dan prasarana seperti alat tulis kantor, biaya listik, biaya air, dan lainnya.
Untung bersih merupakan untung yang keuntungan bersih yang diperoleh
koperasi atas hasil administrasi dan dapat dibagikan ke seluruh anggota. Besarnya
jumlah SHU yang diterima anggota, dihitung berdasarkan keseringan anggota
dalam melakukan penyimpanan dan peminjaman.
Peminjaman hanya boleh dilakukan oleh anggota koperasi saja, sehingga
untuk melakukan simpan pinjam harus melakukan pendaftaran ke kantor untuk
melakukan administrasi dan pembayaran awal sebesar Rp. 100.000,- sebagai
simpanan pokok yang kemudian dilanjutkan dengan simpanan wajib sebesar Rp.
10.000,- perbulannya. Dana tersebut bisa ditarik kembali oleh anggota jika
anggota tersebut berhenti menjadi anggota Kopwama.
Syarat yang diperlukan untuk melakukan peminjaman di Kopwama tidak
menyulitkan, yaitu sudah terdaftar menjadi anggota dan memiliki tabungan
minimal Rp. 500.000,- dan Rp. 100.000,- sebagai deposit. Proses pencairan
tergantung dengan availabilitas dana, namun tidak membutuhkan waktu yang
lama. Pembayaran dilakukan dengan melakukan cicilan 5 kali dalam jangka
waktu sampai tutup buku (Oktober) namun jika ada yang mengalami kesulitan
ekonomi bisa diperbanyak menjadi 10 kali cicilan.
Manajemen yang dilakukan oleh pengurus ialah hanya dengan melakukan
pencatatan pada umumnya, namun untuk memberikan pinjaman pengurus
melakukan analisis terlebih dahulu yaitu dengan melihat sejarah penyimpanannya.
Pada awalnya, anggota Kopwama merupakan bagian dari anggota PKK Kampung
Narogong yang sudah terbentuk sejak tahun 1987. Kegiatan simpan pinjam juga
sudah dilakukan sebagai bagian dari kegiatan rutin bulanan anggota PKK yaitu
UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga) dengan modal awal hanya
sejumlah 200 ribu rupiah.
Pada tahun 2012, PT Holcim Indonesia Departemen Community Relations
mengajak anggota PKK untuk menjadi mitra binaannya, sehingga dibentuklah
Koperasi Wanita Mandiri yang pada tahun pertamanya mencapai keuntungan
sekitar 16,5 juta rupiah. Proses pembentukan koperasi sepenuhnya dibantu oleh
Holcim, mulai dari registrasi hukum, pelatihan administrasi maupun manajemen
operasionalnya, hingga pendanaan. Pendanaan yang Holcim berikan kepada
Kopwama sebesar 15 juta rupiah ditambah dengan keuntungan awal yang didapat
dari UP2K, Kopwama berjalan dengan lancar dari awal hingga sekarang sudah
mencapai keuntungan sekitar 60 juta rupiah.
Bentuk kerjasama yang diberikan oleh perusahaan ialah berupa dana serta
bermacam pelatihan yang bertujuan untuk mendidik anggota. Pelatihan yang
dilakukan pada awalnya yaitu pengenalan kepada seluruh anggota mengenai
koperasi dan cara kerjanya, kemudian pelatihan manajemen koperasi yang baik
35
dan benar, serta bermacam pelatihan lain yang bertujuan untuk mengembangkan
usaha mikro masyarakat. Program ini berlangsung sejak sebelum koperasi
didirikan yaitu sekitar tahun 2012 dan berkelanjutan hingga tahun 2014, meskipun
begitu pendanaan bergulir dan pemantauan tetap dilakukan pihak PT Holcim
Indonesia Tbk hingga sekarang.
Profil Desa Kembang Kuning
Desa Kembang Kuning merupakan salah satu desa yang terletak di
wilayah Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa
Kembangkuning memiliki luas 546,7 Ha yang terdiri atas tiga wilayah dusun,
yaitu Dusun Narogong, Dusun Kembangkuning, dan Dusun Tegal dengan jumlah
7 RW dan 25 RT.
Desa ini berbatasan dengan beberapa desa lainnya di Kecamatan
Klapanunggal di antaranya yaitu Desa Klapanunggal dan Desa Nambo, dan juga
berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri. Jumlah penduduk Desa Kembang
Kuning sampai dengan bulan November 2015 tercatat 13.446 jiwa dan jumlah
KK sebanyak 3.827. Jumlah penduduk desa tersebut terdiri atas jumlah laki-laki
sebanyak 6.599 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 6.847 jiwa.
Menurut Rogovsky (2000) terdapat beberapa manfaat dari keterlibatan di
antara perusahaan dan masyarakat yaitu di antaranya memberikan keamanan yang
lebih besar, infrastruktur dan lingkungan sosial-ekonomi yang baik, serta dapat
memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Saat ini mayoritas penduduk
memiliki mata pencaharian sebagai pegawai swasta yaitu sejumlah 2.520 jiwa dan
buruh pabrik sejumlah 1.870 jiwa. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa manfaat
tersebut cukup menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Secara umum kondisi sosial politik serta ketentraman dan ketertiban di
wilayah Desa Kembang Kuning cukup kondusif, didukung dengan jumlah Linmas
yang sudah mencapai 50 orang dari tahun 2009 hingga 2015. Aspirasi masyarakat
terkait dunia politik maupun mengenai regulasi dapat tersalurkan dengan baik
kepada pihak pemerintah desa (Profil Desa Kembang Kuning, 2015).
Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Kembang Kuning di antaranya
ialah sarana pemerintahan desa, sarana perhubungan seperti jalanan yang dibeton
yang juga terdapat bantuan dari PT Holcim Indonesia Tbk, sarana pendidikan,
sarana kesehatan, sarana peribadatan, fasilitas perekonomian, serta sarana maupun
prasarana lainnya.
Desa Kembangkuning merupakan salah satu desa yang menjadi mitra PT
Holcim Indonesia Tbk Pabrik Narogong. Desa Kembangkuning berbatasan
langsung dengan lingkungan perusahaan sehingga termasuk pada ring 1 dalam
kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan oleh Departemen
community relations.
Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini ialah anggota Kopwama yang aktif pada
tahun pertama Kopwama didirikan hingga saat ini sehingga mereka terlibat dalam
seluruh kegiatan program pemberdayaan ekonomi yang intens pada tahun 2012
hingga tahun 2014. Responden pada penelitian ini berjumlah 30 orang, dengan
36
karakteristik yaitu merupakan anggota Ibu-Ibu PKK Kampung Narogong Desa
Kembang Kuning sehingga usia responden termasuk dewasa. Peneliti
mengkategorikan usia berdasarkan usia kronologis selama rentang atau siklus
kehidupan manusia, yaitu usia 18-30 tahun (masa dewasa awal), usia 31-55 tahun
(masa dewasa pertengahan), usia ≥56 tahun (masa dewasa tua). Jumlah dan
persentase anggota berdasarkan usia pada program pemberdayaan ekonomi dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut usia pada program
pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning
tahun 2016
Usia Responden Jumlah (Orang) Persentase (%)
18-30 tahun 0 0,0
31-55 tahun 22 73,3
≥56 tahun 8 26,7
Total 30 100.0
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebaran usia anggota Kopwama berada pada
kategori 31-55 tahun, yakni 22 orang dengan persentase 73,3 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa partisipan program termasuk kategori usia masa dewasa
pertengahan. Usia tersebut merupakan usia di mana masa-masa produktif manusia
untuk bekerja. Pekerjaan anggota Kopwama yang menjadi responden pada
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut usia pada program
pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Jenis Pekerjaan
Responden
Jumlah (Orang) Persentase (%)
Guru 3 10,0
Ibu Rumah Tangga 21 70,0
Officer Holcim 1 3,3
Pembantu Rumah
Tangga
1 3,3
Pedagang/Buka Usaha 4 13,3
Total 30 100.0
Pada Tabel 10 diketahui bahwa mayoritas dari anggota Kopwama yang
menjadi responden pada penelitian ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga
dengan jumlah 21 orang atau 70,0 persen. Kemudian selain itu ada juga anggota
yang berprofesi sebagai guru, officer dari PT Holcim Indonesia Tbk, pembantu
rumah tangga (PRT), dan pedagang atau membuka usaha.
37
KESESUAIAN PROGRAM, TINGKAT PARTISIPASI, DAN
KEMANFAATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
Bab ini menguraikan tentang bagaimana kesesuaian program
pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk, serta tingkat partisipasi dan
juga manfaatnya pada Koperasi Wanita Mandiri di Desa Kembang Kuning.
Kesesuaian program ditinjau melalui empat faktor pendukung efektivitas
penyuluhan oleh Setiana (2005). Bab ini juga membahas mengenai tingkat
partisipasi yang dilihat pada tiap tahapan program menurut Cohen dan Uphoff
(1977) yang terdiri dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi,
serta tahap pemanfaatan hasil berdasarkan tipologi tangga partisipasi Arnstein
(2007) yaitu non-participation, degrees of tokenism, dan degrees of citizen
control. Selanjutnya, pada bab ini juga dibahas mengenai kemanfaatan program,
yang ditinjau melalui indikator keberhasilan program pemberdayaan ekonomi
oleh Wibisono (2007).
Tingkat Kesesuaian Program Pemberdayaan Ekonomi
Kesesuaian program pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
seberapa sesuai program binaan oleh pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia Tbk terhadap kebutuhan dan potensi masyarakat, yaitu anggota
Kopwama. Kesesuaian program merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi
efektivitas program menurut Hilarius dan Prayogo (2012). Kesesuaian program
diukur melalui daftar pertanyaan yang tersusun dalam bentuk kuesioner. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, variabel ini ditinjau menggunakan 5 indikator
pendukung efektivitas program oleh Setiana (2005) yang di antaranya ialah
materi, metode, media, serta waktu dan lokasi program. Hasil penelitian oleh
Mutmainna (2014) menyatakan bahwa kesesuaian program pada program
pemberdayaan ekonomi lokal tergolong tinggi karena program tersebut telah tepat
sasaran dan sesuai dengan apa yang penerima program butuhkan. Selain itu,
kesesuaian program yang tinggi dalam penelitian Mutmainna (2014) juga
dikarenakan program yang mudah untuk dilaksanakan di kehidupan nyata.
Mayoritas anggota Kopwama merasa bahwa program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk berkesesuaian yang tinggi, dengan alasan
mereka merasa lebih aman jika melakukan simpan pinjam pada Koperasi Wanita
Mandiri yang dibina oleh PT Holcim. Selain merasa aman, anggota lain juga
merasa bahwa untuk melakukan simpan pinjam di Kopwama tidak memerlukan
syarat yang menyulitkan sehingga mudah jika para anggota ingin melakukan
pinjaman untuk modal usaha. Meskipun begitu, terdapat juga masyarakat yang
merasa tidak ada perubahan signifikan dengan dibentuknya koperasi, dengan
alasan bahwa mereka tidak terlalu mengembangkan hasil pinjaman menjadi usaha
melainkan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
38
Materi Program
Materi program yang dimaksudkan ialah segala sesuatu yang disampaikan
dalam seluruh rangkaian kegiatan program. Menurut Setiana (2005) materi yang
baik dalam suatu program adalah yang sesuai dengan kebutuhan sasaran, menarik,
dapat memperbaiki kehidupan, meningkatan pendapatan, dan dapat memecahkan
masalah yang sedang dihadapi oleh sasaran program. Materi pada program
pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia mencakup materi-materi pokok
mengenai manajemen operasional koperasi dan juga materi penunjang lainnya
seperti keterampilan ataupun materi terkait usaha mikro. Jumlah dan persentase
anggota menurut kesesuaian materi program pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian materi
pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Materi Program Jumlah (Orang) Persentase (%)
Rendah 8 26,7
Sedang 4 13,3
Tinggi 18 60,0
Total 30 100,0
Tabel 11 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian
materi program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia. Data
tersebut menunjukkan bahwa kesesuaian materi program termasuk tinggi dalam
program pemberdayaan ekonomi, yaitu sejumlah 60 persen. Penilaian yang tinggi
tersebut ialah karena terdapat anggota yang merasa bahwa materi yang diberikan
saat kegiatan program sudah sesuai dengan kebutuhan maupun potensi yang
dimiliki anggota Kopwama. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu
anggota Kopwama sebagai berikut:
“..materi yang disampaikan itu berkaitan dengan koperasi, kan kita kan
orang awam yah jadi kita tau disitu bahwa koperasi bisa jalan kalo ada
legalitas, dan butuh anggota-anggotanya juga...” (S, 45 tahun)
Anggota merasa bahwa informasi yang disampaikan pada kegiatan dalam
program pemberdayaan ekonomi sesuai dengan tujuan dari Kopwama itu sendiri,
dan merasa bahwa informasi-informasi yang disampaikan dapat berguna baik
secara kelompok maupun individu.
Metode Program
Metode program merupakan cara ataupun teknik yang digunakan
berdasarkan tujuan khusus yang ingin dicapai dari program itu sendiri. Menurut
Setiana (2005) terdapat banyak metode dalam suatu program, di antaranya yaitu
berdasarkan pendekatan sasaran program, teknik komunikasinya, serta indera
partisipan program. Jumlah dan persentase anggota menurut kesesuaian metode
program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 12.
39
Tabel 12 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian metode
pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Metode Program Jumlah (Orang) Persentase (%)
Rendah 9 30,0
Sedang 4 13,3
Tinggi 17 56,7
Total 30 100,0
Tabel 12 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian
metode program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia.
Berdasarkan data tersebut didapatkan bahwa kesesuaian metode pada program ini
termasuk tinggi. Sejumlah 56,7 persen anggota memberikan penilaian yang tinggi
terhadap kesesuaian metode pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia Tbk. Menurut Setiana (2005) metode dalam suatu program baiknya
disesuaikan dengan kebutuhan sasaran program itu sendiri, yaitu dengan cara
mengkombinasikan berbagai metode agar memberi manfaat yang lebih baik
dalam pencapaian tujuannya. Anggota merasa bahwa pendekatan, teknik
komunikasi, maupun metode lain yang digunakan oleh pihak PT Holcim
Indonesia Tbk pada program ini sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Selain itu, metode yang digunakan oleh pihak perusahaan cukup
persuasif sehingga anggota Kopwama bersedia untuk terus terlibat dalam
rangkaian kegiatan program. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu
anggota Kopwama sebagai berikut:
“..caranya Holcim itu bagus, mengajak masyarakat untuk berorganisasi,
awalnya kan kita hanya berbentuk PKK terus tiba-tiba digandeng sama
Holcim ya kita senang, berterima kasih malah. Terus dengan caranya
begitu kita jadi lebih inisiatif sendiri, buka buka internet buat tau tentang
koperasi untuk buka usaha...” (S, 45 tahun)
Media Program
Media yang digunakan dalam suatu program ialah seluruh alat bantu yang
berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan antara penyampai program
dengan sasaran program. Media program digunakan agar informasi atau pesan
yang disampaikan menjadi lebih jelas, nyata, dan mudah dimengerti peserta
program. Pada program pemberdayaan ekonomi, media yang digunakan ialah
berupa gambar yang diproyeksikan, yaitu slide presentation. Jumlah dan
persentase anggota menurut kesesuaian media pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian
media program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia.
Media yang digunakan dalam program yang baik menurut Setiana (2005) ialah
alat bantu yang digunakan harus cocok dengan pesan atau informasi yang akan
disampaikan.
40
Tabel 13 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian media
program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Media Program Jumlah (Orang) Persentase (%)
Rendah 10 33,3
Sedang 7 23,3
Tinggi 13 43,3
Total 30 100,0
Berdasarkan data tersebut didapatkan bahwa terdapat 43,3 persen anggota
memberikan penilaian tinggi terhadap kesesuaian media program karena dianggap
cukup menarik perhatian anggota sehingga anggota lebih memperhatikan apa
yang disampaikan saat kegiatan berlangsung. Selain hal tersebut, dengan sajian
materi dalam bentuk slide presentation media yang digunakan pada program ini
cukup memudahkan materi untuk dipahami sehingga sesuai dengan kebutuhan
maupun kemampuan anggota. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu
anggota Kopwama sebagai berikut:
“..pake proyektor trus pake ada slidenya gitu ya jadi merhatiin sih terus
kan emang jadi lebih ngerti, tapi sayangnya kita ga dapet kertasnya gitu
sih ya, kan diganti slidenya cepet...” (I, 44 tahun)
Waktu Pelaksanaan Program
Waktu pelaksanaan program merupakan jadwal yang digunakan saat
melakukan kegiatan dalam program. Setiana (2005) menyatakan bahwa pada
umumnya masyarakat sudah memiliki jadwal atau waktu rutinan yang dilakukan
pada umumnya pagi hingga sore dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Pemilihan waktu pelaksanaan program baiknya disesuaikan dengan jadwal serta
kebutuhan masyarakat, agar tujuan program dapat dicapai. Jumlah dan persentase
anggota menurut kesesuaian waktu pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi
PT Holcim Indonesia dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian waktu
pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa
Kembang Kuning tahun 2016
Waktu Pelaksanaan
Program Jumlah (Orang) Persentase (%)
Rendah 7 23,3
Sedang 6 20,0
Tinggi 17 56,7
Total 30 100,0
Tabel 14 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian
waktu pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia.
Berdasarkan data tersebut terdapat sebanyak 56,7 persen memberikan penilaian
yang tinggi terhadap kesesuaian waktu pelaksanaan program. Anggota merasa
bahwa pelaksanaan kegiatan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia Tbk dilaksanakanan pada waktu yang sesuai, karena anggota memilih
waktu tersebut atas kesepakatan bersama, sehingga tidak merugikan pihak
41
manapun karena keputusan sepenuhnya berada pada pilihan anggota dan pengurus
Kopwama. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama
sebagai berikut:
“...kumpul gitu mah kita sendiri yang nentuin, jadi maunya hari apa
minggu ke berapa tinggal pilih, trus kalo udah ada tanggalnya mah
tinggal masing-masing ketua kelompoknya kasih tau ke anak buahnya...
(A, 42 tahun)
Lokasi Pelaksanaan Program
Setiana (2005) berpendapat bahwa ada masyarakat yang tidak tinggal
sepenuhnya menetap di desa, sehingga pemilihan tempat pelaksanaan program
seharusnya disesuaikan pula dengan jadwal dan lokasi yang mendukung. Jumlah
dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian lokasi pelaksanaan
program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia dapat dilihat pada Tabel
15.
Tabel 15 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian lokasi
pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa
Kembang Kuning tahun 2016
Lokasi Pelaksanaan
Program Jumlah (Orang) Persentase (%)
Rendah 13 43,3
Sedang 4 13,3
Tinggi 13 43,3
Total 30 100,0
Tabel 15 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian
lokasi pelaksanaan program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia. Berdasarkan data tersebut terdapat sebanyak 43,3 persen memberikan
penilaian yang tinggi terhadap kesesuaian lokasi pelaksanaan program. Anggota
merasa bahwa lokasi pelaksanaan dalam program pemberdayaan ekonomi
dilakukan di tempat yang sesuai dengan kebutuhan, yaitu berada di lokasi yang
dekat dengan perumahan masyarakat seperti yang disebutkan oleh salah satu
anggota sebagai berikut: “...lokasi mah deket neng kan cuma di Club House, deket
tinggal nyebrang...” (I, 44 tahun). Namun berdasarkan data tersebut pula,
sejumlah 43,3 persen anggota memberikan penilaian rendah atas lokasi
pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi. Hal tersebut ialah karena meskipun
lokasi yang ditentukan tergolong dekat dan tidak menyusahkan, namun tempat
yang dipilih untuk menjadi lokasi pelaksanaan pogram terlalu besar sehingga
situasi saat program berlangsung menjadi kurang kondusif. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “...di mana tuh
Club House yah, kegedean neng jadi jauh proyektornya tapi kalo di kantor
koperasi mah kan juga kekecilan yah...” (A, 42 tahun).
42
Tingkat Partisipasi pada Program Pemberdayaan Ekonomi
Tingkat partisipasi pada penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauh
mana keterlibatan anggota Kopwama pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia Tbk. Tingkat partisipasi pada penelitian ini secara garis besar
merujuk pada tahapan partisipasi oleh Cohen dan Uphoff (1977) yakni tahap
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil. Kemudian, pada
setiap tahapan tersebut dilakukan penggolongan tingkatan partisipasi yang
merujuk pada Arnstein (2007) yaitu non-participation, tokenism, dan citizen
power. Penggolongan tersebut diukur melalui daftar pertanyaan yang tersusun ke
dalam kuesioner.
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan pada pelaksanaan program CSR ialah merupakan
tahap pengambilan keputusan pada saat merencanakan kegiatan maupun agenda
yang akan dilakukan pada saat program berjalan. Termasuk didalamnya ialah
penggalian ide, perumusan pilihan, melakukan evaluasi dari tiap pilihan yang ada,
dan pengambilan keputusan atas pilihan tersebut, serta perumusan strategi untuk
melaksanakan pilihan yang telah ditetapkan (Cohen dan Uphoff 1977). Jumlah
dan persentase anggota menurut partisipasinya dalam tahap pelaksanaan program
pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi
tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tahap Perencanaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Non Partisipasi 6 20,0
Tokenisme 4 13,3
Citizen Power 20 66,7
Total 30 100,0
Tabel 16 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut tingkat
partisipasi masyarakat tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi
PT Holcim Indonesia Tbk. Data tersebut menunjukkan bahwa partisipasi
masyarakat pada tahap ini tergolong tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya anggota yang berada pada tingkat partisipasi citizen power yaitu sejumlah
66,7 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggota terlibat secara penuh dan
aktif dalam tahap perencanaan yaitu dengan menghadiri kegiatan program,
menyuarakan pendapat, memberikan saran maupun kritik dan melibatkan dirinya
pada saat pengambilan keputusan. Contohnya ialah ketika diadakan rapat bersama
antara anggota Kopwama dengan pihak pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia Tbk yang membahas perubahan UP2K dari PKK Kampung Narogong
menjadi koperasi anggota dapat menyuarakan pendapat dengan bebas. Hal ini
sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut:
“...mau ngasih saran, kritik atau apa mah bebas sih menyuarakan pendapatnya
ga ada dibatesin atau kayak gak didengar atau apa...” (SS, 56 tahun).
43
Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan bagian yang penting dalam suatu program
yang di dalamnya diperlukan keterlibatan dalam bentuk sumbangan materi,
sumbangan pemikiran, ataupun tindakan sebagai anggota program (Cohen dan
Uphoff 1977). Pelaksanaan pada program mitra binaan koperasi oleh
pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk ialah termasuk pemantauan
kegiatan koperasi tiap bulannya, serta pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada
anggota Koperasi. Jumlah dan persentase anggota menurut partisipasinya pada
tahap pelaksanaan program dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi
tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tahap Pelaksanaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Non Partisipasi 5 16,7
Tokenisme 2 6,7
Citizen Power 23 76,7
Total 30 100,0
Tabel 17 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut tingkat
partisipasi masyarakat tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi
PT Holcim Indonesia Tbk. Partisipasi pada tahap pelaksanaan dapat digolongkan
tinggi, dibuktikan dengan sejumlah 76,7 persen anggota berada pada tingkat
partisipasi citizen power. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggota terlibat secara
penuh dan aktif dalam tahap perencanaan yaitu dengan menghadiri kegiatan
program, menyuarakan pendapat, memberikan saran maupun kritik dan
melibatkan dirinya pada saat pengambilan keputusan. Anggota merasa terlibat
pada setiap kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan, di antaranya ialah
kegiatan rutin bulanan oleh Kopwama dan juga berbagai pelatihan keterampilan
dari PT Holcim. Meskipun begitu, terdapat juga anggota yang tidak mengikuti
kegiatan karena ada halangan atau merasa selalu ikut namun tidak terlalu
melibatkan diri didalam kegiatan tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
salah satu anggota Kopwama yaitu sebagai berikut: “...kalo ada pendapat, saran,
dan lainnya itu pasti dipertimbangin sih sama anggota, bareng-bareng
ditentuin...” (S, 45 tahun).
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap dimana masyarakat atau anggota
program dapat memberikan umpan balik atas pelaksanaan program yang telah
dilaksanakan sebagai masukan bagi pelaksanaan program ke depannya. Pada
program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk, tahap evaluasi
dilakukan setiap tahunnya, sesuai dengan jadwal tutup pembukuan Kopwama
yang dilakukan di akhir tahun. Tahap evaluasi dilakukan dengan melakukan
pelaporan penggunaan dana oleh Kopwama terhadap pihak PT Holcim, yang
kemudian sambil dilakukan diskusi untuk membahas pembagian SHU (sistem
hasil usaha) dan kegiatan penutup tahunan. Jumlah dan persentase anggota
menurut partisipasinya pada tahap evaluasi dapat dilihat pada Tabel 18.
44
Tabel 18 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi
tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tahap Evaluasi Jumlah (Orang) Persentase (%)
Non Partisipasi 15 50,0
Tokenisme 1 3,3
Citizen Power 14 46,7
Total 30 100,0
Pada Tabel 18 diketahui bagaimana persebaran anggota Kopwama
menurut tingkat partisipasi masyarakat tahap evaluasi pada program
pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Berdasarkan data tersebut,
didapatkan bahwa 50,0 persen dari anggota berada pada tingkat partisipasi non
partisipasi. Separuh dari total anggota berada pada tingkat partisipasi non
partisipasi, karena meskipun terdapat anggota yang menghadiri kegiatan
program, namun mereka tidak merasa harus terlibat pada tahap evaluasi dan
cenderung melimpahkan keputusan kepada pengurus Kopwama dan pihak
perusahaan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama
sebagai berikut:
“...kalo pas kumpul laporan ke Holcim saya pernah denger sih, tapi saya
gaikutan itumah, kalo buat nentuin sesuatu mah lebih ke pengurus aja kali
yah saya mah sebagai anggota ngikut aja, kan pasti pengurus mah
mutusin yang terbaik buat koperasi...” (A, 42 tahun)
Tahap Pemanfaatan Hasil
Tahap pemanfaatan hasil dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan
suatu program dalam pencapaiannya terhadap sasaran program. Agar hasil yang
diharapkan dari suatu program dapat dirasakan, tentunya membutuhkan partisipasi
pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Hasil dari program ini
ialah berbentuk SHU (sistem hasil usaha) yang merupakan keuntungan yang
didapat masing-masing anggota atas keaktifannya dalam melakukan simpan
pinjam di koperasi. Kemudian, setiap akhir tahun atau setelah tutup pembukuan
dilakukan kegiatan pengajian sekaligus pembukaan buku selanjutnya yang
sekaligus dilakukan untuk berdiskusi mengenai rencana bagi koperasi tahun
selanjutnya. Jumlah dan persentase anggota menurut partisipasinya dalam tahap
pemanfaatan hasil dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi
tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tahap Pemanfaatan
Hasil
Jumlah (Orang) Persentase (%)
Non Partisipasi 0 0,0
Tokenisme 1 3,3
Citizen Power 29 96,7
Total 30 100,0
45
Tabel 19 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut tingkat
partisipasi masyarakat tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan
ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Dapat disimpulkan bahwa partisipasi pada
tahap pemanfaatan hasil berada pada level tertinggi yaitu citizen power. hal
tersebut dibuktikan dengan sejumlah 96,7 persen anggota berada pada level
tersebut, karena manfaat dari program dirasa memuaskan dan mudah untuk
didapatkan. Anggota merasa pada tahap tersebut tidak ada yang ditutup-tutupi
ditandai dengan pembagian SHU yang transparan, sehingga anggota melibatkan
dirinya secara sukarela. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota
Kopwama yaitu I, 44 tahun sebagai berikut: “...kalo hasil kita pasti dapet ga ada
ditahan-tahan, informasi jelas ga ditutup-tutupin...”
Kemanfaatan Program Pemberdayaan Ekonomi
Suatu program dilakukan untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu yang
tentunya akan memberikan manfaat bagi perusahaan maupun masyarakat.
Kemanfaatan program pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa
besar manfaat yang dirasakan bagi masyarakat sebagai subyek program.
kemanfaatan program pada penelitian ini merujuk pada Wibisono (2007) yang
mengemukakan indikator keberhasilan dari suatu program. Indikator keberhasilan
tersebut di ukur dari aspek ekonomi dan juga aspek sosial masyarakat.
Kemanfaatan program diukur melalui daftar pertanyaan yang disusun dalam
sebuah kuesioner.
Kemanfaatan Ekonomi
Kemanfaatan ekonomi program merupakan manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dalam kehidupan ekonominya. Manfaat ekonomi program dinilai
melalui perbaikan kualitas sarana maupun sarana yang masyarakat miliki,
kemandirian ekonomi masyarakat, serta bagaimana kualitas hidupnya. Jumlah dan
persentase anggota menurut kemanfaatan ekonomi yang dirasa oleh masyarakat
dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kemanfaatan
ekonomi program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di
Desa Kembang Kuning tahun 2016
Kemanfaatan
Ekonomi
Jumlah (Orang) Persentase (%)
Rendah 8 26,7
Sedang 11 36,7
Tinggi 11 36,7
Total 30 100,0
Tabel 20 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut
kemanfaatan ekonomi program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia
Tbk. Berdasarkan Tabel tersebut anggota yang memberikan penilaian rendah
maupun tinggi berada pada jumlah yang sama yaitu sebesar 36,7 persen. Hal
tersebut dikarenakan ada sebagian anggota yang membuka bisnis ekonomi dari
46
dana pinjaman koperasi, sehingga merasa ada pertambahan pendapatan. Hal ini
sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut:
“...saya jadi lebih mandiri ya keuangannya, saya kan bisnis katering gitu
yah sama kalo pas lebaran suka bikin kue saya jualin, nah itu modalnya
kan dari koperasi tinggal pinjam...” (E, 34 tahun)
Meskipun begitu, terdapat anggota yang hanya menggunakan dana
pinjaman dari koperasi hanya untuk biaya kehidupan sehari-hari. Hal ini
menandakan bahwa dari program pemberdayaan ekonomi memiliki manfaat
ekonomi yang berbeda-beda pada masing-masing individu anggota. Hal ini
sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut:
“...saya belum merasakan adanya kesempatan ekonomi yang lebih besar
sih, soalnya saya emang gak jualan atau usaha warung, tapi saya jadi
lebih mandiri sih kan bisa pinjam dan menabung...”(I, 44 tahun)
Kemanfaatan Sosial
Kemanfaatan sosial program merupakan manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Manfaat sosial
proram dinilai melalui penilaian atas frekuensi gejolak sosial, kualitas
hubungannya dengan perusahaan, serta kepuasan yang masyarakat rasa selama
program dilaksanakan. Jumlah dan persentase anggota menurut kemanfaatan
sosial yang dirasakan oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kemanfaatan sosial
program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Kemanfaatan Sosial Jumlah (Orang) Persentase (%)
Rendah 8 26,7
Sedang 15 50,0
Tinggi 7 23,3
Total 30 100,0
Tabel 21 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut
kemanfaatan sosial program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk.
Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas anggota memberikan penilaian yang
sedang atas kemanfaatan sosial yang dirasakan dari program yaitu sejumlah 50,0
persen. Hal tersebut ialah karena anggota merasa puas atas pelaksanaan program
pemberdayaan ekonomi pada Kopwama, namun tidak merasakan adanya
perbaikan kondisi kehidupan secara ekonomi maupun sosial. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “...kalo
permasalahan ekonomi di antara anggota mah gak berkurang ya, tapi manfaat
mah tetep ada kerasa...” (SS, 56 tahun).
47
HUBUNGAN KESESUAIAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
DENGAN TINGKAT PARTISIPASI
Hasil analisis tiap variabel yaitu kesesuaian program, tingkat partisipasi
serta kemanfaatan program telah dibahas pada bab sebelumnya. Pada bab ini,
dibahas hubungan dua variabel pada penelitian ini, yaitu hubungan di antara
kesesuaian program dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya.
Kesesuaian program merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi efektivitas
program menurut Hilarius dan Prayogo (2012). Kesesuaian program kemudian
ditinjau menggunakan 5 indikator pendukung efektivitas program oleh Setiana
(2005) yaitu materi, metode, media, serta waktu dan lokasi pelaksanaan program.
Tingkat partisipasi dalam penelitian secara garis besar merujuk pada tahapan
partisipasi oleh Cohen dan Uphoff (1977) yakni tahap perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, dan pemanfaatan hasil yang kemudian dibagi menjadi tiga penggolongan
menurut Arnstein (2007) yaitu non-participation, tokenism, dan citizen power.
Berikut dibahas hubungan 5 indikator kesesuaian program dengan masing-masing
tahapan partisipasi.
Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi
Materi program merupakan segala sesuatu informasi yang disampaikan
saat berlangsungnya program. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam
setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Perencanaan
Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi
pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi tahap
perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Materi Program
Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 0 0,0 2 50,0 6 30,0
Sedang 1 16,7 0 0,0 3 15,0
Tinggi 5 83,3 2 50,0 11 55,0
Total 6 100,0 4 100,0 20 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,324 dan koefisien korelasi -0,186.
48
Tabel 22 menunjukkan bahwa mayoritas anggota yang tingkat
partisipasinya pada tahap perencanaannya tinggi, memberikan penilaian yang
tinggi atas kesesuaian materi program dengan jumlah persentase sebesar 55
persen. Kemudian bagi anggota Kopwama yang berada pada tingkat partisipasi
yang rendah atau non partisipasi, juga memberikan penilaian yang tinggi atas
kesesuaian materi program dengan jumlah persentase sebesar 83,3 persen. Tidak
terdapat kecenderungan yang menyatakan hubungan kedua variabel ini, karena
bagaimanapun tingkat partisipasinya, mayoritas anggota berada memberikan
penilaian atas kesesuaian materi yang tinggi.
Partisipasi yang tinggi didasari oleh adanya kemauan serta nilai solidaritas
yang dimiliki anggota Kopwama karena sebelumnya memang sudah termasuk
sebagai anggota PKK. Anggota merasa bahwa materi yang diberikan oleh
program sudah sesuai dengan kondisi koperasi dan mudah dilakukan di kehidupan
nyata, namun ada juga yang sebaliknya. Kemudian, terdapat juga anggota yang
telah berpartisipasi penuh namun merasa materi yang diberikan memiliki
kekurangan, yaitu anggota tidak diberikan materi secara fisik sehingga agak
menyulitkan anggota dalam mengingat isi materi dalam waktu yang lama.
Ketidakcenderungan tersebut didukung oleh uji korelasi yang dilakukan
untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian materi program dengan tingkat
partisipasi pada tahap perencanaan. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan
bahwa diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,186 pada selang kepercayaan atau α
sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,324 yang lebih
besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian
materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan tidak memiliki
hubungan.
Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Pelaksanaan
Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi
pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi
tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Materi Program
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 3 60,0 1 50,0 4 17,4
Sedang 1 20,0 0 0,0 3 13,0
Tinggi 1 20,0 1 50,0 16 69,6
Total 5 100,0 2 100,0 23 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,030 dan koefisien korelasi 0,396*. *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
49
Pada Tabel 23 didapatkan bahwa kesesuaian materi program yang rendah
dinilai oleh anggota yang berada pada tingkat partisipasi tahap pelaksanaan yang
rendah, dengan jumlah persentase sebesar 60 persen. Berbeda dengan penilaian
tinggi atas kesesuaian materi program yang mengerucut pada tingkat partisipasi
citizen power, yaitu dengan jumlah persentase 69,6 persen. Hal itu dikarenakan
bagi anggota yang berpartisipasi penuh atau citizen power dalam tahap
pelaksanaan tentu akan mendapatkan materi secara keseluruhan dan utuh
dibandingkan dengan anggota yang berada pada tingkat partisipasi non partisipasi.
Terdapat kecenderungan yaitu semakin tinggi penilaian atas kesesuaian
materi program, semakin tinggi pula tingkat partisipasinya. Kecenderungan
tersebut didukung oleh uji korelasi yang menyatakan koefisien korelasi kedua
variabel tersebut ialah sebesar 0,396 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05.
Diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,030 yang lebih kecil dari pada nilai α,
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, kesesuaian materi program dengan
tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan memiliki hubungan yang positif.
Hubungan pada dua variabel tersebut merupakan hubungan positif yang tergolong
moderat.
Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Evaluasi
Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi
pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan
hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara
lengkap disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi tahap
evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Materi Program
Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 5 33,3 0 0,0 3 21,4
Sedang 2 13,3 0 0,0 2 14,3
Tinggi 8 53,3 1 100,0 9 64,3
Total 15 100,0 1 100,0 14 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,506 dan koefisien korelasi 0,126.
Tabel 24 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat
partisipasi tahap evaluasi manapun memberikan penilaian yang tinggi atas
kesesuaian materi program. Terdapat anggota yang tidak aktif berpartisipasi pada
tahap ini, namun mereka merasa bahwa materi yang diberikan dalam program
cukup sesuai dengan tujuan Kopwama itu sendiri.
Meskipun begitu, tedapat 33,3 persen anggota yang berada pada tingkat
partisipasi tahap evaluasi memberikan penilaian rendah atas kesesuaian materi
program. Hal itu dikarenakan anggota yang kurang berpartisipasi tidak
mendapatkan materi secara keseluruhan sehingga merasa bahwa materi yang
50
diberikan kurang atau belum sesuai. Selain itu, pada tahap ini anggota cenderung
untuk tidak mau terlibat dengan alasan bahwa saat evaluasi merupakan urusan
pihak pengurus dan perusahaan saja. Jika dilihat dari Tabel 24 ada kecenderungan
bahwa semakin tinggi kesesuaian materi maka akan semakin tinggi partisipasinya
pada tahap evaluasi, tetapi menurut uji korelasi yang dilakukan hasilnya
bertentangan.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian materi
program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Hasil uji korelasi tersebut
menunjukkan bahwa diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,126 pada selang
kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung
sebesar 0,506 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1
ditolak. Artinya, kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap
evaluasi tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Pemanfaatan Hasil
Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi
pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasij uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi tahap
pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Materi Program
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 0 0,0 1 100,0 7 24,1
Sedang 0 0,0 0 0,0 4 13,3
Tinggi 0 0,0 0 0,0 18 60,0
Total 0 0,0 1 100,0 29 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,149 dan koefisien korelasi 0,270.
Tabel 25 menunjukkan bahwa anggota yang memberikan penilaian atas
kesesuaian materi rendah, sedang, maupun tinggi berada pada tingkat partisipasi
citizen power. Partisipasi anggota pada tahap pemanfaatan hasil tinggi karena
memang anggota merasa perlu untuk mengambil SHU (Sistem Hasil Usaha) atas
hasil aktifitas simpan pinjamnya dikoperasi sekaligus kumpul untuk diskusi
perencanaan kegiatan Kopwama selanjutnya. Materi yang diberikan program
dirasa sudah sesuai dengan kebutuhan anggota dan selaras dengan tujuan
koperasi. Kemudian pada penilaian kesesuaian materi rendah terdapat anggota
yang berada pada tahap tokenism, hal itu karena ada anggota yang merasa
pembagian SHU kurang jelas ia dapatkan. Dengan begitu, tidak ada
kecenderungan jika semakin tinggi kesesuaian materi maka semakin tinggi pula
partisipasinya karena berdasarkan data Tabel 25 tidak ada kecenderungan
tersebut.
51
Hal tersebut juga didukung oleh uji korelasi yang dilakukan untuk
mengidentifikasi hubungan kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi
pada tahap pemanfaatan hasil. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan bahwa
diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,270 pada selang kepercayaan atau α sebesar
0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,149 yang lebih besar
dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian materi
program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki
hubungan.
Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi
Metode suatu program merupakan cara, teknik, ataupun pendekatan yang
dilakukan fasilitator program kepada sasaran program. Tingkat partisipasi ialah
keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
Berikut adalah hubungan antara kesesuaian metode program
pemberdayaan ekonomi dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya.
Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Perencanaan
Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi
pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi tahap
perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Metode Program
Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 3 50,0 2 50,0 4 20,0
Sedang 1 16,7 0 0,0 3 15,0
Tinggi 2 33,3 2 50,0 13 65,0
Total 6 100,0 4 100,0 20 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,123 dan koefisien korelasi 0,288.
Tabel 26 menunjukkan bahwa mayoritas anggota Kopwama yang
memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian metode program juga berada pada
tingkat partisipasi pada tahap perencanaan yang tinggi pula dengan jumlah
persentase sebesar 65 persen. Hal tersebut dikarenakan ada sebagian anggota
Kopwama yang sudah merasa metode yang dilakukan oleh pihak perusahaan
dalam program pemberdayaan ekonomi sudah sesuai dan mendorong anggota
untuk tetap terlibat dalam program. Kemudian terdapat anggota yang memberikan
penilaian kesesuaian metode program rendah dan berada pada tingkat partisipasi
yang rendah pula dengan jumlah persentase 50 persen, hal ini dikarenakan mereka
52
masih merasa metode oleh pihak perusahaan belum sepenuhnya sesuai, terutama
pada hal intensitas pihak perusahaan dalam menjalin hubungan dengan Kopwama.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian
metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,288 pada selang kepercayaan atau
α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,123 yang
lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya,
kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Pelaksanaan
Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi
pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27 Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi
tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi pt holcim indonesia di desa kembang kuning tahun 2016
Metode Program
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 3 60,0 1 50,0 5 21,7
Sedang 1 20,0 0 0,0 3 13,0
Tinggi 1 20,0 1 50,0 15 65,2
Total 5 100,0 2 100,0 23 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,059 dan koefisien korelasi 0,349.
Tabel 27 menunjukkan pada kesesuaian metode yang tinggi berada pada
tingkat partisipasi tahap pelaksanaan yang tinggi pula, dengan jumlah persentase
sebesar 65,2 persen. Metode program pada tahap pelaksanaan di antaranya
termasuk pada kontrol atas pihak perusahaan pada setiap kegiatan Kopwama,
sehingga semakin berpartisipasi anggota maka akan semakin cenderung
memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian metode program. Meskipun begitu,
terdapat anggota yang memberikan penilaian rendah atas kesesuaian metode
program dengan tingkat partisipasi non partisipasi yaitu sebesar 60 persen,
sehingga memberikan kecenderungan bahwa semakin tinggi penilaian atas
kesesuaian metode program maka akan semakin tinggi tingkat partisipasinya.
Namun, kecenderungan tersebut bertentangan dengan hasil uji korelasi yang
dilakukan.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian
metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,349 pada selang kepercayaan atau
α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,059 yang
lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya,
53
kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan
tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Evaluasi
Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi
pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan
hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara
lengkap disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi tahap
evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di
Desa Kembang Kuning tahun 2016
Metode Program
Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 7 46,7 0 0,0 2 14,3
Sedang 1 6,7 0 0,0 3 21,4
Tinggi 7 46,7 1 100,0 9 64,3
Total 15 100,0 1 100,0 14 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,175 dan koefisien korelasi 0,255.
Tabel 28 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat
partisipasi tahap evaluasi non partisipasi, memberikan penilaian yang sama
besarnya atas kesesuaian metode program rendah maupun sedang dengan
persentase masing-masng 46,7 persen. Hal itu dikarenakan selain karena terdapat
anggota yang tidak mau melibatkan diri saat tahap evaluasi karena merasa
evaluasi hanya untuk pengurus saja, intensitas perusahaan dinilai semakin
memudar. Kemudian, penilaian yang tinggi atas kesesuaian metode program
mayoritas berada pada anggota yang tingkat partisipasinya tinggi atau citizen
power dengan jumlah persentase 64,3 persen. Meskipun pemantauan oleh pihak
perusahaan memudar, banyak anggota yang merasa bahwa apa yang dilakukan
pihak perusahaan selama ini sudah sesuai dengan kebutuhan koperasi dan
mendorong anggota agar tetap mau berpartisipasi. Dengan begitu, berdasarkan
data Tabel 28 dapat dilihat terdapat kecenderungan yaitu semakin tinggi
kesesuaian metode program maka semakin tinggi tingkat partisipasinya. Namun,
hal tersebut bertentangan dengan uji korelasi yang telah dilakukan.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian
metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Dari uji tersebut,
diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,255 pada selang kepercayaan atau α sebesar
0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,175 yang lebih besar
dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian
metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi tidak memiliki
hubungan.
54
Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Pemanfaatan Hasil
Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi
pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi tahap
pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Metode Program
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 0 0,0 1 100,0 8 27,6
Sedang 0 0,0 0 0,0 4 13,8
Tinggi 0 0,0 0 0,0 17 58,6
Total 0 0,0 1 100,0 29 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,176 dan koefisien korelasi 0,254.
Tabel 29 menunjukkan bahwa kesesuaian metode rendah, sedang, maupun
tinggi sama-sama berada pada tingkat partisipasi citizen power. Partisipasi pada
tahap pemanfaatan hasil memang tergolong tinggi, yaitu dengan adanya kesadaran
masing-masing anggota atas manfaat yang didapat dari program serta kumpul
untuk diskusi perencanaan aktifitas koperasi selanjutnya. Bagi kesesuaian metode
rendah terdapat anggota yang berada pada tingkat partisipasi tokenism pada tahap
pemanfaatan hasil. Hal ini dikarenakan kesesuaian metode yang rendah ternyata
tidak terlalu mendorong anggota agar tetap berpartisipasi, sehingga pada tahap
pemanfaatan hasil pun anggota tidak melibatkan diri sepenuhnya. Dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat kecenderungan hubungan atas kedua variabel
tersebut.
Hal tersebut juga didukung oleh uji korelasi yang dilakukan untuk
mengidentifikasi hubungan kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi
pada tahap pemanfaatan hasil. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi
sebesar 0,254 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh
nilai signifikan hitung sebesar 0,176 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga
H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian metode program dengan tingkat
partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi
Media suatu program ialah seluruh alat bantu yang berfungsi sebagai
perantara yang menghubungkan antara penyampai program dengan sasaran
program. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan
program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap
evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
55
Berikut adalah hubungan antara kesesuaian media program pemberdayaan
ekonomi dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya.
Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Perencanaan
Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi
pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 30.
Tabel 30 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi tahap
perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Media Program
Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 1 16,7 2 50,0 7 35,0
Sedang 3 50,0 1 25,0 3 15,0
Tinggi 2 33,3 1 25,0 10 50,0
Total 6 100,0 4 100,0 20 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,733 dan koefisien korelasi 0,065.
Tabel 30 menunjukkan bahwa pada mayoritas anggota non partisipasi
pada tahap perencanaan memberikan penilaian sedang atas kesesuaian media
program dengan jumlah persentase sebesar 50 persen. Kemudian pada anggota
yang tingkat partisipasinya tokenism memberikan penilaian kesesuaian media
yang rendah dengan jumlah persentase sebesar 50 persen. Hal itu dikarenakan
media yang digunakan dalam suatu program (dalam program pemberdayaan
ekonomi ialah proyektor) dirasa memiliki kekurangan maupun kelebihan yang
bisa langsung dirasakan oleh partisipan program, yaitu media proyektor dinilai
cukup menarik perhatian namun dinilai juga menyusahkan bagi anggota yang
sudah lanjut usia karena ukuran tulisan yang kecil.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian media
program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Dari uji tersebut,
diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,065 pada selang kepercayaan atau α sebesar
0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,733 yang lebih besar
dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian media
program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan tidak memiliki
hubungan.
Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Pelaksanaan
Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi
pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 31.
56
Tabel 31 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi tahap
pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Media Program
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 2 40,0 0 0,0 8 34,8
Sedang 2 40,0 1 50,0 4 17,4
Tinggi 1 20,0 1 50,0 11 47,8
Total 5 100,0 2 100,0 23 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,624 dan koefisien korelasi 0,093.
Tabel 31 menunjukkan bahwa pada anggota yang non partisipasi pada
tahap pelaksanaan memberikan penilaian yang sama besar pada kesesuaian media
program rendah maupun sedang, yaitu dengan jumlah persentase masing-masing
sebesar 40 persen. Kesesuaian media memang dirasa memiliki kelebihan dan
kekurangan, di antaranya ialah mudah dipahami namun saat kegiatan berlangsung
pementasan slide presentation berganti secara cepat sehingga agak menyusahkan
anggota. Berikut salah satu pernyataan anggota Kopwama:
“..pake proyektor trus pake ada slidenya gitu ya jadi merhatiin sih terus
kan emang jadi lebih ngerti, tapi sayangnya kita ga dapet kertasnya gitu
sih ya, kan diganti slidenya cepet...” (I, 44 tahun)
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian media
program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Dari uji tersebut,
diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,093 pada selang kepercayaan atau α sebesar
0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,624 yang lebih besar
dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian media
program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tidak memiliki
hubungan.
Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Evaluasi
Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi
pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan
hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara
lengkap disajikan pada Tabel 32.
Tabel 32 menunjukkan bahwa anggota yang non partisipasi pada tahap
evaluasi cenderung tersebar dalam menilai kesesuaian media program, dapat
diketahui dari jumlah persentase yang masing-masing 33,3 persen pada setiap
kategori penilaian kesesuaian media program. Kesesuaian media pada program
pemberdayaan ekonomi menurut anggota Kopwama memang tidak terlalu
mengerucut pada satu kategori saja, karena pada kenyataannya media yang
digunakan memang memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri sehingga
tidak terlalu memiliki pengaruh bagi anggota yang terlibat secara penuh maupun
sebaliknya.
57
Tabel 32 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi tahap
evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Media Program
Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 5 33,3 0 0,0 5 35,7
Sedang 5 33,3 0 0,0 2 14,3
Tinggi 5 33,3 1 100,0 7 50,0
Total 15 100,0 1 100,0 14 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,631 dan koefisien korelasi 0,091.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian media
program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Dari uji tersebut,
diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,091 pada selang kepercayaan atau α sebesar
0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,631 yang lebih besar
dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian media
program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi pada
Tahap Pemanfaatan Hasil
Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi
pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 33.
Tabel 33 Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi
tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Media Program
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 0 0,0 1 100,0 9 31,0
Sedang 0 0,0 0 0,0 7 24,1
Tinggi 0 0,0 0 0,0 13 44,8
Total 0 0,0 1 100,0 29 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,221 dan koefisien korelasi 0,230.
Tabel 33 menunjukkan bahwa kesesuaian media program tidak memiliki
kecenderungan tertentu, karena mayoritas anggota pada tahap pemanfaatan hasil
berada pada satu tingkatan partisipasi saja, yaitu citizen power. Meskipun begitu ,
terdapat anggota yang menilai kesesuaian media rendah berada pada tingkat
partisipasi tokenism yaitu dikarenakan media program kurang membuka akses
bagi anggota untuk melibatkan diri sepenuhnya.
58
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian
metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,230 pada selang kepercayaan atau
α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,221 yang
lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya,
kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi
Waktu pelaksanaan program ialah jadwal yang digunakan saat melakukan
kegiatan dalam program. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam
setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
Berikut adalah hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program
pemberdayaan ekonomi dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya.
Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Waktu
Pelaksanaan
Program
Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 3 50,0 1 25,0 3 15,0
Sedang 0 0,0 2 50,0 4 20,0
Tinggi 3 50,0 1 25,0 13 65,0
Total 6 100,0 4 100,0 20 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,165 dan koefisien korelasi 0,260.
Tabel 34 menunjukkan bahwa pada anggota yang tingkat partisipasinya
non partisipasi maupun tokenism, memberikan penilaian atas kesesuaian waktu
pelaksanaan program yang sama besarnya pada kesesuaian tinggi maupun rendah.
Penilaian yang rendah atas kesesuaian waktu pelaksanaan dikarenakan bagi
anggota yang tidak berpartisipasi ialah karena anggota berhalangan hadir atau
kurang sesuai dengan jadwal hariannya, sementara itu bagi anggota yang
berpartisipasi waktu pelaksanaan dinilai memakan waktu yang terlalu lama
sehingga memberatkan dirinya sebagai anggota. Namun, terdapat 65 persen
anggota yang memberikan penilaian kesesuaian waktu pelaksanaan yang tinggi
59
berada pada tingkat partisipasi citizen power, karena meskipun butuh waktu yang
lama, namun dirasa tetap menghasilkan manfaat tersendiri.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian waktu
pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,260 pada selang kepercayaan atau
α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,165 yang
lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya,
kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap
perencanaan tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 35.
Tabel 35 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Waktu
Pelaksanaan
Program
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 2 40,0 1 50,0 4 17,4
Sedang 1 20,0 0 0,0 5 21,7
Tinggi 2 40,0 1 50,0 14 60,9
Total 5 100,0 2 100,0 23 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,279 dan koefisien korelasi 0,204.
Tabel 35 menunjukkan bahwa penilaian kesesuaian waktu pelaksanaan
yang tinggi berada pada tingkat partisipasi yang tinggi pula, yaitu citizen power
dengan jumlah persentase 60,9 persen. Anggota merasa bahwa pemilihan waktu
pelaksanaan memang didasarkan atas kesepakatan bersama dan pada hari libur
sehingga tidak menganggu jadwal harian anggota. Berikut salah satu pendapat
anggota Kopwama:
“...kumpul gitu mah kita sendiri yang nentuin, jadi maunya hari apa
minggu keberapa tinggal pilih, trus kalo udah ada tanggalnya mah tinggal
masing-masing ketua kelompoknya kasih tau ke anak buahnya... (A, 42
tahun)
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian waktu
pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,204 pada selang kepercayaan atau
α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,279 yang
lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya,
kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tidak memiliki hubungan.
60
Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 36.
Tabel 36 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Waktu
Pelaksanaan
Program
Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 5 33,3 0 0,0 2 14,3
Sedang 3 20,0 0 0,0 3 21,4
Tinggi 7 46,7 1 100,0 9 64,3
Total 15 100,0 1 100,0 14 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,267 dan koefisien korelasi 0,209.
Tabel 36 menunjukkan bahwa bagaimanapun tingkat partisipasinya pada
tahap evaluasi, anggota cenderung memberikan penilaian yang tinggi atas
kesesuaian waktu pelaksanaan program. Hal tersebut dapat dilihat dari 46,7 persen
anggota non partisipasi dan 64,3 persen anggota citizen power yang sama-sama
memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian waktu pelaksanaan program. Namun,
memang anggota cenderung untuk tidak melibatkan diri sendiri pada saat
evaluasi, padahal saat evaluasi merupakan saat yang tepat untuk menyuarakan
pendapat, pada hal ini ialah waktu pelaksanaan yang dinilai terlalu menyita waktu
dalam sehari. Meskipun waktu pelaksanaan dinilai menyita waktu, pemilihannya
atas persetujuan seluruh anggota sehingga dianggap menghormati waktu pribadi
anggota.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian waktu
pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,209 pada selang kepercayaan atau
α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,267 yang
lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya,
kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap
evaluasi tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang
dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 37.
61
Tabel 37 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Waktu
Pelaksanaan
Program
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 0 0,0 1 100,0 6 20,7
Sedang 0 0,0 0 0,0 6 20,7
Tinggi 0 0,0 0 0,0 17 58,6
Total 0 0,0 1 100,0 29 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,140 dan koefisien korelasi 0,276.
Tabel 37 menunjukkan bahwa kesesuaian waktu pelaksanaan pada tahap
pemanfaatan hasil berada pada tingkat partisipasi paling tinggi yaitu citizen
power. Sejumlah 58,6 persen anggota yang memberikan penilaian tinggi atas
kesesuaian waktu pelaksanaan program berada pada tingkat partisipasi citizen
power. Pada tahap pemanfaatan hasil memang anggota melibatkan dirinya secara
sukarela karena manfaat program pemberdayaan ekonomi dapat dirasakan
sepenuhnya oleh anggota. Namun, pada kesesuaian waktu pelaksanaan rendah,
terdapat anggota yang berada pada tingkat partisipasi tokenisme. Hal itu
dikarenakan anggota merasa waktu yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan
program terlalu lama, namun merasa manfaat yang diperoleh oleh program belum
jelas sehingga lebih merasa bahwa posisinya sebagai anggota tidak dapat
memberikan pengaruh yang besar pada saat pengambilan keputusan. Hal itu
diperkuat dengan pernyataan anggota, yaitu:
“...ya kadang sih suka kelamaan, dari pagi sampe hampir sore, kan
kasihan suami dan anak ditinggal neng... ga ngerti sih kalo yang
pembagian SHU itu gimana sistemnya, saya mah taunya dapet segini jumlahnya yaudah terima aja...” (K, 48 tahun)
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian waktu
pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil.
Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,276 pada selang
kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung
sebesar 0,140 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1
ditolak. Artinya, kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi
Lokasi program merupakan tempat dan situasi pelaksanaan program.
Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang
di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap
pemanfaatan hasil.
Berikut adalah hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program
pemberdayaan ekonomi dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya.
62
Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 38.
Tabel 38 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Lokasi
Pelaksanaan
Program
Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 4 66,7 3 75,0 6 30,0
Sedang 1 16,7 1 25,0 2 10,0
Tinggi 1 16,7 0 0,0 12 60,0
Total 6 100,0 4 100,0 20 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,017 dan koefisien korelasi 0,432*.
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pada tabel 38 didapatkan 66,7 persen anggota dengan tingkat partisipasi
non partisipasi dan 75,0 persen anggota dengan tingkat partisipasi tokenism
memberikan penilaian yang rendah atas kesesuaian lokasi pelaksanaan program.
Hal itu dikarenakan anggota menilai bahwa tempat yang digunakan sebagai lokasi
pelaksanaan program memang sangat dekat dan mudah dijangkau, namun situasi
yang diberikan oleh tempat tersebut kurang mendukung, seperti sempit atau malah
terlalu luas yang membuat pelaksanaan program kurang kondusif. Namun dapat
diketahui pula bahwa terdapat 60 persen anggota yang memberikan penilaian
tinggi atas kesesuaian lokasi pelaksanaan program berada pada tingkat partisipasi
citizen power. Dengan begitu, terdapat kecenderungan atas semakin tinggi
penilaian kesesuaian lokasi pelaksanaan program, maka tingkat partisipasi tahap perencanaan juga cenderung berada pada tingkat yang paling tinggi pula.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian lokasi
pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi kedua variabel sebesar 0,432 pada selang
kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung
sebesar 0,017 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 ditolak dan H1
diterima. Artinya, kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap perencanaan memiliki hubungan yang positif. Hubungan
pada dua variabel tersebut merupakan hubungan positif yang tergolong moderat.
Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
63
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 39.
Tabel 39 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Lokasi
Pelaksanaan
Program
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 3 60,0 1 50,0 9 39,1
Sedang 1 20,0 1 50,0 2 8,7
Tinggi 1 20,0 0 0,0 12 52,2
Total 5 100,0 2 100,0 23 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,184 dan koefisien korelasi 0,249.
Tabel 39 menunjukkan bahwa terdapat 60 persen anggota dengan tingkat
partisipasi non partisipasi memberikan penilaian atas kesesuaian lokasi
pelaksanaan program yang rendah. Kemudian, penilaian yang tinggi atas
kesesuaian lokasi pelaksanaan program mayoritas berada pada tingkat partisipasi
yang tinggi pula yaitu citizen power dengan persentase sebesar 52,2 persen. Hal
tersebut dikarenakan pada tahap pelaksanaan, anggota yang berpartisipasi penuh
tentu saja ikut andil dalam penentuan lokasi tiap pertemuannya, sehingga dapat
menyesuaikan dengan keinginan ataupu kebutuhannya. Tabel 39 menunjukkan
adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi kesesuaiannya maka semakin tinggi
tingkat partisipasinya. Namun, hal tersebut bertentangan dengan uji korelasi yang
dilakukan.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian lokasi
pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi kedua variabel tersebut ialah sebesar 0,249
pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan
hitung sebesar 0,184 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan
H1 ditolak. Artinya, kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 40.
Tabel 40 menunjukkan bahwa terdapat 53,3 persen anggota dengan tingkat
partisipasi non partisipasi memberikan penilaian yang rendah atas kesesuaian
lokasi pelaksanaan program. Lokasi yang dipilih oleh anggota memang dianggap
belum terlalu sesuai, berikut salah satu pendapat anggota: “...dimana tuh Club
House yah, kegedean neng jadi jauh proyektornya tapi kalo dikantor koperasi
mah kan juga kekecilan yah...” (A, 42 tahun).
64
Tabel 40 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Lokasi
Pelaksanaan
Program
Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 8 53,3 0 0,0 5 35,7
Sedang 1 6,7 1 100,0 2 14,3
Tinggi 6 40,0 0 0,0 7 50,0
Total 15 100,0 1 100,0 14 100,0
Dengan nilai signifikansi 0,442 dan koefisien korelasi 0,146.
Tabel 40 juga menunjukkan bahwa terdapat 50 persen anggota citizen
power yang memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian lokasi pelaksanaan
program. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan bahwa
semakin tinggi kesesuaian maka semakin tinggi tingkat partisipasi. Namun hal
tersebut bertentangan dengan uji korelasi yang dilakukan.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian lokasi
pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi kedua variabel tersebut ialah sebesar 0,146
pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan
hitung sebesar 0,442 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan
H1 ditolak. Artinya, kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap evaluasi tidak memiliki hubungan.
Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat
partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang
dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 41.
Tabel 41 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat
partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Lokasi
Pelaksanaan
Program
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power
n % n % n %
Rendah 0 0,0 1 100,0 12 41,1
Sedang 0 0,0 0 0,0 4 13,8
Tinggi 0 0,0 0 0,0 13 44,8
Total 0 0,0 1 100,0 29 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,291 dan koefisien korelasi 0,199.
65
Tabel 41 menunjukkan bahwa kesesuaian lokasi pelaksanaan program
berada pada tingkat partisipasi paling tinggi yaitu citizen power dengan masing-
masing persentase sebesar rendah 41,1 persen, sedang 13,8 persen, dan tinggi 44,8
persen. Hal tersebut tidak menandakan adanya kecenderungan hubungan antara
kedua variabel tersebut. Pada tahap pemanfaatan hasil, anggota memang
melibatkan diri sepenuhnya, dengan alasan bahwa pada tahap inilah manfaat
paling besar dapat dirasakan. Hal tersebut seperti pendapat salah satu anggota
Kopwama: “kalo pas akhir-akhir mah kita ada pembagian SHU neng, dapet uang
makanya ikut aja kumpul ngambil uang sekalian rapat dan pengajian..” (A, 42
tahun).
Uji korelasi yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian
lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan
hasil. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,199 pada selang
kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung
sebesar 0,291 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1
ditolak. Artinya, kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan.
66
67
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEMANFAATAN
PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
Hasil analisis tiap variabel yang di antaranya meliputi kesesuaian program,
tingkat partisipasi serta kemanfaatan program telah dibahas pada bab-bab
sebelumnya. Pada bab ini, akan dibahas hubungan dua variabel pada penelitian
ini, yaitu hubungan di antara tingkat partisipasi pada tiap tahapannya dengan
kemanfaatan program.
Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan dengan
Kemanfaatan Program
Kemanfaatan program pada penelitian ini terdiri atas dua indikator, yaitu
kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan sosial. Tingkat partisipasi ialah
keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
Berikut adalah hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan
dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi.
Kemanfaatan Ekonomi Program
Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dengan
kemanfaatan ekonomi program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 42.
Tabel 42 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap perencanaan dengan
kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tingkat Partisipasi
pada Tahap
Perencanaan
Kemanfaatan Ekonomi Program
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n %
Non-Partisipasi 1 12,5 2 18,2 3 27,3
Tokenism 3 37,5 0 0,0 1 9,1
Citizen Power 4 50,0 9 81,8 7 63,6
Total 8 100,0 11 100,0 11 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,916 dan koefisien korelasi 0,020.
Berdasarkan Tabel 42, didapatkan bahwa tidak terdapat kecenderungan
apapun, karena dapat dilihat bahwa penilaian atas kemanfaatan ekonomi program
rendah, sedang, maupun tinggi mayoritas pada anggota yang tingkat partisipasi
tahap perencanaannya tinggi, yaitu citizen power. Kemudian berdasarkan data
lapang, anggota memberikan pernyataan bahwa program pemberdayaan ekonomi
tidak memberikan manfaat apapun dalam hal peningkatan kualitas sarana dan
prasarana, dilihat dari belum adanya peningkatan kualitas sarana atau prasana
yang signifikan bagi Kopwama.
68
“...disini mah ga dikasih bantuan sarana apa-apa sih neng, paling ya
buku-buku, alat tulis kantor, laci, sama ada komputer lama tapi ya gitu
kurang bermanfaat aja sih apalagi secara ekonomi, tapi ya lumayan
berguna ya...” (SS, 56 tahun)
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi
pada tahap perencanaan dengan kemanfaatan ekonomi program. Dari uji tersebut,
diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,020 pada selang kepercayaan atau α sebesar
0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,916 yang lebih besar
dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian media
program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki
hubungan.
Kemanfaatan Sosial Program
Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dengan
kemanfaatan sosial program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 43.
Tabel 43 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap perencanaan dengan
kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim
Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tingkat Partisipasi
pada Tahap
Perencanaan
Kemanfaatan Sosial Program
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n %
Non-Partisipasi 2 25,0 2 13,3 2 28,6
Tokenism 1 12,5 3 20,0 0 0,0
Citizen Power 5 62,5 10 66,7 5 71,4
Total 8 100,0 15 100,0 7 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,807 dan koefisien korelasi 0,046.
Tabel 43 menunjukkan bahwa terdapat 66,7 persen anggota yang tingkat
partisipasinya citizen power memberikan penilaian yang sedang atas kemanfaatan
sosial program Hal tersebut dikarenakan anggota menyatakan bahwa frekuensi
gejolak sosial tidak mengalami perubahan, karena meskipun program
pemberdayaan ekonomi ini dinilai memberikan cukup manfaat, namun ternyata
belum cukup memberikan manfaat yang berarti. Seperti apa yang disampaikan
oleh salah satu anggota Kopwama: “...kalo permasalahan ekonomi di antara
anggota mah gak berkurang ya, tapi manfaat mah tetep ada kerasa...” (SS, 56
tahun)
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi
pada tahap perencanaan dengan kemanfaatan sosial program. Dari uji tersebut,
diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,046 pada selang kepercayaan atau α sebesar
0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,807 yang lebih besar
dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, tingkat partisipasi
pada tahap perencanaan dengan kemanfaatan sosial program tidak memiliki
hubungan.
69
Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan dengan
Kemanfaatan Program
Kemanfaatan program pada penelitian ini terdiri atas dua indikator, yaitu
kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan sosial. Tingkat partisipasi ialah
keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
Berikut adalah hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan
dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi.
Kemanfaatan Ekonomi Program
Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan
kemanfaatan ekonomi program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 44.
Tabel 44 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pelaksanaan dengan
kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tingkat Partisipasi
pada Tahap
Pelaksanaan
Kemanfaatan Ekonomi Program
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n %
Non-Partisipasi 1 12,5 2 18,2 2 18,2
Tokenism 2 25,0 0 0,0 0 0,0
Citizen Power 5 62,5 9 81,8 9 81,8
Total 8 100,0 11 100,0 11 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,510 dan koefisien korelasi 0,125.
Tabel 44 menunjukkan pada tingkat partisipasi tokenisme seluruhnya
memberikan penilaian atas kemanfaatan ekonomi program rendah. Namun,
berdasarkan Tabel 43 juga dapat diketahui bahwa anggota yang berada pada
tingkat partisipasi non partisipasi dan citizen power tersebar pada penilaian atas
kemanfaatan ekonomi program yang sedang dan juga tinggi. Pada tingkat
partisipasi non partisipasi memiliki persentase masing-masing sebesar 18,2
persen. Sementara itu, pada tingkat partisipasi citizen power memiliki persentase
masing-masing sebesar 81,8 persen. Kemandirian ekonomi yang dirasa oleh
anggota memiliki perbedaan pada setiap individunya, bagi anggota yang
membuka usaha dengan modal dari hasil pinjaman Kopwama maka akan merasa
lebih mandiri dalam keuangannya, begitupun sebaliknya.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat partisipasi pada
tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan ekonomi. Dari uji tersebut, diperoleh
koefisien korelasi sebesar 0,125 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05.
Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,510 yang lebih besar dari
pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, tingkat partisipasi
pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan ekonomi tidak memiliki hubungan.
70
Kemanfaatan Sosial Program
Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan
kemanfaatan sosial program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 45.
Tabel 45 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pelaksanaan dengan
kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tingkat Partisipasi
pada Tahap
Pelaksanaan
Kemanfaatan Sosial Program
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n %
Non-Partisipasi 1 12,5 3 20,0 1 14,3
Tokenism 1 12,5 1 6,7 0 0,0
Citizen Power 6 75,0 11 73,3 6 85,7
Total 8 100,0 15 100,0 7 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,733 dan koefisien korelasi 0,065.
Tabel 45 menunjukkan bahwa terdapat 75 persen anggota dengan tingkat
partisipasi tahap pelaksanaan yang tinggi namun memberikan penilaian yang
rendah atas kemanfaatan sosial program. Kualitas hubungan antara anggota tidak
dapat dilihat pada tahap pelaksanaan, dikarenakan masih banyak anggota yang
belum terlalu mengenal commrel officer yang bertugas khususnya pada program
ini. Kalaupun anggota merasa mengenal officer, hubungan yang terjalin pun
belum terlalu dekat sehingga anggota masih cenderung segan untuk
menyampaikan pendapat maupun kritik atas dilaksanakannya program.
“...kalo mau nyampein keluhan apa saran gitu ya neng paling ke pengurus
aja dulu, ke ketua paling enggak...” (A, 42 tahun)
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi
pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan sosial program. Dari uji tersebut,
diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,065 pada selang kepercayaan atau α sebesar
0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,733 yang lebih besar
dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, tingkat partisipasi
pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan sosial program tidak memiliki
hubungan.
Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi dengan Kemanfaatan
Program
Kemanfaatan program pada penelitian ini terdiri atas dua indikator, yaitu
kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan sosial. Tingkat partisipasi ialah
keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
Berikut adalah hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap evaluasi
dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi.
71
Kemanfaatan Ekonomi Program
Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan
kemanfaatan ekonomi program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 46.
Tabel 46 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap evaluasi dengan kemanfaatan
ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia
di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tingkat Partisipasi
pada Tahap
Evaluasi
Kemanfaatan Ekonomi Program
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n %
Non-Partisipasi 3 37,5 8 72,7 4 36,4
Tokenism 1 12,5 0 0,0 0 0,0
Citizen Power 4 50,0 3 27,3 7 63,6
Total 8 100,0 11 100,0 11 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,589 dan koefisien korelasi 0,103.
Pada Tabel 46 dapat diketahui bahwa anggota yang berada pada tingkat
partisipasi tokenisme memberikan penilaian rendah atas kemanfaatan ekonomi
program pada tahap evaluasi program. Pada tahap evaluasi, anggota Kopwama
cenderung untuk melimpahkan kuasa atas keputusan kepada pengurus koperasi
dan pihak perusahaan saja, namun anggota yang berada pada tokenisme yang
merasa bahwa keputusan antara anggota, pengurus dan perusahaan setara
memberikan penilaian yang justru rendah. Berbeda dengan anggota yang berada
pada tingkat partisipasi citizen power sebesar 63,6 persen memberikan penilaian
yang tinggi pula. Hal tersebut tidak menunjukkan adanya hubungan di antara
tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan ekonomi program
pemberdayaan ekonomi.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat partisipasi pada
tahap evaluasi dengan kemanfaatan ekonomi program. Dari uji tersebut, diperoleh
koefisien korelasi sebesar 0,103 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05.
Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,589 yang lebih besar dari
pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, tingkat partisipasi
pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan ekonomi program tidak memiliki
hubungan.
Kemanfaatan Sosial Program
Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan
kemanfaatan sosial program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 47.
72
Tabel 47 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap evaluasi dengan kemanfaatan
sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tingkat Partisipasi
pada Tahap
Evaluasi
Kemanfaatan Sosial Program
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n %
Non-Partisipasi 6 75,0 8 53,3 1 14,3
Tokenism 0 0,0 1 6,7 0 0,0
Citizen Power 2 25,0 6 40,0 6 85,7
Total 8 100,0 15 100,0 7 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,018 dan koefisien korelasi 0,429*.
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 47 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat
partisipasi citizen power merasakan kemanfaatan sosial yang cukup tinggi, dapat
dilihat dari jumlah persentase sejumlah 85,7 persen. Kemudian pada anggota yang
berada pada tingkat partisipasi non partisipasi memberikan penilaian atas
kemanfaatan sosial yang rendah dengan jumlah persentase 75,0 persen. Hal
tersebut sesuai dengan uji korelasi yang dillakukan untuk mengidentifikasi
hubungan kedua variabel tersebut.
Koefisien korelasi kedua variabel tersebut ialah sebesar 0,429 pada selang
kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung
sebesar 0,018 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 ditolak dan H1
diterima. Artinya, tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan
sosial program memiliki hubungan yang positif. Hubungan pada dua variabel
tersebut merupakan hubungan positif yang tergolong moderat. Kemanfaatan sosial
pada tahap evaluasi memiliki hubungan yang cukup moderat, karena anggota
merasa pada saat evaluasi dengan jarak waktu sejak perencanaan sampai
pelaksanaan selesai, secara perlahan perbedaan pendapat di antara anggota cukup
berkurang. Hal tersebut didukung oleh pernyataan sebagai berikut:
“...ya pas akhir-akhirnya sih lagi pas tutup buku dan laporan ke Holcim
baru deh agak berkurang itu ibu-ibu yang agak gak setuju sama koperasi,
apalagi kan waktu itu abis tutup buku mau ada penutupan sekalian jalan-
jalan pada seneng...” (I,44 tahun)
Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil dengan
Kemanfaatan Program
Kemanfaatan program pada penelitian ini terdiri atas dua indikator, yaitu
kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan sosial. Tingkat partisipasi ialah
keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
Berikut adalah hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan
hasil dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi.
73
Kemanfaatan Ekonomi Program
Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan
kemanfaatan ekonomi program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan
tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 48.
Tabel 48 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil dengan
kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT
Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tingkat Partisipasi
pada Tahap
Pemanfaatan Hasil
Kemanfaatan Ekonomi Program
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n %
Non-Partisipasi 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Tokenism 0 0,0 1 9,1 0 0,0
Citizen Power 8 100,0 10 90,9 11 100,0
Total 8 100,0 11 100,0 11 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,857 dan koefisien korelasi 0,034.
Tabel 48 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat
partisipasi citizen power memberikan penilaian yang cenderung tinggi atas
kemanfaatan ekonomi program. Berdasarkan penuturan beberapa anggota, mereka
merasakan adanya kesempatan ekonomi yang lebih besar dengan adanya program
pemberdayaan ekonomi pada Kopwama yang menyediakan fasilitas untuk simpan
pinjam uang bagi anggota. Meskipun begitu, terdapat 90,9 persen anggota yang
memberikan penilaian sedang atas kemanfaatan ekonomi program. Hal itu
dikarenakan terdapat perbedaan dalam pengelolaan uang hasil pinjaman pada
masing-masing anggota sehingga manfaat yang dirasa dapat berbeda-beda. Seperti
apa yang disampaikan oleh salah satu anggota:
“...saya belum merasakan adanya kesempatan ekonomi yang lebih besar
sih, soalnya saya emang gak jualan atau usaha warung, tapi saya jadi
lebih mandiri sih kan bisa pinjam dan menabung...”(I, 44 tahun)
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi
pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan ekonomi program. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,034 pada selang kepercayaan atau
α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,857 yang
lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya,
tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan ekonomi
program tidak memiliki hubungan.
Kemanfaatan Sosial Program
Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan
kemanfaatan sosial program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung
dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi
silang secara lengkap disajikan pada Tabel 49.
74
Tabel 49 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil dengan
kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Tingkat Partisipasi
pada Tahap
Pemanfaatan Hasil
Kemanfaatan Sosial Program
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n %
Non-Partisipasi 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Tokenism 0 0,0 1 6,7 0 0,0
Citizen Power 8 100,0 14 93,3 7 100,0
Total 8 100,0 15 100,0 7 100,0
Ket: nilai signifikansi 0,951 dan koefisien korelasi -0,012.
Tabel 49 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat
partisipasi citizen power memberikan penilaian atas kemanfaatan sosial program
yang sedang dengan jumlah persentase sebesar 93,3 persen. Berdasarkan hasil
wawancara, terdapat perbedaan pendapat masing-masing anggota dalam hal
kepuasan atas program, cukup banyak anggota yang merasa puas atas kesesuaian
program atas kebutuhan serta manfaat yang didapat, namun masih belum puas
atas pelaksanaan program. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara kedua variabel tersebut yang kemudian didukung oleh hasil uji korelasi
yang dilakukan.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi
pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan sosial program. Dari uji
tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,012 pada selang kepercayaan atau
α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,951 yang
lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya,
kesesuaian tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan
sosial program tidak memiliki hubungan.
75
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Program pemberdayaan ekonomi yang dilakukan kepada Kopwama sudah
sesuai dengan kebutuhan anggota. Materi yang disajikan dalam program sudah
membantu anggota untuk memahami bagaimana sistem kerja koperasi
sesungguhnya. PT Holcim juga melakukan pendekatan yang persuasif, sehingga
anggota mau melibatkan dirinya dalam program. Waktu pelaksanaannya pun
dianggap tidak mengganggu jadwal sehari-hari. Namun, media yang digunakan
selama program berlangsung dianggap agak menyusahkan sebagian anggota dan
lokasi pelaksanaan dianggap kurang kondusif.
Pada perencanaan, pelaksanaan, serta pemanfaatan hasil pada program
pemberdayaan ekonomi, anggota sudah terlibat. Hal tersebut dibuktikan dengan
tingkat partisipasi yang tergolong tinggi yaitu citizen power. Namun pada tahap
evaluasi, anggota cenderung untuk melimpahkan kuasa atas keputusan kepada
pengurus koperasi dan pihak perusahaan saja, sehingga anggota tidak melibatkan
dirinya pada tahap tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat partisipasi
yang tergolong rendah yaitu non partisipasi.
Manfaat yang di rasakan oleh anggota dilihat dari dua aspek, yaitu
ekonomi dan sosial. Meskipun manfaat ekonomi dirasakan secara langsung oleh
anggota yang aktif melakukan simpan pinjam, namun selama 4 tahun Kopwama
telah didirikan belum terdapat perkembangan yang signifikan, khususnya
dibidang kewirausahaan. Kemudian, kemanfaatan sosial program dinilai tidak
terlalu memberikan perubahan atas permasalahan sosial yang terjadi di antara
anggota.
Berdasarkan hasil tabel tabulasi silang yang didukung dengan uji korelasi
Rank Spearman, terdapat hubungan yang positif dan moderat antara kesesuaian
program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan serta pelaksanaan.
Pada tahap perencanaan hanya berhubungan dengan lokasi pelaksanaan. Pada
tahap tersebut, pihak perusahaan melakukan pendekatan serta sosialisasi dengan
anggota dengan cara mengikuti kegiatan rutinan PKK sehingga lokasi yang
digunakan merupakan pilihan anggota sepenuhnya. Kemudian jika ada pergantian
lokasi, pihak perusahaan akan menyediakan pilihan tempat. dan anggota
menentukan atas kesepakatan bersama. Tahap pelaksanaan memiliki hubungan
dengan kesesuaian materi program, karena dinilai sudah sesuai dengan apa yang
dibutuhkan dan sesuai dengan kemampuan anggota untuk dilakukan di kehidupan
nyata.
Sementara itu, pada variabel tingkat partisipasi dengan kemanfaatan
program juga terdapat hubungan tetapi hanya pada tahap evaluasi dan berupa
hubungan yang moderat. Hubungan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi hanya
berhubungan dengan kemanfaatan sosial program. Hal ini dikarenakan pada tahap
evaluasi anggota sudah mulai menyimpulkan bagaimana pelaksanaan program
dan apa manfaat yang dirasakan, dan juga merasa bahwa perbedaan pendapat di
antara anggota dirasa berkurang.
76
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa hal yang
dapat dijadikan masukan atau saran di antaranya:
1. Materi pada tahap pelaksanaan program memiliki hubungan yang moderat
di antara keduanya, sehingga peningkatan penyajian materi pada kegiatan-
kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan diperlukan agar dapat
efektifitas program dapat tercapai.
2. Pada tahap perencanaan, pemilihan lokasi yang digunakan berpengaruh
pada bagaimana masyarakat menilai kesesuaian program dan menentukan
bagaimana partisipasinya sendiri, sehingga peningkatan kenyamanan
peserta program perlu diperhatikan.
3. Pengetahuan masyarakat mengenai perusahaan pelu ditingkatkan, agar
masyarakat merasa lebih terbuka dalam menyampaikan pendapat dan mau
berpartisipasi aktif pada setiap tahapan program.
4. Meningkatkan alat-alat yang dapat membantu perekonomian masyarakat
dan lembaga seperti Koperasi Wanita Mandiri agar manfaat program dapat
dicapai sepenuhnya.
77
DAFTAR PUSTAKA
Achda TB. 2006. Konteks Sosiologis Perkembangan Corporate Social
Responsibility (CSR) dan Implementasinya di Indonesia. Seminar Nasional:
A Promise of Gold Rating: Sustainable CSR. Jakarta.
Akib H, Tarigan A. 2008. Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan: Perspektif,
Model dan Kriteria Pengukurannya. Jurnal Baca. 1(8):1-19. [Internet]
[Dikutip 14 Februari 2016]. Tersedia pada: https://www.scribd.com/doc
/50865843/artikulasi-konsep-implementasi-kebijakan-jurnal-baca-agustus-2
0081
Arnstein SR. 2007. A Ladder of Citizen Participation. [Internet] [Dikutip 13
Maret 2016]. Tersedia pada: http://lithgow-schmidt.dk/sherryarnstein/ladder
-of-citizen-participation_en.pdf.
Asrianti US. 2010. Analisis Pola Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(Corporate Social Responsibility/CSR) dalam Upaya Pengembangan
Masyarakat. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Budimanta A. 2003. Prinsip-prinsip community development dalam akses peran
serta masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan dan Indonesia Center for
Sustainable Development.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2015. Pertumbuhan Indeks Produksi Bulanan
Industri Besar dan Sedang, 2010-2015. [Internet] [Diunduh pada 17 Maret
2016]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1062
Cohen JM, Uphoff NT. 1977. Rural Development: Concept and Measures for
Project Design, Implementation, and Evaluation. New York (US): Cornel
University.
Elkington J. 2004. Enter the triple bottom line. The triple bottom line: Does it all
add up, 11(12), p.1-16.
Hadi N. 2011. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[Holcim] PT Holcim Indonesia Tbk. 2013. Holcim CSR: Special Report 2013.
Hilarius Y, Prayogo D. 2012. Efektivitas Program CSR/CD dalam Pengentasan
Kemiskinan Studi Peran Perusahaan Geotermal di Jawa Barat. Jurnal
Sosiologi. 1(17):1-22. [Internet] [Dikutip 10 Februari 2016]. Tersedia pada:
http://labsosio.org/data/documents/vol_17_no_1_januari_2012.pdf
Hurriyati R, Sofyani S. 2010. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap
Corporate Image PT Bank Negara Indonesia. Strategic. Jurnal Pendidikan
Manajemen Bisnis. 9(18):63-75. [Internet] [Dikutip 4 Maret 2016]. Tersedia
pada: http://ejournal.upi.edu/index.php/strategic/article/download /1080/767
Korten D, Syahrir. 1980. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta
Kumalasari I. 2012. Efektivitas CSR Job Pertamina-Petrochina East Java dan
Mobile Cepu Limited di Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Politik Indonesia.
1(1):17-25. [Internet] [Dikutip 17 Maret 2016]. Tersedia pada:
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/abstrak_5249142_tpjua.pdf
Marnelly TR. 2012. Corporate Social Responsibility (CSR) : Tinjauan Teori dan
Praktek di Indonesia. Jurnal Aplikasi Bisnis. 2(2):49–59. [Internet]
[Diunduh pada 27 September 2015]. Tersedia pada: http://ejournal.unri.ac.
id
78
Moratis L, Cochius T. 2011. ISO 26000: The Business Guide to The New
Standard on Social Responsibility. Greenleaf Publishing Limited. UK.
Mutmainna, Sumarti T. 2014. Hubungan Tingkat Penerapan Prinsip
Pengembangan Masyarakat dengan Keberhasilan Program CSR di PT
Pertamina. Jurnal Sosiologi Pedesaan. 2(3):171-181. [Internet] [Dikutip 21
September 2015]. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality
/article/view/9424
Ndraha T. 2007. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan. Penerbit Yayasan
Karya Dharma. Jakarta.
Nasdian FT. 2014. Pengembangan masyarakat. Bogor (ID): Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Nasdian FT, Rosyida I. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholders dalam
Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan
Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan. Jurnal Transdisiplin Sosiologi,
Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 5(1):51-70. [Internet] [Dikutip 21
September 2015]. Tersedia pada: https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCc
QFjABahUKEwjz7YOrktjIAhXXB44KHX6QBuc&url=http%3A%2F%2Fj
ournal.ipb.ac.id%2Findex.php%2Fsodality%2Farticle%2Fview%2F5832&u
sg=AFQjCNFbzjU-eyhU9-2RWLzY6gxwMmWs9g&sig2=SVm
Nuryana M. 2005. Corporate Social Responsibility dan Kontribusi bagi
Pembangunan Berkelanjutan. Diklat Pekerjaan Sosial Industri, Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS). Bandung (ID):
Lembang.
Palupi DH. 2006. Branded CSR. Majalah Mix, 10/III edisi 30 Oktober – 15
November 2006; p.24.
Pangestu MHT. 1995. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan
Perhutanan Sosial (Studi Kasus: KPH Cianjur, Jawa Barat). [Tesis]. Bogor
(ID): Pascasarjana IPB.
Rachman N, Efendi A, Wicaksana E, 2011. Panduan Lengkap Perencanaan CSR.
Rahman A. 2009. Evaluasi Tanggung Jawab Sosial PT Holcim Indonesia Tbk.
[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Rahman R. 2009. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan.
Yogyakarta (ID): Media Pressindo.
Rahmi E. 2011. Standarisasi Lingkungan (ISO 26000) Sebagai Harmonisasi
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dan Instrumen Hukum di Indonesia.
INOVATIF, Jurnal Ilmu Hukum. 4(5):132-145. [Internet] [Dikutip 6 Maret
2016]. Tersedia pada: http://www.unja.ac.id/online-journal/onlinejournal/in
dex.php/jimih/article/view/541
Rogovsky N. 2000. Corporate community involvement programmes: Partnerships
for jobs and development. International Institute for Labour Studies.
Rosyida I. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholders dalam Penyelenggaraan
Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap
Komunitas Perdesaan. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Satwari A. 2015. Studi Tentang Pelaksanaan Corporate Social Responsibility
(CSR) PT Sinergi dalam Pembangunan Masyarakat di Desa Susuk
Kecamatan Sandaran Kabupaten Kutai Timur. eJournal Ilmu Administrasi
79
Negara. 3(4):1-14. [Internet] [Dikutip 4 Maret 2016]. Tersedia pada: http://
ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/?p=1588
Setiana L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Sofian E dan
Tukiran, editor. Bogor (ID): Penerbit Ghalia Indonesia.
Singarimbun M, Effendi S. 2012. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES.
Suatama J. 2011. Penerapan Sistem Manajemen dalam Corporate Social
Responsibility dan ISO 26000. Jurnal STIE Semarang. 3(3):42-54 .
[Internet] [Dikutip 6 Maret 2016]. Tersedia pada: http://jurnal.stiesemarang.
ac.id/index.php /JSS/article/view/11
Suhardin Y. 2007. Peranan Hukum dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Masyarakat. Jurnal Hukum Pro Justitia. 25(3):272-282. [Internet] [Dikutip
31 Januari 2016]. Tersedia pada: http://journal.unpar.ac.id/index.php/projust
itia/article/view/1126
Supriadinata W, Goestaman I. 2013. Analisis Efektivitas Corporate Social
Responsibility (CSR) dalam Menyelesaikan Masalah Sosial Lingkungan
Perusahaan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2(1):1-13.
[Internet] [Dikutip 4 Maret 2016]. Tersedia pada: http://journal.ubaya.ac.id/i
ndex.php/jimus/article/view/280
Tanudjaja BB. 2006. Perkembangan Corporate Social Responsibility Di
Indonesia. NIRMANA. 8(2):92-98. [Internet] [Dikutip 25 November 2015].
Tersedia pada: http://nirmana.petra.ac.id/index.php/dkv/article/view/17049/
17013
Triyono A. 2014. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Community Development
Program Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) PT Holcim Indonesia Tbk
Pabrik Cilacap. 6(2):111-121. [Internet] [Dikutip 2 Februari 2016]. Tersedia
pada: https://www.google.co.id/search?q=Pemberdayaan+Masyarakat+
Melalui+community+Development+Program+Posdaya+(Pos+Pemberdayaa
n+Keluarga)+PT+Holcim+Indonesia+Tbk+Pabrik+Cilacap&oq=Pemberday
aan+Masyarakat+Melalui+Community+Development+Program+Posdaya+(
Pos+Pemberdayaan+Keluarga)+PT+Holcim+Indonesia+Tbk+Pabrik+Cilaca
p&aqs=chrome..69i57.2957j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8#
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.
Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR (Corporate Social
Responsibility). Gresik (ID): Fascho Publishing.
Wijayanti NA. 2011. Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR Desa Telaga dan
Kemanfaatan Program (Kasus Di Karawang International Industrial City).
[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Zaidi Z. 2003. Sumbangan Sosial Perusahaan. Jakarta (ID): EMK.
80
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1. Hasil Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
,799 65
Lampiran 2. Hasil Uji Statistik Hubungan antara Kesesuaian Program dengan
Tingkat Partisipasi
Correlations
Kesesuaia
nProgram
TP_Pere
ncanaan
TP_Pela
ksanaan
TP_E
valuas
i
TP_Pemanf
aatanHasil
Spear
man's
rho
Kesesuaian
Program
Corre
lation
Coeff
icient
1,000 ,243 ,520**
,248 ,264
Sig.
(2-
tailed
)
. ,196 ,003 ,186 ,159
N 30 30 30 30 30
TP_Perenc
anaan
Corre
lation
Coeff
icient
,243 1,000 ,370* -,015 -,129
Sig.
(2-
tailed
)
,196 . ,044 ,937 ,498
N 30 30 30 30 30
TP_Pelaksa
naan
Corre
lation
Coeff
icient
,520**
,370* 1,000 ,301 -,102
Sig.
(2-
tailed
)
,003 ,044 . ,106 ,593
83
N 30 30 30 30 30
TP_Evalua
si
Corre
lation
Coeff
icient
,248 -,015 ,301 1,000 ,183
Sig.
(2-
tailed
)
,186 ,937 ,106 . ,333
N 30 30 30 30 30
TP_Pemanf
aatanHasil
Corre
lation
Coeff
icient
,264 -,129 -,102 ,183 1,000
Sig.
(2-
tailed
)
,159 ,498 ,593 ,333 .
N 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
84
Lampiran 3. Hasil Uji Statisik Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan
Kemanfaatan Program
Correlations
T
Kt
ot
TP_Peren
canaan
TP_Pelak
sanaan
TP_Ev
aluasi
TP_Pemanfa
atanHasil
Spear
man's
rho
TKtot
Correl
ation
Coeffi
cient
1,0
00 ,154 ,191 ,366
* ,023
Sig.
(2-
tailed)
. ,418 ,311 ,047 ,905
N 30 30 30 30 30
TP_Perencan
aan
Correl
ation
Coeffi
cient
,15
4 1,000 ,370
* -,015 -,129
Sig.
(2-
tailed)
,41
8 . ,044 ,937 ,498
N 30 30 30 30 30
TP_Pelaksan
aan
Correl
ation
Coeffi
cient
,19
1 ,370
* 1,000 ,301 -,102
Sig.
(2-
tailed)
,31
1 ,044 . ,106 ,593
N 30 30 30 30 30
TP_Evaluasi
Correl
ation
Coeffi
cient
,36
6*
-,015 ,301 1,000 ,183
Sig.
(2-
tailed)
,04
7 ,937 ,106 . ,333
N 30 30 30 30 30
85
TP_Pemanfa
atanHasil
Correl
ation
Coeffi
cient
,02
3 -,129 -,102 ,183 1,000
Sig.
(2-
tailed)
,90
5 ,498 ,593 ,333 .
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
86
Lampiran 4. Catatan Tematik
Corporate Social Responsibility PT Holcim Indonesia Tbk
Praktek CSR PT Holcim Indonesia Tbk di Pabrik Narogong dilaksanakan
oleh Departemen Community Relations (Commrel) di beberapa desa binaannya.
Salah satunya ialah Desa Kembang Kuning sebagai salah satu desa yang terdekat
dengan area pabrik. Program-program yang dilaksanakan oleh Commrel di
antaranya terkait pendidikan, kesehatan, infrastruktur, bantuan sosial, dan
pemberdayaan ekonomi. Program pemberdayaan ekonomi didasarkan atas ide
untuk “membangun bersama masyarakat” yang digunakan sebagai solusi
permasalahan masyarakat khususnya bidang ekonomi. Program pemberdayaan
ekonomi merupakan salah satu hubungan kemitraan antara PT Holcim dengan
masyarakat, khususnya lembaga atau kelompok yang ada didalam masyarakat.
Program pemberdayaan ekonomi memang dikhususkan bagi lembaga atau
kelompok yang terdapat di masyarakat, dan sekiranya dapat diberdayakan
bersama-sama dengan perusahaan. Identifikasi lembaga atau kelompok dilakukan
sebelumnya untuk mengetahui apakah lembaga atau kelompok tersebut telah
memenuhi kriteria yang dimiliki perusahaan, dan juga untuk mencari tahu
permasalahan, kebutuhan serta potensi yang dimiliki lembaga atau kelompok
tersebut.
Kesesuaian Program Pemberdayaan Ekonomi
Kesesuaian program ialah bagaimana program yang ditujukan kepada
masyarakat dapat menyesuaikan dengan kebutuhan serta potensi masyarakat.
Salah satu anggota berpendapat bahwa :
“..kan banyak ya neng koperasi abal-abal yang ditawarin ke masyarakat
sini tapi malah jadinya utang gede, nah kalau yang dibina Holcim ini
enak, hukumnya jelas, lokasinya dekat jadi ya sesuai dan saya butuhin...”
(I, 44 tahun)
Kesesuaian program pada program pemberdayaan ekonomi tergolong cukup
tinggi pada masing-masing indikatornya, yang di antaranya ialah materi, metode,
media, waktu pelaksanaan, dan lokasi pelaksanaan.
Pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat oleh perusahaan
merupakan salah satu aspek penting yang menentukan keberhasilan suatu
program. Jika pendekatan yang dilakukan perusahaan sudah baik, tentu
masyarakat akan memberikan respon positif kepada pelaksanaan program, salah
satunya ialah dengan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. Pada program
pemberdayaan ekonomi, kesesuaian metodenya sudah tergolong tinggi. Hal
tersebut didukung oleh pernyataan salah satu anggota, yaitu:
“..caranya Holcim itu bagus, mengajak masyarakat untuk berorganisasi,
awalnya kan kita hanya berbentuk PKK terus tiba-tiba digandeng sama
Holcim ya kita senang, berterima kasih malah. Terus dengan caranya
begitu kita jadi lebih inisiatif sendiri, buka buka internet buat tau tentang
koperasi untuk buka usaha...” (S, 45 tahun)
mayoritas anggota merasa bahwa metode yang digunakan dalam program tersebut
sudah cukup persuasif.
87
Materi program yang dimaksudkan ialah segala sesuatu yang disampaikan
dalam seluruh rangkaian kegiatan program. Program pemberdayaan ekonomi
tidak hanya membantu lembaga dalam masyarakatnya dalam bentuk bantuan dana
saja, namun juga dalam bidang pengembangan masyarakat. pengembangan
masyarakat dilakukan dengan diadakannya pelatihan-pelatihn tertentu, seperti
pelatihan keterampilan, kerajinan tangan, bercocok tanam, dan edukasi lainnya.
Pelatihan tersebut tentunya menyajikan berbagai materi yang terkait. Berhubung
dengan sasaran pelatihan yaitu masyarakat, materi program harus disesuaikan
dengan bagaimana kemampuan masyarakat, agar materi tersebut dapat berguna.
Kesesuaian materi program pemberdayaan ekonomi dengan anggota Kopwama
tergolong cukup tinggi, seperti pendapat salah satu anggota, yaitu:
“..materi yang disampaikan itu berkaitan dengan koperasi, kan kita kan
orang awam yah jadi kita tau disitu bahwa koperasi bisa jalan kalo ada
legalitas, dan butuh anggota-anggotanya juga...” (S, 45 tahun)
materi yang disajikan dalam beberapa pelatihan ataupun saat diskusi bersama
pihak perusahaan dan PKK (saat belum menjadi koperasi) sudah tergolong tinggi,
yaitu karena materi sudah sejalan dengan tujuan koperasi. Meskipun begitu,
materi yang disajikan masih terdapat kekurangan yang di antaranya yaitu tidak
terdapatnya hasil cetak materi sehingga anggota tidak dapat menyimpan materi
tersebut untuk kemudian hari.
Penyajian materi tersebut tentunya menggunakan media sebagai
pengantar. Media yang digunakan dalam suatu program ialah seluruh alat bantu
yang berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan antara penyampai
program dengan sasaran program. Pada program pembinaan koperasi, media yang
digunakan ialah berupa gambar yang diproyeksikan, yaitu slide presentation.
Kesesuaian media yang digunakan dalam program pemberdayan ekonomi
memiliki kekurangan dan juga kelebihan, seperti yang disampaikan oleh salah
satu anggota, sebagai berikut :
“..pake proyektor trus pake ada slidenya gitu ya jadi merhatiin sih terus
kan emang jadi lebih ngerti, tapi sayangnya kita ga dapet kertasnya gitu
sih ya, kan diganti slidenya cepet...” (I, 44 tahun)
menurut beberapa anggota yang diwawancarai, media yang digunakan sebenarnya
sudah cukup baik dan mampu menarik perhatian anggota saat kegiatan dilakukan,
namun juga menyusahkan bagi sebagian anggota, khususnya anggota yang duduk
agak jauh dari layar dan juga para lansia.
Pelaksanaan pelatihan maupun kegiatan dalam program pemberdayaan
ekonomi sudah cukup tinggi kesesuaiannya. Kesesuaian waktu pelaksanaan pada
program ini tergolong tinggi, dengan alasan bahwa dalam menentukan waktu
untuk berkumpul selalu didiskusikan dan dipilih atas kesepakatan bersama
anggota dan pengurus, sehingga tidak ada anggota yang merasa disulitkan. Hal
tersebut didukung oleh pendapat salah satu anggota, sebagai berikut :
“...kumpul gitu mah kita sendiri yang nentuin, jadi maunya hari apa
minggu keberapa tinggal pilih, trus kalo udah ada tanggalnya mah tinggal
masing-masing ketua kelompoknya kasih tau ke anak buahnya... (A, 42
tahun)
sementara itu, lokasi pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi memiliki
kekurangan dan juga kelebihan. Mayoritas anggota merasa bahwa pemilihan
lokasi tidak menyulitkan anggota, karena lokasi yang dipilih dekat dengan lokasi
88
rumah anggota. Namun, pemilihan tempat dinilai kurang mendukung, seperti
lokasi yang terlalu kecil atau malah kebesaran. Hal tersebut didukung oleh
pendapa anggota, yaitu sebagai berikut :
“...lokasi mah deket neng kan cuma di Club House, deket tinggal
nyebrang...” (I, 44 tahun)
“...dimana tuh Club House yah, kegedean neng jadi jauh proyektornya
tapi kalo dikantor koperasi mah kan juga kekecilan yah...” (A, 42 tahun)
Tingkat Partisipasi pada Program Pemberdayaan Ekonomi
Program pemberdayaan ekonomi yang dilaksanakan oleh departemen
Commrel dilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, dan kemudian pemanfaatan hasil. Tahap perencanaan pada program ini
ialah termasuk identifikasi kelompok dan kegiatan sosialisasi. Kemudian pada
tahap pelaksanaan termasuk didalamnya ialah proses legalisir koperasi, negosiasi
dana bantuan, dan pelaksanaan simpan pinjam dalam koperasi selama 12 bulan.
Selanjutnya, pada tahap evaluasi mencakup setelah 12 bulan simpan pinjam
dilakukan maka akan ada proses tutup buku dan pelaporan penggunaan dana
bantuan setelah simpan pinjam dilaksanakan. Hasil evaluasi akan dijadikan
sebagai acuan dalam pelaksanaan tahun berikutnya, sehingga apabila angsuran
pendanaan simpan pinjam berjalan lancar akan menjadi hal yang baik pula pada
pencairan dana tahun berikutnya. Terakhir ialah pemanfaatan hasil yaitu
pembagian SHU (Sistem Hasil Usaha) bagi masing-masing anggota dan
melakukan pengajian bersama yang biasanya diselenggarakan ditempat tertentu.
Perencanaan program meliputi identifikasi kelompok dan kegiatan
sosialisasi. Identifikasi kelompok dilakukan dengan mencari apa-apa saja
kelompok yang terdapat di masing-masing desa binaan PT Holcim Indonesia Tbk.
Di desa Kembang Kuning dusun Narogong tepatnya terdapat PKK yang sudah
berdiri sejak 1987 dan saat itu sedang melaksanakan kegiatan UP2K yaitu
kegiatan simpan pinjam oleh anggota PKK (yang kemudian menjadi Kopwama).
Dengan begitu, pihak perusahaan melakukan identifikasi atas kelompok tersebut
terutama kriteria, masalah, potensi, dan kebutuhan kelompok. Jika sesuai dengan
kriteria yang dimiliki oleh perusahaan maka dibentuklah sebuah hubungan
kemitraan di antara perusahaan dan kelompok tersebut. Hubungan kemitraan
tersebut diawali dengan kegiatan sosialisasi yang direspon positif oleh anggota.
Pada tahap perencanaan, partisipasi anggota Kopwama tergolong tinggi, sesuai
dengan bagaimana pernyataan salah satu anggota :
“...mau ngasih saran, kritik atau apa mah bebas sih menyuarakan
pendapatnya ga ada dibatesin atau kayak gak didengar atau apa...” (SS,
56 tahun)
pada tahap ini juga masyarakat merasa bahwa pengambilan keputusan diberikan
seutuhnya kepada pengurus dan anggota. Jika ada beberapa anggota yang
berpartisipasi rendah ialah karena mereka merasa tidak sempat datang jika ada
perkumpulan namun berpartisipasi pada tahap lainnya.
Pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi pada Kopwama pada tahun
pertama melibatkan tidak hanya pihak community relations, anggota Kopwama,
pemerintahan desa, tetapi juga pihak notaris untuk melakukan legalisir lembaga.
Namun begitu, dalam pelaksanaan aspirasi anggota Kopwama juga menjadi
89
dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Seperti yang dipaparkan
oleh salah satu anggota Kopwama:
“...kalo ada pendapat, saran ,dan lainnya itu pasti dipertimbangin sih
sama anggota, bareng-bareng ditentuin...” (S, 45 tahun)
Partisipasi anggota pada tahap pelaksanaan tergolong tinggi, yaitu karena adanya
aktivitas simpan pinjam dan juga kegiatan bulanan (yang biasanya dibarengi
dengan pengajian PKK). Anggota juga merasa bahwa pada tahap ini perusahaan
tidak membatasi bagaimana anggota melakukan aktivitasnya, namun tetap
terdapat pemantauan oleh perusahaan. Ada juga anggota yang merasa bahwa
meskipun keputusan dilimpahkan kepada pengurus dan anggota, sebenarnya
perusahaan juga memiliki andil dalam keputusan tersebut.
Pada tahap evaluasi program, yang lebih terlibat hanyalah pihak pengurus
Kopwama dan pihak perusahaan. Diskusi ataupun pertemuan terkait pelaporan
dana bantuan oleh PT Holcim Indonesia Tbk diberitahukan sebelumnya kepada
anggota, namun tidak sedikit anggota yang lebih memilih untuk melimpahkan
keputusan kepada dua pihak tersebut dengan alasan bahwa mereka tidak mengerti
dan mempercayakan kepada pengurus Kopwama atas keputusan yang mungkin
akan diambil. Dipaparkan oleh salah satu anggota Kopwama, sebagai berikut:
“...kalo pas kumpul laporan ke Holcim saya pernah denger sih, tapi saya
gaikutan itumah, kalo buat nentuin sesuatu mah lebih ke pengurus aja kali
yah saya mah sebagai anggota ngikut aja, kan pasti pengurus mah
mutusin yang terbaik buat koperasi...” (A, 42 tahun)
mayoritas dari anggota berpendapat bahwa pengambilan keputusan pada tahap
evaluasi diserahkan kepada pengurus dan pihak perusahaan, dengan alasan bahwa
mereka mempercayakan masa depan koperasi dan merasa bahwa pengurus dan
perusahaan lebih tau yang terbaik bagi koperasi. Meskipun begitu, terdapat juga
anggota yang merasa tetap harus ikut saat tahap evaluasi, dengan tujuan sebisa
mungkin menyampaikan saran maupun kritik atas kekurangan-kekurangan yang
dirasakan selama 12 bulan pertama koperasi dijalankan.
Pemanfaatan hasil mungkin menjadi tahapan yang paling melibatkan
seluruh anggota, dengan adanya pembagian SHU (sistem hasil usaha) yang
jumlahnya dihitung berdasarkan keseringan anggota dalam melakukan
penyimpanan dan peminjaman. Pembagian SHU dilakukan di akhir tahun pada
kegiatan tutup buku. Seperti yang disampaikan oleh salah satu anggota :
“...kalo hasil kita pasti dapet ga ada ditahan-tahan, informasi jelas ga
ditutup-tutupin...” (I, 44 tahun)
hampir semua anggota merasakan hasil SHU meskipun ada beberapa yang tetap
kurang puas. Beberapa anggota yang kurang puas tersebut dikarenakan mereka
merasa jumlah SHU yang didapat sedikit, meskipun SHU merupakan hasil hitung
berdasarkan keseringan anggota dalam melakukan simpan pinjam.
Keaktifan anggota dalam berpartisipasi dalam setiap tahapan program
pemberdayaan ekonomi di Kopwama kembali lagi pada karakteristik individu
anggota tersebut, karena perlakuan yang diberikan dalam program ini ialah sama
pada setiap anggota, tidak terdapat perbedaan pendekatan maupun pemberian
materi program.
90
Kemanfaatan Program Pemberdayaan Ekonomi
Program pemberdayaan ekonomi tentunya bertujuan agar memberikan manfaat
yang dapat berguna bagi anggota Kopwama. Kemanfaatan dari program yang
dirasakan oleh masyarakat dapat digolongkan menjadi dua yaitu dari bidang
ekonomi dan dari bidang sosial. Kemanfaatan ekonomi merupakan manfaat yang
dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan ekonominya. Anggota Kopwama
sebagai sasaran program cukup merasakan adanya manfaat ekonomi dari
dilaksanakannya program, di antaranya ialah kesempatan ekonomi yang dinilai
lebih besar, yaitu karena anggota bisa melakukan aktivitas simpan pinjam
sehingga bagi anggota yang membutuhkan modal untuk melakukan usaha bisa
melakukan pinjaman dari koperasi tersebut. Hal tersebut didukung pernyataan
salah satu anggota :
“...saya jadi lebih mandiri ya keuangannya, saya kan bisnis katering gitu
yah sama kalo pas lebaran suka bikin kue saya jualin, nah itu modalnya
kan dari koperasi tinggal pinjam...” (E, 34 tahun)
namun tidak semua anggota yang melakukan pinjaman menggunakan uang
tersebut untuk dijadikan modal. Banyak anggota yang menggunakannya sebagai
pemenuh kebutuhan sehari-hari saja. Meskipun begitu, anggota tetap merasa ada
manfaat yang dirasa, yaitu anggota merasa lebih mandiri dalm mengelola
keuangannya karena saat anggota harus membayar iuran pinjamannya, anggota
diperkenankan untuk sekalian menabung, sehingga memberikan kesempatan bagi
anggota untuk menabung dan menggunakan uangnya dimasa depan. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan salah satu anggota, yaitu :
“...saya belum merasakan adanya kesempatan ekonomi yang lebih besar
sih, soalnya saya emang gak jualan atau usaha warung, tapi saya jadi
lebih mandiri sih kan bisa pinjam dan menabung...”(I, 44 tahun)
Pada bidang kemanfaatan sosial, manfaat dari program tersebut cukup
dirasakan oleh anggota. Kemanfaatan sosial program merupakan manfaat yang
dirasakan oleh masyarakat dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya.
Mayoritas anggota merasakan bahwa meskipun ada manfaat sosial yang
dirasakan, namun tetap saja tidak dapat membantu menyelesaikan permasalahan
yang dirasakan di antara anggota sebagai masyarakat. Salah satu anggota
memberikan pernyataan sebagai berikut :
“...kalo permasalahan ekonomi di antara anggota mah gak berkurang ya,
tapi manfaat mah tetep ada kerasa...” (SS, 56 tahun)
permasalahan ekonomi dan sosial di antara anggota dinilai tidak mengalami
perubahan sebelum maupun sesudah program pemberdayaan ekonomi
dilaksanakan. Namun, masyarakat merasakan adanya perubahan hubungan antara
masyarakat dengan perusahaan, yaitu mereka menjadi kenal lebih baik dengan
perusahaan dan pihak-pihak yang mengurusi program. Kemudian mayoritas
anggota merasa puas atas pelaksanaan program, terutama atas kesesuaianya
dengan kebutuhan dan pelayanan yang dilakukan perusahaan.
91
Lampiran 5. Dokumentasi
Proses wawancara dengan responden
Kantor Koperasi Wanita Mandiri
Dokumentasi Kegiatan Program Pemberdayaan Ekonomi PT Holcim Indonesia
Tbk
92
Dokumentasi kegiatan rutin bulanan anggota Kopwama
93
RIWAYAT HIDUP
Tazkiyah Syakira Al Kaff lahir pada tanggal 20 Desember 1994. Penulis
merupakan anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Mohammad Razi
Alkaff dan Amnah Baraqbah. Penulis berdomisili di Cirendeu, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan sebelum melanjutkan pendidikan di Bogor. Pendidikan yang
ditempuh penulis adalah MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) 7 Jakarta Barat pada
tahun 2000-2006, SMPN 75 SSN Jakarta Barat pada tahun 2007-2009, dan
SMAN 112 Jakarta Barat pada tahun 2010-2012. Kemudian pada tahun 2012
penulis melanjutkan pendidikan formal ke perguruan tinggi Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor, melalui
jalur undangan. Selain perkuliahan, penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi,
yaitu tergabung sebagai anggota divisi Public Relation HIMASIERA tahun 2013-
2014. Selain organisasi kemahasiswaan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan
organisasi mahasiswa daerah Jakarta Community sebagai anggota.