hubungan jenis infeksi primer dan sekunder …digilib.unila.ac.id/28221/3/skrips tanpa bab...

72
HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN INFEKSI DENGUE PADA PASIEN DENGUE DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG SKRIPSI Oleh : NISA ARIFAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Upload: phamlien

Post on 29-Apr-2018

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER TERHADAP

DERAJAT KEPARAHAN INFEKSI DENGUE PADA PASIEN DENGUE

DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG

SKRIPSI

Oleh :

NISA ARIFAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

Page 2: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER TERHADAP

DERAJAT KEPARAHAN INFEKSI DENGUE PADA PASIEN DENGUE

DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG

Oleh

NISA ARIFAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

Page 3: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE TYPE OF INFECTION TO

SEVERITY OF DENGUE INFECTION ON DENGUE PATIENTS IN URIP

SUMOHARJO HOSPITAL BANDAR LAMPUNG

By

Nisa Arifa

Background: Dengue infection is an infectious disease caused by the dengue virus

via mosquito Aedes genus especially A. aegypti and A. albopictus. Dengue infection

may be a primary infection or secondary infection. The diagnosis by serology using

IgM/IgG anti-dengue can help determine the type of dengue infection.

Objective: To determine the relationship of the type of infection to the severity of

dengue infection on dengue patients in Urip Sumoharjo Hospital Bandar Lampung.

Methods : This study uses a observational analytic method with cross sectional

approach. Research conducted at the Clinical Pathology Laboratory and Inpatient

Room of Urip Sumoharjo Hospital in November-December 2016. Total sample of 31

people is determined by consecutive sampling technique. Serology IgM / IgG anti-

dengue performed using immunochromatography rapid test with kit to determine the

type of dengue infection. The severity of the dengue disease seen from the data

records. The research data were then analyzed with chi square test.

Results: The results showed that most respondents have a secondary infection

(77,4%) and was diagnosed with dengue haemorrhagic fever (71%). Chi-square test

results show there is a relationship type of infection to the severity of the dengue

infection on dengue patients at Urip Sumoharjo Hospital Bandar Lampung in 2016 (p

= 0.012).

Conclusion: There is a relationship type of infection to the severity of the dengue

patients.

Keywords: IgG, IgM, severity of dengue infection, type of infection.

Page 4: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

ABSTRAK

HUBUNGAN JENIS INFEKSI TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN

INFEKSI DENGUE PADA PASIEN DENGUE DI RUMAH SAKIT URIP

SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG

Oleh

Nisa Arifa

Latar Belakang : Infeksi dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue melalui vektor nyamuk genus Aedes terutama A.

aegypti dan A. albopictus. Infeksi dengue dapat berupa infeksi primer atau infeksi

sekunder. Penegakkan diagnosis secara serologi menggunakan IgM/IgG anti

dengue dapat membantu mengetahui jenis infeksi dengue.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan jenis infeksi terhadap derajat keparahan

infeksi dengue pada pasien dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar

Lampung.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan

pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik

dan Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Urip Sumoharjo pada bulan November-

Desember tahun 2016. Jumlah sampel penelitian yaitu 31 orang ditentukan dengan

teknik consecutive sampling. Pemeriksaan serologi IgM/IgG anti dengue

dilakukan menggunakan metode rapid immunochromatography test dengan kit

untuk mengetahui jenis infeksi dengue. Derajat keparahan penyakit dengue dilihat

dari data rekam medik. Data penelitian selanjutnya dianalisis dengan uji chi

square.

Hasil : Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki

infeksi sekunder (77,4%) dan didiagnosa menderita demam berdarah dengue

(71%). Hasil uji chi square menunjukan terdapat hubungan jenis infeksi terhadap

derajat keparahan pada pasien dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar

Lampung tahun 2016 (p = 0,012).

Simpulan : Terdapat hubungan jenis infeksi terhadap derajat keparahan pada

pasien dengue.

Kata Kunci : derajat infeksi dengue, IgG, IgM, jenis infeksi.

Page 5: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya
Page 6: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya
Page 7: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya
Page 8: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 22 Agustus 1995, anak kedua dari dua

bersaudara, dari Bapak Hi. Ir. Syamsu Akmal M.Si dan Ibu Hj. Dra. Yesnetti

S.Pd. Penulis memiliki seorang kakak laki-laki, yaitu dr. Raihan Syafiin Syakti.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-Kautsar

Bandar Lampung pada tahun 2000-2001 dan di SD Al-Kautsar Bandar Lampung

tahun 2001-2007. Selanjutnya, penulis menlanjutkan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung tahun 2007-2010

dan selesai pada tahun 2010. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah

Menengah Atas (SMA) di SMA 01 Natar sampai tahun 2013.

Pada tahun 2013, penulis mengikuti jalur undangan Seleksi Bersama Masuk

Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) dan terdaftar sebagai mahasiswi di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung. Selain menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam

organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sampai dengan periode 2014-2015

dan juga tergabung dalam organisasi FSI sampai periode 2014-2015.

Page 9: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

Sebuah Persembahan untuk Ayah

terhebat,

Ibu terbaik, Abang tersayang

Tiada hasil yang membohongi kerja keras, Tiada doa yang tak pernah didengar,

dan Tiada cita-cita yang terwujud tanpa keyakinan.

Page 10: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT, Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,

yang tiada habis memberikan kepada kita kasih dan sayang-Nya, serta hanya

dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul “Hubungan Jenis Infeksi Terhadap Derajat Keparahan

Infeksi Dengue Pada Pasien Dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar

Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Dr. dr. Muhartono, S. Ked., M. Kes., Sp. PA selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung;

3. dr. Ety Apriliana, M. Biomed selaku Pembimbing Utama, atas kesediaanya

meluangkan waktu dalam membimbing skripsi, memberikan kritik, saran dan

nasihat dalam penyususan skripsi ini serta atas kesediaanya ikut serta dalam

proses penelitian;

4. Drs. Hendri Busman, M. Biomed selaku Pembimbing Kedua, atas

kesediaanya meluangkan waktu dalam membimbing skripsi, memberikan

kritik, saran dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini;

Page 11: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

5. dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

meluangkan waktu dalam membahas, memberi kriktik, saran, dan nasihat

dalam penyusunan skripsi ini;

6. dr. Dwita Oktaria, M. Pd. Ked selaku Pembimbing Akademik atas

kesediannya memberikan arahan, masukan, dan motivasi selama proses

pembelajaran;

7. Ayah tercinta, Bapak Hi. Ir. Syamsu Akmal M.Si, atas cinta, kasih sayang,

kerja keras, doa, nasihat dan bimbingan yang terus menerus diberikan

untukku serta kepercayaan dan perjuangannya dalam mewujudkan cita-cita

putri tercintanya. Semoga Allah SWT selalu melindungi, memberikan

kesehatan, umur yang panjang, dan rezeki yang cukup;

8. Ibunda tercinta, Ibu Hj. Dra. Yesnetti S.Pd, atas cinta, kasih sayang,

kesabaran, doa, nasihat dan bimbingan yang terus menerus diberikan untukku

serta air mata dan keringat dalam membesarkanku. Semoga Allah SWT selalu

melindungi, memberikan kekuatan, kesehatan, umur yang panjang, dan

nikmat yang cukup;

9. Abang tersayang, dr. Raihan Syafiin Syakti, atas kasih sayang, dukungan

untuk adekmu , dan semangat yang diberikan semoga adekmu ini dapat

meneruskan cita cita mulia ini sebagai dokter yang berkompeten di bidangnya

dan semoga abang ditempatkan disurganya Allah;

10. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan

untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

11. Seluruh Staf Akademik, TU dan Administrasi FK Unila, serta pegawai yang

turut membantu dalam proses penelitian skripsi;

Page 12: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

12. Seluruh dokter, perawat, dan petugas di RS. Urip Sumoharjo Bandar

Lampung yang selalu membantu selama proses penelitian.

13. Tim skripsi, Adlia Ulfa, Anisa Wahyuni, M. Jyuldi Prayoga,

Wahiddaturrohmah, terima kasih atas kerja sama dan kekompakan selama

penelitian skripsi ini.

14. Teman-teman terdekat, Rika, Shesy, Lisa, Siti, Kandita dan Glenis

terimakasih atas bantuan, doa, semangat dan keceriaan yang diberikan;

15. Orang-orang terkasih, Astri, Ika, Ayu, Andre, Indah Iswara, Seftia Varera,

Anisa Aprilia dan Fitri terimakasih atas dukungan, semangat dan doa yang

diberikan;

16. Teman-teman KKN tahun 2015 di Pekon Gunung Tiga, terimakasih atas

semangat dan doa yang diberikan;

17. Teman-teman sejawat Angkatan 2013 (Cerebellum) yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, terimakasih atas semangat dan keceriaan yang

diberikan. Semoga kita menjadi dokter yang bermanfaat, berkualitas dan

berintegritas untuk meningkakan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.

Tak ada gading yang tak retak, Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Bandar Lampung, Februari 2017

Penulis

Nisa Arifah

Page 13: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .............................................................................................. i

DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 6

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................. 6

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................ 6

1.4 Manfaat penelitian .................................................................... 6

1.4.1 Secara Teoritis ................................................................ 6

1.4.2 Bagi Institusi ................................................................... 7

1.4.3 Bagi peneliti sendiri ........................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue ........................................................ 8

2.1.1 Definisi ........................................................................... 8

2.1.2 Epidemiologi ................................................................... 8

2.1.3 Etilogi DBD .................................................................... 10

2.1.4 Vektor ............................................................................. 10

2.1.5 Transmisi ........................................................................ 12

2.1.6 Patogenesis DBD ............................................................ 13

2.1.7 Gambaran Klinis ............................................................. 17

2.1.8 Diagnosis ........................................................................ 21

2.1.9 Pemeriksaan Laboratorium ............................................. 27

2.2 Kerangka Teori ......................................................................... 34

2.3 Kerangka Konsep ..................................................................... 35

2.4 Hipotesis Penelitian .................................................................. 35

Page 14: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

ii

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ......................................................................... 36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 36

3.2.1 Tempat ............................................................................ 36

3.2.2 Waktu .............................................................................. 36

3.3 Populasi dan Sampel ................................................................ 37

3.3.1 Populasi ........................................................................... 37

3.3.2 Sampel ............................................................................ 37

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ 39

3.5 Definisi Operasional ................................................................. 39

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................ 40

3.6.1 Alat Penelitian ................................................................. 40

3.6.2 Bahan Penelitian .............................................................. 40

3.7 Prosedur Penelitian ................................................................... 40

3.7.1 Prinsip Pemeriksaan ....................................................... 40

3.7.2 Metode Pemeriksaan ...................................................... 41

3.7.3 Pengambilan dan Penyimpanan Sampel ........................ 42

3.7.4 Interpretasi Hasil Laboratorium ..................................... 42

3.7.5 Kontrol Kualitas Internal ............................................... 43

3.7.6 Pengumpulan Data Rekam Medis ................................. 43

3.8 Alur Penelitian ......................................................................... 44

3.9 Pengumpulan Data ................................................................... 45

3.9.1 Data primer .................................................................... 45

3.9.2 Data sekunder ................................................................. 45

3.10 Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 45

3.10.1 Pengolahan Data ............................................................ 45

3.10.2 Analisis Data ................................................................. 46

3.11 Ethical Clearance...................................................................... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 48

4.1.1 Gambaran Umum Pasien ............................................... 49

4.1.2 Analisis Univariat .......................................................... 50

4.1.3 Analisis Bivariat ............................................................ 52

4.2 Pembahasan ............................................................................. 53

4.2.1 Karakteristik Responden ................................................ 53

4.2.2 Analisis Univariat ........................................................... 56

4.2.3 Analisis Bivariat ............................................................ 58

Page 15: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

iii

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 63

5.2 Saran ........................................................................................ 63

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 65

LAMPIRAN

Page 16: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO ......................................... 27

2. Definisi Operasional.............................................................................. 39

3. Karakteristik pasien berdasarkan kelompok usia pada pasien dengan

infeksi dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung

tahun 2016 ............................................................................................ 49

4. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin pada responden

dengan infeksi dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar

Lampung tahun 2016 ............................................................................ 50

5. Karakteristik pasien berdasarkan lama demam saat pemeriksaan

serologi pada responden dengan infeksi dengue di Rumah Sakit Urip

Sumoharjo Bandar Lampung tahun 2016 ............................................ 51

6. Karakteristik pasien berdasarkan jenis infeksi dengue pada responden

dengan infeksi dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar

Lampung tahun 2016 ............................................................................ 51

7. Karakteristik pasien berdasarkan derajat penyakit dengue pada

responden dengan infeksi dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo

Bandar Lampung tahun 2016 ............................................................... 52

8. Hasil analisis bivariat dengan uji ficher exact hubungan jenis infeksi

terhadap derajat keparahan pada pasien dengue di Rumah Sakit Urip

Sumoharjo Bandar Lampung tahun 2016 ............................................ 52

Page 17: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Prevalensi negara dengan risiko transmisi virus Dengue ...................... 9

2. Patogenesis terjadinya syok pada DBD ................................................ 14

3. Peranan mast cell terhadap terjadinya DHF/DSS ................................. 15

4. Karakteristik penyakit Demam Dengue ................................................ 20

5. Pemeriksaan laboratorium berdasarkan onset of symptoms .................. 29

6. Kerangka Teori...................................................................................... 34

7. Kerangka Konsep ................................................................................. 35

8. Alur Prosedur Penelitian ...................................................................... 44

Page 18: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kaji etik

Lampiran 2. Surat balasan perizinan tempat penelitian

Lampiran 3. Hasil data primer

Lampiran 4. Hasil analisis data penelitian

Lampiran 5. Lembar penjelasan dan informed consent

Lampiran 6. Dokumentasi penelitian

Page 19: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi dengue saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama di

dunia. Selama tiga dekade terakhir, telah terjadi peningkatan global yang

cukup besar dalam frekuensi dan epidemi demam dengue (DD), demam

berdarah dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (SSD) seiring

bertambahnya insidensi penyakit (WHO, 2011).

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) merupakan

penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi virus spesies flaviviridae,

yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk genus aedes terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai

vektornya. Nyamuk tersebut mempunyai sifat anthropophilic dan multiple

feeding dan kedua sifat tersebut dapat meningkatkan risiko penularan DBD di

wilayah permukiman penduduk (Sukowati, 2010). Penyebaran virus dengue

merupakan penyebaran virus oleh nyamuk yang tercepat di dunia. Nyamuk

yang mengandung virus dengue dengan kepadatan populasi yang tinggi akan

menyebabkan nyamuk kontak dengan manusia semakin banyak dan

kemungkinan manusia terserang virus semakin tinggi juga. Virus dengue

Page 20: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

2

dapat ditularkan secara horizontal dari manusia pembawa virus ke nyamuk

(Sandina, 2011).

Penyakit DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari

seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam

jumlah penderita DBD setiap tahunnya. World Health Organization (WHO)

mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia

Tenggara terhitung sejak tahun 1968 - 2009 (WHO, 2009). Penyakit DBD

masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang

belum dapat ditanggulangi sampai saat ini. Penyakit ini sering kali

menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di beberapa kabupaten atau kota di

Indonesia. Pada tahun 2012, kasus DBD di Indonesia dilaporkan sebanyak

90.245 orang dengan kematian 816 orang. Pada tahun 2013, Incident Rate

(IR) DBD adalah 45,85/100.000 penduduk (Kemenkes, 2013).

Lampung merupakan salah satu dari enam provinsi yang dilaporkan terjadi

kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia pada

tahun 2013. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung pada

akhir tahun 2011 sampai awal tahun 2015 terjadi wabah DBD hampir di

seluruh kabupaten. Laporan penderita DBD di Kota Bandar Lampung 5 tahun

berturut-turut dari tahun 2011-2015 sebanyak 413, 1608, 576, 343 dan 335

kasus sampai bulan Mei ini sehingga Kota Bandar Lampung dikategorikan

sebagai daerah endemis DBD. Kasus DBD menyebar ke beberapa kelurahan

diberbagai kecamatan. Pada tahun 2010 ada 86 kelurahan yang tergolong

Page 21: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

3

endemis, kemudian pada tahun 2011 dan 2012 terdapat 77 kelurahan endemis

(Dinkes Lampung, 2015).

Perjalanan penyakit dengue dapat berkembang sangat cepat dalam beberapa

hari, bahkan dalam hitungan jam penderita dapat masuk dalam keadaan kritis

(Mariko, et al., 2014). Syok dan gangguan organ telah terbukti menjadi faktor

utama penyebab kematian infeksi dengue (suhendro, 2005; Moi et al., 2013;

Paranavitane e al., 2014). Infeksi dengue ditandai demam tinggi (38-400C)

yang berlangsung selama 2-7 hari, dengan gejala pendarahan, berbentuk uji

rumpel leed positif (RL) atau adanya petekie, purpura, epistaksis, perdarahan

gusi, hematemesis melena, hepatomegali, nyeri otot dan persendian. Renjatan

yang ditandai oleh rasa nyeri perut, mual, muntah, penurunan tekanan darah,

pucat, rasa dingin yang tinggi, terkadang disertai perdarahan dalam masa

inkubasi berlangsung selama 4-6 hari (Suherdo et. al., 2009).

Klasifikasi diagnosis dengue menurut World Health Organization (WHO)

adalah demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom

syok dengue (SSD). Menurut WHO dan Center for Disease Control and

Prevention (CDC), DBD ditandai dengan demam selama dua sampai tujuh

hari, perdarahan, trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh

karena terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler (WHO,

2009).

Diagnosis infeksi dengue sedini mungkin sangat penting untuk mencegah

perkembangan derajat keparahan penyakit ke dalam bentuk yang lebih serius.

Namun diagnosis penyakit dengue sulit ditegakkan pada beberapa hari awal

Page 22: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

4

sakit karena gejala yang muncul tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan

penyakit infeksi lainnya sehingga dapat menyebabkan keterlambatan

diagnosis. Penegakkan diagnosis penyakit dengue selain dengan menilai

gejala klinis juga diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk membantu

diagnosis (Shu dan Huang, 2004; Libratyet al., 2000).

Pemeriksaan laboratorium sampai sekarang masih menjadi lini depan dalam

penegakan diagnosis demam berdarah dengue (DBD). Diagnosis

laboratorium infeksi dengue dapat ditegakan dengan mendeteksi virus

spesifik, antibodi dan antibodi virus melalui pemeriksaan serologi (Shu dan

Huang, 2004). Pada akhir fase akut infeksi virus dengue, metode pilihan

dalam penegakan diagnosis menggunakan tes serologi. Sayangnya sampai

saat ini penggunaan tes serologis pada pasien curiga DBD belum begitu luas.

Harga yang cukup mahal serta perlengkapan yang tidak memadai adalah

faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Padahal dengan menggunakan tes

serologis antibodi IgM dan IgG kita dapat menentukan apakah seseorang

terkena infeksi dengue primer atau sekunder (Guzman et al., 2004). Adanya

pemeriksaan IgG dan IgM sangat bermanfaat karena dapat menentukan jenis

infeksi yang terjadi pada pasien. Infeksi primer terjadi pada saat penderita

mengalami infeksi akut atau pertama kali serangan. Infeksi primer biasanya

tidak menunjukan gejala atau gejala ringan. Pada infeksi dengue yang terjadi

berulang yaitu pada infeksi sekunder menyebabkan resiko derajat keparahan

yang lebih berat. SSD merupakan infeksi sekunder yang sangat berbahaya

(Guzman et al., 2004).

Page 23: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

5

Pada proses infeksi dengue salah satu respon imun yang berperan adalah

respon imun seluler yaitu limfosit T. Sel limfosit T, baik T-helper (CD4+)

dan T sitotoksik (CD8+), akan teraktivasi akibat stimulus sitokin seperti

interferon (IFN) atau karena adanya infeksi makrofag oleh virus. Sel T CD4+

mengaktivasi sel limfosit B untuk kemudian membentuk imunoglobulin

terutama IgM dan IgG yang berasal dari sel-sel plasma limfosit B (Sutaryo,

2004). Pembentukan immunoglobulin khususnya IgM di awal saat dengue

masuk ke dalam tubuh berperan untuk mengeliminasi virus. Keberadaan

proses ini dapat memperingan penyakit selama kadar IgM cukup banyak. Jika

kadar IgM rendah, infeksi akan berjalan lebih berat karena proses eliminasi

virus tidak memadai (Guzman et al., 2004).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUP Sanglah menunjukan dari

data diperoleh mayoritas pasien yaitu sebanyak 22 pasien (66,7%)

menunjukkan infeksi sekunder, sedangkan sebanyak 6 pasien (18,2%)

menunjukkan infeksi primer, dan sebanyak 5 pasien (15,2%) menunjukkan

hasil negatif (Wangsa, 2014).

Bandar Lampung dan daerah sekitarnya masih menjadi daerah endemis

demam berdarah. Kejadian ini memicu terjadinya infeksi berulang yang

menyebabkan berbagai gejala klinis sehingga mempengaruhi tingkat

keparahan penyakit. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ingin

membuktikan apakah ada hubungan jenis infeksi primer dan sekunder

terhadap derajat keparahan pada pasien dengue.

Page 24: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang

menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada

hubungan jenis infeksi primer dan sekunder terhadap derajat keparahan pada

pasien dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan jenis infeksi terhadap derajat keparahan pada

pasien dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui prevalensi infeksi primer pada penderita infeksi dengue

di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung.

b. Mengetahui prevalensi infeksi sekunder pada penderita infeksi

dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1.4.1 Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

hubungan jenis infeksi terhadap derajat keparahan pada pasien

dengue.

Page 25: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

7

1.4.2 Bagi Institusi

Hasil penelitian diharapkan untuk dapat memperbanyak penelitian

terkait infeksi dengue sebagai rujukan bacaan khususnya di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

1.4.3 Bagi Peneliti Sendiri

a. Peneliti ini mendapat wawasan, baik dalam bentuk pengalaman

maupun dari segi ilmu pengetahuan tentang hubungan jenis infeksi

terhadap derajat keparahan pada pasien dengue.

b. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Umum.

Page 26: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh infeksi virus dengue serotipe I, II, III dan IV

(Soegijanto, 2003). DBD merupakan kondisi lanjutan dari demam

dengue dimana terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di

rongga tubuh. Kondisi paling berat dari DBD adalah SSD yaitu DBD

yang ditandai oleh syok (Suhendro,et al., 2009).

2.1.2 Epidemiologi

Demam berdarah dengue (DBD) menjadi perhatian di seluruh dunia

terutama di Asia dikarenakan sebagai penyebab utama kesakitan dan

kematian anak. Data dari WHO menunjukkan sekitar 1,8 miliar lebih

dari 70% dari populasi berisiko dengue di seluruh dunia yang tinggal di

negara anggota WHO wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat,

menderita hampir 75% dari beban penyakit global saat ini disebabkan

oleh demam berdarah dengue (WHO, 2011). Epidemi DBD adalah

Page 27: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

9

masalah kesehatan utama masyarakat di Indonesia, Myanmar, Sri

Langka, Thailand dan Timor Leste yang berada di zona hujan tropis dan

katulistiwa dimana nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah

perkotaan dan pedesaan, tempat beberapa serotipe virus beredar.

Gambar 1. Prevalensi Negara Dengan Risiko Transmisi Virus Dengue

(Sumber : WHO, 2011)

Demam berdarah dengue pertama kali digunakan di Asia Tenggara

tahun 1953 di Filipina. DBD di Indonesia pertama kali dicurigai pada

tahun 1968 terdapat di Surabaya dan konfirmasi virologisnya diperoleh

pada tahun 1970. Tahun 1972 epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan

terdapat di Sumatera Barat dan Lampung kemudian tahun 1973 disusul

Riau, Sulawesi Utara dan Bali. Saat ini DBD sudah endemis di kota

besar dan penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan.

(WHO, 2011).

Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2012

menyebutkan jumlah penderita DBD di Indonesia sebanyak 90.245

Page 28: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

10

kasus dengan jumlah kematian 816 orang (Indeks Rate/IR= 37,27 per

100.000 penduduk dan Case Fatality Rate/CFR= 0,90 %). Jumlah kasus

penyakit DBD terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu 19.663

kasus diikuti oleh Jawa Timur (8.177 kasus), Jawa Tengah (7.088

kasus) dan DKI Jakarta (6.669 kasus).Keempatnya merupakan provinsi

yang memiliki jumlah penduduk terbesar dimana ini merupakan faktor

risiko dari penyebaran penyakit dengue (Kemenkes, 2012).

2.1.3 Etilogi

Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang

ditularkan oleh nyamuk. Virus dengue ini termasuk kelompok B

arthropod virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus

flavivirus, famili flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu

DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dari salah satu serotipe

menimbulkan antibodi terhadap virus yang bersangkutan, sedangkan

antibodi yang terbentuk untuk serotipe lain sangat kurang, sehingga

tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lain. Seorang

yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3/4

serotipe yang berbeda selama hidupnya. Serotipe DEN-3 merupakan

serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan

manifestasi klinik yang berat (CDC, 2009).

2.1.4 Vektor

Virus dengue ditularkan ke tubuh host melalui gigitan nyamuk. Vektor

utama demam berdarah dengue (DBD) adalah Aedes aegypti sedangkan

Page 29: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

11

Aedes albopictus sebagai vektor potensialnya. Aedes aegypti dewasa

berukuran lebih kecil dibandingkan ukuran nyamuk rumah.

Morfologinya cukup khas yaitu memiliki gambaran lira putih pada

punggungnya. Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat

perindukannya 1-2 cm di atas permukaan air. Pertumbuhan dari telur

hingga menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari

(Departemen Parasitologi FK UI, 2008).

Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi

air bersih yang letaknya berdekatan letaknya dengan rumah penduduk

biasanya kurang dari 500 meter. Tempat perindukan dapat berupa

tempayan, bak mandi, kaleng, kelopak daun tanaman dan tempat yang

berisi air lainnya (Guzman et al., 2010).

Nyamuk betina mengisap darah manusia pada siang hari. Pengisapan

darah dilakukan dari pagi hari sampai petang dengan dua puncak waktu

yaitu setelah matahari terbit (pukul 8.00-10.00) dan sebelum matahari

terbenam (pukul 15.00-17.00). Aedes aegypti beristirahat di tempat

berupa semak-semak, rerumputan, atau dapat juga di benda-benda yang

tergantung dalam rumah, seperti pakaian. Nyamuk ini dapat hidup

selama sepuluh hari di alam bebas. Aedes aegypti mampu terbang

sejauh jarak 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya cukup

pendek yaitu kurang dari 40 meter (Departemen Parasitologi FK UI,

2008)

Page 30: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

12

2.1.5 Transmisi

Nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus dengue setelah

menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus

yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari

(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada

manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina

dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun

perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk

dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan

dapat menularkan virus selama hidupnya (Sutaryo, 2004).

Transmisi dengue biasa terjadi saat musim hujan ketika suhu dan

kelembaban kondusif bagi perkembang biakan vektor pada habitat

sekunder yang baik bagi kelangsungan hidup nyamuk. Selain

mempercepat siklus hidup Aedes aegypti, suhu lingkungan juga

mengakibatkan produksi nyamuk ukuran kecil, dan mengurangi masa

inkubasi ekstrinsik virus. Nyamuk betina ukuran kecil dipaksa untuk

mengambil lebih banyak makanan darah guna mendapatkan protein

yang dibutuhkan untuk produksi telur. Hal tersebut menyebabkan

peningkatan jumlah individu yang terinfeksi dan memungkinkan

terjadinya epidemi (WHO, 2011).

Saat musim kemarau, beberapa faktor berkontribusi dalam inisiasi dan

mempertahankan terjadinya epidemi dengue diantaranya strain virus,

perilaku, kepadatan atau jumlah dan kapasitas vektor pada populasi

vektor, kerentanan populasi manusia, dan pemajanan virus terhadap

Page 31: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

13

populasi tertentu. Jenis strain virus yang menginfeksi dapat

mempengaruhi besar dan durasi viremia pada seseorang. Kerentanan

populasi manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dan status imun

individu (Bhatt et al., 2013).

2.1.6 Patogenesis

Patogenesis demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue

(SSD) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang

banyak dipakai pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder

(secondary heterologous infection theory) atau hipotesis immune

enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa

pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe

virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar

untuk menderita DBD atau SSD (IDAI, 2012).

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain

yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen

antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel

leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus

tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan

replikasi dalam sel makrofag (Sohendro et. al., 2009).

Page 32: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

14

Gambar 2 Patogenesis terjadinya syok pada DBD

(Sumber: WHO, 2009)

Menurut hipotesis infeksi sekunder, sebagai akibat infeksi sekunder

oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik

pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit

dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Proliferasi limfosit juga

menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue di limfosit.

Mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya

mengaktifasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya

cairan ke ekstravaskular. Peningkatan permeabilitas terbukti dengan

Secondary heterologous dengue infection

Kompleks virus-antibodi

Aktivasi komplemen

Anafilatoksin (C3a, C5a)

komplemen

Replikasi virus Anamnestic antibody response

Histamin dalam urin

meningkat

Permeabilitas kapiler meningkat

Perembesan plasma

Hipovolemi

Syok

>30% pada kasus

syok 24-28 jam

Ht meningkat

Natrium menurun

Cairan dalam rongga

serosa

Anoksia Asidosis

Meninggal

Page 33: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

15

peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya

cairan dalam rongga serosa (Kemenkes, 2010).

Gambar 3. Peranan mast cell terhadap terjadinya DBD/SSD (Sumber :Saint John, et al., 2013)

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah

respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam

proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi antibodi. Antibodi

terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus

pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent

enhancement (ADE) (Rena et al., 2009).

Virus dengue masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

sp. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju

organ sasaran yaitu sel kupffer hepar (Clyde et al., 2006). Siklus

intraseluler virus dengue hampir serupa dengan siklus virus lain yang

Page 34: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

16

juga tergolong dalam genus flavivirus. Infeksi virus dengue dimulai saat

vektor mengambil darah host dan memasukkan virus ke dalamnya.

Virus dengue berikatan dan masuk ke dalam sel host melalui proses

endositosis yang dimediasi oleh reseptor afinitas rendah seperti sel

dendritik (Clyde et al., 2006). Virus dengue juga dapat menginfeksi

leukosit, jantung, ginjal, lambung, bahkan menembus sawar darah otak

(Singhi et al., 2007). Peningkatan aktivasi kekebalan, khususnya selama

infeksi sekunder, menyebabkan respon sitokin menjadi berlebihan

sehingga terjadi perubahan permeabilitas vaskular. Mekanisme

imunopatogenesis infeksi virus dengue melibatkan respon humoral

berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi

virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibodi, limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik

(CD8), monosit dan makrofag, sitokin serta aktivasi komplemen (Clyde

et al., 2006). Virus akan ditangkap, kemudian antigen virus diproses

dengan cara dipecah secara proteolitik menjadi bagian yang lebih kecil

oleh antigen presenting cell (APC) yaitu molekul histokompatibilitas

(MHC) kelas I, atau makrofag dan sel dendritik. Setelah terpajan pada

antigen yang sesuai, APC meninggalkan jaringan dan bermigrasi

melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe, dan mengaktivasi sel T

helper (CD4) dan sel T sitotoksik (CD8) yang menghasilkan limfokin

dan interferon γ (Kumar et al., 2007; Clyde et al., 2006).

Selanjutnya, interferon γ akan mengaktivasi makrofag yang

menyebabkan sekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF α, IL-1,

dan PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin (Rena et al.,

Page 35: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

17

2009). Peningkatan sekresi sitokin akan mengaktivasi sistem

komplemen (C3 dan C5) yang menyebabkan terbentuknya C3a dan

C5a. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas

plasma dinding pembuluh darah dan perembesan plasma dari ruang

intravaskuler ke ekstravaskuler (plasma leakage), suatu keadaan yang

berperan dalam terjadinya syok. Kenaikan kadar C3a mempunyai

korelasi dengan berat ringan penyakit. Kadar C3a pada DBD dengan

syok secara bermakna lebih tinggi dari pada kelompok lain yang lebih

ringan (Sutaryo, 2004).

2.1.7 Gambaran Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik,

maupun simtomatik berupa demam tidak khas (viral syndrome), demam

dengue, demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue, bahkan

expanded dengue syndrome yang disertai organopati (WHO, 2011).

Infeksi oleh satu serotipe dengue memberikan imunitas seumur hidup

terhadap serotipe tersebut, akan tetapi hanya terdapat cross protective

jangka pendek terhadap serotipe lainnya. Manifestasi klinis yang

muncul tergantung pada strain virus yang menginfeksi dan faktor host,

seperti usia, dan status imunitas seseorang (WHO, 2011).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 mengeluarkan

Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control sebagai

panduan tatalaksana DBD dengan membagi demam dengue menjadi 3

fase, yaitu sebagai berikut:

Page 36: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

18

a. Fase Demam

Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah

memerah, kulit memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan

sakit kepala. Gejala lain seperti nyeri tenggorokan, faring hiperemis,

konjungtiva hiperemis. Anorexia, nausea dan muntah muntah umum

terjadi. Sulit untuk membedakan dengue dengan non-dengue pada

fase demam, uji torniquet positif mempertinggi kemungkinan

penderita mengalami infeksi virus dengue. Monitor diperlukan untuk

menilai timbulnya tanda bahaya (warning sign) yang akan membuat

pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis. Manifestasi perdarahan ringan

seperti petekie dan perdarahan membran mukosa seperti perdarahan

hidung dan gusi dapat terjadi. Perdarahan pervaginam yang masif

dapat terjadi pada wanita usia muda dan perdarahan saluran cerna

dapat terjadi pada fase ini tetapi jarang. Hati dapat membesar dan

tegang/nyeri setelah demam beberapa hari. Tanda paling awal dari

pemeriksaan darah rutin adalah menurunnya total leukosit

(leukopenia) yang dapat menjadi dasar klinisi untuk menilai pasien

sudah terjangkit virus dengue (WHO, 2011).

b. Fase Kritis

Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi ≤

37,5-38oC dan bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7,

meningkatnya permeabilitas kapiler bersamaan dengan

meningkatnya kadar hematokrit dapat terjadi. Ini merupakan tanda

awal fase kritis.Leukopenia yang progresif diikuti dengan

Page 37: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

19

menurunnya jumlah trombosit mengiindikasikan kebocoran plasma.

Efusi pleura dan asites dapat terdeteksi tergantung dari derajat

kebocoran plasma dan volume dari terapi cairan. Foto thorax dan

ultrasonografi abdomen dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi

pleura dan asites. Syok dapat terjadi didahului oleh timbulnya tanda

bahaya (warning sign). Temperatur tubuh dapat subnormal saat syok

terjadi. Syok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ yang dapat

mengakibatkan kegagalan organ, metabolik asidosis dan

disseminated intravascular coagulation (DIC). Hepatitis akut yang

berat, ensefalitis, miokarditis dan atau terjadi perdarahan yang masif

dapat terjadi.Pasien yang membaik dalam fase ini disebut sebagai

non-severe dengue. Pasien yang memburuk akan menunjukkan tanda

bahaya. Pasien ini bisa membaik dengan rehidrasi intravena atau

memburuk kembali yang disebut severe dengue (WHO, 2011).

Severe dengue didefinisikan bila didapati satu atau lebih hal-hal

berikut ini:

1. Kebocoran plasma yang mengarah pada syok

2. Perdarahan hebat

3. Gangguan berat organ (WHO, 2011).

Biasanya terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 demam berkisar antara hari

ke 3-7, ditandai dengan tanda bahaya. Kompensasi tubuh untuk

mempertahankan tekanan sistolik menyebabkan takikardia dan

vasokonstriksi perifer, ditandai dengan akral dingin dan peningkatan

Page 38: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

20

capillary refill time. Akhirnya terjadi dekompensasi dan tekanan

darah menghilang. Syok akibat hipotensi dan hipoksia akan

menyebabkan kegagalan multiorgan (WHO,2011).

c. Fase Penyembuhan

Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan

dari kompartemen ekstravaskular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan

umum membaik, kembalinya nafsu makan, berkurangnya gejala

gastrointestinal, hemodinamik stabil dan cukup diuresis. Bradikardia

dan perubahan elektrokardiogram (EKG) dapat terjadi pada fase ini.

Hematokrit kembali normal atau lebih rendah karena efek dilusi

cairan yang diberikan. Leukosit kembali meningkat disusul dengan

meningkatnya trombosit (WHO, 2011).

Gambar 4.Karakteristik penyakit Demam Dengue

(Sumber :WHO, 2011)

Page 39: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

21

2.1.8 Diagnosis

World Health Organization (WHO) melalui guidelinenya tahun 2009

menyatakan bahwa pasien demam dengue dapat diklasifikasikan ke

dalam 4 kriteria yaitu sebagai berikut:

a. Undifferentiated Fever (Sindrom Infeksi Virus)

Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat

dibedakan dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan

berupa makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala dari saluran

pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.

b. Demam Dengue

1. Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan keluhan demam mendadak tinggi,

disertai nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan tulang, nyeri

retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed,

lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok,

dan depresi umum.

2. Pemeriksaan fisik

a) Demam didapatkan dengn suhu 39-40°C, berakhir 5-7 hari.

b) Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka

kemerahan), leher, dan dada.

c) Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular atau

rubeolliform.

d) Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki

bagian dorsal, lengan atas, dan tangan.

Page 40: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

22

e) Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang

pucat pada kulit yg normal, dapat disertai rasa gatal.

f) Manifestasi perdarahan

1) Uji rumple leed positif dan/atau petekie.

2) Epitaksis hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan

saluran cerna (jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan

trombositopenia).

c. Demam Berdarah Dengue

Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam,

kritis, dan masa penyembuhan (convalescence/recovery).

1. Fase Demam

a) Anamnesis

Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 400C, serta terjadi

kejang demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala,

nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,

nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.

b) Pemeriksaan Fisik

1) Manifestasi perdarahan

a) Uji bendung positif (>10 petekie/inch2) merupakan

manifestasi perdarahan yang paling banyak pada fase

demam awal

b) Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk

jalur vena

c) Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak

Page 41: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

23

d) Epistaksis, perdarahan gusi

e) Perdarahan saluran cerna

f) Hematuria (jarang)

g) Menorrhagia

2) Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan

dan disertai kelainan fungsi hati (terutama transaminase)

lebih sering ditemukan pada DBD.

Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak

normal, perembesan plasma khususnya pada rongga pleura dan

rongga peritoneal, hipovolemia, dan syok, karena terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler.Perembesan plasma yang

mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan

rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.

2. Fase Kritis

Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal

pada masa transisi dari saat demam ke bebas demam disebut fase

time of fever defervescence ditandai dengan,

a) Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar.

b) Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites,

edema pada dinding kandung empedu. Foto dada (dengan

posisi right lateral decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapat

mendeteksi perembesan plasma tersebut.

Page 42: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

24

c) Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar /

<3.5 g% yang merupakan bukti tidak langsung dari tanda

perembesan plasma

d) Tanda-tanda syok yaitu dilihat dari anak gelisah sampai terjadi

penurunan kesadaran, sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut

sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi ≤20 mmHg,

dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary

refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg

berat badan/jam), sampai anuria.

e) Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia,

ketidakseimbangan elektrolit, kegagalan multipel organ, dan

perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera diatasi.

3. Fase Penyembuhan (Convalescence, Recovery)

Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu

makan kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan

pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus bradikardia/

aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada

DD.

d. Expanded Dengue Syndrome

Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi berbagai organ

seperti hati, ginjal, otak dan jantung. Kelainan organ tersebut

berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas, atau komplikasi

dari syok yang berkepanjangan.

Page 43: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

25

1. Diagnosis

DBD atau DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan

laboratorium.

2. Kriteria Klinis

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung

terus-menerus selama 2-7 hari.

a) Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie,

purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis,

dan/melena

b) Pembesaran hati

c) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan

nadi (≤20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit

lembab, dan pasien tampak gelisah.

3. Kriteria Laboratorium

a) Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)

b) Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit

c) 20% dari nilai dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin

(WHO, 2012).

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,

a. Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan

hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20%.

b. Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma.

c. Dijumpai tanda perembesan plasma

1. Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)

2. Hipoalbuminemia

Page 44: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

26

d. Perhatian

1. Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia

yang jelas, mendukung diagnosis DSS.

2. Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari

syok sepsis (WHO,2012).

Pada tahun 2011, WHO mengembangkan suatu sistem klasifikasi

derajat keparahan penyakit infeksi dengue yang digunakan sebagai

pedoman diagnosis dan penentuan tatalaksana infeksi dengue. Diagnosis

infeksi dengue dilihat dari Gejala klinis ditambah trombositopenia

ditambah hemokonsentrasi, kemudian dikonfirmasi dengan deteksi

antigen virus dengue (NS1) atau dan uji serologi anti dengue positif

(IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif). Derajat keparahan

infeksi dengue diklasifikasikan menjadi 4 derajat seperti yang tertera

pada tabel 1 (Macedo et al., 2014).

Page 45: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

27

Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO (2011)

DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium

DD Demam disertai minimal

dengan 2 gejala

1. Nyeri kepala

2. Nyeri retro-orbital

3. Nyeri otot

4. Nyeri sendi/ tulang

5. Ruam kulit

makulopapular

6. Manifestasi

perdarahan

7. Tidak ada tanda

perembesan plasma

1. Leukopenia (jumlah

leukosit

≤4000sel/mm3)

2. Trombositopenia

(jumlah trombosit

<100.000sel/ mm3)

3. Peningkatan

hematokrit (5%-

10%)

4. Tidak ada bukti

perembesan plasma DBD I Demam dan manifestasi

perdarahan (uji bendung

positif) dan tanda

perembesan plasma

Trombositopenia

<100.000sel/mm3;

peningkatan hematokrit

≥20%

DBD II Seperti derajat I

ditambah perdarahan

spontan

Trombositopenia

<100.000sel/mm3;

peningkatan hematokrit

≥20%

DBD III Seperti derajat I atau II

ditambah kegagalan

sirkulasi (nadi lemah,

tekanan nadi ≤20mmHg,

hipotensi, gelisah,

diuresis menurun

Trombositopenia

<100.000sel/mm3;

peningkatan hematokrit

≥20%

DBD IV Syok hebat dengan

tekanan darah dan nadi

yang tidak terdeteksi

Trombositopenia

<100.000sel/mm3;

peningkatan

hematokrit20%

2.1.9 Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa parameter pemeriksaan laboratorium sederhana bagi pasien

DD adalah :

a. Leukosit

Leukosit dapat normal atau menurun, Mulai hari ke 3 dapat ditemui

limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya

limfosit plasma biru (LPB) >15% dari total leukosit yang pada fase

syok akan meningkat.

Page 46: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

28

b. Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia (<100.000/mm3) pada hari ke

3-8. Trombosit akan menigkat kembali setelah memasuki fase

convalescence.

c. Hematokrit

Kebocoran Plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit >20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari

ke-3 demam.

Metode diagnosis laboratorium lanjutan untuk mengkonfirmasikan

infeksi virus dengue melibatkan deteksi virus, asam nukleat virus,

antigen atau antibodi, atau kombinasi dari teknik ini. Setelah timbulnya

penyakit, virus dapat dideteksi dalam serum, plasma, sirkulasi sel darah

dan jaringan lain selama 4-5 hari. Selama tahap awal penyakit, isolasi

virus, asam nukleat atau deteksi antigen bisa digunakan untuk

mendiagnosa infeksi. Pada akhir fase akut infeksi, serologi adalah

metode pilihan untuk diagnosis (WHO, 2009).

Respon antibodi terhadap infeksi berbeda sesuai dengan status

kekebalan dari penderita. Infeksi dengue terjadi pada orang yang

sebelumnya belum pernah terinfeksi sebuah flavivirus atau diimunisasi

dengan vaksin flavivirus misalnya untuk demam kuning, (Japanesse

encephalitis), pasien menghasilkan respon antibodi primer yang

ditandai dengan peningkatan antibodi spesifik secara perlahan.

(WHO 2009).

Page 47: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

29

Antibodi IgM adalah imunoglobulin yang pertama muncul. Antibodi ini

terdeteksi pada 50% pasien selama hari ke 3-5 setelah onset penyakit,

meningkat menjadi 80% pada hari ke-5 dan 99% pada hari ke 10.

Tingkat IgM mencapai puncaknya sekitar dua minggu setelah

timbulnya gejala dan kemudian menurun umumnya ke tingkat tidak

terdeteksi selama 2-3 bulan. Serum anti dengue IgG umumnya

terdeteksi pada titer rendah pada akhir minggu pertama penyakit,

meningkat perlahan-lahan setelahnya dengan serum IgG masih

terdeteksi setelah beberapa bulan dan mungkin bahkan seumur hidup

(Guzman, 2004).

Gambar 5. Pemeriksaan laboratorium berdasarkan onset of symptoms

(Sumber: WHO, 2009)

Selama infeksi dengue sekunder merupakan infeksi dengue pada host

yang sebelumnya telah terinfeksi oleh Virus Dengue, atau kadang-

kadang setelah vaksinasi flavivirus non-dengue atau infeksi, titer

antibodi meningkat pesat dan bereaksi secara luas terhadap banyak

flavivirus.

Page 48: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

30

IgG adalah immunoglobulin yang dominan terdeteksi pada tingkat

tinggi, bahkan di fase akut, dan menetap selama periode yang

berlangsung dari 10 bulan sampai seumur hidup. Tingkat IgM lebih

rendah pada infeksi sekunder dibandingkan yang primary dan mungkin

tidak terdeteksi dalam beberapa kasus. Untuk membedakan Infeksi

dengue primer dan sekunder, rasio antibodi IgM atau IgG sekarang

lebih sering digunakan dibandingkan dengan tes haemagglutination-

inhibition (HI) (WHO, 2009).

Antibody IgM dengue umumnya diperiksa dengan menggunakan IgM

Antobody-Captured Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (MAC –

ELISA) sementara IgG diperiksa dengan IgG ELISA test. Sementara itu

NS1 diperiksa dengan NS1 Kit (Malavige, G.N., 2004). Sementara di

Indonesia menurut Depkes RI (2011), digunakan Rapid Diagnosis Test

(RDT) untuk mendeteksi NS1, IgG dan IgM sebagai uji diagnostik.

Secara umum, tes dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi

memerlukan teknologi yang lebih kompleks dan keahlian teknis,

sedangkan tes cepat dapat mengganggu sensitivitas dan spesifisitas

demi kemudahan kinerja dan kecepatan. Isolasi virus dan deteksi asam

nukleat lebih mahal, tetapi juga lebih spesifik dari pada deteksi antibodi

menggunakan metode serologi. Gambar di atas ini menunjukkan

hubungan terbalik antara kemudahan menggunakan dan memperoleh uji

diagnostik dengan kepercayaan pada hasil tes (WHO, 2009).

Page 49: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

31

Hasil Analisia (Pok,et al.,2010) menunjukkan bahwa RT-PCR adalah

metode diagnostik paling sensitif dan paling spesifik (100%) dalam 3

hari pertama demam. Sementara sensitifitas rata-rata dari pemeriksaan

antigen NS1 dengue dalam periode yang sama adalah 81,7%, yang

menunjukkan bahwa pemeriksaan ini cukup potensial sebagai

pemeriksaan yang cukup terpercaya dan lebih hemat sebagai metode

diagnosis alternatif deman dengue dari RT-PCR di pusat kesehatan

primer. Rendahnya sensitifitas dalam mendiagnosa infeksi DBD

sekunder menjadi salah satu kelemahan pemeriksaan uji antigen NS1

dengue. Tingkat sensitifitas dari pemeriksaan IgM tergantung dari alat

yang kita gunakan. Pada perbandingan antara 9 buah MAC-ELISA kit

yang dijual bebas didapati sensitivitasnya berkisar dari 21-99%

sementara spesitifitasnya 77-98%. Ditemukan juga adanya false

positive pada pasien malaria dan mantan pasien DBD (Hunsperger et

al., 2009).

Tingkat sekresi nonstructural protein NS1 (sNS1) bebas Virus Dengue

dalam plasma berhubungan dengan tingkat viremia dan lebih tinggi

pada pasien dengan DHF dibandingkan dengan DF.sNS1 yang

meningkat (≥ 600 ng/mL) dalam 72 jam setelah onset penyakit

mempunyai risiko yang tinggi untuk menjadi DHF (Depkes RI, 2010).

Menurut Kemenkes (2010) pembagian Rapid Diagnostic Test (RDT)

yang digunakan di Indonesia sebagai berikut:

Page 50: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

32

a. Rapid Test NS1

Kit yang digunakan Dengue Dx NS1 Antigen Rapid Test. Setiap tes

berisikan satu membrane strip, yang telah dilapisi dengan anti-

dengue NS1 antigen capture pada daerah garis tes. Anti-dengue NS1

antigen-colloid gold conjugate dan serumsampel bergerak sepanjang

membran menuju daerah garis tes (T) dan membentuk suatu garis

yang dapat dilihat sebagai suatu bentuk kompleks antibody-antigen-

antibody gold particle. Dengue Dx NS1 Antigen Rapid Tes memiliki

dua garis hasil, garis ”T” (garis tes) dan ”C” (garis kontrol). Kedua

garis ini tidak akan terlihat sebelum sampel ditambahkan. Garis

kontrol C digunakan sebagai kontrol prosedur.Garis ini selalu

muncul jika prosedur tes dilakukan dengan benar dan reagen dalam

kondisi baik. Interpretasi hasil pengujian adalah:

1. Hasil Negatif:Jika terbentuk garis pada area garis kontrol (C).

2. Hasil Positif: Jika terbentuk garis pada area garis (T) dan (C).

3. Hasil Invalid: jika tidak terbentuk garis pada area garis kontrol

(C). Untuk hasil Invalid dilakukan tes ulang (kemekes, 2010).

b. Rapid Tes IgG/IgM

Kit yang digunakan adalah Dengue Dx IgG/IgM Rapid Tes. Dengue

Dx IgG/IgM tes memiliki tiga garis pre-coated pada permukaan

membran. Garis tes dengue IgG (G), garis tes dengue IgM (M), dan

garis kontrol (C). Ketiga garis ini terletak dibagian jendela hasil dan

tidak akan terlihat sebelum sebelum dilakukan penambahan sampel.

Garis kontrol C digunakan sebagai kontrol prosedur. Garis ini selalu

Page 51: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

33

muncul jika prosedur tes dilakukan dengan benar dan reagen dalam

kondisi baik. Garis “G” dan “M” akan terlihat pada jendela hasil jika

terdapat antobodi IgG dan IgM terhadap virus dengue dalam sampel.

Jika tidak terdapat antibodi, maka tidak akan terbentuk garis “G”

atau “M”. Interpretasi hasil laboratorium yaitu:

1. Negatif, hanya terlihat garis kontrol “C” pada tes. Tidak

terdeteksi adanya antibodi IgG atau IgM. Ulangi tes 3-5 hari

kemudian jika diduga ada infeksi dengue.

2. IgM Positif, bila terlihat garis kontrol “C” dan garis IgM (“M”)

pada tes. Positif antibodi IgM terhadap virus dengue.

Mengindikasikan infeksi dengue primer.

3. IgG Positif, bila terlihat garis Kontrol “C” dan garis IgG (“G”)

pada tes. Positif antibodi IgG terhadap virus dengue.

Mengindikasikan infeksi dengue sekunder ataupun infeksi dengue

masa lalu

4. IgG dan IgM Positif,bila terlihat garis Kontrol “C”, garis IgG

(“G”), dan garis IgM (“M”) pada tes. Positif pada kedua antibodi

IgG dan IgM terhadap virus dengue. Mengindikasikan infeksi

dengue primer akhir atau awal infeksi dengue sekunder.

5. Invalid, tidak terlihat garis Kontrol “C” pada tes. Jumlah sampel

yang tidak sesuai, atau prosedur kerja yang kurang tepat dapat

mengakibatkan hasil seperti ini. Ulangi pengujian dengan

menggunakan tes yang baru (kemenkes, 2010).

Page 52: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

34

2.2 Kerangka Teori

Kererangan = Variabel yang diteliti

= Variabel tidak diteliti

Gambar 6.Kerangka Teori

(Sumber :WHO, 2011)

Virus dengue

Host

Secondary heterologous

dengue infection

Replikasi virus

Anamnestic antibody

response

Kompleks

virus antibodi

Agregasi

trombosit

Aktivasi

koagulasi

Aktivasi

komplemen

Derajat berat dengue

1. Demam dengue

2. DBD grade I

3. DBD grade II

4. DBD grade III

5. DBD grade IV (DSS)

Antibody dependent

enhancement

Antibodi

IgM/IgG

Diagnosis infeksi dengue

1.Gejala klinik

2.Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan IgM/IgG anti-dengue

Infeksi

Primer

Infeksi

Sekunder

Page 53: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

35

2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 7. Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ho: Tidak terdapat hubungan jenis infeksi terhadap derajat keparahan infeksi

dengue pada pasien dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar

Lampung.

Ha: Terdapat hubungan jenis infeksi terhadap derajat keparahan infeksi dengue

pada pasien dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung.

Derajat berat dengue

1. Demam dengue

2. DBD grade I

3. DBD grade II

4. DBD grade III

5. DBD grade IV (DSS)

Pemeriksaan IgM/IgG

anti-dengue

Infeksi

Primer

Infeksi

Sekunder

Secondary heterologous

dengue infection

Anamnestic antibody

response

Antibodi

IgM/IgG

Page 54: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian untuk mempelajari

hubungan antara faktor risiko dengan efek meliputi variabel bebas dan

variabel terikat yang diukur sekaligus dalam suatu waktu (Notoatmodjo,

2012) dimana penelitian ini mengetahui hubungan jenis infeksi terhadap

derajat keparahan infeksi dengue di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar

Lampung dibagian laboratorium patologi klinik dan rawat inap rumah

sakit urip sumoharjo.

3.2.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2016.

Page 55: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

37

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah sejumlah subjek besar yang

mempunyai karakteristik tertentu. Karakteristik subjek ditentukan

sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2007).

Populasi terjangkau (accessible population) suatu penelitian adalah

bagian dari populasi yang dapat dijangkau oleh peneliti. Dengan

perkataan lain populasi terjangkau adalah bagian populasi yang dibatasi

oleh tempat dan waktu (Sastroasmoro, 2007). Populasi terjangkau untuk

penelitian ini adalah pasien suspek infeksi dengue di RS Urip

Sumoharjo Bandar Lampung pada bulan November – Desember 2016.

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien suspek infeksi

dengue di RS Urip Sumoharjo Bandarlampung pada bulan November-

Desember 2016 dengan kriteria gejala klinis demam.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah consecutive

sampling. Pada consecutive sampling, semua subjek yang datang dan

memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai

jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Consecutive sampling ini

merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik dan

merupakan cara termudah. Sebagian besar penelitian klinis (termasuk

uji klinis) menggunakan teknik ini untuk pemilihan subjeknya

(Sastroasmoro, 2007).

Page 56: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

38

Adapun jumlah sampel yang akan diambil adalah menggunakan rumus

(Tantra 2011).

N =(

)2

Keterangan

N = Besar sampel

Zα = 1,96 (tingkat kemaknaan α = 0,05)

Zβ = 0,842 (power penelitian β = 80%)

r = 0,46 (korelasi yang ditetapkan peneliti berdasarkan penelitian)

(Tanra, 2011).

Perhitungan :

n = (

)2

n = 31

Dari hasil perhitungan didapatkan besar sampel sebanyak 31 responden.

Teknik pengambilan Sampel penelitian diperoleh secara consecutive

sampling.

Kriteria inklusi:

a. Pasien mau mengikuti penelitian dengan menyetujui lembar

informed consent.

Kriteria eksklusi :

1. Pasien yang sedang mengkonsumsi obat – obatan yang mensupresi

sumsum tulang.

Page 57: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

39

2. Pasien yang memiliki riwayat kelainan darah.

3. Pasien dengan penyakit koinsiden lain, misalnya demam tifoid,

malaria, hepatitis dan cikungunya.

4. Catatan medik tidak lengkap.

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan

mempengaruhi variabel lain (Dahlan, 2013). Dalam penelitian ini, yang

menjadi variabel bebas adalah jenis infeksi dengue. Variabel terikat adalah

variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang

menjadi variabel terikat adalah derajat penyakit dengue.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional menguraikan variabel dependen maupun variabel

independen, alat ukur, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur pada penelitian

ini. Disini meliputi skala yaitu nominal, ordinal, interval ataupun rasio.

Tabel 2. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil

Ukur

1. Jenis

infeksi

dengue

Jenis infeksi

dengue berupa

infeksi primer

atau infeksi

sekunder

- Ig M

- Ig G

Rapid test

dengue

1= Infeksi

primer, bila

IgM positif

2= infeksi

sekunder, bila

IgG atau IgG

dan IgM positif

Ordinal

2. Derajat

keparahan

infeksi

dengue

Jenis infeksi

dengan derajat

keparahan

pasien DBD

menurut

kriteria WHO

2011

Anamnesa,

pemeriksaan

fisik dan

pemeriksaan

laboratorium

Diagnosa

yang

ditegakan oleh

dokter/

spesialis

dalam rekam

medic

1 = demam

dengue

2 = demam

berdarah

dengue

Ordinal

Page 58: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

40

3.6. Alat dan Bahan Penelitian

3.6.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

perangkat tes Dengue Dx IgG/IgM Rapid Tes, disposable dropper

(sekali pakai), assay diluent, lembar petunjuk penggunaan, tabung

reaksi yang tidak mengandung anti koagulan, alat senrtrifugasi, spuit,

torniket, rekam medis pasien suspek infeksi dengue di RS Urip

Sumoharjo pada bulan November-Desember 2016, alat tulis, dan

program komputer statistika.

3.6.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah serum

pasien suspek infeksi dengue.

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Prinsip Pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan IgM/IgG anti dengue yang berkembang pada

pemeriksaan dengue cara cepat dengan menggunakan metode

imunokromatografi, antara lain Dengue Rapid Test (Dengue Duo IgM

and IgG Rapid Strip Test SD BIOLINE). Dari SD Standar diagnostics,

INC Uji ini menggunakan protein envelop rekombinan dengue, serta

digunakan untuk membedakan infeksi dengue primer dan sekunder. Uji

ini dapat mendeteksi baik IgM dan IgG anti-dengue sekaligus dalam

serum tunggal dalam waktu 15-30 menit. Pada Dengue Rapid Test (uji

ICT) berbentuk strip ini telah distandardisasi sedemikian rupa sehingga

Page 59: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

41

pada penderita infeksi primer IgM positif dimana IgGnya negatif,

sebaliknya pada infeksi sekunder hasil IgG positif dapat disertai dengan

atau tanpa hasil IgM yang positif (Aryati, 2004).

Prinsip pemeriksaan yaitu fase padat nitroselulose/dipstick dengan daya

kromatografi maka antibodi IgM atau IgG anti-dengue yang terdapat di

dalam serum penderita akan berikatan dengan antihuman IgM atau

antihuman IgG yang telah diimobilisasi pada fase padatnya membentuk

garis melintang pada membran tes. Secara bersamaan antibodi

monoklonal anti-dengue yang berlabel gold bereaksi dengan antigen

dengue (rekombinan). Konjugat ini ( antibodi monoklonal anti-dengue

yang berikatan dengan antigen dengue ) akan berikatan dengan antibodi

IgM atau IgG dari serum penderita tersebut membentuk garis berwarna

ungu (Aryati, 2004).

Suwandono (2011) mendapatkan sensitivitas diagnostik Dengue Rapid

Test 97,36% dan spesifisitas diagnostik 84,38% pada penderita demam

berdarah dengue.

3.7.2 Metode Pemeriksaan

Kit yang digunakan adalah Dengue Dx IgG/IgM Rapid Tes. Dengue Dx

IgG/IgM tes memiliki tiga garis pre-coated pada permukaan membran.

Garis tes dengue IgG (G), garis tes dengue IgM (M), dan garis kontrol

(C). Ketiga garis ini terletak dibagian jendela hasil dan tidak akan

terlihat sebelum sebelum dilakukan penambahan sampel. Garis kontrol

C digunakan sebagai kontrol prosedur. Garis ini selalu muncul jika

Page 60: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

42

prosedur tes dilakukan dengan benar dan reagen dalam kondisi baik.

Garis “G” dan “M” akan terlihat pada jendela hasil jika terdapat

antobodi IgG dan IgM terhadap virus dengue dalam sampel. Jika tidak

terdapat antibodi, maka tidak akan terbentuk garis “G” atau “M”

(Kemenkes, 2010).

3.7.3 Pengambilan dan Penyimpanan Sampel

Sampel didapat berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien yang suspek

infeksi virus dengue di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Sampel

darah vena diambil dari vena mediana cubiti sebanyak 2 cc. Selanjutnya

sampel dimasukkan ke dalam tabung dengan antikoagulan (EDTA).

Secepat mungkin darah yang telah tercampur antikoagulan

dihomogenkan dengan cara dikocok selama kurang lebih 1 menit.

Sampel dapat stabil selama 4 jam pada suhu 18-25oC atau 24 jam pada

suhu 2-8oC (Kemenkes, 2010).

3.7.4 Interpretasi Hasil Laboratorium

a. Negatif, hanya terlihat garis kontrol “C” pada tes. Tidak terdeteksi

adanya antibodi IgG atau IgM. Ulangi tes 3-5 hari kemudian jika

diduga ada infeksi dengue.

b. IgM Positif, bila terlihat garis kontrol “C” dan garis IgM (“M”) pada

tes. Positip antibodi IgM terhadap virus dengue. Mengindikasikan

infeksi dengue primer.

Page 61: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

43

c. IgG Positif, bila terlihat garis Kontrol “C” dan garis IgG (“G”) pada

tes. Positip antibodi IgG terhadap virus dengue. Mengindikasikan

infeksi dengue sekunder ataupun infeksi dengue masa lalu.

d. IgG dan IgM Positif,bila terlihat garis Kontrol “C”, garis IgG (“G”),

dan garis IgM (“M”) pada tes. Positip pada kedua antibodi IgG dan

IgM terhadap virus dengue. Mengindikasikan infeksi dengue primer

akhir atau awal infeksi dengue sekunder.

e. Invalid, tidak terlihat garis Kontrol “C” pada tes. Jumlah sampel

yang tidak sesuai, atau prosedur kerja yang kurang tepat dapat

mengakibatkan hasil seperti ini. Ulangi pengujian dengan

menggunakan tes yang baru (Depkes, 2010).

3.7.5 Kontrol Kualitas Internal

Garis kontrol (C) digunakan untuk kontrol prosedural. Garis kontrol

akan selalu terbentuk apabila prosedur pengujian dilakukan dengan

benar dan perangkat tes bekerja dengan baik.

3.7.6 Pengumpulan Data Rekam Medis

Data rekam medis yaitu gejala klinis dan hasil laboratorium IgM dan

IgG di RS Urip Sumoharjo pada bulan November –Desember 2016.

Page 62: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

44

3.8 Alur Penelitian

Gambar 8. Alur Penelitian

Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Analisa Data

Pembuatan proposal, perizinan,

pengajuan kaji etik penelitian

dan koordinasi

Pengisian lembar informed

consent pada sampel yang

masuk kriteria inklusi peneltian

Pengambilan sampel darah

vena pasien sebanyak 3 cc

untuk pemeriksaan IgG/IgM

Sampel disentrifugasi dengan

kecepatan 1500-2000 rpm

selama 15-20 menit, sehingga

didapatkan sampel serum

Pemeriksaan IgG/IgM anti

dengue dengan menggunakan

Rapid Diagnostic Test dan

interpretasi hasil

Pengumpulan data melalui

rekam medis sampel yang

diteliti, meliputi gejala klinis

dan hasil pemeriksaan serologi

IgG/IgM anti dengue

Analisis data menggunakan

program komputer

Page 63: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

45

3.9 Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini menggunakan data primer berupa pemeriksaan IgM

dan IgG, sedangkan data sekunder dengan catatan rekam medik pasien infeksi

dengue di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Data yang dikumpulkan

yaitu :

3.9.1 Data primer

a. Hasil pemeriksaan IgM dan IgG antidengue

3.9.2 Data sekunder

a. Identitas pasien :

1. Usia

2. Jenis kelamin

b. Derajat klinik infeksi dengue

1. Demam dengue

2. Demam berdarah dengue

3.10 Pengolahan dan Analisis Data

3.10.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah

kedalam bentuk tabel–tabel kemudian data diolah menggunakan

program statistik komputer. Proses pengolahan data menggunakan

program ini terdiri dari beberapa langkah berikut :

a. Coding, untuk mengkonversikan (menejermahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok

untuk keperluan analisis.

Page 64: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

46

b. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.

c. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap

data yang telah dimasukkan ke dalam komputer.

d. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer

kemudian dicetak.

3.10.2 Analisis Data

Analisis statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan

menggunakan program computer dimana akan dilakukan analisa

data, yaitu analisa bivariat. Analisa bivariat adalah analisis yang

digunakan untuk mengetahui hubungan anatara variabel bebas

dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik. Uji

statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Analisa univariat

Analisa univariat digunakan persentase, hasil dari setiap variabel

ditampilkan dapat dalam bentuk distribusi frekuensi, jenis

kelamin dan usia responden penyakit dengue RS Urip Sumoharjo

tahun 2016.

b. Analisa bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel

terikat dengan menggunakan uji statistik.

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji chi

square. Alasan pemilihan Uji chi square karena kedua variabel

Page 65: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

47

yang diteliti merupakan variabel dengan data berbentuk skala

kategorik. Apabila uji chi square tidak memenuhi syarat (nilai

expected count yang kurang dari 5 >20%) maka dipilih uji

alternatif yaitu uji fisher exact untuk tabel 2x2 (Notoatmodjo,

2012).

Untuk menguji kemaknaan, digunakan batas kemaknaan sebesar

5% (α= 0,05). Hasil uji dikatakan ada hubungan yang bermakna

bila nilai ρ value ≤ α (ρ value ≤ 0,05). Hasil uji dikatakan tidak

ada hubungan yang bermakna secara statistik apabila nilai ρ

value> α (ρ value> 0,05) (Dahlan, 2011).

3.11 Ethical Clearance

Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan lolos kaji etik dari Komite

Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung surat

No. 112/UN26.8/DL/2017.

Page 66: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hubungan jenis infeksi terhadap

derajat keparahan pada pasien dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo

Bandar Lampung tahun 2016 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Terdapat hubungan jenis infeksi terhadap derajat keparahan pada pasien

dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung tahun 2016.

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis infeksi dengue pada pasien

dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung menunjukan

bahwa sebagian besar responden memiliki infeksi sekunder (77,4%).

3. Karakteristik responden berdasarkan jenis infeksi dengue pada pasien

dengue di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung menunjukan

bahwa sebagian kecil responden memiliki infeksi primer (22,6%).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, berikut ini adalah beberapa

saran untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya:

Page 67: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

64

1. Bagi institusi penelitian

a. Pemeriksaan serologi IgM - IgG penting untuk dilakukan dalam

mengetahui diagnosa penyakit dengue pada fase awal penyakit.

b. Pemeriksaan serologi IgM - IgG penting untuk dilakukan dalam

mengetahui tingkat derajat penyakit dengue yang membantu

mengetahui penalaksanaan yang tepat sehingga dapat menurunkan

mortalitas penyakit dengue.

2. Bagi peneliti lain

Perlu dilakukan penelitian lainnya seperti pemeriksaan hematologi, NS1,

tes hematoimunologi (HI Test), Nested reverse transcriptase-polymerase

chain reaction Nested (NRT-PCR) sebagai prediktor untuk mengetahui

tingkat keparahan penyakit infeksi dengue.

Page 68: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

DAFTAR PUSTAKA

Agilatun, F. 2007. Hubungan antara jumlah leukosit dengan kejadian syok pada

penderita demam berdarah dengue dewasa di RSUP Dr. Kariadi

Semarang.

Anantapreecha S, Chanama S, A-Nuegoonpipat A, Naemkhunthot A, Sa-Ngasang

A, Sawanpanyalert P, et. al. 2005. Serological and Virological Features

of Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever in Thailand from

1999 to 2002. J Epidemiol Infect. Cambridge University Press. 133: 503-

7.

Aryati. 2004. Diagnosis Laboratoris DBD Terkini. Seminar : Simposium Sehari

―Penanganan DBD Terkini―. Universitas Airlangga. 30274: 1 – 21.

Bhatt S, et al. 2013. The Global Distribution and Burden of Dengue. Nature.

(7446):504–7.

Bashyam HS, Green S, Rothman AL. 2006. Dengue Virus-Reactive CD8+ T Cells

Display Quantitative and Qualitative Differences in Their Response to

Variant Epitopes of Heterologous Viral Serotypes. J Immunol.

176(5):2817–24.

Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.

Edisi 15. Vol. 2. Jakarta: EGC.854-6.

Changal KH, Raina AB, Raina A, Raina M, Bashir R, Latief M, et. al. 2016.

Differentiating Secondary From Primary Dengue Using IgG to IgM Ratio

in Early Dengue: An Observational Hospital Based Clinico-Serological

Study From North India. BMC Infectious Disease. 16(715): 1-7.

Clyde K, Kyle JL, Harris E. 2006. Recent advances in deciphering viral and host

determinants of dengue virus replication and pathogenesis. Journal of

Virology. 80(23):11418–31

Chatchen S, Sabchareon A, Sirivichayakul C. 2017. Serodiagnosis of

Asymptomatic Dengue Infection. Asia Pacific Jour of Trop Med. 1-4.

CDC. 2009. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. U.S. Department of Health

and Human Service Centers for Disease Control and Prevention.

Page 69: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

66

Departemen Parasitologi FK UI. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi

4. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. 36-42.

Dinkes Lampung. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Lampung 2012. Bandar

Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.

Dejnirattisai W, Jumnainsong A, Onsirisakul N, et al. 2010 Cross-Reacting

Antibodies Enhance Dengue Virus Infection in Humans. Science. 2010

May 7. 328(5979):745-8.

Guzman MG. and Kouri G, 2004. Dengue Diagnosis, Advances and Challenges.

In: Zuckerman, Jane, Ed. International Journal of Infectious Diseases 8.

Elsevier Ltd., 69—80.

Guzman MG, Halstead SB, Artsob H, Buchy P, Farrar J, Nathan MB, Yoksan S.

2010. Dengue : a Continuing Global Threat Europe PMC Funders Author

Manuscripts. Nat Rev Microbiol8.(120):7–16.

Halstead SB. 2011. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In: Kliegman

RM, Stanton B, St. Geme J, Schor N, Behrman RE, eds. Nelson textbook

of pediatrics. 19th ed. Philadelphia: WB Saunders. 19: 1092-4.

Hunsperger EA, Yoksan S, Buchy P, Nguyen VC, Sekaran SD, Enria DA, et al.

2009. Evaluation of Commercially Available Anti– Dengue Virus

Immunoglobulin M Tests. EID 15(3) : 436 – 40

Karyana IPG, Santoso H, Arhana BNP. 2006. The Value of IgG to IgM Ratio in

Predicting Secondary Dengue Infection. Paediatrica Indonesiana. 46(5-

6): 113-117.

Kumar V, Ramzi SC, Stanley LR. 2007. Buku ajar patologi Robbins. Ed.7.

Jakarta: EGC. 1:115-19

Kaushik A, Pineda CC, Kest H 2010. Diagnosis and Management of Fever in

Children. Pediatric Rev. 31(1); 436-40..

Kemenkes 2010. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia. [diunduh 20 Mei 2016]. Tersedia dari:

http://pppl.depkes.go.id/berita?id=418.

Kemenkes 2012. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Tahun 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penyehatan

Lingkungan 2013: 114-5.

Page 70: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

67

Kemenkes 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Balitbangkes

Kementrian Kesehatan RI.

Libraty DH, et al. 2002. High Circulating Levels of the Dengue Virus

Nonstructural Protein Ns1 Early in Dengue Illness Correlate With the

Development of Dengue Hemorrhagic Fever. JID. 2002:186

Malavige GN, Fernando, S, Fernando, D.J, and Seneviratne SL, 2013. Dengue

viral infections. Postgrad Med J 80:588–601

Mariko R, Alkamar A, Putra AE. 2014. Uji Diagnostik Pemeriksaan Antigen

Nonstruktural 1 Untuk Deteksi Dini Infeksi Virus Dengue Pada Anak.

Sari Pediatri. 16(2):121–7

Moi ML, et al. 2013. Detection of dengue virus NS1 by using ELISA as a useful

laboratory diagnostic method for dengue virus infection of international

travelers. Journal of Travel Medicine. 20(3):185–93

Moi ML, Takasaki, T, Omatsu, T, Nakamura, S, Katakai, Y, Ami, Y, et. al. 2014.

Demonstration of Marmosets (Callithrix jacchus) as a Non-Human

Primate Model for Secondary Dengue Virus Infection: High Levels of

Viraemia and Serotype Cross-Reactive Antibody Responses Consistent

with Secondary Infection of Humans. J Gen Virol. 95(Pt 3):591–600.

Ooi EE, Gubler DJ. 2008. Dengue in Southeast Asia: Epidemiological

Characteristics and Strategic Challenges in Disease Prevention. Cad

Saude Publica. 25: S115-S24.

Paranavitane SA, et al. 2014. Dengue NS1 antigen as a marker of severe clinical

disease. BMC Infectious Diseases. 14:570.

Pok K, Lai Y, Sng J, and Ng L 2010. Evaluation of Nonstructural 1 Antigen

Assays for the Diagnosis and Surveillance of Dengue in Singapore.

Vector-Borne and Zoonotic Diseases 10(10): 1009-16

Rothman AL. 2007. Pathogenesis of dengue virus infection. Dalam: Up To Date.

Boston: Elsivier.

Saint John AL, Rathore APS, Raghavan B Ng ML, and Abraham SN 2013.

Contributions of mast cells and vasoactive products, leukotrienes and

chymase, to dengue virus-induced vascular leakage. eLife 481 : 1-18

Sandina 2011. 9 Penyakit Mematikan: Mengenal dan Tanda Pengobatannya.

Yogyakarta: Smart Pustaka.9-18.

Shu P, & Huang J. 2004. Current advances in dengue. American Society for

Microbiology. 11(4):642-50

Page 71: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

68

Soo K.M., Khalid B, Ching SM, Chee, HY. 2016. Meta-Analysis of Dengue

Severity during Infection by Different Dengue Virus Serotypes in

Primary and Secondary Infections: Research Article. Jour PLOS.

10(1371): 1-16.

Suhendro Nainggolan, L, Chen, K, and Pohan, HT, 2009. Demam Berdarah

Dengue. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., penyunting.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Internal Publishing.

Sukowati S. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

Pengendalian di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi. 2:26-30.

Sutaryo 2004. Dengue. Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada. Hal 2-15.

Suwandono A, Nurhayati, Parwati I, Rudiman, PI, Wisaksana, R, Kosasih, H,

Alisjahbana B. 2011. Perbandingan nilai diagnostik trombosit, leukosit,

antigen NS1 dan antibodi IgM Antidengue.J Indon Med Assoc 61(8).

Suzarte E, Marcos, E, Gil, L, Valdes, I, Lazo, L, Ramos, Y, et al. 2014.

Generation and Characterization of Potential Dengue Vaccine Candidates

Based on Domain III of the Envelope Protein and The Capsid Protein of

The Four Serotypes of Dengue Virus. J Arch Virol. 159(7):1629–1640.

doi: 10.1007/s00705-013- 1956-4.

Singhi S Kissoon N, Bansal A. 2007. Dengue and dengue hemorrhagic fever

Thai KTD, Nishiura, H, Hoang, PL. Tran, NTT, Phan, GT, Le, HQ, et. al. 2011.

Age-Specificity of Clinical Dengue during Primary and Secondary

Infections. Jour PLOS. 5(6): 1-9.

Tanra AAM. 2011. Korelasi Antara Lama Demam dengan Kadar IgM dan IgG

anak yang Menderita Demam Berdarah Dengue. [Skripsi]. Semarang:

Universitas Diponegoro.

Taufik AS, Yudhanto D, Wajdi F, Rohadi. 2007. Peranan Kadar Hematokrit,

Jumlah Trombosit dan Serologi IgG – IgM Anti DHF dalam

Memprediksi Terjadinya Syok pada pasien Demam Berdarah dengue

(DBD) di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram. Jurnal Penyakit

Dalam. 8(2): 105-11.

Vaughn DW, Green, S, Kalayanarooj, S, Innis BL, Nimmannitya S., Suntayakorn,

S, et. al. 2000. Dengue Viremia Titer, Antibody Response Pattern, and

Virus Serotype Correlate with Disease Severity. Jour Infection Disease.

181: 2-9.

Page 72: HUBUNGAN JENIS INFEKSI PRIMER DAN SEKUNDER …digilib.unila.ac.id/28221/3/SKRIPS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes.,Sp.PK selaku Pembahas atas kesediaanya

69

Wangsa PGH., Lestari AAW. 2014. Gambaran Serologis IgG-IgM pada pasien

demam berdarah di RSUP Sanglah Periode Juli – Agustus 2014.

[Skripsi]. Denpasar: Universitas Udayana.

World Health Organisation (WHO). 2009. Guidelines For Diagnosis, Treatment,

Prevention and Control. WHO Library Cataloguing in Publication Data. [

WHO 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue

dan Dengue Haemorrhagic Fever. Revised adn Expanded Edition.