hubungan gagal ginjal kronik dengan tebal …/hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id...

62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN USG ABDOMEN FOKUS GINJAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NUR ALFIANI G0009154 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012

Upload: vuthuan

Post on 09-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM

GINJAL PADA PEMERIKSAAN USG ABDOMEN FOKUS GINJAL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

NUR ALFIANI

G0009154

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

2012

Page 2: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Hubungan antara Gagal Ginjal Kronik dengan Tebal Parenkim Ginjal pada Pemeriksaan USG Abdomen Fokus Ginjal

Nur Alfiani, NIM: G0009154, Tahun: 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Juli 2012

Pembimbing Utama Nama : Prof. Dr. Suyono, dr., Sp. Rad (K). NIP : 19470611 197610 1 001 ...................................... Pembimbing Pendamping Nama : Balgis, dr., M.Sc., CMFM., AIFM. NIP : 19640719 199903 2 003 ...................................... Penguji Utama Nama : Dr. Widiastuti, dr., Sp. Rad (K). NIP : 19570308 198603 1 006 ...................................... Penguji Pendamping Nama : Arif Suryawan, dr., AIFM. NIP : 19580327 198601 1 001 ......................................

Surakarta, ............................................... Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19770914 200501 1 001 NIP 19510601 197903 1 002

Page 3: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan peneliti juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 24 Maret 2012

Nur Alfiani

NIM. G0009154

Page 4: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

ABSTRAK

Nur Alfiani, G0009154, 2012. Hubungan Gagal Ginjal Kronik dengan Tebal Parenkim Ginjal pada Pemeriksaan USG Abdomen Fokus Ginjal. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta Latar Belakang: Gagal ginjal kronik ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara adekuat dimana ginjal tidak dapat lagi mengeluarkan sisa metabolisme yang berlebih dari tubuh yang sifatnya irreversible dan kronik. Komplikasi yang sering terjadi akibat gagal ginjal kronik di antaranya adalah ukuran ginjal yang mengecil. Perubahan ukuran ginjal ini banyak dihubungkan dengan penipisan korteks ginjal akibat proses patologis yang terjadi. Namun, untuk proses yang terjadi di parenkim ginjal masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gagal ginjal kronik dengan tebal parenkim ginjal. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara fixed-exposure sampling. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, non gagal ginjal kronik dan gagal ginjal kronik. Sampel kemudian dilakukan pemeriksaan USG abdomen fokus ginjal untuk mengetahui tebal parenkim ginjal. Diperoleh data sebanyak 30 subjek penelitian dan dianalisis menggunakan uji t independen. Hasil Penelitian: Dari analisis data dengan angka kemaknaan α = 0,05 diperoleh nilai p < 0,001 yang berarti p < 0,05 dengan nilai koefisien regresi b = -7,95 mm; CI = 95% -9,54 mm s.d -6,36 mm. Simpulan Penelitian: Ada hubungan antara gagal ginjal kronik dengan tebal parenkim ginjal (p < 0,05), di mana pasien gagal ginjal kronik rata-rata memiliki tebal parenkim ginjal 7,95 mm lebih tipis dibandingkan dengan pasien non gagal ginjal kronik.

Kata Kunci: Gagal Ginjal Kronik, Tebal Parenkim Ginjal.

Page 5: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRACT

Nur Alfiani, G0009154, 2012. The Relationship between Chronic Renal Failure and Renal Parenchyma Width on Abdomen USG Renal Focus. Mini Thesis. Faculty of Medicine of Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Chronic renal failure is characterized by decreased kidney function adequately when the kidneys can no longer remove excess metabolic waste from the body that are irreversible and chronic. Complications that often occur due to chronic renal failure include the smaller size of the kidney. Changes in kidney size is widely associated with the thinning of the renal cortex due to pathological processes that occur. However, for processes that occur in the renal parenchyma is still not much studied. Therefore, this study aims to determine the relationship of chronic renal failure with renal parenchyma width. Method: This research is a analytical observational research with the approach of cross sectional. The sample was taken using fixed-exposure sampling after being selected based on the inclusion and exclusion criteria of research. Sample divided into two groups, non chronic renal failure and chronic renal failure. The sample was then examined by abdomen USG renal focus. 30 subjects of research were obtained as the data and analyzed with independent-samples t test. Result: The data analysis, with α = 0,05, shows p = 0,001 which means p < 0,05, with regression coefficient b = -7,95 mm; CI = 95% -9,54 mm s.d -6,36 mm . Conclusion: This study revealed that there is significant correlation between chronic renal failure and renal parenchyma width (p < 0,05), where chronic renal failure patients have renal parenchyma width in average of 7.95 mm thinner than the non-chronic renal failure patients.

Keywords: Chronic Renal Failure, Renal Parenchyma Width.

Page 6: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Gagal Ginjal Kronik dengan Tebal Parenkim Ginjal pada Pemeriksaan USG Abdomen Fokus GInjal”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, peneliti mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan FK

UNS Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes., Vicky Eko Nurcahyo Hariyadi, dr., Sp. THT-KL,

M.Sc., S. Enny N, SH., MH dan Mas Sunardi selaku Tim Skripsi FK UNS yang telah memberikan arahan, bimbingan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Suyono, dr., Sp. Rad (K)., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan arahan, bimbingan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Balgis, dr., M.Sc., CMFM., AIFM., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan arahan, bimbingan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Widiastuti, dr., Sp. Rad (K)., selaku Penguji Utama yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Arif Suryawan, dr., AIFM. selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sarimo dan Ibunda Sri Wiyati, adik tersayang, Beta yang senantiasa memberikan semangat dan doa hingga skripsi ini terselesaikan.

8. Charismatika Syintia Dewi dan Yeny Ristaning Belawati, saudara, sahabat, rekan seperjuangan Pendidikan Dokter angkatan 2009 atas segala dukungan, kerjasama, dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Fitria Marizka, Handayani Putri, Achmad Faiz, Mbak Etika, Keluarga BEM FK UNS, dan semua sahabat, serta orang-orang terdekat yang terus memberi dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Pihak-pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu atas bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, peneliti sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki skripsi ini nantinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, Juli 2012

Nur Alfiani

Page 7: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3

BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................................. 5 A. Tinjauan Pustaka........................................ .......................................... 5

1. Ginjal ............................................................. ................................. 5 a. Anatomi makroskopis dan mikroskopis....................................... 5 b. Fisiologi Ginjal ........................................................ ................... 7 c. Proses Pembentukan Urin....................... .................................... 8

2. Parenkim Ginjal ....................................................... ....................... 9 3. Gagal Ginjal Kronik .................................. ..................................... 13

a. Definisi ...................................................................... ................ 13 b. Etiologi................................................................ ....................... 15 c. Patofisiologi ............................................................ .................. 19 d. Kriteria Diagnosis ....................................................................... 20

4. Gambaran Ultrasonografi Ginjal ..................................................... 22 a. Ukuran Ginjal .............................................................................. 23 b. Tebal Parenkim Ginjal ................................................................ 23

5. Hubungan Gagal Ginjal Kronik dengan Tebal Parenkim Ginjal ..... 28 B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 30 C. Hipotesis ............................................................................................. 30

BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 31 A. Jenis Penelitian ................................................................................... 31 B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 31 C. Subjek Penelitian ................................................................................ 31 D. Teknik Sampling .................................................................................. 32 E. Rancangan Penelitian ........................................................................... 33 F. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 32 G. Definisi Operasional Variabel ............................................................ 33 H. Instrumen Penelitian ........................................................................... 33 I. Cara Kerja ........................................................................................... 34 J. Teknik Analisis Data .......................................................................... 34

Page 8: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

BAB IV. HASIL PENELITIAN................................................................................ 35 BABV. PEMBAHASAN ....................................................................................... 43 BABVI. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 51

A. Simpulan ............................................................................................. 51 B. Saran ................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 52 LAMPIRAN

Page 9: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Derajat (Stage) Penyakit .................................................................................................... 14 Tabel 2.2. Fungsi Ginjal Menurut Kadar Kreatinin Serum ....................................... 15 Tabel 2.3. Fungsi Ginjal Menurut Kadar Klirens Kreatinin ..................................... 15 Tabel 4.1. Distribusi Subjek Penelitian Menurut Jenis Kelamin, Usia, dan Berat Badan .............................................................................................. 37 Tabel 4.2. Distribusi Subjek Penelitian Menurut Kadar Ureum Plasma, Kreatinin Plasma, dan Laju Filtrasi Glomerulus ...................................................... 38 Tabel 4.3. Data Pengelompokkan Tebal Parenkim Ginjal ........................................ 38 Tabel 4.4. Distribusi Pengelompokkan Tebal Parenkim Ginjal Subjek yang Mengalami Penipisan Parenkim Ginjal.................................................... 39 Tabel 4.5. Hasil Analisis Bivariat dengan Uji t Independen tentang Beda Rata-Rata Tebal Parenkim Ginjal antara Kelompok GGK dan NON GGK ............. 41 Tabel 4.6. Hasil Analisis Regresi Linier Ganda tentang Hubungan antara Gagal Ginjal Kronik dan Usia dengan Tebal Parenkim Ginjal .......................... 41

Page 10: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Ginjal Kiri, Korteks Ginjal, Medula, dan Pelvis Penampang Lintang................................................................................ 6 Gambar 2.2. Proses Pembentukan Urin (Filtrasi, Reabsorsi, dan Sekresi) .............. 9 Gambar 2.3. Ultrasonografi Ginjal ........................................................................... 24 Gambar 2.4. Pengukuran Tebal Parenkim dan Tebal Korteks Ginjal ...................... 24 Gambar 3.1. Rancangan Penelitian .......................................................................... 33 Gambar 4.1. Boxplot tentang Beda Rata-Rata Tebal Parenkim Ginjal antara Kelompok GGK dan NON GGK ........................................................... 40

Page 11: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Penelitian. Lampiran 2. Crosstabs Karakteristik Sampel Dua Kelompok Lampiran 3. Uji Normalitas Data. Lampiran 4. Analisis Bivariat Uji t Independen. Lampiran 5. Model Analisis Regresi Linier Ganda. Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Data dari Fakultas Kedokteran. Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Data dari RSUD Dr.Moewardi. Lampiran 8. Surat Keterangan Selesai Penelitian dan Pengambilan Data dari RSUD Dr. Moewardi.

Page 12: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gagal ginjal adalah istilah yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat.

Keadaan ini dapat terjadi pada berbagai golongan umur, etnis, serta jenis

kelamin (Hogg, et.al., 2003). Gagal ginjal ditandai dengan fungsi ginjal yang

menurun secara adekuat dimana ginjal tidak dapat lagi mengeluarkan sisa

metabolisme yang berlebih dari tubuh (The Ohio State University Medical

Center, 2008). Menurut Barton dari Universitas Saskatchewan’s, ada dua tipe

gagal ginjal yakni gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik yang dibedakan

berdasarkan durasi dan kerusakan yang irreversible (Barton, 2003). Gagal

ginjal kronik progresivitasnya lambat dan berlangsung selama beberapa tahun

serta kerusakan yang ditimbulkannya bersifat irreversible (Swierzweski, 2001).

Gagal ginjal kronik juga terbukti turut menyumbang nilai morbiditas dan

mortalitas di beberapa negara di dunia. Angka kematian akibat gagal ginjal

kronik cukup tinggi (Stack, 2003).

Prevalensi gagal ginjal kronik cukup tinggi dan terus meningkat tiap

tahunnya. Di dunia, diperkirakan angka kejadian gagal ginjal kronik

mengalami kenaikan sebesar 7% tiap tahunnya (Grassman, et.al., 2004).

Sedangkan, penderita gagal ginjal kronik di Indonesia diperkirakan

prevalensinya sebesar 12,5% atau sekitar 18 juta jiwa (Suhardjono, 2009).

Page 13: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Untuk wilayah Jawa Tengah sendiri, angka prevalensi gagal ginjal kronik

mencapai 22% pada tahun 2004 (Prodjosudjadi, 2006).

Gagal ginjal kronik prevalensinya meningkat pada usia di atas 45 tahun.

Prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan jenis kelamin lebih banyak terjadi di

wanita. Untuk etnis di Asia, gagal ginjal kronik banyak terjadi pada etnis cina

(Zhang dan Rothenbacher, 2008).

Komplikasi yang sering ditimbulkan gagal ginjal kronik berhubungan

dengan perubahan pada ginjal itu sendiri, yakni ukuran ginjal yang mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronefrosis, batu ginjal, kista, massa, atau

kalsifikasi (Suwitra, 2007). Ukuran ginjal yang mengecil berbanding lurus

dengan jumlah nefron. Hipertensi, proteinuria, dan glomerulosklerosis adalah

beberapa komplikasi yang dapat timbul dari berkurangnya jumlah nefron

(Luyckx, 2011).

Perubahan ukuran ginjal menjadi lebih kecil dibanding ukuran ginjal

normal pada pasien gagal ginjal kronik banyak dihubungkan dengan penipisan

korteks. Hal ini berkenaan dengan proses nefropati dan mikroangiopati yang

berlangsung di ginjal (Wilson, 2006). Penelitian lain mengemukakan bahwa

tebal parenkim ginjal juga memberikan korelasi yang spesifik terhadap

kronisitas dari gagal ginjal itu sendiri. Sama dengan korteks ginjal, parenkim

ginjal juga mengalami penipisan pada gagal ginjal kronik. (Roger, et. al., 2009;

Buturović-Ponikvar dan Višnar-Perovič, 2003).

Tebal parenkim ginjal diukur dari dasar piramida ginjal sampai

permukaan ginjal, yakni terdiri atas korteks dan medula ginjal (Tuma, et. al.,

Page 14: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

2011). Proses patogenesis yang terjadi di medula ginjal pada gagal ginjal

kronik belum sepenuhnya dipahami. Pada trombotik mikroangiopati ginjal,

mikroangiopati dapat menyebabkan nekrosis pada medula ginjal di samping

penipisan korteks yang terjadi (Suga, et. al., 2001). Sedangkan, menurut

Suwitra (2007), nefropati yang terjadi pada gagal ginjal kronik hanya

menyebabkan penipisan korteks.

Penelitian tentang korteks dan proses patogenesis yang terjadi di

dalamnya pada pasien gagal ginjal kronik sudah banyak dilakukan. Namun,

untuk proses yang terjadi di parenkim ginjal masih belum banyak diteliti. Oleh

karena itu, penulis tertarik untuk meneliti hubungan gagal ginjal kronik dengan

tebal parenkim ginjal.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan gagal ginjal kronik dengan tebal parenkim ginjal pada

pemeriksaan USG abdomen fokus ginjal?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gagal ginjal kronik

dengan tebal parenkim ginjal pada pemeriksaan USG abdomen fokus ginjal.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada ilmu

pengetahuan serta sebagai perbandingan bagi penelitian-penelitian

sebelumnya.

Page 15: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

2. Aspek Aplikatif

Dengan mengetahui adanya hubungan gagal ginjal kronik dengan

tebal parenkim ginjal, diharapkan penelitian ini dapat memberikan

informasi mengenai kondisi anatomis korteks dan medula pada pasien

gagal ginjal kronik, berkenaan dengan peran korteks dan medula dalam

proses pembentukan urin.

Page 16: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Ginjal

a. Anatomi Makroskopis dan Mikroskopis

Ginjal terletak pada bagian belakang abdomen atas, di belakang

peritoneum, di depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus

abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor (Wilson,2006a).

Panjang ginjal orang dewasa antara 10-13 cm, dan tebal ginjal orang

dewasa antara 5-7 cm. Ukuran ginjal tidak dibedakan menurut bentuk

dan ukuran tubuh, melainkan ditentukan oleh jumlah nefron yang

dimilikinya (Pearce, 2004). Masing-masing ginjal beratnya sekitar 150

gram dan besarnya seukuran kepalan tangan (Guyton dan Hall, 2007).

Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut

hilum. Hilum merupakan tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan

limfatik, suplai darah, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke

kandung kemih. Struktur dalam ginjal yang rapuh dilindungi oleh kapsul

fibrosa yang melingkupinya (Guyton dan Hall, 2007)

Page 17: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Gambar 2.1. Anatomi Ginjal Kiri, Korteks Ginjal, Medula, dan Pelvis Penampang Lintang (Putz dan Pabst, 2007).

Ginjal yang dipotong longitudinal akan memperlihatkan dua

daerah yang berbeda, korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam

(Wilson, 2006). Di dalam korteks dan medula banyak terdapat nefron dan

di dalam medula juga banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit

fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus

proksimal, tubulus kontortus distalis, dan duktus koligentes (Purnomo,

2009).

Medula terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramida

ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan antara korteks

dan medula serta berakhir di papila, yang menonjol ke dalam ruang

pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas yang

berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong

dengan ujung terbuka yang disebut kalises mayor, yang meluas ke bawah

dan terbagi menjadi kalises minor, yang mengumpulkan urin dari tubulus

setiap papila. (Guyton dan Hall, 2007).

Page 18: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Sirkulasi utama ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan

cabang dari aorta abdominalis skeletopis vertebra lumbalis II. Masing-

masing arteri renalis biasanya bercabang menjadi arteriae segmentales

yang masuk ke dalam hilum renale, empat di depan dan satu di belakang

pelvis renalis. Arteriae ini mendarahi segmen atau area renalis yang

berbeda. Arteriae lobares berasal dari arteria segmentalis, masing-masing

satu buah untuk satu pyramid renalis. Sebelum masuk substansia renalis,

setiap arteria lobaris mempercabangkan dua atau tiga arteriae

interlobares. Arteriae interlobares berjalan menuju korteks di antara

pyramides renales. Pada perbatasan korteks dan medula renalis, arteriae

interlobares bercabang menjadi arteriae arcuatae yang melengkung di

atas basis pyramides renales. Arteriae arcuatae mempercabangkan

sejumlah arteriae interlobulares yang berjalan ke atas di dalam korteks.

Arteriolae aferen glomerulus merupakan cabang arteriae interlobulares.

Selanjutnya, sistem venosa di ginjal memvaskularisasi bagian yang sama

dengan sistem arterinya. Vena renalis keluar dari hilum renale di depan

arteria renalis dan mengalirkan darah ke vena cava inferior (Snell, 2006).

b. Fisiologi Ginjal

Fungsi utama ginjal adalah fungsi ekskresi dan fungsi regulasi.

Fungsi ekskresi yakni, membuang produk sisa metabolisme yang tidak

diperlukan lagi oleh tubuh. Sedangkan, fungsi regulasi dilakukan ginjal

untuk mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh (Guyton dan Hall,

2007). Menurut Mutschler (2001), ginjal menjalankan fungsi multipel

Page 19: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

antara lain:

1) Ekskresi zat-zat metabolisme melalui urin, misalnya urea dan

kreatinin.

2) Pengaturan kebutuhan air dan elektrolit serta keseimbangan asam

basa.

3) Pengaturan (hormonal) volume cairan ekstra sel dan tekanan darah

arteri.

4) Sintesis eritropoetin dan dengan demikian mempengaruhi

pembentukan eritrosit.

5) Hidroksilasi 25-hidroksi-kolekalsiferol menjadi 1,25-dihidroksi-

kolekalsiferol yang berperan pada metabolisme kalsium dan fosfat.

c. Proses pembentukan urin

Pembentukan urin terdiri dari filtrasi glomerulus, reabsorpsi

tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus dimulai ketika sejumlah

besar cairan dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman (Sherwood,

2001, Guyton dan Hall, 2008b). Di glomerulus, dinding glomerulus

bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,

garam, dan glukosa (Tjay dan Rahardja, 2002).

Cairan yang telah difiltrasi meninggalkan kapsula Bowman dan

melewati tubulus. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan

komponen seperti glukosa dan garam (reabsorbsi tubulus) sehingga

terbentuk filtrat (Sherwood, 2001; Tjay and Rahardja, 2002). Selain itu,

pada tubulus terjadi penambahan zat-zat tertentu seperti H+ dan K+ ke

Page 20: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

dalam filtrat melalui proses sekresi tubulus (Sherwood, 2001). Akhirnya,

filtrat dari tubulus ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus

coligentes) serta disalurkan dan ditampung ke kandung kemih sebagai

urin (Tjay dan Rahardja, 2002).

Gambar 2.2. Proses Pembentukan Urin (Filtrasi, Reabsorsi, dan Sekresi) (Sherwood, 2001).

2. Parenkim Ginjal

Parenkim ginjal terdiri dari korteks dan medula ginjal. Korteks terletak

di bagian luar dan medula terdiri atas piramid renalis di bagian dalam

(Wilson, 2006). Korteks ditutup oleh simpai jaringan ikat perirenal dan

jaringan lemak. Di dalam korteks terdapat tubulus kontortus, glomerulus,

tubulus lurus, dan berkas medula. Korteks juga mengandung korpuskulum

renal, tubulus kontortus proksimal dan distal, arteri interlobular, dan vena

interlobular. Berkas medular mengandung bagian lurus nefron dan duktus

koligentes. Berkas medula tidak meluas ke dalam kapsul ginjal karena ada

zona sempit tubulus kontortus.

Medula dibentuk oleh sejumlah piramid renal. Dasar setiap piramid

Page 21: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

menghadap korteks dan apeksnya mengarah ke dalam. Apeks piramid renal

membentuk papila yang terjulur ke dalam kaliks minor. Medula juga

mengandung ansa Henle (tubulus proksimal pars desendens atau bagian

lurus, segmen tipis dan tubulus distal pars asendens atau bagian lurus) dan

duktus koligentes. Duktus koligentes bergabung di medula membentuk

duktus papilaris yang besar.

Papila biasanya ditutupi epitel selapis silindris. Saat epitel ini berlanjut

ke dinding luar kaliks, epitel ini menjadi epitel transisional. Di bawah

epitel, terdapat selapis tipis jaringan ikat dan otot polos yang kemudian

menyatu dengan jaringan ikat sinus renalis. Papila ginjal mengandung

bagian terminal duktus koligentes, yaitu duktus papilaris. Duktus ini

berdiameter besar dengan lumen besar dan dilapisi sel silindris tinggi dan

terpulas pucat. Di sini juga terdapat potongan segmen tipis ansa Henle dan

segmen lurus asenden tubulus kontortus distal. Jaringan ikat lebih banyak

di daerah ini dan duktus koligentes tidak begitu berhimpitan. Juga terdapat

banyak pembuluh darah kecil di sini. Potongan melintang segmen tipis ansa

Henle mirip kapiler atau venule.

Sejumlah duktus koligens menyatu di medula membenuk tubulus lurus

dan besar, disebut duktus papilaris yang bermuara di ujung papila.

Banyaknya muara pada permukaan papila memberi gambaran seperti

saringan; daerah ini disebut area kribosa. Pada gambar ini, papila dilapisi

epitel berlapis kuboid. Namun, di area kribosa epitel pelapisnya umumnya

adalah selapis silindris yang menyatu dengan pelapis duktus papilaris. Juga

Page 22: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

tampak segmen tipis ansa Henle dan segmen lurus asendens tubulus distal.

Juga tampak jaringan ikat dan kapiler darah.

Di dalam sinus renalis di antara piramid, terdapat cabang arteri dan

vena renalis, yaitu pembuluh interlobaris. Pembuluh ini memasuki ginjal,

kemudian melengkung menyusuri dasar piramid pada taut korteks-medula

sebagai arteri arkuata. Pembuluh arkuata mencabangkan arteri dan vena

interlobular yang lebih kecil. Arteri arkuata berjalan secara radial menuju

korteks ginjal dan mencabangkan banyak arteri aferen glomerular di

glomeruli (Eroschenko, 2003).

Pada parenkim ginjal, terdapat berjuta-juta nefron. Setiap nefron

mempunyai semua komponen yang sama, yakni glomerulus dan tubulus

nefron. Akan tetapi, terdapat beberapa perbedaan, bergantung pada

seberapa dalam letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki

glomerulus dan terletak di korteks sisi luar disebut nefron kortikal, nefron

tersebut mempunyai ansa Henle pendek yang hanya sedikit menembus ke

dalam medula. Kira-kira 20-30% nefron mempunyai glomerulus yang

terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medula, dan disebut nefron

jukstamedular. Nefron ini mempunyai ansa Henle yang panjang dan masuk

sangat dalam ke medula.

Struktur vaskular yang menyuplai nefron jukstamedular juga berbeda

dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh

sistem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler peritubular yang luas. Pada

nefron jukstamedular, arteriol eferen yang panjang akan meluas dari

Page 23: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

glomerulus turun ke bawah menuju medula bagian luar dan kemudian

membagi diri menjadi kapiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta,

yang meluas ke bawah menuju medula, dan terletak berdampingan dengan

ansa Henle. Seperti ansa Henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan

mengalirkan isinya ke dalam vena kortikal. Jaringan kapiler khusus dalam

medula ini berperan penting dalam pembentukan urin yang pekat (Guyton

dan Hall, 2007).

Terdapat satu sistem fungsional di medula ginjal, yakni sistem arus

balik medula (medullary countercurrent system). Sistem ini memungkinkan

ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi antara 100 sampai 1.200

mosm/l, bergantung pada status hidrasi tubuh. Hal ini dimungkinkan

karena pada cairan interstisium medula kedua ginjal terdapat gradien

osmotik vertikal besar. Konsentrasi cairan interstisium secara progresif

meningkat dari batas korteks turun ke kedalaman medula ginjal sampai

mencapai maksimum 1.200 mosm/l pada manusia di taut dengan pelvis

ginjal. Gradien osmotik vertikal ini tetap konstan tanpa bergantung pada

keseimbangan cairan tubuh.

Gradien osmotik vertikal ini diciptakan oleh lengkung Henle.

Perbedaan fungsional antara pars desendens dan pars asendens lengkung

Henle berperan penting. Pars desendens lengkung Henle sangat permeabel

terhadap H2O, tetapi tidak aktif mengenluarkan Na+, sedangkan pars

asendens impermeabel terhadap H2O dan aktif mengeluarkan Na+ dari

lumen tubulusnya. Saat filtrat glomerulus memasuki medula melalui pars

Page 24: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

desendens, H2O secara pasif keluar ke cairan interstisium medula dan NaCl

tetap tertahan di dalam filtrat. Hal ini membuat filtrat di dalam pars

desendens semakin pekat. Kemudian, saat melewati pars asendens, NaCl

berdifusi ke cairan interstisium medula, sedangkan H2O tetap di dalam

filtrat. Menuju tubulus distal, filtrat kembali isotonis. Namun, cairan

interstisium semakin ke bawah menjadi semakin pekat karena perbedaan

konsentrasi yang ditimbulkan oleh lengkung Henle.

Gradien medula berjenjang tersebut akan menetap karena adanya

aliran cairan yang terus menerus disertai oleh aktivitas transportasi pars

asendens dan aliran pasif dari pars desendens yang menyertainya. Selain

pertukaran NaCl dan H2O antara kedua pars lengkung Henle dan cairan

interstisium, akumulasi urea di cairan interstisium medula akibat daur-

ulang pasif urea antara tubulus pengumpul dan lengkung panjang Henle

juga berperan dalam hipertonisitas medula (Sherwood, 2001).

3. Gagal Ginjal Kronik

a. Definisi

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut

sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan

yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat

gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin

dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal kronik

(GGK) atau penyakit ginjal kronik tahap akhir merupakan gangguan

fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Page 25: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit, menyebabkan uremia (Suharyanto, 2009).

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium

ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih

tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.

Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.

Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih

normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang

ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi

ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal,

dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Parazella, 2005).

Tabel 2.1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Derajat (Stage) Penyakit.

Derajat Penjelasan LFG (ml/menit/1,73m2

1 Kerusakan ginjal dengan LFG

normal/baik ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG

menurun ringan 60-90

3 Kerusakan ginjal dengan LFG

menurun sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG

menurun berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

(Sumber : Parazella, 2005).

Page 26: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Tabel 2.2. Fungsi Ginjal Menurut Kadar Kreatinin Serum.

Fungsi Ginjal Menurut Kreatinin

Serum

Nilai

(mg/dl)

Normal

Resistensi

Insufisiensi

Gagal Ginjal jika ada Uremik

Laki-laki : 0.7-1.1

Perempuan : 0.6-0.9

Kadar Normal - 3

3 - 6

> 6

(Sumber : Parazella, 2005).

Tabel 2.3. Fungsi Ginjal Menurut Menurut Klirens Kreatinin.

Klasifikasi KK (ml/menit)

Kekurangan cadangan ginjal

Insufisiensi Ginjal

Gagal Ginjal Kronik

Gagal Ginjal Terminal

75 - 200

25 - 75

< 25 (Protein 0,3 – 0,5 gr/kgBB)

< 5 Cuci darah

(Sumber : Parazella, 2005).

b. Etiologi

1) Glomerulonefritis

Glomerulonrfritis merupakan penyebab utama terjadinya

gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada

anak maupun pada dewasa (Alatas, 2002). Glomerulonefritis terbagi

atas dua, yaitu (Baradero, 2009):

Page 27: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

a) Glomerulonefritis Akut

Glomerulonefritis akut adalah penyakit yang mengenai

glomerulus kedua ginjal. Faktor penyebabnya antara lain reaksi

imunologis (lupus eritematosus sistemik, infeksi streptokokus,

cedera vaskular (hipertensi), dan penyakit metabolik (diabetes

melitus). Glomerulonefritis akut yang paling lazim adalah yang

akibat infeksi streptokokus. Glomerulonefritis akut biasanya

terjadi sekitar 2 – 3 minggu setelah serangan streptokokus.

Sekitar 1 – 2% individu yang terkena glomerulonefritis pasca

streptokokus akan mengalami tahap akhir gagal ginjal yang

memerlukan dialisis ginjal atau transplantasi ginjal.

b) Glomerulonefritis Kronik

Biasanya, glomerulonefritis kronik (GNK) menyusul

glomerulonefritis akut, tetapi ada kasus GNK pada pasien yang

tidak pernah mengalami glomerulonefritis akut sebelumnya.

Jalan penyakit GNK dapat berubah – ubah. Ada pasien yang

mengalami gangguan fungsi ginjal minimal dan merasa sehat.

Perkembangan penyakitnya juga perlahan. Walaupun

perkembangan penyakit GNK perlahan atau cepat, keduanya

akan berakhir pada penyakit ginjal tahap akhir. GNK dicirikan

dengan kerusakan (karena menjadi sklerotik) glomerulus dan

hilangnya fungsi ginjal secara perlahan. Glomerulus mengalami

pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubulus mengalami

Page 28: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

atrofi, ada inflamasi interstisial yang kronik, dan

arteriosklerosis. Sekitar 20 – 35% pasien yang memerlukan

terapi pengganti ginjal (dialisis) memiliki riwayat penyakit

glomerulus (Dirks, et. al., 2006).

2) Pielonefritis kronik

Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal progresif yang

menunjukkan kelainan parenkimal yang disebabkan oleh infeksi

berulang atau infeksi yang menetap pada ginjal. Pielonefritis kronik

terjadi pada pasien dengan infeksi saluran kemih yang juga

mempunyai kelainan anatomi utama pada saluran kemihnya

(Wilson, 2006).

3) Penyakit ginjal polikistik

Penyakit ginjal polikistik merupakan kelainan ginjal

turunan yang paling sering terjadi. Prevalensinya sekitar 1 dari 1000

dan lebih sering terjadi pada populasi kulit putih dibandingkan kulit

hitam. Penyakit ini mencakup 4 – 10% pasien dengan gagal ginjal

yang membutuhkan transplantasi atau dialisis. Hampir semua kasus

akibat mutasi pada gen PKD1 atau PKD2. Mutasi PKD1 mencakup

85% kasus dan menyebabkan gagal ginjal yang lebih dini

dibandingkan mutasi PKD2. Gambaran klinis utamanya adalah kista

multipel di ginjal, namun kista dapat juga timbul di hati, limpa, dan

pankreas. Aneurisma intrakranial dan kelainan katup jantung juga

dapat terjadi (O’callaghan, 2007).

Page 29: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

4) Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat

anti hipertensi (Mansjoer, 2001). Hipertensi merupakan penyebab

kedua terjadinya penyakit ginjal tahap akhir. Sekitar 10% individu

pengidap hipertensi esensial akan mengalami penyakit ginjal tahap

akhir (Hanifa, 2010).

5) Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam

Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator,

karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan

menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat

bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan

sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti

minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering

ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat

berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang

tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya

(Fritiwi, 2010).

Page 30: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Pada diabetes melitus, peningkatan resistensi vaskular dari

arteri intrarenal berhubungan dengan disfungsi diastolik yang

banyak dialami pada pasien dabetes melitus (Maclsaac, et.al., 2008).

Penyakit arteri perifer ini insidensinya meningkat pada pasien

diabetes melitus. Hal ini kemudian berhubungan dengan

meningkatnya kejadian nefropati, albuminuria, serta retinopati yang

dakibatkan oleh mikroangiopati pada diabetes melitus

(Cardioangiol, 2003).

c. Patofisiologi

Patofisiologi gagal ginjal kronik melibatkan dua mekanisme

kerusakan yang luas. Mekanisme tersebut, yakni: 1) mekanisme awal

spesifik yang mendasari etiologi penyakit ginjal kronik, seperti

kompleks imun dan mediator inflamasi di berbagai tipe

glomerulonefritis, atau paparan toksin di beberapa penyakit tubulus

ginjal, 2) seperangkat mekanisme progresif, meliputi hiperfiltrasi dan

hipertrofi dari nefron yang tersisa yang merupakan konsekuensi umum

dari pengurangan massa ginjal dalam jangka panjang, terlepas dari

etiologi yang mendasari. Respon pengurangan jumlah nefron dimediasi

oleh hormon vasoaktif, sitokin, dan faktor pertumbuhan. Akhirnya,

adaptasi jangka pendek dari hiperfiltrasi dan hipertrofi ini menjadi

maladaptif seiring dengan kenaikan tekanan dan aliran darah yang

menjadi predisposisi untuk sklerosis dan hilangnya nefron. Peningkatan

aktivitas renin angiotensin intrarenal memberikan kontribusi kepada

Page 31: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

adaptasi hiperfiltrasi awal dan hipertrofi serta skeloris maladaptif pada

tahap berikutnya, berkat stimulasi dari faktor pertumbuhan β (TGF-β).

Proses ini menjelaskan mengapa penurunan massa ginjal dapat

menyebabkan penurunan progresif dalam fungsi ginjal selama bertahun-

tahun (Harrison, 2010).

d. Kriteria diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai

sasaran berikut:

1) Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

2) Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

3) Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible

factors)

4) Menentukan strategi terapi rasional

5) Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila

dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari

anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang

diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).

1) Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua

keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin

azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor

yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik

Page 32: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium)

mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan

tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

2) Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan

menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi

etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor

pemburuk faal ginjal.

a) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum, dan asam urat serum

sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

b) Etiologi Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah,

elektrolit dan imunodiagnosis.

c) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit,

endokrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama

faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

3) Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan

tujuannya, yaitu:

Page 33: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

a) Diagnosis etiologi GGK

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto

polos perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi

retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto

Urography (MCU).

b) Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan

pemeriksaan ultrasonografi (Fritiwi, 2010).

4. Gambaran Ultrasonografi Ginjal

Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap gelombang

bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ-organ (jaringan) yang berbeda

kerapatannya. USG dapat membedakan antara massa padat (hiperekoik)

dengan massa kistus (hipoekoik), sedangkan batu non opak yang tidak

dapat dideteksi dengan foto ronsen akan terdeteksi oleh USG sebagai

echoic shadow.

Pemeriksaan USG pada ginjal dipergunakan untuk: 1) untuk

mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal (hidronefrosis, kista, massa,

atau pengkerutan ginjal) yang pada pemeriksaan PIV menunjukkan non

visualized, 2) sebagai penuntun pada saat melakukan pungsi ginjal atau

nefrostomi perkutan, dan 3) sebagai pemeriksaan penyaring pada dugaan

adanya trauma ginjal derajat ringan (Purnomo, 2009).

Page 34: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Berikut gambaran normal ginjal pada USG:

a. Ukuran Ginjal

Panjang ginjal adalah 9-14 cm (potongan longitudinal), tebal 4-6

cm (potongan melintang), dan kedalaman 4-6 cm (potongan

melintang). Sedangkan volume ginjal dihitung dengan rumus:

Volume ginjal = �otUot ξ �ŖȖoϜ ξ ʆŖcoϜopot ξ 气淖

Volume ginjal normal adalah 100-170 ml/1,73 m2 luas

permukaan tubuh.

b. Tebal parenkim ginjal

Parenkim ginjal diukur dari dasar pramida ginjal sampai

permukaan ginjal. Tebal parenkim ginjal normal adalah 14-18 mm.

Pengukuran tebal parenkim ginjal berguna untuk memonitoring

keberhasilan transplantasi ginjal dan proses penyakit kronis di

parenkim ginjal.

Tebal normal korteks ginjal adalah 8-10 mm. Pemendekan pada

korteks ginjal dapat ditemukan pada penyakit kronis di parenkim ginjal

dengan gagal ginjal. Pemendekan korteks ginjal ini berkorelasi dengan

derajat gagal ginjal (Tuma et.al., 2011).

Faktor-faktor yang berpengaruh pada tebal parenkim dam korteks

ginjal antara lain indeks massa tubuh, tinggi badan, dan jenis kelamin

laki-laki (Surcel et.al., 2011).

Page 35: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Gambar 2.3. Ultrasonografi Ginjal (Tuma et.al., 2011).

Gambar 2.4. Pengukuran Tebal Parenkim dan Tebal Korteks Ginjal (Tuma et.al., 2011).

Beberapa penyakit ginjal yang dapat menyebabkan perubahan ukuran

ginjal, antara lain :

a. Hipoplasia ginjal

Ginjal berukuran kecil namun terbentuk dengan sempurna.

b. Ginjal tapal kuda

Penyatuan kutub-kutub ginjal yang berlawanan (biasanya bagian

bawah) dengan kalises yang menyempit di bagian tengah. Insidensi

Page 36: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

meningkat pada obstruksi sambungan pelvi-ureter (pelvis-ureteric

junction, PUJ), batu ginjal, dan infeksi.

c. Ginjal polikistik

Ginjal polikistik ditandai oleh pembesaran kedua ginjal disertai

jaringan ginjal normal yang digantikan dengan kista multipel.

Perluasan dan pembesaran kista menekan isi ginjal, menyebabkan

hilangnya fungsi ginjal dan bahkan gagal ginjal.

1) Penyakit polikistik dewasa

Diturunkan sebagai dominan autosomal dengan penetrasi

mendekati 100%.

2) Penyakit polikistik anak

Timbul pada usia 3-5 tahun dengan pembesaran ginjal dan

fibrosis hati. Kematian dapat disebabkan oleh hipertensi porta.

3) Penyakit polikistik bayi baru lahir

Diketahui beberapa hari pertama sebagai gagal ginjal dan

pembesaran pada kedua ginjal.

d. Kista ginjal

Kista ginjal sederhana sangat sering dijumpai, frekuensinya

meningkat sesuai usia. Kelainan ini sering bersifat multipel, dengan

ukuran yang bervariasi, dan biasanya ditemukan secara kebetulan.

Kista ginjal hampir selalu asimtomatik, dengan sedikit signifikansi

klinis, dan biasanya tidak membutuhkan terapi lebih lanjut.

Page 37: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

e. Tumor pelvis ginjal/ureter

Tumor yang berasal dari epitel saluran kemih biasanya

merupakan karsinoma sel transisional. Tumor tersebut dapat bersifat

polipoid, menyerupai plak, atau membentuk striktur. Karsinoma sel

skuamosa sering berhubungan dengan batu atau infeksi kronis seperti

schistosomiasis. Hematuria merupakan gejala utama.

f. Obstruksi saluran ginjal

Obstruksi saluran ginjal dapat terjadi pada berbagai tempat:

sistem pelvikalises, ureter, kandung kemih, atau pintu keluar kandung

kemih. Penyebab paling sering adalah batu ureter walaupun berbagai

tumor pada saluran kemih atau invasi ekstrinsik pada ureter dari tumor

rektrosigmoid atau ginekologis juga merupakan penyebab yang dapat

ditemui. Jika tidak diterapi, dapat terjadi atrofi ginjal.

g. Stenosis arteri renalis

Stenosis arteri renalis disebabkan oleh penyempitan arteri renalis

yang menyebabkan penurunan tekanan perfusi, hipertensi, dan

penurunan ukuran ginjal. Stenosis arteri renalis biasanya disebabkan

oleh aterosklerosis dan dapat bersifat unilateral atau bilateral.

h. Karsinoma ginjal

Karsinoma ginjal berasal dari epitel tubular ginjal, suatu

adenokarsinoma (hipernefroma) dan hampir 10% bilateral. Tumor

wilms (nefroblastoma) merupakan satu dari keganasan yang banyak

terjadi pada anak-anak dan tumor ini juga dapat bilateral pada hampir

Page 38: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

10% kasus. Karsinoma sel transisional berasal dari epitel yang

membatasi sistem pelvikalises. Infiltrasi keganasan sekunder pada

ginjal dapat kadang-kadang berasal dari limfoma atau leukemia.

i. Ginjal berukuran kecil unilateral

Ginjal normal memiliki panjang 9-14 cm, ginjal kiri biasanya

lebih besar dibandingkan yang kanan. Namun demikian, perbedaan

ukuran > 1,5 cm memiliki signifikansi. Penyebabnya antara lain : 1)

pielonefritis kronis, 2) iskemia, 3) atrofi pascaobstruksi, 4) hipoplasia

kongenital, 5) infark ginjal.

j. Nefrokalsinosis

Nefrokalsinosis menunjukkan adanya deposisi kalsium pada

parenkim ginjal, baik pada korteks maupun medula. Kalsifikasi

biasanya merata dan dapat disebabkan oleh :

a. Hiperkalsemia atau hiperkalkuria

Hiperparatiroidisme, biasanya primer; asidosis tubular ginjal;

sarkoidosis; myeloma multipel.

b. Abnormalitas struktur ginjal

Ginjal yang berspons di bagian medula-tubulus yang secara

kongenital melebar disertai penumpukkan kalsium; nekrosis

papiler.

k. Batu ginjal

Mayoritas batu ginjal merupakan oksalat murni, kalsium oksalat

dengan fosfat, asam urat, atau sistin. Sebuah film polos abdomen

Page 39: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

secara umum akan memperlihatkan batu sebagai gambaran radioopak,

kecuali batu asam urat yang memberikan gambaran radiolusen.

Sebagian besar batu terbentuk di kaliks dan dapat terlihat pada urografi

intravena sebagai defek pengisian pada jalur kontra (Patel, 2007).

5. Hubungan gagal ginjal kronik dan tebal parenkim ginjal

Pada gagal ginjal kronik, pengurangan massa ginjal mengakibatkan

hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving

nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Peningkatan hiperfiltrasi

sebagian besar dicapai melalui dilatasi arteriol aferen. Pada saat yang

bersamaan arteriol eferen berkontraksi karena pelepasan angiotensin II

lokal. Sebagai akibatnya, aliran plasma ginjal (PRF) dan Pgc meningkat,

karena sebagian besar tekanan sistemik dipindahkan ke glomerulus. Proses

adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi

berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti

dengan penurunan fungsi nefron yang progresif (Suwitra, 2007).

Kompensasi fungsional ini berkaitan dengan perubahan struktural yang

bermakna. Volume rumbai glomerulus meningkat tanpa diiringi

peningkatan jumlah epitel visera, dan mengakibatkan penurunan densitas

dalam rumbai glomerulus yang membesar. Diyakini bahwa kombinasi

hipertensi glomerulus dan hipertrofi merupakan perubahan signifikan yang

menyebabkan cedera sekunder dari rumbai glomerulus dan merusak nefron

dengan progresif. Penurunan densitas epitel visera menyebabkan penyatuan

Page 40: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

pedikulus dan hilangnya sawar selektif terukur sehingga akan

meningkatkan protein yang hilang dalam urin.

Peningkatan permeabilitas dan hipertensi intraglomerulus juga

membantu akumulasi dari protein besar (misalnya, fibrin, imunoglobulin M

[IgM], komplemen) dalam ruang subendotelial. Akumulasi subendotelial

ini menumpuk bersama proliferasi matriks mesangial yang pada akhirnya

menyebabkan penyempitan lumen kapiler akibat tertekan. Akibat

keseluruhan adalah kolapsnya kapiler glomerulus dan glomerulosklerosis,

yang ditunjukkan dengan proteinuria dan gagal ginjal progresif. Selain itu,

rangkaian ini menyebabkan timbal balik positif dari lengkung henle dengan

percepatan proses yang destrukif, sehingga makin sedikit sisa nefron yang

utuh (Wilson, 2006).

Pemeriksaan ultrasonografi pada penyakit ginjal kronik maupun akut,

terlihat gambaran korteks yang hiperekoik dibandingkan dengan korteks

normal dan sonodensitasnya hampir sama dengan sinus renalis. Pada

stadium awal, biasanya ukuran ginjal masih normal, umumnya bilateral.

Selanjutnya, pada gagal ginjal yang lanjut, ukuran ginjal mengecil dengan

batas yang irreguler akibat proses fibrosis (contracted).

Piramis ginjal pada stadium awal juga umumnya masih baik dalam

keadaan normal. Namun, pada fase lanjut akan sangat mengecil, bahkan

menghilang. Perubahan sinus renalis yang terjadi pada penyakit ginjal

ditandai dengan berkurangnya bahkan menghilangnya sistem collecting

(Iljas, 2005).

Page 41: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

B. Kerangka Pemikiran

ket: menyebabkan

C. Hipotesis

Ada hubungan gagal ginjal kronik dengan tebal parenkim ginjal pada

pemeriksaan USG abdomen fokus ginjal.

Gagal Ginjal Kronik

Berkurangnya jumlah nefron

Hiperfiltrasi dan hipertrofi struktural

Pgc

RPF

Angiotensin II

Hipertensi intraglomerular

Korteks Menipis

Nefropati

Sklerosis nefron

Akumulasi protein besar subendotelial

Densitas sel epitel

Permeabilitas

Volume glomerulus

Hiperplasia endotel dan mesangial

Mikroangiopati

Kolaps kapiler segmen

Penyempitan lumen kapiler

Tebal parenkim ginjal berubah Medula menipis

Page 42: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik

dengan pendekatan cross-sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Pasien yang melakukan pemeriksaan USG abdomen.

2. Sampel

Pasien yang melakukan pemeriksaan USG abdomen fokus ginjal

pada pasien dengan usia 16-74 tahun yang bersedia berpartisipasi pada

penelitian ini.

Penelitian ini merupakan penelitian bivariat yang melibatkan

sebuah variabel dependen dan sebuah variabel independen. Sehingga, pada

penelitian ini, digunakan sampel menurut patokan umum, yang disebut

“rule of thumb”. Menurut teori ini, setiap penelitian yang datanya akan

dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat membutuhkan sampel

minimal 30 subjek penelitian (Murti, 2010b).

Page 43: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

D. Teknik Sampling

Sampel yang diambil sebagai subjek penelitian adalah pasien

rujukan dari Poliklinik Rawat Jalan dan Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi.

Sampel dipilih dengan cara sampel non-random, yakni fixed-exposure

sampling. Teknik sampling fixed-exposure sampling merupakan teknik

pencuplikan sampel yang dimulai dengan memilih sampel berdasarkan

status paparan subjek, yaitu terpapar atau tak terpapar oleh faktor

exposure. Dalam studi epidemiologi, yang dimaksud exposure adalah

variabel bebas dalam suatu penelitian (Murti, 2010a).

E. Rancangan Penelitian

Pasien yang melakukan pemeriksaan

USG abdomen fokus ginjal

GGK NON GGK

Pengukuran tebal Pengukuran tebal

parenkim parenkim

Analisis

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian.

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : gagal ginjal kronik

2. Variabel Terikat : tebal parenkim ginjal

Page 44: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

G. Definisi Operasional Variabel

1. Gagal ginjal kronik

Diagnosis pasien gagal ginjal kronik diketahui melalui status

pasien, yang kemudian diklarifikasi lagi dengan melihat laju filtrasi

glomerulus, yakni <15/ml/menit/1,73m2. Skala pengukuran berupa

skala nominal, dimana sampel dikelompokkan menjadi dua, yakni gagal

ginjal kronik dan non gagal ginjal kronik.

2. Tebal parenkim ginjal

Tebal parenkim ginjal pada pasien diukur dari dasar piramida

ginjal sampai permukaan ginjal yang dilihat dari hasil foto USG pasien.

Nilai normal tebal parenkim ginjal adalah 14-18 mm. Skala pengukuran

berupa skala rasio. Hasil pengukuran tebal parenkim ginjal kemudian

dianalisis bivariat dengan uji t independen. Untuk data deskripsi, tebal

parenkim ginjal sampel juga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

menipis, normal, serta menebal. Dikatakan menipis jika hasil

pengukuran yang didapat lebih pendek dari 14-18 mm, dan dikatakan

menebal jika hasil pengukuran lebih dari 14-18 mm.

H. Instrumen Penelitian

1. Data hasil foto USG abdomen fokus pada Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi untuk mengetahui tebal parenkim ginjal.

2. Data dari status pasien pada Instalasi Penyakit Dalam untuk mengetahui

diagnosis gagal ginjal kronik.

Page 45: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

I. Alat dan Cara Kerja

Pengukuran dilakukan pada 15 orang pasien gagal ginjal kronik dan 15

orang pasien non gagal ginjal kronik. Dari status pasien, didapatkan

diagnosis pasien gagal ginjal kronik. Pasien yang dijadikan sampel pada

penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang melakukan

pemeriksaan USG abdomen fokus ginjal. Selanjutnya, dari foto USG

abdomen fokus ginjal pasien, dilakukan penghitungan tebal parenkim ginjal

di tiga tempat kemudian dibuat reratanya. Pada penelitian ini, digunakan

fasilitas pengukuran (measure) pada mesin USG untuk mengukur tebal

parenkim ginjal.

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan

program Statistical Products and Service Solution (SPSS) for Windows

Release 17.0 (Morgan et.al., 2001) dan p < 0,005 dipilih sebagai nilai

signifikansinya. Penelitian ini termasuk penelitian parametrik karena

variabel bebas termasuk skala nominal dan variabel terikat termasuk skala

rasio. Oleh karena itu, dilakukan tes normalitas data sebelum melakukan

analisis bivariat. Pada peneltian ini, dipilih analisis bivariat dengan uji t

independen. Untuk mengontrol faktor lain yang juga berpengaruh

terhadap tebal parenkim ginjal selain gagal ginjal kronik, yaitu faktor

perancu, maka dilakukan juga model analisis regresi linier ganda.

Page 46: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian tentang hubungan gagal ginjal kronik dengan tebal

parenkim ginjal pada pemeriksaan USG abdomen fokus ginjal telah

dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada

periode April hingga Mei 2012. Sampel dipilih dengan cara sampel non-

random, yakni fixed-exposure sampling.

Sampel yang peneliti dapatkan tersebut berasal dari pasien yang

melakukan pemeriksaan USG abdomen fokus ginjal di Instalasi Radiologi

RSUD Dr. Moewardi. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini

sebanyak 30 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok

pasien dengan diagnosis Gagal Ginjal Kronik (GGK) dan pasien non

Gagal Ginjal Kronik (non GGK).

Sampel untuk pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronik

diketahui dari catatan permintaan USG abdomen atau rekam medik pasien.

Sedangkan gambaran tebal parenkim ginjal didapatkan melalui

pengukuran tebal parenkim ginjal dengan USG abdomen fokus ginjal

pasien.

Pengukuran tebal parenkim ginjal dilakukan oleh dokter ahli

radiologi. Pengukuran yang biasanya dilakukan untuk USG abdomen

Page 47: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

fokus ginjal adalah panjang dan lebar ginjal. Namun, pada penelitian ini

dilakukan pengukuran khusus untuk mengukur tebal parenkim ginjal

pasien atas permintaan peneliti. Hasil pengukuran yang didapat kemudian

dibandingkan beda reratanya dengan analisis bivariat uji t independen.

Selain itu, untuk deskripsi data, hasil pengukuran juga dibandingkan

dengan nilai rujukan normal tebal parenkim ginjal yakni 14-18 mm

(Tuma, et.al., 2011). Selanjutnya, tebal parenkim ginjal pasien

dikelompokkan berdasarkan ukuran tebal parenkim ginjalnya, yakni

menipis, normal, dan menebal.

Tabel 4.1. Distribusi Subjek Penelitian Menurut Jenis Kelamin, Usia, dan Berat Badan.

Karakteristik GGK NON GGK p

Jenis Kelamin 0,001

Laki-laki 13 4

Perempuan 2 11

Usia (Rata-rata ± SD) 51,6 ± 11,15 tahun 56,6 ± 10,15 tahun 0,653

Berat Badan (Rata-rata ± SD) 66,33 ± 7,61 kg 54,13 ± 7,34 kg 0,223

(Sumber : Data Primer dan Data Sekunder April-Mei 2012).

Berdasarkan data pada Tabel 4.1, dapat diketahui tentang data

demografi sampel penelitian yang dalam penelitian kali ini dicantumkan

jenis kelamin, usia dan berat badan. Terlihat perbedaan sebaran jenis

kelamin pada dua kelompok dimana p = 0,001 (p < 0,05). Sedangkan,

untuk usia dan berat badan tidak didapatkan perbedaan yang signifikan

antara kelompok GGK dan non GGK dengan p = 0,653 (p > 0,05) untuk

usia dan p = 0,223 (p > 0,05) untuk berat badan.

Page 48: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Tabel 4.2. Distribusi Subjek Penelitian Menurut Kadar Ureum Plasma, Kreatinin Plasma, dan Laju Filtrasi Glomerulus.

GGK NON GGK

Rata-rata SD Rata-rata SD

Ureum Plasma (mg/dl) 182,33 76,91 36,87 18,07

Kreatinin Plasma (mg/dl) 11,5 4,94 1,07 0,62

LFG (ml/menit/1,73m2) 8,07 3,15 63,31 29,23

(Sumber : Data Primer dan Data Sekunder April-Mei 2012).

Tabel 4.2 menyajikan data rerata parameter laboratorium yang

biasa digunakan pada pemeriksaan fungsi ginjal. Dapat dijelaskan bahwa

kadar ureum plasma, kreatinin plasma, dan laju filtrasi glomerulus untuk

kelompok non gagal ginjal kronik berada dalam batasan normal,

sedangkan untuk kelompok gagal ginjal kronik terdapat kenaikan kadar

ureum plasma dan kreatinin plasma, serta penurunan laju filtrasi

glomerulus.

Tabel 4.3. Data Pengelompokkan Tebal Parenkim Ginjal.

Kelompok

Rerata Tebal Parenkim Ginjal

Menipis

(<14mm)

Normal

(14-18mm)

Menebal

(>18mm)

GGK 15 (100%) 0 0

NON GGK 4 (26,67%) 9 (60%) 2 (13,33%)

Nilai rujukan tebal parenkim ginjal 14-18 mm (Tuma, et.al., 2011). (Sumber : Data Primer April 2012).

Berdasarkan data pada Tabel 4.3, dapat dijelaskan bahwa pada 15

sampel pasien gagal ginjal kronik semua sampel menunjukkan penipisan

tebal parenkim ginjal. Sedangkan, untuk kelompok non gagal ginjal kronik

penipisan parenkim ginjal hanya terjadi di 4 pasien. Penipisan parenkim

Page 49: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

ginjal ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok seperti yang

dilakukan oleh Akçetin, et.al. (2005) pada penelitiannya tentang parenkim

ginjal. Pengelompokkan didasarkan atas besar penipisan yang terjadi

dibandingkan dengan tebal parenkim normal. Pengelompokkan penipisan

tebal parenkim yang terjadi tersaji pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Derajat Penipisan Tebal Parenkim Ginjal pada Kelompok GGK dan NON GGK

Tebal Parenkim Total

GGK NON GGK

≤ 2,00 mm 2 (33,33%) 4 (66,67%)

> 2, 00 - ≤ 5,00 mm 1 (100%) 0

> 5,00 mm 12 (100%) 0

(Sumber : Data Primer April-Mei 2012).

Berdasarkan pada Tabel 4.4, dapat digambarkan bahwa tebal

parenkim ginjal pada kelompok non gagal ginjal kronik, 4 pasien yang

mengalami penipisan parenkim ginjal, besarnya penipisan yang terjadi

dibandingkan dengan tebal parenkim ginjal normal adalah ≤ 2,00 mm.

Namun, untuk kelompok gagal ginjal kronik, sebanyak 13 pasien atau

86,67% dari seluruh pasien pada kelompok ini terjadi penipisan yang lebih

besar, yakni mengalami penipisan sebesar > 2,00 - > 5,00 mm

dibandingkan dengan tebal parenkim ginjal normal.

B. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan

program Statistical Products and Service Solution (SPSS) for Windows

Release 17.0 (Morgan et.al., 2001). Penelitian ini termasuk penelitian

Page 50: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

parametrik karena variabel bebas termasuk skala nominal dan variabel

terikat termasuk skala rasio. Oleh karena itu, dilakukan tes normalitas data

sebelum melakukan analisis bivariat. Pada peneltian ini, dipilih analisis

bivariat dengan uji t independen. Untuk mengontrol faktor lain yang juga

berpengaruh terhadap tebal parenkim ginjal selain gagal ginjal kronik,

yaitu faktor perancu, maka dilakukan juga model analisis regresi linier

ganda.

1. Uji Normalitas Data

Pada penelitian ini dilakukan uji normalitas data karena

penelitian ini termasuk penelitian parametrik. Dari hasil uji

normalitas data didapatkan nilai p > 0,05 baik dengan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov maupun Saphiro-Wilk

untuk kelompok non gagal ginjal kronik dan kelompok gagal ginjal

kronik (lihat lampiran 2). Nilai p > 0,05 memiliki arti bahwa data

pada penelitian ini terdistribusi normal pada kedua kelompok

sampel.

2. Analisis bivariat dengan uji t independen.

Karena data pada penelitian ini terdistribusi normal, maka

dapat dilakukan analisis bivariat dengan uji t independen (lihat

lampiran 3).

Page 51: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Gambar 4.1. Boxplot tentang Beda Rata-Rata Tebal Parenkim Ginjal Antara Kelompok GGK dan NON GGK

Tabel 4.5. Hasil analisis bivariat dengan uji t independen tentang Beda Rata-Rata Tebal Parenkim Ginjal Antara Kelompok GGK dan NON GGK

Kelompok N Rata-rata (mm) SD t p

GGK 15 7,92 2,57 9,45 <0,001

NON GGK 15 15,64 1,85

Gambar 4.1 dan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada

kelompok non gagal ginjal kronik didapatkan rerata tebal parenkim

ginjal adalah 15,64±1,85 mm. Sedangkan, pada kelompok gagal

ginjal kronik didapatkan rata-rata tebal parenkim ginjalnya lebih

kecil yakni 7,92±2,57 mm. Dari hasil uji t independen tersebut

didapatkan nilai signifikansi p < 0,001 sehingga terdapat hubungan

yang secara statistik signifikan antara gagal ginjal kronik dengan

tebal parenkim ginjal.

Page 52: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

3. Model analisis regresi linier ganda

Untuk mengontrol faktor lain yang juga berpengaruh

terhadap tebal parenkim ginjal selain gagal ginjal kronik, yaitu

faktor perancu, maka dilakukan model analisis regresi linier ganda

(lihat lampiran 4). Pada penelitian ini faktor perancu yang

dikontrol adalah usia.

Tabel 4.6. Hasil Analisis Regresi Linier Ganda tentang Hubungan Antara Gagal Ginjal Kronik dan Usia dengan Tebal Parenkim Ginjal.

Variabel Koefisien Regresi b

(mm)

CI (95%) p

Batas Bawah

(mm)

Batas Atas

(mm)

Konstanta 16,78 15,23 18,34 <0,001

Gagal ginjal kronik -7,95 -9,54 -6,36 <0,001

Umur ≥54 tahun -1,72 -3,35 -0,09 0,039

N observasi 30

Adjusted R2 78,1%

P <0,001

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

secara statistik signifikan antara gagal ginjal kronik dengan tebal

parenkim ginjal. Pasien kelompok gagal ginjal kronik rata-rata

memiliki tebal parenkim ginjal 7,95 mm lebih tipis dibandingkan

dengan kelompok non gagal ginjal kronik (b = -7,95 mm; CI =

95% -9,54 mm s.d -6,36 mm; p < 0,001).

Nilai adjusted R2=78,1% mengandung arti variabel bebas di

dalam model regresi linier ganda tersebut, yakni gagal ginjal

Page 53: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

kronik dan usia, mampu menjelaskan 78,1% variasi dari tebal

parenkim ginjal. Nilai CI = 95% -9,54 mm hingga -6,36 mm

mengandung arti, dengan tingkat keyakinan 95% dapat

disimpulkan pasien gagal ginjal kronik memiliki tebal parenkim

ginjal lebih tipis sebesar 9,54 mm hingga 6,36 mm dibandingkan

pasien non gagal ginjal kronik.

Page 54: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

BAB V

PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan gagal

ginjal kronik dengan tebal parenkim ginjal. Gagal ginjal kronik merupakan

suatu keadaan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible

sehingga menyebabkan keadaan penumpukkan sisa metabolisme yang

disebut uremia (Suharyanto, 2009). Gagal ginjal kronik akan

menyebabkan gangguan pada struktur ginjal di dalamnya, seperti

glomerulosklerosis, kolapsnya kapiler glomerulus dan sklerosis nefron.

Proses patologis tersebut pada akhirnya akan berdampak pada parenkim

ginjal (Wilson, 2006).

Pada pasien gagal ginjal kronik pemeriksaan USG abdomen fokus

ginjal dipilih untuk menilai keadaan ginjal karena merupakan pemeriksaan

yang relatif murah, mudah dilakukan, dapat menilai bentuk dan ukuran

ginjal serta tidak invasif (Effendi dan Markum, 2007). Dengan alasan

tersebut, USG abdomen fokus ginjal dipilih dibandingkan dengan

pielografi intravena yang jarang dikerjakan karena kontras sering tidak

bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya

pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami

kerusakan (Suwitra, 2007). Oleh karena itu, pada penelitian ini, sampel

yang sudah dibagi menjadi dua kelompok yakni pasien gagal ginjal kronik

Page 55: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

dan non gagal ginjal kronik dilakukan pemeriksaan USG abdomen fokus

ginjal untuk mengukur tebal parenkim ginjalnya.

Tabel 4.1 menunjukkan distribusi sampel berdasar jenis kelamin,

usia, dan berat badan. Untuk jenis kelamin, didapatkan sampel pasien pada

kelompok gagal ginjal kronik didominasi oleh laki-laki. Hal ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang dan Rothenbacher (2008)

dimana dikatakan prevalensi gagal ginjal kronik paling banyak terjadi pada

perempuan. Kenyataan ini mungkin terjadi karena jumlah sampel yang

diambil untuk penelitian ini kurang banyak serta waktu penelitian yang

singkat untuk menentukan prevalensi gagal ginjal kronik. Sebaliknya,

untuk usia didapatkan pada kelompok gagal ginjal kronik distribusi

usianya adalah 51,6±11,15 tahun, dimana hasil ini sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Zhang dan Rothenbacher (2008) bahwa gagal ginjal

kronik prevalensinya meningkat pada usia di atas 45 tahun.

Tabel 4.2 menyajikan data rerata parameter laboratorium yang

biasa digunakan pada pemeriksaan fungsi ginjal pasien. Pada kelompok

non gagal ginjal kronik kadar ureum dan kreatinin pasien dalam batas

normal yakni untuk kadar kreatinin berada dalam rentang 0,9-1,3 mg/dl

mg/dl untuk laki-laki dan 0,6-1,1 mg/dl untuk perempuan serta kadar

ureum ureum <50 mg/dl untuk dewasa ≤65 tahun dan kadar ureum <71

mg/dl dewasa ≥65 tahun (Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr.

Moewardi, 2012). Namun, jika dilihat data keseluruhan sampel pasien non

gagal ginjal kronik (lihat lampiran 1), didapatkan satu pasien dengan kadar

Page 56: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

ureum di atas normal yakni Hr, Tn. Hal ini bisa disebabkan karena ada

beberapa faktor yang mempengaruhi kadar ureum plasma, seperti status

hidrasi tubuh dan diet protein pasien (Efendi dan Markum, 2007).

Sehingga, kadar ureum di atas normal pada pasien ini belum tentu

menandakan ada gangguan pada tubuh pasien tersebut. Selain itu, terdapat

dua pasien dengan kadar kreatinin di atas normal (lihat lampiran 1) yakni

Sn, Tn dan Hr, Tn. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar

kreatinin plasma adalah penggunaan obat-obat tertentu seperti trimetoprim

dan cimetidin, massa otot, dan asupan diet protein pasien. Eliminasi ekstra

renal kreatinin plasma juga bisa terjadi melalui aktivitas bakteri usus

(Stevens, et, al., 2006).

Pada penelitian ini, pengukuran nilai laju filtrasi glomerulus

dilakukan dengan menggunakan rumus Kockroft-Gault. Nilai normal laju

filtrasi glomerulus normal adalah >90 ml/menit/1.73m2 (Parazella, 2005).

Keseluruhan pasien sampel kelompok non gagal ginjal kronik tidak

memenuhi kriteria diagnosis gagal ginjal kronik yakni nilai laju filtrasi

glomerulus <15 ml/mn/1.73m2 (Parazella, 2005). Namun, terdapat 12

pasien dengan nilai laju filtrasi ginjal di bawah normal. Seperti hasil

penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi, et. al. (2008), hal ini mungkin

disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi hasil nilai laju

filtrasi glomerulus, seperti usia dan Mean Artery Pressure (MAP).

Pada kelompok gagal ginjal kronik (lihat lampiran 2) dapat

dijelaskan bahwa seluruh pasien di kelompok ini mengalami kenaikan

Page 57: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

kadar ureum dan kreatinin serta penurunan laju filtrasi glomerulus hingga

memenuhi kriteria untuk diagnosis gagal ginjal kronik. Menurut Wilson

(2006b), proses patologis yang terjadi pada gagal ginjal kronik

menyebabkan kolapsnya kapiler glomerulus dan glomerulosklerosis. Hal

ini kemudian akan berakhir pada penurunan fungsi nefron. Sehingga, nilai

ureum plasma dan kreatinin plasma meningkat serta terjadi penurunan laju

filtrasi glomerulus (Suwitra, 2007).

Hasil pengelompokkan rerata tebal parenkim ginjal dapat dilihat

pada tabel 4.3. Pada kelompok non gagal ginjal kronik, dari 15 sampel

pasien didapatkan 9 pasien mempunyai tebal parenkim normal, 4 pasien

dengan penipisan korteks dan 2 pasien dengan penebalan tebal parenkim.

Perbedaan ukuran ini didapat dengan mengukur rerata tebal parenkim

ginjal dengan menggunakan fasilitas pengukuran (measure) pada mesin

USG untuk mengukur tebal parenkim ginjal dan membandingkannya

dengan ukuran normal yaitu 14-18 mm (Tuma, et.al., 2011). Variasi hasil

tebal parenkim yang didapat pada penelitian ini mungkin disebabkan

karena ada beberapa faktor-faktor yang berpengaruh pada tebal parenkim

ginjal antara lain indeks massa tubuh, tinggi badan, usia dan jenis kelamin

laki-laki. Sampai dekade kelima kehidupan, tebal parenkim relatif sama

dan mulai mengalami penipisan setelah dekade kelima kehidupan (Surcel,

et.al., 2011). Hal ini sesuai dengan data hasil penelitian dimana pasien

yang mengalami penipisan parenkim yakni Ny. Sd, Ny. Sy, Tn. Hr, Tn. Dr

yang kesemuanya berumur di atas 50 tahun. Selain itu, juga terdapat 2

Page 58: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

pasien yang mengalami penebalan korteks yakni Ny. Tr dan Ny Sr. Hasil

ini mungkin bisa dihubungkan dengan tinggi badan dan indeks massa

tubuh pasien. Menurut Surcel et. al. (2011), semakin tinggi dan semakin

besar indeks massa tubuh pasien maka tebal parenkim ginjal pasien pun

akan semakin besar. Namun, peneliti tidak melakukan pengukuran

terhadap tinggi badan pasien sehingga hal ini pun tidak bisa dibuktikan.

Penelitian yang dilakukan pada 15 pasien sampel gagal ginjal

kronik juga tersaji pada tabel 4.3. Untuk pengukuran rerata tebal parenkim

ginjal, didapatkan seluruh pasien mengalami penipisan parenkim ginjal.

Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Tuma et. al. (2011) dan

Suwitra (2007), dimana jika terdapat proses penyakit kronis di ginjal

dalam hal ini adalah gagal ginjal kronik, maka akan terjadi perubahan pada

keadaan ginjal itu sendiri, yakni penipisan parenkim ginjal dan pengecilan

ukuran ginjal.

Tabel 4.4 menyajikan data distribusi pengelompokkan tebal

parenkim ginjal subjek yang mengalami penipisan parenkim ginjal.

Pengelompokkan didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Akçetin,

et. al. (2005) yang mengamati efek besar perubahan tebal parenkim yang

terjadi dibandingkan tebal parenkim ginjal normal pada karsinoma sel

renal setelah pembedahan. Penelitian oleh Akçetin, et. al. (2005)

digunakan untuk pengelompokkan besar penipisan parenkim yang terjadi

pada penelitian ini karena tidak ada pengelompokkan tebal parenkim ginjal

yang lebih detail di luar menebal, normal, dan menipis dari segi radiologi.

Page 59: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Dapat dijelaskan bahwa pada kelompok non gagal ginjal kronik, sampel

yang mengalami penipisan parenkim ginjal, jarak tebal parenkim ginjalnya

dari tebal parenkim ginjal normal adalah ≤ 2,00 mm. Sementara, seluruh

sampel pada kelompok gagal ginjal kronik yang mengalami penipisan

tebal parenkim ginjal, jarak tebal parenkim ginjal kelompok ini dari tebal

parenkim ginjal normal bervariasi dari ≤2,00 - >5,00 mm. Hal ini

menunjukkan bahwa pada kelompok gagal ginjal kronik terjadi penipisan

tebal parenkim ginjal yang lebih besar terlihat dari sebaran tebal parenkim

ginjal sampel pada kelompok ini. Menurut Ponikvar dan Perovicˇ (2003),

pada gagal ginjal kronik akan terjadi penurunan ukuran ginjal, atrofi

parenkim, sklerosis dan fibrosis. Proses tersebut terjadi kronik dan

progresif yang menyebabkan parenkim ginjal mengalami penipisan yang

berarti. Sedangkan, penipisan parenkim ginjal pada kelompok non gagal

ginjal kronik mungkin disebabkan karena beberapa faktor-faktor yang

berpengaruh pada tebal parenkim ginjal antara lain indeks massa tubuh,

tinggi badan, usia dan jenis kelamin laki-laki.

Hasil analisis data menggunakan hasil uji t independen tentang

beda rerata tebal parenkim ginjal menurut kelompok gagal ginjal kronik

disajikan pada Gambar 4.1 dan tabel 4.5. Dari hasil uji t independen,

didapatkan tingkat signifikansi p < 0,001. Karena nilai p < 0.05, maka

penelitian ini signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara gagal ginjal kronik dengan tebal parenkim ginjal pada

pemeriksaan USG fokus abdomen. Sejalan dengan penelitian ini, Ponikvar

Page 60: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

dan Perovicˇ (2003) mengungkapkan bahwa pada gagal ginjal kronik

terjadi akan terjadi penurunan ukuran ginjal, atrofi parenkim, sklerosis dan

fibrosis.

Tabel 4.6 menyajikan data hasil analisis regresi linier ganda

tentang hubungan antara gagal ginjal kronik dan usia dengan tebal

parenkim ginjal. Uji analisis regresi linier ganda dilakukan untuk menilai

faktor lain yang berpengaruh terhadap tebal parenkim ginjal selain gagal

ginjal kronik. Hasil uji analisis regresi linier ganda didapatkan nilai

adjusted R2 = 78,1% yang mengandung arti bahwa variabel bebas di dalam

model regresi linier ganda tersebut, yakni gagal ginjal kronik dan usia,

mampu menjelaskan 78,1% variasi dari tebal parenkim ginjal. Seperti yang

dikatakan oleh Gourtsoyiannis et.al. (1990) pada penelitiannya tentang

ketebalan parenkim ginjal yang berkurang seiring dengan bertambahnya

usia, ketebalan parenkim ginjal berkurang sebanyak 10% per dekade

sesuai bertambahnya usia. Hal lain juga disebutkan bahwa glomerulus

mengalami 30% hialinisasi seiring bertambahnya usia, aliran darah ginjal

berkurang sebanyak 50% mulai dekade keempat hingga dekade

kesembilan kehidupan, serta laju filtrasi glomerulus berkurang 30-50%

pada dekade kedelapan dibandingkan dekade ketiga kehidupan.

Secara umum, ginjal merupakan suatu organ yang kompleks di

mana bagian-bagian di dalamnya semua berperan penting dalam mengatur

fungsi fisiologis (Sherwood, 2007). Sehingga, jika terdapat gangguan yang

menyebabkan gangguan pada struktur organ di dalamnya akan

Page 61: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

berpengaruh juga pada fisiologis tubuh. Hal ini yang membuat pasien

gagal ginjal kronik harus menjalani hemodialisa untuk tetap menjaga

fungsi tubuhnya (Suwitra, 2007).

Proses patologis pada gagal ginjal kronik menyebabkan sklerosis

nefron, kolapsnya kapiler glomerulus, serta glomerulosklerosis (Wilson,

2006). Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan perubahan morfologi

ginjal sendiri seperti pengecilan ginjal, penipisan korteks, serta penipisan

parenkim ginjal. Meskipun secara keseluruhan tebal parenkim ginjal

dipengaruhi oleh tinggi, indeks massa tubuh, usia, dan jenis kelamin laki-

laki (Tuma et. al., 2011).

Page 62: HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL …/Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TEBAL PARENKIM GINJAL PADA PEMERIKSAAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara

statistik signifikan antara gagal ginjal kronik dengan tebal parenkim ginjal

pada pemeriksaan USG abdomen fokus ginjal, di mana dengan tingkat

keyakinan 95% pasien gagal ginjal kronik rata-rata memiliki tebal

parenkim ginjal 7,95 mm lebih tipis dibandingkan dengan pasien non

gagal ginjal kronik.

B. Saran

Sebagai kelanjutan penelitian ini, dapat dilakukan penelitian yang

meneliti hubungan derajat fungsi ginjal dengan tebal parenkim ginjal.