hubungan dengan komunitas lokal · pdf filepabrik tersebut. belekangan pemerintah jaa barat...
TRANSCRIPT
Hubungan dengan Komunitas Lokal
Sumber: Buku Manajemen Public Relations (Rhenald Kasali)
Komunitas lokal adalah masyarakat yang bermukim atau mencari nafkah di
sekitar pabrik, kantor, gudang, tempat pelatihan, tempat peristirahatan, atau di sekitar aset
tetap perusahaan lainnya. Dalam pelaksanaan fungsi PR, komunitas lokal dipandang
sebagai suatu kesatuan denganperusahaan yang memberi manfaat timbal balik.
Hubungan timbal balik tersebut bukanlah melulu berarti bahwa suatu komunitas
adalah kumpulan orang-orang yang saling berbagai dalam memanfaatkan suatu fasilitas.
Lebih jauh,komunitas adalah suatu organisme sosial yang saling berinteraksi (Allen H.
Center dan Frank E. Walsh – 1985).
Bentuk kesatuan antara keduanya itu dipengaruhi oleh siapa yang datang lebih
dahulu (pabrik atau penduduk) di lokasi tersebut, sifat lokasi terhadap perusahaan,
(sumber input bagi perusahaan atau daerah output/pasar bagi perusahaan), isolasi daerah
terpencil dan latar belakang historis. Lomunitas lokal juga dapat dipandang dalam dua
lingkungan, yakni lingkungan mikro dan lingkungan makro.
Hubungan timbal balik tersebut mempengaruhi pola pekerjaan PR, sehingga pada
jenis industri yang sama bisa jadi penekanan peran PR berbeda cukup jauh.
Siapa yang Datang Lebih Dahulu
Orang-orang tua kita pernah menasihati kita agar selalu menghormati penduduk
lama yang sudah lebih dahulu berada disatu tempat. Bila kita pindah ke tempat itu, adalah
kewajiban kita untuk datang bertamu, memperkenalkan diri dan mencoba menyelaraskan
perilaku kita dengan tuntutan masyarakat di sekitar tempat kita yang baru tersebut.
Hampir sebagian besar perusahaan. Apakah berbentuk pabrik, real estat atau
usaha lainnya, datang ke suatu lokasi yang sudah dihuni oleh penduduk terlebih dahulu.
Mereka membeli tanah penduduk dan berjanji akan menggunakan tenaga kerja penduduk
setempat. Yang menjadi masalh, pembebasan tanah penduduk tersebut sering
menimbulkan keresahan karena pembebasan tanak menarik ‘para calo’ untuk
berspekulasi. Akibatnya, ketika perusahaan mulai beroperasi,citranya telah cacat.
Bagi sebagian anggota masyarakat, perusahaan dipandang tak bedanya dengan
para calo dan tukang peras. Mungkin sebagian masih berbentuk opini dan sebagian lagi
sudah berbentuk sikap. Sepanjang hal itu masih berbentuk opini, tugas PR masih relatif
mudah. Tetapi bila sudah menjurus kepada sikap, dibutuhkan waktu yang cukup panjang
untuk mengembalikan sikap positif masyarakat.
Sikap negatif antara lain ditandai dengan penutupan jalan dari dan menuju pabrik,
perusakan kecil-kecilan, pencurian dengan tujuan menghambat, sampai pada penolakan
penduduk untuk berhubungan akrab dengan manajer perusahaan dan kemungkinan
memperluas masalah begitu isu baru muncul (misalnya perluasan lahan pabrik ataupolusi
udara) kepada khalayak umum, mencari dukungan pers atau dukungan para politisi.
Di beberapa daerahdi Indonesia juga ditemui kasus di mana perusahaan ingkar
janji untuk memperkejakan penduduk dan kontraktor setempat. Alasannya sangat masuk
akal; penduduk setempat umumnya belum mempunyai budaya kerja, belum mempunyai
ketrampilan, pendidikannya masih rendah, dan masih sulit dibentuk. Akibatnya
perusahaan mendatangkan karyawan dari kota-kota besar atai dari kantor pusatnya. Hal
ini juga terjadi dengan kontraktor setempat yang masih miskin pengalaman. Perusahaan
tidak mampu menekan kontraktor dari kota besar untuk bekerja sama dengan kontraktor
setempat karena alasan ketrampilan, biaya, dan tidak mau membagi keuntungannya. Hal-
hal ini umumnya sangat mempengaruhi opini penduduk di sekitar perusahaan.
Pada daerah lain, ditemui keadaan yang sebaliknya. Perusahaan datang lebih
dahulu, baru kemudian penduduk. Perusahaan yang bergerak di bidang industri penghasil
banyak polusi, cenderung mendirikan pabrik di daerah yang jauh dari pemukiman
penduduk. Pabrik gula Rejo Agung didirikan di luar kota Madiun yang jauh dari
pemukiman penduduk. Tetapi karena pabrik menyediakan lapangan pekerjaan dalam
jumlah besar, daerah di sekitar pabrik berkembang menjadi pemukiman padat. Pabrik
gula Rejo Agung kemudian mengembangkan community relations, termasuk program
kesehatan, penerangan listrik, jaringan air bersih, dan pengurangan polusi udara dari
cerobong pabrik. Investasi ini menyedot biaya dalam jumlah besar.
Kasus yang sama juga menyertai tumbuhnya industri tenun di Majalaya. Jauh
sebelum industri tekstil berkembang di Indonesia, di Majalaya seudah berkembang
beberapa pabrik tenun tradisional. Penduduk menempati pemukiman yang terpisah dari
pabrik tersebut. Belekangan pemerintah Jaa Barat menjadikan Majalaya sebagai pusat
industri tekstil (selain pusat industri sepatu di Cibaduyut dan industri keramik di Plered).
Apa akibatnya? Daerah ini berkembang menjadi semacam industrial estate, dan
mengundang banyak investor untuk memnafaatkan fasiltias yang disediakan. Tenaga
kerja pun berdatagan ke tempat ini, dan mereka bermukim di sekitar lokasi pabrik tenun
tradisional. Pada tahun 1980-an, pabrik-pabrik tradional yang mendapat bantuan dari
bakap angkatnya, diketahui bahwa pabrik tak dapat dijalankan 24 jam sesuai rencana.
Masalahnya, getaran mesin tenun menimbulkan gelombang yang mengganggu pesawat
televisi penduduk. Penduduk menolak memberi izin gangguan usaha kepada pengusaha
tradisional untuk menjalankan mesinnya 24 jam.
Kalau kita berpegang kepada prinsip yang diajarkan oleh orang tua kita, maka
pada kasus yang belakangan tidak pada tempatnyalah perusahaan meminta izin kepda
penduduk agar memberi rekomendasi bagi pengurusan izin gangguan. Tetapi apa yang
terjadi? Yang datang belakangan umumnya lebih perkasa daripada yang datang pertama.
Prinsip suatu kegiatan bisnis bukanlah untuk mencari siapa yang benar atau salah,
melainkan mencari solusi agar bisnis dapat hidup dalam jangka panjang. Sedangkan
prinsip kegiatan PR adalah mengharmoniskan hubungan antara perusahaan beserta
manajer dan karyawannya dengan masyarakat di sekitar perusahaan.
Dalam pada itu, perusahaan besar umumnya baru menyusun strategi PR setelah
penduduk menunjukkan sikap negatif. Sebelum itu peran PR dilimpahkan kepada para
manajer yang merangkap pekerjaan ini dengan peran operasional lainnya. Kehadiran
pejabat baru yang mengkonsentrasikan peran sebagai PR umumnya kurang
memperhatikan hubungan kesatuan antara perusahaan dan komunitasnya, dan peran-
peran lain yang membentuk sikap penduduk sebelum perusahaan beroperasi. Tugas PR
dalam hal ini adalah membina hubugnan yang harmonis dalam jangka panjang. Maka,
selain kampanye untuk menimbulkan simpati, PR juga mempunyai peran untuk melatih
para eksekutif guna mendidik tenaga kerja dari lokasi di sekitar perusahaan. Termasuk di
dalamnya adalah menimbulkan rasa memiliki pada keduanya secara timbal balik.
Hubungan timbal balik dengan rasa memiliki dibutuhkan oleh perusahaan agar
perusahaan memperoleh dukungan komunitas. Misalnya, pemasokan tenaga kerja yang
tidak memerlukan fasilitas antar jemput dan perumahan karena lokasi yang dekat., tenaga
kerja yang sehat dan trampil, dan tenaga kerja yang mengenal karakter perusahaan.
Dukungan masyarakat juga dibutuhkan untuk turut mencegah kejadian yang tidak
diinginkan, misalnya partisipasi dalam menjaga keamanan, mencegah kebakaran, atau
kerawanan lainnya.
Sebaliknya hubungan timbal balik akan menyenangkan penduduk karena mereka
mempunyai sumber pendapatan yang baru, lingkungan yang bersih dan sehat, serta dapat
memanfaatkan fasilitas yang dibangun perusahaan.Secara keseluruhan bangsa ini akan
mengalami keuntungan. Kesejahteraan yang meningkat merupakan potensi yang besar
bagi perusahaan untuk menjual hasil produksinya. Artinya, perusahaan turut membina
pasar masa depan.
Efek Sifat Lokasi Terhadap Perusahaan
Terpilihnya suatu lokasi untuk mendirikan sebuah gedung tentu bukan tanpa
pertimbangan manajemen. Sebelum lokasi dipilih, umumnya perusahaan telah melakukan
perhitungan dan survei melalui studi kelayakan. Lokasi tersebut bisa jadi dipilih karena
dekat dengan pasar utama (misalnya di kota-kota besar), dekat dengan sumber bahan
baku (misalnya penebangan hutan, penambangan atau industri sejenisnya), atau berada di
antara keduanya.
Dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini telah berkembang pula daerah baru
di sekitar kota-kota besar (suburban area) sebagai daerah industri baru. Bila daerah
tersebut berada di dalam lokasi industrial estate, yang dikelola dengan resmi, maka
biaanya hubungan antara perusahaan dengan penduduk menjadi renggang. Perusahaan
kurang merasa perlu berhubungan erat dengan penduduk karena:
1. Di dalam industrial estate terdapat banyak perusahaan yang harus
memikul tanggung jawab membangun hubungan itu.
2. Di sekeliling industrial estate berdiri dinding tinggi dengan petugas
keamanan di pintu masuk yang akan menyeleksi tamu atau karyawan yang
diperbolehkan masuk.
Namun, sekalipun hubungan antara perusahaan dan penduduk kurang sensitif,
pembinaan hubungan dengan komunitas lokal tetap perlu dialkukan., minimal oleh
pengelola industrial estate, maksimal bersama-sama dengan perusahaan lainnya.
Biasanya, fasiltias yang disediakan perusahaan dalam industrial estate bisa dimanfaatkan
bersama oleh penduduk dan karyawan perusahaan.
Namun demikian, bila perusahaan juga menghasilkan limbah yang dapat
merugikan penduduk di luar kawasan industri tersebut (misalnya asap tebal atau limbah
cair yang dibuang ke sungai) atau mempunyai proses produksi yang riskan (kemungkinan
meledak/bocornya tangki gas berbahaya), maka perusahaan perlu mengambil langkah-
langkah positif. Langkah tersebut mencakup latihan penduduk untuk mengatasi keadaan
darurat hingga melakukan perbaikan sistem pembuangan limbah dan pencegahan
kelalaian di dalam perusahaan.
Selain mereka yang menempati industrial estate, ada pula industri tertentu yang
tumbuh secara terpisah karena memerlukan lahan yang luas dan rencana pengembangan
yang terpadu dengan anak-anak perusahaannya. Hubungan antara perusahaan dan
penduduk menjadi sangat penting karena lokasi bersifat sebagai pemberi kehidupan
timbal balik.
Isolasi Daerah Terpencil
Pemerintah mendorong agar pengusaha membuka usaha di daerah terpencil.
Dorongan itu tentu dengan maksud dantujuan tertentu. Padatnya penduduk dan
pertumbuhan yang cepat di kota-kota besar khususnya pulau Jawa telah mengakibatkan
daerah lain tertinggal. Hal itu bisa menyebabkan kerawanan dan ketimpangan sosial di
ditengah masyarakat Indonesia. Timbulnya berbagai bentuk usaha di daerah terpencil
tidak saja menimbulkan dampak ekonomi tetapi sekaligus dampak sosial. Bayangkanlah
hadirnya industri kayu di pedalaman sungai Kapuas di Kalimantan atau peternakan buaya
di hutan Mamberano di Papua.Barangkali perusahaan terebut merupakansatu-satunya
sumber kehidupan di daerah itu.
Di pulau Jawa sendiri banyak perusahaan yang merupakan kebanggaan daerah.
Misalnya Gudang Garam di Kediri, Djarum di Kudus, PG Rejo Agung di Madiun dan
sebagainya. Selain menjadi kebanggaan, perusahaan tersebut juga menimbulkan masalah
bagi daerah. Tertutupnya pemilik atau manajer perusahaan terhadap putra-putra daerah,
tidak ditepatinya janji-janji atau terlalu angkuhnya perusahaan terhadap komunitas lokal,
akan menimbulkan dampak sosial yang sulit diatasi di kemudian hari. Sebaliknya,
perusahaan yang dekat dengan komunitasnya akan selalu mendapat dukungan, baik dari
komunitas informal maupun pemda setempat.
Hubungan antara perusahaan dengan komunitas laokal bisa dimulai dengan
kegiatan PR yang mengidentifikasikan daerah dengan perusahaan dansebaliknya. Di
negera-negara maju muncul tim-tim olehraga yang sekaligus membawa dua bendera,
yakni bendera komunitas setempat dan perusahaan. Di Indonesia, gejala ini juga sudah
mulai tampak. Misalnya, tim sepakbola Semen Padang, tim bulu tangkis Jarum (Kudus)
Tennis Club Mercu Buana (Jakarta) dan lain-lain.
Yang paling penting dari kegiatan ini adalah bangkitnbya kehidupan atau
semangat komunitas sehingga komunitas identik dengan perusahaan dan sebaliknya.
Latar Belakang Historis
Hubungan timbal balik perusahaan dengan masyarakat juga dipengaruhi oleh
persepsi masyarakat tentang kehadiran perusahaan. Persepsi antara lain dibentuk oleh
latar belakang historis yang tidak mudah dihapus begitu saja. Betapa lengkap dan
hebatnya fasilitas yang dimiliki perusahaan, dan betapa terbukanya perusahaan terhadap
komunitas, belum tentu menarik minat masyarakat untuk terlibat. Hal itu antara lain
dipengaruhi oleh hubungan antara perusahaan dan komunitasnya di masa lalu.
Banyak faktor yang mempengaruhi hubungan masa lalu itu, misalnya:
1. Karakter masyarakat setempat
Setiap daerah di Indonesia memiliki karakter yang berbeda-beda. Penduduk yang
bermukim di satu daerah juga berbeda-beda. Mereka yang bermukim di daerah
pesiisir pantai dan pegunungan juga berbeda. Sub-kultur, keadaan alam, ketersediaan
sumber daya, peristiwa politik masa lalu, semuanya membentuk karakter. Ketika
memasukii suatu daerah, perusahaan umumnya hanya mengenal karakter daerah
tersebut secara umum. Ketidaksesuaian penanganan perusahaan terhadap
komunitasnya sejak pertama kali perusahaan hadir menimbulkan kesalahan yang bisa
berakibat panjang.
2. Penanganan Pemerintah Setempat
Sebelum perusahaan hadir di suatu daerah yang masih baru, pengusaha sering
meminta bantuan pemerintah setempat untuk melakukan conditioning. Condotioning
yang dilakukan memerlukan pemantauan agar tujuan kesiapan komunitas tidak
berbelok ke arah lain. Penanganan yang kurang pas akan melahirkan harapan
masyarakat yangberlebihan atau kerugian masyarakat yang berlebihan, yang muncul
karena penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum tertentu.
3. Ketidaksiapan perusahaan pada saat persiapan.
Pada tahap persiapan perusahaan harus melakukan banyak kegiatan: mendidik orang
baru, menjalankan mesin percobaan, mengurus izin, menarik karyawan baru,
merampungkan desain produk, menyusun organisasi dan sistem, mencari jaringan
pemasaranbaru, membuat rencana pemasaran, persiapan protokoler, undangan,
pemberitaan media, pidato dan sebagainya. Pada saat kesibukan puncak tersebut,
besar kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan yang membentuk persepsi
komunitas.
4. Pengalaman Masyarakat atas Kegiatan Perusahaan lain
Ketidakserasian suatu perusahaan yang sejenis terhadap komunitas yang mengalami
pemberitaan pers secara besar-besaran akanmembentuk persepsi masyarakat di
daerah lain. Maka begitu perusahaan datang, sebelum masyarakat merasakan sendiri
hubungan itu, masyarakat telah mempunyai sikap tertentu.
Semua itu sangat mempengaruhi hubungan timbal balik perusahaan dengan
komunitasnya.
Komunitas Mikro dan Komunitas Makro
Komunitas sebagai organisme sosial mempunyai struktur yang berlapis-lapis.
Sebuah perusahaan yang berdiri di suatu daerah mempunyai hubungan yang dekat
dengan orang-orang yang hidup atau bertempat tinggal atau berusaha di sekitarnya.
Tetapi, perusahaan juga menjadi warga suatu kota tertentu, bahkan milik bangsa tertentu.
Semakin besar suatu perusahaan, semakin besar keterkaitan perusahaan dengan
komunitas makronya. PT Gudang Garam mempunyai komunitas mikro kota Kediri. Di
kota Kediri, PT Gudang Garam mempunyai peranan yang sangat besar bagi pendapatan
daerah dan dan pembangunan daerah. Kebijakan perusahaan selalu dipantau oleh
pemerintah daerah karena mempunyai dampak timbal balik.
Dalam kerangka yang lebih luas, PT Gudang Garam juga menjadi anggota
komunitas bangsa ini. Kebijakan pemerintah dan perusahaan saling berpengaruh. Isu-isu
pada kerangka makro antara lain adalah tentang harga dan pasokan bahan baku (cengkeh
dan tembakau), pita cukai, jumlah tenaga yang ditampung, teknologi pelintingan
tembakau (SKT – sigaret kretek tangan dan SKM-sigaret kretek mesin), dan sebagainya.
Semakin luas komunitas makro perusahaan, semakin besar pula kegiatan PR
ditangani oleh spesialis tertentu, misalnya Government Public Relations, Community
Relations, Press Relations, dan sebagainya. Dan semakin nyata keberadaan perusahaan di
komunitas makro tersebut, semakin tak terhindarkan bagi perusahaan untuk terlibat
dalam kegiatan kemasyarakatan nasional.
Harapan Komunitas Terhadap Industri
Untuk menjalankan perannya dengan baik, seorang praktisi PR perlu memahami
apa yang diharapkan oleh komunitasnya. Memang, perusahaan memperoleh sebagian
besar karyawan dari komunitasnya. Perusahaan juga menjual produk kepada
komunitasnya. Perusahaan membayar pajak, cukai, dan terkadang memberi hadiah,
sumbangan, sponsor, bea siswa dan sebagainya kepada publik. Namun perusahaan juga
menghasilkan limbah, kebisingan, kemacetan, dan pemogokan.
Ada beberapa hal yang diharapkan masyarakat dari suatu industri (John E.
Masrston 1979), yaitu:
1. Pendapatan (income). Komunitas mengharapkan adanya perputaran uang melalui
gaji dan upah karyawan, melalui pembelian dari pemasoh lokal atau melaluii
pembayaran pajak.
2. Penampilan (Appearance). Komunitas mengharapkan agar perusahaan membangun
gedung yang enak dipandang, dan bahkan dapat dijadikan simbol kota. Orang
Amerika umumnya belum merasa sampai di Chicago, sebelum menaiki Sears Tower
(gedung tertinggi diChicago yang dimiliki oeleh perusahaan eceran terkemuka Sears
& Roebuck), demikian pula dengan Trump Plaza di New York.
3. Partisipasi. Hadirnya perusahaan di suatu lokasi menimbulkan interaksi antara
perusahaan dan masyarakatnya. Dalam kegiatan kemasyarakatan, perusahaan bisa
berbagi fasilitas seperti sekolah, taman bermain, tempat beribadah, tempat parkir,
sarana olahraga, dan sebagainya.
4. Stabilitas. Kegiatan bisnis yang terlalu agresif sering menimbulkan hal yang tidak
diharapkan: PHK atau likuidasi. Masyarakat mengharapkan adanya kesinambungnan
dan pertumbuhan yang stabil.
5. Kebanggaan. Banyak tempat di dalam peta dunia ini – apakah negara, kota abesar,
atau kota kecil – dikenal sebagai tempat asal perusahaan besar menyebut nama
barang-barang buatan Fuji, Honda, Sony dan lain-lain orang akan segera ingat
Jepang. Begitu pula, ketika orang menyebut gudeg kita ingat Yogyakarta.
Sekian
--- ooo---