hubungan antara status nutrisi dan intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien.docx
DESCRIPTION
semoga bermanfaatTRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI DAN INTENSITAS NYERI DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN PASCA-OPERASI LAPARATOMI DI INSTALASI RAWAT INAP BEDAH RUMAH SAKIT ...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar
yang diberikan kepada individu, baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis
dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan
dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki
dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam,
2003).
Salah satu tempat yang memberikan pelayanan keperawatan adalah rumah sakit. Oleh
karena itu, rumah sakit menjadi tempat bagi pasien dan keluarganya menaruh harapan
kesembuhan. Akan tetapi, selain keberhasilan dalam pengobatan dan perawatan kepada pasien
yang dirawat di rumah sakit, banyak pula laporan tentang kegagalan pengobatan dan perawatan
pasien tersebut sehingga menyebabkan waktu perawatan di rumah sakit menjadi lebih lama dan
biaya perawatan meningkat (Widianti, 2011).
Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan tindakan
pembedahan. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, prosedur tindakan
pembedahan pun mengalami kemajuan pesat. Sejumlah penyakit merupakan indikasi untuk
dilakukannya tindakan pembedahan. Salah satu tindakan operasi atau pembedahan adalah
laparatomi. Tindakan operasi atau laparatomi merupakan peristiwa kompleks sebagai ancaman
potensial atau aktual kepada integritas seorang baik bio, psiko, maupun sosial, dan spiritual
(Razid, 2010).
Hasil penelitian Razid (2010) di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan menunjukkan
semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen (laparatomi) tiap tahunnya, pada tahun
2008 terdapat 172 kasus pembedahan laparatomi, lalu pada tahun 2009 terdapat 182 kasus
pembedahan laparatomi. Selanjutnya pada bulan Januari-April tahun 2010 terdapat 32 kasus
pembedahan laparatomi.
Rumah Sakit ... merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki Instalasi Bedah Sentral.
Berdasarkan data dari medical record RS..., diketahui bahwa angka pembedahan abdomen
(laparatomi) meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2009 sebanyak 638 kasus
pembedahan, lalu meningkat pada tahun 2010 menjadi 831 kasus pembedahan, kemudian pada
tahun 2011 sebanyak 706 kasus, pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012
sebanyak 354 kasus (RS...., 20..).
Masalah yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah
gangguan tidur, padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan bagi sistem tubuh
yang sangat dibutuhkan oleh pasien, khususnya bagi pasien pascaoperasi. Gangguan tidur yang
dialami pasien pascaoperasi laparatomi biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi dan rasa nyeri
pada luka operasi (Widianti, 2011).
Nutrisi merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien mencakup
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, meneral dan air. Pasien pascaoperasi laparatomi rentan
terhadap kekurangan nutrisi, karena pasien tersebut mengalami pendarahan eksternal akibat dari
komplikasi operasi (Widianti, 2011).
Gangguan tidur yang dialami oleh pasien pascaoperasi laparatomi, selain disebabkan
faktor nutrisi, juga disebabkan oleh rasa nyeri pada luka operasi. Dalam hal ini, sangat
dibutuhkan peranan perawat, karena perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama
pasien dibanding tenaga profesional kesehatan lainnya sehingga perawat mempunyai kesempatan
lebih banyak untuk membantu meningkatkan kualitas tidur pasien pascaoperasi laparatomi
dengan meningkatkan status nutrisi dan menghilangkan rasa nyeri pada pasien pascaoperasi
laparatomi. Dalam hal ini, perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga profesional lain, seperti
ahli gizi rumah sakit, dalam pemenuhan nutrisi pasien dan dokter, dalam hal intervensi pereda
rasa nyeri pascaoperasi. Manajemen perawatan pada pasien pascaoperasi laparatomi yang baik
akan membantu penyembuhan pascaoperasi secara lebih signifikan sehingga pasien dapat pulang
lebih cepat (Widianti, 2011).
Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah
Sakit ... pada bulan ... 20.., mendapatkan 8 orang (80%) dari 10 pasien pascaoperasi laparatomi
yang mengalami gangguan tidur.Hasil penelitian Menzeis dalam Razid (2010) di Rumah
Sakit ..., menunjukkan bahwa 748 orang (90%) dari 831 pasien pascaoperasi laparatomi
mengalami gangguan tidur akibat faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka operasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Hubungan antara Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri dengan Kualitas Tidur pada
Pasien Pascaoperasi Laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Laparatomi
1. Pengertian Laparatomi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada
bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002).
2. Indikasi Laparatomi
Kasus–kasus yang terdapat pada kasus laparatomi, yaitu : hernotorni, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepaterektomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, dan
fistulktomi atau fistulektomi. Adapun cara operasi laparatomi, yaitu : midline incision,
paramedian : panjang (12,5 cm) lebih kurang sedikit ke tepi dari garis tengah; transverse upper
abdomen incision : sisi di bagian atas, seperti pembedahan colesistotomy dan splenektomy;
transverse lower abdomen incision : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, lebih kurang insisi
melintang di bagian bawah, misalnya : pada operasi apendiktomy (Ester, 2002).
3. Masalah pada Laparatomi
Masalah yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah
gangguan tidur, padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan bagi sistem tubuh
yang sangat dibutuhkan oleh pasien, khususnya bagi pasien pascaoperasi. Gangguan tidur yang
dialami pasien pascaoperasi laparatomi biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka
operasi. Dalam hal ini, perawat dapat berkolaborasi dengan ahli gizi dan dokter untuk intervensi
pemenuhan nutrisi dan pereda rasa nyeri pascaoperasi (Potter & Perry, 2005).
4. Komplikasi Pascaoperasi
a. Perdarahan eksternal
Perdarahan merupakan komplikasi paling dini yang mungkin terjadi setelah operasi.perdarahan
eksternal yang sering tampak adalah daerah drainase. Pipa drainase biasanya keluar dari lubang
insisi yang terpisah dan mungkin terjadi perembesan darah yang terus menerus dari pembuluh
darah kulit atau tepat di bawah kulit.
b. Perdarahan internal
Perdarahan internal sulit terdeteksi karena manifestasi kliniknya lambat. Tanda–tanda klasik dari
perdarahan adalah pucat, menurunnya tekanan darah, nadi yang cepat dan lemah, berkeringat,
dan rasa haus.
B. Perawatan Pascaoperasi
Perawatan pascaoperasi menurut Brunner & Suddarth (2002) meliputi :
1. Persiapan pasien
a. Memberi tahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan. Pasien diberitahukan bahwa balutan
akan diganti dan penggantian balutan tersebut adalah hanya prosedur sederhana yang
menimbulkan sedikit ketidaknyamanan.
b. Menyiapkan lingkungan pasien. Jika pasien dirawat di unit terbuka, gorden harus dipasang untuk
menjaga privasi dan pasien tidak boleh terpajan.
c. Mengatur posisi tidur pasien
2. Persiapan alat-alat
a. Alat-alat steril
(1) 2 pinset anatomis
(2) 1 pinset sirurgis
(3) 1 gunting jaringan
(4) Kasa steril
(5) Handscoen steril
(6) 1 klem
b. Alat-alat nonsteril
(1) Korentang pada tempatnya
(2) Bengkok
(3) Plester
(4) Gunting perban
(5) Cotton buds
(6) Zeal dan alasnya
(7) Kantong sampah
(8) Kom berisi alkohol, betadine dan NaCl serta salep
3. Pelaksanaan
a. Perawat mencuci tangan;
b. Memakai masker;
c. Memakai gown;
d. Siapkan dan dekatkan alat-alat untuk mengganti balutan;
e. Ambil kantong sekali pakai dan buat lipatan di atasnya, letakkan kantong dalam jangkauan area
kerja perawat;
f. Bantu klien pada posisi yang nyaman dan tutup bagian tubuh yang tidak diberikan tindakan
dengan selimut;
g. Pasang zeal di bawah bagian tubuh yang luka;
h. Letakkan bengkok di samping bagian tubuh yang luka;
i. Cuci tangan secara menyeluruh;
j. Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester atau kasa yang menutup luka
tersebut, lepaskan plester dengan melepaskan ujungnya dan menarik secara perlahan sejajar
dengan kulit ke arah balutan dengan menggunakan pinset anatomis. Jika plester terlalu kuat
merekat ke kulit, maka oleskan alkohol dengan menggunakan cotton buds pada sisi plester untuk
mengurangi rasa sakit karena tarikan kulit dengan tangan. Dengan tangan yang telah
menggunakan sarung tangan bersih angkat balutan dengan pinset. Buang ke kantong plastik yang
sudah disiapkan;
k. Buang balutan kotor pada kantong yang telah disiapkan. Hindari kontaminasi permukaan luar
kantong tersebut. Lepaskan sarung tangan bersih sekali pakai dan buang pada tempat yang
disediakan;
l. Siapkan peralatan balutan steril. Tuangkan cairan yang diresepkan (NaCl 0,9%) pada kom atau
mangkok steril, campur dengan sedikit larutan antiseptik (betadine);
m. Kenakan sarung tangan steril;
n. Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9% dan antiseptik;
o. Lakukan nekrotomi, jika terdapat banyak jaringan nekrotik pada luka;
p. Berikan kasa yang basah tepat pada permukaan luka;
q. Berikan kasa steril di atas kasa basah;
r. Selanjutnya tutup dengan perban;
s. Kemudian pasang plester. Cara yang tepat untuk memasang plester adalah dengan meletakkan
plester di tengah balutan dan kemudian menekan plester ke bawah pada ke dua sisinya, sehingga
memberikan tekanan secara merata menjauhi garis tengah;
t. Lepaskan sarung tangan;
u. Lepaskan masker dan gown;
v. Mencuci tangan;
4. Evaluasi
a. Evaluasi dilakukan setiap mengganti balutan;
b. Kaji apakah luka mengalami perbaikan atau tidak;
c. Adakah tanda-tanda infeksi.
5. Penyuluhan kepada Pasien
Sambil mengganti balutan, perawat mempunyai kesempatan untuk mengajarkan pasien tentang
cara merawat insisi dan mengganti balutan di rumah. Perawat mengamati isyarat dari kesiapan
pasien untuk belajar, seperti melihat pada insisi, menunjukkan minat atau membantu dalam
mengganti balutan (Brunner & Suddarth, 2002).
6. Pengobatan
Pengobatan luka dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik profilaktik yang diberikan ketika
diduga terjadi kontaminasi, atau ketika alat prostetik dimasukkan ke dalam luka yang bersih.
Luka yang terinfeksi tidak ditutup sampai segala upaya telah dilakukan untuk membuang semua
jaringan devitalis dan terinfeksi, prosedurnya disebut debridemen. Sering kali drain kecil
dipasang sebelum luka dijahit untuk mencegah penggumpalan limfe dan darah serta
memperlambat proses penyembuhan.
C. Konsep Tidur
1. Pengertian Tidur
Istirahat adalah perasaan relaks secara mental, bebas dari kecemasan dan tenang secara
fisik. Istirahat tidak selalu berbaring di tempat tidur, namun dapat berupa membaca buku,
melihat televisi. Seusai istirahat, mental dan fisik menjadi segar. Tidur merupakan perubahan
status kesadaran berulang–ulang pada periode tertentu. Tidur memberikan waktu perbaikan dan
penyembuhan sistem tubuh, perawat membantu klien mengembangkan perilaku kondusif untuk
istirahat dan relaksasi. (Widianti, 2011).
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan dan upaya
kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang–ulang dan masing–masing menyatakan
fase kegiatan otak dan badaniyah yang berbeda (Wartonah, 2011).
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh sesuatu
atau sensoris yang sesuai atau juga dapat di katakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang
relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu
urutan siklus berulang, dengan ciri adanya dengan aktivitas yang minim, memiliki kesadaran
yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan terjadi penurunan respon terhadap
rangsangan dari luar (Hidayat, 2008).
2. Fisiologi Tidur
a. Irama Sirkardian
Irama siklus 24 jam siang malam disebut irama sirkadian. Irama sirkardian mempengaruhi
perilaku dan pola fungsi biologis utama seperti suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah,
sekresi hormon, kemampuan sensorik dan suasana hati. Irama sirkardian dipengaruhi cahaya,
suhu, dan faktor internal (aktivitas sosial dan dan rutinitas pekerjaan).
b. Tahapan Tidur
Dua fase normal : NREM (pergerakan mata yang tidak cepat) dan REM (pergerakan mata yang
cepat).
Tahap 1 : NREM
Merupakan tingkatan paling dangkal dari tidur. Tahap ini berakhir beberapa menit sehingga
orang mudah terbangun karena suara.
Tahap 2 : NREM
Merupakan tidur bersuara. Terjadi relaksasi sehingga untuk bangun pun sulit. Tahap ini berakhir
10-20 menit. Fungsi tubuh menjadi lambat.
Tahap : 3 NREM
Menjadi tahap awal tidur yang dalam. Otot – otot menjadi relaks penuh sehingga sulit untuk
dibangunkan dan jarang bergerak. Tanda – tanda vital menurun namun teratur. Berakhir 15 – 3
menit.
Tahap 4 : NREM
Menjadi tahap tidur terdalam. Individu menjadi sulit dibangunkan. Jika kurang tidur, individu
akan menyeimbangkan porsi tidurnya pada tahap ini.
Tanda – tanda vital menurun secara bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur sambil berjalan dan
enuresis. Berakhir 15-30 menit.
Tidur REM
Pada tahap ini, individu akan mengalami mimpi. Respon pergerakan mata yang cepat, fluktasi
jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan tekanan darah. Terjadi tonus otot skelet
penurunan. Sekresi lambung meningkat. Berakhir dalam waktu 90 menit. Terjadi peningkatan
tidur REM tiap siklus dalam waktu 20 menit (Wartonah, 2011)
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral
yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekankan pada pusat otak agar dapat tidur
dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem mengaktivasi retikularis yang
merupakan system yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan syaraf pusat termasuk
pengaturan kewaspadaan dari tidur. Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan tidur terletak dalam
mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, Reticular Activating System (RAS) dapat
rangsangan visual, pendengaran, nyeri, perabaaan juga dapat menerima stimulasi dari kortek
serebri termasuk rangsangan emosi dan proses fikir dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS
akan melepaskan norepinefrin.
Demikian juga pada saat tidur kemungkinan adanya pelepasan serum serotinin dari sel khusus
yang berada di pons di batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR). Bangun
tergantung dari keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan system limbic, dengan
demikian sistem dengan batang otak yang mengatur atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan
BSR (Hidayat, 2008).
3. Jenis – Jenis Tidur
Dalam prosesnya, tidur di bagi ke dalam dua jenis pertama, jenis tidur yang disebabkan oleh
menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi retikularis, disebut dengan tidur gelombang
lambat karena gelombang otak bergerak sangat lambat, atau disebut juga tidur Non Rapid Eye
Movement (NREM). Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat –
isyarat dalam otak, meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti, disebut dengan
jenis tidur paradoks atau disebut juga dengan tidur Rapid Eye Movement (REM) (Hidayat, 2008).
a. Tidur Gelombang Lambat
Jenis tidur ini kenal dengan tidur yang dalam, istirahat yang penuh, atau juga dikenal dengan
tidur nyenyak. Pada tidur jenis ini, gelombang otak bergerak lebih lambat, sehingga
menyebabkan tidur tanpa bermimpi. Tidur gelombang lambat bias juga disebut dengan tidur
gelombang delta, dengan ciri –ciri : betul–betul istirahat, tekanan darah menurun, frekuensi nafas
menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang dan metabolisme menurun.
Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui elektroenchepalografi dengan
memperlihatkan gelombang otak berada setiap tahap tidur, yaitu : pertama, kewaspadaan penuh
dengan gelombang beta yang berfrekuensi tinggi dan voltase rendah: ke dua, istirahat tenang
yang diperlihatkan pada gelombang alpa : ke tiga, tidur ringan karena terjadi perlambatan
gelombang alpa sejenis teta atau delta yang bervoltase rendah : dan ke empat tidur nyenyak
karena gelombang lambat dengan gelombang delta bervoltase tinggi dengan kecepatan ½
perdetik. Tahapan tidur jenis lambat sebagai berikut.
Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan cirri sebagai berikut : rileks,
masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke
samping, frekuensi nafas dan nadi sedikit menurun, dapat bangun segera selama tahap ini
berlangsung selama 5 menit.
Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri sebagai
berikut : mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas menurun, temperatur
tubuh menurun, metabolisme menurun, berlnagsung pendek dan berakhir 10 – 15 menit.
Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi nafas dan proses tubuh
lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi simpatis syaraf parasimpatis dan sulit untuk
bangun.
Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan pernafasan turun,
jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung menurun dan
tonus otot menurun.
4. Fungsi dan Tujuan Tidur
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat
digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada
paru, kardiovaskuler, endokrin, dan lain – lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat
diarahkan kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat efek fisiologis dari
tidur : pertama, efek pada system syaraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal
dan keseimbangan diantara berbagai susunan syaraf, dan ke dua, efek pada struktur tubuh dengan
memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur mengalami penurunan.
Tabel 2.1Kebutuhan Tidur Manusia Berdasarkan Usia
Usia Tingkat Perkembangan
Jumlah Kebutuhan Tidur
Bulan Masa neonatus 14-18 jam/hari
1 - 18 bulan18 - 3 tahun3 - 6 tahun6 - 12 tahun12 - 18 tahun18 - 40 tahun40 - 60 tahun60 tahun ke atas
Masa bayiMasa anakMasa prasekolahMasa sekolahMasa remajaMasa dewasa mudaMasa parubayaMasa dewasa tua
12-14 jam/hari11-12 jam / hari11 jam/hari10 jam / hari8,5 jam/hari7-8 jam/hari7 jam/hari6 jam/hari
Sumber : Hidayat (2008)
5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur
Menurut Widianti (2011), kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor kualitas
tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah
istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di antara faktor yang dapat mempengaruhinya :
a. Penyakit
Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur, seperti penyakit yang disebabkan
oleh infeksi, terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan, sehingga
penderitanya membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya.
b. Latihan dan kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga
keseimbangan energi yang telah dikeluarkan hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah
melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan, maka orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat
tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.
c. Stres psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seeorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat
ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk
tidur.
d. Obat
Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik
menyebabkan seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan ren, kafein dapat meningkatkan
syaraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek
pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan rem sehingga mudah
mengantuk.
e. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi
dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam
amino dari protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur.
f. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya
proses tidur. Sebaliknya, lingkungan yang tidak nyaman dan nyaman bagi seseorang dapat
menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi proses tidur.
g. Motivasi
Merupakan suatu dorongan atau keingan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi
proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan
gangguan proses tidur.
h. Nyeri
Sensasi tidak menyenangkan dan sangat individual dan tidak bisa berbagi dengan orang lain.
Nyeri bersifat universal, berbeda persepsi dan bersifat individual.
6. Masalah Kebutuhan Tidur
a. Insomnia
Merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas
maupun kuantitas dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur insomnia terbagi
menjadi tiga jenis yaitu : initial insomnia, merupakan ketidakmampuan tetap tidur karena selalu
terbangun pada malam hari dan terminal insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur
kembali setelah bangun tidur pada malam hari.
b. Hipersomnia
Merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan pada umumnya lebih dari sembilan
jam pada malam hari, disebabkan kemungkinan adanya masalah psikologis, depresi, kecemasan,
gangguan syaraf pusat, ginjal, hati dan gangguan metabolisme.
c. Parasomnia
Merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat menggagu pola tidur seperti
somnambulisme (berjalan–jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak–anak, yaitu pada
tahap III dan IV dari tidur NREM. Sonnambulisme dapat menyebabkan cidera.
d. Enuresa
Merupakan BAK yang tidak sengaja pada waktu tidur atau biasa di sebut dengan mengompol.
e. Apnea tidur dan mendengkur
Mendengkur pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan tidur tetapi mendengkur yang
disertai dengan keadaan apnea dapat menjadi masalah. Terjadinya apnea dapat mengacaunya
jalannya pernafasan sehingga dapat mengakibatkan henti napas.
f. Narcolepsi
Merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan
berdiri, mengemudikan kendaraan, atau di saat membicarakan sesuatu. Hal ini merupakan
neurologis.
g. Mengigau
Dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan di luar kebiasaan dari hasil
pengamatan ditemukan bahwa hampir semua orang pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur
REM.
Selama kita tidur, maka kita mengalami beberapa siklus tidur. Satu siklus terdiri dari
beberapa REM dan non REM, dan bagi suatu usia tertentu maka setiap tahap akan berbeda dalam
lama berlangsungnya. Golongan remaja amat cepat terlelap sejak mulai membaringkan
badannya. Setelah 60 sampai 90 menit, ia memasuki tahap ke dua pada non REM dan segera
diikuti oleh tahap REM yang pertama pada malam itu. Siklus pertama biasanya hanya
berlangsung sekitar 70 sampai 80 menit.
Semakin larut malam, maka waktu siklus menjadi lebih lama dan akhirnya mencapai 100
menit. Tahap ke tiga dan ke empat merupakan bagian yang menonjol pada siklus pertama.
Bagian ini seringkali dianggap sebagai tidur yang paling nyenyak, sebab pada saat ini orang yang
paling sulit untuk dibangunkan dan sangat kebal terhadap setiap gangguan suara. Dengan
bertambah larutnya malam, maka periode REM semakin panjang, sedangkan tahap ke tiga dan
ke empat menghilang. Menjelang dini hari, maka sedikit suara saja dapat membangunkan kita.
Haruslah diingat bahwa semua ini merupakan satu kali tidur dalam suatu malam, jadi sebenarnya
dapat dianggap satu rata-rata saja. Mungkin sekali tidur anda malam ini berbeda dengan kemarin
atau dengan esok hari, dan mungkin pula tidur yang anda alami akan sangat berbeda dengan tidur
tetangga anda.
D. Status Nutrisi
1. Pengertian Status Nutrisi
Nutrisi merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien mencakup
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, meneral dan air (Widianti, 2011). Nutrisi merupakan proses
pemasukan dan pengelolaan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan
digunakan dalam aktivitas tubuh. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat
mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena
adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya,
kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk
tidur (Hidayat, 2008).
2. Macam–Macam Nutrisi
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi yang terdapat dalam makanan, pada umumnya dalam bentuk
amilum pembentukan amilum terjadi dalam mulut melalui enzim ptialin yang ada dalam ludah.
b. Lemak
Pencernaan lemak dimulai dalam lambung (walaupun hanya sedikit) karena dalam mulut tidak
ada enzim pemecah lemak lambung mengeluarkan enzim lifase untuk mengubah sebagian kecil
lemak dan gliserin, kemudian diangkut melalui getah bening dan selanjutnya masuk melalui
peredaran darah untuk kemudian tiba di hati.
c. Protein
Kelenjar ludah dalam mulut tidak membuat enzim protease. Enzim preatase baru terdapat dalam
lambung, yang mengubah protein menjadi albuminosa dan pepton.
d. Mineral
Mineral tidak membutuhkan pencernaan. Meneral hadir dalam bentuk tertentu sehingga tubuh
mudah untuk memprosesnya. Umumnya, meneral diserap dengan mudah melalui dinding usus
halus secara difusi pasif maupun transportasi aktif.
e. Vitamin
Pencernaan vitamin melibatkan penguraiannya menjadi molekul– molekul yang lebih kecil
sehingga dapat diserap dengan efektif. Beberapa penyerapan vitamin dilakukan dengan difusi
sederhana, tetapi sistem transfortasi aktif sangat penting untuk memastikan pemasukan yang
cukup.
f. Air
Air merupakan zat makanan yang paling mendasar dibutuhkan oleh tubuh manusia. Terdiri atas
50 % - 70% air. Asupan air secara teratur sangat penting bagi makhluk hidup untuk bertahan
hidup dibandingkan dengan pemasukan nutrisi lain.
3. Keseimbangan Energi
Energi merupakan kapasitas untuk melakukan sebuah aktivitas, dapat diukur melalui
pembentuakan panas. Energi pada manusia dapat diperoleh dari berbagai masuakan zat gizi
diantaranya protein, karbohidrat, lemak, maupun bahan makanan yang disimpan di dalam tubuh.
Metabolisme basal merupakan energi yang dibutuhkan seseorang dalam keadaan istirahat dan
nilainya disebut dengan Basal Metabolisme Rate (BMR). Nilai metabolisme basal setiap orang
berbeda–beda, dipengaruhi oleh faktor usia, kehamilan, mal nutrisi, komposisi, jenis kelamin,
hormonal dan suhu tubuh.
4. Jenis–Jenis Metabolisme
a. Metabolisme karbohidrat
Metabolisme karbohidrat yang berbentuk monosakarida dan disakarida diserap melalui mokasa
usus. Setelah proses penyerapan (di dalam pembuluh darah) semua berbentuk monosakarida
bersama–sama dengan darah, karbohidrat ini dibawa ke hati.
b. Metabolisme lemak
Lemak diserap dalam bentuk gliserol asam lemak. Gliserol larut dalam air sehingga dapat diserap
secara pasif, langsung memasuki pembuluh darah dan dibawa ke hati. Melalui proses kimiawi,
gliserol diubah menjadi glikogen, selanjutnya mengikuti metobolisme arang sampai
menghasilkan tenaga. Jadi, gliserol diubah menjadi tenaga melewati proses yang dilakukan oleh
karbohidrat.
5. Metabolisme protein
Pada umumnya protein diserap dalam bentuk asam amino dan bersama-sama dengan darah
dibawa ke hati, kemudian dibersihkan dari toksin. Proses masuknya asam amino dapat dikatakan
tidak dinamis dan selalu diperbaharuhi. Asam amino yang masuk tidak sebanding dengan jumlah
asam amino yang diperlukan untuk menutupi kekurangan amino yang dipakai oleh tubuh.
6. Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Tahap Perkembangan
a. Ibu hamil dan menyusui
Ibu hamil lebih banyak membutuhkan kalori, kalsium, folat, zat besi, dan ASI pada ibu hamil.
b. Bayi
Mengalami tumbuh kembang pesat pada 1 tahun pertama. Usia 6 bulan diberikan susu dan
makanan tambahan pada usia 6 bulan.
c. Todler dan prasekolah
Usia ini, nafsu makan anak dan kecepatan pertumbuhan mulai menurun sehingga perlu intake
nutrisi yang penting untuk tumbuh kembang anak (menu gizi seimbang).
d. Sekolah dan dewasa tengah
Pertumbuhan meningkat pada usia ini. Gigi permanen sudah tumbuh dan sistem pencernaan
sudah matur.
e. Lansia
Pertumbuhan dan metabolisme berhenti sehingga butuh kalori sedikit. Defesiensi kalsium dan
ostioporosis terjadi, khususnya pada wanita menopause (Widianti, 2011)
E. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis bertujuan untuk melindungi diri dan disebabkan
oleh stimulus tertentu (Wartonah, 2011). Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang
bersifat individual. Klien merespon terhadap nyeri yang dialaminya dengan beragam cara,
misalnya berteriak, meringis dan lain-lain. Oleh karena nyeri bersifat subyektif, maka perawat
mesti peka terhadap sensasi nyeri yang dialami klien. Untuk itu, diperlukan kemampuan perawat
dalam mengidentifikasi dan mengatasi rasa nyeri (Asmadi, 2004). Nyeri adalah pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau
potensial (Suzanne, 2002).
Dua kategori dasar nyeri yang secara umum diketahui nyeri akut dan nyeri umum.
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya tiba–tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, nyeri akut
mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Hal ini menarik perhaatian pada
kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi
serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan ; nyeri
ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan
definisi nyeri, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga enam bulan. Cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara
spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Sebagai contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh
dengan cepat, barangkali dalam beberapa detik atau beberapa menit. Pada kasus yang lebih berat,
seperti fraktur ekstrimitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun dengan sejalan dengan
penyembuhan tulang.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang sesuatu periode
waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak
dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai
awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini
tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri
akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana
mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya. Nyeri kronis sering
didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun enam
bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan antara nyeri akut dan
nyeri kronis. Suatu episode nyeri dapat mempunyai karakteristik nyeri kronis sebelum enam
bulan telah berlalu, atau beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat akut secara primer selama lebih
dari 6 bulan.
Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang mengalami nyeri kronis setelah suatu cidera
atau proses penyakit, hal ini juga duga bahwa ujung–ujung syaraf yang normalnya tidak
mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak
nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.perawat dapat berhubungan dengan pasien yang
mengalami nyeri kronis saat mereka masuk rumah sakit untuk berobat atau saat mengunjungi
mereka dirumah untuk perawatan rumah. Seringkali perawat diperlukan dalam lingkungan
komunitas untuk membantu dalam menangani nyeri pasien.
Tabel 2.2Membandingkan Karakteristik antara Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri KronisTujuan / Keuntungan
Memperingatkan adanya cidera atau masalah
Tidak ada
Awitan Mendadak Terus menurus atau intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai beratDurasi Durasi singkat (dari
beberapa detik sampai 6 bulan)
Durasi lama (6 bulan atau lebih)
Respon otonom Konsisten dengan respon stres simpatis frekuensi jantung meningkat volume sekuncup meningkat tekanan darah meningkat dilatasi pupil meningkat tegangan otot meningkat motilitas gastrointestinal
Tidak terdapat respon otonom
menurun aliran saliva menurun (mulut kering)
Komponen psikologis
Ansietas Depresi, mudah marah, menarik diri minat dunia luar, menarik diri dari persahabatan
Respon jenis lainnya
Contoh
Nyeri bedah, trauma Tidur terganggu, libido menurun, nafsu makan menurun.Nyeri kanker, arthritis, neuralgia trigeminal
Sumber : Suzanne (2002).
2. Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri dapat meliputi resepsi, persepsi dan reaksi. Impuls syaraf yang dihasilkan
stimulus nyeri menyebar di sepanjang serabut syaraf aferen. Syaraf ini menonduksi 2 stimulus
nyeri : serabut A-delta bermielinasi dan cepat dan serabut C lambat.
Saat individu sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi kompleks. Menurut McCaffery,
3 sistem interaksi persepsi nyeri, yaitu efektif, kognitif, evaluatif. Bentuk reaksi fisiologis,
stimulasi cabang simpatis menghasilkan respon fisiologis. Jika nyeri terus menerus, maka saraf
parasimpatis akan menghasilkan aksi. Fase pengalaman nyeri sebagai respon perilaku nyeri :
a. Antisipasi : memungkinkan individu belajar tentang nyeri
b. Sensasi : ketika merasakan nyeri, gerakan khas, ekspresi wajah mengindikasikan nyeri seperti
menggerakkan gigi, membungkuk, menyeringai memegang bagian tubuh yang nyeri.
c. Akibat : nyeri atau berhenti. Namun masih tetap butuh perhatian perawat mesti sumber nyeri dapat
terkontrol (Widianti, 2011).
3. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian dan ansietas.
4. Deskripsi Verbal Tentang Nyeri
Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara berikut :
Intensitas nyeri adanya skala verbal, misalnya : 0 = tidak nyeri; 1-3 nyeri ringan; 4-6 nyeri
sedang; 7-9 nyeri berat; 10 = nyeri sangat berat.
Kekhawatiran individu tentang nyeri dapat diliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban
ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Suzanne, 2002).
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep dalam penelitian ini merujuk pada teori kualitas tidur yang dinyatakan
Widianti (2011) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur antara
lain adalah status nutrisi dan intensitas nyeri, sehingga kerangka konsep penelitian ini dapat
disusun sebagai berikut :
Skema 3.1Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No.
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Variabel DependenKualitas tidur
Mutu kemampuan responden untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya
Kuesioner Wawancara1.Terganggu, bila nilai ≥ 5
2.Tidak terganggu, bila nilai < 5
Nominal
2. Variabel IndependenStatus nutrisi
Keadaan gizi responden yang diukur dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) responden
Timbangan dan Meteran serta kuesioner
Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan dan wawancara
1. Tidak normal,bila IMT ≤ 18,4 atau > 25
2. Normal, bila IMT 18,5 – 25,0
Nominal
Intensitas nyeri
Persepsi responden terhadap rasa nyeri akibat luka pascaoperasi laparatomi yang dialaminya
Kuesioner Wawancara1. Nyeri berat, bila skala 7 – 10
2. Nyeri sedang, bila skala 4 – 6
3. Nyeri ringan, bila skala 0 - 3
Ordinal
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara status nutrisi dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi
laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...
2. Ada hubungan antara intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi
laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode survei analitik
melalui pendekatan cross sectional. Rancangan penelitian cross sectional adalah suatu penelitian
yang semua variabelnya, baik variabel independen (Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri) maupun
variabel dependen (Kualitas Tidur) diobservasi atau dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang
sama (Notoatmodjo, 2010).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan ... selama 1 minggu.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien pascaoperasi laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun
2012 sebanyak 354 kasus.
2. Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian atau keseluruhan subjek yang akan diteliti dan dianggap mewakili
populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental
sampling, yaitu mengambil sampel sesuai dengan jumlah sampel yang ada pada saat penelitian
dilakukan.
Adapun kriteria inklusi sampel sebagai berikut.
a. Pasien dewasa berusia ≥ 17 tahun
b. Pasien dengan keadaan umum komposmentis
c. Pasien 24 jam pertama pascaoperasi laparatomi
d. Pasien yang bersedia menjadi responden
D. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data primer
Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada responden
melalui kuesioner untuk mengetahui status nutrisi dan intensitas nyeri serta kualitas tidur pada
pasien pascaoperasi laparatomi.
b. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari profil RS... dan buku status pasien.
2. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kuesioner merupakan
alat ukur berupa angket atau daftar pertanyaan. Pembuatan kuesioner ini mengacu pada
parameter yang sudah dibuat oleh peneliti sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun
data yang terkumpul dikelompokkan menurut variabel masing-masing dengan hasil ukur sebagai
berikut.
a) Kualitas tidur dinilai dari jawaban responden pada kuesioner, dengan penilaian jawaban :
- Ya = 1
- Tidak = 0
Lalu jawaban responden diakumulasikan dan dikategorikan menjadi :
1. Kurang, bila nilai < mean
2. Baik, bila nilai ≥ mean
b) Status nutrisi
Untuk menentukan status nutrisi digunakan rumus sebagai berikut :
Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat Badan (Kg)
Tinggi Badan2 (M)
Batas Ambang IMT untuk Indonesia, yaitu :
1. Tidak normal, bila IMT ≤ 18,4 atau > 25
2. Normal, bila IMT 18,5 – 25,0
c) Intensitas nyeri dinilai dari persepsi pasien terhadap rasa nyeri akibat luka pascaoperasi
laparatomi yang dialaminya
Lalu jawaban responden dikategorikan menjadi:
1. Nyeri berat, bila skala 7 – 10
2. Nyeri sedang, bila skala 4 – 6
3. Nyeri ringan, bila skala 0 – 3
E. Pengolahan Data
Menurut Hastono (2009) pengolahan data meliputi hal-hal berikut.
1. Editing
Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner
tersebut.
2. Coding
Proses mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Entry data
Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode dimasukkan ke
dalam program software komputer.
4. Cleaning
Proses pengecekan ulang dan pembersihan data dari kesalahan.
F. Analisis Data
Setelah melalui tahapan pengolahan data, data kemudian dianalisis secara univariat dan
bivariat.
1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan persentase
dari semua variabel penelitian yang meliputi status nutrisi dan intensitas nyeri (variabel
independen) serta kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi (variabel dependen).
2. Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada
pasien pascaoperasi laparatomi. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Chi
Square, karena baik variabel independen maupun variabel dependen merupakan variabel
kategorik. Batas kemaknaan yang digunakan adalah 0,05. Pengambilan keputusan statistik
dilakukan dengan membandingkan nilai p (p value) dengan nilai α (0,05), dengan ketentuan :
a. Bila p value ≤ nilai α (0,05), maka ada hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen
b. Bila p value > nilai α (0,05), maka tidak ada hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen.
G. Jadwal Pelaksanaan
Untuk menunjang keberhasilan dalam penulisan proposal ini, penulis menyusun jadwal
pelaksanaan penelitian, antara lain penulis melakukan penyusunan proposal, pengajuan seminar
dan melakukan perbaikan, uji coba melakukan pengumpulan informasi. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada jadwal pelaksanaan sebagai berikut.
Tabel 4.1Jadwal Pelaksanaan
No.
Kegiatan Mei Juni Juli Agustus1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusunan
proposal
2. Pengajuan
seminar dan
perbaikan
proposal
3. Pengumpulan
data
4. Analisa dan
interprestasi
data
5. Pengajuan usul ujian skripsi
H. Etika Penelitian
Responden mengisi informed consent yang sebelumnya sudah diberikan penjelasan oleh
peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian serta cara mengisi instrumen, dan peneliti juga
menjelaskan kerahasiaan mengenai nama responden untuk disimpan oleh peneliti dan tidak
dipublikasikan.
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:
1. Informed consent (Lembar persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini diberikan sebelum
penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
2. Anonimity (Tanpa nama)
Masalah etik keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan nama inisial pada lembar pengumpulan
data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan.
4. Protection from discomfort (Perlindungan dari ketidaknyamanan)
Untuk melindungi pasien dari ketidaknyamanan, baik fisik maupun psikologis.