hubungan antara pengetahuan ibu dan pola pemberian makanan pen damping asi dengan status gizi balita...

23
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 4-24 BULAN BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan tunggal terbaik yang bisa memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi normal untuk tumbuh kembang di bulan-bulan pertama kehidupannya. Itu sebabnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana PBB untuk Anak-anak (UNICEF) menetapkan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 6 bulan. Ini berarti, si kecil hanya mendapat ASI, tanpa makanan tambahan lain selama masa itu. Penelitian menunjukkan, banyak manfaat diperoleh bayi yang mendapat ASI. Tidak ada yang bisa menggantikan ASI yang memang di'desain' khusus untuk bayi. Dan jangan lupa, proses pemberian ASI akan menumbuhkan kelekatan emosi yang dalam dan kuat antara mama dan bayi. Dalam tumbuh kembang anak, makanan merupakan kebutuhan yang terpenting. Kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa, karena makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 1995:6). Pada masa balita, anak sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat- zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. Gizi kurang atau gizi buruk pada bayi dan anak- anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat berakibat

Upload: mhya-buawellabizt-yaddunsyahiyyun

Post on 28-Jul-2015

788 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS

GIZI BALITA USIA 4-24 BULAN

BAB I 

PENDAHULUAN 

1 Latar Belakang 

ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan tunggal terbaik yang bisa memenuhi seluruh kebutuhan

gizi bayi normal untuk tumbuh kembang di bulan-bulan pertama kehidupannya. Itu sebabnya,

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana PBB untuk Anak-anak (UNICEF) menetapkan

pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 6 bulan. Ini berarti, si kecil hanya mendapat ASI,

tanpa makanan tambahan lain selama masa itu. Penelitian menunjukkan, banyak manfaat

diperoleh bayi yang mendapat ASI. Tidak ada yang bisa menggantikan ASI yang memang

di'desain' khusus untuk bayi. Dan jangan lupa, proses pemberian ASI akan menumbuhkan

kelekatan emosi yang dalam dan kuat antara mama dan bayi.

Dalam tumbuh kembang anak, makanan merupakan kebutuhan yang terpenting. Kebutuhan

anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa, karena makanan dibutuhkan untuk

pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 1995:6). Pada masa balita, anak sedang

mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat- zat makanan

yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi

dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. Gizi kurang

atau gizi buruk pada bayi dan anak- anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat

berakibat terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan otak (Ahmad

Djaeni,2000:239). 

Di masa bayi ASI merupakan makanan terbaik dan utama karena mempunyai kandungan zat

kekebalan yang sangat diperlukan untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit terutama

penyakit infeksi. Namun seiring pertumbuhan bayi, maka bertambah pula kebutuhan gizinya,

sebab itu sejak usia 4-6 bulan, bayi mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) (Jihat

Santoso,2005). 

Makanan pendamping ASI diberikan mulai umur 4 bulan sampai 24 bulan. Semakin

meningkat umur bayi/ anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah untuk tumbuh kembang

anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi (Departemen

Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000:5). 

Page 2: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan

hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi

kebutuhan badan. Prevalensi kurang gizi di Jawa Tengah, terutama pada bayi dibawah 5

tahun dinilai masih tinggi. Pada tahun 2002, tercatat sebanyak 4.378 balita atau 1,51 % balita

di Jawa Tengah bergizi buruk. Sebanyak 40.255 balita atau 13,88% balita bergizi kurang

(Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2003). 

Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi atau anak melalui perbaikan perilaku

masyarakat dalam pemberian makanan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

upaya perbaikan gizi secara menyeluruh (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI,

2000: 1). 

Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak

disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat.

Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang

merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama

terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada anak usia dibawah 2 tahun

( Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI, 2000: 1). 

Kekurangan Energi Protein (KEP) dapat terjadi baik pada bayi, anak- anak maupun orang

dewasa. Anak- anak serta ibu yang sedang mengandung dan sedang menyusui merupakan

golongan yang sangat rawan. Usia 2-3 tahun merupakan usia yang sangat rawan karena pada

usia ini merupakan masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau ke makanan sapihan dan

paparan terhadap infeksi mulai meningkat karena anak mulai aktif sehingga energi yang

dibutuhkan relatif tinggi karena kecepatan pertumbuhannya. Makanan sapihan pada

umumnya mengandung karbohidrat dalam jumlah besar tetapi sangat sedikit kandungan

proteinnya atau sangat rendah mutu proteinnya, justru pada usia tersebut protein sangat

dibutuhkan bagi pertumbuhan anak (Winarno, 2002: 46). 

Dalam periode pemberian Makanan Pendamping ASI, bayi tergantung sepenuhnya pada

perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Oleh karena itu pengetahuan dan sikap ibu

sangat berperanan, sebab pengetahuan tentang Makanan Pendamping ASI dan sikap yang

baik terhadap pemberian Makanan Pendamping ASI akan menyebabkan seseorang mampu

menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi oleh bayinya. Semakin baik pengetahuan gizi

seseorang maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang

diperolehnya untuk dikonsumsi (Ahmad Djaeni, 2000:12-13). Pada keluarga dengan

pengetahuan tentang Makanan Pendamping ASI yang rendah seringkali anaknya harus puas

dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. 

Page 3: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

Pada umumnya anak-anak yang masih kecil (balita) mendapat makanannya secara dijatah oeh

ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri mana yang disukainya (Ahmad Djaeni,

2000:12). Untuk dapat menyusun menu yang adekuat, seseorang perlu memiliki pengetahuan

mengenai bahan makanan dan zat gizi, kebutuhan gizi seseorang serta pengetahuan hidangan

dan pengolahannya. Umumnya menu disusun oleh ibu (Soegeng Santoso dan Anna Lies

Ranti, 1999:123). 

Persentase status gizi balita khususnya kabupaten Banyumas pada tahun 2003/2004 tercatat

sebesar 4,28 % balita berstatus gizi buruk, 18,09% balita berstatus gizi kurang, dan 71,41%

balita berstatus gizi baik serta 6,22 % balita dengan gizi lebih. Kabupaten ini merupakan

kabupaten dengan jumlah balita gizi buruk terbanyak dibandingkan dengan kabupaten lain

(Pradipta, 2005). Jumlah balita yang dinyatakan gizi buruk di kabupaten Banyumas pada

bulan Juli tahun 2005 mencapai 801 bayi, sehingga perlu diadakan perbaikan status gizi,

salah satunya yaitu dengan memperhatikan pemberian makanan bayi atau balita dengan tepat

dan sesuai kebutuhan mereka. 

Berdasarkan hasil laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2006, menyebutkan

bahwa di seluruh kabupaten Banyumas termasuk daerah yang rawan gizi. Di setiap

kecamatan terdapat balita dengan status gizi kurang maupun gizi buruk. Dari laporan

tersebut, jumlah balita dengan status gizi buruk sebesar 2,1 %, sedangkan status gizi kurang

sebesar 12,5% (Profil Dinkes Banyumas, 2006). 

Desa Bulakamba merupakan salah satu desa yang termasuk dalam kecamatan Banyumas

kabupaten Banyumas, desa Bulakamba termasuk desa yang rawan gizi. Dengan status gizi

kurang sebesar 4,7 % sebanyak 8 anak dan gizi buruk sebesar 1,2 % sebanyak 2 anak untuk

tahun 2006. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya status gizi kurang dan gizi

buruk di desa Bulakamba mengalami penurunan yaitu pada tahun 2004 gizi kurang sebesar

6,7 % dan tahun 2005 sebesar 5,3 %. Sedangkan gizi buruk pada tahun 2004 2,2 % untuk

tahun 2005 turun menjadi 1,3 %. 

Berorientasi dari hal tersebut, tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI,dan

pola pemberian makanan pendamping ASI serta status gizi balita merupakan masalah yang

penting untuk dikaji lebih dalam, untuk itu perlu diadakan suatu penelitian yang mengkaji

tentang masalah tersebut dengan judul “ Hubungan antara Pengetahuan Ibu dan Pola

Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Balita Usia 4-24 Bulan di Desa

Bulakamba Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas Tahun 2007”. 

2. Rumusan Masalah 

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai

Page 4: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

berikut : 

a.. Umum 

Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dan pola

pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita usia 4-24 bulan di desa

Bulakamba kecamatan Banyumas kabupaten Banyumas.

b. Khusus 

1). Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan

status gizi balita usia 4-24 bulan di desa Bulakamba kecamatan Banyumas Kabupaten

Banyumas? 

2). Adakah hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi

balita usia 4-24 bulan di desa Bulakamba kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas? .

3. Tujuan Penelitian 

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 

a.. Tujuan umum 

Mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dan

pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita usia 4-24 bulan di desa

Bulakamba kecamatan Banyumas kabupaten Banyumas. 

b. Tujuan khusus 

1. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan

status gizi balita usia 4-24 bulan di desa Bulakamba kecamatan Banyumas Kabupaten

Banyumas. 

2. Mengetahui hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi

balita usia 4-24 bulan di desa Bulakamba kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas. 

4. Manfaat Penelitian 

1) Bagi Ibu Balita 

Untuk menambah pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI secara tepat

dan memenuhi kebutuhan balita mereka. 

2). Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat 

Penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang pengetahuan ibu

tentang makanan pendamping ASI, pola pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi

balita. 

3). Bagi Puskesmas 

Memberikan informasi tentang mengenai hubungan pengetahuan ibu dan pola pemberian

makanan pendamping ASI dengan status gizi balita. 

Page 5: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

4) Bagi Peneliti 

Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian khususnya

pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI, pola pemberian makanan pendamping

ASI dan tingkat status gizi balita di desa Bulakamba kecamatan Banyumas kabupaten

Banyumas 

5) Keaslian Penelitian 

Keaslian dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 

Tabel 1 

Keaslian Penelitian 

No Judul Penelitian Nama Peneliti Tahun dan Tempat Penelitian Rancangan Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelitian 

1. Hubungan antara Pengetahuan dan Praktek Ibu dalam Pemberian MP- ASI dengan Status

Gizi Anak Pada 4-24 Bulan di Desa Batuan Kecamatan Sukawati Kabupaten Bali Dwi Jata

2000, desa Batuan Explanatory dengan pendekatan cross sectional Variabel bebas:

pengetahuan ibu 

Variabel antara: praktik MP-ASI 

Variabel terikat :status gizi Ada hubungan antara pengetahuan ibu dan praktik MP-ASI

dengan status gizi balita 

2. Hubungan antara Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi

umur 4-12 bulan didesa Gunan kecamatan Slogohimi kabupaten Wonogiri Carnoto SM 2000,

desa Gunan Explanatory dengan metode survey dan pendekatan cross sectional Variabel

bebas: pola pemberian MP-ASI pada bayi 4-12 bulan (bentuk makanan), tingkat konsumsi

energi dan protein 

Variabel terikat : status gizi Ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian MP-ASI,

tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi 

BAB II 

LANDASAN TEORI 

2.1 Landasan Teori 

2.1.1 Pengetahuan Ibu tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) 

2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan 

Menurut Maman Rachman (2003:93), pengetahuan adalah hasil dari kegiatan mengetahui,

sedangkan mengetahui artinya mempunyai bayangan tentang sesuatu. Sedangkan menurut

Soekidjo Notoatmodjo (2003:122-123), pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif

Page 6: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 

1) Tahu (know) 

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk

ke dalam pengetahuan, tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu

ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 

2) Memahami (comprehension) 

Memahami diartikan sebagai mengingat suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 

3) Aplikasi (application) 

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi sebenarnya. 

4) Analisis (analysis) Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain. 

5) Sintesis (synthetis) 

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru di formulasi-formulasi

yang ada. 

6) Evaluasi 

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi/ penilaian terhadap

suatu materi/objek. 

2.1.1.2 Pengertian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) 

Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan

pada bayi/ anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan pendamping ASI diberikan

mulai umur 4 bulan sampai 24 bulan. Semakin meningkat umur bayi/ anak, kebutuhan zat

gizi semakin bertambah untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang

memenuhi kebutuhan gizi (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000:5). 

Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga.

Pengenalan dan pemberian makanan pendamping ASI harus dilakukan secara bertahap baik

bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bagi bayi/ anak.

Pemberian makanan pendamping ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini

Page 7: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

(Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000:5). 24 

Tujuan pemberian makanan tambahan adalah sebagai komplemen terhadap ASI agar anak

memperoleh cukup energi, protein dan zat-zat gizi lainnya (vitamin dan mineral) untuk

tumbuh dan berkembang. Penting untuk diperhatikan agar pemberian ASI dilanjutkan terus

selama mungkin, karena ASI memberikan sejumlah energi dan protein yang bermutu tinggi.

Untuk mengajarkan anak mengunyah dan terbiasa dengan makanan baru, pertama-tama

berikan satu atau dua sendok teh makanan tmbahan (weaning foods). 

2.1.2 Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI 

Pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang/sekelompok orang untuk memilih makanan

dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan

sosial (Suhardjo, 1986: 35). Pengertian pola makan menurut Lie Goan Hong dalam Sri

Karjati (1985) adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan

jumlah bahan makanan yang di makan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas

untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti, 1999:

89). 

Sedangkan menurut Yayuk Farida (2004: 69), pola konsumsi pangan adalah susunan jenis

dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. 

2.1.2.1 Macam Zat Gizi 

Menurut Deddy Muchtadi (19994:11-18) zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi mengenai

beberapa zat gizi, tetapi direkomendasikan untuk dikonsumsi yang dapat mendukung

pertumbuhan seorang bayi yang sehat.

1) Energi Konsumsi energi sebanyak 115 Kkal per kgberat badan (sekitar 95-145 Kkal/kg)

nampaknya mencukupi kebutuhan bayi untuk bulan pertama kehidupannya. Dari jumlah

energi yang dikonsumsi bayi, 50% digunakan untuk energi basal (energi yang dibutuhkan

untuk bekerjanya organ-organ di dalam tubuh, peredaran darah, dan sebagainya), 25% untuk

aktivitasnya, 25% lainnya untuk pertumbuhan badan yang berkisar antara 5 sampai 7 gr per

hari.untuk umur 6 bulan energi yang dibutuhkan turun menjadi 95 Kkal/kg berat badan. Bayi

yang pendiam membutuhkan energi sebesar 71 Kkal/kg BB, sedangkan bayi yang aktif

membutuhkan sampai 133 Kkal/kg BB. 

2) Protein 

Protein dalam tubuh merupakan zat pembengun yang sangat dibutuhkan tubuh untuk

pertumbuhan tubuh, menggantikan sel-sel yang rusak, memelihara keseimbangan

metabolisme tubuh. Kebutuhan protein bagi bayi relatif lebih besar dari orang dewasa, karena

Page 8: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

bayi mengalami pertumbuhan yang pesat (Departemen Kesehatan, 1995:5) 

Kebutuhan akan protein selama periode pertumbuhan tulang rangka dan otot yang cepat pada

masa bayi, relatif tinggi. Konsumsi sebanyak 2,2 gr protein bernilai gizi tinggi per kg BB per

hari menghasilkan retensi nitrogen sekitar 45%, jumlah ini cukup unuk pertumbuhan bayi

yang normal. Pada minggu ketiga, sekitar 60%-75% dari jumlah protein yang dikonsumsi

digunakan untuk pertumbuhan dan sisanya digunakan untuk pemeliharaan. Pada umur 4

bulan, proporsinya adalah 45% dan 55%. Pada umur 5 bulan, kebutuhan proteinnya turun

menjadi 2 gr/kg BB perhari. 

3) Vitamin Larut Air Kebutuhan bayi akan vitamin yang larut dalam air sangat dipengaruhi

oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi harus memperoleh 0,5 mg ribovlavin per 1000 Kkal

energi yang dikonsumsi untuk memelihara kejenuhan jaringan, berarti bahwa bayi yang

berumur 3-6 bulan membutuhkan 0,4 mg tiamin dan pada umur 6-12 bulan membutuhkan 0,6

mg tiamin perhari. Konsumsi sebanyak 5-6 NE (niacin equivalent) dapat dibutuhkan oleh

ASI yang menyediakan 0,15 mg niasin dan 21 mg triptofan per 100 ml.bayi membutuhkan

0,005 mg folasin/kg BB. Untuk vitamin C, bayi memperolehnya dari ASI. 

4) Vitamin Larut Lemak 

Jumlah vitamin A yang dibutuhkan bayi sebanyak 375ug RE. perhari.konsumsi vitamin D

pada bayi akan meningkat pada waktu terjadinya kalsifikasi tulang dan gigi yang cepat.

Konsumsi vitamin D dianjurkan sebanyak 400 IU/ hari. Disarankan untuk memberikan

vitamin E pada bayi sebanyak 2-4 mg TE (tocopherol equivalent) per hari. Untuk vitamin K,

defisiensi vitamin K dapat terjadi pada beberapa hari pertama. 

5) Mineral 

Karena terjadinya kalsifikasi yang cepat pada tulang untuk menunjang berat badan pada

waktu bayi mulai belajar berjalan, kalsium sangat dibutuhkan. ASI mengandung 280 mg

kalsium per liter, yang berarti dapat mensuplai sekitar 210 mg kalsium perhari. Kebutuhan

bayi akan zat besi sangat ditentukan oleh umur kehamilan. Bayi yang dikandung cukup umur

akan menerima sejumlah zat besi dari ibunya selama kandungan. Tingginya kadar seng dalam

kolostrum (4 mg 

27 

per liter yang menurun jumlahnya menjadi 2 mg/liter pada air susu putih setelah 6 bulan, dan

menjadi 0,5 mg/liter setelah 1 tahun) dapat mengkompensasi kebutuhan bayi yang diberi ASI

Page 9: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

akan seng. 

2.1.2.2 Kebutuhan Gizi Balita 

Pengaturan makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup dua aspek pokok, yaitu

pemanfaatan ASI secara tepat dan benar dan pemberian makanan pendamping ASI dan

makanan sapihan serta makanan setelah usia setahun. Penelitian Oomen terhadap 415 usia

balita dibawah lima tahun di Jakarta tahun 1957 menunjukkan bahwa anak-anak yang disusui

ibunya, keadaan gizinya tidak lebih baik dari gizi anak yang tidak diberi ASI. Masalahnya

bukan dikarenakan mutu gizi ASI, akan tetapi karena penggunaan ASI yang tidak tepat dan

salah. 

Adapun kebutuhan balita terhadap energi dan protein adalah sebagai berikut : 

Tabel 2 

Kebutuhan Energi dan Protein Bagi Anak 

Usia (bulan) Berat badan (Kg) Kebutuhan Energi (Kal) Kebutuhan Protein (Gr) 

0 – 3 

4 – 6 

7 – 9 

10 – 12 

13 – 24 

25 - 36 4,1 

6,4 

7,7 

9,2 

11,0 

13,5 492 

735 

850 

970 

1135 

1350 10 

15 

18 

19 

23 

28 

Page 10: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

2.1.2.3 Penilaian Konsumsi Makanan 

Penilaian konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan

gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tinkat kelompok, rumah

tangga dan perorangan, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan

tersebut. Menurut I Nyoman Supariasa (2001:88), beberapa metode pengukuran konsumsi

makanan untuk individu anatara lain : 

1) Metode food recall 24 jam 

Metode ini dilakukan dengan menanyakan jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi

responden pada periode 24 jam yang lalu. Dimulai sejak ia bangun pagi sampai istirahat

malam hari. Metode ini cenderung bersifat kualitatif sehingga jumlah konsumsi makanan

individu ditanyakan secara teliti. Metode ini digunakan untuk mengatur rata-rata konsumsi

pangan dan zat gizi pada kelompok besar. Daya ingat responden dan kesungguhan serta

kesabaran dari pewawancara sangat menentukan keberhasilan metode recall 24 jam ini. 

2) Metode estimated food records 

Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Responden diminta mencatat

semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan. Menimbang dalam ukuran berat

pada periode tertentu, termasuk cara persiapan dan pengelolaan makanan. Metode ini dapat

memberikan informasi konsumsi yang mendekati sebenarnya tentang jumlah energi dan zat

gizi yang dikonsumsi oleh individu. 

3) Metode Penimbangan Makanan (food Weighing) 

Responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi selama

1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dati tujuan,

dana penelitian, dan tenaga yang tersedia. 

29 

Terdapatnya sisa makanan setelah makan juga perlu ditimbang sisa tersebut untuk

mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi. 

4) Metode Riwayat Makanan 

Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola kunsumsi berdasarkan

pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Metode ini

terdiri dari 3 komponen yaitu : wawancara, frekuensi jumlah bahan makanan, pencatatan

konsumsi. 

5) Metode Frekuensi Makanan (food frequensi) 

Page 11: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

Metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau

makanan jadi selama periode tertentu. Meliputi hari, minggu, bulan, atau tahun, sehingga

diperoleh gambaran pola konsumsi makanan secara kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan

memuat tentang daftar bahan makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada

periode tertentu. 

2.1.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI 

1) Pendapatan 

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua

dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder

(Soetjiningsih, 1998:10). 

2) Besar Keluarga 

Laju kelahiran yang tinggi berkaitan dengan kejadian kurang gizi, karena jumlah pangan

yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya

setengah dari keluarga tersebut. Akan tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada

keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 2003:23). 

2.1.2.3 Penilaian Konsumsi Makanan 

Penilaian konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan

gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tinkat kelompok, rumah

tangga dan perorangan, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan

tersebut. Menurut I Nyoman Supariasa (2001:88), beberapa metode pengukuran konsumsi

makanan untuk individu anatara lain : 

1) Metode food recall 24 jam 

Metode ini dilakukan dengan menanyakan jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi

responden pada periode 24 jam yang lalu. Dimulai sejak ia bangun pagi sampai istirahat

malam hari. Metode ini cenderung bersifat kualitatif sehingga jumlah konsumsi makanan

individu ditanyakan secara teliti. Metode ini digunakan untuk mengatur rata-rata konsumsi

pangan dan zat gizi pada kelompok besar. Daya ingat responden dan kesungguhan serta

kesabaran dari pewawancara sangat menentukan keberhasilan metode recall 24 jam ini. 

2) Metode estimated food records 

Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Responden diminta mencatat

semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan. Menimbang dalam ukuran berat

pada periode tertentu, termasuk cara persiapan dan pengelolaan makanan. Metode ini dapat

memberikan informasi konsumsi yang mendekati sebenarnya tentang jumlah energi dan zat

Page 12: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

gizi yang dikonsumsi oleh individu. 

3) Metode Penimbangan Makanan (food Weighing) 

Responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi selama

1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dati tujuan,

dana penelitian, dan tenaga yang tersedia. 

29 

Terdapatnya sisa makanan setelah makan juga perlu ditimbang sisa tersebut untuk

mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi. 

4) Metode Riwayat Makanan 

Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola kunsumsi berdasarkan

pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Metode ini

terdiri dari 3 komponen yaitu : wawancara, frekuensi jumlah bahan makanan, pencatatan

konsumsi. 

5) Metode Frekuensi Makanan (food frequensi) 

Metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau

makanan jadi selama periode tertentu. Meliputi hari, minggu, bulan, atau tahun, sehingga

diperoleh gambaran pola konsumsi makanan secara kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan

memuat tentang daftar bahan makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada

periode tertentu. 

2.1.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI 

1) Pendapatan 

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua

dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder

(Soetjiningsih, 1998:10). 

2) Besar Keluarga 

Laju kelahiran yang tinggi berkaitan dengan kejadian kurang gizi, karena jumlah pangan

yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya

setengah dari keluarga tersebut. Akan tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada

keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 2003:23). 

Sehubungan dengan pangan yang biasa dipandang untuk dimakan, dijumpai banyak pola

Page 13: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

pantangan, takhayul, dan larangan pada beragam kebudayaan dan daerah yang berlainan di

dunia. Bila pola pantangan makanan berlaku bagi seluruh penduduk sepanjang hidupnya,

kekurangan zat gizi cenderung tidak akan berkembang seperti jika pantangan itu hanya

berlaku bagi sekelompok masyarakat tertentu selama satu tahap dalam siklus hidupnya

(Suharjo, 1996:22). 

4) Pendidikan 

Tingkat pendidikan formal membentuk nilai-nilai progresif bagi seseorang terutama dalam

menerima hal-hal baru. Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan

mudah tidaknya seseorang menyerap dan menekuni pengetahuan yang diperoleh. 

5) Pengetahuan gizi 

Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan

adalah umum disetiap negara di dunia. Penduduk dimanapun akan berutung dengan

bertambahnya pengetahuan mengenai gizi dan cara menerapkan informasi tersebut untuk

orang yang berbeda tingkat usia dan keadaan fisiologis (Agus Krisno, 2004:13). 

6) Pelayanan Kesehatan 

Penyebab kurang gizi yang merupakan faktor penyebab tidak langsung yang lain adalah akses

atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan ini meliputi imunisasi, 

39 

pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, dan saran lain seperti

keberadaan posyandu, puskesmas, praktek bidan, dokter dan rumah sakit (Soekirman,

2000:85). 

2.1.4 Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Makanan Pendamping ASI dan Pola

Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Balita 

Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan

adalah umum di setiap negara di dunia. Penduduk dimanapun akan beruntung dengan

bertambahnya pengetahuan mengenai gizi dan cara menerapkan informasi tersebut untuk

orang yang berbeda tingkat usianya dan keadaan fisiologisnya (Agus Krisno, 2004:13-14). 

Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang

merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama

terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun

(Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI, 2000:1). 

Page 14: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti pendidikan yang

didapat di sekolah-sekolah maupun non formal yang diantaranya dapat diperoleh bila ibu

aktif dalam kegiatan posyandu, PKK maupun kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat.

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang,

dimana hal itu dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan Roger (1974) yang

mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan (Soekidjo Notoatmojo,

1997: 128). 

Pengetahuan seorang ibu dibutuhkan dalam perawatan anaknya, dalam hal pemberian dan

penyediaan makanannya, sehingga seorang anak tidak menderita 

40 

kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat disebabkan karena pemilihan bahan makanan yang

tidak benar. Pemilihan makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang bahan

makanan. Ketidaktahuan dapat menyebabkan kesalahan pemilihan dan pengolahan makanan,

meskipun bahan makanan tersedia (Suharjo, 2003:25). 

Menurut Suhardjo (1986:31), suatu hal yang menyakinkan tentang pentingnya gizi didasari

pada 3 kenyataan yaitu : 1) status gizi seseorang yang cukup adalah penting bagi kesehatan

dan kesejahteraan, 2) setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya

mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,

pemeliharaan dan energi, 3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk

dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. 

Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh didalam

susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukan

kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh (Soegeng Santoso dan Anne Lies

Ranti, 1999: 70). 

Konsumsi pangan yang tidak cukup energi biasanya juga kurang dalam satu atau lebih zat

gizi esensial lainnya. Konsumsi energi dan protein yang kurang selama jangka waktu tertentu

akan menyebabkan gizi kurang, sehingga untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan dan

kesehatan balita maka perlu asupan gizi yang cukup (Agus Krisno, 2004:15). 

41 

2.2 Kerangka Teori 

Page 15: Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pen Damping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4

Gambar 1 

Kerangka Teori 

(Sumber: Modifikasi Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti, 1999:82, Yayuk Farida,

2004:20, Supariasa, 2002:33) 

Pendidikan Pendapatan Daya beli Konsumsi makanan Penyakit Infeksi Pola pemberian MP-

ASI Pengetahuan Status Gizi Balita Pelayanan kesehatan Sosial budaya Jumlah Keluarga