pen galen gan

26
PENGALENGAN DISUSUN OLEH : GUSIK LUMIAR KARTIKO CAHYO K RINI HAPSARI SELLEN GURUSMATIKA AKADEMI KOMUNITAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

Upload: sellen-gurusmatika

Post on 09-Aug-2015

151 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

proses

TRANSCRIPT

Page 1: Pen Galen Gan

PENGALENGAN

DISUSUN OLEH :

GUSIK LUMIAR

KARTIKO CAHYO K

RINI HAPSARI

SELLEN GURUSMATIKA

AKADEMI KOMUNITAS

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

2013

Page 2: Pen Galen Gan

A. DEFINISI PENGALENGAN

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah

yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas yang dalam pengolahannya

merupakan pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap

terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah,

yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba

patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk.

Proses termal merupakan salah satu metode paling penting yang

dilakukan dalam pengolahan pangan, tidak hanya karena perubahan mutu

makan (eating quality) yang dikehendaki, tapi juga karena efek pengawetan

yang ditimbulkan akibat inaktivasi enzim, mikroorganisme, serangga, serta

parasit (Fellows, 2000). Teknologi pengalengan merupakan salah satu

aplikasi proses termal yang banyak dilakukan di industri pangan. Sharma et

al. (2000) mendefinisikan proses pengalengan pangan sebagai suatu prosedur

pengawetan pangan menggunakan kemasan yang tertutup secara hermetis dan

memanaskannya untuk membunuh mikroorganisme patogen dan penyebab

kebusukan beserta sporanya, serta untuk menginaktivasi enzim yang dapat

merusak mutu. Teknologi ini dapat mempertahankan daya simpan produk

sampai lebih dari enam bulan (Kusnandar et al., 2006).

Istilah pengalengan tidak hanya merujuk pada pengemasan bahan

pangan menggunakan kaleng, tetapi juga termasuk penggunaan kemasan

hermetis lainnya seperti retort pouch, tetrapack, glass jar, dan sebagainya.

Kemasan hermetis merupakan kemasan kedap udara yang tidak

memungkinkan adanya kontak antara bahan pangan dengan lingkungan di

sekitarnya, sehingga mencegah terjadinya rekontaminasi dari lingkungan

setelah proses pemanasan (Muchtadi, 1995). Berdasarkan suhu, waktu, dan

tujuan pemanasan, pengalengan terbagi menjadi dua proses yaitu pasteurisasi

dan sterilisasi komersial. Pasteurisasi terutama ditujukan untuk produk

pangan yang mudah rusak oleh panas, atau berasam tinggi, atau jika akan

dilakukan kombinasi dengan metode pengawetan lain seperti penyimpanan

2

Page 3: Pen Galen Gan

dingin. Sedangkan sterilisasi komersial terutama diterapkan pada produk

pangan berasam rendah (Kusnandar et al., 2006).

Sterilisasi komersial merupakan metode yang paling banyak

diaplikasikan dalam skala industri (Fellows, 2000). Istilah ini merujuk pada

pemusnahan mikroba pembusuk dan patogen sampai level aman tertentu.

Spora bakteri non-patogen yang tahan panas mungkin saja masih ada di

dalam makanan setelah proses sterilisasi, tetapi bersifat dorman (tidak dalam

kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan

jika produk tersebut disimpan dalam kondisi normal. Kondisi steril komersial

diterapkan karena kondisi steril absolut sulit diterapkan dalam prakteknya,

terutama terkait dengan pertimbangan mutu gizi dan mutu organoleptik

(Hariyadi, 2000).

Pemusnahan sel vegetatif bakteri C. botulinum dan sporanya menjadi

perhatian utama dalam proses pengalengan, karena kondisi vakum dalam

kaleng sangat cocok untuk bagi pertumbuhan bakteri anaerobik ini. Bakteri

ini tumbuh optimal pada pH > 4.6 dan aw > 0.9, serta suhu 30-37° C

(Kusnandar et al., 2006). Karena itu makanan berasam rendah (pH > 4.5)

yang akan disimpan dalam suhu normal (self stable food) sangat rentan akan

kontaminasi bakteri ini jika proses produksi tidak berjalan optimal. Berkaitan

dengan hal ini, USFDA/USDA menetapkan standar proses (performance

standard) sterilisasi komersial, yaitu panas yang diberikan harus cukup untuk

mereduksi sel vegetatif dan spora C. botulinum sebanyak 12 siklus logaritma,

atau menurunkan peluang keberadaan bakteri tersebut sampai 10-9 jika

diasumsikan jumlah awalnya ≤ 103 (Hariyadi, 2008 dan Thippareddi dan

Sanchez, 2006).

B. SEJARAH PENGALENGAN

Metode pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas

Appert, seorang ilmuwan Prancis pada tahun 1790 yang mana metode

pengalengan ini sering disebut The Art of Appertizing. Penggunaan prinsip

pengalengan diawali oleh N. Appert, seorang pembuat kembang gula, yang

3

Page 4: Pen Galen Gan

bekerja dalam dapur sederhana, mengamati bahwa makanan yang dipanaskan

di dalam suatu kemasan yang tertutup tetap awet bila kemasan tidak dibuka

lagi atau tutupnya tidak bocor (Desrosier, 1988).

Pada tahun 1795, pengalengan berkembang menggunakan kemasan

gelas dan logam oleh Peter Durant di Inggris. Kemudian pada tahun 1823,

ditemukan sutu jenis kaleng dengan lubang di atas, yang memungkinkan

bahan pangan dipanaskan di dalam penangas air mendidih dengan tutup yang

bebas. Tahun 1824, Appert mengembangkan prosedur pengolahan dari 50

jenis makanan kaleng. Tahun 1840 mulailah bermunculan pabrik-pabrik

pengalengan di seluruh Amerika Serikat. Dalam tahun 1851, Chevalier-

Appert menemukan suatu autoklaf yang aman dalam operasinya

menggunakan tangki tekanan uap (Desrosier, 1988).

C. METODE PENGALENGAN

Secara teknis, terdapat dua metode umum pengalengan, yaitu metode

konvensional dan inkonvensional. Metode konvensional merujuk pada makna

pengalengan secara harfiah, yaitu teknik appertizing, sterilisasi produk

dilakukan di dalam wadah setelah pengisian. Sedangkan metode

inkonvensional atau aseptic canning merupakan metode yang sering

diterapkan untuk produk dengan kemasan pouch, tetrapack, botol plastik, dan

sebagainya. Metode ini melibatkan sterilisasi bahan dan wadah secara

terpisah, kemudian pengisian bahan ke dalam kemasan (filling) dilakukan

secara aseptik dalam ruangan yang bebas mikroba (Muchtadi, 1995).

D. TUJUAN DAN PRINSIP PENGALENGAN

Proses pengalengan pada dasarnya selain untuk mengemas bahan

pangan juga berfungsi agar makanan dapat terhindar dari kebusukan,

perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.

Tujuan lain dari pengalengan adalah membunuh mikroorganisme pembusuk

dan patogen, namun tidak mengakibatkan kerusakan nilai gizi bahan pangan.

4

Page 5: Pen Galen Gan

Prinsip pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah

yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang

merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan

sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang

ada (Pujimulyani, 2009).

E. KEMASAN DALAM PENGALENGAN

Berkembang berbagai kaleng yg berbeda dengan standar :

1. Tin plate

Kemasan kaleng dibagi menjadi :

- Kaleng baja bebas timah (tin-free-steel)

- Kaleng tiga lapis (three piece cans)

- Kaleng lapis ganda (two piece cans)

Plat timah atau tin plate adalah lembaran atau gulungan baja

berkarbon rendah dengan ketebalan 0.15 – 0.5 mm. Kandungan timah

putih pada kaleng plat timah berkisar antara 1.0-1,25% dari berat kaleng.

Kandungan timah putih ini bisanya dinyatakan dengan TP yang diikuti

dengan angka yang menunjukkan banyaknya timah putih, misalnya pada

TP25 mengandung timah putih sebanyak 2.8 g/m2, TP50 = 5.6 g/m2,

TP75 = 8.4 g/m2 dan TP100 =11.2 g/m2. Kaleng bebas timah (tin-free-

steel=TFS) adalah lembaran baja yang tidak dilapisi timah putih. Jenis

TFS yang paling banyak digunakan untuk pengalengan makanan adalah

jenis Tin Free Steel Chrome Type (TFS-CT), yaitu lembaran baja yang

dilapisi kromium secara elektris, sehingga terbentuk khromium oksida di

seluruh permukaannya. Jenis ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu

harganya murah karena tidak menggunakan timah putih, dan daya

adhesinya terhadap bahan organik baik. Tetapi kelemahannya peluang

untuk berkarat lebih tinggi, sehingga harus diberi lapisan pada kedua belah

permukaannya (permukaan dalam dan luar). Berdasarkan komposisi

lapisan kaleng, cara melapisi dan komposisi baja penyusun kaleng, maka

kaleng dibedakan atas beberapa tipe. Kaleng Tipe L = Low Metalloids

5

Page 6: Pen Galen Gan

adalah kaleng yang mempunyai daya korosif rendah, sehingga dapat

digunakan untuk makanan yang berasam tingi. Kaleng tipe MR (Medium

Residual) dan tipe MC (Medium Metalloids Cold Reduces) adalah kaleng

yang mempunyai daya korosif rendah sehingga digunakan untuk makanan

berasam rendah. Kaleng dengan lapisan timah yang tebal digunakan untuk

makanan dengan daya korosif yang tinggi.

2. Gelas Jar

Gelas merupakan suatu cairan amorf jernih dan memiliki komponen-

komponen Kristal. Gelas biasanya terdiri dari 3 jenis oksida : Oksida

silikat pembentuk gelas (fosfat), oksida pencair (natrium, kalium atau

litium oksida), dan oksida pemantap (kalsium dan magnesium).

3. Aluminium

Aluminium merupakan logam yang memiliki beberapa keunggulan

yaitu lebih ringan daripada baja, mudah dibentuk, tidak berasa, tidak

berbau, tidak beracun, dapat menahan masuknya gas, mempunyai

konduktivitas panas yang baik dan dapat didaur ulang. Tetapi penggunaan

aluminium sebagai bahan kemasan juga mempunyai kelemahan yaitu

kekuatan (rigiditasnya) kurang baik, sukar disolder sehingga

sambungannya tidak rapat sehingga dapat menimbulkan lubang pada

kemasan, harganya lebih mahal dan mudah mengalami perkaratan

sehingga harus diberi lapisan tambahan.

Reaksi aluminium dengan udara akan menghasilkan aluminium

oksida yang merupakan lapisan film yang tahan terhadap korosi dari

atmosfir. Penggunaan aluminium sebagai wadah kemasan, menyebabkan

bagian sebelah dalam wadah tidak dapat kontak dengan oksigen, dan ini

menyebabkan terjadinya perkaratan di bagian sebelah dalam kemasan.

Untuk mencegah terjadinya karat, maka di bagian dalam dari wadah

aluminium ini harus diberi lapisan enamel. Secara komersial penggunaan

aluminium murni tidak menguntungkan, sehingga harus dicampur dengan

logam lainnya untuk mengurangi biaya dan memperbaiki daya tahannya

terhadap korosi. Logam-logam yang biasanya digunakan sebagai

6

Page 7: Pen Galen Gan

campuran pada pembuatan wadah aluminium adalah tembaga, magnesium,

mangan, khromium dan seng (pada media alkali). Aluminium dapat

digunakan untuk mengemas produk buah-buahan dan sayuran, produk

daging, ikan dan kernag-kerangan, produk susu dan minuman.

Gambar 1. Jenis Kemasan Kaleng (a) Tin Plate (b) Jar (c) Aluminium

F. PROSES PENGALENGAN

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah

yang tertutup rapat (hermetis) dan disterilisasi dengan panas (Desrosier,

1988). Setelah proses sterilisasi harus segera dilakukan proses pendinginan

untuk mencegah terjadinya over cooking pada makanan dan tumbuhnya

kembali bakteri termofilik (Winarno dan Fardiaz, 1980). Pada umumnya

proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa tahap, diantaranya

persiapan bahan, pengisian bahan ke dalam kaleng, pengisian medium,

exhausting, sterilisasi, pendinginan, dan penyimpanan (Desrosier, 1988).

7

(a) (b) (c)

Page 8: Pen Galen Gan

Gambar 2. Skema Pengalengan Secara Umum

1. Persiapan Bahan

Persiapan bahan dilakukan dengan pemilihan bahan-bahan yang akan

dikalengkan, pencucian, pemotongan menjadi bagian-bagian tertentu, dan

persiapan bahan untuk pengolahan selanjutnya (Luh dan Woodroof (1975)

dalam Sylviana (2005)). Pencucian bertujuan untuk memisahkan bahan dari

material asing yang tidak diinginkan, seperti kotoran, minyak, tanah, dan

8

Page 9: Pen Galen Gan

sebagainya serta diharapkan dapat mengurangi jumlah mikroba awal yang

sangat berguna dalam efektivitas proses sterilisasi (Lopez, 1981).

2. Head Space

Pengisian bahan pangan ke dalam wadah harus memperhatikan

ruangan pada bagian dalam atas kaleng (head space). Head space adalah

ruang kosong antara permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai

ruang cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi, agar tidak

menekan wadah karena akan menyebabkan kaleng menjadi menggelembung.

Besarnya head space bervariasi tergantung jenis produk dan jenis wadah.

Umumnya untuk produk cair dalam kaleng, tingginya head space adalah

sekitar 0.25 inci, sedangkan bila wadah yang digunakan adalah gelas jar,

direkomendasikan head space yang lebih besar. Bila dalam pengalengan

tersebut ditambahkan medium pengalengan, tinggi head space tidak boleh

kurang dari 0.25 inci, tetapi bila produk dikalengkan tanpa penambahan

medium, diperkenankan produk diisikan sampai hampir penuh dengan

meninggalkan sedikit ruang head space (Muchtadi, 1995).

3. Exhausting

Pengisian bahan ke dalam harus seragam dengan tujuan untuk

mempertahankan keseragaman rongga udara (head space), memperoleh

produk yang konsisten, dan menjaga berat bahan secara tetap. Menurut

Muchtadi (1995), penghampaan udara (exhausting) adalah proses

pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas lain dari dalam wadah agar

tidak bereaksi dengan produk sehingga dapat mempengaruhi mutu, nilai gizi,

dan umur simpan produk kalengan. Exhausting juga dilakukan untuk

memberikan ruang bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi

sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan untuk

meningkatkan suhu produk di dalam wadah sampai mencapai suhu awal

(initial temperature). Penutupan wadah dilakukan setelah proses

9

Page 10: Pen Galen Gan

penghampaan udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

pembusukan.

4. Sterilisasi

Sterilisasi bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan

pathogen membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari

penampilannya, teksturnya dan citarasanya, sesuai dengan yang diinginkan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses sterilisasi :

a. jenis mikroba yang akan dihancurkan

b. kecepatan perambatan panas ke dalam titik dingin

c. suhu awal bahan pangan di dalam wadah

d. ukuran dan jenis wadah yang digunakan

e. suhu dan tekanan yang digunakan untuk proses sterilisasi

f. keasaman atau pH produk yang dikalengkan

Gambar 3. Alat-alat pada Proses Pengalengan (a) Boiler (b) Sealing Machine

10

(a) (b)

Page 11: Pen Galen Gan

Gambar 4. Mesin Filling

Gambar 5. Mesin Retort

G. MEDIUM PENGALENGAN

Di Indonesia, dikenal 4 macam medium pengalengan, yaitu

1. larutan garam (brine),

2. Minyak

3. Minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya,

4. Saus tomat.

Tujuan penambahan medium

1. Memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir,

2. Sebagai media pengantar panas sehingga mempercepat sterilisasi

11

Page 12: Pen Galen Gan

3. Mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi (menurunkan pH)

4. Memberikan flavour yang khas

H. KERUSAKAN MAKANAN KALENG

Kerusakan yang dapat terjadi pada bahan pangan yang dikemas

dengan kemasan kaleng terutama dalah kerusakan kimia, meski demikian

kerusakan biologis juga dapat terjadi. Kerusakan kimia yang paling banyak

terjadi pada makanan yang dikemas dengan kemasan kaleng adalah hydrogen

swell . Kerusakan lainnya adalah interaksi antara bahan pembuat kaleng yaitu

Sn dan Fe dengan makanan yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak

diinginkan, kerusakan mikrobiologis danperkaratan (korosi).

1. Hydrogen Swell

Hydrogen swell terjadi karena adanya tekanan gas hidrogen yang

dihasilkan dari

reaksi antara asam pada makanan dengan logam pada kaleng kemasan.

Hydrogen swell disebabkan oleh:

a. meningkatnya keasaman bahan pangan

b. meningkatnya suhu penyimpanan

c. ketidaksempurnaan pelapisan bagian dalam dari kaleng

d. proses exhausting yang tidak sempurna

e. terdapatnya komponen terlarut dari sulfur dan pospat.

2. Interaksi antara bahan dasar kaleng dengan makanan

Kerusakan makanan kaleng akibat interaksi antara logam pembuat

kaleng dengan makanan dapat berupa :

a. perubahan warna dari bagian dalam kaleng

b. perubahan warna pada makanan yang dikemas

c. off-flavor pada makanan yang dikemas

d. kekeruhan pada sirup

e. perkaratan atau terbentuknya lubang pada logam

f. kehilangan zat gizi

12

Page 13: Pen Galen Gan

3. Kerusakan biologis

Kerusakan biologis pada makanan kaleng dapat disebabkan oleh :

a. meningkatnya resistensi mikroba terhadap panas setelah proses

sterilisasi

b. rusaknya kaleng setelah proses sterilisasi sehingga memungkinkan

masuknya mikroorganisme ke dalam kaleng.

Kerusakan kaleng yang memungkinkan masuknya mikroorganisma

adalah kerusakan pada bagian sambungan kaleng atau terjadinya gesekan

pada saat proses pengisian (filling). Mikroorganisme juga dapat masuk

pada saat pengisian apabila kaleng yang digunakan sudah terkontaminasi

terutama jika kaleng tersebut dalam keadaan basah. Kerusakan juga dapat

disebabkan karena kaleng kehilangan kondisi vakumnya sehingga

mikroorganisme dapat tumbuh.

4. Perkaratan (Korosi)

Perkaratan adalah pembentukan lapisan longgar dari peroksida yang

berwarna merah coklat sebagai hasil proses korosi produk pada permukaan

dalam kaleng. Pembentukan karat memerlukan banyak oksigen, sehingga

karat biasanya terjadi pada bagian head space dari kaleng. Proses korosi

jika terus berlangsung dapat menyebabkan terbentuknya lubang dan

kebocoran pada kaleng. Beberapa faktor yang menentukan terbentuknya

karat pada kemasan kaleng adalah :

a. Sifat bahan pangan, terutama pH

b. Adanya faktor-faktor pemicu, misalnya nitrat, belerang dan zat warna

antosianin.

c. Banyaknya sisa oksigen dalam bahan pangan khususnya pada bagian

atas kaleng (head space), yang sangat ditentukan pada saat proses

blanching, pengisian dan exhausting.

d. Faktor yang berasal dari bahan kemasan, misalnya berat lapisan timah,

jenis dan komposisi lapisan baja dasar, efektivitas perlakuan

permukaan, jenis lapisan dan lain-lain.

e. Suhu dan waktu penyimpanan, serta kebersihan ruang penyimpanan

13

Page 14: Pen Galen Gan

Perkaratan pada kemasan kaleng ini dapat menyebabkan terjadinya

migrasi Sn ke dalam makanan yang dikemas.

I. PENGALENGAN IKAN

Ikan segar merupakan salah satu komoditi yang mudah mengalami

kerusakan (high perishable food). Kerusakan ini dapat disebabkan oleh proses

biokimiawi maupun oleh aktivitas mikroorganisme Kandungan air hasil

perikanan pada umumnya tinggi mencapai 56,79% sehingga sangat

memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimiawi oleh enzim yang

berlangsung pada tubuh ikan segar. Sementara itu, kerusakan secara

mikrobiologis disebabkan karena aktivitas mikroorganisme terutama bakteri.

Kandungan protein yang cukup tinggi pada ikan menyebabkan ikan mudah

rusak bila tidak segera dilakukan pengolahan dan pengawetan. Pengawetan

bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Salah

satu usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet pada produk ikan

adalah dengan pengalengan ikan (Winarno, 1980).

Pada prinsipnya hampir semua produk asal laut dapat dikalengkan

tetapi pada umumnya ikanlah yang paling banyak dikalengkan contohnya,

cakalang, salmon, kembung, lemuru, tuna dan layang. Di antara bakteri-

bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, Clostridium botulinum

adalah yang paling berbahaya (Winarno, 1986).

Beberapa hal yang menyebabkan awetnya ikan dalam kaleng adalah:

1. Ikan yang digunakan telah melewati tahap seleksi, sehingga mutu dan

kesegarannya dijamin masih baik.

2. Ikan tersebut telah melalui proses penyiangan, sehingga terhindar dari

sumber mikroba kontaminan, yaitu yang terdapat pada isi perut dan insang.

3. Pemanasan telah cukup untuk membunuh mikroba pembusuk dan

penyebab penyakit.

4. Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu

mempunyai kisaran pH 5,6 - 6,5. Adanya medium pengalengan dapat

meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH), sehingga produk dalam

14

Page 15: Pen Galen Gan

kaleng menjadi awet. Pada tingkat keasaman yang tinggi (dibawah pH

4,6), Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh.

5. Penutupan kaleng dilakukan secara rapat hermetis, yaitu rapat sempurna

sehingga tidak dapat dilalui oleh gas, mikroba, udara, uap air, dan

kontaminan lainnya. Dengan demikian, produk dalam kaleng menjadi

lebih awet.

Secara umum proses pengalengan ikan dalam skala industri umumnya

dilakukan melalui beberapa tahap . Tahapan itu, meliputi :

1. Pemilihan bahan baku

2. Penyiangan

3. Pencucian

4. Penggaraman

5. Pengisian bahan baku

6. Pemasakan awal (precooking)

7. Penirisan

8. Pengisian medium pengalengan

9. Penghampaan udara (Exhausting)

10. Penutupan kaleng

11. Sterilisasi

12. Pendinginan

13. Pemberian label

J. PENGALENGAN BUAH DAN SAYURAN

Negara Indonesia merupakan Negara penghasil berbagai produk

pertanian yang telah terkenal sejak lama. hasil pertanian tersebut digunakan

sebagai bahan makanan maupun bahan baku pengolahan. Proses pengalengan

(canning) yang saat ini lebih dikenal dengan proses sterilisasi komersial

makanan, tidak hanya mencakup makanan dalam kaleng tetapi juga meliputi

makanan yang dikemas dalam botol dan dalam kemasan plastic berlaminasi

yang disebut retort pouch (Winarno, 1984)

15

Page 16: Pen Galen Gan

Tujuan dilakukan pengalengan yaitu mengawetkan bahan makanan,

sehingga masih dapat dimakan dan membatasi akumulasi hasil panen. Skema

proses pengalengan buah dan sayur dapat dilihat pada Gambar 6. Masalah

yang sering timbul dalam penyimpanan sari buah antara lain :

a. Kerusakan umum

1) Penurunan kadar vitamin C

2) Diskolorasi

3) Reaksi oksidasi

4) Korosi kaleng

5) Kerusakan mikrobiologis

6) Perubahan sifat indrawi

7) Penurunan nilai gizi

b. Kerusakan khusus

1) Sedimentasi

2) Cita rasa menyimpang

16

Page 17: Pen Galen Gan

Gambar 6. Skema Pengalengan Buah dan Sayur

17

Page 18: Pen Galen Gan

DAFTAR PUSTAKA

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Makanan. The AVI Publishing Company Inc:West Port Connecticut

Dwismar, Rina. 2010. Industri Pengalengan Ikan. http://rhinadwismar. blogspot.com/2011/11/kimia-industri-industri-pengalengan.html:Lampung 2013

Fellows, P.J. 2000. Food Processing Technology; Principles and Practice. CRC Press : Boca Raton

Hariyadi, P. 2000. Pengolahan pangan dengan suhu tinggi. Dalam P. Hariyadi (ed.). Dasar-Dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Bogor: Pusat Studi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Kusnandar F., Hariyadi P., dan Syamsir E. 2006. Modul Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.

Lopez A. 1981. A Complete Course In Canning. Maryland : Canning Trade.

Muchtadi, D. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sharma S.K., et al. 2000. Food Process Engineering, Theory dan Laboratory Experiment. New York: Wiley-Interscience

Winarno, F.G. 1984. Penentuan Shelf Life dan Kadaluarsa bagi Makanan Kaleng. IPB: Bogor

Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia : Jakarta

18