hubungan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan ......hubungan antara keterlibatan ayah dalam...

39
HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MASA DEWASA MUDA ANAK PEREMPUAN OLEH RENITA SEKAR UTAMI 802011034 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: others

Post on 02-Feb-2021

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN

    DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MASA DEWASA MUDA

    ANAK PEREMPUAN

    OLEH

    RENITA SEKAR UTAMI

    802011034

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

    Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2015

  • HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN

    DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MASA DEWASA MUDA

    ANAK PEREMPUAN

    Renita Sekar Utami

    Berta Esti Ari Prasetya

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2015

  • i

    Abstrak

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan

    antara keterlibatan ayah dengan psychological well-being pada mahasiswa Fakultas

    Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Penelitian ini dilakukan di Fakultas

    Psikologi UKSW dengan subjek para mahasiswi angkatan aktif dan masih tinggal dengan

    orang tua mereka. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik snowball.

    Selanjutnya sampel berjumlah 70 orang mahasiswi yang memenuhi syarat yang diajukan

    oleh peneliti. Untuk mengukur keterlibatan ayah berdasarkan teori dari Lamb, Pleck,

    Charnov dan Levine (dalam Allgood, Troy & Camille, 2012). Sementara untuk mengukur

    psychological well-being berdasarkan teori dari Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995). Dari

    penelitian ini diperoleh korelasi sebesar rit = 0,221 (p > 0,05). Hal tersebut menunjukan

    adanya hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dengan

    psychologycal well-being pada mahasisiwi Faklutas Psikologi UKSW Salatiga.

    Kata kunci: Keterlibatan ayah, Psychological well-being

  • ii

    Abstact

    The objective of the study is to observe the corelation between Father involment with

    psychological well-being among students of the Faculty of Psychology Christian

    University Satya Salatiga. This research was conducted at the Faculty of Psychology

    SWCU with the subject of the student active forces and still live with their parents. The

    sample of the research use snowball sampling. Subsequently the samples were 70 female

    students who meet the conditions proposed by researchers. To measure the involvement

    of the father based on the theory of Lamb, Pleck, Charnov and Levine (in Allgood, Troy

    and Camille, 2012). Meanwhile, to measure psychological well-being based on the theory

    of Ryff (in Ryff & Keyes, 1995). The result of the study shows that correlation value rit

    = 0,221 (p > 0,05). It means that there is a positive correlation between fathers

    involvement with psychologycal well-being on a students of the Faculty of Psychology

    UKSW Salatiga.

    Key Words: Fathers Involvement, Psychologycal Well-bein

  • 1

    Pendahuluan

    Masa dewasa muda adalah permulaan dari tahap baru dalam kehidupan. Masa ini

    merupakan tanda bahwa telah tiba saat bagi individu untuk dapat mengambil bagian

    dalam tujuan hidup yang telah dipilih dan menemukan kedudukan dirinya dalam

    kehidupan (Turner & Helms, 1995). Dewasa muda adalah jenjang usia di mana tahap

    perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya. Peningkatan yang terjadi

    dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi yang luas, pencapaian

    karir, semangat hidup yang tinggi, perencanaan yang jauh ke depan, dan sebagainya.

    Berbagai keputusan penting yang mempengaruhi kesehatan, karir, dan hubungan antar

    pribadi diambil pada masa dewasa awal (Papalia, Olds & Feldman, 2004). Pencapaian

    karir dan kesuksesan dalam pendidikan akan tercapai secara maksimal jika individu

    memiliki nilai psychological well-being yang tinggi (Carnelley, Pietromonaco & Jaffe,

    1994)

    Demikian pula yang terjadi pada mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas

    Kristen Satya Wacana Salatiga, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan

    beberapa mahasiswi mereka perpendapat mereka lebih baik dalam menghadapi masalah,

    baik dalam perkuliahan maupun dalam pergaulan karena mereka selalu belajar tentang

    psikologi dan mulai menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sehingga mereka merasa

    tidak terlalu masalah dengan kesulian yang mereka hadapi karena mereka merasa mereka

    memilki kesejahteraan psikologis yang lebih baik dibandingkan mahasiswa yang tidak

    mengambil jurusan psikologi.

    Menurut Corsini (2002), pengertian psychological well-being adalah suatu

    keadaan subyektif yang baik, termasuk kebahagiaan, self esteem, dan kepuasan dalam

  • 2

    hidup. Sedangkan menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis (psychological well-

    being) adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-

    masalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai

    kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance),

    pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya

    bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif

    dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur

    kehidupannya dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan

    kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Umumnya, well-being

    berhubungan dengan hubungan personal, interaksi sosial, dan kepuasan hidup (Hoyer &

    Roodin, 2003).

    Mirowsky dan Ross (1999) berpendapat salah satu faktor yang mempengaruhi

    psychological well being seseorang adalah asuhan dari orang tua. Ryff & Keyes (dalam

    Ryff & Keyes, 1995) menyebutkan bahwa dukungan sosial dari keluarga terlebih orang

    tua dapat meningkatkan psychological well being pada anak. Apa yang penting bagi anak-

    anak dalam jangka panjang dan apa yang mempengaruhi perilaku anak pada saat ini

    adalah kontribusi dari orang tua mereka (Finley & Schwartz, 2004). Orang tua terdiri dari

    ayah dan ibu. Sosok ibu sering dianggap berperan penting dalam pengasuhan. Namun,

    sekarang ini sosok ayah juga dinilai sangat penting dalam pengasuhan anak. Hal tersebut

    bukan saja karena munculnya gerakan feminisme tetapi karena kesadaran bahwa

    keterlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan dampak positif bagi perkembangan

    anak (Dagun, 1990).

    Van Wel, Linssen, & Abma (2000) melaporkan bahwa kedekatan antara ayah

    dan anak-anak mereka berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis anak, baik

  • 3

    secara langsung dari waktu ke waktu. Allen dan Daly (2007) mengemukakan bahwa

    “keterlibatan ayah” ini lebih dari sekedar melakukan interaksi yang positif dengan anak-

    anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, terlihat dari

    dekat dan nyamannya serta dapat memahami dan menerima anak-anak mereka. Peneliti

    berpendapat peran ayah juga cukup penting untuk terlibat dalam pengasuhan anak.

    Namun, kesadaran ayah untuk berperan dalam pengasuhan terhadap anak-anak mereka

    sangat rendah dibandingkan dengan kesadaran akan pengasuhan pada ibu (Pleck &

    Hofferth, 2008).

    Sebuah penelitian longitudinal pada siswa kelas 4 Sekolah Dasar menemukan

    adanya tingkat agresi yang lebih tinggi pada anak yang hanya tinggal dengan ibu

    (Osborne & McLanahan, 2007). Demikian pula dengan well-being pada anak. Selain

    pendidikan, ternyata kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh kehadiran ayah

    mendampingi anaknya sedini mungkin. Penelitian serupa pada anak-anak yang tidak

    tinggal dengan ayah dan ibunya akan berujung pada penyalahgunaan obat-obatan,

    pengunaan obat-obatan salah satu bentuk memilki nilai psychological well being yang

    rendah (Hemovich, Vanessa & William, 2009). Hal tersebut menegaskan peran ayah

    secara utuh.

    Hasil penelitian yang dilakukan Videon (dalam Amalia, 2005) tentang peran

    ayah dalam kehidupan remaja menunjukkan bahwa ayah yang terlibat dalam kehidupan

    remaja terutama dalam pendidikan dan pergaulannya akan meningkatkan kemampuan

    remaja dalam pendidikan dan keterampilan sosial. Keterlibatan ayah dalam kehidupan

    remaja akan mempengaruhi mereka dalam hubungannya dengan teman sebaya dan

    prestasi di sekolah, serta membantu remaja dalam mengembangkan pengendalian dan

    penyesuaian diri dalam lingkungannya. Keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses

  • 4

    perkembangan remaja dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada

    remaja akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan, dan memiliki rasa percaya diri

    sehingga proses perkembangan remaja tersebut berjalan dengan baik, sehingga dapat

    memilki psychological well being yang tinggi.

    Banyak literatur yang sering merendahkan pentingnya peran ayah pada

    pengembangan anak perempuan, terutama bila dibandingkan dengan hubungan ibu dan

    anak perempuan (Pleck & Hofferth, 2008). Menurut Secunda (1992) ayah dapat

    memiliki dampak besar pada perkembangan anak-anak perempuan, namun, dari semua

    ikatan keluarga, hubungan ayah dan anak perempuan adalah yang paling dipahami dan

    paling dipelajari,beberapa orang lain telah mencatat pengamatan serupa (Allgood, Troy

    & Camille, 2012). Dalam sebuah penelitian pengaruh positif tentang hubungan ayah dan

    putrinya, akan mempengaruhi harga diri pada putrinya (Liu, 2008). Van Wel, Linssen,

    & Abma, (2000) menyebutkan, meskipun teman-teman dan hubungan kencan menjadi

    semakin berpengaruh sepanjang masa remaja, Van Wel dkk (2000) menegaskan bahwa

    hubungan orang tua dan anak tetap penting untuk kesejahteraan anak. Mungkin faktor

    lain untuk mengabaikan hubungan anak perempuan dan ayah, dalam gagasan lama bahwa

    ayah memainkan peran penting dalam pengembangan anak laki-laki daripada anak

    perempuan (Morgan, Wilcoxon, & Satcher, 2003). Meskipun penelitian perkembangan

    menunjukkan bahwa ayah biasanya kurang terlibat dengan anak perempuan mereka dari

    pada anak laki-laki mereka, kualitas pengasuhan anak-anak dari kedua jenis kelamin

    terima dari ayah mereka dapat memiliki implikasi psikologis jangka panjang (Van Wel

    dkk, 2000).

    Dari paparan di atas menunjukan peran dan keterlibadan ayah dalam pengasuhan

    terhadap putinya sangat penting bagi perkembangan anak tersebut, baik di masa sekarang

  • 5

    atau di masa depan. Kondisi kesejahteraan psikologis juga penting bagi anak dapat

    bergaul dan memahami sekitarnya. Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah

    ada hubungan positif antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan psychological

    well-being pada anak perempuan pada masa dewasa awal. Tujuan penelitian ini adalah

    untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara keterlibatan ayah dalam

    pengasuhan dengan psychological well-being pada anak anak perempuan pada masa

    dewasa muda. Manfaat penelitian ini yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan

    kontribusi bagi psikologi dan pemahaman bagi para ayah untuk lebih terlibat dalam

    pengasuhan anaknya.

    TINJAUAN PUSTAKA

    Psychological Well-being

    Definisi psychological well being menggunakan definisi dari Ryff (1989),

    penggagas teori psychological well being yang selanjutnya disingkat dengan PWB

    menjelaskan istilah PWB sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang

    dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa

    adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain,

    menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus

    bertumbuh secara personal.

    Dimensi Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being)

    Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995) mencoba merumuskan pengertian kesejahteraan

    psikologis (psychological well-being) dengan mengintegrasikan teori-teori dari psikologi

    perkembangan, psikologi klinis, dan teori kesehatan mental. Kesejahteraan psikologis

  • 6

    (psychological well-being) hanya dapat dipahami secara menyeluruh dan masing-masing

    dimensi tidak berdiri sendiri, ada interdependensinya dan sama-sama memberikan

    sumbangan penting terhadap kesejahteraan psikologis (Ryff & Keyes, 1995). Berikut

    penjelasan dari masing-masing dimensi kesejahteraan psikologis (psychological well-

    being):

    a. Penerimaan diri (self-acceprance)

    Penerimaan diri ditunjukan pada individu yang mengevaluasi secara positif

    terhadap dirinya yang sekarang maupun dirinya dimasa lalu. Individu dalam hal ini

    dapat mempertahankan sikap-sikap positifnya dan sadar akan keterbatasan yang

    dimilki. Dengan kata lain, seseorang yang mampu menerima dirinya adalah orang

    yang memiliki kapasitas untuk mengetahui dan menerima kekeurangan serta

    kelemahan dirinya dan ini merupakan salah satu karakteristik dari fungsi secara

    psikologis.

    b. Hubungan positif dengan orang lain ( positif relation with orther)

    Individu ini mampu untuk mengelola hubungan interpersonal secara emosional

    dan adanya kepercayaan satu sama lain sehingga merasa nyaman. Selain itu adanya

    hubungan positif dengan orang lain juga ditandai dengan memiliki kedekatan yang

    berarti dengan orang yang tepat (significant others).

    c. Kemandirian (autonomy)

    Kemandirian adalah kemampuan, melakukan dan mengarahkan perilaku secara

    sadar dan mempertimbangkan positif dan negatifnya sehingga dapat memutuskan

    dengan tegas dan penuh kenyakinan diri. Individu yang mampu melakukan

    aktualisasi diri dan berfungsi penuh memilki keyakinan dan kemandirian, sehingga

    dapat prestasi yang memuaskan.

  • 7

    d. Penguasaan terhadap lingkungan ( environmental mastery)

    Hal ini sangatlah berpengaruh pada kehidupan eksternal tiap individu dimana

    faktor eksternal adalah sesuatu hal yang dapat merubah sebagian aspek kehidupan

    individu. Sehingga adanya kapasitas untuk mengatur kehidupan yang efektif dan

    lingkungan sekitar. Hal ini berarti memodifikasi lingkungan agar dapat kebutuhan

    dan tuntutan-tuntutan dalam hidupnya.

    e. Tujuan hidup ( Purpose in life) \

    Keberhasilan dalam menemukan makna dan tujuan diberbagai usaha dan

    kesempatan dapat diartikan sebagai individu yang memilki tujuan dalam hidupnya.

    Individu tersebut memilki tujuan dan keyakinan bahwa hidupnya berarti. Dalam

    pengertian kematangan juga menekankan adanya pembahasan akan hidup, perasaan

    terarah dan adanya pemahaman akan tujuan hidup, perasaan terah dan adanya suatu

    maksud dalam hidupnya.

    f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

    Berfungsi aspek psikologi yang optimal mensyaratkan tidak hanya seorang

    terebut mencapai suatu karakteristik yang telah diciptakan sebelumnya, namun juga

    adanya keberlanjutan dan pengembangan akan potensi yang dimilki, unuk tumbuh

    dan terus berkembang sebagai yang berkualitas. Kebutuhan untuk

    mengaktualisasikan diri sendiri dan merealisasikan potensi yang dimilkinya adalah

    merupakan pusat dari sudut pandang klinis mengenai pertumbuhan pribadi.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being

    a. Usia

    Ryff dan Keyes (1995), menjelaskan bahwa terdapat perbedaan tingkat

    psychological well-being didasarkan pada perbedaaan usia, perbedaan usia ini

  • 8

    terbagi tiga fase kehidupan dewasa muda, dewasa madya dan dewasa akhir.

    Individu-individu yang berada pada masa dewasa madya dapat menunjukkan

    psychological well-being yang lebih dibandingkan mereka yang berada di masa

    dewasa awal dan dewasa akhir pada beberapa dimensi dari psychological well-

    being.

    Ryff dan Keyes (1995), menemukan bahwa dimensi penguasaan

    lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya

    usia, terutama dari dewasa muda hingga dewasa madya. Sedangkan dimensi

    tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi memperlihatkan penurunan seiring

    pertambahan usia, penurunan ini terutama terjadi pada dewasa madya hingga

    dewasa akhir. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam dimensi

    penerimaan diri selama usia dewasa muda hingga akhir.

    b. Jenis Kelamin

    Wanita cenderung lebih memiliki psychological well-being dibandingkan

    laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir yang berpengaruh terhadap strategi

    koping yang dilakukan, serta aktivitas sosial yang dilakukan, dimana wanita

    memilki kemampuan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki (Ryff,

    1989).

    c. Status Sosial Ekonomi

    Penelitian Ryff dan Keyes (1995), menjelaskan bahwa status sosial

    ekonomi yang meliputi: tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan

    keberhasialan pekerjaan memberikan pengaruh tersendiri pada psychological

    well-being, dimana individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan

    memilki pekerjaan yang baik akan menunjukkan tingka psychological well-being.

  • 9

    Ryff (1995) juga menyebutkan bahwa status ekonomi berhubungan dengan

    dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan akan lingkungan dan

    pertumbuhan pribadi.

    d. Dukungan Sosial

    Dukungan sosial termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi

    psychological well-being seseorang. Dukungan sosial atau jaringan sosial

    berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam

    pertemuan-pertemuan atau organisasi dan dengan siapa kontak sosial dilakukan

    (Ryff, 1989).

    e. Religiusitas

    Ryff (1989) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara ketaatan

    beragama (religiosity) dengan psychological well-being. Hasil penelitian ini

    mengungkapkan bahwa individu dengan religiusitas yang kuat menunjukkan

    tingkat psychological well-being yang lebih tinggi dan lebih sedikiti mengalami

    pengalaman traumatik.

    f. Kepribadian

    Ryff dan Keyes (1995), telah melakukan penelitian mengenai hubungan

    antara 5 tipe kepribadian ( the big five theory) dengan dimensi-dimensi

    psychologycal well-being. Hasilnya menunjukkan bahwa individu yang termasuk

    dalam katagori ekstraversion, conscientiousness dan low neouroticism

    mempunyai skor tinggi pada dimensi penerimaan diri, individu yang termasuk

    dalam katagori agreeableness dan ekstraversion mempunyai skor tinggi pada

    dimensi hubungan positif dengan orang lain dan individu yang termasuk katagori

    low neuriticism mempunyai skor tinggi pada dimensi autonomy.

  • 10

    Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak

    Andayani dan Koentjoro (2007) mendefinisikan keterlibatan berarti mengandung

    partisipasi aktif dan inisiatif. Seorang ayah dikatakan terlibat dalam pengasuhan jika ayah

    memiliki inisiatif untuk menjalin hubungan dengan anak dan memanfaatkan semua

    sumber daya yang ada baik fisik, kognisi, dan afeksinya. Allen dan Daly (2007)

    mengemukakan bahwa konsep keterlibatan ayah lebih dari sekedar melakukan interaksi

    yang positif dengan anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-

    anak mereka, terlihat dekat dan nyaman, hubungan ayah dan anak yang kaya, dan dapat

    memahami dan menerima anak-anak mereka. Pengasuhan dengan ciri-ciri tersebut

    melibatkan kemampuan untuk memahami kondisi dan kebutuhan anak, kemampuan

    untuk memilih respon yang paling tepat, baik secara emosional, afektif, maupun

    instrumental. Monks, Knoers dan Hadiyanto (2006) menyatakan keterlibatan ayah adalah

    seberapa baik ayah menjalankan perannya yang terkategorisasikan dalam beberapa cara

    pengasuhan meliputi penerapan disiplin dan tanggung jawab, dukungan terhadap sekolah,

    pemenuhan waktu dan berdialog bersama, memberikan pujian dan kasih sayang,

    mengembangkan potensi atau bakat dan memperhatikan masa depan, pengasuhan ayah

    dalam memberikan kasih sayang dan cara mengasuh yang mempunyai pengaruh besar

    bagaimana anak melihat dirinya dan lingkungannya. Berdasarkan paparan di atas,

    penelitian ini menggunakan definisi keterlibatan ayah dari Monks, Knoers dan Haditono

    ( 2006) karena definisi tersebut mencakup aspek-aspek keterlibatan ayah yang

    dikemukakan oleh Lamb, Pleck, Charnov, & Levine (dalam Allgood, Troy & Camille,

    2012) yang akan digunakan sebagai dasar pembuatan alat ukur yang digunakan dalam

    penelitian ini.

  • 11

    Definisi keterlibatan ayah memakai definisi dari Monks dkk (2006) menyatakan

    keterlibatan ayah adalah seberapa baik ayah menjalankan perannya yang

    terkategorisasikan dalam beberapa cara pengasuhan meliputi penerapan disiplin dan

    tanggung jawab, dukungan terhadap sekolah, pemenuhan waktu dan berdialog bersama,

    memberikan pujian dan kasih sayang, mengembangkan potensi atau bakat dan

    memperhatikan masa depan, pengasuhan ayah dalam memberikan kasih sayang dan cara

    mengasuh yang mempunyai pengaruh besar bagaimana anak melihat dirinya dan

    lingkungannya.

    Aspek-Aspek Keterlibatan Ayah

    Lamb, Pleck, Charnov, dan Levine (dalam Allgood, Troy & Camille, 2012)

    memperkenalkan dimensi keterlibatan ayah terdiri dari:

    a. Paternal engagement

    Paternal engagement yaitu keterlibatan ayah yang mencakup interaksi langsung

    dengan anak yang di dalamnya terdapat kehangatan dalam berinteraksi dengan anak.

    b. Paternal accessibility

    Paternal accessibility yaitu keberadaan ayah untuk anak dan kemudahan anak

    untuk menghubungi ayah.

    c. Paternal responsibility

    Paternal responsibility yaitu mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak dan

    memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak.

    Aspek-aspek diatas akan digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini.

  • 12

    Manfaat keterlibatan ayah dalam pengasuhan

    Definisi perilaku pengasuhan, secara lebih rinci dijelaskan oleh Lamb (1981)

    yaitu ayah dan ibu menimbulkan interaksi yang berbeda sejak kehidupan awal si anak.

    Pada masa bayi ayah berinteraksi dalam memberi stimulasi fisik dan mengajak bermain,

    sementara ibu pada permainan umum dan utamanya bertanggung jawab untuk merawat.

    Dalam situs Keluarga.com (2013), keterlibatan ayah dalam pengasuhan ternyata

    memberi dampak positif pada anak yaitu ikatan ayah dan anak akan memberikan warna

    tersendiri dalam pembentukan karakter anak. Ayah membantu anak bersifat tegar,

    kompetitif, menyukai tantangan dan senang bereksplorasi. Ikatan ayah dan anak juga

    mampu meningkatkan kemampuan adaptasi anak, anak menjadi tidak mudah stress atau

    frustasi sehingga lebih berani mencoba hal-hal disekelilingnya. Adapula pendapat dari

    Sarkadi pada tahun 2008, dari Department of Women's and Children's Health di Uppsala

    University, Swedia, yang dilansir dalam sciencedaily (2008) menyebutkan, Kajian

    terperinci yang penelitiannya berlangsung selama 20 tahun menunjukkan bahwa secara

    keseluruhan, anak-anak menuai manfaat positif jika mereka memiliki keterlibatan aktif

    dan teratur dengan seorang sosok ayah. Berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa

    anak-anak yang memiliki sosok ayah yang terlibat secara positif cenderung untuk tidak

    merokok dan terlibat masalah dengan polisi, mencapai tingkat pendidikan yang lebih baik

    dan mengembangkan persahabatan yang baik dengan anak-anak dari kedua jenis kelamin.

    Manfaat jangka panjang mencakup wanita yang memiliki hubungan yang lebih baik

    dengan pasangan mereka dan rasa kesejahteraan mental dan jasmani yang lebih besar

    pada usia 33 tahun jika mereka memiliki hubungan baik dengan ayah mereka ketika

    berusia 16 tahun.

  • 13

    Menurut Flouri (dalam Allen & Daly, 2007) keterlibatan ayah dalam kehidupan

    anak berkorelasi positif dengan kepuasan hidup anak, kebahagiaan dan rendahnya

    pengalaman depresi menurut Formoso (dalam Allen & Daly, 2007). Menurut Veneziano

    (dalam Allen & Daly, 2007) Penerimaan ayah secara signifikan mempengaruhi

    penyesuaian diri remaja, salah satu faktor yang memainkan peranan penting bagi

    pembentukan konsep diri dan harga diri (Culp, Schandle, Robinson & Culp, 2000).

    Secara keseluruhan kehangatan yang ditunjukkan oleh ayah akan berpengaruh besar

    bagi kesehatan dan kesejahteraan psikologis anak, dan meminimalkan masalah

    perilaku yang terjadi pada anak (Rohner &Veneziano,2001).

    Hubungan keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan psychological well-being

    pada masa dewasa muda

    Masa dewasa muda adalah permulaan dari tahap baru dalam kehidupan. Masa ini

    merupakan tanda bahwa telah tiba saat bagi individu untuk dapat mengambil bagian

    dalam tujuan hidup yang telah dipilih dan menemukan kedudukan dirinya dalam

    kehidupan (Turner & Helms, 1995). Dewasa muda adalah jenjang usia di mana tahap

    perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya. Peningkatan yang terjadi

    dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi yang luas, pencapaian

    karir, semangat hidup yang tinggi, perencanaan yang jauh ke depan, dan sebagainya.

    Berbagai keputusan penting yang mempengaruhi kesehatan, karir, dan hubungan antar

    pribadi diambil pada masa dewasa awal (Papalia, Olds & Feldman, 2004). Pencapaian

    karir dan kesuksesan dalam pendidikan akan tercapai secara maksimal jika individu

    memilki nilai psychological well being yang tinggi (Carnelley, Pietromonaco & Jaffe,

    1994).

  • 14

    Menurut Corsini (2002), pengertian psychological well-being adalah suatu

    keadaan subyektif yang baik, termasuk kebahagiaan, self esteem, dan kepuasan dalam

    hidup. Sedangkan menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis (psychological well-

    being) adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-

    masalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai

    kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance),

    pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya

    bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif

    dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur

    kehidupannya dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan

    kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Umumnya, well-being

    berhubungan dengan hubungan personal, interaksi sosial, dan kepuasan hidup (Hoyer &

    Roodin, 2003).

    Mirowsky dan Ross (1999) berpendapat salah satu faktor yang mempengaruhi

    psychological well being seseorang adalah asuhan dari orang tua. Ryff & Keyes (dalam

    Ryff & Keyes, 1995) menyebutkan bahwa dukungan sosial dari keluarga terlebih orang

    tua dapat meningkatkan psychological well being pada anak. Apa yang penting bagi anak-

    anak dalam jangka panjang dan apa yang mempengaruhi perilaku anak pada saat ini

    adalah kontribusi dari orang tua mereka (Finley & Schwartz, 2004). Orang tua terdiri dari

    ayah dan ibu. Sosok ibu sering dianggap berperan penting dalam pengasuhan. Namun,

    sekarang ini sosok ayah juga dinilai sangat penting dalam pengasuhan anak. Hal tersebut

    bukan saja karena munculnya gerakan feminisme tetapi karena kesadaran bahwa

    keterlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan dampak positif bagi perkembangan

    anak (Dagun, 1990).

  • 15

    Van Wel dkk (2000) melaporkan bahwa kedekatan antara ayah dan anak-anak

    mereka berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis anak, baik secara langsung

    dari waktu ke waktu. Keterlibatan ayah dengan anak memiliki hubungan yang positif

    dengan kepuasan hidup dan rendahnya tingkat depresi pada anak ( Formoso, Gonzales,

    Barrera, & Dumka, 2007). Pada dewasa muda keterlibatan ayah memiliki dampak yang

    baik pada fungsi psikologisnya (Schwartz & Finley, 2006). Allen dan Daly (2007)

    mengemukakan bahwa “keterlibatan ayah” ini lebih dari sekedar melakukan interaksi

    yang positif dengan anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-

    anak mereka, terlihat dari dekat dan nyamannya serta dapat memahami dan menerima

    anak-anak mereka. Ayah yang terlibat dalam pengasuhan pada anak-anaknya membuat

    anak memiliki problem solving yang tinggi, dapat beradaptasi dengan baik, lebih ceria,

    dan membuat anak lebih aktif dalam bermain dengan sebaya (Biller, 1993). Peneliti

    berpendapat peran ayah juga cukup penting untuk terlibat dalam pengasuhan anak.

    Namun, kesadaran ayah untuk berperan dalam pengasuhan terhadap anak-anak mereka

    sangat rendah dibandingkan dengan kesadaran akan pengasuhan pada ibu (Pleck &

    Masciadrelli, 2004).

    Hasil penelitian yang dilakukan Videon (dalam Amalia, 2005) tentang peran

    ayah dalam kehidupan remaja menunjukkan bahwa ayah yang terlibat dalam kehidupan

    remaja terutama dalam pendidikan dan pergaulannya akan meningkatkan kemampuan

    remaja dalam pendidikan dan keterampilan sosial. Keterlibatan ayah dalam kehidupan

    remaja akan mempengaruhi mereka dalam hubungannya dengan teman sebaya dan

    prestasi di sekolah, serta membantu remaja dalam mengembangkan pengendalian dan

    penyesuaian diri dalam lingkungannya. Keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses

    perkembangan remaja dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada

  • 16

    remaja akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan, dan memiliki rasa percaya diri

    sehingga proses perkembangan remaja tersebut berjalan dengan baik.

    Hipotesis

    Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif signifikan antara keterlibatan

    ayah dengan pyschological well being pada masa dewasa muda anak perempuannya.

    Makin tinggi keterlibatan ayah dalam pengasuhan, maka makin tinggi nilai psychological

    well being pada masa dewasa muda anak perempuan.

    METODOLOGI PENELITIAN

    Variable Penelitian

    Variabel X: Keterlibatan ayah

    Variabel Y : Psychological well being

    Subjek Penelitian

    Dalam penelitian ini, subyek yang dilibatkan adalah wanita yang masih

    menempuh pendidikan strata satu, yang berumur 18-21 tahun (Fulmer, 2005). Subjek

    penelitian dilakukan pada mahasiswi psikologi angkatan 2011-2014 dengan kriteria

    masih memilki orang tua kandung yang lengkap (dalam artian memilki ayah dan ibu),

    serta masih tinggal dengan orangtua sampai saat ini ( dalam artian yang tidak kost di

    Salatiga).

    Sampel Penelitian dan metode sampling

    Subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswi angkatan 2011-2014

    yang berkuliah di fakultas Psikologi UKSW, di pilihnya populasi tersebut karena populasi

  • 17

    tersebut dirasa memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian. Metode yang digunakan

    dalam menyebar kuesioner dengan menggunakan metode snowball, yaitu adalah teknik

    penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam

    penentuan sampel, pertama-tama dipilih orang-orang yang memenuhi kriteria, lalu orang-

    orang tersebut memberikan referensi mengenai orang lain yang juga memiliki kriteria

    yang sesuai dengan penelitian.

    Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat kuantitatif.

    Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu korelasi peran keterlibatan ayah dalam

    pengasuhan terhadap psychological well-being pada anak perempuan pada masa dewasa

    muda.

    Pengukuran

    Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

    kuesioner. Dalam skala ini subjek diminta untuk merespon sejumlah pertanyaan yang

    sesuai dengan keadaan dirinya. Tujuannya adalah untuk menggungkapkan hal-hal yang

    sedang diteliti. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

    menggunakan bantuan SPSS versi 16.0.

    Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala keterlibatan ayah

    dan skala psychological well being. Dalam hal ini yang diukur adalah presepsi anak

    terhadap keterlibatan ayah mereka dalam pengasuhan.

  • 18

    1. Skala keterlibatan ayah

    Aspek-aspek keterlibatan ayah disusun oleh penulis berdasarkan dimensi-

    dimensi keterlibatan ayah menurut Lamb, Pleck, Charnov, dan Levine (dalam

    Allgood, Troy & Camille, 2012) yang terdiri dari paternal engagement, paternal

    accessibility, dan paternal responsibility. Keterlibatan ayah dengan skala Likert

    yang terdiri dari empat kategori jawaban yaitu, SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS

    (Tidak Sesuai), dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Pada item Favorable, jawaban

    SS diberikan skor 4, jawaban S diberikan skor 3, jawaban TS diberikan skor 2,

    dan jawaban STS diberikan skor 1. Penyekoran pada item-item unfavorable

    merupakan kebalikan dari penyekoraan item-item favorable yaitu jawaban STS

    diberikan skor 4, jawaban TS diberikan skor 3, jawaban S diberikan skor 2,

    jawaban STS diberikan skor 1. Dalam hal ini peneliti menggunakan try out

    terpakai. Saat penelitian dilakukan peneliti mendapatkan 70 responden untuk

    mengisi angket. Setelah melakukan penelitian didapatkan realiabel sebesar 0,904,

    menurut Aswar (2000) jika realibilitas antara 0.8 < α < 0.9 dikatagorikan bagus.

    Dari 18 item yang diujikan tidak ada item yang gugur. Nilai r hitung item total

    correlation bergerak antara 0,366-0,678.

    2. Skala psychological well being

    Skala Psychological well-being berdasarkan skala yang disusun oleh Ryff

    (1989) yang terdiri kemampuan individu untuk menerima dirinya apa adanya

    (self-acceptance). Membutuhkan hubungan hangat dengan orang lain (positive

    relation with other). Memiliki kemandirian dalam menghadapi tekanan sosial

    (autonomy), mengontrol lingkungan eksternal (environmental mastery), memilki

    tujuan dalam hidupnya (purpose in life), serta mampu merealisasikan potensi

  • 19

    dirinya secara continue ( personal growth). Skala psychological well being

    memilki 42 dan dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat

    kategori jawaban yaitu, SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan

    STS (Sangat Tidak Sesuai). Pada item Favorable, jawaban SS diberikan skor 4,

    jawaban S diberikan skor 3, jawaban TS diberikan skor 2, dan jawaban STS

    diberikan skor 1. Penyekoran pada item-item unfavorable merupakan kebalikan

    dari penyekoraan item-item favorable yaitu jawaban STS diberikan skor 4,

    jawaban TS diberikan skor 3, jawaban S diberikan skor 2, jawaban STS diberikan

    skor 1. Dalam hal ini peneliti memakai try out terpakai. Saat penelitian dilakukan

    peneliti mendapatkan 70 responden untuk mengisi angket. Setelah melakukan

    penelitian didapatkan realiabel sebesar 0, 856 menurut Aswar (2000) jika

    realibilitas antara 0.8 < α < 0.9 dikatagorikan bagus. Dari 42 item yang diujikan

    terdapat 10 item yang gugur dan 32 item yang valid. Nilai r hitung item total

    correlation bergerak antara 0,215-0,591.

    HASIL

    Analisis Deskriptif

    Analisa deskriptif dilakukan untuk melihat hasil penelitian berdasarkan rata-rata

    (mean), standart deviasi, nilai maksimal dan minimal. Dari hasil penelitian yang telah

    dilakukan, maka didapat rata-rata dari masing-masing variabel, sebagai berikut:

    a. Keterlibatan ayah

    Berdasarkan angket Keterlibatan ayah ada 18 item valid. Berdasarkan hasil

    analisa dari angket keterlibatan ayah didapat skor tertinggi adalah 71 dan skor terendah

    adalah 26.

  • 20

    Tabel 4.1

    Interval keterlibatan ayah

    No Interval Katagori Mean F Presentase

    1. 18 ≤ x < 27 Sangat rendah 1 1,4 %

    2. 27 ≤ x < 36 Rendah 4 5,7 %

    3. 36 ≤ x < 54 Sedang 50,79 44 62.9 %

    4. 54 ≤ x < 63 Tinggi 16 22,9 %

    5. 63 ≤ x ≤ 72 Sangat Tinggi 5 7,1 %

    Jumlah 70 100%

    SD = 8,363 Min = 26 Max = 71

    x: skor keterlibatan ayah

    Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebanyak 5 mahasiswa beranggapan bahwa

    mereka tumbuh dan berkembang tidak merasakan secara langsung keterlibatan ayah

    dalam pengasuhan. Lalu ada 44 mahasiswi yang merasa bahwa ayah mereka cukup

    berperan dalam pengasuhan. Sedangkan sebanyak 21 mahasiswa menganggap mereka

    merasakan keterlibatan ayah dalam pengasuhan selama ini. Keterlibatan ayah pada

    mahasiswi fakultas psikologi UKSW memiiki rata-rata 50,79 dan tergolong Sedang.

    Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.

    b. Pshycology well-being

    Angket Pshycological well-being terdapat 32 item yang valid. Berdasarkan hasil

    analisa dari angket Pshcological well-being didapat skor tertinggi adalah 122 dan skor

    terendah adalah 78

  • 21

    Tabel 4.2

    Interval pshcological well-being

    No Interval Katagori Mean F Presentase

    1. 32 ≤ x < 51,2 Sangat rendah 0 0%

    2. 51,2 ≤ x < 70,4 Rendah 0 0%

    3. 70,4 ≤ x < 89,6 Sedang 5 7,1%

    4. 89,6 ≤ x <

    108,8

    Tinggi 98,43 55 78,6%

    5. 108,8 ≤ x ≤

    128

    Sangat Tinggi 10 14,3

    Jumlah 70 100%

    SD = 7,857 Min = 78 Max = 122

    x:skor psychological well-being

    Dari tabel di atas, diketahui bahwa 5 mahasiswa beranggapan nilai pshycological

    well-being yang dimilkinya dalam katagori sedang. Sedangkan sebanyak 65 mahasiswa

    menganggap mereka memiliki pshychological well-being dengan baik. Dalam tabel di

    atas nilai pshycological well-being memilki rata-rata sebesar 98,43 dan termasuk kedalam

    katagori tinggi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.

  • 22

    Uji Asumsi

    1. Uji Normalitas

    Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-Kolmogrov

    Smirnov. Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai Kolmogrov Smirnov Z

    untuk variabel keterlibatan ayah sebesar 0,810 (dengan p>0,05) dan

    pshychologica well being sebesar 1,369 (dengan p>0,05). Karena signifikansi

    untuk kedua variabel lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

    distribusi data pada kedua variabel tersebut dinyatakan normal. Hasil uji

    normalitas dan grafik uji normalitas dapat dilihat pada lampiran (Ghozali, 2006).

    2. Uji Linearitas

    Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Uji linearitas

    dilakukan dengan melihat nilai F 1,4 (dengan p>0,05). Nilai sig 0,162 (p > 0,05),

    hal ini berarti uji linearitas terpenuhi. Syarat data linear adalah p > 0,05 (Ghozali,

    2006).

    Uji Korelasi

    Dari hasi uji normalitas dan uji linearitas data, didapat hasil data berdistribusi

    normal dan data linear. Diperoleh koofisien korelasi antara keterlibatan ayah dengan

    pshycological well-being sebesar 0,221 dengan sig. 0,033 (p < 0,05) yang berarti ada

    hubungan positif antara keterlibatan ayah dengan psychological well-being pada anak

    perempuan di masa dewasa awal. Pengaruh keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap

    pshycological well-being hanya 4,88% dan sisa nya dipengaruhi oleh faktor lain selain

    keterlibatan ayah.

  • 23

    PEMBAHASAN

    Dari hasil penelitian korelasi Pearson sebesar 0,221 (p < 0,05). Hal ini

    menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah

    dalam pengasuhan dengan pshcyological well-being pada mahasiswi Fakultas psikologi

    UKSW. Adapun temuan ini dimungkinkan terjadi, karena pada masa dewasa awal dimana

    pertumbuhan pada masa puncaknya. Berbagai keputusan yang penting yang

    mempengaruhi karir, dan hubungan antar pribadi diambil pada masa dewasa awal.

    Pencapaian karir dan kesuksesan dalam pendidikan akan tercapai secara maksimal jika

    memiliki nilai psychological well-being yang tinggi (Carver, Segerstrom, 2010). Salah

    satu faktornya adalah dengan adanya dukungan sosial terutama dukungan keluarga,

    karena dari kecil sampai masa dewasa awal keluarga lah yang sering berinteraksi dengan

    individu, maka keterlibatan dan dukungan dari keluarga akan sangat mempengaruhi

    individu terutama dalam kesehatan psikologisnya atau psychological well-being.

    Pada hakikatnya, dukungan sosial terutama dari orang tua cukup berpengaruh

    pada perilaku anak pada masa depannya, salah satu nya dalah kedekatan antara ayah

    dengan anak-anak mereka berhubungan positif dengan psychological well-being anak

    (Van wel dkk, 2000). Menurut Videon ( dalam Amalia, 2005) keterlibatan ayah dalam

    pengasuhan akan memengaruhi anak-anak mereka dalam hubungan dengan teman sebaya

    dan prestasi dalam pendidikannya, dapat membantu pada masa dewasa awal dalam

    mengembangkan pengendalian dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Keterlibatan

    ayah cukup memengaruhi dalam proses berkembang anak dimana ayah yang memberikan

    perhatian dan dukungan pada anak akan memberikan perasaan diterima, dapat

    berhubungan dengan baik pada teman sebaya, memilki kemandirian, dapat menyesuaikan

  • 24

    diri dengan lingkungannya, serta dapat mengetahui apa yang akan ia lakukan untuk masa

    depannya, sehingga dapat memiliki psychological well-being yang baik.

    Penelitian ini mendukung penlitian yang di lakukan oleh Allgood dkk (2012)

    tentang hubungan postif antara keterlibatan ayah dengan psychological well-being pada

    anak perempuan. Sumbangan efektif keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap

    psychological well-being adalah sebesar 4,88% cukup kecil dan sisanya dipengaruhi oleh

    faktor-faktor yang lainnya. Sejumlah studi menemukan bahwa peran ayah tidak dapat

    dibebaskan dari peran parental ibu (Benetti & Roopnarine, 2006). King dan Heard

    (1999) menemukan bahwa hubungan ayah-anak dan problem perilaku hanya dapat

    diprediksi melalui tingkat kepuasan ibu terhadap kepedulian ayah pada anak. Temuan ini

    mengindikasikan bahwa walaupun perkembangan zaman telah mengakibatkan

    pergeseran peran ekspresif ibu dan instrumental ayah, tetapi pola parental yang

    dipatronkan secara historis tersebut masih cukup kental. Praktek pengasuhan sekarang ini

    sudah lebih banyak melibatkan ayah, tetapi tidak berarti peran ibu berkurang secara

    dramatis.

    Disebutkan diatas bahwa variabel pscyhological well being pada mahasiswi

    fakultas psikologi UKSW memilki rata-rata 98,43 dan termasuk kedalam katagori tinggi.

    Mungkin disebabkan karena subjek yang diambil oleh peneliti pada masa dewasa muda,

    pada masa dewasa muda dimensi pengusaan lingkungan dan dimensi kemandirian

    memiliki skor tinggi (Ryff & Keyes, 1995). Sampel yang diambil oleh peneliti berjenis

    kelamin perempuan dan sedang menempuh pendidikan strata satu. Ryff (1989)

    menyebutkan bahwa wanita cenderung memilki psychological well-being yang lebih

    tinggi daripada laki-laki, karena wanita lebih mampu mengekspresikan emosi dengan

    bercerita kepada orang lain dan wanita juga memilki kemampuan interpersonal yang lebih

  • 25

    baik daripada laki-laki. Selain itu tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingginya

    nilai psychologial well being. Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan

    memiliki pekerjaan yang lebih baik akan menunjukkan tingkat psychological well-being

    yang tinggi pula (Ryff, 1989). Diatas juga menyebutkan bahwa keterlibatan ayah pada

    mahasiswi fakultas Psikologi UKSW memiliki rata-rata 50,79 dan termasuk kedalam

    katagori tinggi. Mungkin itu disebabkan karena ayah masa kini lebih sadar dan mau untuk

    berbagi peran dengan istri terutama dalam pengasuhan anak. Seperti yang dikutip dari

    intisari online (2014) para ayah masa kini semakin menyadari pentingnya berbagi peran

    dengan istri, bukan hanya dalam pengasuhan, melainkan juga tugas-tugas rumah tangga.

    Mereka tak sungkan menggendong anak, mengganti popok, membacakan dongeng,

    sampai mengambil rapor anak di sekolah.

  • 26

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

    1. Ada hubungan positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan

    dengan pshcyological well-being pada masa dewasa awal pada mahasiswi fakultas

    Psikologi UKSW.

    2. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan pada mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW

    memiliki nilai rata-rata sebesar 50,79 sehingga dapat dikatakan bahwa

    keterlibatan ayah dalam pengasuhan pada mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW

    termasuk dalam kategori tinggi.

    3. Variabel pshcyological well-being pada mahasiswi Fakutas Psikologi UKSW

    memilki rata-rata sebesar 98,43 yang menunjukan bahwa nilai pshcyological well-

    being pada mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW dalam katagori tinggi.

    4. Sumbangan efektif keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap pshcyological

    well-being sebesar 4,88%, sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

    SARAN

    Dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran bagi beberapa

    pihak sebagai berikut :

    1. Bagi Ayah

    a. Tidak ibu saja yang lebih mengurus anak tapi sebaiknya ayah juga ikut terlibat

    dengan pengasuhan.

    b. Sebaiknya Ayah ikut memantau setiap kegiatan yang anak lakukan dan lebih

    sering berinteraksi dengan anak sehingga hubungan ayah dan anak dapat

    terjalin dengan lebih baik.

  • 27

    c. Mengingat sumbangan efektif hanya kecil dari keterlibatan ayah dalam

    pengasuhan dengan psychological well-being, sebaiknya hal-hal lain perlu

    diperhatikan, mungkin keterlibatan keluarga yang lain ( ibu dan saudara)

    dapat meningkatkan psychological well-being pada seorang individu.

    2. Bagi Anak perempuan

    a. Tidak hanya berinteraksi dengan ibu tapi juga harus lebih mendekatkan diri

    pada ayah.

    b. Mau untuk lebih sering berinteraksi dengan ayah, mungkin dalam berbagi

    pendapat dengan ayah.

    3. Bagi Peneliti Selanjutnya

    Bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan

    meneliti faktor-faktor lain yang memiliki hubungan yang erat dengan

    Pshcyological well-being pada dewasa awal selain dengan keterlibatan ayah

    dalam pengasuhan. Faktor-faktor tersebut seperti: Usia, jenis kelamin, status

    ekonomi, dukungan sosial, religiusitas dan faktor kepribadian.

  • 28

    DAFTAR PUSTAKA

    Amalia, U. (2011). Hubungan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan resiliensi

    dengan kemampuan memecahkan masalah remaja pada keluarga dengan ibu bekerja

    sebagai TKW di luar negeri. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi

    Universitas Gadjah Mada.

    Andayani, B. & Koentjoro. (2007). Psikologi keluarga : peran ayah menuju coparenting.

    Sidoarjo: Laros.

    Allen, S & Daly, K. (2007). The Effect of Father Involment; and Updated Reasearch

    Summary of the Evidence. Canada : University of Guelph.

    Allgood, S.M., Troy B. E. B. & Camille, P. (2012). The role father involment in the

    perceived psychological well being of young adult daughter. North American

    Journal of Psychology., Vol. 14 Issue 1, p95-110.

    Azwar. (2000). Reliabilitas dan Validitas (edisi ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Benetti, S. P. C. & Roopnarine, J.L. (2006). Paternal Involvement with School-aged

    Children in Brazilian Families: Association with Childhood Competence. Sex

    Roles, 55, 669-678.

    Biller, H.B. (1993). Fathers and families: Paternal factors in child development.Westport,

    CT: Auborn House.

    Bouchard, L., Catherine M., Asgary. & Pelletier, L. (2007) Fathering: A Journal of

    Theory, Research, & Practice about Men as Fathers. Winter, Vol. 5 Issue 1, p25-

    41.

    Bronte-Tinkew, J., Horowitz, A., & Scott, M. E. (2009). Fathering with multiple partners:

    Links to children‟s well-being in early childhood. Journal of Marriage and

    Family, Volume 71. 608–631.

    Carnelley, K. B., Pietromonaco, P. R., & Jaffe, K. (1994) Depression, working models

    of others, and relationship functioning. Journal of Personality and Social

    Psychology, 66, 127-140, 1994.

    Corsini, R. (2002). The dictionary of psychology. New York: Brunner-Routledge.

    Culp, R. E., Schadle, S., Robinson, L., & Culp, A. M. (2000). Relationships among

    paternal involvement and young children’s perceived self-competence and

    behavioral problems. Journal of Child and Family Studies, 9(1), 27-38.

    Dagun, S. M. (1990). Psikologi keluarga. Jakarta : PT. Rineka cipta.

    Doherty. W. J., Kouneski, E, F & Erikson, M. F. (1998). Responsible Fathering : An

    Overview and Conseptual Framework. Journal of Marriage and Te Family, 277-

    292.

  • 29

    Finley, G. E., & Schwartz, S. J. (2004). The father involvement and nurturant

    fathering scales: Retrospective measures for adolescent and adult children.

    Educational and Psychological Measurement,64(1), 143-164.

    Formoso, D., Gonzales, N.A., Barrera, M. & Dumka, L.E. (2007). Interparental

    relations, maternal employment, and fathering in Mexican American families.

    Journal of Marriage and Family, 69,26-39.

    Fulmer, R. (2005). Becoming an adult: Leaving home and staying connected. In E. A.

    Carter & M. McGoldrick (Eds.), The expanded family life cycle: Individual,

    family, and social perspectives (pp. 215-230). Boston: Allyn & Bacon.

    Ghozali. I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. (edisi ke 4).

    Semarang: Badan Penerbit Unversitas Diponegoro

    Hemovich, M., Vanessa, C. & William, D. (2009). Substance Use & Misuse. Vol. 44

    Issue 14, p2099-2113. 15p. 5 Charts. DOI: 10.3109/10826080902858375.

    Hoyer, W. J. & Roodin, P. A. (2003). Adult, development and aging (5thed.). Boston:

    McGraw-Hill.

    http://intisari-online.com/read/ayah-masa-kini-semakin-sadar-pentingnya-berbagi-peran-dengan-istri

    http://keluarga.com/pengasuhan/anak-perempuan-membutuhkan-ayahnya.

    http://www.sciencedaily.com/releases/2008/02/080212095450.htm

    King, V . & Heard, H.E. (1999). Nonresident Father Visitation, Parental Conflict, and

    Mother ’ s Satisfaction : What’s Best for Child Well Being?. Journal of Marriage

    and the Family, 61, 385-396.

    King, V . & Sobolewski, J.M. (2006). Nonresident Father’ s Contribution to Adolescent

    WellBeing. Journal of Marriage and Family ,68, 537-557.

    Lamb, M. E. (1981). The role of the father in child development(2nd ed.). New York:

    John Wiley & Sons.

    Liu, Y. L. (2008). An examination of three models of the relationships between parental

    attachments and adolescents’ social functioning and depressive symptoms.

    Journal of Youth and Adolescence, 37(4), 941-952. Available (online): http://link.springer.com/article/10.1007/s10964-006-9147-1#page-2

    Mirowsky, M & Ross, L. (1999). Well‐Being Across the Life Course. Dalam A Handbook for the Study of Mental Health : Social Context, Theories, and

    System. (Editor: Horwitz and Scheid). Cambridge: Cambridge University Press.

    Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2006). Psikologi perkembangan

    :pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

    http://intisari-online.com/read/ayah-masa-kini-semakin-sadar-pentingnya-berbagi-peran-dengan-istrihttp://intisari-online.com/read/ayah-masa-kini-semakin-sadar-pentingnya-berbagi-peran-dengan-istrihttp://keluarga.com/pengasuhan/anak-perempuan-membutuhkan-ayahnyahttp://www.sciencedaily.com/releases/2008/02/080212095450.htmhttp://link.springer.com/article/10.1007/s10964-006-9147-1#page-2

  • 30

    Morgan, J. V., Wilcoxon, S. A., & Satcher, J. F. (2003). The father-daughter

    relationship inventory: A validation study. Family Therapy, 30(2), 77-93.

    Osborne, C., & McLanahan, S. (2007). Partnership instability and child well-being.

    Journal of Marriage and Family, Volumne 69, (2007): 1065-1083.

    Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development, (9thed.),

    McGraw-Hill, Boston.

    Pleck, J.H., & Hofferth, S.L. (2008). Mother involvement as an influence of father

    involvement with early adolescents. Fathering: A Journal of Theory, Research,

    & Practice about Men as Fathers, 6(3), 267-286. Available (online): http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138554/

    Pleck, J. H., & Masciadrelli, B. P. (2004). Paternal involvement by U.S. residential

    fathers: Levels, sources, and consequences. In M. E. Lamb (Ed.), The role of the

    father in child development(4th ed., pp. 222-271). Hoboken, NJ: John Wiley.

    Rohner, R. P., & Veneziano, R. A. (2001). The importance of father love: History and

    contemporary evidence. Review of General Psychology, 5, 382-405.

    Ryff, C. D. (1989): Happiness is everything, oris it? Explorations on the meaning of

    psychological wellbeing. Journal of Personality and Social Psychology, 57:1069-

    1081.

    Ryff, C. D., & Keyes, C. L. (1995): The structure of psychological wellbeing revisited.

    Journal of Personality and Social Psychology, 69(4): 719-727.

    Schwartz, S. J., & Finley, G. E. (2006). Father involvement, nurturant fathering, and

    young adult psychosocial functioning: Differences among adoptive, adoptive

    stepfather, and nonadoptive stepfamilies. Journal of Family Issues, 27, 712-731

    Secunda, V. (1992). Women and their fathers: The sexual and romantic impact of the

    first man in your life. New York: Bantam Doubleday Dell Publishing Group

    Inc.

    Turner, J. S. & Helms, D. B. (1995):“Lifespan development”,(5thed.), Fort Worth,

    Harcourt Brace College Publishers, TX.

    Van Wel, F., Linssen, H., & Abma, R. (2000). The parental bond and the wellbeing of

    adolescents and young adulssts. Journal of Youth and Adolescence, 29(3), 307-

    318.

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138554/