hubungan antara kelengkapan informasi ...klasifikasi dalam icd-10, kode dianggap tepat dan akurat...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN INFORMASI MEDIS DENGAN
KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA
DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
ENI NUR RAHMAWATI
J410141033
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
i
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN INFORMASI MEDIS DENGAN
KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA
DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
ENI NUR RAHMAWATI
J410141033
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Sri Sugiarsi, SKM., M.Kes
i
ii
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN INFORMASI MEDIS DENGAN
KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA
DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI
OLEH :
ENI NUR RAHMAWATI
J410141033
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Kamis, 03 November 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Sri Sugiarsi, SKM., M.Kes ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Yuli Kusumawati, SKM., M.Kes (Epid) ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Sri Darnoto, SKM., MPH ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr. Suwaji, M.Kes
NIK. 195311231983031002
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka akan
saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 03 November 2016
Penulis
Eni Nur Rahmawati
J410141033
1
HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN INFORMASI MEDIS DENGAN
KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA
DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI
Abstrak
Kelengkapan pengisian informasi medis hasil pemeriksaan diagnosis tuberkulosis
sangat penting dan berpengaruh terhadap keakuratan kode. Keakuratan kode
diagnosis tuberkulosis mengacu pada penulisan kode diagnosis yang sesuai dengan
klasifikasi dalam ICD-10, kode dianggap tepat dan akurat bila sesuai kondisi pasien
dengan segala tindakan yang terjadi, dan lengkap sesuai aturan klasifikasi yang
digunakan. Kode yang tidak akurat berdampak pada biaya pelayanan kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara kelengkapan informasi
medis dengan keakuratan kode diagnosis tuberkulosis pada dokumen rekam medis
pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2015. Jenis dan rancangan
penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan pendekatan Cross
Sectional. Populasi penelitian ini adalah dokumen rekam medis rawat inap sebanyak
724. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling
sebanyak 73 dokumen rekam medis. Uji statistik menggunakan Fisher Exact dengan
menggunakan SPSS. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara
kelengkapan informasi medis dengan keakuratan kode diagnosis tuberkulosis pada
dokumen rekam medis rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2015 (p=0,159).
Kata kunci : Kelengkapan Informasi Medis, Keakuratan Kode Diagnosis,
Tuberkulosis, ICD-10
Abstract
The Completeness of medical information as the results of tuberculosis diagnosis is
very important and it affects to the accuracy of the code. The accuracy of the
tuberculosis diagnosis code is relied on a code-writing diagnosis that must be
appropriate to the classification in the ICD-10. The code is considered precise and
accurate when the code is appropriate to the patient's condition with all the
procedures and the medical information must be complete based on classification
rule used. The inaccurate code impacts on health care costs. The purpose of this
study is to determine the relationship between the completeness of medical
information with the accuracy diagnosis code of tuberculosis on inpatients medical
records documents at Dr. Moewardi hospital in 2015. The type and design of this
study uses observational analytic with cross sectional approach. The population of
the study is 724 inpatients medical records documents. The sampling technique uses
simple random sampling technique and it needs 73 medical records documents. The
statistical test uses Fisher Exact by using SPSS. The results shows that there is no
relationship between the completeness of medical information with the accuracy
diagnosis code of tuberculosis on inpatients medical records documents at Dr.
Moewardi hospital in 2015 (p= 0.159).
Keywords : Medical Information Completeness, Accuracy Diagnosis Code,
Tuberculosis, ICD-10
2
1. PENDAHULUAN
Rekam Medis menurut Permenkes RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan
tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan
kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan. Dokumen berisi catatan
dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang,
catatan observasi, pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi,
gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik.
Dokumen rekam medis dimanfaatkan untuk mencatat semua pelayanan rumah
sakit yang diberikan kepada pasien di unit rekam medis dan unit lainnya. Pelayanan di unit
rekam medis dapat dijalankan dengan sumber daya manusia yang memenuhi kompetensi
perekam medis. Terkait dengan kompetensi petugas rekam medis dan Informasi Kesehatan
telah dipublikasikan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
377/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan.
Kompetensi dari seorang petugas rekam medis antara lain klasifikasi kodifikasi penyakit,
dan menjaga mutu rekam medis. Tugas dan tanggung jawab petugas rekam medis dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang petunjuk
teknis sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs), adalah mendapatkan kode yang
akurat dan benar sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara dokter dan koder.
Kelengkapan rekam medis yang ditulis oleh dokter akan sangat membantu koder dalam
memberikan kode diagnosis dan tindakan atau prosedur yang tepat. Tugas dan tanggung
jawab dokter adalah menegakkan dan menuliskan diagnosis primer dan diagnosis sekunder
sesuai dengan ICD-10, dan menulis seluruh tindakan atau prosedur sesuai ICD-9-CM yang
telah dilaksanakan serta membuat resume medis pasien secara lengkap dan jelas selama
pasien dirawat di rumah sakit. Tugas dan tanggung jawab koder adalah melakukan
kodifikasi diagnosis sesuai dengan ICD-10 dan tindakan atau prosedur sesuai dengan ICD-
9-CM yang ditulis oleh dokter dan bersumber dari rekam medis pasien. Apabila dalam
melakukan pengkodean diagnosis dan tindakan atau prosedur koder menemukan kesulitan
ataupun ketidaksesuaian dengan aturan umum pengkodean, maka koder harus melakukan
klarifikasi dengan dokter.
Hal penting yang harus diperhatikan oleh tenaga perekam medis dalam menjaga
mutu dokumen rekam medis adalah kelengkapan informasi medis yang berhubungan
3
dengan riwayat penyakit pasien yang dimulai dari awal perawatan sampai pulang dari
rumah sakit, berisi tentang pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Selain
itu tenaga rekam medis harus melaksanakan klasifikasi dan kodefikasi penyakit untuk
menciptakan keakuratan dalam pemberian kode diagnosis. Kualitas ketepatan data
diagnosis sangat kursial di bidang manajemen data klinis, penagihan kembali biaya
tersebut hal-hal lain yang berkaitan dengan asuhan dan pelayanan kesehatan (Hatta, 2013).
Penelitian Utami (2015), menyatakan bahwa pengetahuan petugas coder diagnosis
mempunyai hubungan yang signifikan dengan keakuratan kode diagnosis dengan (nilai p =
0,030). Hasil penelitian menunjukkan penyebab ketidakakuratan kode diagnosis adalah
petugas koding (coder) yang tidak bertanggungjawab dalam pemberian kode diagnosis.
Faktor yang menyebabkan coder salah dalam pemberian kode diagnosis adalah kurangnya
pengetahuan coder tentang tata cara penggunaan ICD-10 dan ketentuan-ketentuan yang
ada di dalamnya serta pengetahuan penunjang lainnya yang berkaitan dengan koding untuk
mendukung ketepatan dalam pemberian kode diagnosis. Menurut penelitian Pujihastuti dan
Sudra (2014), menyatakan bahwa ada hubungan antara kelengkapan informasi dengan
keakuratan kode, dengan hasil uji chi square dengan (nilai p = 0,000). Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa terdapat faktor penyebab ketidaklengkapan pengisian
informasi dokumen rekam medis diantaranya adalah waktu dokter yang sempit atau
kurang, pasien yang banyak, pasien Atas Permintaan Sendiri (APS). Petugas belum
sepenuhnya menyadari akan pentingnya kelengkapan pengisian berkas rekam medis yang
isinya mengandung informasi yang penting, karena hal ini berpengaruh terhadap mutu dan
hal-hal yang terkait di dalamnya. Menurut penelitian Wariyanti (2014), menyatakan
bahwa terdapat hubungan kelengkapan informasi medis dengan keakuratan kode diagnosis
dengan (nilai p = 0,012). Kelengkapan informasi medis dan keakuratan dokumen rekam
medis sangatlah penting dan berhubungan, jika informasi medis dalam suatu dokumen
rekam medis tidak lengkap, maka kode diagnosis yang dihasilkan menjadi tidak akurat.
Menurut penelitian Maryati (2014), menyatakan bahwa kelengkapan pengisian lembar
ringkasan keluar (resume dokter) dipengaruhi oleh karakteristik pengetahuan dokter
tentang rekam medis (nilai p = 0,008), masa kerja dokter (nilai p = 0,018) dan pendidikan
dokter (nilai p = 0,047). Menurut penelitian Dewi (2012), menyatakan bahwa kelengkapan
pengisian resume medis tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan keakuratan
kode diagnosis dengan (nilai p = 0,793), menunjukkan bahwa pengisian resume medis
4
yang lengkap mempunyai peluang untuk mendapatkan kode diagnosis yang lebih akurat
0,869 kali jika dibandingkan dengan pengisian resume medis yang tidak lengkap.
Tuberkulosis sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Menurut RPJMN 2015-2019, Indonesia tetap memakai prevalensi TB, yaitu 272
per 100.000 penduduk secara absolut (680.000 penderita) dan hasil survei prevalensi TB
2013-2014 yang bertujuan untuk menghitung prevalensi TB paru dengan konfirmasi
bakteriologis pada populasi yang berusia 15 tahun ke atas di Indonesia menghasilkan : 1)
Prevalensi TB paru smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas adalah 257
(dengan tingkat kepercayaan 95% 210-303), 2) Prevalensi TB paru dengan konfirmasi
bakteriologis per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas adalah 759 (dengan interval
tingkat kepercayaan 95% 590-961), 3) Prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis
pada semua umur per 100.000 penduduk adalah 601 (dengan interval tingkat kepercayaan
95% 466-758); dan 4) Prevalensi TB semua bentuk untuk semua umur per 100.000
penduduk adalah 660 (dengan interval tingkat kepercayaan 95% 523-813), diperkirakan
terdapat 1.600.000 (dengan interval tingkat kepercayaan 1.300.000-2.000.000) orang
dengan TB di Indonesia.
Berdasarkan survei pendahuluan 10 dokumen rekam medis dengan diagnosis
tuberkulosis rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, terdapat angka
ketidaklengkapan informasi medis yaitu 70 % pada bagian pemeriksaan sputum.
Sedangkan keakuratan kode diagnosis tuberkulosis yaitu 70 %.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Hubungan
Antara Kelengkapan Informasi Medis dengan Keakuratan Kode Diagnosis Tuberkulosis
pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi”.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan
Cross Sectional. Tempat penelitian ini di Unit Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi pada
bulan Juli-September 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah dokumen rekam medis
pasien rawat inap dengan diagnosis Tuberkulosis pada bulan Januari-Desember tahun 2015
sebanyak 724 dokumen rekam medis, sampelnya berjumlah 73 dokumen rekam medis.
Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Jenis
data yang diguanakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Unit rekam medis.
5
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kelengkapan Item Informasi Medis
Tabel 1. Kelengkapan Item Informasi Medis
No Kategori Pemeriksaan sputum Radiologi Kultur bakteri
1. Lengkap 43 44 35
2. Tidak Lengkap 0 1 1
3. Tidak Dibutuhkan 30 28 37
Total 73 73 73
Tabel 1 menggambarkan bahwa tingkat kelengkapan formulir dokumen rekam
medis yang tertinggi dengan kategori lengkap adalah formulir radiologi sebanyak 44
formulir, formulir dokumen rekam medis yang tertinggi dengan kategori tidak lengkap
adalah formulir radiologi dan kultur bakteri sebanyak 1 formulir dan formulir
dokumen rekam medis yang tertinggi dengan kategori tidak dibutuhkan adalah
formulir radiologi sebanyak 28 formulir.
3.1.2 Kelengkapan Informasi Medis
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kelengkapan Informasi Medis
No. Kategori Jumlah DRM Persentase (%)
1. Lengkap 71 97,26
2. Tidak Lengkap 2 2,74
Total 73 100
Tabel 2 menggambarkan bahwa tingkat kelengkapan dokumen rekam medis
dengan kategori lengkap berjumlah 71 (97,26%) dan dokumen rekam medis dengan
kategori tidak lengkap berjumlah 2 (2,74%).
3.1.3 Keakuratan Kode Diagnosis Tuberkulosis
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Keakuratan Kode Diagnosis Tuberkulosis
No. Kategori Jumlah DRM Persentase (%)
1. Akurat 67 91,78
2. Tidak Akurat 6 8,22
Total 73 100
Tabel 3 menggambarkan bahwa tingkat keakuratan kode diagnosis pada
dokumen rekam medis dengan kategori akurat berjumlah 67 (91,78%) dan dokumen
rekam medis dengan kategori tidak akurat berjumlah 6 (8,22%).
6
3.1.4 Hubungan Antara Kelengkapan Informasi Medis dengan Keakuratan Kode
Diagnosis Tuberkulosis pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap
Tabel 4. Hubungan Antara Kelengkapan Informasi Medis dengan
Keakuratan Kode Diagnosis Tuberkulosis pada Dokumen
Rekam Medis Rawat Inap
Kelengkapan
Informasi Medis
Keakuratan Kode Diagnosis Total
Nilai p Akurat Tidak Akurat
F % F % F %
Lengkap 66 93,0 5 7,0 71 100
0.159 Tidak Lengkap 1 50,0 1 50,0 2 100
Total 67 91,8 6 8,2 73 100
Tabel 4 Mengambarkan bahwa dokumen rekam medis yang informasi
medisnya lengkap dan sebagian besar pemberian kode diagnosis tuberkulosisnya
akurat berjumlah 66 (93,0%), dokumen rekam medis yang informasi medisnya
lengkap tetapi pemberian kodenya tidak akurat sejumlah 5 (7,0%), dokumen rekam
medis yang informasi medisnya tidak lengkap dan pemberian kode diagnosisnya
akurat berjumlah 1 (50,0%) dan dokumen rekam medis yang informasi medisnya tidak
lengkap dan pemberian kode diagnosisnya tidak akurat sejumlah 1 (50,0%).
Hasil uji statistik hubungan antara kelengkapan informasi medis dengan
keakuratan kode diagnosis tuberkulosis dengan menggunakan uji statistik Fisher Exact
diperoleh nilai p sebesar 0,159 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
kelengkapan informasi medis dengan keakuratan kode diagnosis tuberkulosis pada
dokumen rekam medis rawat inap di RSUD Dr. Moewardi.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Kelengkapan Informasi Medis
Kelengkapan informasi medis menurut hasil penelitian menggambarkan dari 73
dokumen rekam medis yang diteliti terdapat sejumlah 71 (97,26%) dokumen rekam
medis yang lengkap dan 2 (2,74%) dokumen rekam medis yang tidak lengkap.
Ketidaklengkapan informasi medis yaitu pada formulir pemeriksaan radiologi dan
kultur bakteri. Ketidaklengkapan formulir radiologi yaitu tidak adanya spesifikasi
tempat tulang dan sendi, sedangkan formulir kultur bakteri tidak terdapat hasil yang
menunjukkan BTA yang menyatakan negative atau positif. Hal ini akan berdampak
pada mutu dokumen rekam medis dan dapat mempengaruhi dalam menentukan
keakuratan kode.
7
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wariyanti (2014), kelengkapan penulisan
informasi medis pada setiap formulir rekam medis memiliki peranan yang penting
dalam menentukan kode yang akurat melalui diagnosis yang ditetapkan oleh dokter.
Kelengkapan informasi medis dan keakuratan dokumen rekam medis sangatlah
penting dan berhubungan, jika informasi medis dalam suatu dokumen rekam medis
tidak lengkap, maka kode diagnosis yang dihasilkan menjadi tidak akurat. Diperkuat
dengan pernyataan Hatta (2013) Hal penting yang harus diperhatikan oleh tenaga
perekam medis dalam menjaga mutu dokumen rekam medis adalah kelengkapan
informasi medis yang berhubungan dengan riwayat penyakit pasien yang dimulai dari
awal perawatan sampai pulang dari rumah sakit, berisi tentang pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
3.2.2 Keakuratan Kode Tuberkulosis
Keakuratan kode diagnosis adalah pemberian kode yang tepat berdasarkan
ketentuan ICD 10. Kode penyakit dapat diklasifikasikan menjadi kode yang akurat dan
tidak akurat. Kode akurat adalah penetapan kode penyakit yang tepat, lengkap dan
sesuai dengan ICD 10, sedangkan kode tidak akurat adalah penetapan kode penyakit
yang tidak lengkap dan tidak sesuai dengan ICD 10. Untuk mendapatkan kode yang
akurat harus melihat informasi medis dan memperhatikan petunjuk dalam ICD 10.
Berdasarkan penelitian di RSUD Dr. Moewardi, terdapat 67 (91,78%)
diagnosis yang akurat, sedangkan yang tidak akurat terdapat 6 (8,22%). Penyebab
ketidakakuratan kode adalah kesalahan dalam menentukan kode dan ketidaklengkapan
informasi medis yang tidak ditulis oleh dokter yang bertanggung jawab dan tenaga
kesehatan. Enam diagnosis yang tidak akurat tersebut 3 diagnosis disebabkan karena
kesalahan mengkode yang dilakukan oleh coder dan 3 diagnosis yang tidak akurat
disebabkan karena tidak lengkapnya informasi medis yang menjelaskan spesifikasi
letak tulang dan sendi sehingga menyebabkan tidak akuratnya kode diagnosis
tuberkulosis.
Sesuai pendapat Hatta (2013), coder harus melaksanakan klasifikasi dan
kodefikasi penyakit untuk menciptakan keakuratan dalam pemberian kode diagnosis.
Kualitas ketepatan data diagnosis sangat kursial di bidang manajemen data klinis,
penagihan kembali biaya tersebut hal-hal lain yang berkaitan dengan asuhan dan
pelayanan kesehatan.
8
3.2.3 Hubungan Antara Kelengkapan Informasi Medis dengan Keakuratan Kode
Diagnosis Tuberkulosis pada Dokumen Rekam Medis
Tidak ada hubungan antara kelengkapan informasi medis dengan keakuratan
kode diagnosis tuberkulosis pada dokumen rekam medis rawat inap di RSUD Dr.
Moewardi tahun 2015 (p = 0,159). Sehingga keakuratan tidak hanya dipengaruhi oleh
kelengkapan informasi medis tetapi masih banyak faktor lain. Sesuai Depkes RI
(2006) faktor-faktor yang mempengaruhi akurasi kode, kecepatan dan ketepatan
pemberian kode dari suatu diagnosis sangat tergantung kepada pelaksana yang
menangani berkas rekam medis tersebut yaitu tenaga medis, tenaga rekam medis
sebagai pemberi kode (coder) dan tenaga kesehatan lainnya.
Dari hasil penelitian tersebut dari 73 dokumen rekam medis yang diteliti,
dokumen rekam medis yang informasi medisnya lengkap dan sebagian besar
pemberian kode diagnosis tuberkulosisnya akurat berjumlah 66 (93,0%), dokumen
rekam medis yang informasi medisnya lengkap tetapi pemberian kodenya tidak akurat
sejumlah 5 (7,0%), dokumen rekam medis yang informasi medisnya tidak lengkap dan
pemberian kode diagnosisnya akurat berjumlah 1 (50,0%) dan dokumen rekam medis
yang informasi medisnya tidak lengkap dan pemberian kode diagnosisnya tidak akurat
sejumlah 1 (50,0%).
Penyebab ketidaklengkapan informasi medis adalah kurangnya sosialisasi dan
kesadaran pribadi tentang pentingnya melengkapi dokumen rekam medis sehingga
banyak dokter dan tenaga kesehatan yang mengabaikan kelengkapan informasi medis.
Kelengkapan informasi medis sangat berpengaruh dan menghambat coder untuk
mengkode diagnosis karena coder harus mencari dokter dan mengonfirmasi untuk
mendapatkan kode yang akurat. Sesuai dengan Rustiyanto (2010), tenaga rekam medis
sebagai pemberi kode bertanggungjawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis
yang sudah ditetapkan oleh tenaga medis. Oleh karenanya untuk hal yang kurang jelas
atau tidak lengkap sebelum kode ditetapkan, perlu dikomunikasikan terlebih dahulu
kepada dokter yang bertanggung jawab. Contoh : Diagnosis tuberkulosis Spondilitis,
merupakan diagnosis yang harus memiliki spesifikasi letak tulang dan sendi, jika
informasi medis pasien tidak lengkap maka coder tidak bisa menkode secara akurat.
Kode tuberkulosis spondilitis yang sesuai dengan aturan ICD-10 harus menambahkan
kode karakter kelima pada kode sekundernya seperti A18.0† M49.04*. Kode sekunder
9
M49.04* harus ditambahkan kode karakter kelima yaitu digit 4 yang menunjukkan
letak tulang dada.
Diagnosis yang tidak akurat akan menyebabkan kerugian tarif pembayaran
pada manajemen rumah sakit. Menurut Suyitno (2007), sekitar 65% rumah sakit di
Indonesia yang ikut berpartisipasi dalam sistem case mix atau INA-CBG’s belum
membuat diagnosis yang lengkap dan jelas berdasarkan ICD-10 serta belum tepat
pengkodeannya. Apabila informasi yang dicantumkan pada dokumen rekam medis
penulisannya tidak lengkap, maka kemungkinan kode diagnosis juga tidak akurat dan
berdampak pada biaya pelayanan kesehatan. Ketidakakuratan kode diagnosis akan
mempengaruhi data dan informasi laporan, ketepatan tarif INA-CBG’s yang saat ini
digunakan sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien jamkesmas, jamkesda,
jampersal, askes PNS yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan (BPJS) di Indonesia. Apabila petugas kodefikasi (coder) salah menetapkan
kode diagnosis, maka jumlah klaim pembayaran akan berbeda. Tarif pelayanan
kesehatan yang rendah akan merugikan pihak rumah sakit, sebaliknya tarif pelayanan
kesehatan yang tinggi terkesan rumah sakit diuntungkan dari perbedaan tarif tersebut
sehingga merugikan pihak penyelenggara jamkesmas maupun pasien.
4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
1. Tingkat kelengkapan dokumen rekam medis dengan kategori lengkap berjumlah 71
(97,26%) dan dokumen rekam medis dengan kategori tidak lengkap berjumlah 2
(2,74%).
2. Tingkat keakuratan kode diagnosis pada dokumen rekam medis dengan kategori
akurat berjumlah 67 (91,78%) dan dokumen rekam medis dengan kategori tidak akurat
berjumlah 6 (8,22%).
3. Dokumen rekam medis yang informasi medisnya lengkap dan sebagian besar
pemberian kode diagnosis tuberkulosisnya akurat berjumlah 66 (93,0%), dokumen
rekam medis yang informasi medisnya lengkap tetapi pemberian kodenya tidak akurat
sejumlah 5 (7,0%), dokumen rekam medis yang informasi medisnya tidak lengkap dan
pemberian kode diagnosisnya akurat berjumlah 1 (50,0%) dan dokumen rekam medis
yang informasi medisnya tidak lengkap dan pemberian kode diagnosisnya tidak akurat
sejumlah 1 (50,0%).
10
4. Tidak ada hubungan antara kelengkapan informasi medis dengan keakuratan kode
diagnosis tuberkulosis pada dokumen rekam medis rawat inap di RSUD Dr. Moewardi
dengan nilai p = 0,159.
4.2 Saran
1. Sebaiknya dokter segera melengkapi dokumen rekam medis yang belum lengkap
khususnya lembar-lembar penting yang berkaitan dengan klasifikasi dan kodefikasi
penyakit.
2. Sebaiknya dilaksanakan evaluasi secara berkala agar tenaga medis melengkapi
dokumen rekam medis, mengingat pentingnya kelengkapan informasi yang dapat
digunakan oleh berbagai pihak.
3. Sebaiknya pihak rumah sakit mengadakan sosialisasi tentang kelengkapan dokumen
rekam medis serta menerapkan punishment kepada dokter dan tenaga kesehatan.
4. Sebaiknya coder menggunakan buku ICD-10 volume 3 dan volume 1 dalam
pemberian kode diagnosis, untuk mengurangi pengulangan kode yang telah ada dalam
dokumen rekam medis agar didapatkan kode yang akurat berdasarkan ICD-10.
5. Sebaiknya coder berkomunikasi dengan dokter sebelum mengkode diagnosis, jika
coder kesulitan membaca diagnosis dan informasi medis dalam dokumen rekam
medis.
6. Sebaiknya penelitian ini dapat dikembangkan lebih mendalam oleh penelitian
selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan kode Tuberkulosis
di RSUD Dr. Moewardi, Contoh : pengetahuan, masa kerja dan pendidikan tenaga
kesehatan dll.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit
di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Dewi SC. 2012. Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis Dengan Keakuratan Kode
Diagnosis Kasus Obstetri Berdasarkan ICD di RSUD Dr Moewardi. [Skripsi Ilmiah].
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.
Firdaus SU. 2010. Rekam Medik dalam Sorotan Hukum dan Etika. Surakarta: UNS Press.
11
Hatta GR. 2013. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan
Kesehatan Edisi Revisi 2. Jakarta: UI Press.
Kemenkes RI. 2007. Standar Informasi Perekam medis dan Informasi Kesehatan Nomor
377/Menkes/SK/III/2007. Jakarta: Menkes RI.
Manangka RF. 1998. Klasifikasi Statistik Internasional tentang Penyakit dan Masalah
Kesehatan (ICD-10). Surabaya: K.P.R.I. RSUD. Dr. Soetomo.
Maryati W. 2014. Hubungan Antara Karakteristik Dokter dengan Kelengkapan Pengisian
Lembar Ringkasan Keluar. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia. ISSN:
2337-585X, Vol. 3, No. 1, Oktober 2014. Hal 26-35.
Menkes RI. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis. Jakarta.
Menkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014
Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs). Jakarta:
Depkes RI.
Murti B. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di
Bidang Kesehatan Edisi ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nizar M. 2010. Pemberantasan dan Penanggulangan Tuberkulosis. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Oktarina, Hanafi F, Budisuari MA. 2009. Hubungan Antara Karakteristik Responden,
Keadaan Wilayah dengan Pengetahuan, Sikap Terhadap HIV/AIDS pada Masyarakat
Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 12, No. 4, Oktober 2009. Hal 362-
369.
Riwidikdo H. 2012. Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisis Data dalam
Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogyakarta: Nuha Medika.
Pujihastuti A dan Sudra RI. 2014. Hubungan Kelengkapan Informasi dengan Keakuratan
Kode Diagnosis dan Tindakan pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap. Jurnal
12
Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia. ISSN: 2337-585X, Vol. 3, No. 1, Oktober
2014. Hal 60-64.
PUSADATIN (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI). 2015. Tuberkulosis
Temukan Obati sampai Sembuh. PUSADATIN.
Rustiyanto E. 2010. Statistik Rumah Sakit untuk Pengambilan Keputusan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sabarguna BS. 2006. Sistem Bantu Keputusan untuk Quality Management. Yogyakarta:
Konserium RSI.
Shofari B. 2002. Pengelolaan Sistem Pelayanan Rekam Medis di Rumah Sakit. Jakarta :
Rineka Cipta.
Sudra RI. 2014. Rekam Medis. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Suyitno G. 2007. Membangun Sistem Casemix Tingkat Rumah Sakit (Experience Sharing).
Kumpulan Makalah Seminar dan Pelatihan Sistem Casemix INADRG’s. Yogyakarta.
Utami YT. 2015. Hubungan Pengetahuan Coder dengan Keakuratan Kode Diagnosis Pasien
Rawat Inap Jaminan Kesehatan Masyarakat Berdasarkan ICD-10 di RSUD Simo
Boyolali. Infokes. ISSN: 2086-2628. Vol.5 No. 1 Februari 2015. Hal 13-25.
Wariyanti AS. 2014. Hubungan Antara Kelengkapan Informasi Medis Dengan Keakuratan
Kode Diagnosis Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Karanganyar Tahun 2013. [Skripsi Ilmiah]. Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan UMS.
Widiyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Semarang : Erlangga.
World Health Organization. 2004. International Stastistical Classification of Disease and
Related Health Problem Tenth Revision. Volume 1-3. Ganeva: WHO.
Wulandari S.D. 2005. Analisis Akurasi Kode Diagnosis Penyakit pada Pasien Bedah Rawat
Inap Berdasarkan ICD 10 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2004. [KTI].
Sukoharjo : APIKES Bhakti Mulia.