hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-s-pdf-eko...

64
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT DR. CIPTO MANGUNKUSUMO TAHUN 2010 SKRIPSI EKO ARIANTO 0806323920 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN JAKARTA JUNI 2012 Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Upload: hoangdat

Post on 15-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN

PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT DR. CIPTO

MANGUNKUSUMO TAHUN 2010

SKRIPSI

EKO ARIANTO

0806323920

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

JAKARTA

JUNI 2012

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 2: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN

PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT DR. CIPTO

MANGUNKUSUMO TAHUN 2010

SKRIPSI

EKO ARIANTO

0806323920

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

JAKARTA

JUNI 2012

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 3: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Eko Arianto

NPM : 0806323920

Tanda Tangan :

Tanggal :

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 4: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Eko Arianto

NPM : 0806323920

Fakultas : Kedokteran

Judul Skripsi : Hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi

tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus tipe

2 di rumah sakit dr. cipto mangunkusumo tahun

2010

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Prof. DR. Dr. Rianto Setiabudy, SpFK(K) (.....................)

Penguji : Prof. DR. Dr. Rianto Setiabudy, SpFK(K) (.....................)

Penguji : Dr. Elisna Syahruddin, PhD, SpP(K) (.....................)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal :

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 5: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan bimbingan-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan

baik. Adapun judul yang penulis ketengahkan ialah “Hubungan antara Gizi

Kurang dengan Prevalensi Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2

di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2010”. Penelitian ini disusun

untuk sidang memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Dewasa ini, epidemi penyakit tidak menular muncul sebagai penyebab

kematian terbesar di Indonesia. Sementara itu, masalah penyakit menular belum

juga tuntas. Indonesia telah memasuki era epidemi diabetes melitus tipe 2

(DMT2) dan pada saat yang bersamaan juga menempati peringkat 5 penyumbang

kasus tuberkulosis paru (TBP) terbanyak di dunia. Pasien DMT2 rentan terkena

penyakit infeksi, salah satunya TBP. Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang,

memainkan peran sentral pada sistem imunitas tubuh. Oleh karena fakta tersebut,

penulis bermaksud memberikan perhatian khusus pada masalah ini dengan

menyusun sebuah penelitian yang berfokus pada hubungan antara gizi kurang

sebagai faktor risiko kemunculan TBP pada pasien DMT2.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah

membantu penyusunan makalah ini, yaitu:

1. Profesor Rianto Setiabudi spesialis farmakologi klinik sebagai sosok

teladan yang telah banyak memberikan kesempatan kepada kami untuk

mengembangkan kemampuan diri sebagai peneliti dan telah

meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing

penelitian penulis.

2. Dokter Elisna spesialis pulmonologi sebagai dewan penguji yang telah

memberikan masukan berharga sebagai revisi untuk melengkapi

skripsi ini.

3. Departemen Farmakologi Klinik

4. Departemen Medical Research Unit

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 6: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

v

5. Teman-teman sesama rekan penelitian yang telah menyemangati

penulis selama pembuatan skripsi ini.

6. Orang tua penulis yang telah mendukung baik secara material maupun

spiritual.

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Besar harapan penulis penelitian ini dapat berguna dalam kemajuan ilmu

kedokteran di Indonesia. Namun, penulis juga menyadari bahwa penelitian ini

masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan

masukan yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini.

Akhir kata, penulis sungguh berharap penelitian ini adalah halaman

pembuka bagi penelitian-penelitian yang jauh lebih baik di waktu yang akan

datang. Terima kasih.

Jakarta, Juni 2012

Penulis

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 7: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Eko Arianto

NPM : 0806323920

Fakultas : Kedokteran

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan antara Gizi Kurang dengan Prevalensi Tuberkulosis Paru pada Pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2010

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : Juni 2012

Yang menyatakan

(Eko Arianto)

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 8: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

Universitas Indonesia

vii

ABSTRAK

Nama : Eko Arianto

Fakultas : Kedokteran

Judul : Hubungan antara Gizi Kurang dengan Prevalensi Tuberkulosis Paru

pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Dr. Cipto

Mangunkusumo Tahun 2010

Diabetes melitus dan gizi kurang secara terpisah dikatakan dapat meningkatkan

kejadian tuberkulosis. Studi potong lintang analitik ini bertujuan untuk

mengetahui adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi tuberkulosis

paru (TBP) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Dari keseluruhan 462

pasien DMT2, 125 pasien (27.1%) di antaranya menderita TBP. Total pasien

DMT2 yang menderita gizi kurang sebesar 125 pasien (27.1%). Sementara itu,

dari keseluruhan pasien DMT2 yang menderita TBP, 78 pasien (62.4%) juga

menderita gizi kurang. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara

gizi kurang dengan prevalensi TBP yang bermakna secara statistik (p <0.000).

Kata kunci:

Diaebetes melitus, tuberkulosis, gizi kurang

ABSTRACT

Name : Eko Arianto

Faculty : Medicine

Title : Association between Undernutrition and Tuberculosis Prevalence in

Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Cipto Mangunkusumo Hospital

2010

Diabetes mellitus and undernutrition separately were proved as risk factors of

tuberculosis incidence. This analytical cross sectional study aimed to measure the

prevalence of lung tuberculosis (TBP) among type 2 diabetes mellitus (DMT2)

patients and its association with undernutrition. A total of 462 DMT2 patients

were analyzed and the results showed that 125 patients (27.1%) had TBP and 125

patients (27.1%) were undernourished. Within DMT2 patients who had TBP,

there were 78 undernourished patients (62.4%). We concluded there is a highly

significant statistical association between undernutrition and prevalence of TBP

among DMT2 patients (p <0.000).

Keywords:

Diabetes mellitus, tuberculosis, undernutrition

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 9: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

Universitas Indonesia

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

HALAMAN PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. vi

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL .................................................................................................... x

1. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1. 1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1. 2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1. 3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.3.1 Tujuan Umum .............................................................................. 3

1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................. 3

1. 4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3

1.4.1 Manfaat bagi Peneliti ................................................................... 3

1.4.2 Manfaat bagi Perguruan tinggi ..................................................... 4

1.4.3 Manfaat bagi Pemerintah ............................................................. 4

1.4.4 Manfaat bagi Masyarakat ............................................................. 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5

2.1 Diabetes Melitus .................................................................................... 5

2.1.1 Definisi ......................................................................................... 5

2.1.2 Klasifikasi..................................................................................... 5

2.1.3 Patofisiologi DMT2...................................................................... 7

2.1.4 Manifestasi Klinis DMT2............................................................. 9

2.1.5 Diagnosis DMT2 ........................................................................ 11

2.1.6 Komplikasi DMT2 ..................................................................... 12

2.1.7 Tatalaksana DMT2 ..................................................................... 13

2.2 Tuberkulosis Paru ................................................................................ 15

2.2.1 Definisi ....................................................................................... 15

2.2.2 Klasifikasi................................................................................... 16

2.2.3 Patofisiologi ............................................................................... 17

2.2.4 Manifestasi Klinis ...................................................................... 17

2.2.5 Diagnosis .................................................................................... 18

2.2.6 Tatalaksana ................................................................................. 19

2.3 DMT2, dan TBP .................................................................................. 21

2.3.1 DMT2, TBP, dan Sistem Imun .................................................. 21

2.3.2 Strategi WHO Terhadap DMT2 dan TBP .................................. 23

2.4 Malnutrisi ............................................................................................ 25

2.4.1 Gizi Buruk di Indonesia ............................................................. 25

2.4.2 Pengukuran Status Gizi .............................................................. 25

2.4.3 Hubungan Nutrisi, DMT2, dan TBP .......................................... 26

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 10: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

Universitas Indonesia

ix

2.5 Kerangka Konsep ................................................................................ 28

3. METODE PENELITIAN ................................................................................ 29

3.1 Desain Penelitian ................................................................................. 29

3.2 Tempat dan Waktu ............................................................................... 29

3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 29

3.3.1 Populasi Target ........................................................................... 29

3.3.2 Populasi Terjangkau ................................................................... 29

3.3.3 Sampel ........................................................................................ 29

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................... 30

3.4.1 Kriteria Inklusi ........................................................................... 30

3.4.2 Kriteria Eksklusi ......................................................................... 30

3.5 Estimasi Besar Sampel ........................................................................ 30

3.6 Langkah Penelitian .............................................................................. 31

3.6.1 Identifikasi Variabel ................................................................... 31

3.6.2 Pengukuran dan Intervensi ......................................................... 31

3.7 Rencana Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 31

3.7.1 Pengumpulan Data ..................................................................... 31

3.7.2 Pengolahan Data ......................................................................... 32

3.7.3 Penyajian Data............................................................................ 32

3.7.4 Analisis Data .............................................................................. 32

3.7.5 Interpretasi Data ......................................................................... 32

3.7.6 Pelaporan Data ........................................................................... 32

3.8 Definisi Operasional ............................................................................ 32

3.9 Masalah Etika ...................................................................................... 33

3.10 Alur Penelitian..................................................................................... 34

4. HASIL ............................................................................................................... 35

4.1 Karakteristik Demografi ..................................................................... 35

4.2 Karakteristik Infeksi Paru pada Pasien DMT2 ................................... 36

4.3 Gambaran Besar IMT ......................................................................... 37

4.4 Hubungan Antara IMT dengan Prevalensi TBP pada Pasien DMT2 . 42

5. PEMBAHASAN ............................................................................................... 45

5.1 Prevalensi TBP pada Pasien DMT2 dengan Infeksi Paru ................... 45

5.2 Hubungan Gizi Kurang dengan Prevalensi TBP pada Pasien DMT2 . 46

6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 49

6.1 Kesimpulan.......................................................................................... 49

6.2 Saran .................................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 50

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 11: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

Universitas Indonesia

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Berbagai jenis diabetes melitus ............................................................... 6

Tabel 2.2. Gejala DMT2 ........................................................................................ 10

Tabel 2.3. Empat pilar penatalaksanaan kasus DMT2 ........................................... 13

Tabel 2.4. Berbagai jenis OAT .............................................................................. 20

Tabel 2.5. Dosis obat OAT lini pertama ................................................................ 20

Tabel 2.6. Panduan Kombinasi Dosis Tetap (KDT) OAT ..................................... 20

Tabel 2.7. Kondisi infeksi pada DMT2 .................................................................. 22

Tabel 2.8 Berbagai studi yang membuktikan hubungan DMT2 dan TBP ............. 24

Tabel 4.1. Hasil uji Chi square antara variabel gizi kurang dengan TBP .............. 39

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 12: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

Universitas Indonesia

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alur persinyalan insulin ...................................................................... 8

Gambar 2.2. Alur penegakkan diagnosis DMT2 ................................................... 12

Gambar 2.3. Alur penatalaksanaan DMT2 ............................................................ 15

Gambar 2.4. Alur penegakkan diagnosis TBP ....................................................... 19

Gambar 4.1. Proporsi jenis kelamin pasien DMT2. ............................................... 30

Gambar 4.2. Sebaran usia pasien DMT2. .............................................................. 31

Gambar 4.3. Persentase pasien DMT2 dengan TBP dan pasien DMT2 dengan

infeksi paru non TBP ............................................................................................. 32

Gambar 4.4. Sebaran IMT pada pasien DMT2 dengan garis normalitas ............... 33

Gambar 4.5. Sebaran IMT berdasarkan kelompok dengan IMT <18.5 dan

kelompok dengan IMT >= 18.5 pada pasien DMT2 .............................................. 34

Gambar 4.6. Sebaran IMT pada pasien DMT2 laki-laki ........................................ 35

Gambar 4.7. Sebaran IMT pada pasien DMT2 perempuan ................................... 35

Gambar 4.8. Sebaran IMT berdasarkan jenis kelamin ........................................... 36

Gambar 4.9. Sebaran IMT berdasarkan usia .......................................................... 36

Gambar 4.10. Sebaran IMT pada kasus DMT2 dengan infeksi paru TBP ............ 37

Gambar 4.11. Sebaran IMT pada kasus DMT2 dengan infeksi paru non TBP ..... 38

Gambar 4.12. Perbandingan sebaran IMT pada kelompok TBP dan non TBP ..... 38

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 13: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, Indonesia memasuki era epidemi diabetes melitus tipe 2 (DMT2).

Seiring dengan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM di seluruh

dunia, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan angka

diabetisi di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,8 juta pada

tahun 2030. Sepaham dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF)

memprediksi peningkatan diabetisi dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12

juta pada tahun 2030. Meskipun berbeda dalam hal besar angka, kedua

lembaga internasional tersebut memprediksi adanya peningkatan penderita

sebesar 2 sampai 3 kali lipat.1-4

Pasien penderita DMT2 rentan terkena infeksi. Selain itu, tingkat

keparahan infeksinya juga meningkat seiring dengan menurunnya sistem

imun. Pada systematic review oleh Jeon et al. tahun 2008, dijelaskan adanya

abnormalitas sistem imun pada pasien DMT2 berkaitan dengan kondisi

hiperglikemia dan terganggunya vaskularisasi sehingga mengurangi

kemampuan sel fagositik. Salah satu infeksi yang sering menyerang pasien

DMT2 adalah infeksi paru.5, 6

Tuberkulosis paru (TBP) masih menjadi masalah kesehatan serius

yang dihadapi dunia, termasuk Indonesia. Meski sudah ditetapkan sebagai

global emergency pada tahun 1992 oleh WHO, insidensi salah satu penyakit

infeksi tertua di dunia ini masih setinggi 9,4 juta kasus pada tahun 2009. Pada

saat yang bersamaan, jumlah penderita TBP sedunia sudah mencapai 14 juta

orang dengan angka kematian yang mencapai 1,68 juta jiwa. Sementara di

Indonesia pada tahun 2009 lebih dari 1.400 kasus TBP terdeteksi per hari

dengan angka kematian yang mencapai lebih dari 91 ribu jiwa per tahun.7-10

Hubungan antara prevalensi TBP pada pasien penderita DMT2 sudah

menarik perhatian para peneliti dunia bahkan sejak milenium pertama.

Penemuan pertama yang berhasil dicatat adalah penemuan dokter Susruta dari

India dan dokter Avicenna dari Uzbekistan pada tahun 600 AD menyatakan

bahwa, batuk seringkali terkait dengan diabetes.11, 12

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 14: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

2

Universitas Indonesia

Sejumlah penelitian yang dilaporkan oleh International Union

Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) membuktikan DMT2

meningkatkan kemungkinan TBP hingga 3-7 kali lipat.13

Ketika masalah penyakit tidak menular semakin membesar dan kini

menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia, masalah penyakit infeksi

belum juga teratasi sampai tuntas. Hal ini mengakibatkan Indonesia memiliki

beban kesehatan ganda yang sangat berat. Tambah lagi kondisi gizi kurang di

Indonesia semakin memperparah masalah yang dihadapi.

Kaitan antara TBP dan gizi kurang telah diketahui selama ribuan

tahun. Sejak dulu penyakit ini sering diilustrasikan dengan pasien gizi

kurang. Sebuah penelitian di India Selatan pada tahun 2006 mengatakan

pasien gizi kurang 11 kali lipat lebih rentan untuk menderita infeksi TBP.14

WHO, melalui penelitian Loennroth pada tahun 2010 mengatakan kondisi

malnutrisi meningkatkan risiko infeksi TBP hingga 3 kali lipat.13

Penelitian oleh Richard Semba et al. menjelaskan bagaimana gizi

kurang dapat meningkatkan risiko TBP. Gizi kurang dapat mengganggu

pertahanan epitelial sehingga memudahkan kuman TBP untuk masuk. Selain

itu, defisiensi makro dan mikronutrien akan menurunkan kemampuan sistem

imun yang dimediasi oleh sel.15

Penelitian di India dan Korea telah membuktikan hubungan antara

DMT2, TBP, dan nutrisi. Di kedua negara tersebut, indeks massa tubuh

(IMT) menjadi faktor yang berhubungan dengan prevalensi DMT2 dan

prevalensi TBP. Pada kelompok IMT yang lebih rendah, TBP lebih tinggi dan

DMT2 lebih rendah, sementara pada kelompok IMT yang lebih tinggi, TBP

menurun dengan peningkatan DMT2.16

Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk

membuktikan adanya perubahan dinamika di bidang epidemiologi penyakit

TBP pada pasien DMT2 dan keterkaitannya dengan gizi kurang. Peneliti

melakukan penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai

rumah sakit umum pusat rujukan nasional di Indonesia.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 15: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

3

Universitas Indonesia

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan

yang hendak diangkat dalam penelitian ini adalah belum diketahui dengan

jelas hubungan antara gizi kurang terhadap prevalensi TBP pada pasien DMT2

di Indonesia.

1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi TBP pada pasien

DMT2.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Memberikan informasi mengenai ada tidaknya hubungan antara

DMT2 dengan prevalensi TBP dan faktor status gizi.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi TBP pada pasien DMT2 dengan infeksi

paru di RSCM pada tahun 2010.

2. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara gizi kurang dengan

prevalensi TBP pada pasien DMT2 di RSCM pada tahun 2010.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat bagi Peneliti

1. Mengembangkan kemampuan peneliti dalam berpikir kritis dan

ilmiah terhadap masalah-masalah yang berkembang di masyarakat.

2. Melatih kemampuan peneliti mengolah data.

3. Menambah pengetahuan mengenai kondisi medis pasien DMT2

secara umum di Indonesia.

4. Mengetahui masalah infeksi paru yang diderita oleh pasien DMT2 di

Indonesia.

5. Mengetahui peran gizi dalam pencegahan infeksi paru pada pasien

DMT2.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 16: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

4

Universitas Indonesia

1.5.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi

1. Mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagai lembaga

pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

2. Mewujudkan visi FKUI 2010 sebagai universitas riset.

3. Turut berperan dalam menghasilkan lulusan FKUI yang memiliki

sepuluh kompetensi dokter.

1.5.2 Manfaat bagi Pemerintah

1. Menjadi sumber informasi untuk mengetahui kondisi infeksi paru

pada pasien DMT2 secara garis besar di Indonesia.

2. Menjadi bahan pertimbangan untuk mendukung program departemen

STOP TB dari WHO yang salah satunya adalah mengatasi malnutrisi

untuk mencegah TBP.

3. Menjadi bahan peritmbangan untuk menyusun program pencegahan

TBP skala nasional.

1.5.3 Manfaat bagi Masyarakat

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang faktor risiko infeksi

TBP pada pasien DMT2 serta mengatasi faktor risiko tersebut.

2. Membantu diabetisi yang belum terinfeksi TBP untuk lebih

mengetahui apa tindakan yang sebaiknya mereka lakukan sebagai

upaya pencegahan.

3. Meningkatkan pengetahuan diebetisi tentang faktor-faktor risiko

TBP.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 17: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

5

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes melitus

Secara harafiah, diabetes berasal dari bahasa Yunani διαβαίνειν

diabaínein yang berarti "tembus" atau "pancuran air". Sementara melitus

berasal dari bahasa Latin mellitus yang berarti "rasa manis”. 17, 18

2.1.1. Definisi

Dalam dunia kedokteran, diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai

suatu keadaan di mana terjadi kondisi hiperglikemia yang terus-menerus

dan kadarnya bervariasi terutama setelah makan. Lebih jauh lagi, DM

adalah suatu sindrom kelainan metabolisme dengan kondisi hiperglikemia

kronik yang disertai berbagai kelainan metabolisme akibat gangguan

hormonal. 17, 18

2.1.2. Klasifikasi

Akibat berbagai interaksi yang kompleks dari faktor genetika, lingkungan,

dan gaya hidup, terdapat berbagai jenis DM yang diketahui saat ini.

Berdasarkan etiologinya, faktor-faktor yang berkontribusi pada timbulnya

hiperglikemia dapat meliputi berkurangnya sekresi atau menurunnya

keefektifitasan biologi dari insulin, berkurangnya penggunaan glukosa,

dan meningkatnya produksi glukosa. Gangguan regulasi metabolisme yang

diasosiasikan dengan DM menimbulkan perubahan patofisiologi sekunder

di berbagai sistem organ yang memaksakan beban yang luar biasa pada

individu dengan DM. Oleh karena itu, komplikasi DM dapat

bermanifestasi di pembuluh darah perifer, mata (neuropathy), ginjal,

jantung, dan otak. 17, 18

Setiap tahun, penggolongan DM selalu berganti. Pergantian tersebut

dimaksudkan untuk kemudahan diagnosis dan penatalaksanaan yang lebih

tepat. American Diabetes Association (ADA) menggolongkan DM ke

dalam 4 kelompok besar, dengan percabangan yang lebih rinci pada setiap

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 18: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

6

Universitas Indonesia

kelompoknya. WHO dan ADA mengklasifikasikan DM berdasarkan

etiologinya pada tabel 2-1.17, 18

International Diabetes Federation (IDF) telah merekomendasikan

penggunaan istilah DM tipe 1 dan DM tipe 2 dengan penomoran Arabic

dan bukan dengan penomoran Roman. Keputusan tersebut dibuat dengan

pertimbangan terdapatnya kerancuan yang dapat muncul karena tipe II bisa

salah diinterpretasikan dengan tipe 11. 19

Tabel 2.1. Berbagai jenis diabetes melitus.20

Klasifikasi Diabetes Melitus Berdasarkan Etiologi

I. Diabetes tipe 1 (destruksi sel, defisiensi

insulin absolut)

A. Immune-mediated

B. Idiopathic

II. Diabetes tipe 2 (bervariasi dari resistensi

insulin dengan defisiensi insulin relatif

sampai gangguan sekresi insulin)

III. Diabetes tipe lain

A. Gangguan genetik akibat mutasi di:

1. Hepatocyte nuclear transcription factor

2. Glucokinase

3. HNF-1

4. Insulin promoter factor 1

5. HNF-1

6. NeuroD1

7. Mitochondrial DNA

8. Proinsulin atau insulin conversion

B. Defek genetik pada insulin

1. Resistensi insulin tipe A

2. Leprechaunisme

3. Sindrom Rabson-Mendenhall

E. DM terinduksi obat

1. Vacor

2. Pentamidine

3. Nicotinic acid

4. Glukokortikoid

5. Hormon tiroid

6. Diazoxide

7. Adrenergic agonists

8. Thiazides

9. Phenytoin

10. Interferon

11. Protease inhibitors

12. Clozapine

13. Beta blockers

F. Dm akibat infeksi

1. Congenital rubella

2. Cytomegalovirus

3. Coxsackie

G. DM yang dimediasi

imun

1. Sindrom “stiff-man”

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 19: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

7

Universitas Indonesia

4. Sindrom Lipodistrofi

C. Penyakit kalenjar eksokrin

1. Pancreatitis pancreatectomy

2. Neoplasia

3. Fibrsosis kistik

4. Hemokromatosis

5. Fibrocalculous pancreatopathy

D. Endocrinopati

1. Akromegali

2. Sindrom Cushing

3. Glucagonoma

4. Pheochromocytoma

5. Hipertiroid

6. Somatostatinoma

7. Aldosteronoma

2. Anti-insulin receptor

antibodies

H. Sindrom genetika lain

1. Sindrom Down

2. Sindrom Klinefelter

3. Sinrom Turner

4. Sindrom Wolfram

5. Ataksia Friedreich

6. Huntington’s chorea

7. Sindrom Laurence-

Moon-Biedl

8. Myotonic dystrophy

9. Porphyria

10. Sindrom Prader-Willi

III. Diabetes Gestational

2.1.3. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

DM tipe 2 (dulu diklasifikasikan sebagai non-insulin dependent diabetes)

terjadi pada individu yang mengalami peningkatan resistensi terhadap

insulin dan secara umum mengalami defisiensi insulin relatif bukan

absolut seperti DM tipe 1. Pasien penderita DM tipe 2 (DMT2) ini

biasanya adalah orang dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun dengan

obesitas. Mereka tidak memerlukan insulin untuk bertahan hidup,

walaupun seiring berjalannya waktu kapasitas sekresi insulin mereka

cenderung memburuk, dan sebagian besar dari penderitanya memerlukan

terapi insulin untuk mencapai kontrol glukosa optimal.17

Sebenarnya, penyebab dari DMT2 belum diketahui dengan jelas. Beberapa

penyebabnya meliputi faktor genetik peningkatan usia, gaya hidup

monoton (sedentary), dan obesitas abdominal visceral. Kelainan ini dapat

semakin memburuk seiring meningkatnya usia dengan adanya gradual

displacement sel β akibat deposisi amiloid intraislet.17

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 20: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

8

Universitas Indonesia

Resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak normal menjadi kunci dari

berkembangnya DMT2. Penyakit DMT2 diawali dengan meningkatnya

resistensi insulin yang diikuti gangguan sekresi insulin. Kemudian,

penyakit DMT2 baru muncul ketika sekresi insulin tidak adekuat lagi

untuk menurunkan kadar gula darah. Sekresi insulin itu sendiri menjadi

tidak adekuat semata-mata karena meningkatnya resistensi terhadap

insulin endogen. Ada 3 karakteristik penyebab DMT2, yaitu resistensi

insulin, berkurangnya sekresi insulin, dan peningkatan glukosa hati.18

Menurunnya kemampuan insulin untuk berfungsi dengan efektif pada

jaringan perifer merupakan gambaran DMT2. Mekanisme resistensi

insulin umumnya disebabkan oleh gangguan pascareseptor insulin.

Polimorfisme pada IRS-1 (gambar 2-1) berhubungan dengan intoleransi

glukosa dan meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme dari

berbagai molekul pascareseptor dapat berkombinasi dan memunculkan

keadaan yang resisten terhadap insulin. Resistensi insulin terjadi akibat

gangguan persinyalan PI-3-kinase yang mengurangi translokasi glucose

transporter (GLUT) 4 ke membran plasma.18

Gambar 2.1. Alur persinyalan insulin18

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 21: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

9

Universitas Indonesia

Sekresi dan kesensitifitasan insulin saling berhubungan satu sama lain.

Resistensi insulin akan memicu sekresi insulin yang lebih banyak yang

bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah, namun kurangnya

sekresi insulin akan segera menyebabkan kondisi hiperglikemia.18

Ketika tubuh semakin resisten terhadap insulin, kadar gula darah yang

tinggi akan memaksa tubuh mensekresikan insulin secara terus menerus ke

dalam sirkulasi darah (hiperinsulinemia). Pada keadaan normal,

seharusnya hal ini dapat membuat glukosa dikonversi menjadi glikogen

dan kolesterol. Akan tetapi, pada pasien DM yang resisten terhadap

insulin, hal ini tidak terjadi dan sebaliknya ketiadaan respon terhadap

insulin mengakibatkan hati terus menerus memproduksi glukosa

(glukoneogenesis). Hal ini pada akhirnya akan berujung pada terjadinya

hiperglikemia. Produksi gula hati baru akan terus meningkat akibat

terjadinya ketidaknormalan sekresi insulin dan munculnya resistensi

insulin di otot rangka.18

2.1.4. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 2

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), diagnosis

DMT2 dapat ditegakan dengan mengetahui kadar glukosa darah. Selain

itu, kecurigaan adanya DMT2 perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan

klasik DMT2. Diagnosis DMT2 juga dapat ditegakan apabila hasil tes

toleransi glukosa darah memberikan hasil positif DMT2.1

Gejala klasik DMT2 dapat dilihat pada tabel 2.2. Selain gejala klasik yang

mudah diingat dengan abreviasi 3P (polifagia, polidipsia, dan poliuria)

terdapat pula beberapa gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien dan

mengarahkan diagnosis dokter pada DMT2.1

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 22: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

10

Universitas Indonesia

Tabel 2.2. Gejala DMT2.21

Tes gula darah plasma sewaktu adalah cara yang paling mudah untuk

mendeteksi DMT2. Tes ini mengukur kadar glukosa darah pada waktu

tertentu. Jika terlihat gejala DMT2 dengan disertai kadar gula darah di atas

200 mg/dL atau lebih, dokter dapat menetapkan diagnosis DMT2. 1

Metode lain untuk mendiagnosis DMT2 adalah tes gula darah puasa.

Syarat untuk melakukan tes ini adalah dengan melakukan puasa terlebih

dahulu selama 8 – 10 jam. Jika terlihat gejala DMT2 dengan hasil tes

diatas 126 mg/dL, diagnosis DMT2 dapat ditetapkan.1

Metode yang ketiga adalah dengan menggunakan tes toleransi gula darah

oral. Sebelum melakukan tes, pasien harus melakukan puasa minimal 8

jam baru kemudian diukur tes gula darah puasanya. Selanjutnya, pasien

diberi glukosa sebanyak 75 gram yang dilarutkan dalam 250 mL air. Dua

jam setelah pemberian beban glukosa pasien kembali diukur kadar glukosa

darahnya. Diagnosis DMT2 dapat ditegakan apabila hasil kadar glukosa

darah setelah pemberian beban glukosa tersebut ≥200 mg/dL.1

Pada tahun 2006, PERKENI, ADA, European Association for the Study of

Diabetes (EASD) dan International Diabetes Federation (IDF) telah

menyetujui penggunaan HbA1c sebagai salah satu alat diagnosis DMT2.

Prinsip tes HbA1c adalah mengukur kadar glukosa yang berikatan dengan

hemoglobin. Pada penderita DMT2, hasil tes akan menunjukan angka

Gejala Klasik DM Gejala Lain DM

Poliuria Lemah Badan

Polidipsia Kesemutan

Polifagia Gatal

Penurunan Berat Badan Pandangan Kabur

Disfungsi Erektil

Pruritus Vulvae

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 23: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

11

Universitas Indonesia

hemoglobin yang terglikosilasi di atas 7%. Pada orang normal, angka

tersebut hanya berkisar antara 4% - 5,9%.1

2.1.5. Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2

Menurut PERKENI, diagnosis DMT2 dapat ditegakan melalui 3 cara :1

1. Gejala klasik DMT2 + tes gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1

mmol/L).

2. Gejala klasik DMT2 + tes gula darah puasa ≥ 126 mg/dL (7,0

mmol/L).

3. Kadar gula darah 2 jam pada tes toleransi gula darah oral ≥ 200

mg/dL (11,1 mmol/L).

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis

DMT2 seperti pada gambar 2-2.1

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 24: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

12

Universitas Indonesia

Gambar 2.2. Alur penegakkan diagnosis DMT2.1

2.1.6. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2

Beragam komplikasi dapat bermanifestasi pada pasien DMT2. Komplikasi

seperti neuropati sering terjadi pada penderita DMT2. Neuropati terjadi

pada 50% kasus DMT2. Neuropati bisa terjadi pada saraf bermielin

maupun yang tidak bermielin. Bentuk neuropati bisa berupa

mononeuropati, polineuropati maupun neuropati saraf autonom.

Pengontrolan kadar gula darah wajib dilakukan dan terbukti dapat

mempercepat perbaikan saraf, namun gejala-gejala dari neuropati akibat

diabetes itu sendiri tidak membaik secara signifikan. Berbagai tindakan

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 25: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

13

Universitas Indonesia

seperti menghindari neurotoksin (alkohol), meminum suplemen vitamin

B12, B6, dan folat, serta perawatan simptomatik merupakan bentuk

penanganan utama untuk komplikasi ini.17

Pada penderita DMT2, risiko terkena penyakit kardiovaskular meningkat

secara signifikan. Framingham Heart Study mengungkapkan peningkatan

risiko penyakit arteri periferal, gagal jantung, penyakit arteri koroner,

infark miokard, dan kematian mendadak hingga 5 kali lipat pada penderita

DMT2. Bahkan American Heart Association telah mengkategorikan

DMT2 sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskular bersama

dengan merokok, hipertensi, dan hiperlipidemia.17

Sementara ini, penatalaksanaan penyakit kardiovaskular tidak berbeda

antara pasien dengan DMT2 dan tanpa DMT2. Prosedur revaskularisasi

dengan menggunakan percutaneous coronary interventions (PCI) dan

coronary artery bypass grafting (CABG) masih menjadi pilihan utama

walaupun keefektifitasan metode ini menurun jauh pada pasien dengan

DMT2. ADA mengusulkan penggunaan aspirin sebagai pencegahan

tambahan disamping pengontrolan kadar gula darah. Penggunaan aspirin

sebesar 81 hingga 325 mg untuk mencegah penyakit kardiovaskular tidak

berbeda antara pasien DMT2 maupun non-DMT2.17

2.1.7. Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe 2

Berbagai jenis terapi dapat digunakan dalam penatalaksanaan

komprehensif kasus DMT2. Secara umum, terdapat 4 pilar utama

penatalaksanaan DMT2 yang dapat mudah dibaca pada tabel 2.3.1, 18, 21-23

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 26: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

14

Universitas Indonesia

Tabel 2.3. Empat pilar penatalaksanaan kasus DMT2. 1, 18, 21-23

Perawatan Diabetes Umum

Jenis terapi Tujuan terapi

Diet sehat Mengontrol berat badan

Mengontrol kadar gula darah

Mengontrol kadar lemak darah

Mengurangi kemungkinan

pasien harus mengonsumsi obat

tambahan

Latihan fisik Menjaga kebugaran tubuh

Mengontrol kadar gula darah

Mengontrol kadar lemak darah

Meningkatkan kesensitifitasan

obat

Membantu diet dalam

mengontrol berat badan

Konsumsi obat oral Mengurangi kadar gula darah

dengan meningkatkan sekresi

insulin, mengurangi glukosa

yang ada, dan atau mengurangi

resistensi insulin

Suntikan insulin Menutupi ketidakmampuan

tubuh memproduksi insulin

Mengurangi kadar gula darah

dengan meningkatkan kinerja

insulin dan mengatasi resistensi

insulin

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 27: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

15

Universitas Indonesia

Seperti yang dijelaskan oleh tabel 2.3, DMT2 dapat ditangani dengan

berbagai terapi. Namun, tidak semua penderita DMT2 memerlukan insulin

ataupun obat. Kebanyakan pasien yang baru terdiagnosis DMT2 cukup

melaksanakan metode diet dan aktifitas fisik. Untuk kebanyakan orang,

porsi makanan sehat dengan makanan rendah lemak dan aktivitas fisik

dapat membuat kadar gula darah mendekati normal. Sedangkan sebagian

orang lainnya memerlukan obat-obatan oral anti diabetes atau insulin

untuk menurunkan kadar gula darahnya. Perbedaan pemilihan cara

tatalaksana DMT2 dapat ditentukan berdasarkan hasil tes HbA1C seperti

yang digambarkan pada gambar 2.3.1, 21

Gambar 2.3. Alur penatalaksanaan DMT2.1, 21

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 28: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

16

Universitas Indonesia

2.2. Tuberkulosis Paru

2.2.1. Definisi

Tuberkulosis paru, atau bisa disebut dengan TBP, adalah suatu penyakit

infeksi parenkim paru oleh bakteri basil tahan asam Mycobacterium

tuberculosis. TBP dapat menyebar dengan cepat melalui partikel udara

seperti batuk dan bersin. 24-26

2.2.2. Klasifikasi

Terdapat berbagai cara untuk menggolongkan kasus TB. Pertama,

berdasarkan lokasinya, TBP merujuk pada infeksi pada daerah parenkim

paru. Sementara infeksi selain parenkim paru (termasuk infeksi di pleura

dan kasus TB milier) tergolong pada TB ekstra paru.7

Berdasarkan aktif atau tidak kuman TB, dapat digolongkan menjadi kasus

TBP aktif, yang merujuk pada suatu kondisi pasien yang sedang

menunjukkan gejala klinis TB dan TBP tidak aktif yang merujuk pada

kasus laten, bekas TB, ataupun kasus-kasus lain di mana pasien belum

atau sudah tidak menunjukkan gejala klinis. Aktif atau tidak aktif nya TBP

dapat juga ditentukan secara lebih objektif berdasarkan hasil foto rontgen

thorax.7

Berdasarkan jenis kasusnya, TBP dapat digolongkan menjadi:7

a. Kasus baru

TBP kasus baru merupakan pasien yang belum pernah berobat

menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) atau pernah menggunakan

OAT dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan.

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien TBP yang telah dinyatakan sembuh setelah menjalani

pengobatan menggunakan OAT secara lengkap, namun berdasarkan

hasil pemeriksaan BTA kembali terdiagnosis TBP.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 29: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

17

Universitas Indonesia

c. Kasus defaulted atau putus obat

Pasien telah menjalani pengobatan OAT selama lebih dari 1 bulan dan

putus berobat selama 2 bulan atau lebih dengan hasil pemeriksaan

BTA positif.

d. Kasus gagal

Pasien dengan BTA masih tetap positif atau kembali menjadi positif

pada akhir bulan ke-5 atau lebih selama pengobatan OAT.

2.2.3. Patofisiologi

Infeksi dimulai dengan serangan pertama yang disebut TBP primer. TBP

primer terjadi ketika kuman yang masuk melalui udara pernapasan

menyerang paru bagian atas. Selanjutnya, tubuh akan membentuk

granuloma, yaitu situs infeksi yang terdiri dari sel radang, daerah abses,

dan kuman TBP. Penyembuhan total biasanya dapat terjadi setelah

granuloma itu mengalami proses fibrosis dan kalsifikasi.25

Jika penyembuhan tersebut gagal, misalnya pada kondisi dimana imunitas

turun, maka dapat terbentuk TBP pascaprimer. Keadaan inilah yang

bersifat fatal dan dapat berkembang menjadi TB milier, yaitu TB yang

dapat menyerang bagian tubuh lain.7

Akan tetapi, menurut McKeown, patogenesis penyakit TBP ini di samping

faktor kuman, tidak lepas dari peran genetik dan pengaruh lingkungan.

Perbedaan populasi etnik dapat berujung pada kerentanan terhadap TBP

yang berbeda. Sistem imun dari inang juga sangat berperan, hal ini

terbukti pada populasi yang terpapar TBP, tidak semua individu menderita

TBP. Lingkungan yang padat pada daerah dengan taraf ekonomi rendah

juga terbukti memiliki prevalensi TBP yang tinggi.27

2.2.4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis TBP dapat bersifat lokal maupun sistemik. Oleh karena

itu, gejala klinis TBP dapat digolongkan menjadi gejala respiratorik dan

gejala sistemik. Gejala respiratorik terdiri dari:7, 19, 24

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 30: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

18

Universitas Indonesia

Batuk kronis. Gejala batuk muncul selama lebih dari 2 minggu.

Batuk disebabkan oleh iritasi bronkus, yang kemudian mengalami

peradangan lalu berkembang menjadi batuk yang lebih produktif.

Hemoptisis. Keluhan ini muncul ketika terdapat pembuluh darah

yang pecah.

Sesak napas. Kemunculan keluhan ini menunjukkan lesi paru yang

sudah luas, dan juga berarti kasus TBP yang parah.

Nyeri dada, menunjukkan adanya keterlibatan jaringan saraf di

pleura, karena jaringan parenkim paru tidak memiliki ujung saraf

nyeri, sehingga ketika keluhan nyeri muncul, progresivitas TBP

sudah mencapai daerah di luar jaringan parenkim paru.

Keluhan-keluhan sistemik TBP dapat membuat rancu dengan penyakit

lain. Bahkan, seringkali TBP disebut sebagai the greatest imitator akibat

gejala sistemik yang tidak spesifik ini.7, 19, 24

Demam subfebris. Demam pada kasus TBP timbul pada sore

hingga malam hari, disertai dengan keringat dingin dan bersifat

hilang timbul. Demam biasanya kurang dari suhu 40o C.

Malaise merupakan gejala sistemik lain dari TBP, berupa rasa tidak

enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, berat badan

menurun, sakit kepala, dan mudah lelah.

2.2.5. Diagnosis

Alur penegakkan diagnosis TBP dibuat berdasarkan hasil International

Standard for Tuberculosis Care (ISTC) yang juga diadopsi oleh PDPI.

Diagnosis TBP dapat ditegakkan berdasarkan pada hasil anamnesis gejala

klinis, penunjang foto rontgen thorax, maupun hasil BTA. Diagram

algoritma diagnosis dapat dilihat pada gambar 2.4.7, 28

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 31: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

19

Universitas Indonesia

Gambar 2.4. Alur penegakkan diagnosis TBP.7, 28

2.2.6. Tatalaksana

Tatalaksana kasus TBP dibuat berdasarkan pada strategi DOTS dan

didukung oleh IUATLD dan ISTC. Penggunaan obat anti tuberkulosis

(OAT) yang tepat akan sangat efektif untuk mendukung strategi STOP TB

WHO dan target eliminasi TB pada tujuan MDG nomor 6.7, 9, 10, 29-31

Pada tabel 2.4 hingga 2.5 adalah jenis OAT berikut dosis obat yang telah

ditetapkan baik secara internasional oleh WHO maupun nasional oleh

PDPI.7, 32

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 32: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

20

Universitas Indonesia

Tabel 2.4. Berbagai jenis OAT.7, 32

Obat lini pertama Obat lini kedua

Rifampisin

INH

Pirazinamid

Etambutol

Streptomisin

Kanamisin

Kapreomisin

Amikasin

Kuinolon

Sikloserin

Etionamid

Protionamid

Para Amino Salisilat

Tabel 2.5. Dosis obat OAT lini pertama.7, 32

Obat lini pertama Dosis (Mg/KgBB/Hari)

Rifampisin

INH

Pirazinamid

Etambutol

Streptomisin

8-12

4-6

20-30

15-20

15-18

Tabel 2.6. Panduan Kombinasi Dosis Tetap (KDT) OAT.7, 32

Berat badan

(Kg)

Fase intensif

(Setiap hari selama 56

hari)

Fase lanjutan

(3x/minggu selama 16

minggu)

(RHZE) (dalam mg)

150/75/400/275

(RH) (dalam mg)

150/150

30-37 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT

38-54 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT

55-70 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

>71 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 33: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

21

Universitas Indonesia

2.3. DMT2 dan TBP

2.3.1. DMT2, TBP, dan Sistem Imun

Komplikasi dari penyakit DMT2 dapat bermanifestasi sebagai

gangguan vaskular yang berujung pada kerusakan tingkat organ,

maupun kerentanan sistem imun pada tingkat seluler. Mekanisme

penurunan sistem imun terutama melibatkan hiperglikemia sebagai

menifestasi utama DMT2 dan insulinopenia tingkat sel yang secara

tidak langsung berdampak pada menurunnya fungsi makrofag dan

limfosit.33

Kondisi hiperglikemia diduga menjadi faktor yang mendukung

pertumbuhan, daya tahan, dan pembelahan bakteri penyebab

infeksi.34

Ketersediaan gliserol dan substrat nitrogen pada pasien

DMT2 membantu pertumbuhan bakteri.35

Pada tingkat sel, level

glycated hemoglobin yang tinggi menekan laju respiratori tingkat

sel pada makrofag yang menyebabkan menurunnya fungsi

mikrobisidal. Imunodefisiensi selular pada pasien DMT2 dapat

dijelaskan dengan berbagai mekanisme.36

Mekanisme ini dapat

dilihat pada Tabel 2.7.11, 37

Pada suatu studi eksperimental pada sel plasma manusia,

tinggilnya kadar insulin terbukti berdampak pada berkurangnya sel

Th1. Hal ini terjadi sebagai akibat dari penurunan rasio

perbandingan jumlah antara Th1 dan Th2 serta rasio interferon

gamma dibanding interleukin 4.38

Studi ex vivo lain membandingkan produksi sitokin Th1 yang

berbeda antara kelompok DMT2 dan kelompok sehat. Hasil

penelitian tersebut memperlihatkan adanya penurunan kadar

interferon gamma secara signifikan pada kelompok DMT2.39

Studi lain berhasil membuktikan adanya hubungan antara dosis dan

respon pada kasus DMT2. Telah terbukti bahwa kadar interferon

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 34: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

22

Universitas Indonesia

gamma berbanding terbalik dengan kadar HbA1c (glycosilated

hemoglobin).40

Tabel 2.7 Kondisi infeksi pada DMT2.11, 37

Abnormalitas Sistem Imun pada

DMT2 Disfungsi Paru pada DMT2

abnormalitas kemotaksis,

aderens, fagositosis, dan

mikrobisidal PMN

penurunan kadar sitokin,

penurunan jumlah sel T dan

sel NK,

penurunan jumlah monosit

penurunan transformasi sel

blast,

proliferasi terinduksi

mitogen,

penurunan ekspresi reseptor

faktor komplemen 3 pada

permukaan monosit,

penurunan reseptor IL2 pada

limfosit, hingga

defisiensi limfosit T dengan

CD3 dan CD56.

reaktivitas bronkial

menghilang,

kemampuan elastic recoil

paru menurun,

volume paru berkurang

kapasitas difusi berkurang

penyumbatan mukus plak

pada saluran napas

respon ventilasi terhadap

hipoksemia menurun

Lebih jauh lagi, terdapat perbedaan kemampuan bakterisidal antara

leukosit pada pasien DMT2 dan pasien sehat. Netrofil pada pasien

DMT2 memiliki kemampuan kemotaksis yang lebih rendah dan

potensi oxidative-killing yang juga leih rendah. Perbedaan ini

terutama lebih signifikan pada pasien DMT2 dengan kadar gula

darah yang tidak terkontrol.36

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 35: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

23

Universitas Indonesia

Telah dihipotesiskan juga bahwa penurunan kemampuan sel imun

pada pasien DMT2 dengan TBP adalah akibat menurunnya

ekspresi IL 1 dan TNF oleh monosit di perifer.36

Secara keseluruhan, terdapat dasar teori yang jelas bahwa kondisi

DMT2 dapat menurunkan sistem imun innate dan adaptif sehingga

pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi, salah satunya infeksi

TBP.

2.3.2. Strategi WHO Terhadap DMT2 dan TBP

Angka deteksi kasus TBP saat ini sudah mencapai 65% dengan

86% di antaranya berhasil disembuhkan. Seharusnya, dengan

pencapaian ini WHO memperkirakan terjadi penurunan insidens

TBP sebesar 5-10% per tahun. Namun, sejak 2004 data penelitian

di lapangan menunjukkan penurunan yang terjadi hanya sebesar

1% per tahun.13

Knut Lönnroth, kepala peneliti departemen STOP TB WHO

menyatakan epidemi DMT2 merupakan salah satu faktor penyebab

gagalnya penurunan insidens TBP. Kejadian DMT2 bertanggung

jawab atas peningkatan insidens TBP sebanyak tiga kali lipat.

Lönnroth memperkirakan, DMT2 bertanggung jawab terhadap 8%

insidens TBP.13

Beberapa strategi sudah diambil WHO untuk mencapai target

MDG nomor 6 terkait penyakit tuberkulosis. Strategi tersebut

terkenal dengan istilah STOP TB. Berbagai studi telah didata oleh

WHO untuk mendukung gerakan ini:13

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 36: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

24

Universitas Indonesia

Tabel 2.8 Berbagai studi yang membuktikan hubungan DMT2 dan TBP.13

Peneliti Tahun Studi OR 95% CI

Marton et al 1963 Cross Sectional 0.80 0.57-1.13

Woeltje et al 1998 Cross Sectional 0.88 0.47-1.63

Brock et al 2006 Cross Sectional 2.33 0.51-10.6

Chan-Yeung et al 2006 Cross Sectional 1.15 0.97-1.37

Kim et al 1995 Cohort 3.57 3.07-5.16

John et al 2001 Cohort 2.24 1.38-3.65

Chen et al 2006 Cohort 3.07 1.14-8.26

Leung et al 2008 Cohort 1.77 1.40-2.24

Mori et al 1992 Case Control 5.20 1.22-22.1

Buskin et al 1994 Case Control 1.70 0.70-4.30

Rosenman et al 1996 Case Control 1.16 0.58-2.32

Pablo-Mendez et al 1997 Case Control 1.61 1.50-1.73

Jick et al 2005 Case Control 3.80 2.30-6.10

Alisjahbana et al 2006 Case Control 6.12 3.42-10.9

Brassard et al 2006 Case Control 1.50 1.15-1.90

Coker et al 2006 Case Control 7.83 2.37-25.9

Perez et al 2006 Case Control 1.65 1.50-1.81

Wu et al 2007 Case Control 3.43 2.16-5.46

Peonce deLeon et al 2004 Other 6.00 5.00-7.20

Dyck et al 2007 Other 0.99 0.80-1.23

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 37: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

25

Universitas Indonesia

2.4. Malnutrisi

2.4.1. Gizi Kurang di Indonesia

Malnutrisi didefinisikan sebagai kelainan status nutrisi yang

mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi asupan

nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi.41

Malnutrisi, khususnya gizi kurang, merupakan masalah di negara

berkembang termasuk di Indonesia. Dalam sepuluh tahun terakhir,

diketahui bahwa kondisi ini semakin memburuk yang disebabkan

oleh kurangnya perhatian pemerintah dalam menentukan standar

asupan gizi yang baik.42

Berdasarkan laporan dari United Nations Development Programme

(UNDP), pada tahun 2010 Indonesia menempati peringkat 108

dari 169 negara berdasarkan kriteria Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). Peringkat ini lebih rendah dibandingkan negara

lain di Asia Tenggara. Menurut Dinkes (2005), Rendahnya IPM

yang ada di Indonesia disebabkan oleh rendahnya status gizi dan

kesehatan penduduk Indonesia.43

2.4.2. Pengukuran Status Gizi

Status gizi merupakan ukuran ketercukupan asupan nutrisi

seseorang.44

Pengukuran status gizi adalah evaluasi komprehensif

yang dilakukan untuk menentukan status gizi seseorang.

Pengukuran dapat menggunakan dua metode utama, yaitu

menggali riwayat dan dengan mengukur antropometri.44, 45

Pengukuran antropometrik merupakan suatu bentuk pengukuran

eksternal morfologi seseorang dan penting dalam penentuan status

gizi. Beberapa skala yang sering diukur dan memiliki kekuatan

yang tinggi untuk merepresentasikan status gizi adalah berat badan,

tinggi badan, dan IMT.45

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 38: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

26

Universitas Indonesia

Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan secara langsung

maupun tidak langsung, secara langsung dapat dilakukan

dengan menggunakan meteran, sedangkan pengukuran tidak

langsung dapat dilakukan dengan pengukuran panjang lutut.

Hasil pengukuran dinyatakan dalam meter (m).

Pengukuran berat badan merupakan pengukuran yang mudah

dilakukan dan dapat menjelaskan kondisi tubuh seseorang.

Untuk melakukan pengukuran berat badan dapat digunakan

timbangan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam kilogram (kg).

IMT merupakan hasil dari pembagian berat badan terhadap

tinggi badan kuadrat dan dinyatakan dalam satuan kg/m2. IMT

memiliki korelasi yang besar terhadap sebaran lemak tubuh dan

dapat dipakai untuk menilai status gizi seseorang. Secara

mudah, IMT dapat dinyatakan dengan rumus:

2.4.3. Hubungan Nutrisi, DMT2, dan TBP

Berbagai faktor risiko TBP telah diteliti oleh peneliti di seluruh

dunia sejak milenium pertama. Kemudian, sejak akhir abad 19

hingga awal abad 20, penelitian yang lebih modern dan ilmiah

kembali dilakukan. Pada tahun 1883, Windle melakukan otopsi

pada 333 pasien DM dan lebih dari 50% di antaranya ditemukan

bukti TB paru.

Topik bahasan DM dan TB ini mulai surut pada pertengahan abad

20 seiring dengan ditemukannya insulin dan antibiotik poten untuk

mengatasi kedua kasus tersebut secara terpisah.

Terkait dengan hal itu, teori ilmu kedokteran saat ini sudah

menunjukan adanya hubungan antara faktor nutrisi dengan

berbagai penyakit infeksi.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 39: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

27

Universitas Indonesia

Namun, teori tersebut hanya dibangun berdasarkan logika dan

pemahaman atas fisiologi tubuh manusia. Permasalahannya

terletak pada kondisi data di lapangan yang seringkali tidak sama

dengan teori yang diyakini. Oleh karena itu, penulis memutuskan

untuk mencari data yang menunjukkan adanya hubungan antara

faktor nutrisi dengan penyakit TBP yang merupakan kelompok

penyakit infeksi.

IMT adalah salah satu faktor yang dapat memberikan gambaran

profil nutrisi seorang individu. Dalam keterkaitannya sebagai

faktor risiko kemunculan TBP, beberapa peneliti sudah pernah

mencoba untuk melakukan pengambilan data di lapangan. Suatu

studi multivariat di India selatan menunjukkan jumlah kasus TBP

yang lebih tinggi pada kelompok IMT <18,5 hingga 11 kali lipat. 14

Penelitian lain membandingkan antara data epidemiologi di India

sebagai negara dengan prevalensi TBP yang tinggi dan Korea

sebagai negara pembanding dengan prevalensi TBP yang rendah. 16

Menurut sumber jurnal, ada dua hal penting yang mengaitkan TBP

dan nutrisi, yaitu:46

Protein-energy malnutrition

Micronutrients and immune deficiency (vitamin A, C, D, Zn,

dan Fe)

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 40: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

28

Universitas Indonesia

2.5. Kerangka Konsep

Keterangan:

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Variabel Perancu

Hubungan yang tidak diteliti

Hubungan yang diteliti

Penderita DMT2

dengan gizi kurang

atau tidak

Menderita

TBP atau tidak

1. Jenis kelamin

2. Usia

3. Tingkat

sosioekonomi

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 41: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

29

Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian utama dengan judul besar

“Hubungan antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Prevalensi Tuberkulosis dan

Faktor-faktor yang Berhubungan”.

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional analitik.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada tempat dan dalam rentang waktu:

Tempat : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta

Waktu : 9 Agustus 2011 – 9 Agustus 2012

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Target

Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien DMT2 yang

menderita infeksi paru (TB atau non TB).

3.3.2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien DMT2 yang

menderita infeksi paru (TB atau non TB) dan memiliki rekam medis di

RSCM pada tahun 2010.

3.3.3. Sampel

Sampel penelitian ini dipilih dengan metode total sampling, yaitu

seluruh pasien DMT2 yang menderita infeksi paru dan memiliki rekam

medis di RSCM tahun 2010.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 42: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

30

Universitas Indonesia

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

Karakteristik umum yang harus dipenuhi subjek penelitian ini adalah:

1. Menderita DM tipe 2.

2. Menderita infeksi paru (TB atau non TB).

3.4.2. Kriteria Eksklusi

Responden yang telah mengikuti penelitian tetapi tidak dipergunakan

dalam data penelitian ini sebab:

1. Ada data rekam medis yang tidak terisi lengkap.

3.5. Estimasi Besar Sampel

Besar sampel diperkirakan berdasarkan perhitungan melalui rumus dibawah

ini:

Sampel awal :

PP

QPQPZPQZnn

12

22112

2

21

2

Keterangan:

Zα = deviat baku alpha = 1,96; dengan α = 0,05

Zβ =deviat baku beta = 0,84

P1 = proporsi pasien DMT2 dengan TBP dan tidak gizi kurang = 0.27

ΔP = perbedaan proporsi minimal yang dianggap bermakna secara klinis

menurut peneliti = 0.10

P2 = proporsi pasien DMT2 dengan TBP dan menderita gizi kurang = 0.37

P = ½ (P1+P2) = 0.32

Berdasarkan peninjauan pustaka, didapatkan proporsi pasien DMT2

dengan TBP dan tidak gizi kurang sebanyak 27.1% (CI 95%)14

. Oleh karena

itu, dapat diasumsikan P1 = 0,27 dan bila beda klinis yang dianggap penting

adalah 0,10, maka jumlah sampel yang diperlukan adalah 341 data penderita

TBP dan 341 data bukan penderita TBP.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 43: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

31

Universitas Indonesia

3.6. Langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1) Penyusunan jadwal dan perencanaan topik

2) Pembuatan proposal penelitian dan penentuan besar sampel

3) Mengurus etik dan perizinan pengambilan data

4) Pengumpulan dan penyortiran rekam medis pasien DMT2 penderita

TBP dan pasien DMT2 penderita infeksi paru non TBP (Rekam

medis pasien RSCM tahun 2010)

5) Tatalaksana data : edit, coding, data entry

6) Pengolahan data dan analisis data

7) Pelaporan hasil penelitian.

3.6.1. Identifikasi Variabel

Variabel bebas:

Pasien yang menderita infeksi paru TB dan non TB.

Variabel terikat:

Faktor risiko gizi kurang

Variabel lain:

1. Usia

2. Jenis Kelamin

3.6.2. Pengukuran

Pada penelitian ini, indeks massa tubuh akan dihitung dengan

menggunakan rumus:

Berat badan (Kilogram)

(Tinggi badan (Meter))2

3.7. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1. Pengumpulan Data

Data yang diperlukan didapat melalui pencatatan rekam medis pada

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 44: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

32

Universitas Indonesia

3.7.2. Pengolahan Data

Setelah dikumpulkan, data akan diverifikasi, dikoding, dimasukkan, dan

diolah dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 11.5.

3.7.3. Penyajian Data

Data akan disajikan oleh peneliti dalam bentuk tabel atau gambar

dengan disertai penjelasan yang bersifat deskriptif.

3.7.4. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan SPSS for Windows versi 11.5. Data

yang telah diolah akan dianalisis dengan uji chi square.

3.7.5. Interpretasi Data

Ada tidaknya hubungan antara IMT dengan prevalensi TBP pada pasien

DMT2 di RSCM tahun 2010.

3.7.6. Pelaporan Data

Hasil penelitian akan dilaporkan dalam bentuk makalah dan

dipresentasikan saat sidang skripsi untuk meraih gelar Sarjana

Kedokteran FKUI.

3.8. Definisi Operasional

Istilah-istilah dalam proposal ini menggunakan pengertian seperti yang

dijabarkan berikut ini.

1. Pasien tuberkulosis paru: pasien yang menurut rekam medis menderita

tuberkulosis paru aktif dan telah dibuktikan melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis, dan foto toraks.

2. Pasien infeksi paru non tuberkulosis: pasien yang menurut rekam

medis menderita infeksi paru non TB dengan karakteristik gejala klinis,

pemeriksaan fisik, atau respon terhadap terapi empiris terdiagnosis

sebagai pneumonia.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 45: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

33

Universitas Indonesia

3. Pasien diabetes mellitus: pasien yang menurut rekam medis menderita

diabetes mellitus tipe 2 dengan gejaa klasik DM dan dibuktikan melalui

pemeriksaan gula darah sewaktu ≥200 mg/dL atau pemeriksaan gula

darah puasa ≥126mg/dL.

4. Indeks massa tubuh: nilai yang didapat setelah menghitung dengan

rumus pembagian berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam

sentimeter dikuadrat (rumus dapat dilihat pada bagian pengukuran).

5. Gizi kurang: pasien dengan nilai IMT <18.5

6. Expected value: nilai dari masing-masing kelompok data yang diperoleh

apabila hipotesis nol benar.

7. Nilai P: nilai yang memunjukan besarnya faktor peluang untuk

memperoleh hasil yang diobservasi jika hipotesis nol benar. Nilai P<0.05

menunjukkan hipotesis nol tidak benar.

3.9. Masalah Etika

Sebelum mengikuti penelitian, peneliti menjelaskan kepada pihak rekam

medis bahwa data-data yang ada dalam rekam medis hanya digunakan untuk

kepentingan riset dan tidak akan disebarluaskan.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 46: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

34

Universitas Indonesia

3.10. Alur Penelitian

Penyusunan Laporan

Pengolahan Data dan

Analisis Data

Tata Laksana Data

- Edit

- Coding

- Data Entry

Mengurus etik dan

perizinan pengambilan

data

Pengumpulan dan penyortiran rekam medis pasien DMT2 penderita TBP dan

pasien DMT2 penderita infeksi paru non TB

(Rekam medis pasien RSCM tahun 2010)

Penyusunan jadwal dan

perencanaan topik

Pembuatan proposal

penelitian dan

penentuan besar sampel

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 47: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

35

Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN DISKUSI

4.1. Karakteristik Demografi

Jumlah data yang dianalisis adalah 462 buah rekam medis. Grafik 4.1

memberikan gambaran jenis kelamin sampel yang telah dianalisis. Jumlah

pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 247 pasien (53.5%),

sementara 215 pasien lainnya (46.5%) berjenis kelamin perempuan.

Gambar 4.1. Proporsi jenis kelamin pasien DMT2.

Sebaran usia pasien DMT2 yang dianalisis dapat dilihat pada gambar 4.2.

Dapat dilihat bahwa usia pasien bervariasi dari 20 tahun hingga 96 tahun

dengan proporsi paling banyak terdapat pada usia 40-60 tahun.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 48: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

36

Universitas Indonesia

Gambar 4.2. Sebaran usia pasien DMT2.

4.2. Karakteristik Infeksi Paru pada Pasien DMT2

Gambar 4.3 memberikan gambaran jumlah pasien TB paru dengan DM tipe 2

sebanyak 125 orang (27,1%). Jumlah pasien infeksi paru non-TB dengan DM

tipe 2 sebanyak 337 orang (72,9%).

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 49: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

37

Universitas Indonesia

Gambar 4.3. Persentase pasien DMT2 dengan TBP dan pasien DMT2 dengan

infeksi paru non TBP

4.3. Gambaran Besar IMT

Besaran IMT pada pasien DMT2 cukup bervariasi. IMT terkecil tercatat

sebesar 12 dengan nilai IMT terbesar mencapai 38.60. Nilai IMT 17 memiliki

frekuensi pasien yang tertinggi. Berdasarkan pengujian normalitas data

dengan menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov, dapat disimpulkan data

IMT tersebar normal (sig. 0.200). Gambar 4.4 memberikan ilustrasi

persebaran IMT berikut dengan garis normalitas.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 50: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

38

Universitas Indonesia

Gambar 4.4. Sebaran IMT pada pasien DMT2 dengan garis normalitas.

Berdasarkan pengelompokkan IMT gizi kurang (IMT <18.5) dan tidak gizi

kurang (IMT >= 18.5) dibuat gambar 4.5. Dari hasil tersebut, dapat terlihat

125 pasien (27.1%) memiliki IMT <18.5 dan 337 pasien (72.9%) memiliki

IMT >= 18.5. Gambar ini juga memperlihatkan kecenderungan pasien DMT2

memiliki berat badan berlebih.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 51: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

39

Universitas Indonesia

Gambar 4.5. Sebaran IMT berdasarkan kelompok dengan IMT <18.5 dan

kelompok dengan IMT >= 18.5 pada pasien DMT2

Sebaran IMT berdasarkan karakteristik jenis kelamin dapat dilihat pada

gambar 4.6, gambar 4.7, dan gambar 4.8. Sebaran IMT berdasarkan

karakteristik usia dapat dilihat pada gambar 4.9.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 52: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

40

Universitas Indonesia

Gambar 4.6. Sebaran IMT pada pasien DMT2 laki-laki.

Gambar 4.7. Sebaran IMT pada pasien DMT2 perempuan.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 53: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

41

Universitas Indonesia

Gambar 4.8. Sebaran IMT berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 4.9. Sebaran IMT berdasarkan usia.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 54: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

42

Universitas Indonesia

4.4. Hubungan Antara IMT dengan Prevalensi TBP pada Pasien DMT2

Sebaran IMT pada kelompok DMT2 yang menderita infeksi paru TBP dan

pasien DMT2 yang menderita infeksi paru non TBP dapat dilihat pada

gambar 4.10, gambar 4.11, dan gambar 4.12. Pasien dengan infeksi TBP

memiliki rata-rata IMT sebesar 18.45 dan pasien dengan infeksi non TBP

memiliki rata-rata IMT sebesar 22.76.

Berdasarkan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov, kedua kelompok

memiliki sebaran IMT yang tidak normal. Kelompok dengan infeksi TBP

memiliki nilai signifikansi 0.000 sementara kelompok dengan infeksi paru

non TBP memiliki nilai signifikansi 0.420.

Gambar 4.10. Sebaran IMT pada kasus DMT2 dengan infeksi paru TBP

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 55: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

43

Universitas Indonesia

Gambar 4.11. Sebaran IMT pada kasus DMT2 dengan infeksi paru non TBP

Gambar 4.12. Perbandingan sebaran gizi kurang pada kelompok TBP dan non

TBP.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 56: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

44

Universitas Indonesia

Data ini memenuhi syarat untuk uji chi square karena tidak ada data yang

memiliki expected count kurang dari 5. Hasil analisa data dengan menggunakan

uji chi square dapat dilihat pada tabel 4.1. Nilai p yang 0.000 menunjukkan

terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara gizi kurang (IMT < 18.5)

dengan prevalensi TBP pada pasien DMT2.

Tabel 4.1. Hasil uji Chi square antara variabel gizi kurang dengan TBP.

TBP

Ya Tidak

n % n % Total p

Gizi Kurang Ya 78 62.4 47 13.9 125 0.000

(IMT <18.5) Tidak 47 37.6 290 86.1 337

Total 125 100 337 100 462

Rasio prevalensi dianalisis dengan menggunakan rumus:

memberikan hasil 4.47. Hal ini berarti penderita DMT2 dengan gizi kurang (IMT

< 18.5) memiliki peluang 4 kali lebih besar untuk menderita TBP dibandingkan

dengan pasien DMT2 yang tidak menderita gizi kurang (IMT >= 18.5).

Nilai interval kepercayaan 95% (IK 95%) dihitung dengan menggunakan rumus:

memberikan rentang hasil IK 95% dari 4,269 sampai 4,679. Oleh karena nilai IK

95% tidak melewati angka 1, maka hasil perhitungan rasio prevalensi sah untuk

digunakan. Selain itu, rentang antara batas bawah dan batas atas IK 95% cukup

sempit, sehingga akurasi penelitian ini tergolong tinggi.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 57: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

45

Universitas Indonesia

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Prevalensi TBP pada Pasien DMT2 dengan Infeksi Paru

Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan pasien DMT2 dengan

infeksi paru, 27.1% di antaranya disebabkan oleh TBP. Dapat terlihat bahwa

lebih banyak pasien DMT2 yang menderita infeksi paru nonTBP (72.9%).

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini bertolak belakang dengan

penelitian serupa yang dilakukan juga di Indonesia oleh Alisjahbana et al.

Pada penelitian yang berlangsung sejak tahun 2001-2005 tersebut, dikatakan

bahwa DM lebih banyak ditemukan pada pasien TB dibanding kontrol yang

bukan TB. Dengan kata lain, seharusnya pada pasien DM, lebih banyak

ditemukan pasien yang juga menderita TB dibandingkan menderita penyakit

infeksi paru non TB.47

Dalam hal ini, hasil yang didapat pada penelitian ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satunya pemilihan tempat penelitian. Kemungkinan

besar ada kecenderungan pasien TBP tidak berobat ke RSCM, namun lebih

memilih untuk berobat ke pusat-pusat pelayanan tuberkulosis, seperti rumah

sakit Pusat Pencegahan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) atau ke tempat

pelayanan kesehatan tingkat primer seperti puskesmas dimana obat

tuberkulosis diberikan secara gratis. Sebagai pusat rujukan nasional, RSCM

selalu dipadati oleh pasien yang bukan hanya pasien TBP, oleh karena itu,

diperkirakan ada kecenderungan pasien TBP lebih memilih berobat ke

pelayanan kesehatan lain yang juga memberikan obat gratis namun dengan

jumlah pasiennya tidak sepadat RSCM.

Meskipun demikian, pemilihan RSCM sebagai pusat pengambilan sampel

dinilai peneliti memiliki kelebihan tersendiri. Sebagai pusat rujukan nasional,

RSCM dinilai paling tepat untuk menggambarkan populasi pasien DM

dengan infeksi paru di Indonesia. Sehingga penelitian ini pun memiliki nilai

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 58: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

46

Universitas Indonesia

yang tinggi dari segi aplikatif untuk diterapkan di pusat-pusat layanan

kesehatan lain maupun dijadikan referensi untuk penelitian lanjutan.

5.2. Hubungan Gizi Kurang dengan Prevalensi TBP pada Pasien DMT2

Berdasarkan gambar 4.12 diketahui bahwa ada kecenderungan pasien DMT2

dengan infeksi TBP memiliki gizi kurang. Sebesar 62.4% dari seluruh kasus

TBP juga menderita gizi kurang, hal ini sangat kontras jika dibandingkan

dengan penderita gizi buruk pada kelompok bukan TBP yang hanya sebesar

13.9%. Perbedaan ini bermakna secara statistik karena hasil perhitungan

dengan rumus chi square memberikan nilai p < 0.000. Jadi, pada penelitian

ini telah dibuktikan adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi

TBP pada pasien DMT2.

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini senada dengan penelitian lain

terkait hubungan antara gizi kurang dengan penyakit TBP. Shetty et al

melakukan penelitian multivariat di India Selatan pada tahun 2006 dan

menunjukkan jumlah kasus TBP yang lebih tinggi pada kelompok IMT <18,5

hingga 11 kali lipat.14

WHO, melalui penelitian Lonnroth pada tahun 2010

mengatakan kondisi malnutrisi meningkatkan risiko infeksi TBP hingga 3

kali lipat.13

Sebuah penelitian lain dilakukan oleh Dye et al dengan membandingkan

prevalensi DM, prevalensi TB, dan kondisi IMT di India dan Korea.

Penelitian tersebut membuktikan adanya hubungan antara DMT2, TBP, dan

nutrisi. Di kedua negara tersebut, IMT menjadi faktor yang berhubungan

dengan prevalensi DMT2 dan prevalensi TBP. Pada kelompok IMT yang

lebih rendah, TBP lebih tinggi dan DMT2 lebih rendah, sementara pada

kelompok IMT yang lebih tinggi, TBP menurun dengan peningkatan

DMT2.16

Masalah yang harus dihadapi oleh setiap peneliti yang mencoba

membuktikan nutrisi sebagai faktor risiko adalah adanya sindorm wasting

yang terjadi pada pasien TBP. Pada pasien dengan TBP, terjadi penurunan

nafsu makan yang disertai dengan malabsorbsi nutrisi sehingga mengarah

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 59: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

47

Universitas Indonesia

pada perubahan metabolisme yang berujung pada wasting. Hal ini menjadi

kelemahan metode cross-sectional dibandingkan dengan metode

eksperimental, karena sulit untuk menentukan apakah pasien gizi kurang

menderita TBP, atau pasien TBP menderita gizi kurang.

Seperti yang dikatakan oleh Mario Raviglione, saat ini penurunan insidensi

TB di dunia kurang dari 1% per tahun. Angka ini jauh dari target yang

sebesar 5-10% per tahunnya. Diperkirakan, dengan angka insidensi yang

rendah, target MDGs 2015 nomor 6 poin 8 terkait eradikasi TB tidak akan

tercapai tepat waktu. Untuk meresponnya, dibentuklah rencana Global TB

Plan tahun 2011-2015 dengan tambahan target prevensi TB pada kelompok

dengan faktor risiko.13

Adanya hubungan yang bermakna menegaskan peran gizi dalam pencegahan

penyakit TBP. Kelompok yang mengalami gizi buruk lebih banyak

ditemukan pada kelompok dengan infeksi TBP. Hal ini memungkinkan

adanya upaya deteksi dini TBP dengan metode skrining yang lebih terarah

pada kelompok risiko tinggi TBP, yaitu kelompok pasien DMT2 dengan IMT

<18,5. Deteksi dini kasus TBP, selanjutnya dapat dilanjutkan dengan

penatalaksanaan obat anti tuberkulosis yang adekuat sehingga meningkatkan

angka kesembuhan TBP. Dengan demikian, diharapkan upaya skrining dapat

lebih efektif dalam meningkatkan angka deteksi kasus (Case Detection Rate –

CDR), meningkatkan jumlah pasien yang terobati dengan sempurna,

menurunkan prevalensi kasus TBP, dan diharapkan dapat menurunkan angka

mortalitas akibat TBP.

Diketahuinya peran gizi juga membuka kemungkinan adanya upaya

pencegahan TBP pada kelompok risiko tinggi. Pasien DMT2 dikatakan oleh

WHO melalui Knut Lonnroth bertanggung jawab atas 8% insidensi kasus TB.

Hal ini dibuktikan dengan penelitian Lonnroth et al pada tahun 2010 yang

menyatakan bahwa DM meningkatkan risiko terkena TB hingga 3 kali lipat.13

Setelah diketahui bahwa gizi kurang memiliki pengaruh pada prevalensi TBP

di kalangan pasien DMT2, suatu upaya pencegahan TBP dapat disusun

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 60: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

48

Universitas Indonesia

dengan menjaga status gizi pasien DMT2. Memang saat ini masih terlalu dini

untuk menyimpulkan, namun berdasarkan studi yang dilakukan oleh peneliti,

ada indikasi bahwa kontrol IMT ≥ 18,5 pada pasien DMT2 dapat mencegah

kemunculan TBP. Diperlukan studi lanjutan dengan studi cohort untuk

membuktikan apakah kontrol status gizi dapat berpengaruh pada

berkurangnya insidensi TBP pada pasien DMT2. Dengan demikian, untuk

jangka panjang diharapkan kontrol status gizi dapat menurunkan angka

insidensi TBP di dunia.

Peneliti menemukan, penting untuk lebih merinci pembagian kelompok gizi

pada kelompok pasien yang diteliti. Gizi buruk tidak hanya dialami oleh

pasien dengan gizi kurang, namun juga dapat dihadapi oleh pasien dengan

gizi berlebih. Menurut PERKENI, 90% pasien DMT2 mengalami obesitas.1

Belum diketahui apakah obesitas juga memiliki pengaruh pada prevalensi

TBP. Oleh karena itu, untuk mendapatkan target IMT yang lebih tajam,

diperlukan studi lanjutan dengan membagi kelompok gizi buruk pada pasien

DMT2 dengan gizi kurang, gizi normal, dan gizi berlebih.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 61: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

49

Universitas Indonesia

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Prevalensi tuberkulosis pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan infeksi

paru adalah sebesar 27%.

Terdapat hubungan yang bermakna antara gizi kurang dengan prevalensi

tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus tipe 2 (p <0.000).

6.2. Saran

Sebaiknya penelitian mengambil sampel di pusat-pusat pelayanan

kesehatan lain, agar hasil yang didapatkan lebih merepresentasikan

hubungan gizi buruk dengan prevalensi tuberkulosis paru pada pasien

diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.

Untuk dapat membuktikan gizi kurang sebagai faktor risiko tuberkulosis

paru pada kasus diabetes melitus tipe 2 lebih baik desain studi yang

digunakan adalah kohort retrospektif.

Sebaiknya penggolongan status gizi juga mengikutsertakan gizi berlebih,

di samping gizi kurang untuk mempertajam hubungan yang ditemukan.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 62: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

50

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe

2 di Indonesia. Rudianto A, editor. JAKARTA: PERKENI; 2011.

2. WHO. A Report From The Diabetes Summit For South East Asia.

Chennai, India: WHO2008.

3. WHO. Diabetes Mellitus Type 2 Burden: Mortality, Morbidity, and Risk

Factors2009 25 Mei 2012]: Available from: www.who.int.

4. WHO. Global Health Beyond The Millenium Development Goals2011:

Available from: www.enrecahealth.dk

www.who.int.

5. Jeon CY, Murray MB. Diabetes Mellitus Increases the Risk of Active

Tuberculosis: A Systematic Review of 13 Observational Studies. PLoS

Medicine2008;5(7).

6. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus. J

Indon Med Assoc2011;61(4).

7. PDPI. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana di Indonesia.

JAKARTA: PDPI; 2011.

8. Gerdunas. Situasi epidemiologi TB Indonesia2010 25 Mei 2012]:

Available from: tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb_1_2010.pdf.

9. WHO. WHO Global Tuberculosis Control Report: WHO2011.

10. WHO. 2011/2012 Tuberculosis Global Facts: WHO2012.

11. Guptan A, Shah A. Tuberculosis and Diabetes: An Appraisal. Ind J Tub

2000;47(3).

12. Barach J. Historical Facts In Diabetes. Ann Med Hist1928;10:387.

13. IUATLD. Collaborative Framework for Care and Control of Tuberculosis

and Diabetes: Support Material2011: Available from:

http://www.who.int/about/licensing/copyright_form/en/index.html.

14. Shetty N, Shemko M, Vaz M, Souza D. An epidemiological evaluation of

risk factors for tuberculosis

in South India: a matched case control study. INT J TUBERC LUNG

DIS2006;10(1):80-6.

15. Semba RD, Darnton-Hill I, Pee Sd. Addressing tuberculosis in the context

of malnutrition and HIV coinfection. Food and Nutrition Bulletin2010;31(4).

16. Dye C, Trunz BB, Lonnroth K, Roglic G, Williams BG. Nutrition,

Diabetes and Tuberculosis in the Epidemiological Transition. PLoS

ONE2011;6(6).

17. Gardner D, Shoback D. Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology. 8th

ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2007.

18. Jameson J. Harrison’s Endocrinology. 1st ed. United States of America:

The McGraw-Hill Companies, Inc; 2006.

19. Tierney L, McPhee S, Papadakis M. CURRENT MEDICAL Diagnosis &

Treatment. 41st ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc;

2002.

20. ADA. American Diabetes Association Complete Guide To Diabetes.

United States of America: American Diabetes Association; 2006.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 63: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

51

Universitas Indonesia

21. Arianto E, Putra BE. Penggunaan Kayu Manis Sebagai Terapi Alternatif

Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2. 2009.

22. FKUI. Kapita Selekta Kedokteran. 1st ed. Jakarta: Media Aesculapius;

1999.

23. FKUI. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Lembaga Penerbit FKUI;

2002.

24. Arianto E, Fredy FC, Liwang F. Manfaat Metode Upper-Room Ultraviolet

Germicidal Irradiation (UVGI) Sebagai Upaya Pencegahan Penyebaran

Tuberkulosis di Indonesia. 2010.

25. Ward J, Ward N, Leach R, Wiener C. At A Glance: Sistem Respirasi. 2 ed.

Jakarta: Erlangga; 2008.

26. USAID. Introduction of Tuberculosis, History, and Transmission:

Department of Health Republic of South Africa.

27. Palomino JC, Leão SC, Ritacco V. Tuberculosis: From Basic Science to

Patient Care. Brazil: TuberculosisTextbook.com; 2007. Available from:

www.tuberculosistexbook.com.

28. Aditama T, Kamso S, Basri C, Surya A. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. In: RI KK, editor. 2 ed. Jakarta2006.

29. IUATLD. 40th World Conference on Lung Health. In: IUATLD, editor.

40th World Conference on Lung Health; Mexico. Mexico: IUATLD; 2009.

30. TBCTA. International Standards for Tuberculosis Care. San Francisco:

The Tuberculosis Coalition for Technical Asistance; 2006.

31. WHO. Global DOTS Expansion Plan2011 25 Mei 2012]: Available from:

http://www.who.int/tb/dots/expansion/en/index.html.

32. WHO. Treatment of Tuberculosis: Guidelines. Geneva: WHO; 2010.

Available from: www.who.int/tb.

33. Dooley KE, Chaisson RE. Tuberculosis and diabetes mellitus:

convergence of two epidemics. Lancet Infect Dis2009;9(12):737-46.

34. Mboussa J, Monabeka H, Kombo M, Yokolo D, Yoka-Mbio A, Yala F.

Course of tuberculosis in diabetics. Rev Pneumol Clin2003;39:359.

35. Goswami R, Kochupillai N, editors. Endocrine implications on

tuberculosis. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd; 2001.

36. Sen T, Joshi SR, Udwadia ZF. Tuberculosis and Diabetes Mellitus:

Merging Epidemics. JAPI2009;57:399-404.

37. Mansoori D, Jamaati HR, Arami S, Zadsar M, Abbasian L, Esteghamati

AR, et al. Comparison of Lymphocyte Number and Their Subsets in Patients with

Diabetes Mellitus Type II, Tuberculosis and Concomitant TB and Diabetes.

Tanaffos2002;1(4):45-50.

38. Viardot A, Grey S, Mackay F, Chrisholm D. Potential anti-inflammatory

role of insulin via the preferential polarization of effector T cells toward a T

helper 2 phenotype. Endocrinology2007;148:346-53.

39. Stalenhoef J, Alisjahbana B, Nelwan E, Ven-Jongerkrijg Lvd, Ottenhoff T.

The role of interferon-gamma in the increased tuberculosis risk in type 2 diabetes

mellitus. Eur J Clin Microbiol Infect Dis2008;27:97-103.

40. Tsukaguchi K, Okamura H, Ikuno M, Kobayashi A, Fkuota A. The

relation between diabetes mellitus and IFN-gamma, IL-12 and IL-10 productions

by CD4+ alpha beta T cells and monocytes in patients with pulmonary

tuberculosis. Kekkaku1997;72:617-22.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012

Page 64: HUBUNGAN ANTARA GIZI KURANG DENGAN PREVALENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319892-S-PDF-Eko Arianto.pdf · Nutrisi, terutama pada keadaan gizi kurang, memainkan peran sentral

52

Universitas Indonesia

41. ASPEN. Guidelines for the use of parenteral and enteral nutrition in adult

and pediatric patients. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition2002;26(1).

42. Usfar A, Acha E, Martorell R, Hadi H, Thara R, Jus I. Expert meeting on

child growth and micronutrient deficiencies-new initiatives for developing

countries to achieve millennium development goals; executive summary report.

Asia Pac J Clin Nutr2009;18(3):462-9.

43. Indonesia: country profile and human development indicators [database on

the Internet]. UNDP. 2010 [cited 28 April 2011]. Available from:

http://hdrstats.undp.org/en/countries/profiles/IDN.html.

44. Mahan L, Escott S. Krause's food and nutrition theraphy. 12 ed. USA:

Saunders; 2008.

45. Ulijaszek S, Kerr D. Anthropometric measurement error and the

assessment of nutritional status. British Journal of Nutrition1999;82(3):165-77.

46. NICUS. Tuberculosis and Nutrition2010: Available from:

http://www.sun.ac.za/nicus/.

47. Alisjahbana B, R Cv, Sahiratmadja E, Heijer Md, Maya A, Istriana E, et

al. Diabetes mellitus is strongly associated with tuberculosis in Indonesia. Int J

Tuber Lung Dis2006;10(6):696-700.

Hubungan antara..., Eko Arianto, FK UI, 2012