hubungan antara dukungan sosial teman ......harga diri anak yatim dipengaruhi oleh status sosial...

23
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN HARGA DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN Venny Fillicyano Panda Jusuf Tjahjo Purnomo Ratriana Yuliastuti Endang Kusumiati Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN

    HARGA DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN

    Venny Fillicyano Panda

    Jusuf Tjahjo Purnomo

    Ratriana Yuliastuti Endang Kusumiati

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2015

  • ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial teman sebaya

    dengan harga diri remaja yang tinggal di panti asuhan. Teknik sampling yang digunakan

    pada penelitian ini adalah purposive sampling dan partisipan sebanyak 60 remaja panti

    asuhan. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Perceived social

    support from friends scale (PSS-Fr scale), 20 aitem skala psikologis yang mengukur

    dukungan sosial yang diterima dari teman sebaya dan State Self-Esteem Scale (SSES), 20

    aitem skala psikologis yang mengukur harga diri remaja. Korelasi antara dukungan sosial

    teman sebaya dan harga diri menggunakan penghitungan Pearson’s Product moment. Hasil

    dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan dengan

    koefisien korelasi sebesar 0,388 dan signifikansi 0,001 (p

  • ABSTRACT

    The purpose of this research is to know relation between social support of peer and self

    esteem of adolescents who live in orphanage. Purposive sampling is a sampling technique

    in the research with 60 participants. They are adolescent in the orphanage. This research

    used survey refers to Perceived social support from friends scale (PSS-Fr scale), 20 item

    psychology scale which survey peer social support and the State self esteem scale (SSES),

    20 item psychology scale which survey adolescent self esteem. The correlation between

    them are surveyed using Pearson's Product Moment calculation. The result was found that

    there is significant positive relation with a correlation coefficient 0,388 and significance

    below 0.001 (p < 0.01).

    Key word: Peers Social Support, Self-Esteem, Adolescent, Orphanage

  • PENDAHULUAN

    Harga diri yang sering disebut juga sebagai martabat diri (self-worth) atau

    gambaran diri (self-image), adalah suatu dimensi global dari diri . Harga diri

    mencerminkan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan realitas (Baumeister dkk., 2003

    dalam Santrock 2007). Harga diri dapat dikonseptualisasikan sebagai membangun

    hirarki sehingga dapat dipecah menjadi bagian-bagian penyusunnya. Dari perspektif

    ini,ada tiga komponen utama: performance self-esteem, social self-esteem, and physical

    self-esteem (Heatherton & Polivy 1991, dalam Heatherton & Wyland n.d ). Harga diri

    yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat atau benar mengenai martabatnya

    sebagai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan pencapaiannya. Namun, harga diri

    yang tinggi juga dapat mengindikasikan penghayatan mengenai superioritasnya

    terhadap orang lain, yang sombong, berlebihan dan tidak beralasan. Begitupun harga

    diri yang rendah dapat mengindikasikan persepsi yang tepat mengenai keterbatasan atau

    penyimpangan, atau bahkan kondisi tidak aman dan inferior yang akut (Santrock, 2007).

    Maslow mencatat dua versi kebutuhan harga diri, yang rendah dan yang tinggi, yang

    rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status,

    ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan

    dominasi. Bentuk yang lebih tinggi melibatkan kebutuhan untuk harga diri, termasuk

    perasaan seperti kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemerdekaan, dan

    kebebasan (Boeree, 2006).

    Terdapat hubungan positif yang signifikan antara harga diri remaja dan

    dukungan sosial yang dirasakan dari keluarga, teman sebaya, dan guru (Arslan, 2009).

    Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan yang signifikan dalam harga diri anak-

    anak yatim piatu dan anak-anak yang tinggal dengan orang tua mereka. Anak-anak

  • yatim piatu yang dilaporkan memiliki harga diri lebih rendah dibanding anak yang

    tinggal dengan orang tua mereka. Temuan penelitian ini memiliki implikasi untuk

    memahami keadaan emosional pikiran dan perkembangan kepribadian anak-anak yang

    tinggal di panti asuhan dibandingkan dengan mereka yang hidup dengan kedua orang

    tuanya. (Farooqi & Intezar, 2009). Seperti halnya penelitian tersebut, Gürsoy dkk

    (2012) mengatakan bahwa remaja puteri yang tinggal dengan orang tua mereka dapat

    mengatasi masalah mereka dengan mudah karena tingkat penerimaan mereka lebih

    tinggi dan mereka dapat mengembangkan harga diri mereka menjadi lebih tinggi

    dibandingkan dengan remaja puteri yang tinggal di panti asuhan. Kondisi lembaga bisa

    diatur kembali terkait untuk memfasilitasi penerimaan terhadap remaja, dukungan

    psikologis bisa disediakan bagi remaja yang membutuhkannya.

    Bagi sebagian besar remaja, perasaan tidak nyaman yang disebabkan oleh harga

    diri rendah hanya berlangsung sementara waktu. Namun pada beberapa remaja, harga

    diri rendah dapat berkembang menjadi masalah (Usher dkk., 2000; Zimmerman,

    Copeland & Shope, 1997 dalam Santrock 2007). Harga diri rendah dapat

    mengakibatkan depresi, bunuh diri, anorexia nervosa, kenakalan remaja dan masalah-

    masalah penyesuaian diri lainnya (Fenzel, 1994 dalam Santrock 2007). Tingkat

    keparahan dari masalah ini tidak hanya tergantung pada sifat dasar dari rendahnya harga

    diri remaja, namun juga tergantung pada kondisi-kondisi lainnya. Apabila harga diri

    rendah disertai dengan kesulitan dalam melalui masa transisi di sekolah, masalah dalam

    kehidupan keluarga, atau peristiwa-peristiwa menekan lainnya, maka munculnya

    masalah remaja dapat meningkat (Santrock, 2007).

    Selama dan setelah mengalami banyak transisi hidup, harga diri individu

    seringkali mengalami penurunan. Penurunan harga diri ini dapat berlangsung selama

  • transisi dari awal atau pertengahan hingga akhir sekolah menengah atas atau hingga

    perguruan tinggi (Santrock, 2007). Konteks sosial seperti keluarga, kawan-kawan, dan

    sekolah memiliki pengaruh terhadap perkembangan harga diri remaja ( Dusek &

    McIntyre, 2003; Harter, 2006; Turnage, 2004 dalam Santrock 2007). Remaja yang

    tinggal dengan orang tua memiliki kecenderungan bermasalah lebih rendah dan

    ketahanan tinggi dibandingkan dengan remaja yatim. Namun, hasil penelitian

    menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari harga diri remaja tanpa orang tua lebih rendah

    dibandingkan remaja dengan orang tua meskipun perbedaannya tidak signifikan (Yasin

    & Iqbal, n.d). Seperti halnya penelitian tersebut, anak-anak dengan harga diri yang

    tinggi memiliki hubungan yang lebih dekat dengan orang tua mereka daripada anak-

    anak dengan harga diri rendah (Coopersmith 1967; Gecas & Schwalbe 1986; Kernis

    2000 dalam Farooqi & Intezar, 2009).

    Harga diri anak yatim dipengaruhi oleh status sosial ekonomi (anak yatim, orang

    tua / wali). Ini merupakan indikasi bahwa perasaan berharga siswa dapat dipengaruhi

    oleh lingkungan yang meliputi apa yang orang tua / wali memiliki di rumah seperti di

    masyarakat. Para anak yatim juga hidup dalam kemiskinan dan kondisi

    tidak ada pengembangan ekonomi. Hal ini telah terbukti bahwa status sosio-ekonomi

    mempengaruhi harga diri mereka. Anak yatim pria maupun wanita telah tercatat

    memiliki harga diri yang rendah yang menunjuk bahwa sosio-ekonomi status anak

    yatim mempengaruhi harga diri mereka (Gatumu, Gitumu, & Oyugi, 2010).

    Sebagian besar interaksi orang tua-anak memiliki implikasi masa depan karena

    keluarga adalah tempat masing-masing kita belajar bagaimana berhubungan dengan

    dengan orang lain (Baron & Byrne, 2005). Namun, karena alasan seperti yang

    ditinggalkan oleh orang tua, kehilangan orang tua, disintegrasi keluarga dan lain-lain,

  • anak-anak hidup di panti asuhan (Anonim, 2009; Jacobi, 2009 dalam Gürsoy et al. 2012

    ). Karena kondisi fisik panti asuhan, kurangnya petugas di panti asuhan, pandangan

    masyarakat tentang panti asuhan, kurangnya dukungan keluarga mungkin memiliki efek

    negatif pada remaja yang tinggal di panti asuhan (Yildirim, 2005 dalam Gürsoy et al.

    2012 ). Berbagai keadaan membuat ritme kehidupan remaja di panti asuhan menjadi

    terganggu yaitu perubahan tempat tinggal, hilangnya kasih sayang dan perhatian.

    Perubahan-perubahan itu dapat mengganggu perkembangan psikologis remaja panti

    asuhan, termasuk dalam pembentukan self esteem (Gandaputra & Wirausaha,2009).

    Ada empat cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan harga diri remaja,

    yaitu (1) mengidentifikasikan penyebab rendahnya harga diri dan bidang-bidang

    kompetensi yang penting bagi diri, (2) menyediakan dukungan emosional dan

    persetujuan sosial, (3) meningkatkan prestasi, dan (4) meningkatkan keterampilan

    coping remaja (Santrock, 2007). Penilaian kawan-kawan semakin penting di masa

    remaja. Korelasi antara persetujuan kawan-kawan martabat diri / harga diri meningkat

    selama masa remaja. Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk

    konfirmasi dari orang lain juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap harga diri remaja

    (Harter, 1990b dalam Santrock 2007). Salah satu faktor yang mempengaruhi

    perkembangan harga diri remaja adalah hubungan dengan orang lain terutama

    significant others seperti orang tua, saudara kandung, dan teman-teman dekat.

    Dukungan dari orang-orang terdekat seperti pengasuh dan teman-teman sebaya

    diharapkan dapat membantu para remaja yang tinggal di panti asuhan agar memiliki

    harga diri yang tinggi.

    Menurut Sarafino (2002), dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang

    lain dapat disebut dengan dukungan sosial. Selain itu, dukungan sosial dapat juga

  • digambarkan sebagai dukungan sosial dan psikologis yang diberikan oleh lingkungan.

    Sistem pendukung sosial individu termasuk rekan-rekan, teman-teman, dan anggota

    keluarga, tetapi sumber-sumber dukungan sosial yang paling penting adalah keluarga,

    teman sebaya, dan guru (Arslan, 2009). Dukungan sosial ini dapat berupa dukungan

    emosional, dukungan penghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan

    informasi atau dukungan dari kelompok. Penelitian kontemporer menunjukkan bahwa

    keberhasilan akademis individu (Yildirim & Ergene, 2003), kemampuan pemecahan

    masalah (Budak, 1999; Unuvar 2003), tingkat prestasi sosial (Altunbas, 2002),

    kemampuan pengambilan keputusan (Gucray, 1998), tingkat kepuasan kehidupan

    (Duru, 2007), dan harga diri (Esenay, 2002; Kahriman, 2002; Unuvar 2003) secara

    positif dipengaruhi oleh peningkatan sistem dukungan sosial (Arslan. C, 2009). Teman

    sebaya adalah sumber bantuan dan dukungan yang paling dicari oleh remaja setelah

    orang tua. Saling berbagi ide pribadi, sosial, dan moral oleh teman-teman sebaya

    mendukung perkembangan individu dan sosialnya (Turner, 1999 dalam Arslan, 2009).

    Remaja memperoleh dukungan sosial yang lebih besar dari teman. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa dukungan sosial dari teman-teman memiliki hubungan yang lebih

    signifikan dengan harga diri dibandingkan dengan dukungan dari orang terdekat lainnya

    (Tam, 2011).

    Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    apakah ada hubungan positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan harga diri

    remaja yang tinggal di panti asuhan yang ada di Salatiga. Hipotesis dalam penelitian ini

    adalah terdapat hubungan positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan harga diri

    remaja yang tinggal di panti asuhan.

  • METODE PENELITIAN

    Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan desain

    korelasional. Variabel dependen pada penelitian ini adalah harga diri , sedangkan

    variabel independen pada penelitian ini adalah dukungan sosial teman sebaya.

    Partisipan

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu

    teknik purposive sampling, berdasarkan karakteristik tertentu, yaitu: remaja yang

    berusia 13 sampai 18 tahun, tinggal di panti asuhan yang ada di Salatiga. Jumlah

    partisipan dalam penelitian ini adalah 60 orang remaja laki-laki dan perempuan berusia

    13 sampai 18 tahun dari beberapa panti asuhan yang berada di Salatiga.

    Instrumen alat ukur

    Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ialah metode skala

    psikologi. Untuk mengukur dukungan sosial teman sebaya digunakan skala dukungan

    sosial teman sebaya yang mengacu pada Perceived social support from friends

    questonnaires (PSS-Fr2) yang disusun oleh Procidano dkk (Simmons & Lehmann

    2013) yang mengukur 2 aspek dari dukungan sosial teman sebaya yaitu : empathic

    availability dan reciprocity . Skala ini terdiri dari dari 20 aitem yang terdiri dari 15

    aitem favorable (aitem yang mendukung pernyataan) dan 5 aitem unfavorable (aitem

    yang tidak mendukung pernyataan). Untuk mengukur harga diri digunakan skala harga

    diri yang mengacu pada State Self-Esteem Scale (SSES) yang disusun oleh Heatherton

    & Polivy (Heatherton & Polivy, 1991) yang mengukur 3 aspek yaitu : Performance self-

  • esteem, Social self-esteem dan Physical/appearance self-esteem. Skala ini terdiri dari

    20 aitem yang terdiri dari 7 aitem favorable (aitem yang mendukung pernyataan) dan 13

    aitem unfavorable (aitem yang tidak mendukung pernyataan).

    Setelah aitem pertanyaan tersusun, maka kemudian diperlukan penilaian

    (skoring). Pernyataan yang mendukung (favorable) menggunakan urutan penelitian

    jawaban SS (sangat sering) diberi skor 4, SR (sering) diberi skor 3, SD (sedikit) diberi

    skor 2, dan TSS (tidak sama sekali) diberi skor 1. Sebaliknya, untuk pernyataan yang

    tidak mendukung (unfavorable) untuk pilihan jawaban SS (sangat sering) diberi skor 1,

    SR (sering) diberi skor 2, SD (sedikit) diberi skor 3, TSS (tidak sama sekali) diberi skor

    4.

    Uji coba skala pada penelitian ini menggunakan try out terpakai. Awalnya peneliti

    menggunakan standar 0,30 untuk melihat jumlah item valid, namun ternyata pada skala

    harga diri item yang gugur melebihi setengah dari jumlah keseluruhan item. Karena itu

    peneliti menurunkan standar syarat minimal menjadi 0.25. Melalui penghitungan-

    penghitungan yang dilakukan, maka muncul aitem-aitem yang gugur atau tidak layak

    untuk digunakan karena korelasi aitem total dari aitem-aitem yang ada tidak mencapai

    0,25. Pada skala dukungan sosial teman sebaya terdapat 2 aitem yang tidak memenuhi

    syarat minimal setelah dilakukan dua kali pengujian, sehingga total aitem yang layak

    digunakan berjumlah 18 aitem. Pada skala harga diri terdapat 7 aitem yang tidak

    memenuhi syarat minimal setelah dilakukan tiga kali pengujian, sehingga total item

    yang layak digunakan berjumlah 13 aitem. Setelah menyeleksi aitem-aitem yang gugur,

    kemudian dilakukan penghitungan dengan bantuan Alfa Cornbach untuk mendapatkan

    reliabilitas skala yang digunakan sebagai alat ukur. Dari hasil penghitungan tersebut,

  • didapat hasil reliabilitas skala dukungan sosial teman sebaya sebesar 0,829 dan

    reliabilitas skala harga diri sebesar 0,825.

    Prosedur Pengambilan Data

    Pengambilan data dilakukan pada tanggal 2-15 Desember 2014. Awalnya peneliti

    bertemu dengan pengurus masing-masing panti asuhan untuk meminta izin melakukan

    penelitian di masing-masing panti asuhan tersebut. Setelah mendapat izin dari pengurus

    panti, peneliti mengajukan surat permohonan kepada dosen pembimbing untuk

    membuat surat izin penelitian untuk diserahkan kepada pengurus masing-masing panti.

    Setelah mendapatkan surat izin dari pihak fakultas, peneliti dibantu beberapa teman

    melakukan menyerahkan surat izin penelitian kepada masing-masing pengurus panti

    asuhan dan melakukan pengambilan data dengan membagikan angket kepada masing-

    masing partisipan.

    Dari 70 angket yang dibagikan, ada 2 angket yang tidak dikembalikan dan dari 68

    angket yang kembali terdapat 8 angket yang tidak diskor karena dianggap tidak dapat

    digunakan dalam penelitian ini. Kedelapan angket yang tidak digunakan tersebut karena

    beberapa alasan yaitu ada item yang terlewatkan oleh pertisipan, ada item yang

    memiliki jawaban lebih dari 1 dan ada beberapa partisipan yang tenyata berusia kurang

    dan lebih dari usia yang ditetapkan peneliti. Dengan demikian, secara keseluruhan

    terdapat 60 partisipan yang digunakan dalam penelitian ini. Setelah dilakukan

    pengambilan data, maka dilakukan penghitungan reliabilitas dan korelasi antar aitem,

    uji asumsi, dan uji hipotesis menggunakan bantuan program SPSS ver. 16.00.

  • Teknik analisis data

    Untuk menguji daya diskriminasi aitem maupun reliabilitas pada penelitian ini

    menggunakan formula koefisien korelasi Pearson’s product momment dan teknik Alfa

    Cornbach. Pengujian normalitas pada penelitian ini menggunakan Kolmogorov-

    Smirnov, untuk uji linearitas digunakan ANOVA table of linearity, sedangkan

    pengujian hipotesis menggunakan Pearson’s product momment.

    HASIL PENELITIAN

    Sebelum melihat apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial teman sebaya

    dengan harga diri, maka dilakukan uji asumsi diantaranya uji normalitas dan uji

    linearitas agar memastikan data yang diperoleh bisa dan layak untuk digunakan dalam

    penelitian ini.

    Uji normalitas

    Dari hasil penghitungan melalui Kolmogorov-Smirnov SPSS 16.00, di dapatkan bahwa

    Skor K-S-Z Dukungan Sosial dengan signifikansi sebesar 0,789 (p > 0,05) sedangkan

    skor K-S-Z Harga Diri dengan signifikansi 0,788 (p > 0,05). Dari hasil tersebut, maka

    data kedua variabel dapat dikatakan berdistribusi normal.

    Uji Linearitas

    Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah antar variabel memiliki

    hubungan secara linear atau tidak secara signifikan. Dari hasil uji linearitas yang

    dilakukan dengan menggunakan ANOVA table of linearity, maka didapatkan hasil Fbeda

    dengan signifikansi sebesar 0,206 (p>0,05). Artinya Dukungan sosial dan harga diri

    memiliki hubungan yang linear.

  • Analisis deskriptif

    Setelah dilakukan uji asumsi, maka analisis stastistik deskriptif dilakukan, untuk

    mengetahui kategorisasi tiap variabel.

    Dukungan Sosial

    No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar

    Deviasi

    1. 61,2 < x ≤ 72 Sangat Tinggi 5 8,33 %

    51,87

    7,014

    2. 50,4 < x ≤ 61,2 Tinggi 32 53,3 %

    3. 39,6 < x ≤ 50,4 Sedang 21 35 %

    4. 28,8 < x ≤ 39,6 Rendah 2 3,3 %

    5. 18 ≤ x ≤ 28,8 Sangat

    Rendah

    0 0 %

    Hasil data statistik deskriptif dukungan teman sebaya menunjukkan bahwa total

    skor minimum pada variabel ini adalah 18, total skor maksimal 72, dengan mean 51,87

    dan standar deviasi 7,014. Data menunjukan bahwa dukungan sosial teman sebaya dari

    60 subjek yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi.

    Pada kategori sangat rendah didapati presentase sebesar 0 %, kategori rendah sebesar

    3,3 %, kategori sedang didapati persentase sebesar 35 %, kategori tinggi sebesar 53,3

    %, dan kategori sangat tinggi sebesar 8,33 %. Maka secara umum dapat dikatakan

    bahwa dukungan sosial teman sebaya yang dimiliki oleh remaja yang tinggal di panti

    asuhan di Salatiga berada pada kategori tinggi.

  • Harga diri

    No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar

    Deviasi

    1. 44,2 < x ≤ 52 Sangat Tinggi 14 23,3 %

    39,13

    6,041

    2. 36,4 < x ≤ 44,2 Tinggi 27 45 %

    3. 28,6 < x ≤ 36,4 Sedang 15 25 %

    4. 20,8 < x ≤ 28,6 Rendah 4 6,6 %

    5. 13 ≤ x ≤ 20,8 Sangat

    Rendah

    0 0 %

    Hasil data statistik deskriptif harga diri menunjukkan bahwa total skor minimum

    pada variabel ini adalah 13, total skor maksimal 52, dengan mean 39,13 dan standar

    deviasi 6,041 Data menunjukan bahwa dukungan sosial teman sebaya dari 60 subjek

    yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi. Pada kategori

    sangat rendah didapati presentase sebesar 0%, kategori rendah sebesar 6,6 %, kategori

    sedang didapati persentase sebesar 25 %, kategori tinggi sebesar 45 %, dan kategori

    sangat tinggi sebesar 23,3 %. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa harga diri

    yang dimiliki oleh remaja yang tinggal di panti asuhan di Salatiga berada pada kategori

    tinggi.

    Uji Korelasi

    Setelah mengetahui kelayakan data yang diperoleh melalui uji asumsi yang

    dilakukan, maka dilakukan uji hipotesis dengan mengggunakan Pearson’s product

    momment untuk mengetahui arah korelasi kedua veriabel. Uji korelasi yang dilakukan

    menemukan bahwa korelasi antara dukungan sosial teman sebaya dengan harga diri

  • memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,388 dan signifikansi sebesar 0.001 (p

  • yang dimiliki oleh remaja maka akan semakin rendah juga harga diri yang akan

    dimilikinya.

    Berbagai keadaan membuat ritme kehidupan remaja di panti asuhan menjadi

    terganggu yaitu perubahan tempat tinggal, hilangnya kasih sayang dan perhatian.

    Perubahan-perubahan itu dapat mengganggu perkembangan psikologis remaja panti

    asuhan, termasuk dalam pembentukan self esteem (Gandaputra & Wirausaha,2009).

    Harga diri yang tinggi membuat seseorang jauh lebih efektif, bahagia, sukses, dan

    percaya diri saat berinteraksi dengan lingkungan (Arslan,2009).

    Penelitian kontemporer menunjukkan bahwa keberhasilan akademis individu

    (Yildirim & Ergene, 2003), kemampuan pemecahan masalah (Budak, 1999; Unuvar

    2003), tingkat prestasi sosial (Altunbas, 2002), kemampuan pengambilan keputusan

    (Gucray, 1998), tingkat kepuasan kehidupan (Duru, 2007), dan harga diri (Esenay,

    2002; Kahriman, 2002; Unuvar 2003) secara positif dipengaruhi oleh peningkatan

    sistem dukungan sosial (Arslan. C, 2009).

    Dukungan sosial merupakan faktor penting untuk pembentukan

    harga diri selama masa remaja (Rosenberg, 1981 dalam Arslan,2009). Teman sebaya

    adalah sumber bantuan dan dukungan yang paling dicari oleh remaja setelah orang tua.

    Saling berbagi ide pribadi, sosial, dan moral oleh teman-teman sebaya mendukung

    perkembangan individu dan sosialnya (Turner, 1999 dalam Arslan, 2009). Remaja

    memperoleh dukungan sosial yang lebih besar dari teman. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa dukungan sosial dari teman-teman memiliki hubungan yang lebih

    signifikan dengan harga diri dibandingkan dengan dukungan dari orang terdekat lainnya

    (Tam, 2011).

  • Adanya hubungan positif antara dukungan teman sebaya dengan harga diri pada

    remaja yang tinggal di panti asuhan dapat disebabkan penilaian kawan-kawan yang

    semakin penting di masa remaja. Korelasi antara persetujuan kawan-kawan dengan

    martabat diri / harga diri meningkat selama masa remaja. Dukungan emosional dan

    persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain juga memiliki pengaruh

    yang kuat terhadap harga diri remaja (Harter, 1990b dalam Santrock 2007).

    KESIMPULAN

    Mengacu pada hasil penelitian yang telah didapatkan, maka kesimpulan dari penelitian

    ini adalah:

    1. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara dukungan sosial teman sebaya

    dengan harga diri remaja yang tinggal di panti asuhan di Salatiga. Makin tinggi

    dukungan sosial teman sebaya yang diterima makin tinggi pula harga diri remaja, atau

    sebaliknya makin rendah dukungan sosial teman sebaya yang diterima , makin rendah

    pula harga diri remaja.

    2. Sebagian besar remaja pada penelitian ini memiliki dukungan sosial dari teman

    sebaya pada kategori tinggi dan sebagian besar remaja memiliki harga diri pada

    kategori tinggi.

    3. Sumbangan efektif sebesar 15 %

    Dari kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan pada pihak panti asuhan agar:

    1. Memperhatikan kebutuhan setiap remaja yang tinggal di panti asuhan serta

    memberi dukungan dan perhatian sehingga mereka memiliki harga diri yang

    tinggi.

  • Bagi remaja , penulis menyarankan agar :

    1. Menjalin hubungan yang sehat dengan teman-teman sebaya maupun orang lain.

    2. Saling memberi dukungan satu sama lain sehingga tidak ada yang merasa

    terkucilkan.

    Untuk penelitian selanjutnya, penulis memberi saran agar:

    1. Dapat meneliti dukungan sosial teman sebaya dengan harga diri remaja yang

    tinggal di panti asuhan ditinjau dari jenis kelamin.

    2. Dapat melakukan penelitian di panti asuhan yang berada di daerah-daerah lain

    Penelitian ini memiliki kelebihan maupun keterbatasan.Kelebihan dari penelitian

    ini adalah penelitian ini dapat menggambarkan dukungan teman sebaya maupun harga

    diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan.

    Keterbatasan pada penelitian ini adalah beberapa aitem pada skala 1 yang

    mungkin kurang dimengerti oleh subjek saat pengambilan data sehingga beberapa

    subjek harus bertanya kepada teman mapun peneliti.

  • Daftar pustaka

    Arslan, C. (2009). Anger, self-esteem, and perceived social support in adolescence.

    Social Behavior And Personality, 37, 555-564.

    Baron, R.A & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial. Edisi kesepuluh. Jilid 2. Jakarta:

    Penerbit Erlangga

    Boeree, G.C., (2006). Personality theories. Retrieved August 12, 2014, from

    http://webspace.ship.edu/cgboer/maslow.html

    Farooqi, Y.N. & Intezar, M. (2009). Differences in self-esteem of orphan children

    and children living with their parents. J.R.S.P, 46, 115-130 .

    Gandaputra, A. & Wirausaha. (2009) Gambaran self-esteem remaja yang tinggal di

    panti asuhan. Journal psikologi, 7, 52-70.

    Gatumu, H. N., Gitumu, M. W., & Oyugi, E. O. (2010). Orphan students self-

    esteem and their relationship between socio-economic status among secondary

    school students in three districts of central Kenya. Journal of Sociology,

    Psychology and Anthropology in Practce: Int’l Perspection, 2, 1-8.

    Gürsoy, F., Bicakci,M.W., Orhan, E., Bakirci, S., Catak, S., & Yerebakan, O.

    (2012) Study on self-concept levels of adolescents in the age group of 13-18

    who live in orphanage and those who do not live in orphanage. International

    Journal of Social Sciences and Education, 2, 56-66.

    Heatherton, T. F., & Polivy, J. (1991). Development and validation of a scale for

    measuring state self-esteem. Journal of personality and social psychology. 60,

    895-910.

    Heatherton, T.F., & Wyland, C.L. (n.d). Assessing Self-Esteem.

    Lehmann, P., & Simmons, C.A. (2013). Tools for Strengths-Based Assessment and

    Evaluation, Retrived from

    http://books.google.co.id/books?id=Axd8rLFuUyIC&pg=

    RA1PA156&dq=tools+for+strengthsbased+assessment+and+evaluation+pdf&

    hl=id&sa=X&ei=H2BWVLVCzqO5BObigsgB&redir_esc=y#v=onepage&q&f

    =false

    Santrock, J. W. (2007). Remaja. Edisi 11. Jilid 1. Jakarta : penerbit Erlangga

    Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health psychology, Biopsychosocial

    Interactions. Seventh Edition. United States of America: John Wiley & Sons,

    inc.

    Tam. C. (2011). Perceived Social Support and Self-Esteem towards Gender Roles:

    Contributing Factors in Adolescents. Asian Social Science, 7, 1-10.

    http://books.google.co.id/books?id=Axd8rLFuUyIC&pg=%20RA1PAhttp://books.google.co.id/books?id=Axd8rLFuUyIC&pg=%20RA1PA

  • Yasmin, N. F., Marina, I. (2009) Differences in self-esteem of orphan children and

    children living