hpi

7
1 SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Pada umumnya pengertian dari Hukum Perdata Internasional adalah seperangkat kaidah-kaidah, asas-asas, dan aturan-aturan hukum nasional yang dibuat untuk mengatur peristiwa atau hubungan hukum yang mengandung unsur-unsur transional (unsur-unsur ekstrateritorial). Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional dibagi menjadi enam tahapan yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Tahap pertama (Masa Kekaisaran Romawi Abad ke 2-6 sesudah Masehi) Masa ini adalah masa awal perkembangan hukum perdata internasional. Wujud nyatanya adalah dengan tampaknya hubungan antara warga romawi dengan pendudukprovinsi atau municipia, dan penduduk provinsi atau orang asing dengan satu sama lain di dalam wilayah kekaisaran romawi. Dalam hubungan hukum tersebut tentu memiliki sengketa, dan untuk menyelesaikan sengketa dibentuklah peradilan khusus yang disebut preator peregrines. Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu hukum yang berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar. Asas HPI yang berkembang pada masa ini dan menjadi asas penting dalam HukumPerdata Internasional modern yakni: a. Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs) yang berarti perkara-perkara yang menyangkut benda- benda tidak bergerak tunduk pada hukum dari tempat di mana benda itu berada/terletak. b. Asas Lex Domicilii yang berarti hak dan kewajiban perorangan harus diatur oleh hukumdari tempat seseorang berkediaman tetap.

Upload: fauziah-nabila

Post on 15-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hpi fitri

TRANSCRIPT

  • 1

    SEJARAH PERKEMBANGAN

    HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

    Pada umumnya pengertian dari Hukum Perdata Internasional adalah seperangkat

    kaidah-kaidah, asas-asas, dan aturan-aturan hukum nasional yang dibuat untuk mengatur

    peristiwa atau hubungan hukum yang mengandung unsur-unsur transional (unsur-unsur

    ekstrateritorial).

    Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional dibagi menjadi enam tahapan

    yang akan dijelaskan sebagai berikut :

    1. Tahap pertama (Masa Kekaisaran Romawi Abad ke 2-6 sesudah Masehi)

    Masa ini adalah masa awal perkembangan hukum perdata internasional. Wujud

    nyatanya adalah dengan tampaknya hubungan antara warga romawi dengan

    pendudukprovinsi atau municipia, dan penduduk provinsi atau orang asing dengan

    satu sama lain di dalam wilayah kekaisaran romawi. Dalam hubungan hukum tersebut

    tentu memiliki sengketa, dan untuk menyelesaikan sengketa dibentuklah peradilan

    khusus yang disebut preator peregrines. Hukum yang digunakan adalah Ius Civile,

    yaitu hukum yang berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk

    kepentingan orang luar.

    Asas HPI yang berkembang pada masa ini dan menjadi asas penting dalam

    HukumPerdata Internasional modern yakni:

    a. Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs) yang berarti perkara-perkara yang menyangkut benda-

    benda tidak bergerak tunduk pada hukum dari tempat di mana benda itu

    berada/terletak.

    b. Asas Lex Domicilii yang berarti hak dan kewajiban perorangan harus diatur oleh

    hukumdari tempat seseorang berkediaman tetap.

  • 2

    c. Asas Lex Loci Contractus yang berarti bahwa terhadap perjanjian-perjanjian (yang

    melibatkan para pihak-pihak warga dari provinsi yang berbeda) berlaku hukum dari

    tempatpembuatan perjanjian.

    2. Tahap kedua (Masa Pertumbuhan Asas Personal Hukum Perdata Internasional

    Abad ke 6-10)

    Pada masa ini kekaisaran romawi ditaklukan oleh orang barbar dan wilayah

    bekas provinsi-provinsi jajahan romawi, dan akibatnya ius civile pada masa kekaisaran

    romawi tidak berguna.

    Pada masa ini tumbuh dan berkembang beberapa prinsip atau asas genealogis,

    yaitu:

    1. Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian

    sengketahukum, hukum yang digunakan adalah hukum dari pihak tergugat.

    2. Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian bagi seseorang harus dilakukan

    berdasarkan hukum perssonal dari masing-masing pihak.

    3. Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan hukum personal dari pihak

    pewaris.

    4. Peralihan hak milik atas benda harus dilaksanakan sesuai dengan hukum

    personalpihak transferor.

    5. Penyelesaian perkara tentang perbuatan melanggar hukum harus dilakukan

    berdasarkan hukum personal dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum.

    6. Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari pihak

    suami.

  • 3

    3. Tahap Ketiga (Pertumbuhan Asas Teritorial Abad ke 11-12 di Italia)

    Pertumbuhan asas genealogis sulit untuk dipertahankan diakibatkan struktur

    masyarakat yang semakin condong ke arah masyarakat teritorialistik diseluruh wilayah

    eropa.

    Keanekaragaman sistem-sistem hukum lokal kota-kota ini didukung dengan

    intensitas perdagangan antar kota yang tinggi yang sering menimbulkan persoalan

    mengenai pengakuanterhadap hak asing diwilayah suatu kota. Dalam hal

    menyelesaikan masalah inilah untukmenjawab perselisihan tersebu dapat dianggap

    sebagai pemicu tumbuhnya teori HukumPerdata Internasional yang dikenal dengan

    sebutan teori statuta diabad ke 13 sampai abad 15.

    4. Tahap Keempat (Perkembangan Teori Statua) yang terdiri dari:

    a) Perkembangan Teori Statua di Italia (Abad ke 13-15)

    Lahirnya teori statuta italia dipicu oleh gagasan seorang tokoh post glassator

    yangbernama Accurcius yaitu Bila seorang yang berasal dari suatu kota tertentu di

    Italia di gugat. disebuah kota lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum

    dari kota lain it karena iabukan subjek hukum dari kota lain itu.

    b) Perkembangan Teori Statua di Prancis (Abad ke 16)

    Situasi Struktur kenegaraan Prancis pada abad ini, mendorong untuk

    mempelajarihubuungan perselisihan secara intensif. Para ahli hukum Prancis

    berusaha menjalani danmemodifikasi teori Statuta Italia dan menerapkannya dalam

    konflik antar propinsi di Prancis,beberapa tokoh teori statuta diprancis yang dikenal

    yaitu Dumoulin (1500-1566) danDArgentre (1523-1603).

  • 4

    c) Perkembangan Teori Statua Di Belanda (Abad ke 17-18)

    Tokoh dalam Teori Statuta Belanda adalah Ulrik Huber (1636-1694), dan

    JohannesVoet (1647-1714).

    Prinsip dasar yang dijadikan titik tolak dalam teori statuta belanda ini adalah

    kedaulatan ekslusif negara yang berlaku didalam teritorial suatu negara.

    Ulrik, untuk menyelesaikan perkara hukum perdata internasional, ulrik

    berpendapatbahwa orang harus bertitik tolak dari 3 prinsipdasar, yaitu:

    a. Hukum suatu negara hanya berlaku dalam batas-batas teritorial negara

    itu.

    b. Semua orang atau subjek hukum secara tetap atau sementara berada

    didalam teritorial wilayah suatu negara berdaulat.

    c. Berdasarkan prinsip sopan santun antarnegara, hukum yang belaku

    dinegaraasalnya tetap memilikikekuatan berlaku dimana-mana,

    sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari

    negara pemberin pengakuan.

    Menurut Johannes Voet, ia menjelaskan kembali ajaran comitas gentium, yaitu:

    1) Pemberlakuan hukum asing disuatu negara bukan merupakan

    kewajiban hukum internasional.

    2) Suatu negara asing tidak dapat menuntut pengakuan kaidah hukumnya

    didalam wilayah hukum suatu negara lain.

    3) Karena itu, pengakuan atas berlakunya suatu hukum asing hanya

    dilakukan demi sopan santun pergaulan antar negara.

    4) Namun, asas comitas gentium harus ditaati oleh setiap negara dan asas

    ini harus dianggap sebagai bagian dari suatu sistem hukum nasional

    negara itu.

  • 5

    5. Tahap Kelima (Teori Hukum Perdata Internasional Universal) Abad ke 19

    Tokoh yang mencetuskan teori ini adalah Friedrich Carl V. Savigny yang

    berasal dariJerman. Pemikiran Savigny ini juga berkembang setelah didahului oleh

    pemikiran tokoh lainyang juga berasal dari jerman yaitu C.G. Von Wacher yang

    mengkritik bahwa teori statutaitalia dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum.

    Watcher berasumsi bahwa Hukum intern forum hanya dibuat untuk dan

    hanyaditerapkan pada kasus-kasus hukum lokal saja. Karena itu kaidah perkara

    Hukum perdata internasional, forumlah yang harus menyediakan kaidah hukum

    perdata internasional.

    Sedangkan demikian pandangan F.C Von Savigny adalah bahwa:

    1. Savigny mencoba menggunakan konsepsi legal seat itu dengan

    berasumsi bahwauntuk setiap jenis hubungan hukum, dapat ditentukan

    legal seat/tempat kedudukan hukumnya dengan melihat hakikat dari

    hubungan tersebut.

    2. Jika orang hendak menetukan aturan hukum apa yang seharusnya

    berlaku dalam suatuperkara yang terbit dari suatu hubungan hukum.

    3. Savigny beranggapan bahwa legal seat itu harus ditetapkan terlebih

    dahulu dancaranya adalah dengan melokalisasi tempat kedudukan

    hukum dari hubungan hukum itu melalui bantuanm titik-titik taut.

    4. Jika tempat kedudukan hukum dari suatu jenis hubungan hukum telah

    dapat ditentukan, sistem hukum dari tempat itulah yang akan digunakan

    sebagai lex causae.

    5. Setelah tempat kedudukan hukum itu dapat selalu dilokalisasi, melalui

    penerapantitik-titik taut yang sama pada hubungan hukum yang sejenis.

  • 6

    6. Asas hukum itulah yang menjadi asas Hukum Perdata Internasional

    yang menurut pendekatan tradisional mengandung titik taut penentu

    yang harus digunakan dalam rangka menentukan lex causae.

    7. Menggunakan sebuah asas HPI yang bersifat tetap untuk

    menyelesaikan berbagaiperkara HPI.

    6. Tahap Keenam (Perkembangan Hukum Perdata Internasional di Indonesia)

    Masalah yang mendorong ke arah perhatian yang lebih besar mengenai Hukum

    Perdata Internasional adalah Perkara Tembakau Bremen, suatu perkara di muka

    Pengadilan Distrik Bremen, yang menyangkut jual-beli suatu partij tembakau yang

    dijual oleh suatu perusahaan di Indonesia dan karena nasionalisasi tahun 1958

    menjadi Perusahaan Negara.

    Pada tahun 1967, Pemerintah Republik Indonesia membuka wilayahnya lebar-

    lebar untuk passaran modal dan barang serta lalu lintas orang asing. Perkembangan

    Hukum Perdata Internasional kini tidak lagi ditinjau secara perdata semata-mata,

    melainkan sudah menuju kepada corak transnasional.

    Kembali kepada masalah lahirnya Hukum Perdata Internasional di Indonesia.

    Sebelum adanya sebuah negara yakni Indonesia, berbagai negara kerajaan terdapat di

    Nusantara zaman bahari. Maka hubungan antara warga negara atau kaula kerajaan

    yang satu dengan yang lainnya merupakan kebiasaan. Di wilayah Nusantara yang

    penghuninya berbahasa Jawa maka kepada orang asing yang datang (dari negara

    kerajaan lain di Nusantara) untuk berdagang di berikan sebutan khusus yaitu Wong

    dagang Nusantara sebagai sebutan orang asing. Tidak dapatdisangkal bahwa

    hubungan dagang yang terjadi adalah hubungan Hukum Perdata Internasional.

    Demikian pula ketika orang Eropa berdangang di wilayah Nusantara, maka hubungan

    yang terjadi adalah merupakan hhubungan Hukum perdata Internasional.

  • 7

    DAFTAR PUSTAKA

    Bayu Seto, Dasar-dasar hukum perdata Internasional, Bandung : PT Citra Aditya bakti, 2001.

    Hardjowohono, Bayu Seto.2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional.Bandung :

    PT.Citra Aditya Bakti.

    Mochtar Kusumaatmaja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung : PT

    Alumni, 2003

    Syahmin Ak., S.H., M.H dan Amirul Husni, S.H, Hukum Perdata Internasional, Universitas

    Sriwijaya, Palembang, 2005.

    Undang-Undang: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.