hospital majapahit-vol-3-no-1

110
ISSN : 2085 - 0204 JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT HOSPITAL MAJAPAHIT VOL 3 NO. 1 Hlm. 1 - 103 Mojokerto Februari 2011 ISSN 2085 - 0204 DIAN IRAWATI Faktor Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Di Pasuruan SULISDIANA Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Tentang Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di BPS Muji Winarnik Mojokerto ELYANA MAFTICHA Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse Di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo FARIDA YULIANI Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas Di BPS “A” Balongtani Jabon Sidoarjo DYAH SIWI HETY Hubungan Usia Dan Paritas Dengan Kejadian Ca Cervix Di RSUD Sidoarjo Tahun 2009 SARMINI MOEDJIARTO Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Perdarahan Post Partum Di RB Medika Utama Wonokupang Balongbendo Sidoarjo Tahun 2009

Upload: fluerrowdw1

Post on 28-Jan-2018

571 views

Category:

Career


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hospital majapahit-vol-3-no-1

ISSN : 2085 - 0204

JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT

HOSPITAL MAJAPAHIT

VOL 3 NO. 1 Hlm.

1 - 103 Mojokerto

Februari 2011 ISSN

2085 - 0204

DIAN IRAWATI Faktor Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Ketepatan Imunisasi DPT

Combo Dan Campak Di Pasuruan

SULISDIANA Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Tentang

Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di BPS Muji Winarnik Mojokerto

ELYANA MAFTICHA Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Tablet Kalsium Pada

Wanita Premenopouse Di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo

FARIDA YULIANI Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas Di BPS “A” Balongtani

Jabon Sidoarjo

DYAH SIWI HETY Hubungan Usia Dan Paritas Dengan Kejadian Ca Cervix Di RSUD Sidoarjo

Tahun 2009

SARMINI MOEDJIARTO Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Perdarahan Post Partum

Di RB Medika Utama Wonokupang Balongbendo Sidoarjo Tahun 2009

Page 2: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3. No. 1, Februari 2011 ISSN : 2085 - 0204 Pengantar Redaksi,

Jurnal Hospital Majapahit Vol. 3 No 1 Tahun 2011 banyak didominasi oleh publikasi dosen

kebidanan tentang pengembangan penelitian di bidang kesehatan ibu dan anak. Hasil

penelitian ini selain menunjang perbaikan materi pengajaran ke mahasiswa juga diharapkan

membawa manfaat pada peningkatan status derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Artikel yang pertama ditulis oleh Dian Irawati yang membahas tentang faktor karakteristik ibu

yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan campak di Pasuruan. Dalam artikel

ini dijelaskan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan

Campak. Pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT Combo dan Campak mempengaruhi ketepatan

imunisasi DPT Combo dan Campak pada bayi yang disebabkan beberapa faktor antara lain

pengetahuan ibu, sumber informasi yang didapat,pendidikan ibu. Semakin kurang pengetahuan ibu

semakin tidak tepat pula dalam mengimunisasikan bayinya. Oleh karena itu, peran tenaga kesehatan

dan kader harus lebih di tingkatkan untuk memberikan informasi melalui penyuluhan dengan

menyebarkan leaflet tentang jadwal pemberian Imunisasi secara tepat dan pentingnya imunisasi pada

bayi.

Artikel yang kedua ditulis oleh Sulisdiana yaitu tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Muji Winarnik

Mojokerto. Hasil penelitian ini membahas bahwa sebagian besar ibu sebenarnya telah mempunyai

pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi. Pengetahuan ini muncul karena responden telah

memperoleh informasi yang cukup baik dari pengalaman sendiri atau lingkungan serta dapat pula dari

tenaga kesehatan. Pengetahuan responden terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

umur, pendidikan, dan pekerjaan.

Artikel yang ketiga ditulis oleh Ellyana Mafticha dengan tema Faktor-faktor yang

berhubungan dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita pre menopouse di desa Tanjek Wagir

Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Artikel ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan

pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa

Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian

ini adalah sangat kuat. Sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang osteoporosis akan

tatapi mereka tidak mengkonsumsi tablet kalsium dengan teratur di karenakan masalah biaya dan

malas minum tablet kalsium setiap hari. Konsumsi tablet kalsium ini bermanfaat untuk mencegah

terjadinya gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang, dan kejang otot.

Artikel yang keempat ditulis oleh Farida Yuliani yang membahas tentang Perilaku Pantang

Makan Pada Ibu Nifas di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo. Artikel ini menjelaskan bahwa pantang

makan pada ibu nifas dapat mempengaruh kelancaran produksi ASI. Sehingga perlunya peningkatan

informasi tentang pantang makan pada ibu nifas, supaya ibu nifas mengetahui pentingnya makanan

bergizi untuk kesehatan ibu dan bayi.

Artikel yang kelima ditulis oleh Dyah Siwi Hety tentang hasil penelitiannya yang

dipublikasikan pada tahun 2010 yakni tentang Hubungan Usia dan Paritas Dengan Kejadian Ca Cervix

di RSUD Sidoarjo Tahun 2009. Hasil penelitian ini membahas tentang hubungan antara paritas

dengan kejadian Ca Cerviks. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Ca Cerviks : Human

Papilloma Virus, merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini, berganti-ganti

pasangan seksual, gangguan system kekebalan tubuh, pemakaian pil KB, infeksi herpes genetalis atau

infeksi klamidia menahun, lanjut usia, kegemukan, menstruasi pertama di usia dini, menopause yang

terlambat dan belum pernah hamil. Simpulan penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan paritas

tinggi cenderung terkena kanker serviks lebih besar dibandingkan pasien dengan paritas rendah.

Penyakit kanker serviks adalah jenis penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Salah satu upaya

mencegah kanker serviks adalah dengan membatasi jumlah anak dan melakukan pemeriksaan pap

smear sebagai upaya pencegahan kanker serviks.

Page 3: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT

Artikel yang keenam ditulis oleh Sarmini Moedjiarto yang membahas tentang karakteristik ibu

yang berhubungan dengan perdarahan post partum di RB Medika Utama Wonokupang Balongbendo

Sidoarjo tahun 2009. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

variabel independen (jarak persalinan) dan variabel dependen ( perdarahan post partum ). Kesimpulan

dari penelitian ini adalah bahwa jarak persalinan merupakan salah satu penyebab predisposisi

terjadinya perdarahan post partum. Perlu adanya penanganan obstetrik yang efisian dalam pemantauan

kehamilan agar komplikasi persalinan terhadap perdarahan post partum bisa di cegah.

Redaksi,

Page 4: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3. No. 1, Februari 2011 ISSN : 2085 - 0204

Kebijakan Editorial dan Pedoman Penulisan Artikel

Kebijakan Editorial

Jurnal Hospital Majapahit diterbitkan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto secara berkala

(setiap 6 bulan) dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi hasil penelitian, artikel ilmiah

kepada akademisi, mahasiswa, praktisi dan lainnya yang menaruh perhatian terhadap penelitian-

penelitian dalam bidang kesehatan. Lingkup hasil penelitian dan artikel yang dimuat di Jurnal Hospital

Majapahit ini berkaitan dengan pendidikan yang dilakukan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit

Mojokerto.

Jurnal Hospital Majapahit menerima kiriman artikel yang ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa

Inggris. Penentuan artikel yang dimuat dalam Jurnal Hospital Majapahit dilakukan melalui proses

blind review oleh editor Hospital Majapahit. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam penentuan pemuat

artikel, antara lain : terpenuhinya syarat penulisan dalam jurnal ilmiah, metode penelitian yang

digunakan, kontribusi hasil penelitian dan artikel terhadap perkembangan pendidikan kesehatan.

Penulis harus menyatakan bahwa artikel yang dikirim ke Hospital Majapahit, tidak dikirim atau

dipublikasikan dalam majalah atau jurnal ilmiah lainnya.

Editor bertanggung jawab untuk memberikan telaah konstruktif terhadap artikel yang akan dimuat,

dan apabila dipandang perlu editor menyampaikan hasil evaluasi artikel kepada penulis. Artikel yang

diusulkan untuk dimuat dalam jurnal Hospital Majapahit hendaknya mengikuti pedoman penulisan

artikel yang dibuat oleh editor. Artikel dapat dikirim ke editor Jurnal Hospital Majapahit dengan

alamat :

Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363

Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,

Email : [email protected]

Page 5: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3. No. 1, Februari 2011 ISSN : 2085 - 0204 Pedoman Penulisan Artikel.

Penulisan artikel dalam jurnal kesehatan hospital majapahit yang diharapkan menjadi pertimbangan

penulis.

Format.

1. Artikel diketik dengan spasi ganda pada kertas A4 (210 x 297 mm).

2. Panjang artikel maksimum 7.000 kata dengan Courier atau Times New Roman font 11 – 12 atau

sebanyak 15 sampai dengan 20 halaman.

3. Margin atas, bawah, samping kanan dan samping kiri sekurang kurangnya 1 inchi.

4. Semua halaman sebaiknya diberi nomor urut.

5. Setiap table dan gambar diberi nomor urut, judul yang sesuai dengan isi tabel atau gambar serta

sumber kutipan.

6. Kutipan dalam teks menyebutkan nama belakang (akhir) penulis, tahun, dan nomor halaman jika

dipandang perlu. Contoh :

a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Rahman, 2003), jika disertai dengan halaman

(Rahman, 2003:36).

b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (David dan Anderson, 1989).

c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari satu penulis (David dkk, 1989).

d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (David, 1989, 1992), jika tahun publikasi

sama (David, 1989a, 1989b).

e. Sumber kutipan dari satu institusi sebaiknya menyebutkan singkatan atau akronim yang

bersangkutan (BPS, 2007: DIKNAS, 2006).

Isi Tulisan.

Tulisan yang berupa hasil penelitian disusun sebagai berikut :

Abstrak, bagian ini memuat ringkasan artikel atau ringkasan penelitian yang meliputi masalah

penelitian, tujuan, metode, hasil, dan kontribusi hasil penelitian. Abstrak disajikan diawal teks dan

terdiri antara 200 sampai dengan 400 kata (sebaiknya disajikan dalam bahasa inggris). Abstrak diberi

kata kunci (key word) untuk memudahkan penyusunan indeks artikel.

Pendahuluan, menguraikan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan

untuk menjadi hipotesis dan model penelitian.

Kerangka Teoritis, memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan

untuk mengembangkan hipotesis dan model penelitian.

Metode Penelitian, memuat pendekatan yang digunakan, pengumpulan data, definisi

Dan pengukuran variable serta metode dan teknik analisis data yang digunakan.

Hasil Penelitian, berisi pemaparan data hasil tentang hasil akhir dari proses kerja teknik analisis data,

bentuk akhir bagian ini adalah berupa angka, gambar dan tabel.

Pembahasan, memuat abstraksi peneliti setelah mengkaji hasil penelitian serta teori – teori yang

sudah ada dan dijadikan dasar penelitian.

Daftar Pustaka, memuat sumber-sumber yang dikutip dalam artikel, hanya sumber yang diacu saja

yang perlu dicantumkan dalam daftar pustaka.

Page 6: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT

Jurnal :

Berry, L. 1995. “Ralationship Marketing of Service Growing Interest, Emerging Perspective”. Journal

of the Academy Marketing Science. 23. (4) : 236 – 245.

Buku :

Asnawi SK dan Wijaya C. 2006. Metodologi Penelitian Keuangan, Prosedur, Ide dan Kontrol.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Artikel dari Publikasi Elekronik :

Orr. 2002. “Leader Should do more than reduce turnover”. Canadian HR Reporter. 15, 18,

ABI/INFORM Research. 6 & 14 http://www.proquest.com/pqdauto[06/01/04].

Majalah :

Widiana ME, 2004. “Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas

Nasabah pada Bisnis Asuransi”. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209.

Pedoman :

Joreskog and Sorbom. 1996. Prelis 2 : User’s Reference Guide, Chicago, SSI International.

Simposium :

Pandey. LM. 2002. Capital Structur and Market Power Interaction : evidence from Malaysia, in Zamri

Ahmad, Ruhani Ali, Subramaniam Pillay. 2002. Procedings for the fourt annual Malaysian Finance

Assiciation Symposium. 31 May-1. Penang. Malaysia.

Paper :

Martinez and De Chernatony L. 2002. “The Effect of Brand Extension Strategies Upon Brand Image”.

Working Paper. UK : The University of Birmingham.

Undang-Undang & Peraturan Pemerintah :

Widiana ME, 2004. “Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas

Nasabah pada Bisnis Asuransi”. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209.

Skripsi, Thesis, Disertasi :

Christianto I. 2008. Penentuan Strategi PT Hero Supermarket Tbk, Khususnya pada Kategori

Supermarket di Kotamadya Jakarta Barat berdasarkan Pendekatan Analisis Konsep Three Stage Fred

R. David (Skripsi). Jakarta : Program Studi Manajemen, Institut Bisnis dan Informatika Indonesia.

Surat Kabar :

Gito. 26 Mei 2006. Penderes. Perajin Nira Sebagian Kurang Profesional. Kompas: 36 (Kolom 4-5).

Penyerahan Artikel :

Artikel diserahkan dalam bentuk compact disk (CD) dan dua eksemplar cetakan kepada :

Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363

Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,

Email : [email protected]

Page 7: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3. No. 1, Februari 2011 ISSN : 2085 - 0204

DAFTAR ISI

FAKTOR KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETEPATAN

IMUNISASI DPT COMBO DAN CAMPAK DI PASURUAN ......................................... 1

Dian Irawati

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU

TENTANG REGURGITASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI BPS MUJI

WINARNIK MOJOKERTO ................................................................................................. 15

Sulisdiana

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI TABLET

KALSIUM PADA WANITA PREMENOPOUSE DI DESA TANJEK WAGIR

KECAMATAN KREMBUNG KABUPATEN SIDOARJO ............................................... 34

Elyana Mafticha.

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

PERILAKU PANTANG MAKAN PADA IBU NIFAS DI BPS “A” BALONGTANI

JABON SIDOARJO .............................................................................................................. 54

Farida Yuliani

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN CA CERVIX DI RSUD

SIDOARJO TAHUN 2009 ............................................................................................................ 74

Dyah Siwi Hety

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POST

PARTUM DI RB MEDIKA UTAMA WONOKUPANG BALONGBENDO SIDOARJO

TAHUN 2009 ........................................................................................................................ 87

Sarmini Moedjiarto

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363

Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,

Email : [email protected]

Page 8: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

1

FAKTOR KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KETEPATAN IMUNISASI DPT COMBO DAN CAMPAK

DI PASURUAN

Dian Irawati

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

ABSTRAK

Setiap tahun ada 10% bayi sekitar (450.000 bayi) yang belum mendapat imunisasi sehingga

dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mendapat imunisasi yang lengkap. Angka cakupan

DPT Combo dan Campak sangat rendah dan setiap tahun selalu terjadi penurunan angka cakupan.

Banyak faktor yang menyebabkan belum optimalnya pemberian imunisasi DPT Combo dan Campak.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan

ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak di Pasuruan.

Desain yang digunakan adalah analitik jenis ―Cross Sectional‖, dengan jumlah populasi dan

sampel 48 ibu yang memiliki bayi usia 12 bulan. Sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah

total sampling. Variabel independen adalah umur, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan sedangkan

variabel dependen adalah ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Instrumen yang digunakan

adalah kuesioner. Data yang didapat kemudian dimasukkan dalam tabulasi silang dihitung dengan uji

Mann Whitney. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 17-19 juni 2010 di Desa Balung Anyar

Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan paling banyak responden berpengetahuan kurang 22

responden (45,83%) dan lebih dari 50% responden tidak mengimunisasikan bayinya dengan tepat

sebanyak 30 responden (62,5%). Analisis data ini menggunakan uji Mann Whitney dengan = 0,05

dan hasil perhitungan 0,008 < 0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada hubungan

pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak.

Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT Combo dan Campak

mempengaruhi ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak pada bayi yang disebabkan beberapa

faktor antara lain pengetahuan ibu, sumber informasi yang didapat,pendidikan ibu.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin kurang pengetahuan ibu semakin tidak

tepat pula dalam mengimunisasikan bayinya. Oleh karena itu, peran tenaga kesehatan dan kader

harus lebih di tingkatkan untuk memberikan informasi melalui penyuluhan dengan menyebarkan

leaflet tentang jadwal pemberian Imunisasi secara tepat dan pentingnya imunisasi pada bayi.

Kata kunci : Pengetahuan, Imunisasi DPT Combo dan Campak, Ketepatan

A. PENDAHULUAN

Cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh

dunia sejak penetapan Expanded Program On Immunisation (EPI) oleh WHO. Bayi-bayi di

Indonesia yang diimunisasi setiap tahun sekitar 90% dari sekitar 4,5 juta bayi yang lahir artinya

setiap tahun ada 10% bayi (sekitar 450.000 bayi) yang belum mendapat imunisasi sehingga

dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap (Aprianti,

2008). Hal itu karena masih ada hambatan geografis, jarak, jangkauan layanan, transportasi,

ekonomi dan lain-lain (Depkes, 2003). Walaupun pemerintah telah menargetkan imunisasi

seperti yang telah disebutkan di atas, namun pada kenyataannya kegiatan imunisasi sendiri

masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat yang memiliki bayi. Tidak sedikit ibu-ibu

yang tidak bersedia untuk mengimunisasikan anaknya dengan alasan takut akan efek samping

imunisasi yang di sertai pengetahuan masyarakat yang rendah tentang imunisasi (Muhamad,

2005).

DPT (Diphteri, Pertusis dan Tetanus) Combo adalah gabungan imunisasi DPT dengan

Hepatitis B, di berikan kepada balita secara bertahap dalam 3 kali. Imunisasi DPT untuk

mencegah difteri, pertusis, tetanus. Imunisasi ini di berikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Efek

Page 9: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

2

sampingnya merah, dan bengkak pada tempat injeksi dan panas badan. Imunisasi Campak

gunanya untuk mencegah penyakit campak, diberikan pada usia 9 bulan,di injeksikan di

paha/lengan atas. Efek sampingnya panas, merah-merah di kulit. Imunusasi Polio diberikan

pada bayi usia 2, 3, 4, 9 bulan.

Pemberian imunisasi akan dilaksanakan apabila ada peran serta dan kesadaran dari

masyarakat khususnya ibu, perilaku ibu dalam ketepatan pemberian imunisasi masih banyak

dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku

dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya faktor presdiposisi yang mencakup pengetahuan dan

sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan.

Pengetahuan pada masyarakat sangat penting, perubahan sikap yang di dasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 2000). Banyak faktor yang menyebabkan belum optimalnya pemberian imunisasi

DPT Combo dan Campak yaitu tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap

imunisasi. Oleh karena itu pengetahuan masyarakat perlu di tingkatkan sehingga mengerti

betapa besarnya pemberian imunisasi pada balita. Dalam masalah ini seharusnya petugas

kesehatan dan kader mendatangi rumah ibu yang mempunyai balita dan memberikan sedikit

informasi tentang imunisasi.

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam imunisasi adalah ketepatan jadwal

imunisasi. Apabila ibu tidak tepat dalam mengimunisasikan bayinya akan berpengaruh terhadap

kekebalan dan kerentanan bayi terhadap suatu penyakit. Sehingga bayi harus mendapatkan

imunisasi tepat waktu agar terlindung dari berbagai penyakit berbahaya. Salah satu faktor yang

mempengaruhi ketepatan jadwal imunisasi adalah tingkat pengetahuan ibu.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 22-29 April 2010 di

Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan dengan melihat buku KMS, dari 10

ibu yang mempunyai balita, 3 orang (30%) sudah mengimunisasikan balitanya sesuai jadwal.

Sedangkan 7 orang (70%) belum mengimunisasikan bayinya dengan tepat sesuai dengan jadwal

yang telah ditentukan.

Tabel 1. Hasil Cakupan Pencapaian Imunisasi DPT Combo di Desa Balung Anyar

Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2009

No. Jenis Imunisasi 2008 2009

Target Pencapaian Target Pencapaian

1. DPT Combo I 100 57(57%) 100 53(53%)

2. DPT Combo II 95 46(52%) 90 49(54%)

3. DPT Combo III 90 42(47%) 90 48(53%)

Sumber : Laporan Imunisasi Polindes Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten

Pasuruan

Berdasarkan tabel di atas, khususnya imunisasi DPT Combo dan Campak, angka

cakupan imunisasi DPT Combo dan Campak Tahun 2008-2009 lebih rendah dari target yang

telah di tetapkan. Dari fenomena diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang

faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan

Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Imunisasi

a. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata Imun, kebal, resisten. Anak diimunisasi, berarti

diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap

suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoatmodjo, 2003).

Page 10: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

3

Bayi yang lahir mempunyai kekebalan alami yang diterima dari ibunya saat masih

dalam kandungan. Kekebalan ini didapat melalui placenta dan akan habis kira-kira setelah

bayi berusia 6 bulan. Pada usia ini seorang anak menjadi sasaran yang mudah dijangkiti

penyakit. Untuk mencegahnya, suntikan imunisasi harus diberikan sedini mungkin.

Pada dasarnya imunisasi ada 2 jenis :

1) Imunisasi Pasif (Passive Immunization)

Imunisasi adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat kekebalan

tubuhnya didapatkan dari luar. Imunisasi pasif dibagi menjadi 2 :

a) Imunisasi pasif alamiah

Adalah antibodi yang didapat seseorang karena diturunkan oleh ibu yang

merupakan orang tua kandung langsung ketika berada dalam kandungan.

b) Imunisasi pasif buatan

Adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena suntikan serum untuk mencegah

penyakit tertentu.

2) Imunisasi Aktif (Passive Immunization)

Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubuh yang

secara aktif membentuk zat antibodi.

a) Imunisasi aktif alamiah

Adalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari

suatu penyakit.

b) Imunisasi aktif buatan

Adalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk

mendapatkan perlindungan dari suatu penyakit.

Imunisasi Aktif (Active Immunization)

Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :

a) BCG, untuk mencegah penyakit TBC.

b) DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus.

c) Polio, untuk mencegah penyakit poliomyelitis.

d) Campak untuk mencegah penyakit campak (measles) (Notoatmodjo, 2003).

b. Tujuan Program Imunisasi

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut

adalah disentri, tetanus, pertusis, campak, polio dan tuberculose (Notoatmodjo, 2003).

Pemberian imunisasi bertujuan untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan

anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat

mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka

kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah (Depkes RI, 2001).

c. DPT Combo

1) Pengertian DPT Combo

Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan

dan pertusis yang in aktivasi serta vaksin hepatiis B yang merupakan sub unit vaksin

virus yang mengandung HbsAg.

2) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Difetri, Tetanus, Pertusis dan

Hepatitis B.

3) Efek Samping DPT

a) Panas

b) Rasa sakit di daerah suntikan

c) Peradangan

d) Kejang-kejang

4) Kemasan

Warna vaksin putih keruh seperti vaksin DPT.

Page 11: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

4

5) Cara pemberian dan dosis

a) Pemberian dengan cara Intra Muskular, 0,5 ml sebanyak 3 dosis.

b) Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4

minggu (1 bulan).

c) Di unit pelayanan, Vaksin DPT combo yang telah dibuka hanya boleh digunakan

selama 4 minggu, dengan ketentuan:

(1) Vaksin belum kadaluwarsa

(2) Vaksin disimpan dalam suhu +2°C- +8°C.

(3) Tidak pernah terendam air

(4) Sterilitasnya terjaga (Depkes RI, 2005)

d. Vaksin Campak

1) Definisi Vaksin Campak

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.

2) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.

3) Kontraindikasi

Individu yang mengidap penyakit immunodeficiency atau individu yang diduga

menderita gangguan respons imun Karen aleukimia, lymphoma.

4) Efek samping

Hingga 15% pasien dapat megalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang

dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.

5) Cara pemberian dan dosis

a) Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan

pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.

b) Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada

usia 9 bulan (Depkes RI, 2005).

Tabel 2. Jadwal Imunisasi

No. Umur Jenis Imunisasi

1. 0-7 Hari HB Uniject

2. 1 Bulan BCG

3. 2 Bulan DPT Combo 1 dan Polio 1

4. 3 Bulan DPT Combo 2 dan Polio 2

5. 4 Bulan DPT Combo 3 dan Polio 3

6. 9 Bulan Campak dan Polio 4

2. Konsep Dasar Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, pengindraan terjadi melalui indra manusia

diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui

pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau

akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau

dirasakan sebelumnya (Budi, 2005).

Pengetahuan adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran

seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan

alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah,

dan pikiran-pikiran.

Page 12: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

5

b. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan memiliki enam tingkat yang bergerak berurutan dari tingkatan rendah

atau sederhana sampai ketingkat yang paling kompleks yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya,

termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap

suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan, mengetahui dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang apa yang di ketahui dan dapat mengintreprestasikan materi tersebut dengan

benar. Orang yang telah faham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek

yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya), Aplikasi disini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam

komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi itu dan masih ada

kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata

kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan

mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun, dapat merencanakan,

dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian

terhadap suatu materi atau obyek penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang di

tentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

c. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

1) Pendidikan

Pendidikan adalah bimbingan yang telah di berikan seseorang kepada orang lain

terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin

tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi, dan pada akhirnya

makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang

pendidikannya, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap

penerimaan, informasi dan nilai yang baru diperkenalkan.

2) Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan

pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

3) Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan

psikologi (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori

perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi, ketiga hilangnya

ciri- cirri lama, ke empat timbulnya ciri-ciri baru. Ini akibat pematangan fungsi organ.

Pada aspek psikologi atau mental taraf berfikir seseorang makin matang.

Page 13: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

6

a) Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginannya tinggi terhadap sesuatu. Minat

menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya

diperoleh pengetahuan yang menjadi mendalam.

b) Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman seseorang

kurang baik akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap

obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologi akan timbul kesan yang

sangat mendalam dan membekas dalam emosi jiwanya, dan akhirnya dapat

membentuk sikap positif dalam kehidupannya.

c) Kebudayaan lingkungan sekitarnya

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap kita.

d) Informasi

Kemudahan memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Notoatmodjo, 2003).

e) Cara Mengukur Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan seperti :

(1) Pengetahuan baik jika skor >75%

(2) Pengetahuan cukup jika skor 60% - 75%

(3) Pengetahuan kurang jika < 60% (Arikunto, 2006).

C. METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah observasi analitik dengan desain

penelitian Cross Sectional, karena antara variabel independen (pengetahuan) dan variabel

dependen (ketepatan) diukur pada saat yang sama (Notoatmodjo, 2005).

2. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu pemilihan (Notoatmodjo, 2005).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan

Campak.

3. Variabel Dan Definisi Operasional

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok

yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2005).

Variabel bebas (independen) penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi

DPT Combo dan Campak. Variabel (dependen) tergantung pada penelitian ini adalah ketepatan

pemberian imunisasi DPT Combo dan Campak.

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan

karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2008).

Page 14: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

7

Tabel 3. Definisi Operasional Faktor Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan

Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Di Pasuruan

Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala

Independen :

Pengetahuan ibu

dengan ketepatan

imunisasi DPT

Combo dan Campak

Kemampuan ibu untuk

menyebutkan jawaban yang

benar pada pertanyaan tentang

imunisasi DPT Combo dan

Campak yang meliputi:

- Pengertian imunisasi DPT

Combo dan Campak

- Efek samping imunisasi DPT

Combo dan Campak

- Jadwal pemberian imunisasi

Combo dan Campak

Tingkat pengetahuan :

- Kurang : < 60%

- Cukup : 60 – 75%

- Baik : > 75 %

Jawaban :

- Benar :1

- Salah : 0

(Arikunto, 2006)

Ordinal

Dependen :

Ketepatan imunisasi

DPT Combo dan

Campak

Kegiatan imunisasi DPT

Combo dan Campak yang

dilaksanakan sesuai dengan

jadwal pemberian

- Tepat (DPT Combo

dan Campak)

diberikan kode 1

- Tidak tepat (DPT

Combo dan Campak)

diberikan kode 2

Nominal

4. Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 12

bulan sebanyak 48 orang yang ada di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten

Pasuruan pada tanggal 17-19 Juni 2010. Penelitian ini menggunakan teknik non probability

sampling dengan teknik pengambilan sampel jenuh (total sampling) yaitu cara pengambilan

sampel dengan mengambil semua anggota populasi untuk menjadi sampel. Cara ini dilakukan

bila populasinya kecil, maka anggota populasi tersebut diambil seluruhnya untuk dijadikan

sampel penelitian (Hidayat, 2008). Instrumen yang digunakan adalah buku KMS dan

kuesioner. Kuesioner berisi 13 pernyataan tentang pengetahuan yang disusun disusun

sendiri oleh peneliti. 5. Teknik Analisis Data

a. Univariat

Untuk kode subvariabel tingkat pengetahuan sebagai berikut:

Pemyataan : Salah : 0

Benar : 1

Kemudian jawaban tersebut diubah menjadi persentase dengan rumus:

Keterangan:

P : Prosentase

f : Jumlah jawaban yang benar

N : Jumlah skor maksimal jika semua pertanyaan dijawab dengan benar

Kemudian hasil prosentase diinterpretasikan menjadi:

Pengetahuan baik : > 75 %

Pengetahuan cukup : 60 % - 75 %

Pengetahuan kurang : < 60 % (Arikunto, 2006)

Page 15: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

8

b. Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.

Dalam analisis ini dapat dilakukan uji Mann Whitney, dengan menggunakan teknik

komputerisasi SPSS 12, dengan kemaknaan = 0,05. Jika nilai probabilitas hasil

perhitungan < 0.05, maka Ha diterima.

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan

Campak.

H0 : Tidak Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT

Combo dan Campak.

D. HASIL PENELITIAN

1. Data Umum

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4. Karakteristik Usia Responden di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok

Kabupaten Pasuruan

No. Karakteristik Usia Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. < 20 tahun 10 20,8

2. 20-30 tahun 35 72,9

3. >30 tahun 3 6,3

Total 48 100

Dari tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 20-30 tahun

sedangkan responden yang berusia > 30 tahun mempunyai proporsi yang paling kecil.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5. Karakteristik Pendidikan Responden di Desa Balung Anyar Kecamatan

Lekok Kabupaten Pasuruan

No. Karakteristik Pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. SD 20 41,6

2. SMP 14 29,2

3. SMA 14 29,2

4. Perguruan Tinggi 0 0

Total 48 100

Dari tabel 5 diketahui bahwa paling banyak responden berpendidikan SD dan tidak

ada responden yang lulusan Perguruan Tinggi.

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 6. Karakteristik Pekerjaan Responden di Desa Balung Anyar Kecamatan

Lekok Kabupaten Pasuruan

No. Karakteristik Pekerjaan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Bekerja 7 14,6

2. Tidak bekerja 41 85,4

Total 48 100

Dari tabel 6 diketahui bahwa sebagian responden tidak bekerja sedangkan sisanya

bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan swasta.

Page 16: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

9

d. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Combo dan Campak

Tabel 7. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa

Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 6 12,5

2. Cukup 20 41,7

3. Kurang 22 45,8

Total 48 100

Dari tabel 7 menunjukkan hampir setengahnya responden mempunyai pengetahuan

yang kurang tentang imunisasi DPT Combo dan Campak, sedangkan yang mempunyai

pengetahuan pada tingkat baik mempunyai proporsi yang paling kecil.

e. Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak

Tabel 8. Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar

Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan

No. Ketepatan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Tepat 18 37,5

2. Tidak Tepat 30 62,5

Total 48 100

Dari tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden tidak tepat dalam

melakukan imunisasi DPT Combo dan Campak sedangkan sisanya sudah tepat dalam

melakukan imunisasi DPT Combo dan Campak.

2. Data Khusus

Pada data ini akan disajikan tabulasi silang antara usia, pendidikan, pekerjaan dan

pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak .

a. Analisis Hubungan Usia Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak

Tabel 9. Tabulasi Silang Antara Usia Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo

dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan

No. Usia

Ketepatan Total

Tepat Tidak Tepat

f (%) f (%) f (%)

1. < 20 tahun 0 0 10 20,8 10 20,8

2. 20-30 tahun 16 33,3 19 39,6 35 72,9

3. >30 tahun 2 4,2 1 2,1 3 6,3

Jumlah 18 37,5 30 62,5 48 100

Berdasarkan hasil tabulasi silang diatas dapat diketahui bahwa semua responden

yang berusia < 20 tahun tidak tepat dalam menjalankan imunisasi DPT Combo dan

Campak sedangkan responden yang berusia > 30 tahun lebih dari 50% tepat dalam

menjalankan imunisasi DPT Combo dan Campak.

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 8,097(a) 2 ,017

Likelihood Ratio 11,428 2 ,003

Linear-by-Linear Association 7,460 1 ,006

N of Valid Cases 48

a 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,13.

Page 17: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

10

Hasil uji statistic menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai p value sama

dengan 0,017. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara usia ibu dengan ketepatan dalam melaksanakan imunisasi DPT Combo dan Campak.

b. Analisis Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak

Tabel 10. Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT

Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten

Pasuruan

No. Pendidikan

Ketepatan Total

Tepat Tidak Tepat

f (%) f (%) f (%)

1. SD 2 4,2 18 37,4 20 41,6

2. SMP 5 10,4 9 18,8 14 29,2

3. SMA 11 22,9 3 6,3 14 29,2

Jumlah 18 37,5 30 62,5 48 100

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

berpendidikan SD tidak tepat dalam menjalankan imunisasi DPT Combo dan Campak,

sedangkan responden yang berpendidikan SMA sebagian besar tepat dalam menjalankan

imunisasi DPT Combo dan Campak.

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 16,549(a) 2 ,000

Likelihood Ratio 17,709 2 ,000

Linear-by-Linear Association 15,902 1 ,000

N of Valid Cases 48

a 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,25.

Hasil analisis data menggunakan uji chi square tersebut diatas dapat diketahui

bahwa nilai chi square hitung sama dengan 16,549 dengan nilai tabel pada df sama dengan

2 adalah sebesar 5,991. karena nilai hitung > nilai tabel maka Ho ditolak jadi ada hubungan

antara tingkat pendidikan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak pada

tingkat signifikansi 5%.

c. Analisis Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak

Tabel 11. Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT

Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten

Pasuruan

No. Pekerjaan

Ketepatan Total

Tepat Tidak Tepat

f (%) f (%) f (%)

1. Tidak Bekerja 13 27,1 28 58,2 41 85,4

2. Bekerja 5 10,4 2 4,2 7 14,6

Jumlah 18 37,5 30 62,5 48 100

Dari hasil tabulasi silang dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang

tidak bekerja tidak tepat dalam melaksanakan imunisasi DPT Combo dan Campak.

Sedangkan responden yang bekerja justru paling banyak tepat dalam menjalankan

imunisasi DPT Combo dan Campak.

Page 18: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

11

d. Analisis Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak

Tabel 12. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi

DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok

Kabupaten Pasuruan

No. Pengetahuan

Ketepatan Total

Tepat Tidak Tepat

f (%) f (%) f (%)

1 Baik 5 10,4 1 2,1 6 12,5

2 Cukup 13 27,1 7 14,6 20 41,7

3 Kurang 0 0 22 45,8 22 45,8

Jumlah 18 37,5 30 62,5 48 100

Berdasarkan tabel 12 menunjukkan sebagian besar berpengetahuan kurang dan

tidak tepat mengimunisasikan bayinya sesuai jadwal 22 responden (45,8%).

Data yang diperoleh dari hasil observasi oleh peneliti kemudian dilakukan analisa

dengan menggunakan uji mann whitney untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

pengetahuan ibu tentang ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak antara responden

yang mempunyai tingkat pengetahuan baik, cukup, kurang di Desa Balung Anyar

Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan pada bulan17-19 juni 2010. Dari hasil uji mann

whitney dengan = 0,05 dan hasil perhitungan 0,008 < 0,05 yang artinya Ha diterima yaitu

ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak.

E. PEMBAHASAN

1. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Combo Dan Campak

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan paling banyak responden mempunyai pengetahuan

baik 6 responden (12,5%), cukup 20 responden (41,66%), kurang tentang imunisasi DPT

Combo dan Campak 22 responden (45,83%). Dari hasil data banyak ibu yang memiliki

pengetahuan kurang tentang imunisasi DPT Combo dan campak yang meliputi pengertian,

manfaat, jadwal imunisasi. Karena kurangnya ibu yang memiliki pengetahuan tentang imunisasi

DPT Combo dan Campak maka banyak balita yang tidak diberi imunisasi sesuai jadwal.

Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka mereka akan membentuk perilaku yang baik.

Sebaliknya semakin rendah pengetahuan seseorang maka mereka tidak bisa memilih sesuatu

yang bermanfaat bagi dirinya sehingga akan terbentuk perilaku yang tidak baik.

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan

terhadap obyek (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya

pendidikan, lingkungan pekerjaan, umur, kebudayaan lingkungan, informasi. Dengan

bertambahnya usia maka pengetahuan seseorang akan bertambah baik (Mubarak, 2007).

Disamping usia ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu

pengalaman dan sumber informasi. Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu. Sumber informasi dapat

diperoleh dirumah, sekolah, media cetak,dan tempat pelayanan keehatan, ilmu pengetahuan dan

teknologi membutuhkan informasi sekaligus menghasilkan informasi (Arikunto, 2006).

Ditinjau dari segi usia maka tabulasi silang yang terdapat pada lampiran 8 menunjukkan

bahwa hampir setengahnya responden berusia 20-30 tahun 13 responden (27,08%). Disini bisa

kita lihat bahwa pada usia 20-30 tahun, maka ibu sudah berada pada tahap perkembangan yang

dewasa. Pada fase dewasa tugas perkembangannya adalah untuk saling ketergantungan dan

tanggung jawab terhadap orang lain serta menjadi pribadi yang lebih matang. Namun hal

tersebut bertentangan dengan kenyataan yang ada. Bahwa seharusnya seseorang yang sudah

memasuki fase dewasa memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini mungkin disebabkan

karena seseorang itu baru belajar untuk mulai saling ketergantungan sehingga kematangan

dalam berfikir belum bisa maksimal.

Page 19: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

12

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan

psikologi (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan

pertama, perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi, ketiga hilangnya ciri ciri lama, ke empat

timbulnya ciri ciri baru. Ini akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologi atau mental

taraf berfikir seseorang makin matang (Notoatmodjo, 2003).

Dilihat dari segi pendidikan maka tabulasi silang yang terdapat pada lampiran 8

menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden berpendidikan SD 14 responden (29,16%).

Pada hasil penelitian ini ditemukan bahwa masih banyak ibu yang memiliki pendidikan SD

yang berpengetahuan kurang, sehingga diperlukan informasi dan penyuluhan dari tenaga

kesehatan secara bertahap untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang imunisasi DPT

Combo dan Campak. Pendidikan memegang peranan penting dalam mengukur tingkat

pengetahuan seseorang, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin kurang

pengetahuan yang di milikinya.

Pendidikan adalah bimbingan yang di berikan seseorang kepada orang lain terhadap

suatu hal agar mereka memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak

pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikanya rendah,

akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai nilai

yang baru diperkenalkan (Mubarak, 2007).

Dilihat dari segi pekerjaan maka tabulasi silang yang terdapat pada lampiran 8

menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden tidak bekerja 22 responden (45,83%). Dari

hasil penelitian ini banyak ibu yang tidak bekerja, ini sangat menghambat ibu untuk

memperoleh informasi. Oleh karena itu pekerjaan sangat mendukung karena ibu yang bekerja

mempunyai pendapatan dan mudah mendapatkan informasi dalam pemberian imunisasi.

Seseorang yang tidak bekerja lebih banyak memiliki waktu untuk saling bertukar pendapat dan

berinteraksi dengan orang lain.

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan

keluarga, bekerja pada umumnya menyita waktu, bekerja akan mempengaruhi kehidupan

keluarga (Ari, 2005). Menurut penelitian Ali, Muhammad (2008) didapatkan bahwa tidak

terdapat perbedaan pengetahuan tentang imunisasi DPT Combo dan Campak antara ibu yang

bekerja dengan ibu yang tidak bekerja, dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi DPT

Combo dan Campak ini masih kurang. Begitupun, walaupun tanpa dasar pengetahuan yang

memadai ternyata di kalangan ibu tidak bekerja sikap dan perilaku mereka tentang imunisasi

lebih baik dibanding ibu yang bekerja.

2. Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak tepat

mengimunisasikan bayinya 30 responden (62,5%). Imunisasi yang teratur sesuai dengan waktu

dan jadwal yang telah ditetapkan sangat penting karena efek dan dosis imunisasi sudah di atur

sedemikian rupa sehingga bisa optimal. Faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian tidak

tepatnya imunisasi adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi, faktor keterlibatan kader dalam

memotivasi ibu dan jarak rumah ketempat pelayanan imunisasi.

Menurut Mubarak (2007) Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai

hasil panca inderanya. Pendapat lain menyatakan pengetahuan adalah informasi atau maklumat

yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sebab perilaku perilaku ini

terjadi akibat adanya paksaan atau aturan yang mengharuskan untuk berbuat.

3. Hubungan Antara Usia Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak

Dari hasil analisa data menunjukkan bahwa usia ibu berhubungan dengan ketepatan

imunisasi DPT Combo dan Campak. Semakin dewasa usia seseorang maka semakin baik pula

seseorang tersebut dalam bersikap dan menyikapi sesuatu. Dan sebaliknya semakin muda usia

seseorang maka akan semakin kurang seseorang bersikap dan menyikapi sesuatu. Usia dapat

mempengaruhi atau meningkatkan pengalaman seseorang. Tetapi pada kenyataannya ibu yang

Page 20: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

13

berumur 20-30 tahun belum bisa berfikir yang lebih matang dan positif dalam mengambil

keputusan untuk mengimunisasikan bayinya dengan tepat. Menurut(Noor,N.N, 2008), usia

merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Pebedaan pengalaan

terhadap masalah kesehatan atau penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh usia

individu tersebut.

4. Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan

Campak

Berdasarkan hasil analisa data antara pendidikan dengan ketepatan imunisasi DPT

Combo dan campak yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dan

ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Menurut hasil penelitian banyak ibu yang

berpendidikan SD, disini bisa kita lihat karena rendahnya tingkat pendidikan ibu tidak memiliki

kesadaran yang tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang mungkin terjadi nanti.

Semakin rendah tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin tidak

memperdulikan pusat-pusat pelayanan kesehatan khususnya dalam mengimunisasikan bayinya

dengan tepat.

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin

tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat tempat pelayanan kesehatan semakin

diperhitungkan. Suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat

mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat

keputusan dengan lebih tepat. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting.

Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.

Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan (Ali, Muhammad, 2008).

5. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak

Berdasarkan hasil analisa data dapat diketahui bahwa ada hubungan antara pekerjaan

ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Seseorang yang tidak bekerja akan

mempunyai waktu yang lebih banyak untuk saling bertukar fikiran mengenai pengalaman yang

diperoleh. Ibu yang tidak bekerja tidak banyak yang mempunyai pengetahuan yang baik

mungkin disebabkan kurangnya informasi yang yang diterima ibu rumah tangga. Penelitian Ali,

Muhammad (2008) bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan imunisasi antara ibu yang

bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dimana dalam penelitian ini tingkat pengetahuan ibu

tentang imunisasi DPT Combo dan Campak masih kurang.

6. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak

Berdasarkan tabel 12 menunjukkan paling banyak responden berpengetahuan kurang

dan mengimunisasikan bayinya tidak tepat sesuai jadwal 22 responden (45,8%). Perhitungan

hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak dilakukan uji

Mann whitney. Hasil uji Mann Whitney dengan = 0,05 dan hasil perhitungan 0,008 < 0,05

yang artinya Ha diterima yaitu ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT

Combo dan Campak.

Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi seseorang dalam menyikapi sesuatu. Jika

seseorang menyadari pentingnya imunisasi maka orang tersebut akan berusaha untuk

mendapatkan pelayanan imunisasi yang terartur dan optimal. Semakin rendah pendidikan atau

pengetahuan seseorang maka semakin kurang membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan.

Dengan pendidikan yang rendah, maka seseorang kurang mempunyai wawasan dan

pengetahuan dan belum menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga

belum termotivasi untuk melakukan imunisasi.

Pandangan adat daerah setempat yaitu kekhawatiran bayinya akan meninggal karena

mungkin saja imunisasi yang diberikan tidak cocok untuk si bayi. Disamping itu ada

kekhawatiran keluarga tentang reaksi imunisasi yaitu badan bayi jadi panas.

Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan

sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang

kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua

Page 21: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

14

dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan kesehatan

yang memadai telah diberikan. Peran seorang ibu program imunisasi sangatlah penting,

karenanya suatu pemahaman tentang program imunisasi dasar amat diperlukan untuk kalangan

tersebut (Ali, Muhammad, 2008).

F. PENUTUP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan usia ibu dengan ketepatan

pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak, ada hubungan pendidikan ibu dengan

ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak, ada hubungan pekerjaan ibu dengan

ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak dan ada hubungan pengetahuan ibu

dengan ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar

Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan.

Peneliti selanjutnya hendaknya lebih memprioritaskan pada motivasi ibu dalam

melaksanakan imunisasi DPT Combo dan Campak sekaligus membandingkannya

dengan program imunisasi regular. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memotivasi para

ibu untuk meningkatkan pengetahuannya tentang pentingnya imunisasi DPT Combo

dan Campak, sehingga bayi mendapat imunisasi DPT Combo dan Campak.

DAFTAR PUSTAKA

Adi. (2008). Pengertian Imunisasi. (http://cresuft file wordpress.com, diakses 1 Juni 2010).

Alimul, Aziz. (2009). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba

Madika.

Anonim. Arti Definisi Pengertian Imunisasi. (http://www. Organisasi. Org/arti-definisi-pengertian-

imunisasi, diakses 12 Mei 2010).

Anonim. Cara Pemberian Dan Dosis Imunisasi. (http://www. Geolitis.com. Cara Pemberian dan

Dosis Imunisasi, diakses 12 Mei 2010).

Anonim. Imunisasi. (http://www. Medicastore.com. Imunisasi, diakses 1 Juni 2010).

Arikunto, Suharsini. (2006). Proseder Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Dahlan, Sopiyudin. (2008). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Departemen Kesehatan RI, (2005). Pedoman Teknis Imunisasi dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya.

Julia, Madarina, dr. (2007). Sistem Imu, Imunisasi dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika.

Mubarak, Iqbal dkk. (2007). Promosi Kesehatan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Naja, Dr. (2003). Hand Out dan Bahan Kuliah Imunisasi. Jakarta: UI Press.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodeliogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Sugiyono. (2007). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.Sugiono. (2009). Metode Penelitian

Pendidikan. Jakarta: Alfabeta.

Tawi, Mirzal. (2008). Imunisasi dan Faktor yang Mempengaruhi. (http://syehaceh.wordpress.com,

diakses 13 Mei 2010).

Page 22: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

15

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU

TENTANG REGURGITASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN

DI BPS MUJI WINARNIK MOJOKERTO

Sulisdiana

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

ABSTRAK

Regurgitasi merupakan keadaan normal yang sering terjadi pada bayi usia di bawah 6 bulan.

Seiring bertambahnya usia yaitu sampai diatas 6 bulan maka regurgitasi semakin jarang dialami oleh

anak. Namun hanya 25% orang tua bayi yang peduli dan menganggap gumoh sebagai sebuah

masalah, hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka tentang gumoh.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada

bayi usia 0-6 bulan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto.

Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan metode survey. Adapun variabel

penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan. Sampelnya adalah

semua ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan diambil menggunakan teknik non probabilty

sampling jenis concecutive Sampling dari populasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan

Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2010 yang berjumlah 41 ibu. Penelitian ini dilaksanakan

tanggal 14 –19 Juni. Analisa data pada penelitian ini menggunakan teknik tabulasi kemudian diolah

menggunakan distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini adalah sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang cukup

tentang pengertian regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%), sedangkan

pengetahuan yang kurang sebanyak 8 responden (19,5%), pengetahuan yang baik sebanyak 10

responden (24,4%). Pengetahuan ini muncul karena responden telah memperoleh informasi yang

cukup baik dari pengalaman sendiri atau lingkungan serta dapat pula dari tenaga kesehatan.

Pengetahuan responden terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur,

pendidikan, dan pekerjaan.

Penelitian ini diidentifikasikan bahwa pengetahuan yang dimiliki ibu di BPS Muji Winarnik

Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto adalah cukup. Tenaga kesehatan harus

selalu memberikan pendidikan dan pengarahan tentang cara menyusui yang baik dan benar, terutama

pada ibu menyusui agar menimbulkan kesadaran ibu akan pengaruh posisi menyusui terhadap

kejadian regurgitasi pada bayi.

Kata kunci : Pengetahuan, Regurgitasi

A. PENDAHULUAN

Regurgitasi (gumoh) adalah keluarnya kembali sebagian susu yang ditelan melalui

mulut dan tanpa paksaan beberapa saat setelah minum susu. Regurgitasi merupakan keadaan

normal yang sering terjadi pada bayi usia dibawah 6 bulan. Seiring bertambahnya usia yaitu

sampai diatas 6 bulan maka regurgitasi semakin jarang dialami oleh anak (Nursalam, 2005).

Ada beberapa penyebab terjadinya regurgitasi yaitu pertama karena belum sempurnanya katup

antara lambung dan kerongkongan, sehingga susu yang diminum mudah keluar kembali. Kedua,

terlalu banyak minum susu padahal kapasitas lambung masih sedikit sehingga tidak mampu

menampung susu yang masuk. Ketiga, aktivitas yang berlebihan, menangis atau menggeliat

pada saat disusui sehingga susu keluar kembali (Anang, 2010).

Sebagai orang tua, seharusnya dapat memahami perbedaan antara bayi muntah dan

gumoh. Keduanya serupa, namun sebenarnya tidak sama. Bayi yang kenyang sering

mengeluarkan ASI yang sudah ditelannya. Jika sedikit, maka disebut bayi gumoh. Volumenya

kurang dari 10 cc. Berupa ASI yang sudah ditelan si kecil. Namun, jika volumenya banyak

maka disebut bayi muntah. Volumenya diatas 10 cc (Choirunnisa, 2009). Namun hanya 25%

orang tua bayi yang peduli dan menganggap gumoh sebagai sebuah masalah, hal ini terjadi

Page 23: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

16

karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka tentang gumoh (Ariq,2009). Dewasa ini

masih terdapat ibu yang belum mengerti tentang gumoh dan menganggap gumoh atau

regurgitasi sama dengan muntah.

Regurgitasi merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada bayi yang

mengalami refluks gastroesofagus (RGE). Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai

kembalinya isi lambung ke dalam esofagus secara involunter tanpa adanya usaha dari bayi,

sedangkan istilah regurgitasi digunakan apabila isi lambung tersebut dikeluarkan melalui mulut

(Rocky, 2009). Pengetahuan ibu yang kurang tentang posisi menyusui merupakan salah satu

penyebab terjadinya regurgitasi (Nursalam, 2005). Kurangnya pengetahuan ibu ini terjadi

karena beberapa faktor diantaranya pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalama, kebudayaan

dan sumber informasi yang diterima (Mubarak, 2007). Jika pengetahun ibu tentang regurgitasi

masih belum dapat ditingkatkan maka dapat menyebabkan asupan nutrisi pada bayi berkurang

atau juga terjadi gangguan pencernaan (Yunina, 2009).

Menurut Dr. Badriul Hegar Sp. A data di luar negeri melaporkan 40-60% bayi sehat

berumur 4 bulan mengalami regurgitasi sedikitnya satu kali setiap hari dengan volume

regurgitasi lebih 5 ml. Sedangkan di Indonesia kurang lebih 70% bayi berumur kurang dari

empat bulan dipastikan mengalami gumoh minimal sekali sehari (Ariq, 2009). Hasil penelitian di daerah Jawa Timur saat ini menunjukkan bahwa pemberian ASI

sampai umur enam bulan pada tahun 2009 mencapai 43%. Dari 43% ibu yang mempunyai bayi

usia 0 – 6 bulan mereka menyatakan bahwa setiap hari anaknya mengalami gumoh minimal satu

kali (Gandhi, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan

Gondang Kabupaten Mojokerto diperoleh data terdapat 47 ibu yang mempunyai bayi usia 0-6

bulan pada bulan April 2010. Dari hasil wawancara dengan 12 orang ibu diperoleh data 8 Ibu

menyatakan masih belum mengerti tentang cara mencegah terjadinya gumoh, dan apa yang

menyebabkannya, sedangkan 4 yang lainnya mengatakan sudah biasa menghadapi bayi yang

sedang gumoh, bisa dikatakan juga ibu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang terjadinya

gumoh.

Upaya untuk menghindari regurgitasi pada bayi setelah minum usahakan menyusui

dengan cara yang benar, sendawakan bayi setelah menyusu, dan hindari posisi telentang setelah

bayi disusui (Rizal, 2009). Selain itu diharapkan ibu mengikuti penyuluhan kesehatan tentang

gumoh oleh tenaga kesehatan dan juga dukungan serta perhatian dari keluarga sangat

diperlukan sehingga dapat menumbuhkan semangat ibu untuk lebih meningkatkan wawasannya

dalam merawat bayi terutama tentang gumoh.

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji

lebih dalam dan menuliskannya dalam sebuah karya tulis ilmiah dengan judul ‖pengetahuan ibu

tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan

Gondang Kabupaten Mojokerto‖

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman

yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan

kehidupannya (Keraf, 2001).

Pengetahuan (Knowledge) adalah merupakan hasil ―tahu‖ dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2003).

Pengetahuan atau Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Apabila suatu pembuatan yang didasari

Page 24: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

17

oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perbuatan yang tidak didasari oleh

pengetahuan, dan apabila manusia mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut

akan terjadi proses sebagai berikut :

1) Awarness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu disini sikap subjek

sudah mulai timbul.

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial dimana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki

oleh stimulus.

5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007), Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap

sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada

akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang

tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

2) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan

pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

3) Umur

Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis

(mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan

pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri

lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.

Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan

dewasa.

4) Minat

Suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan

seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh

pengetahuan yang lebih mendalam.

5) Pengalaman

Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan

lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan

berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut

menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan

membekas dalam emosi kejiawaannya, dan pada akhirnya dapat pula membentuk

sikap positif dalam kehidupannya.

6) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk

menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya

mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan

sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

7) Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Page 25: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

18

c. Sumber Pengetahuan

Menurut Keraf (2001) sumber pengetahuan ada 4 yaitu :

1) Rasionalisme

Rasionalisme adalah bahwa dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita

bisa sampai pada pengetahuan sebenarnya, yaitu pengetahuan yang tidak mungkin

salah. Menurut Kaum rasionalis, sumber pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya

adalah akal budi manusia. Akal budilah yang memberi kita pengetahuan yang pasti

benar tentang sesuatu.

2) Empirisme

Semua pengetahuan manusia bersifat empiris. Pengetahuan yang benar dan sejati,

yaitu pengetahuan yang pasti benar adalah pengetahuan indrawi, pengetahuan empiris.

Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman yang terjadi melalui dan berkat panca

indra. Panca indra memainkan peranan terpenting dibandingkan merupakan hasil

laporan dari pengalaman atau yang disimpulkan dari pengalaman. Kedua, kita tidak

mempunyai konsep atau ide apapun tentang sesuatu kecuali yang didasarkan pada apa

yang diperoleh dari pengalaman. Ketiga akal budi hanya bisa berfungsi jika

mempunyai acuan ke realitas atau pengalaman. Akal budi hanya mengkombinasikan

pengalaman indrawi untuk sampai pada pengetahuan. Maka tanpa pengalaman indrawi

tidak ada pengetahuan apa-apa.

3) Sebuah Sintesis

Pengetahuan diperoleh dengan jalan abstraksi yang dilakukan atas bantuan akal budi

terhadap kenyataan yang bisa diamati. Teori ini mensintesa kedua sumber

pengetahuan diatas, supaya pengetahuan bisa tercapai dibutuhkan baik pengamatan

maupun akal budi.

4) Pengetahuan Apriori dan pengetahuan Aposteriori

Istilah apriori secara harfiah berarti “dari yang lebih dulu atau sebelum”, sedangkan

istilah aposteriori berarti ”dari apa yang sesudahnya”. Menurut Leibniz mengetahui

realitas secara aposteriori berarti mengetahui berdasarkan apa yang ditemukan secara

aktual di dunia ini, yaitu melalui panca indra, dari pengaruh yang ditimbulkan realitas

itu dalam pengalaman kita. Sebaliknya mengetahui secara apriori adalah dengan

memahami apa yang menjadi sebabnya, apa yang menimbulkan dan memungkinkan

hal itu ada atau terjadi.

d. Tingkat Pengetahuan

Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan yang dicakup dalam bidang atau ranah

kognitif mempunyai enam tingkatan bergerak dari yang sederhana sampai pada yang

kompleks yaitu :

1) Tahu (Know)

Mengetahui berdasarkan mengingat kepada bahan yang sudah dipelajari sebelumnya.

Mengetahui dapat menyangkut bahan yang luas atau sempit seperti fakta (sempit) dan

teori (luas). Namun, apa yang diketahui hanya sekedar informasi yang dapat disingkat

saja. Oleh karena itu pengetahuan merupakan tingkat yang paling rendah.

2) Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman adalah kemampuan memahami arti sebuah ilmu seperti menafsirkan,

menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu.

3) Penerapan / Aplikasi (Aplication)

Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau penafsirkan suatu ilmu yang sudah

dipelajari ke dalam situasi baru seperti menerapkan suatu metode, konsep, prinsip atau

teori.

4) Analisa (Analisis)

Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih

Page 26: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

19

ada kaitan suatu samalainnya. Seperti menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, misalnya dapat menyusun,

merencanakan, meringkas, menyelesaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat

penelitian terhadap suatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Misalnya dapat

membandingkan, menanggapi dan dapat menafsirkan dan sebagainya.

e. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan menurut Erfandi (2009), tingkat pengetahuan dapat dipersentasikan

berupa prosentase dan ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yaitu :

1) Baik (76% - 100%)

2) Cukup (56% - 75%)

3) Kurang (40% - 55%)

4) Tidak baik (< 40%)

2. Konsep Dasar Regurgitasi

a. Pengertian

Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali ke mulut akibat gerakan

antiperistaltik esophagus (Arif Mansjoer dkk, 2000).

Gumoh adalah hal normal yang biasa terjadi pada bayi karena berkaitan dengan

fungsi pencernaannya yang masih belum sempurna (Rizal, 2009).

Regurgitasi atau gumoh adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan

melalui mulut tanpa paksaan, setelah beberapa saat setelah minum susu. (Nursalam,2005).

Regurgitasi adalah naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa

disertai oleh rasa mual maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat (Solo, 2010).

b. Proses Regurgitasi

Gumoh terjadi karena ada udara di dalam lambung yang terdorong keluar kala

makanan masuk ke dalam lambung bayi. Gumoh terjadi secara pasif atau terjadi secara

spontan. Dalam kondisi normal, gumoh bisa dialami bayi antara 1 - 4 kali sehari. Gumoh

dikategorikan normal, jika terjadinya beberapa saat setelah makan dan minum serta tidak

diikuti gejala lain yang mencurigakan. Selama berat badan bayi meningkat sesuai standar

kesehatan, tidak rewel, gumoh tidak bercampur darah dan tidak susah makan atau minum,

maka gumoh tak perlu dipermasalahkan (Parenting, 2009).

Perbedaan antara bayi muntah dan gumoh. Keduanya serupa, namun sebenarnya

tidak sama. Bayi yang kenyang sering mengeluarkan ASI yang sudah ditelannya. Jika

sedikit, maka disebut bayi gumoh, volumenya kurang dari 10 cc. Berupa ASI yang sudah

ditelan si kecil. Namun, jika volumenya banyak maka disebut bayi muntah. Volumenya

diatas 10 cc. Dilihat dari cara keluarnya, maka gumoh akan mengalir biasa dari mulut, dan

tidak disertai kontraksi otot perut. Sedangkan ketika bayi muntah akan menyembur seperti

disemprotkan dari dalam perut dan disertai kontraksi otot perut. Kadang kala juga keluar

dari lubang hidung. Kebanyakan gumoh akan terjadi pada bayi berumur beberapa minggu,

2-4 bulan atau 6 bulan dan akan hilang dengan sendirinya (Choirunnisa, 2009).

Jika bayi mengalami gumoh, tidak perlu khawatir, karena ini proses alami dan

wajar untuk mengeluarkan udara yang tertelan bayi saat minum ASI. Ketika bayi terlalu

banyak minum ASI, maka saat minum atau makan ada udara yang ikut tertelan.

Kemungkinan lain, bayi gagal menelan, karena otot-otot penghubung mulut dan

kerongkongan belum matang. Ini biasanya terjadi pada bayi prematur. Bayi gumoh hanya

perlu disendawakan setelah bayi menyusu. Beda halnya dengan bayi muntah, yang tidak

Page 27: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

20

terjadi pada bayi baru lahir, tapi bisa terjadi pada bayi berumur 2 bulan dan dapat

berlangsung sepanjang usia. Ini bisa menjadi tanda adanya gangguan kesehatan atau

gangguan fungsi pada organ pencernaan bayi, misalnya kelainan katup pemisah lambung

dan usus 12 jari (Choirunnisa, 2009).

c. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan regurgitasi atau gumoh

1) Posisi menyusui

Menurut Purwanti (2004) posisi menyusui yang benar yaitu :

a) Bayi harus dapat memasukkan seluruh puting susu sampai dengan daerah areola

mamae kedalam mulutnya sehingga dapat menggunakan rahang untuk menekan

daerah dibelakang puting susu. Daerah ini merupakan kantong penyimpanan ASI.

b) Ibu dapat mengambil posisi duduk. Punggung ibu bersandar, kaki dapat diangkat

dan diluruskan ke depan sejajar dengan bokong, atau kebawah, tetapi harus diberi

penyangga (jangan menggantung). Bayi tidur dipangkuan ibu dengan dialasi

bantal sehingga posisi perut ibu bersentuhan berhadapan dengan perut bayi. Leher

bayi harus dalam posisi tidak terpelintir. Sebaiknya ibu berhati-hati karena pada

saat menyusui,bayi tidak dalam keadaan terlentang atau digendong.

c) Posisi menyusu lain adalah ibu tidur miring dengan bantal agak tinggi dan lengan

tangan menopang kepala bayi. Posisi perut bayi dan perut ibu sama dengan posisi

duduk. Siku bayi harus lurus sejajar dengan telinga bayi bila ditarik garis lurus.

d) Bila mengambil posisi telungkup diatas meja, bayi ditidurkan dimeja dengan

kepala bayi mengarah ke payudara ibu. Posisi ini akan menguntungkan bagi bayi

kembar karena kedua bayi memperoleh kesempatan yang sama tanpa harus

dibedakan.

e) Segera setelah persalinan posisi menyusui yang terbaik untuk bayi adalah

ditelungkupkan di perut ibu sehingga kulit ibu bersentuhan dengan kulit bayi

sebagai proses penghangat untuk bayi dan sekaligus bayi dapat menghisap puting

susu ibu.

2) Volume lambung masih kecil, sementara susu yang ditelan bayi melebihi kapasitas

lambung. Ini penyebab paling umum. Masalahnya makin menjadi karena bayi senang

menggeliat. Padahal, gerakan ini membuat tekanan dalam perut tinggi, sehingga jadi

gumoh. Sebenarnya, gumoh masih normal sepanjang jumlah cairan yang keluar dan

masuk seimbang (Nova, 2009).

3) Klep penutup lambung belum sempurna. Dari mulut, susu akan masuk ke saluran

pencernaan atas, baru kemudian ke lambung. Nah, di antara kedua organ tersebut

terdapat klep penutup lambung. Pada bayi, klep ini biasanya belum sepenuhnya

berfungsi sempurna. Akibatnya, kalau ia langsung ditidurkan setelah disusui, dan juga

menggeliat, susu akan keluar dari mulut. Untuk mengurangi gumoh, berikan susu

sedikit demi sedikit (Nova, 2009).

4) Menangis berlebihan. Tangis seperti ini membuat udara yang tertelan juga berlebihan,

sebagian isi perut si kecil akan keluar. Memang, bisa jadi bayi Anda menangis karena

tidak bisa menelan susu dengan sempurna. Kalau sudah begini, jangan teruskan

pemberian ASI. Bisa-bisa, susu malah masuk ke dalam saluran napas dan

menyumbatnya (Nova, 2009).

d. Cara mencegah regurgitasi

Berikut ini cara yang dapat dilakukan untuk mencegah bayi gumoh :

1) Perkecil kemungkinan masuknya udara ketika si bayi sedang menyusu. Seluruh bibir

si bayi hendaknya menutup puting sang ibu beserta daerah berwarna hitam di

sekitarnya (aerola) dengan sempurna (Nurdiyon, 2009).

2) Tengkurapkan bayi manakala ia mengalami gumoh berlebihan. Cara ini akan

membantu mengeluarkan udara yang masuk dan tertahan di dalam lambung serta

untuk mencegah masuknya cairan ke dalam paru-paru si bayi (Nurdiyon, 2009).

Page 28: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

21

3) Berikan minum pada bayi sedikit-demi sedikit untuk mencegah masuknya udara ke

lambung (Nurdiyon, 2009).

4) Sendawakan bayi setiap habis menyusui (Alfian, 2009).

5) Buatlah bayi bersendawa sedikitnya setiap tiga atau lima menit selama menyusui

(Alfian, 2009).

6) Hindari pemberian susu sementara si bayi terlentang (Alfian, 2009).

7) Jika bayi diberi susu botol, pastikan lubang pada dot tidak terlalu besar (yang

membuat aliran susu terlalu cepat) dan juga tidak terlalu kecil (yang membuat frustasi

bayi anda dan menyebabkan dia menelan udara). Jika ukuran lubangnya pas, beberapa

tetes susu akan keluar ketika anda mebalikkan botol, dan kemudian berhenti (Alfian,

2009).

e. Penatalaksanaan Regurgitasi

Untuk penatalaksanaan regurgitasi menurut Nursalam (2005), yaitu:

1) Perbaiki teknik menyusui

Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebagian areolla dan

dagu menempel pada payudara ibunya.

2) Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya.

Posisi botol susu diatur sedemikian rupa sehingga mulut menutupi seluruh permukaan

botol dan dot harus masuk seluruhnya kedalam mulut bayi.

3) Sendawakan bayi setelah minum

Bayi yang selesai minum jangan langsung ditidurkan tetapi perlu disendawakan

terlebih dahulu. Cara menyendawakan bayi menurut Javaneagle (2009) yaitu :

a) Gendong bayi dengan kuat di pundak anda, wajah bayi menghadap ke belakang,

beri dukungan dengan satu tangan pada bokongnya. Tepuk atau usap

punggungnya dengan tangan lain.

b) Telungkupkan bayi di pangkuan anda, lambungnya berada di salah satu kaki,

kepalanya menyandar di salah satu kaki lainnya. Satu tangan anda memegangi

tubuhnya dengan kuat, satu tangan lain menepuk atau mengusap punggungnya

sampai ia bersendawa.

c) Dudukkan bayi di pangkuan anda, kepalanya menyandar ke depan, dadanya di

tahan dengan satu tangan anda. Pastikan kepalanya tidak mendongak ke belakang.

Tepuk atau gosok punggungnya.

f. Langkah-langkah mengurangi frekuensi gumoh

Menurut Papahtar (2009) terdapat beberapa langkah-langkah untuk mengurangi

frekuensi gumoh atau regurgitasi, yaitu:

1) Beri susu yang lebih kental, cara ini hanya disarankan pada bayi yang

mengonsumsi susu formula. Campurkan tepung beras sebanyak 5 gram untuk setiap

100 cc susu. Lalu minumkan seperti biasanya.

2) Posisi menyusu bersudut 45 derajat. Posisi terlentang membentuk sudut 45 derajat

antara badan, pinggang, dan tempat tidur bayi, terbukti membantu mengurangi aliran

balik susu dari lambung ke kerongkongan.

3) Sendawakan bayi segera setelah selesai makan dan minum. Gendong si kecil dalam

posisi 45 derajat. Atau tidurkan terlentang dan ganjalan berupa bantalan atau

tumpukan kain di punggungnya. Biarkan ia pada posisi tersebut selama mungkin

(minimal 2 jam).

4) Jangan langsung mengangkat bayi saat ia gumoh atau muntah. Seringkali karena

khawatir, dan bermaksud untuk menghentikan gumoh, kita cenderung mengangkat

anak dari posisi tidurnya. Padahal cara ini justru berbahaya, karena muntah atau

gumoh bisa turun lagi, masuk ke paru, dan akhirnya malah mengganggu paru-paru.

5) Biarkan saja jika bayi mengeluarkan gumoh dari hidungnya. Hal ini justru lebih baik

daripada cairan kembali dihirup dan masuk ke dalam paru-paru karena bisa

menyebabkan radang atau infeksi.

Page 29: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

22

6) Beri bayi minum sedikit demi sedikit, tapi sering. Selalu usahakan cairan yang masuk

lebih banyak ketimbang cairan yang keluar supaya tidak terjadi dehidrasi.

g. Dampak regurgitasi atau gumoh

Jika terjadi gumoh secara berlebihan, frekuensi sering dan terjadi dalam waktu

lama akan menyebabkan masalah tersendiri, yang bisa mengakibatkan gangguan pada bayi

tersebut. Baik gangguan pertumbuhan karena asupan gizi berkurang karena asupan

makanan tersebut keluar lagi dan dapat merusak dinding kerongkongan akibat asam

lambung yang ikut keluar dan mengiritasi. Apalagi kalau sampai gumoh melalui hidung

dan bahkan disertai muntah. Perlu diwaspadai juga adanya kelainan organ lain yang

mungkin ada. Bahkan bila disertai kondisi tidak ada cairan yang bisa masuk sama sekali,

dapat menyebabkan terjadinya kekurangan cairan tubuh (Yunina, 2009).

C. METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif ialah

suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi

tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005).

Rancang bangun penelitian ini menggunakan penelitian survei. Survei adalah rancangan

yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi,

dan hubungan antar variabel dalam suatu populasi (Notoatmodjo, 2008).

2. Variabel Dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia

0-6 bulan.

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan

karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).

Tabel 13. Definisi Operasional Pengetahuan Ibu Tentang Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6

Bulan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten

Mojokerto

Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala

Pengetahuan ibu

bayi usia 0-6 bulan

tentang regurgitasi

Segala sesuatu yang diketahui

ibu bayi usia 0-6 bulan tentang

regurgitasi meliputi:

- Pengertian regurgitasi

- Proses Regurgitasi

- Penyebab regurgitasi

- Mencegah regurgitasi

- Penatalaksanaan regurgitasi

- Cara mengurangi frekuensi

regurgitasi

- Dampak regurgitasi

Pengukuran menggunakan

instrument kuisioner

Tingkat pengetahuan :

1. Baik : 76-100 %

2. Cukup : 56-75 %

3. Kurang : 40% - 55%

4. Tidak baik : < 40%

5.

(Erfandi,2009)

Ordinal

3. Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini populasinya adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 0-6

bulan dan berkunjung di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten

Mojokerto sebanyak 41 ibu pada bulan April 2010. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

teknik non probability sampling type Concecutive Sampling yaitu pemilihan sampel dengan

Page 30: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

23

menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai

kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi (Nursalam, 2008).

Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan dan

berkunjung di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto

pada tanggal 14-19 Juni 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria

inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Responden yang bersedia diteliti

2) Responden yang berada di tempat saat penelitian

b. Kriteria Eksklusi

1) Responden yang tidak mempunyai bayi usia 0-6 bulan

2) Responden yang tidak bisa membaca dan menulis

Data diperoleh sebagai data primer yaitu pengisian kuesioner oleh responden secara

langsung dan data sekunder yaitu observasi catatan bidan (kohort). Instrumen penelitian yang

digunakan adalah kuesioner. Kuesioner yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan

dengan mengadakan daftar pertanyaan yang berupa formulir-formulir kepada sejumlah obyek

untuk mendapat jawaban-jawaban, informasi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Kuesioner

dalam penelitian ini berisi pertanyaan seputar pengetahuan ibu tentang regurgitasi dengan

pertanyaan sebanyak 30 soal dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

4. Teknik Pengolahan dan Analisia Data

a. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan manajemen data, menurut Hidayat

(2007) meliputi :

1) Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau

dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data

terkumpul. Misalnya memeriksa kembali kuesioner yang masih belum diisi oleh

responden.

2) Coding

Coding adalah merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Memberikan kode tertentu pada hasil penelitian

sesuai dengan variabel yang ada.

3) Entry Data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master

tabel atau databese komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau

bisa juga dengan membuat tabel kontingensi.

4) Tabulating

Tabulating adalah pekerjaan menyusun tabel-tabel mulai dari penyusunan tabel utama

yang berisi seluruh data informasi yang berhasil dikumpulkan dengan daftar

pertanyaan sampai tabel khusus yang telah benar-benar ditentukan setelah berbentuk

tabel, maka tabel tersebut siap dianalisa dan dinyatakan dalam bentuk tulisan

b. Analisa Data

Data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh responden dengan cara

deskriptif dalam bentuk prosentase. Untuk menjawab yang benar diberi skor 1 dan jawaban

yang salah diberi skor 0. hasil jawaban dari pembobotan, kemudian dijumlahkan dan

dibandingkan dengan skor tertinggi lalu dikalikan 100% rumus yang digunakan menurut

Budiarto (2002) :

P = %100xN

f

Page 31: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

24

Keterangan:

P = Prosentase

f = Frekuensi

N = Jumlah Observasi

Hasil penelitian ini dijadikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian

diberi interpretasi atas data tersebut berdasarkan parameter yang dipakai dengan kriteria

kualitatif sebagai berikut :

a. Pengetahuan baik = 76% - 100%

b. Pengetahuan cukup = 56% - 75%

c. Pengetahuan kurang = 40% - 55%

d. Pengetahuan tidak baik = < 40%

(Erfandi, 2009)

D. HASIL PENELITIAN

1. Data Umum

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di BPS Muji Winarnik Desa

Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19

Juni Tahun 2010

No. Umur Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. < 20 tahun 5 12,2

2. 20 – 35 tahun 22 53,7

3. > 35 tahun 14 34,1

Total 41 100

Dari tabel 14 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden berusia

20-35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%).

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 15. Karakteristik Pendidikan Responden di BPS Muji Winarnik Desa Bening

Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni

Tahun 2010

No. Pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Tidak Tamat SD 2 4,9

2. SD 7 17

3. SMP 17 41,5

4. SMA 12 29,3

5. D3 / Perguruan Tinggi 3 7,3

Total 41 100

Dari tabel 15 diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden dengan latar

belakang pendidikan SLTP yaitu 17 responden (41,5%).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 16. Karakteristik Pekerjaan Responden di BPS Muji Winarnik Desa Bening

Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni

Tahun 2010

No. Pekerjaan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Bekerja 16 39

2. Tidak bekerja 25 61

Total 41 100

Dari tabel 16 diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden yang tidak

bekerja sebanyak 25 responden (61%).

Page 32: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

25

2. Data Khusus

a. Pengetahuan Tentang Pengertian Regurgitasi

Tabel 17. Pengetahuan Tentang Pengertian Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa

Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19

Juni Tahun 2010

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 8 19,6

2. Cukup 19 46,3

3. Kurang 13 31,7

4. Tidak Baik 1 2,4

Total 41 100

Dari tabel 17 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan

pengetahuan yang cukup tentang pengertian regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19

responden (46,3%).

b. Pengetahuan Tentang Proses Regurgitasi

Tabel 18. Pengetahuan Tentang Proses Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa

Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19

Juni Tahun 2010

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 5 12,2

2. Cukup 12 29,3

3. Kurang 14 34,1

4. Tidak Baik 10 24,4

Total 41 100

Dari tabel 18 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan

pengetahuan yang kurang tentang proses regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 14

responden (34,1%).

c. Pengetahuan Tentang Penyebab Regurgitasi

Tabel 19. Pengetahuan Tentang Penyebab Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa

Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19

Juni Tahun 2010

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 6 14,6

2. Cukup 23 56,1

3. Kurang 9 22

4. Tidak Baik 3 7,3

Total 41 100

Dari tabel 19 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden

dengan pengetahuan yang cukup tentang penyebab regurgitasi pada bayi usia 0-6

bulan yaitu 23 responden (56,1%).

Page 33: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

26

d. Pengetahuan Tentang Mencegah Regurgitasi

Tabel 20. Pengetahuan Tentang Mencegah Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa

Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19

Juni Tahun 2010

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 8 19,5

2. Cukup 15 36,5

3. Kurang 11 26,9

4. Tidak Baik 7 17,1

Total 41 100

Dari tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden

dengan pengetahuan yang cukup tentang penyebab regurgitasi pada bayi usia 0-6

bulan yaitu 23 responden (56,1%). e. Pengetahuan Tentang Penatalaksanaan Regurgitasi

Tabel 21. Pengetahuan Tentang Penatalaksanaan Regurgitasi di BPS Muji Winarnik

Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal

14-19 Juni Tahun 2010

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 0 0

2. Cukup 10 24,4

3. Kurang 19 46,3

4. Tidak Baik 12 29,3

Total 41 100

Dari tabel 21 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden

dengan pengetahuan yang kurang tentang penatalaksanaan regurgitasi pada bayi

usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%). f. Pengetahuan Tentang Cara Mengurangi Frekuensi Regurgitasi

Tabel 22. Pengetahuan Tentang Cara Mengurangi Frekuensi Regurgitasi

di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten

Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 19 46,3

2. Cukup 7 17,1

3. Kurang 9 22

4. Tidak Baik 6 14,6

Total 41 100

Dari tabel 22 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden

dengan pengetahuan yang baik tentang cara mengurangi frekuensi regurgitasi pada

bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%).

Page 34: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

27

g. Pengetahuan Tentang Dampak Regurgitasi

Tabel 23. Pengetahuan Tentang Dampak Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa

Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19

Juni Tahun 2010

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 10 24,4

2. Cukup 13 31,7

3. Kurang 8 19,5

4. Tidak Baik 10 24,4

Total 41 100

Dari tabel 23 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden

dengan pengetahuan yang cukup tentang dampak regurgitasi pada bayi usia 0-6

bulan yaitu 13 responden (31,7%). h. Pengetahuan Tentang Regurgitasi

Tabel 24. Pengetahuan Tentang Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening

Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni

Tahun 2010

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 10 24,4

2. Cukup 19 46,3

3. Kurang 8 19,5

4. Tidak Baik 4 9,8

Total 41 100

Dari tabel 24 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden

dengan pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu

19 responden (46,3%).

E. PEMBAHASAN

1. Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Regurgitasi

Berdasarkan tabel 17 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan

pengetahuan yang cukup tentang pengertian regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan sebanyak 19

responden (46,3%). Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah cukup mengerti tentang

pengertian dari regurgitasi. Pengetahuan responden yang tergolong cukup tersebut dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu umur, pendidikan, dan pekerjaan.

Berdasarkan umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 20-

35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Mubarak (2007) menyatakan bahwa bertambahnya

umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek

psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Usia 20-35 tahun

tergolong usia dewasa dimana mereka sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi

yang sebanyak-banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang

lebih matang membuat responden bisa menyerap informasi dengan cukup baik sehingga juga

mempengaruhi pengetahuan mereka.

Berdasarkan pendidikan, menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden

dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Dalam teori Mubarak

(2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin

mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan

yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya. Sebagian besar pendidikan responden adalah

SLTP, dimana pada pendidikan tingkat ini masih belum membuat seseorang memiliki

kemampuan menyerap informasi yang didapat dengan baik . Namun meskipun belum bisa

Page 35: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

28

mempunyai pengetahuan yang baik, bukan berarti mereka terbatas untuk mendapatkan

informasi. Pengalaman dan informasi dari media massa dan elektronik dapat menambah

pengetahuan responden menjadi cukup baik.

Berdasarkan pekerjaan, persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja

sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat

menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka

tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya

pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan

membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan

mereka menjadi cukup baik.

2. Pengetahuan Responden Tentang Proses Regurgitasi

Berdasarkan tabel 18 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan

pengetahuan yang kurang tentang proses regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 14 responden

(34,1%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak responden yang masih belum

mengerti tentang proses regurgitasi.

Bertambahnya umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan

psikologis. Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori yaitu perubahan

ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi

akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang

semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2007). Usia responden termasuk usia reproduktif bagi

seseorang untuk dapat memotivasikan diri untuk memperoleh pengetahuan yang sebanyak-

banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang lebih baik,

seharusnya membuat responden memiliki pengetahuan yang baik untuk berpikir dengan matang

dalam menyelesaikan atau menaggapi masalah. Namun mungkin disebabkan pada usia tersebut

responden telah memiliki tanggung jawab selain tanggung jawab pribadi, membuat kemampuan

untuk berpikir juga tidak lagi terfokus. Hal ini mempengaruhi kemampuan menyerap informasi

kurang baik, sehingga pengetahuannya juga menjadi kurang

Faktor pendidikan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 17 responden

(41,5%) dengan latar belakang pendidikan SLTP. Pendidikan ini masih termasuk pendidikan

dasar dimana kesempatan memperoleh informasi tentang proses regurgitasi masih terbatas dan

biasanya pendidikan yang rendah akan sulit memahami informasi yang diberikan sehingga

pengetahuan yang diperoleh juga kurang baik. Sesuai teori Mubarak (2007) bahwa tingkat

pendidikan seseorang yang rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap

penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

Selain faktor umur dan pendidikan, pekerjaan juga mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Dari faktor pekerjaan menunjukkan bahwa persentase terbesar yaitu 25 responden

(61%) tidak bekerja. Sebagian besar responden adalah tidak bekerja dengan kata lain mereka

adalah ibu rumah tangga yang meskipun lebih banyak memiliki waktu luang, namun disebabkan

karena responden lebih banyak mengurus aktifitas rumah tangga menyebabkan kurangnya

sosialisasi atau pergaulan dengan banyak kalangan dibandingkan dengan mereka yang bekerja.

Status tidak bekerjanya responden juga menyebabkan mereka harus berhatai-hati dalam

mengatur keuangan keluarga, sehingga kesediaan dan kemampuan untuk mendapatkan sumber

informasi juga terbatas. Terbatasnya informasi yang didapat ini mempengaruhi pengetahuan

responden menjadi kurang padahal informasi sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan

responden sebagaimana teori Mubarak (2007) yang menyatakan kemudahan untuk memperoleh

suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang

baru.

3. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Regurgitasi

Berdasarkan tabel 19 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan

pengetahuan yang cukup tentang penyebab regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 23

Page 36: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

29

responden (56,1%). Responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari

mereka sudah cukup memahami dan mengerti tentang penyebab regurgitasi.

Berdasarkan umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 20-

35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Mubarak (2007) menyatakan bahwa bertambahnya

umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek

psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Usia 20-35 tahun

tergolong usia dewasa dimana mereka sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi

yang sebanyak-banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang

lebih matang membuat responden bisa menyerap informasi dengan cukup baik sehingga juga

mempengaruhi pengetahuan mereka.

Berdasakan pendidikan, menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden

dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Dalam teori Mubarak

(2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin

mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan

yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya. Sebagian besar pendidikan responden adalah

SLTP, dimana pada pendidikan tingkat ini masih belum membuat seseorang memiliki

kemampuan menyerap informasi yang didapat dengan baik . Namun meskipun belum bisa

mempunyai pengetahuan yang baik, bukan berarti mereka terbatas untuk mendapatkan

informasi. Pengalaman dan informasi dari media massa dan elektronik dapat menambah

pengetahuan responden menjadi cukup baik.

Berdasarkan pekerjaan, persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja

sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat

menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka

tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya

pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan

membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan

mereka menjadi cukup baik.

4. Pengetahuan Responden Tentang Cara Mencegah Regurgitasi

Berdasarkan tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan

pengetahuan yang cukup tentang mencegah regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 15

responden (36,5%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden dapat melakukan

pencegahan regurgitasi dengan baik karena mereka sudah cukup mengerti tentang cara

mencegah terjadinya regurgitasi.

Pengetahuan responden yang cukup tersebut dipengaruhi oleh bebera faktor, yaitu

pertama faktor umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 20-35

tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Usia ini tergolong usia dewasa dimana sudah

mempunyai kemampuan memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya karena dipengaruhi

adanya pemikiran yang sudah dewasa pula sehingga dengan hal itu akan mempengaruhi

pengetahuan yang mereka punya. Sesuai dengan teori Mubarak (2007) yang menyatakan

bertambahnya umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis,

dimana pada aspek psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa.

Kedua, faktor pendidikan yang menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah

responden dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Pendidikan

responden yang tergolong dasar bukan berarti responden terbatas memperoleh informasi.

Interaksi dengan lingkungan serta pengalaman yang responden miliki bisa membantu responden

mendapat informasi yang cukup meskipun tingkat pendidikan mempunyai berpengaruh terhadap

pengetahuan seseorang, sebagaimana teori Mubarak (2007) yang menyatakan tidak dipungkiri

bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi,

dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, begitupun juga

sebaliknya.

Page 37: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

30

Ketiga, faktor pekerjaan yang menunjukkan persentase terbesar adalah responden tidak

bekerja sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat

menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja, mereka hanya bisa

mendapat informasi dari pengalaman sendiri atau media massa dan elektronik tanpa bisa

mendapat informasi dari lingkungan pekerjaan sehingga pengetahuan yang mereka peroleh tidak

maksimal.

5. Pengetahuan Responden Tentang Penatalaksanaan Regurgitasi

Berdasarkan data pada tabel 21 menunjukkan persentase terbesar adalah responden

dengan pengetahuan yang kurang tentang penatalaksanaan regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan

yaitu 19 responden (46,3%). Keadaan ini menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini

masih belum dapat melakukan penatalaksanaan regurgitasi dengan baik. . Hal ini disebabkan

karena kurangnya informasi yang mereka terima atau juga karena responden belum dapat

menggunakan pengalamannya dengan baik.

Pengetahuan responden yang kurang tentang proses regurgitasi ini dipengaruhi oleh

umur, pendidikan, dan pekerjaan. Berdasarkan umur, persentase terbesar yaitu 22 responden

(53,7%) berumur 20-35 tahun. Dimana meskipun usia responden tersebut tergolong dewasa dan

mempunyai kesempatan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tetapi kemungkinan

mereka belum bisa bener-benar memahami informasi yang didapat. Kesulitan memperoleh

informasi juga dapat menjadi alasan sehingga pengetahuan mereka masih kurang. Sesuai

dengan tori Mubarak (2007) kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Berdasarkan pendidikan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 17 responden

(41,5%) mempunyai pendidikan SLTP. Pendidikan ini masih termasuk pendidikan dasar dimana

pada pendidikan yang rendah akan sulit memahami informasi yang diberikan sehingga

pengetahuan yang mereka juga kurang. Mubarak (2007) menyatakan bahwa tingkat pendidikan

seseorang yang rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan

informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

Berdasarkan pekerjaan, diperoleh data bahwa presentase terbesar yaitu 25 responden

(61%) tidak bekerja. Informasi yang bisa didapat oleh responden ini bisa didapat melalui

bertukar informasi sesama teman ataupun pengalaman pribadi dimana menurut Mubarak (2007)

pengalaman ini merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi

dengan lingkungannya.

6. Pengetahuan Responden Tentang Cara Mengurangi Frekuensi Regurgitasi

Berdasarkan data pada tabel 22 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah

responden dengan pengetahuan yang baik tentang cara mengurangi frekuensi regurgitasi pada

bayi usia 0-6 bulan yaitu sebanyak 19 responden (46,3%). Pengetahuan responden tersebut

tentunya tidak lepas dari faktor yang mempengaruhi pengetahuan, diantaranya adalah umur,

pendidikan, dan pekerjaan.

Berdasarkan umur, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 22 responden

(53,7%) berumur 20-35 tahun, dimana usia ini termasuk dalam usia dewasa yang sudah

mempunyai cara berfikir yang matang untuk menerima informasi sebaik dan sebanyak mungkin.

Usia dewasa ini juga tentunya mempunyai pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan

usia-usia sebelumnya. Dari pengalaman tersebut nantinya akan berpengaruh pada tingkat

pengetahuan yang akan diperoleh. Sesuai dengan teori Mubarak (2007) bahwa ada

kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan,

namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan

timbul kesan yang sangat mandalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan pada

akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.

Berdasarkan pendidikan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 17 responden

(41,4%) berpendidikan SLTP. Pendidikan ini tentunya sangat berpengaruh pada tingkat

pengetahuan responden karena melalui pendidikan, seseorang akan lebih mudah mendapat kan

Page 38: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

31

informasi. Seperti halnya teori dari Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa kemudahan

memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh

pengetahuan yang baru.

Berdasarkan pekerjaan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 25 responden

(61%) tidak bekerja. Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat menjadikan

seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka tidak bisa

mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya pengalaman,

interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan membantu

mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan mereka

menjadi cukup baik.

7. Pengetahuan Responden Tentang Dampak Regurgitasi

Berdasarkan data pada tabel 23 diperoleh data persentase terbesar adalah responden

dengan pengetahuan yang cukup tentang dampak regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 13

responden (31,7%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden masih ada yang belum

mengerti tentang dampak terjadinya regurgitasi, kemungkinan hal ini terjadi karena informasi

yang diterima responden masih kurang atau juga responden masih belum dapat memahami

informasi yang diterima tersebut.

Berdasarkan umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 20-

35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Mubarak (2007) menyatakan bahwa bertambahnya

umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek

psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Usia 20-35 tahun

tergolong usia dewasa dimana mereka sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi

yang sebanyak-banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang

lebih matang membuat responden bisa menyerap informasi dengan cukup baik sehingga juga

mempengaruhi pengetahuan mereka.

Berdasakan pendidikan, menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden

dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Dalam teori Mubarak

(2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin

mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan

yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya. Sebagian besar pendidikan responden adalah

SLTP, dimana pada pendidikan tingkat ini masih belum membuat seseorang memiliki

kemampuan menyerap informasi yang didapat dengan baik . Namun meskipun belum bisa

mempunyai pengetahuan yang baik, bukan berarti mereka terbatas untuk mendapatkan

informasi. Pengalaman dan informasi dari media massa dan elektronik dapat menambah

pengetahuan responden menjadi cukup baik.

Berdasarkan pekerjaan, persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja

sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat

menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka

tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya

pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan

membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan

mereka menjadi cukup baik.

8. Pembahasan Pengetahuan Responden Tentang Regurgitasi

Hasil penelitian pada tabel 24 yang dilakukan di BPS Muji Winarnik Desa Bening

Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto mengenai pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada

bayi usia 0-6 bulan terhadap 41 responden menunjukkan data bahwa persentase terbesar adalah

responden dengan pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19

responden (46,3%).

Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pembahasan

yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Page 39: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

32

(Keraf,2001). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan (Knowledge) adalah

merupakan hasil ―tahu‖ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga.

Responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa mereka sudah cukup mengerti

tentang regurgitasi yang biasa terjadi pada anak usia 0-6 bulan. Pengetahuan ini muncul karena

responden telah memperoleh informasi yang cukup baik dari pengalaman sendiri atau

lingkungan serta dapat pula dari tenaga kesehatan, misalnya dengan mengikuti kegiatan-

kegiatan penyuluhan khususnya tentang regurgitasi. Pengetahuan responden terjadi karena

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, pendidikan, dan pekerjaan.

Berdasarkan karakteristik umur rerponden pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa

persentase terbesar adalah responden berusia 20-35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%).

Responden pada penelitian ini tergolong pada usia dewasa dimana pada usia ini banyak

pengalaman yang bisa diperoleh baik dari pengalaman pribadi, teman atau juga pengalaman dari

keluarganya sehingga informasi yang diperoleh responden menjadi bertambah untuk dapat

meningkatkan pengetahuan mereka. Selain itu pada usia dewasa ini, responden juga sudah memiliki

cara berfikir yang matang dan mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dari usia-usia

sebelumnya sebagaimana teori Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya

umur seseorang, akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis. Dimana dalam

aspek fisik akan terjadi pertumbuhan pada fisik yang secara garis besar terdiri dari perubahan

ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Sedangkan

pada aspek psikologis, taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Banyaknya

responden yang mempunyai pengetahuan yang cukup kemungkinan karena responden masih belum

dapat memahami informasi yang diterima atau juga masih belum dapat menggunakan fasilitas

kesehatan dengan baik.

Berdasarkan karakteristik pendidikan responden pada tabel 4.2 diperoleh data bahwa

persentase terbesar adalah responden dengan latar belakang pendidikan SLTP yaitu 17

responden (41,5%). Hasil penelitian ini menunjukkan jika pendidikan responden tergolong

dalam pendidikan dasar, dimana pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pemahaman

penerimaan informasi tentang sesuatu khususnya tenang masalah kesehatan dimana pendidikan

yang rendah biasanya akan sulit untuk mengerti dan memahami informasi yang diberikan

demikian pula sebaliknya. Sesuai dengan teori Mubarak (2007) yang menyatakan tidak dapat

dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima

informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika

seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

Berdasarkan karakteristik pekerjaan responden pada tabel 4.3 menunjukkan data bahwa

persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja sebanyak 25 orang (61%). Hal ini

menunjukkan bahwa meskipun tidak bekerja, responden tetap bisa mempunyai banyak

kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan mereka baik itu melalui bertukar informasi

dengan teman, lingkungan atau mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

serta dapat memperoleh informasi dari media cetak maupun elektronik. Sehingga semakin

banyak informasi yang diterima maka akan semakin baik pula pengetahuan yang dimiliki.

Sesuai dengan teori dari Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa kemudahan untuk

memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh

pengetahuan yang baru.

F. PENUTUP

Hasil penelitian tentang pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada anak (0-6 bulan)

menunjukkan data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup

tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%).

Page 40: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

33

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama dalam hal pemberian

pendidikan kesehatan diharapkan tenaga kesehatan lebih memberikan materi yang dapat dengan

mudah dimengerti atau dipahami oleh masyarakat terutama tentang pengarahan tentang cara

menyusui yang baik dan benar sehingga menimbulkan kesadaran ibu akan pengaruh posisi

menyusui terhadap kejadian regurgitasi pada bayi.Sebaiknya responden lebih aktif lagi dalam

mencari informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik atau juga mengikuti seminar

atau penyuluhan yang diadakan oleh tenaga kesehatan sehingga pengetahuan responden dapat

lebih ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian. (2009). Regurgitasi Pada Bayi. Tersedia di (http://www.wikipedia/artikel

kesehatan.com.html. Diakses tanggal 20 April 2010).

Anang. (2010). Gumoh Pada Bayi. Tersedia di (http://www.wordpress/maxblog.com.html. Diakses

tanggal 20 April 2010).

Ariq. (2009). Gumoh Bisa Menggangu Pertumbuhan Bayi. Tersedia di (http://www.

Situskugratis.googlepage.com/free. Diakses tanggal 15 April 2010).

Budiarto, 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.

Choirunnisa. (2009). Panduan Terpenting Merawat Bayi dan Anak Jakarta : Smoncer Publisher

Erfandi. (2009). Pengetahuan dan Faktor-faktor yang mempengaruhi. Tersedia di

(http://www.prohealth.com. Diakses tanggal 20 April 2010).

Gandhi. (2009). Pengaruh Sikap Ibu terhadap pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi usia

0-6 bulan. Tersedia di (http://www.tempointeraktif.com. Diakses tanggal 20 April 2010).

Hidayat. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.

Javaneagle. (2009). Gumoh dan Muntah pada bayi. Tersedia di (http//:www.wordpres.com. Diakses

tanggal 20 April 2010).

Keraf. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan. Yogyakarta : Kanisius.

Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Mubarak. (2007). Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Notoatmodjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nova. (2009). Gumoh pada bayi. Tersedia di (http//:www.tabloidnova.com. Diakses tanggal 19 April

2010).

Nurdiyon. (2009). Bayi Gumoh. Tersedia di (http://www.wordpress.com. Diakses tanggal 19 April

2010).

Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : EGC.

Nusalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penerapan Ilmu Keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika.

Papahtar. (2009). Gumoh. Tersedia di (http://www.connectique.com./tips solution/health. Diakses

tanggal 19 April 2010).

Parenting. (2009). Gumoh. Tersedia di (http://www.connectique.com. Diakses tanggal 20 April

2010).

Purwanti. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC.

Rizal N. (2009). Bayi Sehat mau?. Yogyakarta : Kujang Press.

Rocky. (2009). Pengaruh Terapi Sentuhan Terhadap Kejadian Regurgitasi Pada Bayi. Tersedia di

(http://www.dr.Rocky.com.html. Diakses tanggal 20 April 2010).

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Solo. (2010). Regurgitasi. Tersedia di (http://www.indonesiaindonesia.com.html. diakses tanggal 19

April 2010).

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Yunina. (2009). Gumoh dan akibatnya. Tersedia di (http://www.medicastore.com. Diakses tanggal

19 April 2010).

Page 41: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

34

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI TABLET

KALSIUM PADA WANITA PREMENOPOUSE DI DESA TANJEK

WAGIR KECAMATAN KREMBUNG

KABUPATEN SIDOARJO

Elyana Mafticha

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

ABSTRAK

Menopause merupakan transisi fisik alamiah yang dialami oleh setiap wanita. Di mana pada

fase ini wanita menopose sering kali mengalami osteoporosis.Proses ini disebabkan karena asupan

kalsium berkurang dan penyebaran kalsium tidak merata. Fenomena di lapangan menunjukkan masih

banyak wanita premenopouse yang tidak tahu tentang osteoporosis. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan tambahan asupan kalsium pada

wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.

Penelitisn ini dilakukan mulai 13 Juni sampai 16 Juni 2010. Jenis penelitian ini adalah

analitik cross sectional dengan populasi sebanyak 156 responden dan sampel sebanyak 112

responden. Sampel diambil dengan cluster random sampling. Instrumen pengumpulan data

menggunakan kuesioner tertutup yang diolah melalui proses editing, coding, dan tabulating. Setelah

itu dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data uji wilcoxon sign rank test pada taraf

signifikansi 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hasil Z2 hitung = - 5.757

dan Z2

tabel 1.6586, maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan pengetahuan tentang osteoporosis

dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan

Krembung Kabupaten Sidoarjo.Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat kuat.

Sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang osteoporosis akan tatapi mereka

tidak mengkonsumsi tablet kalsium dengan teratur di karenakan masalah biaya dan malas minum

tablet kalsium setiap hari. Konsumsi tablet kalsium ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya

gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang, dan kejang otot.

Dengan adanya hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan tambahan asupan

kalsium pada wanita premenopouse disarankan bagi tenaga kesehatan untuk melakukan penyuluhan

tentang pentingnya konsumsi tablet kalsium, jenis-jenis tablet kalsium yang harganya mudah di

jangkau dan penyuluhan tentang macam-macam bahan makanan yang mengandung kalsium.

Kata kunci : Pengetahuan, Osteoporoses, Tablet Kalsium, Wanita Premenopouse

A. PENDAHULUAN

Menopouse adalah berhentinya siklus menstruasi yang berkaitan dengan tingkat lanjut

usia perempuan (Kissansti, 2008). Menurut Ozzy (2010) menopause merupakan transisi fisik

alamiah yang dialami oleh setiap wanita saat dia bertambah umur. Sering diterjemahkan secara

bebas sebagai berhenti menstruasi terakhir dalam hidup seorang wanita. Kejadian penting yang

biasa terjadi pada usia menopouse adalah proses demineralisasi tulang atau yang biasa disebut

dengan osteopororsis. Proses ini disebabkan karena defisiensi kalsium, yaitu karena asupan

kalsium berkurang dan penyebaran kalsium tidak merata (Arisman, 2007). Untuk itu konsumsi

susu yang mengandung banyak kalsium dalam jumlah yang adekuat menurunkan resiko

terjadinya osteoporosis karena tulang sangat responsif terhadap penumpukan mineral (Arisman,

2007).

Menurut penghitungan Biro Sensus Departemen Perdagangan Amerika Serikat (2010)

jumlah menopouse sekitar 340 juta orang dengan peningkatan sekitar 800.000 orang per tahun

dan 24% diantaranya enderita pengeroposan tulang (osteoporosis). Di Indonesia dari setiap 1000

wanita menopouse terdapat sekitar 400 orang (40%) yang mengalami osteoporosis. Rata rata

dari mereka merupakan penduduk miskin.

Page 42: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

35

Data Dinkes Kabupaten Sidoarjo menunjukkan bahwa terdapat sekitar 41% penderita

osteoporosis dari keseluruhan jumlah wanita menopouse sebanyak 45.000 jiwa yang menyebar

di seluruh wilayah Sidoarjo (Dinkes Sidoarjo, 2010).

Studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung

Kabupaten Sidoarjo didapatkan data bahwa dari 10 wanita menopouse, 7 wanita (70%) tidak

tahu tentang osteoporosis mengaku tidak pernah memperhatikan asupan kalsium untuk

mencegah terjadinya osteopororsis, sedangkan 3 wanita (30%) tahu tentang osteoporosis dan

melakukan upaya pencegahan dengan cara mengkonsumsi susu penguat tulang secara teratur.

Akan tetapi fenomena di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten

Sidoarjo menunjukkan bahwa masih banyak wanita usia premenopouse yang tidak tahu tentang

osteoporosis. Kurangnya pengetahuan ini menyebabkan mereka tidak begitu memperhatikan

asupan kalsium untuk mencegah terjadinya osteoporosis.

Kerentanan kedua jenis kelamin pada prinsipnya sama, meskipun osteoporosis lebih

cenderung terjadi pada wanita, dengan rasio sekitar 4:1. Tulang yang paling banyak terkena

adalah tulang belakang, pergelangan tangan (lelaki), dan paha (wanita). Trauma yang ringan

saja berkemungkinan besar mematahkan tulang. Faktor yang melatarbelakangi osteoporosis bisa

dilacak sampai pada usia pertumbuhan. Sharon dkk melalui penelitian terhadap 581 orang

wanita kulit putih pascamenopause yang berusia rata-rata 70,6 tahun yang mengonsumsi susu

secara teratur mulai usia 20—50 tahun, berhasil membuktikan manfaat konsumsi susu. Ada

keterkaitan antara konsumsi susu dengan deposit kalsium (dilihat dengan sinar X pada tulang

belakang, paha, dan pergelangan tangan). Sekali osteoporosis terjadi, tidak bisa lagi diobati

sekalipun dengan kalsium dosis tinggi (Arisman, 2007).

Menurut Arisman (2007) dengan konsumsi susu dalam jumlah yang adekuat pada usia

menopouse menurunkan risiko terjadinya osteoporosis karena tulang sangat responsip terhadap

penumpukkan mineral pada usia dini. Diet yang kaya akan kalsium di usia dewasa ternyata

berperan pada tingginya kepadatan tulang dan/atau menekan kehilangan massa tulang sampai

tingkat minimal. Selama hidup, lebih kurang 40% massa tulang wanita berkurang; separuhnya

berlangsung pada 5 tahun pertama pascamenopause, sisanya berlangsung perlahan.

Menurut Tandra (2009) kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di

dalam tubuh manusia. Kira – kira 99 persen kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada

tulang dan gigi. Ada 1 persen kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak.. WHO

menganjurkan bagi orang dewasa rata – rata memerlukan kalsium di atas 500 mg per hari.

Dengan bertambahnya usia, kalsium yang di butuhkan akan semakin banyak. Sampai usia 50

tahun keatas, di perlukan elemen kalsium 1200 sampai 1500 gr dalam makanan sehari hari.

Penelitian terhadap 36.262 wanita menopouse oleh Women’s Health Institute di Amerika

Serikat di temukan bahwa 1000 mg kalsium di tambah 400 iu vitamin D setiap hari terbukti

efektif mengurangi kejadian fraktur tulang panggul. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk

mencegah datangnya penyakit menjadi salah satu faktor timbulnya sebuah penyakit . Hal itu

ditandai dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata orang Indonesia, yakni hanya 254 mg per

hari (Supari, 2005). Selain faktor diatas, pengetahuan seorang wanita premenopause juga sangat

berpengaruh. Pengetahuan khusus sangat diperlukan, terutama pengetahuan mengenai asupan

kalsium untuk mencegahnya di masa menopause. Wanita premenopause akan lebih mudah

melalui masa menopause tanpa banyak keluhan apabila mereka mendapatkan pengetahuan yang

fuktual dan akurat mengenai osteoporosis dan asupan kalsium.

Bidan sebagai tenaga kesehatan hendaknya secara rutin memberikan penyuluhan

berkenaan dengan upaya pencegahan oseoporosis. Penyuluhan ini bisa dilakukan dengan

memberikan materi tentang pentingnya konsumsi kalsium untuk mencegah terjadinya

osteoporosis. Materi ini bisa disampaikan melalui kunjungan rumah, pembagian leaflet yang

berisikan tentang himbauan untuk selalu melegkapi kosumsi makanan dengan makanan yang

mengandung kalsium.

Page 43: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

36

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra

manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003).

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan yakni :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali suatu spesifik dari

seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan sebagainya.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang di ketahui. Dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek

yang telah dipelajari.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampua untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya,

dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam stuktur organisasi tersebut, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau

menghubungkan bagan-bagan di dalam suatu bentuk keseluruhan baru. Dengan kata

lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas,

dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan sustifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilain itu berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya

dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan

gizi, dapat menanggapi terjadinya suatu diare di suatu tempat, dapat menafsirkan

sebab-sebab mengapa ibu tidak ikut KB, dan sebagainya.

Page 44: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

37

c. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003)

antara lain :

1) Faktor internal

a) Usia

Faktor usia akan ikut menentukan pengetahuan dan sikap seseorang. Hal mi

disebabkan karena dengan semakin bertambahnya usia seseorang, maka biasanya

ia akan menjadi semakin dewasa dalam kemampuan intelektualitasnya. Pada

umumnya, orang yang lebih muda memiliki sikap yang lebih radikal jika

dibandingkan dengan sikap orang yang lebih tua, sedangkan pada orang dewasa

sikapnya lebih moderat.

b) Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah ia menerirna

informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

c) Pekerjaan

Seseorang yang tidak bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada

pengetahuan seseorang yang bekerja, karena dengan tidak bekerja seseorang akan

mempunyai banyak waktu untuk menambah informasi baik melalui media

elektronika, membaca buku atau informasi langsung yang didapat dari

pengalaman.

d) Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan

dan dapat dikatakan sebagai sumber pengetahuan. Cara untuk rnemperoleh

pengalaman tersebut dapat dilakukan dengan mengulang keinbali pengetahuan

yang diperoleh dalam rnernecahkan permasalahan yang pernah dihadapi masa

lalu.

2) Faktor Eksternal

a) Sosial

Status ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku individu. Seorang individu

yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang baik,

dimungkinkan lebih memiliki sikap positif dalam memandang diri dan masa

depannya jika dibandingkan dengan individu yang berasal dan keluarga dengan

status sosial ekonomi rendah. Pengetahuan yang terbatas merupakan faktor

penghambat untuk menerima suatu motivasi dalam bidang kesehatan.

b) Budaya

Dalam hal ini, adat atau sosial budaya membawa pengaruh dalarn penerimaan

informasi. Sosial budaya meliputi pandangan keagamaan. Selain itu, kelompok

etnis dapat mempengaruhi proses berpikir dan bersikap.

c) Informasi.

Informasi dapat diperoleh di rumah, sekolah, media cetak, televisi dan tempat

pelayanan .pengetahuan dan teknologi membutuhkan dan menghasilkan

informasi. Jika pengetahuan berkembang sangat cepat, maka informasi

berkembang sangat cepat pula. Tindakan pengetahuan menimbulkan tindakan

informasi, dimana semakin banyaknya perkembangan dalam bidang ilmu dan

penelitian maka semakin banyak pengetahuan baru bermunculan.

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005) cara untuk memperoleh pengetahuan dibagi menjadi

2 yakni:

1) Cara tradisional atau non ilmiah

a) Cara coba- salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelurn adanya kebudayaan, bahkan mungkin

sebelum adanya peradapan. Cara coba-coba ini dilakukan dengan rnenggunakan

Page 45: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

38

kernungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila cara tersebut tidak

berhasil, dicoba kemungkinan dengan cara yang lain.

b) Cara otoritas atau kekuasaan.

Para pemegang otoritas, baik pernimpin pemerintahan, tokoh agama, maupun ahli

ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama didalam

penemuan pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerirna pendapat yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji

atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun

berdasarkan penalaran sendiri.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

d) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir

manusiapun ikut berkembang. Dan manusia telah mampu menggunakan

penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.

2) Cara modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan

ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populernya disebut

metodologi penelitian.

e. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi dari subjek penelitian yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden.

1) Baik : Nilai ≥ 75%

2) Cukup : Nilai = 60 - 75%

3) Kurang baik : Nilai ≤ 60%

(Arikunto, 2006)

2. Konsep Osteoporosis

a. Definisi Osteoporosis

Osteoporosis adalah penurunan masa tulang yang disebabkan karena peningkatan

resorbsi tulang yang melebihi pembentukan tulang.

Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Bila tidak ada Vitamin D,

PTH tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Penurunan absorpsi kalsium, , membuat

wanita pasca menopause beresiko mengalami masalah yang berhubungan dengan

osteoporosis (Wilson, 2005).

b. Tanda – tanda Osteoporosis

Menurut Bobak (2004) adapun tanda – tanda dari Osteoporosis adalah penurunan

tinggi badan akibat fraktur serta kolaps tulang belakang. Nyeri punggung dapat timbul

tetapi juga tidak timbul. Tanda – tanda selanjutnya meliputi munculnya bongkol di

punggung, yang membuat tulang belakang tidak dapat lagi menopang tubuh bagian atas

serta fraktur pinggul.

Secara umum tanda – tanda Osteoporosis adalah sebagai berikut :

1) Adanya keluhan sakit punggung yang tida jelas sampai yang berat

2) Terjadi patah tulang spontan ( tidak sebanding dengan beratnya benturan (kecelakaan

yang terjadi)

3) Berkurangnya tinggi badan secara tiba – tiba (hal ini disebabkan terjadi patah tulang

pada ruas tulang belakang hingga melesak satu sama lain

4) Patah tulang pangkal paha atau ruas tulang lain, yang tidak sebanding dengan kerasnya

benturan (Yatim, 2001)

Page 46: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

39

c. Faktor – faktor Osteoporosis

Menurut Bobak (2004) Faktor – faktor Osteoporosis adalah

1) Rendahnya asupan kalsium

Hal ini terjadi khususnya pada masa remaja

2) Tingginya asupan protein atau kafein

Tingginya asupan protein atau kafein yang meningkatkan ekskresi kalsium

3) Merokok dan asupan alkohol yang berlebihan

Merokok dan asupan alkohol yang berlebihan serta asupan fospor yang melebihi

kalsium (yang terjadi saat mengkonsumsi minuman ringan)

d. Penyebab Osteoporosis

Menurut Neville (2001) bahwa kulit, tulang dan sendi – sendi, semua berisi sel

yang memberi respon terhadap esterogen dengan menghasilkan kolagen yang berkualitas

lebih baik. Terdapat perbaikan dalam ketebalan dan elastisitas kulit, sendi – sendi menjadi

tidak begitu kaku dan osteoit diletakkan dalam tulang dibawah pengaruh esterogen.

Esterogen mengendalikan fungsi osteoklas dan osteoblast pada tulang sehingga

mempengaruhi laju absorbsi dan pengendapan kalsium. Pengendapan tulang – tulang

berlangsung disepanjang kehidupan, tetapi setelah kehilangan esterogen, aktivitas

osteoklastik jauh melebihi kemampuan osteoblas untuk menaruh kalsium. Dalam keadaan

ini osteophenia dan akhirnya terjadi osteoporosis.

e. Penanganan Osteoporosis

Menurut Bobak (2004) penggunaan teknik radiografi untuk mengidentifikasi

wanita beresiko tidaklah akurat. Bahkan mahal. Osteoporosis tidak dapat dideteksi dengan

pemeriksaan sinar X sampai 30% - 50% massa tulang. Rencana perawatan dapat dilakukan

melalui upaya seperti ERT (esterogen, replacemant, therapy), latihan menahan beban dan

pemberin suplementasi kalsium. Latihan menahan beban seperti berjalan dan menaiki

tangga selama 30-60 menit setiap hari.

3. Asupan Kalsium

Menurut Tandra (2009) Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di

dalam tubuh manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang

dan gigi. Ada 1% kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak. Tanpa kalsium yang 1 persen

ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, rangsangan saraf akan

terganggu dalam penghantarannya, dan sebagainya.

Untuk memenuhi kebutuhan yang 1% ini, tubuh mengambilnya dan makanan yang

dimakan atau dan tulang, karena kebanyakan mineral dan vitamin memang tidak dapat

diproduksi sendiri oleh tubuh. Bila makanan yang masuk tidak dapat memenuhi kebutuhan,

tubuh akan mengambilnya dan tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai depo atau

gudang cadangan kalsium tubuh. Jika ini terjadi dalam waktu yang lama, akan menimbulkan

pengeroposan tulang.

a. Makanan sumber kalsium antara lain :

1) Susu.

2) Produk susu : keju, yogurt, es krim.

3) Minuman bukan susu : susu kedele, jus jeruk yang diberi tabahan kalsium.

4) Ikan : salmon, sarden, makarel, ikan kering, belut, kakap dan mujair.

5) Sayur berdaun hijau : buncis, brokoli, kubis, kubis, bayam dan sawi.

6) Buah : jeruk, pepaya.

7) Biji – bijian : gandum, nasi, beras merah, gaplek dan jagung.

8) Kacang – kacangan : almon, kacang merah, kacang kedelai, kacang tanah, tahu dan

tempe.

b. Pentingnya Kalsium

Kalsium dibutuhkan tubuh untuk beberapa hal, antara lain :

1) Untuk membentuk dan mempertahankan tulang dan gigi yang sehat

Page 47: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

40

2) Untuk mencegah osteoporosis

3) Untuk membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka

4) Untuk penghantaran rangsangan saraf

5) Untuk mengatur kontraksi otot

6) Untuk membantu transpor ion melalui membran sel

7) Sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim yang mengatur proses

pencernaan, energi, dan metabolisme lemak.

Pada tubuh kekurangan kalsium akan terjadi gangguan pertumbuhan, kerapuhan

tulang, dan kejang otot. Sebaliknya bila tubuh kelebihan kalsium, misalnya Anda

mengonsumsi kalsium Sebanyak 2500 mg/hari dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal

atau gangguan fungsi ginjal serta konstipasi (susah buang air besar).

Suatu penelitian terhadap orang yang meng’onsumsi kalsium rata-rata 2150 mg

kalsium setiap han, ditemukan angka kejadian batu ginjal sampai 17 persen. Oleh sebab itu,

orang yang minum tablet kalsium penlu dibarengi dengan minum segelas besar air.

Bila mengonsumsi kalsium dalam jumlah yang tepat atau adekuat, kemungkinan

timbulnya kanker usus besar (colorectal carcinoma), hipertensi sistolik, batu ginjal, serta

kejadian obesitas akan banyak berkurang.

c. Kebutuhan Kalsium

WHO menganjurkan bagi orang dewasa rata-rata memerlukan kalsium di atas 500

mg per hari. Di Amerika Serikat, perkumpulan osteoporosis nasional memintanya lebih

tinggi lagi, yaitu minimum 800 mg kalsium per hari.

Dengan bertambahriya usia, kalsium yang dibutuhkan akan semakin banyak.

Sampai usia 50 tahun ke atas, atau wanita yang mencapai masa menopause, dipenlukan

elemen kalsium 1200 sampai 1500 mg dalam makanan sehari-hari.

Penelitian terhadap 36.262 wanita menopause oleh Women’s Health Institute di

Amerika Serikat ditemukan bahwa 1000 ng kalsium ditambah 400 iu vitamin D setiap han

terbukti efektif mengurangi kejadian fraktur tulang panggul.

d. Pengaturan Kalsium dalam Tubuh

Kadar kalsium dalam darah dikendalikan oleh hormon paratiroid, kalsitonin dan

kelenjar tiroid, dan vitamin D. Hormon paratiroid dan vitamin D meningkatkan kalsium

darah dengan cara sebagai berikut :

1) Vitamin D merangsang penyerapan kalsium di usus.

2) Vitamin D dan hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dan tulang ke dalam

darah.

3) Vitamin D dan hormon paratiroid menunjang penyerapan kembali atau reabsorpsi

kalsium di dalam ginjal.

e. Tablet Kalsium

Terdapat suplemen atau tablet kalsium yang beredar di pasaran, yaitu kalsium

karbonat, kalsium sitrat, dan kalsium fosfat. Kalsium dalam tablet ini adalah senyawa

kalsium, sedangkan yang Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Kalsium yang generik harganya murah, tapi penyerapannya mungkin kurang baik.

2) Baca labelnya, apakah mengandung kalsium karbonat, kalsium sitrat, atau kalsium

fosfat, kemudian lihat pula kandungan kalsiumnya, 200 mg, 500 mg, 650 mg, atau

1500 mg.

3) Kalsium karbonat bisa menyebabkan konstipasi (sukar buang air besar).

4) Tubuh biasanya tidak bisa menyerap mineral kalsium lebih dan 500 mg dalam satu

kali minum suplemen, sehingga perlu dibagi dalam beberapa kali minum per han.

5) Penyerapan kalsium di usus dan susu hanya 32 persen, sedangkan dari sayuran bisa

sampai 64 persen.

6) Minumlah air atau jus buah yang banyak ketika minum suplemen kalsium.

7) Lebih baik diminum tidak berbarengan dengan mengonsumsi obat lain.

Page 48: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

41

8) Jangan minum tablet kalsium bersamaan dengan makanan yang mengandung banyak

serat, karena akan mengganggu penyerapan kalsium. Tetapi ini bukan berarti Anda

tidak boleh makan makanan yang kaya serat. Makanan kaya serat penting untuk

mencegah beberapa penyakit termasuk kanker.

9) Tablet kalsium juga jangan dikonsumsi bersamaan dengan makanan yang kaya lemak,

karena lemak mi dapat menghambat penyerapan kalsium.

10) Jangan bersamaan dengan mengomsumsi suplemen Fe (besi). Kalsium akan berikatan

dengan besi, sehingga penyerapan keduanya akan terganggu.

Untuk kandungan elemen kalsium dalam suplemen kalsium, misalnya kalsium

karbonat (calcium carbonate) yang mengandung .0 persen kalsium, maka tablet 650 mg

kalsium karbonat mengandung kalsium 650 x 0,4 = 260 mg kalsium. Untuk kalsium sitrat

(calcium citrate) yang mengandung kalsium 21 persen, maka tablet 650 mg kalsium sitrat

mengandung kalsium 650 x 0,21 = 137 mg kalsium. Sedangkan kalsium fosfat (calcium

phosphate) yang mengandung 39 persen kalsium, maktablet 650 mg kalsium fosfat

mengandung kalsium sebanyak 650 x 0,39 = 254 mg.

4. Konsep Dasar Menopouse

Menopause merupakan suatu penghentian permanen menstruasi (haid), berarti pula

akhir dari masa produktif (Purwoastuti, 2008)

Menurut Ozzy (2010) menopause merupakan transisi fisik alamiah yang dialami oleh

setiap wanita saat dia bertambah umur. Sering diterjemahkan secara bebas sebagai berhenti

menstruasi terakhir dalam hidup seorang wanita. Hal ini menekankan transisi yang tiba-tiba dan

komplit, walaupun proses sebenarnya berjalan lumayan perlahan. Walaupun kebanyakan wanita

mengalami perubahan ini antara usia 48 dan 52, beberapa yang lain berhenti haid pada akhir 30-

an atau awal 40-an, dan yang lain terus mengalami haid hingga pertengahan 50-an.

Menurut Noor (2010), masa menopause ditandai dengan masa transisi kira-kira lima

tahun dari berhentinya fungsi reproduksi, tetapi secara biologis menopause berarti berhentinya

menstruasi. Pada umumnya wanita akan mengalami menopause antara usia 40 –55 tahun,

walaupun ada beberapa perkecualian. Periode ini disebut sebagai periode klimakterium yang

menggambarkan hilangnya kemampuan untuk reproduksi (menurunkan). Dengan berhentinya

menstruasi berarti proses ovulasi atau pembuahan sel telur juga berhenti. Periode ini dianggap

sebagai masa transisi atau peralihan ke masa tua, yaitu masa yang ditandai dengan berkurang

dan menurunnya vitalitas manusia. Menopouse

merupakan tahap akhir proses biologi yang dialami wanita berupa penurunan produksi

hormon seks wanita yaitu estrogen dan progesteron pada indung telur. Proses berlangsung tiga

sampai lima tahun yang disebut masa klimakterik atau perimenapouse. Disebut menopause jika

seseorang tidak lagi menstruasi selama satu tahun. Umumnya terjadi pada usia 50-an tahun.

Sebagaimana awal haid, akhir haid juga bervariasi antara perempuan yang satu dengan

perempuan yang lainnya.

a. Tahap Terjadinya Menopouse

Menopouse adalah berhentinya siklus perdarahan uterus yang teratur,merupakan

satu peristiwa dalam klimakterium (Wilson, 2005). Tahap terjadinya menopouse terdiri dari

tiga fase, yaitu :

1) Fase Premenopouse

Premenopouse adalah masa dimana tubuh mulai bertransisi menuju menopouse terjadi

pada usia 48-55 tahun (Manuaba, 2001). Definisi lain menyebutkan bahwa

premenopouse adalah fase transisi fluktasi fungsi ovarium yang terjadi di sekitar

waktu perdarahan menstruasi terakhir dari seorang wanita (Glasier, 2005). Masa ini

terjadi dalam kurun waktu 4-5 tahun sedalam menopouse pada periode ini, tingkat

produksi hormon estrogen dan progesteron naik turun tak beraturan. Siklus menstruasi

bisa tiba-tiba memanjang atau memendek.

Page 49: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

42

Adalah fase pertama klimakterium saat fertilitas menurun dan menstruasi menjadi

tidak teratur, Gejala-gejala yang mengganggu seperti ketidakstabilan vasomotor,

keletihan nyeri kepala serta gangguan emosi dapat timbul selama fase ini.

2) Fase Menopouse

Adalah periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang wanita dan merupakan

diagnosis yang di tegakkan secara retrospektif setelah amenorhea selama 12 bulan

(Glasier, 2005).

3) Fase Postmenopouse

Adalah fase 3-5 tahun setelah menopouse, pada fase ini dapat terjadi gejala-gejala

yang terkait dengan penurunan hormon ovarium seperti astrofi vagina dan

esteoporosis.

b. Gambaran Klinis

Sejalan dengan proses ketuaan yang pasti dialami setiap orang, terjadi pula

kemunduran fungsi organ-organ tubuh termasuk salah satu organ reproduksi wanita, yaitu

ovarium. Terganggunya fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya produksi hormon

estrogen, dan ini akan menimbulkan beberapa penurunan atau gangguan pada aspek fisik-

biologis – seksual (Noor, 2010).

Sebelum haid berhenti, pada seorang wanita telah terjadi berbagai perubahan pada

ovarium seperti skletoris pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya

sintesis steroid seks. Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan

ovarium untuk menjawab rangsangan gonodotropin. Keadaan ini akan mengakibatkan

terganggunya interaksi antara hipotalamus hipofisis. Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi

korpus luteum kemudian turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya

reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi FSH

dan LH terutama FSH (Winkjosastro, 2005).

Tabel 25. Perubahan Endokrindogis Klimakterium

Pramenopouse Pasca menopouse Serium

Insufisiensi korpus luteum

Dominasi estrogen

Peningkatan ringan

gonodotropin

Kegagalan korpus luteum

Kekurangan estrogen

Peningkatan berat

gonadotropin

Kegagalan korpus luteum

Estrogen rendah

Normalisasi gonadotropin

Infertilasi gangguan

perdarahan Distonia vegetatif Atrofi involusi

Proses menuju menopause dimulai dengan perlambatan fungsi indung telur,

biasanya lima tahun sebelum periode menstruasi terakhir, dan perubahan-perubahan fisik

dan emosi tambahan selama beberapa tahun setelah haid terakhir. Selama masa ini, ada

perubahan dalam keseimbangan hormon, dengan pengurangan jumlah estrogen yang

diproduksi indung telur. Akhirnya, ada tingkat produksi estrogen yang begitu rendah

sehingga haid menjadi tidak teratur, dan akhirnya berhenti. Saat daur menstruasi berhenti,

tingkat progesteron juga menurun. Bersama-sama, hormon-hormon ini mempengaruhi dan

mengatur beberapa fungsi fisik dan emosi, dan dengan perubahan kadar keduanya, banyak

wanita mengalami lebih dari penghentian haid (Ozzy, 2010).

c. Tanda dan Gejala Premonopouse

Selama menopause banyak wanita mengeluhkan gejala yang disebabkan perubahan

hormon, khususnya penurun produksi estrogen, yang dirangsang secara psikologis karena

Menopause

Page 50: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

43

kebutuhan untuk menyesuaikan diri. (Jones, 2005). Gejala jangka pendek walaupun sangat

tidak menyenangkan, biasanya hilang sendiri dan tidak mengancam jiwa (Glasier, 2005).

Menopouse mulai pada umur yang berbeda pada orang yang berbeda – beda. Umur yang

umum adalah sekitar 50 tahun (Harjana, 2000).

Menurut Wilson (2003) tanda dan gejala premonopouse adalah :

1) Menstruasi tidak teratur

Intervalnya dapat memanjang atau memendek, sedikit dan berlimpah ovulasi menjadi

tiak teratur, rendahnya kadar progesteron dapat membuat periode menstruasi lebih

panjang.

2) Hot Flushes (Perasaan panas) dan gangguan tidur

Sekitar 75-85% wanita mengalami hot flushes selama premonopouse. Perubahan

kadar estrogen yang menyerang tubuh bagian atas dan muka. Serangan ini ditandai

dengan munculnya kulit yang memerah disekitar muka, leher, dan dada bagian atas,

detak jantung yang kencang. Badan bagian atas berkeringat termasuk gangguan tidur.

Rasa panas dapat dipicu oleh stres, cuaca panas, alkohol, dan makanan berbumbu

tajam walaupun sebagian besar timbul tanpa faktor pemicu apapun.

3) Kesuburan Berkurang

Ovulasi menjadi tidak teratur sehingga bertemunya sel telur dan sperma menjadi lebih

rendah walau mungkin untuk hamil.

4) Perubahan Kadar Kolesterol

Berkurangnya estrogen akan merubah kadar kolesterol dalam darah dan meningkatkan

kadar kolesterol jahat (LDL) yang mengakibatkan resiko terkena penyakit jantung.

Sedangkan HDL adalah kolesterol baik, menurun sesuai pertambahan usia.

5) Osteoporosis

Osteoporosis adalah penurunan massa tulang seiring peningkatan umur yang

dihubungkan dengan peningkatan kerentanan fraktur. Pada wanita, kepadatan

tulang mencapai puncak pada usia pertengahan 30-an dan setelah itu menurun secara

perlahan sampai terjadi akselerasi pesat penurunan massa tulang setelah menopouse.

6) Kemungkinan Komplikasi

Meski tidak ada yang perlu dikhawatirkan, namun perlu berhati-hati bila ada hal-hal

yang mencurigakan sebagai berikut :

a) Menstruasi hebat

b) Menstruasi panjang yang berlangsung hingga lebih dari 8 hari

c) Siklus menstruasi yang terlalu pendek, kurang dari 21 hari.

d. Perubahan seksualitas pada masa menopouse

1) Sebab-sebab perubahan seksualitas pada usia menopouse

Ozzy (2010) menyebutkan bahwa menopause menyebabkan beberapa perubahan fisik

yang dapat mempengaruhi fungsi seksual seorang wanita. Berkurangnya kadar

estrogen dan progesteron saat dan setelah menopause menyebabkan lapisan dinding

vagina menjadi tipis dan lebih keras. Sebagai tambahan, produksi cairan vagina turun,

menambahkan rasa tidak nyaman saat bersetubuh. Terapi pengganti estrogen dapat

membantu menghadapi perubahan-perubahan ini pada banyak wanita, namun

resikonya dapat melebihi keuntungannya bagi wanita yang menderita penyakit

peredaran darah, kanker payudara, atau kanker rahim. Estrogen buatan atau krim, yang

mengandung dosis estrogen lebih rendah dan digunakan dalam periode lebih pendek,

merupakan pilihan lain untuk menjaga kelangsungan hidup vagina. Bagi para wanita

yang tidak dapat, atau memilih untuk tidak menggunakan pengobatan estrogen,

pelembab vagina dapat mengurangi kekeringan vagina saat berhubungan intim.

2) Perubahan kondisi seksualitas usia menopouse

Ozzy (2010) menjelaskan bahwa menopause bukan berarti tanda berakhirnya rasa

tertarik atau aktifitas seksual seorang wanita, seperti yang sering diduga dimasa lalu.

Bukan hilangnya estrogen, tetapi kepercayaan dan sikap terhadap seks dan menopause,

Page 51: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

44

atau pertambahan usia, yang sepertinya penting bagi keinginan dan aktifitas seksual.

Dalam tahun-tahun belakangan ini telah menjadi jelas bahwa bukan hanya ketertarikan

dan kapasitas akan seks meningkat setelah menopause, tapi banyak wanita yang

melaporkan meningkatnya kenikmatan seks karena kekhawatiran akan kehamilan yang

tidak direncanakan tidak lagi menjadi masalah.

3) Menurunnya hasrat seksual menjelang usia menopouse

Menurut Noor (2010) ada sebagian wanita, yang mengeluh setelah menopause gairah

seksual menurun. Salah satu fungsi dari hormon estrogen adalah bertanggung jawab

atas sebagian besar karateristik wanita, sehingga menurunnya hormon estrogen

mengakibatkan hilangnya jaringan di vagina yang berarti terjadi pengerutan. Keadaan

ini menyebabkan hubungan kelamin menjadi sakit. Namun bukan berarti wanita yang

mengalami menopause harus menghindari hubungan seksual. Elastisitas jaringan

genital dapat dikembalikan dengan memberikan hormon pengganti estrogen.

4) Persepsi negatif yang muncul saat menopouse

Menurut Noor (2010) wanita yang mengalami menopause, kehilangan daya tarik

seksualnya dan menurun aktivitas seksualnya. Ada beberapa wanita yang beranggapan

sesudah menopause, tidak bisa memberi kepuasan seksual bagi suaminya. Iapun tidak

dapat menikmati hubungan intim dengan suaminya, karena jaringan genitalnya

berkurang elasitisitasnya. Bahkan ada anggapan wanita yang sudah menopause

seyogyanya tidak melakukan hubungan seksual karena akan mengakibatkan

munculnya penyakit. Keyakinan ini menggiring wanita untuk mengurangi atau

menghindari aktivitas seksual, yang akan berpengaruh pada berkurangnya

keharmonisan hubungan suami istri. Kondisi ini akan memicu munculnya problem

suami-istri yang lebih kompleks.

e. Upaya dalam menghadapi masa menopouse

Sejumlah solusi ditawarkan untuk mengatasi keluhan yang menyertai menopouse,

baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, diantaranya :

1) Terapi Non Hormon

a) Obat antihipertensi Honidin (50 Mg 2x/hari) efektif dalam penatalaksanaan

jangka pendek gejala-gejala Nasomotor tetapi sebagian besar wanita mendapat

baha efek menguntungkan tersebut cepat hilang.

b) Obat penenang da antidepresan sudah luas penggunaannya pada wanita dengan

masalah klimakterik tetapi tanpa penyakit psikiatrik yang nyata, obat-obat ini

sbelaiknya ditunda sampai TSH telah dicoba.

c) Terapi alternatif lainnya ada pada senyawa kimia dalam tumbuhan dan kacang-

kacangan yang struktur kimianya mirip dengan estrogen serta menghasilkan efek

seperti estrogen yang disebut fitoestrogen. Tanaman yang banyak mengandung

fitoestrogen antara lain kacang kedelai. Yang istimewa ialah bahwa fitoestrogen

tidak menimbulkan resiko kanker bahkan dapat mencegah beberapa penyakit

kanker seperti kanker payudara dan rahim.

2) Terapi Sulih Hormon (TSH)

Karena gejala menopouse disebabkan oleh defisiensi estrogen maka terapi yang logis

adalah dengan sulih estrogen. Telah terbukti bahwa pemberian esterogen mengurangi

kejadian PJK dan stroke sampai 50 – 70% pada wanita pascamenopouse Terapi

estrogen efektif apabila diberikan melalui beragam rute seperti oral, transdermis : koyo

dan jeli, implan vagina : krim, pesarium, tablet dan cincin, sublingual atau intranasal.

Conjugated equine oesterogens (CEE) diberikan secara luas sebagai pengganti

estrogen. TSH mengandung hormon, yang dapat dikelompokkan menjadi 4 macam

yaitu TSH estrogen TSH estrogen-progesteron, TSH estrogen androgen dan TSH

estrogen-progesteron-androgen.

Page 52: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

45

3) Mengkonsumsi Kalsium

Perempuan terutama menjelang usia-usia menopouse, sebaiknya mengkonsumsi

kalsium sebanyak 1000-1500 gr seharinya. Sebagian besar dapat diperoleh dari

makanan seperti susu, yoghurt, beberapa jenis sayuran (antara lain brokoli). Kalau

jumlah kalsium dari makanan kurang mencukupi, dapat juga memakan tablet kalsium

(Irawati, 2002). Dosis yang direkomendasikan ialah 1-1,5 gr setiap hari, biasnya

dikonsumsi sebelum tidur. Namun suplemen kalsium paling baik bila dikonsumsi

bersama makanan karena pada saat makan sekresi asam meningkat dan pada waktu

kalisum berada di dalam lambung meningkat. Sekurang-kurangnya 240 cc air

direkomendasikan untuk meningkatkan daya larut kalsium

4) Vitamin Tambahan

Sebagian besar vitamin yang diperlukan tubuh sudah diperoleh melalui makanan kita

sehari-hari. Tetapi adakalanya terutama mereka yang aktif, memerlukan juga

tambahan vitamin. Vitamin yang diperlukan antara lain B1, B6, B12, asam folat dan

terutama bagi mereka yang menginjak usia menopouse memerlukan vitamin-vitamin

antioksida seperti vitamin A dan vitamin E (400-600 unit/ hari) (Bobak, 2004).

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi usia memasuki menopouse

Menopouse biasanya terjadi antara usia 40 dan 50, dan dpat berlangsung selama

8 – 10 tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi usia seseorang wanita memasuki usia

menopouse adalah :

1) Umur saat mendapat haid pertama (menarche)

Makin dini menarche terjadi maka makin lambat menopouse timbul, sebaliknya makin

lambat menarche terjadi, maka makin cepat menopouse timbul.

2) Merokok

Merokok akan mempercepat munculnya menopouse. Jadi wanita perokok

kelihatannya akan lebih mudah memasuki usia menopouse dibandingkan dengan

wanita yang tidak merokok (Corwin, 2001).

Tiap kurun waktu kehidupan mempunyai masalah masing-masing, tetapi tanggapan

dan sorotan pada masalah menopause akhir- makin meningkat. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor berikut ini :

1) Dengan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat, meningkat pula harapan

hidup (life expectancy), makin banyak pula laki-laki dan perempuan yang memasuki

kehidupan lansia. Untuk perempuan berarti pula makin banyak yang melalui masa

pascareproduksi atau menopause. Jadi, secara demografi terjadinya peningkatan

kelompok lansia, akan merupakan masalah kesehatan masyarakat, yang memerlukan

penanganan khusus.

2) Dengan meningkatnya kesetaraan gender, makin banyak perempuan yang berkarya,

berprestasi, dan menjabat kedudukan penting atau berperan di ruang publik, di

samping peran domestiknya. Mereka mi perlu mendapat dukungan pelayanan

kesehatan khusus untuk menjaga QOL-nya, agar kinerja dan prestasinya dapat

dipertahankan selama mungkin.

3) Proses menuju tua itu merupakan peristiwa alamiah, tetapi dapat disertai dengan

keluhan-keluhan klinis yang mengganggu. Apalagi bila disertai dengan adanya

misinformasi

4) Adanya globalisasi masuk pula budaya materialistik dan budaya yang mengagungkan

kecantikan serta kemudaan sehingga terjadi transformasi budaya yang merugikan,

termasuk dalam menanggapi masalah menopause.

5) Karena menopause adalah satu peristiwa biopsikososial, maka betapapun hebatnya

perkembangan ilmu dan bioteknologi, penyelesaian, dan cara pendekatannya tidak

cukup dengan medis saja, melainkan harus disertai dengan pendekatan psikososial.

Cara pendekatan semacam mi harus dilakukan bersama oleh petugas kesehatan,

Page 53: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

46

organisasi masyarakat, seperti LSM perempuan, dan masyarakat sendiri (Corwin,

2001).

C. METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional

untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada

wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.

2. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu pemilihan (Notoatmodjo, 2005).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Ada Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Tambahan Tablet Kalsium

Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten

Sidoarjo

3. Variabel Dan Definisi Operasional

Variabel bebas (independen) penelitian ini adalah Pengetahuan Tentang Osteoporosis

Pada Wanita Premenopouse. Variabel (dependen) tergantung pada penelitian ini adalah

Tambahan Tablet Kalsium.

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan

karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2008).

Tabel 26. Definisi Operasional Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi

Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse Di Desa Tanjek Wagir Kecamatan

Krembung Kabupaten Sidoarjo

Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala

Pengetahuan

wanita

premenopouse

tentang

osteoporosis

Semua hal yang diketahui dan

dipahami oleh wanita usia 48-55

tahun tentang osteoporosis yaitu

tentang :

- Definisi Osteoporosis

- Tanda – tanda Osteoporosis

- Faktor – faktor Osteoporosis

- Penyebab Osteoporosis

- Pencegahan Osteoporosis

- Penanganan Osteoporosis

Instrumen yang digunakan adalah

kuesioner

Baik : Nilai ≥75%

Cukup : Nilai = 60-75%

Kurang baik :Nilai ≤ 60%

( Arikunto, 2006)

Ordinal

Tambahan

Tablet

kalsium

Suplemen yang mengandung

kalsium yang beredar di pasaran

Instrumen yang digunakan adalah

ceklist

Mengkonsumsi : 1

Tidak mengkonsumsi : 0

Nominal

4. Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten

Sidoarjo pada tanggal 24 Mei – 24 Juni 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah semua

wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo

sebanyak 156 responden. Untuk menentukan besar sampel berdasarkan populasi menurut

Nursalam (2008) adalah :

Page 54: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

47

21 dN

Nn

156

= 1 + 156 (0,05)2 = 112,23 = 112 responden

Keterangan :

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

d : tingkat kesalahan yang dipilih (d : 0,05)

Dengan demikian jumlah seluruh sampel sebanyak 112 responden dengan perincian

sebagai berikut :

Sampel di Dusun Wagir : x 112 = 18,66 = 19 responden

Sampel di Dusun Tanjek : x 112 = 26,56 = 27 responden

Sampel di Dusun Balong ampel : x 112 = 9,33 = 9 responden

Sampel di Dusun Rawan : x 112 = 12,53 = 13 responden

Sampel di Dusun Kedungnolo : x 112 = 13,64 = 14 responden

Pemilihan sampel tersebut dengan memperhatikan kriteria Kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah

1) Wanita premenopouse yang ada saat dilakukan penelitian.

2) Wanita premenopouse yang bersedia menjadi responden.

3) Wanita premenopouse yang mampu membaca dan menulis.

b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah

1) Wanita premenopouse yang tidak kooperatif.

2) Wanita premenopouse yang pada saat penelitian sakit.

Penelitian ini menggunakan teknik sampling cluster Random sampling dengan alokasi

proporsional yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara menyeleksai secara acak setelah

semuanya terkumpul. Peneliti mencantumkan tiap nama populasi kemudian diambil sampelnya

dengan cara lottere technique (teknik undian).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan angket yang

dilakukan dengan mengisi kuesioner sedangkan instrumen pengumpulan data menggunakan

kuesioner. Instrumen ini digunakan dalam pengumpulan data variabel independen dan

dependen.

5. Teknik Analisis Data

a. Analisis Variabel Independen

1) Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau

dikumpulkan.

2) Coding

Data entry yaitu memasukkan data yang dikumpulkan kedalam master tabel atau data

base computer. Diberikan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah.

N = f x 100%

n

Keterangan :

N : Persentase nilai yang di dapat

26

156

37

156 13

156

17

156

19

156

Page 55: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

48

f : jumlah jawaban benar

n : jumlah pertanyaan (Budiarto, 2002)

3) Tabulating

Setelah data terkumpul, kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan

variabel yang diteliti. Selanjutnya, diklasifikasikan dengan kriteria sebagai berikut :

a) Baik : Nilai = > 75%

b) Cukup : Nilai = 60 - 75%

c) Kurang baik : Nilai = < 60% (Arikunto, 2006)

b. Analisa Variabel Dependen

1) Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau

dikumpulkan

2) Coding

Coding merupakan kegiatan memberikan kode numeric (angka) terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori yaitu :

a) Mengkonsumsi : 1

b) Tidak mengkonsumsi : 0

3) Tabulating

Setelah data terkumpul, kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan

variabel yang diteliti.

c. Uji Analisis Data

Untuk mendapatkan kesimpulan hubungan pengetahuan tentang osteoporosis

dengan tambahan asupan kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir

Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo, maka peneliti menggunakan uji wicoxon sign

rank test.

Dengan rumus: z = T - µ t

σT

Dimana : T = jumlah jenjang / rangking yang kecil (Sugiyono, 2009)

Tingkat signifikansi () untuk menyimpulkan adanya hubungan menggunakan

0,05.

d. Pedoman Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi :

Sangat rendah : 0,00 - 0.199

Rendah : 0,20 - 0,399

Sedang : 0,40 - 0,599

Kuat : 0,60 - 0,799

Sangat kuat : 0,80 – 1,000 (Sugiyono, 2007)

D. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten

Sidoarjo. Desa Tanjek Wagir terletak di wilayah selatan Kabupaten Sidoarjo. Luas wilayah desa

ini ± 154,482 Ha. Terdiri dari 5 dusun yaitu Tanjek, Wagir, Rawan, Balongampel dan

Kedungnolo. Jumlah penduduk 2.975 orang, jumlah penduduk laki - laki 1.504 orang, jumlah

penduduk perempuan 1.472 orang.

Adapun fasilitas kesehatan yang di miliki yaitu terdapat 1 Polindes dengan 1 bidan.Jarak

yang harus di tempuh masyarakat untuk ke puskesmas adalah ± 2,5 km.Dan jarak puskesmas ke

Rumah Sakit terdekat yaitu Rumah Sakit Bhayangkara porong ± 4 km.

Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara : Desa Mojoruntut dan Desa Gading

b. Sebelah Timur : Desa Kedungrawan

Page 56: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

49

c. Sebelah Selatan : Desa Bandarasri

d. Sebelah Barat : Desa Mojoruntut

2. Data Umum

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 27. Karakteristik Pendidikan Responden di Desa Tanjek Wagir Kecamatan

Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010

No. Karakteristik Pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. SD / Sederajat 10 8,9

2. SMP / Sederajat 43 38,4

3. SMA / Sederajat 53 47,3

4. Akademi / Perguruan Tinggi 6 5,4

Total 112 100

Dari tabel 27 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir setengahnya

berpendidikan SMA / Sederajat yaitu sebanyak 53 responden (47,3%).

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 28. Karakteristik Pekerjaan Responden di Desa Tanjek Wagir Kecamatan

Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010

No. Karakteristik Pekerjaan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Bekerja 59 52,7

2. Tidak Bekerja 53 47,3

Total 112 100

Dari tabel 28 diketahui bahwa dari 112 orang responden, setengahnya bekerja yaitu

sebanyak 59 responden (52,7 %).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi

Tabel 29. Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi di Desa Tanjek Wagir

Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010

No. Informasi Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Mendapat Informasi 8 7,1

2. Tidak Mendapat Informasi 104 92,9

Total 112 100

Dari tabel 29 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir seluruhnya

mendapat informasi yaitu sebanyak 104 responden (92,9%).

d. Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi

Tabel 30. Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi di Desa Tanjek Wagir

Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010

No. Informasi Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Mendapat Informasi 8 7,1

2. Tidak Mendapat Informasi 104 92,9

Total 112 100

Dari tabel 30 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir seluruhnya

mendapat informasi yaitu sebanyak 104 responden (92,9%).

Page 57: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

50

3. Data Khusus

a. Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse

Tabel 31. Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse di Desa

Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010

No. Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Baik 11 9,8

2. Cukup 66 58,9

3. Kurang 35 31,3

Total 112 100

Dari tabel 31 diketahui bahwa dari 112 orang responden, sebagian besar

pengetahuan cukup yaitu 66 responden (58,9%).

b. Konsumsi Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse

Tabel 32. Konsumsi Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek

Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010

No. Konsumsi Tablet Kalsium Frekuensi (f) Prosentase (%)

1. Tidak Mengkonsumsi 80 71,4

2. Mengkonsumsi 32 28,6

Total 112 100

Dari tabel 32 diketahui bahwa dari 112 orang responden, sebagian besar tidak

mengkonsumsi tablet kalsium yaitu 80 responden (71,4%).

c. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Tablet Tablet

Kalsium Pada Wanita Premenopouse

Tabel 33. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan

Tablet Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek Wagir

Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010

No. Pengetahuan

Konsumsi Tablet Kalsium Total Tidak

Mengkonsumsi Mengkonsumsi

f (%) f (%) f (%)

1. Baik 9 8 2 1,8 11 9,8

2. Cukup 42 37,5 24 21,4 66 58,9

3. Kurang 29 25,9 6 5,4 35 31,3

Jumlah 80 71,4 32 28,6 112 100

Dari tabel 33 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir setengahnya

responden berpengetahuan cukup dan tidak mengkonsumsi tablet kalsium yaitu sebanyak

42 responden (37,5%).

Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon sign rank tets

dengan SPSS versi 16 ditemukan tingkat signifikansi sebesar 0,000, dengan n = 112, hasil

Z2 hitung = - 5.757 dan Z

2 tabel 1.6586. dengan tingkat signifikansi 0,05, maka H1

diterima, artinya terdapat hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi

tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung

Kabupaten Sidoarjo. Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat kuat.

E. PEMBAHASAN

1. Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse

Berdasarkan tabel 31 menunjukkan bahwa pengetahuan wanita premenopouse tentang

osteoporosis dalam kriteria cukup hal tersebut dapat di lihat dari sebagian besar responden yaitu

66 orang responden (58,9%) mempunyai pengetahuan cukup.

Page 58: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

51

Pernyataan tersebut di atas juga ditunjang dari data yang telah di kelompokkan

sebelumnya yang menjelaskan bahwa responden di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung

Kabupaten Sidoarjo, mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai osteoporosis, terutama

tentang definisi osteoporosis yaitu dari 112 responden sebagian besar berpendapat bahwa

osteoporosis adalah pengeroposan tulang sehingga lebih cepat rapuh dari pada tulang baru yang

di bentuk.

Menurut Wilson (2005) osteoporosis adalah penurunan masa tulang yang disebabkan

karena peningkatan resorbsi tulang yang melebihi pembentukan tulang. Vitamin D

mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Bila tidak ada Vitamin D, PTH tidak akan

menyebabkan absorpsi tulang. Penurunan absorpsi kalsium, , membuat wanita pasca menopause

beresiko mengalami masalah yang berhubungan dengan osteoporosis.

Responden yang mengetahui definisi tentang osteoporosis akan lebih faham dalam hal

ini,sehingga pemahaman tentang osteoporosis erat hubungannya dengan tambahan tablet

kalsium pada wanita premenopouse.

Hasil pengumpulan data dari 66 responden yang berpengetahuan cukup,yaitu sebanyak

62 responden berpendapat bahwa olahraga teratur merupakan upaya pencegahan osteoporosis

yang penting di lakukan setiap hari.

Menurut Rachman (2010) para wanita perlu lebih waspada akan ancaman penyakit

osteoporosis dibandingkan pria. Karena penyakit ini baru muncul setelah usia lanjut, wanita

muda harus sadar dan segera melakukan tindakan pencegahan di mana salah satunya dengan

olah raga Olahraga teratur merupakan upaya pencegahan osteoporosis yang penting, yang selain

baik untuk kesehatan secara keseluruhan, juga mencegah timbulnya penyakit – penyakit kronis

seperti diabetes, jantung, pengendapan pembuluh darah, dan bahkan kanker.

Temuan data di atas menjelaskan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan

cukup, sebagian besar dari mereka melakukan olahraga secara teratur. Cara ini bermanfaat

untuk mencegah terjadinya tumbuhnya penyakit yang bisa di lakukan sewaktu waktu tanpa

membutuhkan biaya yang banyak karena juga bisa di lakukan di rumah.

Hasil pengumpulan data dipengaruhi oleh pendidikan responden. Hasil tabulasi

menunjukan bahwa hampir setengahnya responden berpendidikan SMU yang berpengetahuan

cukup tentang osteoporosis yaitu sebanyak 29 responden (25,9%).

Nursalam (2001) menjelaskan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin

mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

Pengetahuan tersebut membentuk paradigma pemikiran tersendiri dan menjadikan interaksi

seseorang selalu didasari oleh paradigma pemikiran yang terbentuk. Kepatuhan seseorang untuk

menjalankan suatu kebiasaan disebabkan karena hal ini.

Responden yang berpendidikan tinggi akan mudah dalam menyerap informasi, sehingga

proses penyerapan pengetahuan tentang osteoporosis dalam hubungannya dengan tambahan

tablet kalsium pada wanita premenopouse semakin cepat. Hal ini yang menyebabkan responden

dengan pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan tentang osteoporosis lebih baik pula.

Hasil pengumpulan data dipengaruhi oleh informasi yang didapat oleh responden. Hasil

tabulasi menunjukkan bahwa setengah responden yang mendapat informasi berpengetahuan

cukup tentang osteoporosis yaitu sebanyak 60 responden (53,6%). Penambahan informasi

merupakan penambahan pengalaman dan pengetahuan yang didapat seseorang

Menurut Notoatmodjo (2002) bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan

dan pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sehingga

semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang informasi yang didapatkan akan semakin

baik. Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa

pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya

untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman

yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Yanti, 2009).

Page 59: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

52

Semakin banyak informasi yang didapat oleh responden maka pengalaman yang didapat

mengenai osteoporosis akan semakin bertambah pula. Pengalaman ini yang menjadikan

responden lebih semua hal yang berhubungan dengan osteoporosis karena lebih banyak

berinteraksi dengan pengetahuan tentang osteopororsis.

2. Tambahan Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse

Berdasarkan tabel 32 dapat diketahui bahwa dari 112 orang responden sebagian besar

tidak mengkonsumsi tablet kalsium yaitu 80 responden (71,4%).

Menurut Tandra (2009) tablet kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat

di dalam tubuh manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada

tulang dan gigi dan 1% kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak.

Temuan data diatas yang menjelaskan bahwa > 50% responden tidak mengkonsumsi

tablet kalsium di karenakan masalah biaya dan malas untuk minum tablet kalsium setiap hari.Ini

menunjukkan responden berpotensi mengalami gangguan pada otot. Gangguan tersebut adalah

otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, rangsangan saraf akan

terganggu dalam penghantarannya, dan sebagainya. Bila makanan yang masuk tidak dapat

memenuhi kebutuhan, tubuh akan mengambilnya dan tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan

sebagai depo atau gudang cadangan kalsium tubuh. Jika ini terjadi dalam waktu yang lama, akan

menimbulkan pengeroposan tulang.

3. Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Tambahan Tablet Kalsium Pada Wanita

Premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo

Hasil uji analisis dengan menggunakan uji wilcoxon sign rank tets dengan SPSS versi

16 ditemukan tingkat signifikansi sebesar 0,000, dengan n = 112. hasil Z2 hitung = - 5.757 dan

Z2 tabel 1.6586. dengan tingkat signifikansi 0,05, maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan

pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse

di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Tingkat keeratan hubungan

dalam penelitian ini adalah sangat kuat.

Menurut Arisman (2007) dengan konsumsi kalsium seperti dalam tablet kalsium dalam

jumlah yang adekuat pada usia menopouse menurunkan risiko terjadinya osteoporosis karena

tulang sangat responsip terhadap penumpukkan mineral pada usia dini. Diet yang kaya akan

kalsium di usia dewasa juga ternyata berperan pada tingginya kepadatan tulang dan/atau

menekan kehilangan massa tulang sampai tingkat minimal.

Sebagian besar responden berpengetahuan baik tentang osteoporosis menyebabkan

sebagian besar dari mereka mengkonsumsi tablet kalsium dengan teratur. Konsumsi tablet

kalsium ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang,

dan kejang otot. Disamping itu keteraturan mengkonsumsi tablet kalsium berguna untuk

membentuk dan mempertahankan tulang dan gigi yang sehat, untuk mencegah osteoporosis,

untuk membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka, untuk penghantaran

rangsangan saraf, untuk mengatur kontraksi otot, untuk membantu transpor ion melalui

membran sel dan sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim yang mengatur

proses pencernaan, energi, dan metabolisme lemak.

Dengan demikian adanya hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi

tablet kalsium menunjukkan bahwa pengetahuan tentang osteoporosis penting bagi wanita

premenopouse karena mampu memberikan stimulus atau rangsangan untuk mengkonsumsi

tablet kalsium secara teratur. Pengetahuan tersebut membentuk kesadaran pada wanita

premenopouse akan pentingnya konsumsi tablet kalsium sehingga memotivasi untuk

mengkonsumsi tablet kalsium secara teratur.

F. PENUTUP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan tentang osteoporosis

dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan

Krembung Kabupaten Sidoarjo. Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat

kuat.

Page 60: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

53

Puskesmas sebagai tempat masyarakat melakukan pengobatan juga harus meningkatkan

pelayanan pada pasien penderita osteoporosis dan menyediakan pengobatan yang memadai dan

terjangkau serta berperan aktif tentang hal-hal yang berkaitan dengan upaya pencegahan

osteoporosis yaitu tambahan tablet kalsium.

Institusi pendidikan sudah selayaknya selalu menambah koleksi buku-buku, literatur

yang berhubungan dengan Osteoporosis sehingga dapat memudahkan mahasiswa yang sedang

dalam melakukan penelitian. Bagi peneliti selanjutnya di harapkan untuk melakukan penelitian

pada faktof-faktor lain yang dapat mempengaruhi wanita premenopouse tentang osteoporosis

dengan tambahan tablet kalsium.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arisman. (2004). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Budianto, Didik & Prayoga. (2004). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Surabaya : Pusat

Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan.

Bobak, Lowderkmilk Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta:

EGC.

Corwin, Elizabeth. (2000). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Glasier, Anna. (2005). Keluarga Berencana & Kesehatan reproduksi. Jakarta: EGC.

Hecker, Neville. (2001). Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.

Hidayat, Azis Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan & teknik Analisi Data.

Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat.. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Noor. (2010). Menopouse Dan Penangggulangannya. (http://www.Info sehat.com, diakses

tanggal 5 Maret 2010).

Ozzy. (2010). Menopause dan Seksualitas. (http://www.mediastore.com, diakses tanggal 4

Maret 2010).

Purwoastuti, Endang. (2008). Menopouse,Siapa takut?. Yogyakarta: Kanisius.

Sugianto, Mikael. (2010). 36 Jam Belajar Komputer SPSS 16. Jakarta: Gramedia.

Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: IKAPI.

Tandra, Hans. (2009). Osteoporosis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wiknjosastro. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Wilson, Lorraine. (2003). Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Yatim, Faisal Lubis. (2001). Haid Tidak Wajar dan Menopouse. Jakarta: Pustaka Popular

Obor.

Page 61: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

54

PERILAKU PANTANG MAKAN PADA IBU NIFAS DI BPS “A” BALONGTANI

JABON SIDOARJO

Farida Yuliani

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

ABSTRAK

Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui

atau menghentikan menyusui lebih dini. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu yang tidak

menyusui anaknya, diantaranya ibu tidak memproduksi ASI yang cukup. Masih banyak ibu

menyusui yang melakukan tarak atau pantangan makanan tertentu karena masih kuatnya tradisi

tersebut di masyarakat. Hal tersebut yang menyebabkan ASI tidak berkualitas dan memenuhi

kebutuhan bayi terutama dalam 6 bulan pertama. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perilaku

pantang makan pada ibu Nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo Tahun 2010.

Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini seluruh ibu nifas di

BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo pada bulan Januari – Juni sebanyak 73 orang. Teknik

pengambilan sampel adalah dengan teknik consecutive sampling sebanyak 32 responden. Variabel

penelitian terdiri dari variabel independen yaitu pantang makan pada ibu Nifas dan variabel

dependen yaitu produksi ASI. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner, setelah ditabulasi

data yang ada dianalisa dengan menggunakan Chi Square (χ2).

Penelitian ini diperoleh hasil seluruhnya responden sebanyak 32 orang (100%) adalah ibu

nifas, sebagian besar responden sebanyak 19 orang (59%) melakukan pantang makan, sebagian besar

responden sebanyak 17 orang (53%) produksi ASInya tidak lancar dan ada hubungan pantang makan

pada ibu nifas terhadap produksi ASI dengan menggunakan uji statistik Chi Square (χ2) didapatkan

hasil : χ 2 hitung > χ

2 tabel = 4,394 > 3,84.

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pantang makan pada ibu nifas dapat

mempengaruh kelancaran produksi ASI. Sehingga perlunya peningkatan informasi tentang pantang

makan pada ibu nifas, supaya ibu nifas mengetahui pentingnya makanan bergizi untuk kesehatan ibu

dan bayi.

Kata Kunci : pantang makan, produksi ASI

A. PENDAHULUAN

Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil

menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu

yang tidak menyusui anaknya, diantaranya ibu tidak memproduksi ASI yang cukup (Depkes RI,

2005 : 1). Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat

dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur

nutrisinya, yang terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan air susu yang

berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya (Lusa, 2010).

Apabila makanan yang dikonsumsi ibu menyusui memadai, semua vitamin yang diperlukan

bayi selama empat sampai enam bulan pertama kehidupannya dapat terpenuhi dari ASI

(Muchtadi, 2002 : 34). Kenyataanya masih banyak ibu menyusui yang melakukan tarak atau

pantangan makanan tertentu karena masih kuatnya tradisi tersebut di masyarakat. Hal tersebut

yang menyebabkan ASI tidak berkualitas dan memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam 6

bulan pertama (Puspayanti, 2010).

WHO menganjurkan pemberian ASI secara eksklusif sampai umur 6 bulan. Dari hasil

penelitian diperoleh data 42,4 % bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif, 52 % bayi usia 0 -

< 4 bulan mendapat ASI Eksklusif dan 23,9 % bayi usia 4 - < 6 bulan mendapat ASI Eksklusif

(Depkes RI 2005 : 29).

Cakupan menyusui di Indonesia tahun 2002 bayi yang diberi ASI eksklusif sebesar

39,5% lebih rendah dibandingkan data pada tahun 1997 sebesar 42,4%. Sedangkan pemberian

Page 62: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

55

susu formula semakin meningkat pada tahun 2002 sebesar 32,45% dibandingkan pada taun 1997

sebesar 10,8% (Depkes RI, 2005 : 31)

Data ibu menyusui di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo pada bulan Maret-April 2010

sebanyak 24 orang. Studi pendahuluan yang dilakukan di BPS ―A‖ Balongtani – Jabon -

Sidoarjo pada 7 ibu menyusui sebanyak 5 orang (71%) melakukan tarak makan sehingga

menyebabkan produksi ASI berkurang. Sedangkan 2 orang (29%) tidak melakukan tarak makan

sehingga produksi ASI berlebih.

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak dapat menyusui bayi. Salah satunya

adalah karena air susu tidak keluar. Penyebab air susu tidak keluar adalah stress mental,

penyakit ibu termasuk kekurangan gizi pada ibu (malnutrisi) (Arisman, 2004 : 33). Makanan

yang ditabukan bagi ibu menyusui menurut tradisi orang Jawa diantaranya adalah keluwih,

nangka, labu kuning, makanan panas, makanan pedas, telur, ikan dan labu. Alasan yang

diberikan oleh responden tidak ada yang logis. Sebagai contoh daun keluwih ditabukan dengan

banyak alasan misalnya menyebabkan cepat punya anak lagi, air susu kurang, perut kembung,

bicara tidak lancar. Telur dan ikan yang dianggap menyebabkan air susu ibu menjadi amis dan

bayi bisa menderita penyakit gatal-gatal (Sukandar, 2006). Padahal ibu menyusui membutuhkan

2700-2900 kalori dalam bentuk asupan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,

vitamin dan mineral. Gizi selama menyusui tidak saja akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu

yang baru melahirkan, tetapi juga pada bayinya. Ibu menyusui perlu mendapatkan gizi untuk

memproduksi ASI. Oleh karena itu bila asupan gizi ibu kurang, maka kebutuhan gizi yang

diperlukan untuk memproduksi ASI akan diambil dari tubuh ibu. Jika keadaan ini dibiarkan

berlarut-larut, maka selain kondisi tubuh ibu akan terganggu, produksi ASI akan berkurang,

kualitasnya menjadi menurun dan jangka waktu menyusui relatif singkat (Kasdu, 2007 : 138).

Dalam kondisi normal ASI diproduksi sebanyak 100 cc pada hari ke 2 kemudian produksi

meningkat sampai 500 cc pada minggu ke 2. Produksi ASI menjadi konstan setelah hari

kesepuluh sampai keempatbelas. Keadaan kurang gizi pada ibu menyusui menyebabkan

produksi ASI menjadi lebih sedikit yaitu 500-700 cc pada 6 bulan pertama, 400-600 cc pada 6

bulan kedua dan 300-500 cc pada tahun kedua usia anak (Depkes RI, 2005 : 8). Kekurangan

asupan nutrisi pada ibu menyusui menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu dan bayinya.

Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak, bayi mudah sakit, mudah terkena

infeksi. Kekurangan zat-zat esensial menimbulkan gangguan pada mata ataupun tulang (Lusa,

2010). Pengetahuan ibu tentang nutrisi dapat diperoleh melalui penyuluhan-penyuluhan oleh

tenaga kesehatan, media cetak maupun media elektronik. Pengetahuan nutrisi yang baik bagi ibu

menyusui diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI. Menurut Sukarni (2000 :

19) pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari

orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukan status kesehatan, fertilitas dan status

gizi keluarga. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti perilaku

pantang makan pada ibu Nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Nutrisi Ibu Nifas

a. Pengertian

Nutrisi adalah makanan yang mengandung semua unsur yang diperlukan sehingga

dapat memenuhi kebutuhan pokok, untuk mengganti bagian yang rusak, atau untuk

kebutuhan energi dalam aktifitas sehari-hari (Paath, 2005 : 4).

Nutrisi atau Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsinya secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,

metabolisme, pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,

pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Supariasa,

2002 : 17-18).

Page 63: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

56

b. Manfaat

Ibu nifas memerlukan nutrisi untuk menghasilkan air susu ibu (ASI) serta untuk

memelihara kesehatan tubuh ibu (Depkes RI, 2000 : 63).

Pada masa nifas ibu perlu memulihkan kondisi kesehatan untuk memproduksi air

susu ibu (ASI), meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta menyempurnakan

pertumbuhan jaringan otak bayi (Depkes RI, 2002 : 5).

c. Kebutuhan nutrisi ibu nifas

1). Kalori

Kebutuhan kalori setelah melahirkan proporsional dengan jumlah air susu ibu

yang dihasilkan dan lebih tinggi dibanding selama hamil apalagi nutrisi yang

dibutuhkan untuk mengganti memulihkan kesehatan tubuh. Rata - rata kandungan

kalori ASI yang dihasilkan oleh ibu dengan nutrisi baik adalah 70 kal/100 ml. Rata-

rata ibu menggunakan kira – kira 640 kal/hari untuk 6 bulan pertama dan 510 kal/hari

selama kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal. Ibu yang bertambah berat

badannya secara tepat selama hamil harus meningkatkan asupan kalorinya 500 kal/hari

baik selama 6 bulan pertama dan kedua saat menyusui. Karena lebih dari 600 kal/hari

selama aktual digunakan untuk menghasilkan susu dan proses pemulihan. Kesehatan

tubuh. Setiap hari asupan minimum 1800 kal dianjurkan untuk mendapatkan jumlah

nutrisi esensial adekuat. Rata–rata ibu harus mengkonsumsi 2300 sampai 2700 kal/hari

ketika menyusui (Arisman, 2004 : 37).

Fungsi karbohidrat adalah :

a) Karbohidrat sebagai sumber energi utama

Sel-sel tubuh membutuhkan ketersediaan energi siap pakai yang konstan (selalu

ada), terutama dalam bentuk glukosa serta hasil antaranya. Lemak juga

merupakan sumber energi, tetapi cadangan lemaknya tidak dapat segera

dipergunakan, sebagai sumber energi siap pakai 1 gram karbohidrat menyediakan

4 kalori.

b) Pengatur metabolisme lemak

Karbohidrat mencegah terjadinya oksidasi lemak yang tidak sempurna. Bila

energi tidak cukup tersedia maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan

katabolisme lemak, akibatnya terjadi penumpukan/akumulasi badan-badan keton,

dan terjadi keasaman pada darah (asidosis). Dalam hal ini karbohidrat berfungsi

sebagai ―fat sparer‖

c) Penghemat fungsi protein

Energi merupakan kebutuhan utama bagi tubuh, sehingga bila karbohidrat yang

berasal dari makanan tidk mencukupi, maka protein akan dirombak untuk

menghasilkan panas dan sejumlah energi. Padahal protein mempunyai fungsi

yang lebih utama yaitu sebagai zat pembangun dan memperbaiki jaringan. Agar

dapat dipergunakan sesuai fungsinya maka kebutuhan karbohidrat harus dipenuhi

dalam susunan menu sehari-hari.

d) Karbohidrat sebagai sumber energi utama bagi otak dan susunan syaraf

Otak dan susunan syaraf hanya dapat mempergunakan glukosa sebagai energi,

sehingga ketersediaan glukosa yang konstan harus tetap dijaga bagi kesehatan

jaringan tubuh/organ tersebut.

e) Simpanan karbohidrat sebagai glikogen

Tidak seperti halnya dengan simpanan lemak dalam jaringan adipose, glikogen

menyediakan energi siap pakai.

f) Pengatur peristaltik usus dan pemberi muatan pada sisa makanan

Sellusosa (serat) adalah polisakarida yang tidak dapat dicerna, tetapi mempunyai

fungsi yang penting bagi kesehatan yaitu mengatur peristaltic usus

(memungkinkan terjadinya gerakan usus yang teratir) dan mencegah terjadinya

Page 64: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

57

konstipasi (sulit buang air besar), karena serat memberi muatan/pemberat pada

sisa-sisa makanan pada bagian usus besar (Suhardjo, 2000 : 24-27).

2). Protein

Ibu memerluka 20 gram protein diatas kebutuhan normal ketika menyusui.

Peningkatan kebutuhan ini ditujukan bukan hanya transformasi menjadi protein susu

tetapi juga untuk sintesis hormon yang memproduksi (prolaktin) serta yang

mengeluarkan ASI (oksitosin) (Arisman, 2004 : 39). Sumber protein hewani adalah

telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabati adalah tempe,

tahu, serta kacang-kacangan (Sunita, 2005 : 100).

Fungsi Protein :

a) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh

Sebagai pembangun tubuh (body building), protein berfungsi :

(1) Bagian utama dari sel inti (nucleas) dan protoplasma

(2) Bagian padat dari jaringan dalam tubuh misal : otot, glandula, sel-sel/butir

darah

(3) Penunjang dari matriks tulang, gigi, rambut

(4) Bagian dari enzim

(5) Bagian dari hormon

(6) Bagian dari cairan yang disekresikan kelenjar kecuali empedu, keringat dan

urine (tidak mengandung protein)

(7) Bagian dari antibody (zat kekebalan tubuh = globulin), berarti protein

penting peranannya dalam menjaga kekebalan tubuh terhadap infeksi

b) Protein sebagai pengatur

Protein bersama mineral dan vitamin membentuk enzim yang berperanan besar

untuk kelangsungan proses pencernaan dalam tubuh. Protein membantu mengatur

keluar masuknya cairan, nutrisi dan metabolit dari jaringan masuk ke saluran

darah.

c) Protein sebagai bahan bakar

Karena komposisi protein mengandung unsur karbon, maka protein dapat

berfungsi sebagai bahan bakar sumber energi. Bila tubuh tidak menerima

karbohidrat dan lemak dalam jumlah yang cukup memenuhi kebutuhan tubuh,

maka untuk menyediakan energi bagi kelangsungan aktifitas tubuh, protein

dibakar sebagai sumber energi. Dalam keadaan ini, keperluan tubuh akan energi

akan diutamakan sehingga sebagian protein tidak dapat dipergunakan untuk

membentuk jaringan (Suhardjo, 2000 : 33-35).

3). Lemak

Lemak adalah zat makanan penting yang mengandung energi lebih efektif

dibanding karbohidrat dan protein (Winarno, 2002 : 84).

Fungsi fisiologis lemak yang terutama adalah :

a) Menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh

Sebagai sumber energi yang pekat, 1 gram lemak memberikan 9 kalori. Bilamana

cadangan lemak terjadi berlebihan (melebihi 20% dari berat badan normal), maka

orang tersebut mempunyai tendensi mengalami kegemukan (obesitas) yang

cenderung mengalami gangguan kesehatan

b) Mempunyai fungsi pembentuk/struktur tubuh

Cadangan lemak yang normal terdapat di bawah kulit dan sekeliling organ tubuh,

berfungsi sebagai bantalan pelindung dan menunjang letak organ tubuh, selain itu

melindungi kehilangan panas tubuh melalui kulit berarti juga mengatur suhu

tubuh.

c) Protein-Sparer

Page 65: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

58

Bila energi cukup tersedia dari lemak dan karbohidrat, maka protein dapat

dihemat agar dipergunakan tubuh sesuai fungsinya sebagai pembangun dan

memperbaiki jaringan yang sudah rusak (Suhardjo, 2000 : 44).

Defisiensi lemak dalam tubuh akan mengurangi ketersediaan energi dan

mengakibatkan katabolisme/ perombakan protein. Cadangan lemak akan semakin

berkurang dan lambat laun akan terjadi penurunan berat badan.

4). Cairan

Ibu nifas membutuhkan lebih banyak cairan, oleh karena itu dianjurkan untuk

minum 8-12 gelas sehari. Yang bisa didapat dari air putih, susu (untuk tambahan

protein) dan sari buah (untuk tambahan vitamin C) (Poltekkes Malang, 2002 : 4).

5). Vitamin dan mineral

Kebutuhan vitamin dan mineral selama nifas lebih tinggi dari pada selama

hamil. Nutrien yang paling mungkin dikonsumsi dalam jumlah tidak adekuat oleh ibu

menyusui adalah kalsium, magnesium, zink, vitamin B6 dan folat. Multivitamin dan

suplemen mineral tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin. Namun suplemen khusus

dapat diindikasikan ketika asupan ibu tidak adekuat, misalnya :

a) Multivitamin seimbang dan suplemen mineral diperlukan ibu yang

mengkonsumsi makanan kurang dari 1800 kal/hari.

b) Suplemen kalsium diindikasikan untuk ibu yang intoleran laktosa atau yang tidak

mengkonsumsi susu cukup dan makanan kaya kalsium lain.

c) Suplemen vitamin D mungkin perlu untuk ibu yang menghindari makanan

diperkaya vitamin D (misal susu dan sereal) dan sedikit terpaan matahari.

d) Suplemen vitamin B12 perlu untuk vegetarian ketat bila mereka tidak

mengkonsumsi produksi tanaman diperkaya vitamin B12 secara teratur.

e) Suplemen zat besi mungkin diperlukan untuk mengganti defisit zat besi selama

hamil dan kehilangan darah selama melahirkan (Paath, 2005 : 40).

Tabel 34. Kebutuhan Makanan Sehari

Jenis Makanan Kebutuhan Zat Gizi & Komponen Makanan

Makanan Pokok, yaitu

beras dan penggantinya

2 piring nasi @200-

250 gr

80 gr roti

100 gr kentang

Karbohidrat, protein, vitamin B1

dan serat

Protein Hewani, yaitu

Daging/ikan/telur,ayam

90 gr daging/ikan

60 butir telur

Protein, lemak, vitamin (B, B3 dan

B12), zat besi, fosfor, seng

Protein nabati, yaitu

kacang-kacangan,

tempe dan tahu

60 gr kacang-

kacangan/ 100 gr

tempe/ 100 gr tahu

Protein, lemak, vitamin B2, B3, zat

besi, fosfor, seng dan kalsium

Sayur-Sayuran

3 mangkok Karbohidrat, provitamin A, vitamin

Bvitamin C, asam folat, zat besi,

kalsium, serat dan air

Buah-buahan 2 porsi @ 100-150 gr

Karbohidrat, provitamin A, vitamin

C, asam folat, serat dan air

Mentega/margarine/

minyak

2 sendok teh

mentega/margarine

2 sendok makan

minyak

Lemak, vitamin A, D dan E

Cairan (air putih, susu,

sari buah)

-12 gelas

Karbohidrat, lemak, protein,

vitamin A, B2, B12, D,

Magnesium, kalsium, fosfor dan air

Sumber : Kasdu, 2007 : 93

Page 66: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

59

Tabel 35. Contoh Pola Menu

Pagi Pukul 10.00 dan

Pukul 16.00 Siang Malam

Nasi atau

penukarnya 1

piring

Makanan selingan:

1 buah pisang atau

1 mangkuk bubur

kacang hijau atau

biskuit susu 1 gelas

Nasi atau

penukarnya 2

piring

Nasi atau

penukarnya 2

piring

Lauk

hewani/nabati 1

porsi

Sayur 1 porsi

Lauk hewani/nabati

1 porsi

Sayur 1 porsi

Buah 1-2 porsi

Lauk

hewani/nabati 1

porsi

Sayur 1 porsi

Buah 1-2 porsi

Sumber : Path (2005 : 86)

2. Konsep Masa Nifas

a. Pengertian

Masa nifas atau puerperium dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-

alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6

minggu (Winkjosastro, 2005 : 122)

b. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas

1). Perubahan Fisik

a) Oedema

Selama hamil tubuh mengalami peningkatan sejumlah lemak dan juga cairan. Itu

sebabnya mengapa ketika hamil, jari-jari tangan maupun kaki membengkak

(oedema) sampai melahirkan hal ini masih juga belum pulih. Pembengkakan ini

akan berlangsung selama beberapa hari, dan akan menurun secara bertahap

dengan pengeluaran air seni (Kasdu, 2007 : 126)

b) Dinding Perut

Perubahan fisik lainnya yang tampak nyata setelah bayi sudah lahir adalah perut

menjadi tampak kempis kembali. Sekalipun bentuk perut belum kembali seperti

sebelum hamil, terutama dekat pusat masih terlihat menonjol agak besar, hal ini

karena bentuk rahim yang belum seluruhnya pulih ke bentuk semula (Kasdu,

2007 : 126)

c) Perubahan Kulit

Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena proses

hormonal. Setelah persalinan hormonal berkurang dan hiperpigmentasi

menghilang. Pada dinding perut akan menjadi putih mengkilap yaitu ―strie

albikan‖.

d) Buang Air Besar dan Berkemih

Pada persalinan normal masalah berkemih dan buang air besar tidak mengalami

hambatan apapun. Buang air besar akan biasa setelah sehari, kecuali ibu takut

pada luka episiotomi. Bila sampai tiga hari belum buang air besar sebaiknya

dilakukan ―klisma‖ untuk merangsang buang air besar sehingga tidak mengalami

sembelit dan menyebabkan jahitan terbuka. Tentang berkemih, sebagian besar

mengalami pertambahan air seni, karena terjadi pengeluaran air tubuh yang

berlebih, yang disebabkan oleh pengenceran (hemodilusi) darah pada waktu

hamil.

Page 67: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

60

2). Involusi Dan Pengeluaran Lochea

Yaitu perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan/ uterus dan jalan

kelahiran setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan sebelum hamil.selama

masa ini involusi meliputi: korpus uteri, tempat inplantasi plasenta,servik, ligament.

a) Uterus

Segera setelah bayi lahir TFU tepat pada pusat, setelah pelepasan dan lahirnya

plasenta TFU berada pada 2 jari di bawah pusat.

b) Tempat inplantasi plasenta

Akan mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri, sesudah 2 minggu

menjadi 3-4 cm.Pada minggu ke 6 menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih.Proses

penyembuhan bekas implantasi plasenta akan meninggalkan luka dan pembuluh

darah pecah sehingga keluar cairan pervaginam yang disebut lochea.

c) Serviks/vagina

Bentuk serviks setelah persalinan agak menganga seperti corong berwarna merah

kehitaman, konsistensi lunak, kadang terdapat perlukaan kecil, setelah 2 jam

dapat dilalui 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.

d) Ligamen

Ligamen fasia dan diafragma pelvik setelah bayi lahir, berangsur-angsur menjadi

ciut dan pulih kembali.

Ligamen rotundum menjadi kendor. Jika ada luka-luka pada jalan lahir tidak

disertai infeksi maka akan sembuh dalam 6-7 hari. Rasa sakit after pain atau

merian (mules-mules), disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari

pasca persalinan, perlu diberikan pengertian pada Ibu mengenai hal ini dan bila

terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat anti sakit dan anti mules

3). Laktasi

Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar mammae

untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan tersebut berupa:

a) Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveoulus mammae dan

lemak.

b) Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan,

berwarna kuning.

c) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena

berdilatasi sehingga nampak jelas..

d) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang terhadap

hipofise. Timbul pengaruh laktogenik hormon atau (LHI atau prolaktin yang akan

merangsang air susu) disamping itu pengaruh oksitosin menyebabkan myoepitel

kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar, produksi akan banyak

sesudah 2-3 hari post partum. Bila bayi diletakkan, hisapan pada puting susu

merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin

dikeluarkan oleh Hypofisis. Produksi air susu atau ASI akan lebih banyak,

sehingga efek positif berupa involusi uteri akan lebih sempurna. Keuntungan

lainnya disamping merupakan makanan utama bayi dengan menyusu bayi sendiri

akan terbentuk kasih sayang antara Ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005 : 239-240)

4). Perubahan Psikologi pada nifas

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, Ibu akan melalui fase-fase sebagai

berikut :

a) Fase taking in

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari ke 1

sampai dengan hari ke 2 setelah melahirkan. Fokus perhatian Ibu terutama pada

dirinya sendiri. Pengalaman selama proses kelahiran sering berulang

diceritakannya. Kelelahan membuat Ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah

gejala kurang tidur. Seperti mudah tersinggung, hal ini membuat Ibu cenderung

Page 68: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

61

pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu perlu dipahami dengan menjaga

komunikasi yang baik. Perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk

proses pemulihan, disamping nafsu makan Ibu memang sedang meningkat.

b) Fase Taking hold

Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan ibu merasa kuatir akan ketidak

mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Perasaannya sangat

sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh

karena itu perlu dukungan karena pada saat ini kesempatan yang baik untuk

menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga mudah

tumbuh rasa percaya diri.

c) Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang

berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri

dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya

meningkat (Stright, 2005 : 194-195).

c. Perawatan Yang Dilakukan Ibu Menghadapi Perubahan Fisik Pada Masa Nifas

1). Kebersihan Diri

Menjaga kebersihan seluruh anggota tubuh terutama daerah kelamin dengan sabun dan

air. Mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari.

2). Istirahat

Beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Kurang istirahat akan

mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :

a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi

b) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan

c) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya

sendiri.

3). Latihan

Dengan latihan akan mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal,

seperti :

a) Tidur terlentang dengan lengan di samping, menarik otot perut selagi menarik

nafas, tahan nafas kedalam dan angkat dagu ke dada; tahan satu hitungan sampai

5. Rileks dan ulangi sampai 10 kali.

b) Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot-otot, paha dan pinggul dan

tahan sampai 5 hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.

4). Gizi

a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari

(1) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan

vitamin yang cukup

(2) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap

kali menyusui)

(3) Pil besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari

pasca bersalin

(4) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A

kepada bayinya melalui ASInya.

5). Perawatan payudara

a) Menjaga payudara tetap bersih dan kering

b) Apabila bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan :

(1) Pengompresan payudara menggunakan kain basah dan hangat selama 5

menit

(2) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir untuk

mengurut payudara dengan arah ―Z‖ menuju puting

Page 69: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

62

(3) Keluarakan ASI sebagian dari bagian depan puting sehingga puting susu

menjadi lunak

(4) Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali (Wiknjosastro, 2005 : 127-130)

3. Konsep ASI

a. Pengertian ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan sempurna untuk bayi, karena

mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi

(Depkes RI, 2003 : 1).

ASI Eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan

minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, kecuali obat dan vitamin

(Depkes RI, 2003 : 1).

b. Kandungan-Kandungan ASI

ASI juga banyak mengandung mineral dan vitamin seperti A,B1,B2,E dan banyak

mengandung antibody yang baik untuk bayi agar terlindung dari berbagai macam penyakit

(Indiarti, 2008 : 28).

Bayi yang diberi ASI lebih terjaga dari penyakit infeksi karena :

1). ASI lebih bersih; walaupun ASI tidak benar-benar steril karena adanya kemungkinan

kontaminasi bakteri dari puting susu, tetapi bakteri ini tidak mempunyai waktu untuk

berkembangbiak karena ASI langsung diminum oleh bayi

2). Imunoglobulin, terutama imunoglobulin A (IgA) terdapat banyak dalam kolostrum

dan lebih sedikit dalam ASI ―putih‖. IgA tidak akan diserap oleh usus, tetapi akan

beraksi dalam usus terhadap bakteri-bakteri tertentu (misalnya eschericia coli) dan

virus-virus.

3). Laktoferin, suatu protein yang mengikat zat besi ditemukan terdapat dalam ASI

4). Lisozim, suatu enzim yang terdapat dalam ASI dengan konsentrasi beberapa ribu kali

lebih tinggi daripada dalam susu sapi. Enzim ini dapat menghancurkan bakteri-bakteri

berbahaya dan juga mempunyai sifat melindungi terhadap serangan bermacam-macam

virus

5). Sel-sel darah putih; selama dua minggu pertama ASI mengandung sampai 4000 sel-sel

darah putih per ml. Sel-sel ini ditemukan mengeluarkan IgA, lisoszim dan

―interferon‖. Interferon adalah suatu senyawa yang dapat menghambat aktivitas

beberapa macam virus

6). Faktor bifidus, suatu karbohidrat yang mengandung nitrogen, diperlukan untuk

pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus. Dalam usus bayi yang diberi ASI, bakteri

ini mendominasi flora bateri dan memproduksi asam laktat dari laktosa. Asam laktat

ini akan menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan parasit lainnya serta

membuat feses bayi bersifat asam (Muchtadi, 2002 : 35-36).

c. Manfaat ASI

1). Manfaat memberikan ASI untuk ibu

a) Lebih mudah pemberiannya (Ekonomi dan Praktis).

b) Mempercepat hubungan kasih sayang antara ibu dan anak.

c) Sebagai metode kontrasepsi alamiah jika menyusui selama 6 bulan pertama.

d) Memulihkan rahim paska melahirkan lebih cepat.

e) Menurunkan berat badan setelah persalinan.

f) Mencegah ibu dari kemungkinan kanker payudara.

g) Menyusui merupakan cara gampang menenangkan dan menidurkan bayi rewel.

h) Mengurangi ketegangan pada payudara (Indiarti, 2008 : 34)

2). Manfaat ASI bagi bayi

a) Mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi berguna untuk kecerdasan

pertumbuhan atau perkembangan anak.

Page 70: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

63

b) Kolostrum ASI pertama mengandung vitamin A, protein dan zat kekebalan yang

penting bagi bayi.

c) Aman dan bersih.

d) Kolostrum ASI juga mengandung antibody ibu yang melindungi susu bayi dari

penyakit seperti gastroenteritis.

e) Kolostrum dan ASI adalah makanan alamiah untuk bayi manusia. ASI Mengubah

komposisi selama setiap penyusunan dan selama berminggu-minggu untuk

menguraikan dengan kebutuhan bayi yang selalu berubah.

f) Suhu ASI cocok untuk bayi.

g) Mudah dicerna dan tidak pernah basi.

h) ASI mengandung zat antibody sehingga menghindarkan bayi dari alergi diare dan

penyakit infeksi yang lainnya.

i) ASI tidak membutuhkan sterilisasi alat untuk persiapan. Bayi mudah diberi

makan terutama selama bepergian dan malam hari.

j) Bayi yang mendapat ASI jarang kegemukan.

k) Nilai gizi tinggi dan bebas biaya.

l) ASI lebih mudah dicerna bayi ketimbang susu formula dan cenderung reaksi

alergi dengan menyelesaikan diet anda sendiri setiap masalah yang timbul mudah

di ringankan (Indiarti, 2008 : 35)

4. Konsep Laktasi

a. Pengertian laktasi

Laktasi adalah proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI (Alfarisi, 2008)

b. Pengaruh Hormonal

Proses laktasi tidak terlepas dari pengaruh hormonal, adapun hormon-hormon yang

berperan adalah :

1). Progesteron, berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat

progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi

produksi secara besar-besaran.

2). Estrogen, berfungsi menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat

estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap

menyusui. Sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon

estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.

3). Follicle stimulating hormone (FSH)

4). Luteinizing hormone (LH)

5). Prolaktin, berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan.

6). Oksitosin, berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan

setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Selain itu, pasca melahirkan, oksitosin

juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran

susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down/ milk ejection reflex.

7). Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta

mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan

areola sebelum melahirkan (Alfarisi, 2008)

c. Proses Pembentukan Laktogen

Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut:

1). Laktogenesis I

Merupakan fase penambahan dan pembesaran lobulus-alveolus. Terjadi pada fase

terakhir kehamilan. Pada fase ini, payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa

cairan kental kekuningan dan tingkat progesteron tinggi sehingga mencegah produksi

ASI. Pengeluaran kolustrum pada saat hamil atau sebelum bayi lahir, tidak menjadikan

masalah medis. Hal ini juga bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya

produksi ASI.

Page 71: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

64

2). Laktogenesis II

Pengeluaran plasenta saat melahirkan menyebabkan menurunnya kadar hormon

progesteron, esterogen dan HPL. Akan tetapi kadar hormon prolaktin tetap tinggi. Hal

ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran. Apabila payudara dirangsang, level

prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian

kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin

menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga

keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengemukakan bahwa level prolaktin dalam

susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga

6 pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.

Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam proses ini,

namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi mengindikasikan

bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi

biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah

melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya tidak langsung keluar setelah

melahirkan.

Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum mengandung sel

darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI sebenarnya, khususnya tinggi

dalam level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih

rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga mencegah alergi makanan.

Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan hilang dan

tergantikan oleh ASI sebenarnya.

3). Laktogenesis III

Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan

beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem

kontrol autokrin dimulai. Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara

akan memproduksi ASI banyak. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara

dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan

demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi

menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan (Alfarisi, 2008).

d. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Produksi ASI

1). Makanan Ibu

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan makanan ibu, apabila jumlah makanan

ibu cukup mengandung unsur gizi yang diperlukan baik jumlah kalori, protein, lemak

dan vitamin serta mineral maka produksi ASI juga cukup, selain itu ibu dianjurkan

minum lebih banyak kira-kira 8-12 gelas sehari.

2). Ketenangan jiwa dan pikiran

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, bila ibu dalam keadaan

tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional dapat

menurunkan produksi ASI bahkan akan tidak terjadi produksi ASI. Sehingga ibu yang

menyusui sebaiknya jngan terlalu banyak dibebani oleh urusan pekerjaan rumah

tangga, urusan kantor dan lainnya.

3). Penggunaan alat kontrasepsi

Pada ibu yang menyusui bayinya, penggunaan alat kontrasepsi hendaknya

diperhatikan. Pil dengan kombinasi oral (esterogen-progestin)_ dapat mengurangi

produksi ASI

4). Perawatan payudara

Perawatan payudara sebaiknya telah dimulai pada masa kehamilan dan pada saat

menyusui. Untuk ibu yang mempunyai msalah kelainan puting susu misalnya puting

susu masuk kedalam atau datar, perawatannya dilakukan pda kehamilan 3 bulan,

sedangkan apabila tidak ada masalah perawatan dilakukan mulai kehamilan 6 bulan

sampai menyusui (Marimbi, 2010 : 47).

Page 72: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

65

Menurut Proverawati (2009 : 105), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI

antara lain :

1). Frekuensi penyusuan

Produksi ASI akan optimal jika ASI dipompa lebih dari 5 kali per hari selama bulan

pertama setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari selama 2 minggu

pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup.

2). Berat lahir

Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan

menghisap yang mengakibatkan perbedaan intik yang besr dibanding bayi yang

mendapat formula. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan

menghisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal.

Kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang

akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi

ASI

3). Umur kehamilan saat melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan bayi

yang lahir prematus sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga

produksi ASI lebih rendah darpada bayi yang lahir tidak prematur.

4). Umur dan paritas

Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI

yang diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Hal ini karena pemenuhan gizi bayi dan

ibu setiap orang berbeda-beda. Apabila seorang ibu dengan pola hidup dan kebiasaan

makan yang bergizi walaupun umurnya bisa dikatakan tua maka akan menghasilkan

ASI yang bagus juga dibanding wanita muda yang menyusui tanpa diimbangi dengan

sistem kebiasaan makan yang baik.

5). Stress dan penyakit akut

Ibu yang cemas dan stress dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi

produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI akan

berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman. Penyakit infeksi baik yang

kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi

ASI

6). Konsumsi rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin

dan oksitosin untu produksi ASI.

7). Konsumsi Alkohol

Meskipun minuman alkohol dosis rendah di satu sisi dapat membuat ibu rileks

sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun di sisi lain etanol dapat

menghambat produksi oksitosin.

8). Pil kontrasepsi

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan

penurunan volume dan durasi ASI, sebalinya bila pil hanya mengandung progestin

maka tidak ada dampak terhapa volume ASI

e. Cara pengukuran produksi ASI

Menurut Proverawati (2009: 107), Ada dua cara untuk mengukur produksi ASI

1). Penimbangan berat bayi sebelum dan setelah menyusui

2). Pengosongan payudara.

Menurut Nursalam (2008), pengukuran produksi ASI adalah :

1). ASI keluar memancar saat aerola dipencet

2). ASI keluar memancar tanpa memencet payudara

3). ASI keluar memancar dalam 72 jam pertama pasca persalinan

4). Payudara terasa penuh atau tegang sebelum menyusui

5). Payudara terasa kosong setelah menyusui

Page 73: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

66

6). ASI keluar segera setelah bayi mulai menyusu

7). Tidak terjadi rasa nyeri/lecet dan bendungan dalam payudara

8). 24 jam pasca persalinan ASI telah keluar

9). Masih menetes setelah menyusui

10). Payudara terasa lunak/lentur setelah menyusui

11). Setelah menyusu bayi akan tertidur/ tenang selama 3-4 jam

12). Bayi buang air kencing sekitar 8 kali sehari dan warna air kencing kuning pucat seperti

jerami

13). Berat badan bayi naik antara 140 gram-200 gram dalam seminggu

f. Upaya Memperbanyak ASI

Menurut Sulistyawati (2009 : 22), upaya memperbanyak ASI yaitu dengan cara :

1). Menyusui bayi setiap 2 jam siang dan malam dengan lama menyusui 10-15 menit di

setiap payudara

2). Bangunkan bayi, lepaskan baju yang menyebabkan rasa gerah dan duduklah selama

menyusui

3). Pastikan bayi menyusui dalam posisi menempel yang baik dan dengarkan suara

menelan yang aktif

4). Susui bayi di tempat yang tenang dan nyaman dan minumlah setiap habis menyusui

5). Tidurlah bersebelahan dengan bayi

6). Ibu harus meningkatkan istirahat dan minum

g. Tanda Bayi Cukup ASI

Menurut Sulistyawati (2009 : 23), tanda-tanda bayi cukup ASI antara lain :

1). Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam sehari dan warnanya jernih sampai kuning muda

2). Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan

3). Bayi tampak puas, sewaktu merasa lapar, bangun dan tidur cukup. Bayi setidaknya

menyusu 10-12 kali dalam 24 jam

4). Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap selesai menyusui

5). Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI setiap kali bayi mulai menyusu

6). Bayi bertambah berat badannya.

5. Konsep Pantang Makan Pada Ibu Nifas a. Buah

Buah yang harus dijauhi ibu setelah melahirkan adalah pepaya, durian, pisang, dan

terung. Karena ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan bisa mengganggu organ vital kaum

Hawa karena dianggap organ vital menjadi basah, sehingga mengganggu hubungan suami

istri . Secara medis, tak benar anggapan untuk pantang pepaya dan pisang yang justru amat

dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang banyak mengandung serat untuk

memudahkan BAB. Sedangkan durian memang tak dianjurkan karena kandungan

kolesterolnya tinggi, selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu pencernaan

(Puspayanti, 2010).

b. Makanan santan dan pedas

Makanan yang bersantan dan pedas pantang untuk ibu menyusui karena

pencernaannya bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya (Puspayanti, 2010).

Sudah jadi kebiasaan sebagian penduduk Indonesia makan tanpa sambal tidak

nikmat rasanya, pada saat sedang hamil atau menyusui tidak boleh merasakannya. Sebab

perutnya berasa panas dan air susunya pedas rasanya sehingga bayinya bisa mencret.

Sebenarnya makanan yang masuk kedalam perut sang ibu pasti mengalami proses dahulu,

yang mengandung sari makanan yang berguna dan yang jadi sampah pasti terpisah. Ketika

makanan tersebut diproses menjadiASI, zat-zat yang terkandung di dalamnya memang

sudah siap pakai untuk diberikan. Jadi sebaiknya memang makanan yang di makan tidak

terlalu banyak mengandung rasa tersebut karena dikhawatirkan bila rasa pedas terlalu

Page 74: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

67

banyak akan menyebabkan ibu diare yang berakibat jadi dehidrasi dan mengganggu proses

menyusui pada sang anak (Anaqita, 2010).

c. Ikan dan Telur

Begitu juga ikan dan telur asin serta makanan lain yang berbau amis karena

dikhawatirkan bisa menyebabkan bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat

disusui. Selain juga, proses penyembuhan luka-luka di jalan lahir akan lebih lambat. Ikan

dan telur juga merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan

tubuh (Puspayanti, 2010).

Banyak mengkonsumsi ikan bisa membuat rasa ASI jadi bau amis atau anyir.

Sebenarnya kandungan zat gizi yang terkandung dalam ikan dan sari laut itu banyak

mengandung asam lemak omega 3 yang bermanfaat bagi tubuh, misalkan untuk

mengontrol kadar kolesterol darah, mencegah jantung koroner, penyempitan dan

pengerasan pembuluh darah. Pastikan ikan atau sari laut yang akan kita konsumsi masih

dalam keadaan segar, sebab bila kurang segar akan memicu reaksi alergi. Bila anda

penggemar ikan mentah masakan jepang sebaiknya tidak mengkonsumsi dalam jumlah

banyak dikhawatirkan daging tersebut masih mengandung bakteri parasit yang akan

membahayakan (Anaqita, 2010).

d. Minuman dingin/es

Mitos bila minum air es atau minuman dingin lainnya, bisa membuat ASI jadi

dingin dan mengakibatkan bayi jadi pilek. Sebenarnya makanan yang masuk ke dalam

tubuh apalagi ASI mengalami proses yang sempurna. ASI yang tersimpan dalam payudara

sang ibu tetap hangat dengan suhu 37 derajat celcius. Sebaiknya bila ingin mengkonsumsi

es dalam batas yang wajar saja, dikhawatirkan bisa memicu alergi batuk dan pilek. Apalagi

bila menambahkan softdrink dan sirop bisa menyebabkan ibu mengkonsumsi gula yang

berlebihan (Anaqita, 2010).

Ibu menyusui disarankan untuk selalu minum kunyit dan pucuk daun asam setiap

pagi supaya ASI tak berbau amis. Selain tentu saja menjaga kebersihan diri, terutama

daerah payudara dan sekitarnya (Puspayanti, 2010).

Daftar makanan/minuman dibawah ini memang sebaiknya dihindari untuk ibu menyusui :

1). Softdrink

Kadar gula dalam minuman softdrink cukup tinggi, sehingga bisa meningkatkan kadar

gula darah dalam tubuh.

2). Minuman Isotonik

Minuman ini rata-rata mengandung kalsium, natrium, kalium dan zat-zat yang

dibutuhkan dalam tubuh bila sedang melakukan aktivitas berat. Tapi bila dikonsumsi

tidak sedang dalam aktivitas fisik yang berat, kandungan zat-zat dalam minuman

tersebut justru tidak memberikan efek positif.

3). Alkohol

Sudah jelas minuman ini tidak banyak memberikan efek positif pada tubuh.

4). MSG

Toleransi mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG hanya 0,3 – 1 gram/hari.

Masalahnya tidak mudah menghitung makanan yang mengandung MSG yang kita

makan setiap harinya. Mengkonsumsi MSG yang berlebihan dapat memicu gangguan

alergi seperti asma, gatal, infeksi kulit, gangguan irama jantung, kelainan saraf tepi

dan gangguan pencernaan.

5). Makanan yang mengandung pengawet/berwarna

Zat-zat berbahaya yang sering digunakan pada makanan antara lain zat pewarna tekstil

seperti rhodamin B, methanyl yellow yang bisa mengakibatkan gangguan fungsi hati

sampai kanker. Pemanis buatan bila dikonsumsi berlebihan dalam jangka panjang bisa

mengakibatkan kenker kandung kemih. Zat pengawet seperti formalin, boraks yang

banyak digunakan untuk bahan pengawet tahu, mie, bakso, zat kloramfenikol untuk

mengawetkan udang bisa menyebabkan kanker (Anaqita, 2010).

Page 75: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

68

6. Hubungan Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI

Salah satu kepercayaan yang telah menjadi tradisi secara turun temurun adalah ibu nifas

tidak boleh makan yang amis-amis karena akan menyebabkan ASI menjadi amis (Sulistyawati,

2009 : 128). Padahal makanan yang tinggi protein sangat baik untuk membantu ibu dalam

proses penyembuhan dan produksi ASI. Sehingga dalam memberikan pendidikan kesehatan

khususnya tentang gizi, ibu tidak boleh pantang terhadap daging, telur dan ikan (Sulistyawati,

2009 : 136).

Makanan yang ditabukan bagi ibu menyusui menurut tradisi orang Jawa diantaranya

adalah keluwih, nangka, labu kuning, makanan panas, makanan pedas, telur, ikan dan labu.

Alasan yang diberikan oleh responden tidak ada yang logis. Sebagai contoh daun keluwih

ditabukan dengan banyak alasan misalnya menyebabkan cepat punya anak lagi, air susu kurang,

perut kembung, bicara tidak lancar. Telur dan ikan yang dianggap menyebabkan air susu ibu

menjadi amis dan bayi bisa menderita penyakit gatal-gatal (Sukandar, 2006).

Golongan makanan yang harus dijauhi ibu setelah melahirkan adalah pepaya, durian,

pisang, dan terung. Yang juga mesti dipantang adalah makanan yang bersantan dan pedas

karena pencernaannya bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan

dan telur asin serta makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan bau

anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat disusui. Selain juga, proses penyembuhan luka-

luka di jalan lahir akan lebih lambat. Secara medis, tak benar anggapan untuk pantang pepaya

dan pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang banyak

mengandung serat untuk memudahkan BAB. Ikan dan telur juga merupakan salah satu sumber

protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan tubuh. Sedangkan durian memang tak dianjurkan

karena kandungan kolesterolnya tinggi, selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu

pencernaan. Sebaliknya, amat disarankan untuk selalu minum kunyit dan pucuk daun asam

setiap pagi supaya ASI tak berbau amis. Selain tentu saja menjaga kebersihan diri, terutama

daerah payudara dan sekitarnya (Puspayanti, 2010).

Sudah jadi kebiasaan sebagian penduduk Indonesia makan tanpa sambal tidak nikmat

rasanya, pada saat sedang hamil atau menyusui tidak boleh merasakannya. Sebab perutnya

berasa panas dan air susunya pedas rasanya sehingga bayinya bisa mencret. Sebenarnya

makanan yang masuk kedalam perut sang ibu pasti mengalami proses dahulu, yang mengandung

sari makanan yang berguna dan yang jadi sampah pasti terpisah. Ketika makanan tersebut

diproses menjadiASI, zat-zat yang terkandung di dalamnya memang sudah siap pakai untuk

diberikan. Jadi sebaiknya memang makanan yang di makan tidak terlalu banyak mengandung

rasa tersebut karena dikhawatirkan bila rasa pedas terlalu banyak akan menyebabkan ibu diare

yang berakibat jadi dehidrasi dan mengganggu proses menyusui pada sang anak (Anaqita,

2010).

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan makanan ibu, apabila jumlah makanan ibu

cukup mengandung unsur gizi yang diperlukan baik jumlah kalori, protein, lemak dan vitamin

serta mineral maka produksi ASI juga cukup, selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kira-

kira 8-12 gelas sehari (Marimbi, 2010 : 47)

Apabila seorang ibu dengan pola hidup dan kebiasaan makan yang bergizi walaupun

umurnya bisa dikatakan tua maka akan menghasilkan ASI yang bagus juga dibanding wanita

muda yang menyusui tanpa diimbangi dengan sistem kebiasaan makan yang baik (Proverawati,

2009 : 105)

Page 76: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

69

C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini adalah analitik retrospektif dengan menggunakan rancang bangun

observasional dan desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan cross sectional

yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor efek dengan

cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/point time

approach (Notoatmojo, 2005 : 146).

2. Populasi, Sampel, Variabel Dan Definisi Operasional

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon

Sidoarjo pada bulan januari – juni sebanyak 73 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu

nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo pada tahun 2010 yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi. Jumlah sampel pada penelitian ini pada tanggal 21 Juni – 31 Juni 2010 sebanyak

32 responden. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau yang layak diteliti,

yaitu :

1) . Ibu nifas

2) . Ibu bisa membaca dan menulis

3) . Ibu yang bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah klien yang tidak layak diteliti menjadi sampel, yaitu:

1) . Ibu memberikan susu formula atau makanan pendamping ASI pada bayinya

2) . Terdapat hambatan etis (menolak mengikuti penelitian)

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non probability sampling

tipe consecutive sampling yaitu pengambilan sampel dengan menetapkan subjek yang

memenuhi kriteria penelitian di masukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu.

Sehingga jumlah klien yang di perlukan terpenuhi (Nursalam, 2008 : 94). Variabel dalam

penelitian ini adalah pantang makan pada ibu nifas. Definisi operasional dari penelitian ini akan

diuraikan dalam tabel berikut

Tabel 36. Definisi Operasional Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap

Produksi ASI

Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala

Perilaku

pantang makan

pada ibu nifas

Ibu setelah melahirkan sampai 40 hari

yang tidak mengkonsumsi makanan

yang mengandung sumber protein yang

diperoleh melalui Kuesioner

1. Pantang makan:

kode 1

2. Tidak pantang

makan: kode 2

Puspayanti, 2010

Nominal

3. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul dan diolah kemudian dilakukan tabulasi. Selanjutnya diolah

dengan uji statistik Chi Square karena variabel dependen dan independen dengan skala data

nominal dengan rumus :

Rumus = χ 2 = ∑

fe

fefo 2)(

Keterangan :

f0 : frekuensi yang diperoleh berdasarkan data

fe : frekuensi yang diharapkan

Dengan nilai kemaknaan α = 0,05, artinya bila uji statistik menunjukkan nilai X2

hitung

> X2

tabel maka ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI. Jika nilai

Page 77: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

70

X2 hitung < X

2 tabel maka tidak ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi

ASI Teknik pengolahan data menggunakan rumus X2.

D. HASIL PENELITIAN

1. Data Khusus

a. Ibu Nifas

Diagram 1. Ibu Nifas di BPS “A” Balongtani Jabon Sidoarjo Pada Tanggal 21 Juni –

30 Juni 2010.

32 orang (100%)

ibu nifas

Berdasarkan Diagram 1 dapat diketahui bahwa seluruhnya responden dalam masa

nifas sebanyak 32 orang (100%).

b. Pantang Makan

Diagram 2. Pantang Makan Pada Ibu Nifas di BPS “A” Balongtani Jabon Sidoarjo

Pada Tanggal 21 Juni – 30 Juni 2010.

Berdasarkan Diagram 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

melakukan pantang makan sebanyak 19 orang (59%).

c. Produksi ASI

Diagram 3. Produksi ASI Pada Ibu Nifas di BPS “A” Balongtani Jabon Sidoarjo

Pada Tanggal 21 Juni – 30 Juni 2010.

Page 78: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

71

Berdasarkan Diagram 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden produksi

ASInya tidak lancar sebanyak 17 orang (53%)

d. Hubungan Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI

Tabel 37. Hubungan Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI di BPS

“A” Balongtani Jabon Sidoarjo Pada Tanggal 21 Juni – 30 Juni 2010.

Pantang Makan

Produksi ASI

Jumlah % Lancar Tidak Lancar

N % N %

Ya 6 18,6 13 40,4 19 59

Tidak 9 12,4 4 12,6 13 41

Jumlah 15 47 17 53 32 100

Berdasarkan tabel 37 diketahui sebagian besar responden yang produksi ASInya

lancar dengan tidak melakukan pantang makan sebanyak 9 orang (69%) dan sebagian besar

responden yang produksi ASInya tidak lancar dengan melakukan pantang makan sebanyak

13 orang (68%). Dari hasil uji chi square diperoleh χ 2

hitung > χ 2

tabel = 4,394 > 3,84,

sehingga H1 diterima, ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI.

E. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden melakukan pantang

makan sebanyak 19 orang (59%). Salah satu kepercayaan yang telah menjadi tradisi secara

turun temurun adalah ibu nifas tidak boleh makan yang amis-amis karena akan menyebabkan

ASI menjadi amis (Sulistyawati, 2009 : 128). Padahal makanan yang tinggi protein sangat baik

untuk membantu ibu dalam proses penyembuhan dan produksi ASI. Sehingga dalam

memberikan pendidikan kesehatan khususnya tentang gizi, ibu tidak boleh pantang terhadap

daging, telur dan ikan (Sulistyawati, 2009 : 136). Sebagian besar responden melakukan pantang

makan. Makanan yang menjadi pantang oleh ibu nifas sangat membantu penyembuhan luka

perineum, karena mengandung protein yang tinggi. Makanan tersebut diantaranya daging, telur

dan ikan. Akibatnya penyembuhan luka ibu nifas menjadi lambat dan ASI yang dihasilkan juga

tidak sesuai dengan kebutuhan bayi. Tradisi pantang makan sudah menjadi tradisi di masyarakat

dan sulit untuk dapat menghapus tradisi tersebut. Bila ibu menentang tradisi pantang makan,

akan menyebabkan orang tua menjadi tersinggung, dan ini akan menyebabkan konflik dalam

keluarga. Walaupun tenaga kesehatan sudah melakukan penyuluhan ataupun konseling kepada

keluaraga dan masyarakat, tradisi pantang makan sulit untuk dirubah atau dihilangkan, tetapi

secara perlahan-lahan mulai ada sebagian masyarakat yang mulai merubah kebiasaan pantang

makan, dengan dibantu informasi dari media massa/media elektronik yang semakin maju.

Berdasarkan Diagram 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden produksi

ASInya tidak lancar sebanyak 17 orang (53%). Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan

makanan ibu, apabila jumlah makanan ibu cukup mengandung unsur gizi yang diperlukan baik

jumlah kalori, protein, lemak dan vitamin serta mineral maka produksi ASI juga cukup, selain

itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kira-kira 8-12 gelas sehari (Marimbi, 2010 : 47).

Berdasarkan penelitian ini diperoleh data sebagian besar responden produksi ASInya

tidak lancar. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden melakukan pantang makan. Padahal

untuk pembentukan ASI juga dibutuhkan makanan yang mengandung gizi lengkap yaitu kalori,

protein, lemak dan vitamin serta mineral. Selain itu ibu juga harus banyak minum minimal 8-12

gelas sehari. Sesuai dengan pendapat Marimbi (2010), bahwa makanan yang bergizi

mempengaruhi produksi ASI ibu, bila makanan tidak bergizi maka produksi ASI ibu akan

berkurang, yang mengakibatkan kebutuhan bayi akan ASI juga berkurang, sehingga akan

menimbulkan kejadian bayi dengan status gizi kurang/buruk.

Berdasarkan tabel 37 diketahui sebagian besar responden yang produksi ASInya lancar

sebanyak 9 orang (69%) tidak melakukan pantang makan dan sebagian besar responden yang

produksi ASInya tidak lancar sebanyak 13 orang (68%) melakukan pantang makan.

Page 79: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

72

Dari hasil penghitungan data dengan menggunakan uji statistik Chi Square (χ2)

didapatkan hasil χ 2

hitung > χ 2

tabel = 4,394 > 3,84, sehingga H1 diterima, ada hubungan

pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI.

Apabila seorang ibu dengan pola hidup dan kebiasaan makan yang bergizi walaupun

umurnya bisa dikatakan tua maka akan menghasilkan ASI yang bagus juga dibanding wanita

muda yang menyusui tanpa diimbangi dengan sistem kebiasaan makan yang baik (Proverawati,

2009 : 105). Berdasarkan penelitian diperoleh hasil ibu nifas yang melakukan pantang makan

maka produksi ASInya akan berkurang. Hal ini bisa disebabkan karena kuatnya tradisi pada

masyarakat yang telah berakar kuat secara turun temurun. Kenyataannya ibu nifas di BPS ―A‖

Balongtani Jabon Sidoarjo hanya makan nasi dengan lauk pauk hanya tahu, tempe dan kerupuk.

Sedangkan sayur tidak di perbolehkan karena dianggap dapat membuat vagina ibu menjadi tidak

keset dan mengganggu hubungan suami istri. Selain itu luka akibat melahirkan tidak dapat

sembuh dengan cepat karena keadaan vagina yang basah akibat makan sayur. Telur dan ikan

yang dianggap menyebabkan air susu ibu menjadi amis dan bayi bisa menderita penyakit gatal-

gatal. Padahal ibu menyusui membutuhkan 2700-2900 kalori dalam bentuk asupan makanan

yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Gizi selama menyusui tidak

saja akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu yang baru melahirkan, tetapi juga pada bayinya.

Ibu menyusui perlu mendapatkan gizi untuk memproduksi ASI. Oleh karena itu bila asupan gizi

ibu kurang, maka kebutuhan gizi yang diperlukan untuk memproduksi ASI akan diambil dari

tubuh ibu. Jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, maka selain kondisi tubuh ibu akan

terganggu, produksi ASI akan berkurang, kualitasnya menjadi menurun dan jangka waktu

menyusui relatif singkat.

F. PENUTUP Hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden di BPS ―A‖

Balongtani jabon Sidoarjo sebanyak 19 orang (59%) melakukan pantang makan. Pantang makan

pada ibu nifas dapat mempengaruh kelancaran produksi ASI hal ini terjadi karena kekurangan

nutrisi mengakibatkan berkurangnya produksi ASI sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.

DAFTAR PUSTAKA Alfarisi. 2008. Gizi Seimbang Bagi Ibu Menyusui. http://www.lusa.com, 20 April 2010.

Anaqita. 2010. Mitos-Mitos Makanan Yang Dipantang Ibu Menyusui. http://blogger.com, 11 Apil

2010.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Kedua. Jakarta :

Rineka Cipta.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2000. Ibu Sehat Bayi Sehat. Jakarta.

Depkes RI. 2002. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI Sampai Tahun 2005. Jakarta.

Depkes RI. 2003. Ibu Bekerja Tetap Memberikan Air Susu Ibu (ASI). Jakarta.

Depkes RI. 2005. Manajemen Laktasi, Jakarta.

Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta :

Salemba Medika.

Indriarti, Widian Nur. 2008. Buku Pintar Kehamilan. Yogyakarta : Mumtaz Press.

Kasdu, D. 2007. Info Lengkap Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : Puspa Swara.

Marimbi, 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Anak. Yogyakarta : Nuha

Medika.

Muchtadi, Dedy. 2002. Gizi Untuk Bayi. Jakarta.

Nursalam. Pariani, S. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika.

Page 80: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

73

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Paath Francin Erna. 2005. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC.

Proverawati. 2009. Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Poltekkes Malang. 2005. Buku Praktis Ahli Gizi. Poltekkes Malang.

Puspayanti. 2010. Pantangan Buat Ibu 40 Hari Pasca Persalinan. http://www.khasanah.com.id, 11

April 2010.

Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : Andi Offset.

Sukarni Mariyati. 2000. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta : Kanisius.

Supariasa, Nyoman Dewa I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

Sunita, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Suhardjo. 2000. Prinsip-Prinsip Imu Gizi. Jakarta : Kanisius.

Winarno, F. G (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Page 81: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

74

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN CA CERVIX DI RSUD

SIDOARJO TAHUN 2009

Dyah Siwi Hety

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis paritas ibu dengan kejadian kanker serviks di

RSUD Sidoarjo pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain

penelitian case control dengan variabel independen paritas dan variabel dependen kejadian kanker

serviks, dengan jumlah populasi 40 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling.

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Juni 2010. Pengumpulan data menggunakan metode

checklist dan isntrumen pengumpulan data berupa penulusuran data sekunder. Pengolahan data

menggunakan uji mann whitney dengan derajat kemaknaan = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 orang pasien VK kandungan RSUD Sidoarjo

pada tahun 2009 didapat hasil 60% pasien terjadi kanker serviks dengan paritas tinggi. 40% pasien

terjadi kanker serviks dengan paritas rendah. 42,5% pasien terjadi kanker serviks pada stadium 0.

45% pasien terjadi kanker serviks pada stadium I. 12,5% pasien terjadi kanker serviks pada stadium

II. Hasil uji mann whitney menunjukkan antara paritas dengan kejadian kanker serviks diperoleh

hasil perhitungan 0,236 > 0,05, sehingga Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara paritas dengan

kejadian Ca Cerviks.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Ca Cerviks : Human Papilloma Virus,

merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini, berganti-ganti pasangan seksual,

gangguan system kekebalan tubuh, pemakaian pil KB, infeksi herpes genetalis atau infeksi klamidia

menahun, lanjut usia, kegemukan, menstruasi pertama di usia dini, menopause yang terlambat dan

belum pernah hamil.

Simpulan penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan paritas tinggi cenderung terkena

kanker serviks lebih besar dibandingkan pasien dengan paritas rendah. Penyakit kanker serviks

adalah jenis penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Salah satu upaya mencegah kanker

serviks adalah dengan membatasi jumlah anak dan melakukan pemeriksaan pap smear sebagai upaya

pencegahan kanker serviks.

Kata kunci : Paritas, Kanker serviks

A. PENDAHULUAN

Kanker leher rahim (Ca Cervix) merupakan penyakit kanker kedua terbanyak yang

dialami oleh wanita di seluruh dunia. Sesuai namanya, kanker leher rahim adalah kanker yang

terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu

masuk ke arah rahim, yang terletak diantara uterus dengan vagina. (Elitha, 2008).

Penyakit kanker merupakan penyakit yang sulit di deteksi mulai dari penemuannya,

biasanya tidak memberikan keluhan yang mencemaskan penderita, sehingga kebanyakan

penderita datang pada stadium lanjut. Penentu diagnosa yang tidak dapat dilakukan seketika

memerlukan proses yang cukup memakan waktu, pengobatannya tidak sederhana karena

tindakan operasi bukanlah akhir dari segalanya, dibutuhkan serangkaian pengobatan lain yang

tidak semua individu memberi hasil yang serupa. (Mustokoweni, 2002).

Penyebab langsung dari kanker serviks belum diketahui faktor resiko yang dapat

meningkatkan terjadinya kanker serviks sebagai berikut hubungan seks pada usia muda,

pasangan seksual yang berganti-ganti, jumlah kelahiran (paritas) dan jarak terlalu pendek dan

terlalu banyak, infeksi virus, rokok sigaret, defisiensi gizi (Setiawan Dalimartha, 2003 : 11).

Kanker leher rahim atau lebih dikenal dengan nama kenker serviks merupakan penyakit

nomor 1 yang membunuh kaum hawa di Indonesia. Setiap tahun, terdapat 15.000 kasus baru dan

8.000 diantaranya meninggal dunia, bahkan 1 perempuan meninggal tiap jamnya karena ini.

Page 82: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

75

Salah satu penyebab hilangnya nyawa manusia dengan mudah itu karena informasi yang

berkaitan dengan kanker serviks belum dapat menjangkau seluruh masyarakat, terutama wanita.

Padahal, semua wanita beresiko terkena kanker yang menyerang organ utama mereka (Elitha,

2008).

Menurut International Agency for Researchon Cancer (IARC), 85% dari kasus kanker

di dunia, yang berjumlah sekitar 493.000 dengan 273.000 kematian, terjadi di negara-negara

berkembang. Di indonesia pengidap Ca Cervix adalah terbanyak diantara pengidap kanker

lainnya, bahkan di seluruh dunia adalah nomer kedua setelah Cina. Salah satu alasan semakin

berkembangnya Ca Cervix tersebut disebabkan oleh rendahnya cakupan deteksi dini kanker

servikx, seperti Pap Smear di Indonesia. Berdasarkan estimasi data WHO tahun 2008, terdapat

hanya 5% wanita di negara berkembang, termasuk Indonesia yang mendapatkan pelayanan Pap

Smear, sedangkan di negara maju hampir 70% wanita melaksanakan pemeriksaan Pap Smear.

Menurut perkiraan departemen kesehatan di Indonesia ada sekitar 100.000 penduduk atau

200.000 kasus setiap tahunnya, selain itu lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit

ditemukan stadium lanjut. (Elitha, 2008). Data menurut YKWK (Yayasan Kanker Wisnu

Wardhana Kayon) Surabaya di Propinsai Jawa Timur pada tahun 2005 diperkirakan tercatat +

75.000 kasus baru setiap tahunnya.

Kanker leher rahim merupakan jenis penyakit yang paling banyak ke dua di dunia yang

diderita oleh wanita di atas 15 tahun. Sekitar 500.000 wanita di seluruh dunia di diagnosis

menderita kanker leher rahim dan rata-rata 270.000 meninggal tiap tahunnya. Untuk Indonesia,

kanker leher rahim atau yang juga disebut kanker serviks merupakan jenis kanker paling banyak

yang di derita perempuan. Tanpa memandang usia dan latar belakang, setiap perempuan

beresiko terkena penyakit yang disebabkan oleh virus human papilloma (HPV) ini. Bahkan

kanker ini sering menjangkiti dan membunuh wanita usia produktif (30-50 tahun). (Elitha,

2008).

Pemeriksaan pap smear adalah pengamatan sel – sel yang di exploitasi dari genetalia

wanita. Tes pap smear telah terbukti dapat menurunkan kejadian kangker serviks dengan dengan

ditemukan stadium pra kanker, Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) dan segera ditangani

sebagaimana diketahui biasanya stadium pra kanker ini belum menimbulkan keluhan – keluhan

dan pap smear telah terbukti dapat menurunkan kejadian kanket serviks 70%. (Soepardiman,

2002).

Upaya mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks diperlukan pencegahan

yang terdiri dari berbagai tahap yaitu pencegahan primer dengan cara peningkatan pengetahuan

ibu, merupakan usaha mengurangi / menghilangkan kontak dengan karsinogen untuk mencegah

insisi dan promosi pada proses karsiogenesis. Pencegahan sekunder yaitu skrening dan deteksi

dini, salah satunya dengan menggunakan pap smear yang merupakan usaha untuk menentukan

kasus ini sehingga penyembuhan dapat ditingkatkan dan pencegahan tersier merupakan

pengobatan untuk mencegah komplikasi klinis dan kematian awal. (Farid Aziz 2002)

Berdasarkan data yang dari studi pendahuluan tanggal 30 April 2010 di RSUD Sidoarjo

di poli kandungan sepanjang tahun 2008 diperoleh secara keseluruhan jumlah ibu yang

menderita ca cervix tahun 2008 adalah 68 orang. Bulan Januari – Maret 10 (14,7%), April – Juni

15 (22,1%), Juli – September 20 (29,4%), dan Oktober – Desember 23 (33,8). Berdasarkan data

di atas setiap triwulannya mengalami peningkatan. Berdasarkan data tersebut diatas, penulis

tertarik untuk mengangkat masalah usia dan paritas yang mempengaruhi kejadian ca cervix

tahun 2009.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Paritas

a. Pengertian Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di

luar rahim (28 mingu) (Syarifudin, 2003).

Paritas adalah status melahirkan anak pada seorang wanita (Farrer, 2001)

Page 83: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

76

b. Klasifikasi Paritas

1). Nullipara adalah wanita yang tidak pernah melahirkan seorang anak (Nuswantari,

2005).

2). Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak yang cukup besar untuk

hidup di dunia luar (Matur/ Preamtur (Rustam, 2002).

3). Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari 1 kali

(Sarwono,2007 : 23).

4). Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan bisa

mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan

Paritas dibagi menjadi :

1). Paritas tinggi : bila jumlah anak leih dari 3 orang

2). Paritas rendah : bila jumlah anak kurang dari 3 orang atau sama dengan 3 (Sarwono,

2000 : 23).

2. Konsep Dasar Kanker Serviks

a. Pengertian Kanker Serviks

Kanker dapat didefinisikan sebagai perkembangan sel secara abnormal dan

terkendali yang akan terus mengalami pertumbuhan kecuali jika ada yang bisa

menghentikannya (Gregg Miller, 2008).

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah jenis penyakit kanker yang terjadi

pada daerah leher rahim, yaitu bagian rahim yang terletak di bawah, yang membuka ke

arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut kanker ini

bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh (Farrasbiyan, 2009).

Kanker serviks (kanker mulut rahim) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam

leher rahim/ serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina).

Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun (Ika Siresa, 2007).

Kanker di uterus atau rahim sebenarnya adalah kanker pada badan rahim yang

sebenarnya mempunyai perbedaan jaringan dengan leher rahim. Penaykit ini lebih sering

mnyerang wanita usia lanjut, terutama wanita yang telah mengalami menopause. Wanita

yang menderita kanker wahim biasanya disarankan untuk mau dilakukan hysterektomy

(dilakukan operasi perngangkatan rahim) (Abdul Ghofar, 2009).

b. Penyebab Kanker Leher Rahim

Penyebab dari terjadinya kelainan pada sel leher rahim tersebut tidak diketahui

secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang dapat berpengaruh terhadap

terjadinya kanker serviks tersebut :

1). HPV (Human Papilloma Virus)

HPV (Human Papilloma Virus) adalah suatu virus yang dapat menyebabkan terjadinya

kutil pada daerah genital (Kondiloma Akuminata), yang ditularkan melalui hubungan

seksual. HPV sering diduga sebagai penyebab terjadinya perubahan yang abnormal

dari sel-sel leher rahim.

2). Merokok

Tembakau dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan mempenagruhi kemampuan

tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.

3). Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini

4). Berganti-ganti pasangan seksual

5). Gangguan sistem kekebalan tubuh

6). Pemakaian pil KB

7). Infeksi herpes genetalis atau infeksi klamidia menahun

(Admin, 2008)

c. Faktor resiko kanker serviks menurut dr. Khoo Kei Siong :

1). Lanjut usia

2). Kegemukan (termasuk contohnya pada penderita diabetes)

Page 84: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

77

3). Menstruasi pertama di usia dini, menopause yang terlambat

4). Belum pernah hamil

Selain faktor-faktor di atas menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba (2005) juga

masih terdapat faktor minor yang dapat meningkatkan kejadian karsinoma serviks

uteri adalah sosial ekonomi yang rendah, penghisap rokok, serta faktor ras dan

herediter.

d. Gejala Kanker Serviks

Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel serviks

merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa

tahun kemudian bisa menyebabkan kanker.

Perubahan pada sel-sel ini bisa dibagi ke dalam 2 kelompok :

1). Lesi tingkat rendah

Merupakan perubahan dini pada ukuran, bentuk dan jumlah sel yang membentuk

permukaan serviks. Beberapa lesi tingkat rendah menghilang dengan sendirinya, tetapi

yang tumbuh menjadi lebih besar dan lebih abnormal membentuk lesi tingkat rendah.

Paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 25-35 tahun, tetapi juga bisa terjadi

pada semua kelompok umur. Lesi ini biasa juga disebut displapsia ringan atau

neoplasia intraepitel servikal 1 (NIS 1).

2). Lesi Tingkat Tinggi

Ditemukan sejumlah besar sel pre kanker yang tampak sangat berbeda dari sel yang

normal. Perubahan prekanker ini hanya terjadi pada sel di permukaan serviks. Selama

berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sel-sel tersebut tidak akan menjadi ganas dan

tidak akan menyusup ke lapisan serviks ke lapisan lebih dalam. Lesi tingkat tinggi

paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 30-40 tahun. Lesi tingkat tinggi ini

juga biasa disebut displasia menengah atau displasia berat, NIS 2 atau 3, atau

karsinoma in situ.

Jika sel-sel abnormal menyebar lebih dalam ke dalam serviks atau ke jaringan maupun

organ lainnya, maka keadaannya disebut kanker serviks atau kanker serviks (rahim).

Kanker serviks paling sering ditemukan pada usia di atas 40 tahun. Ketika sel serviks

yang abnormal berubah menajdi keganasan dan menyusup ke jaringan di sekitarnya

akan muncul gejala sebagai berikut :

a). Perdarahan vagina yang abnormal, setelah melakukan hubungan seks dan

menopause

b). Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak)

c). Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat,

mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.

d). Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan

e). Nyeri panggul, punggung atau tungkai

f). Dari vagina keluar air kemih atau tinja

g). Patah tulang (fraktur)

(Vivi, 2008)

Menurut Dr. Ida Bagus Gde Manuaba gejala kanker serviks dikelompokkan

menjadi 3 tahap diantaranya :

1). Gejala dini

Keluhan leukore yang sulit disembuhkan, terdapat kontak berdarah, dan kadang-

kadang terjadi perdarahan mendadak (spotting).

2). Gejala stadium medium

Leukore terus-menerus bahkan berbau, nyeri di aerah sakral karena metastasenya.

Pada akhir stadium pertengahan terdapat infiltrasi ke daerah sekitarnya, mengenai

ureter, kelenjar getah limfe, serat saraf sehingga menimbulkan trias karsinoma serviks

uteri, yaitu :

Page 85: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

78

a). Nyeri daerah sakral

b). Bendungan aliran limfe menimbulkan edemi tungkai

c). Obstruksi ureter terjadi hidroneprosis pada ginjal

3). Gejala stadium lanjut

Lokal :

a). Bendungan fungsi ginjal menimbulkan uremia

b). Gangguan aliran limfe menimbulkan odema tungkai

c). Timbul fistula rektovaginal atau vesiko vaginal

d). Perdarahan terus menerus dan disertai bau

e). Kadang-kadang terjadi perdarahan mendadak yang banyak

f). Kencing berdarah

g). Berak berdarah

Lokal dan metastase jauh :

a). Gejala klinik lokal

b). Gejala klinik yang ditimbulkan oleh organ yang terkena metastase

e. Diagnosis Kanker Rahim

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut :

1). Pemeriksaan Panggul

Pemeriksaan pada vagina/ kemaluan, rahim, indung telur, kandung kencing dan

saluran buang air besar terhadap adanya pembengkakan yang tidak normal atau

adanya perubahan bentuk yang tidak normal (Abdul Ghofar, 2009).

2). Pap Smear

Pemeriksaan Pap Smear untuk mengambil sebagian jaringan untuk memastikan

adanya kanker serviks. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks

secara kurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian

akibat kanker serviks pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah

aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap

Smear secara teratur yaitu 1 kali/ tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan

hasil yang normal, pap semar bisa dilakukan 1 kali/ 2-3 tahun.

Hasil pemeriksaan Pap Smear menunjukkan staidum dari kanker serviks (rahim) :

a). Normal

b). Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)

c). Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)

d). Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)

e). Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau

ke organ tubuh lainnya)

3). Biopsi

Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka

pada serviks, atau jika pap semar menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.

4). Kolposkopi (Pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)

Pemeriksaan ini menggunakan teropong untuk melihat dengan lebih teliti pada leher

rahim/ serviks. Akan tetapi, cara ini jarang digunakan (Abdul Ghofar, 2009).

5). Tes Schiller

Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi

coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menadi putih atau kuning (Vivi, 2009).

f. Stadium Kanker Serviks

Stadium kanker merupakan faktor kunci yang menentukan pengobatan apa yang

akan diambil. Biasanya pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa gambaran radiologi,

pemeriksaan seperti X-Ray.

1). Stadium 0

Kanker hanya ditemukan pada lapisan atas dari sel-sel pada jaringan yang melapisi

leher rahim. Tingkat ini disebut juga carcinoma in situ.

Page 86: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

79

2). Stadium I

Kanker hanya terbatas pada serviks

3). Stadium II

Kanker pada stadium ini termasuk serviks dan uterus, namun belum menyebar ke

dinding pelvis atau bagian bawah vagina.

4). Stadium III

Kanker pada stadium ini telah menyebar dari serviks dan uterus ke dinding pelvis atau

bagian bawah vagina.

5). Stadium IV

Pada stadium ini kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih atau

rektum, atau telah menyebar ke daerah lain di dalam tubuh, seperti paru-paru, hati atau

tulang.

(Sarwono, 2005)

g. Pengobatan Ca Cervix

1). Stadium Ia

Pengobatan yang utama lewat operasi sederhana dilakukan pada tingkat stadium awal,

yang disebut dengan konisasi (pemotongan rahim seperti kerucut), karena dalam

stadium awal (pra kanker) dari 0-1A. Kanker masih berada di sel-sel selaput lendir.

Operasi dilakukan apabila pasien masih ingin hamil. Bila tak ingin hamil lagi akan

dilakukan histerektomi simple (rahim diangkat semua). Tujuannya agar kanker tak

kambuh lagi.

2). Stadum Ib

Pada stadium ini dapat diterapi dengan histerektomi radikal dan terapi radiasi.

Histerektomi itu sendiri adalah suatu pembedahan untuk membuang rahim bersama

dengan bagian yang bersebelahan dengan vagina, ligamen kardinale, ligamen utero

sakral dan penopang kandung kemih. Keuntungan dari pembedahan adalah bahwa

ovarium dapat terhindar pada wanita-wanita pra menopause. Mungkin juga terdapat

lebih sedikit interverensi pada fungsi coitus. Komplikasi yang melibatkan rektum,

ureter, atau kandung kemih lebih jarang terjadi setelah histerektomi radikal

dibandingkan setelah terapi radiasi, dan perbaikan akan berhasil kalau cedera

sungguh-sungguh terjadi.

Pada pasien dengan penyakit stadium Ib, radiasi dapat merupakan satu-satunya cara

terapi, dan dalam hal ini terapi di dalam atau di luar rahim dibutuhkan. Radiasi dapat

diberikan sebelum pembedahan sebagai upaya untuk menyusutkan lesi serviks yang

sangat besar dan menjadikannya dapat diatasi dengan prosedur pembedahan yang

lebih terbatas. Terapi radiasi ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar pasien yang

berkontra indikasi terhadap pembedahan.

3). Stadium IIa

Pada pasien dengan keterlibatan forniks vagina yang minimal, pembedahan radikal

atau terapi radiasi dapat digunakan sama seperti pada pasien dengan lesi stadium Ib.

Bila vagina bagian atas terlibat luas terapi pilihannya adalah terapi radiasi saja.

4). Stadium IIb

Sebagian besar pasien dengan lesi stadium Iib diterapi dengan kombinasi dari sinar

luar dan terapi radiasi dalam rongga. Sebagian pasien dengan lesi yang lebih menonjol

besar dapat dipilihkan suatu histerektomi ekstrafasial tambahan setelah terapi radiasi

sebagai upaya untuk mengurangi resiko penyakit sentral yang terus berlanjut.

5). Stadium IIIa dan IIIb

Pasien ini diterapi hampir semata-mata dengan terapi radiasi, biasanya terapi luar

diikuti dengan radium atau sesium dalam rongga. Terdapat protokol penelitian yang

menggunakan kombinasi dari kemoterapi dan radiasi sebagai upaya untuk

memperbaiki laju penyembuhan, karena banyak pasien ini mempunyai metastasis jauh

yang samar.

Page 87: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

80

Pada pasien dengan penyakit yang secara lokal parah, distorti serviks dan vagina dapat

menyulitkan penerapan terapi radiasi dalam radiasi interstitial dapat diberikan untuk

mendapat distribusi dosis yang lebih baik daripada yang mungkin diapai oleh terapi

dalam rongga.

6). Stadium IVa

Terapi radiasi pelvis digunakan pada sebagian besar pasien ini. Kalau terapi radiasi

mengakibatkan regresi tumor yang hanya sebagian, suatu eksentrasi pelvis

‖penyelamatan‖ dapat dilakukan. Eksentrasi pelvis primer jarang dilakukan, biasanya

bila pasien mengalami rektovagina atau vesikovagina.

7). Stadium IVb

Pasien ini dapat diebri beberapa terapi radiasi pelvis untuk meredakan perdarahan dari

vagina, kandung kemih, atau rektum. Karena terdapat metastasis yang jauh aka

kemoterapis ering digunakan etrapi hanya bersifat paliatif.

(Hacker, 2001).

Apabila kanker serviks sudah bearda dalam stadium 2B ke atas, operasi tak lagi

bisa dilakukan melainkan dengan radiasi atau penyinaran. Sayangnya, penyinaran memiliki

komplikasi indung telur ikut mati terkena radiasi. Akibatnya hormon pun mati. Padahal

hormon diperlukan untuk gairah seksual, haid, mencegah osteoporosis, dan jantung.

Komplikasi lainnya dalam penyinaran bukan enggak mungkin terkena organ lain semisal

dubur, dan saluran kencing. Terkadang terjadi luka bakar pada dubur dan terjadi diare atau

perdarahan terus menerus. Kalau terjadi demikian maka dubur atau salruan kencing harus

diangkat, sebagai gantinya akan dibuatkan dubur atau saluran kencing baru lewat perut.

Bahkan akibat penyinaran vagina pun menjadi kaku sehingga penderita tidak dapat

berhubungan seks. Lain dengan operasi, kendati vagina diangkat tapi masih tetp bsia

berhubungan (Greg Miller, 2003).

h. Vaksin pencegah kanker serviks

Vaksin pertama Gardasilr untuk mencegah infeksi 2 tipe HPV yang menyebabkan

kanker, yaitu tipe 16 dan 18. Sekitar 70% kanker serviks berkaitan dengan kedua tipe HPV

ini. Vaksin ini juga bekerja mencegah 2 tipe HPV lain yang tidak menyebabkan kanker,

yaitu 6 dan 11, namun kedua tipe ini menyebabkan 90%genital warts (kulit). Vaksin ini

diberikan melalui injeksi intramuskular (IM) 0,5 ml sebanyak 3x selama 6 bulan dan dosis

kedua diberikan 2 bulan setelah vaksin pertama dan dosis ketiga diberikan 2 bulan setelah

dosis pertama.

Vaksin kedua adalah cervarix yang memberikan perlindungan terhadap infeksi

HPV tip 16 dan 18 diberikan dalam bentuk 0,5 ml injeksi yang terbagi dalam 3 dosis. Pada

vaksin ini dosis kedua diberikan sebulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga diberikan 6

bulan setelah dosis pertama. Uji klinis menunjukkan bahwa efektifitas kedua vaksin ini

dalam mencegah infeksi persisten HPV tipe 16 dan 18 mencapai 95%. Vaksin ini juga

memiliki efektifitas hingga 10% dalam mencegah infeksi HPV spesifik yang

membahayakan lesi servikal, jika diberikan pada wanita yang seksual aktif atau pada

wanita tanpa riwayat infeksi dengan HPV tipe ini sebelumnya. Pengguna vaksin secara luas

berpotensi menurunkan kematian akibat kanker serviks sebanyak 50% dalam beberapa

dekade, bahkan ada yang memperkirakan hingga 71 %, dimana hal ini dipengaruhi oleh

durasi dan kekuatan perlindungan yang diberikan oleh vaksin.

i. Pola Makan Yang Sehat

Pola makan memegang peranan yang sangat penting di dalam mencegah kanker.

Ada bukti ilmiah yang sangat kuat bahwa mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, gandum,

kacang-kacangan, polong-polongan dan serat dapat memberikan manfaat yang sangat

besar.

Dalam sebagian besar kasus melakukan penyesuain pada pola makan sudah

memadai untuk menghasilkan efek yang menguntungkan bagi kesehatan. Sebenamya

sangat sulit untuk menentukan senyawa apa yang persisnya dapat membuat kita terlindung

Page 88: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

81

dan kanker, dan tampaknya banyak senyawa-senyawa untuk menghasilkan manfaat yang

positif.

Beberapa zat dalam makanan sehat yang diyakini bisa mencegah kanker adalah :

1) . Vitamin A (retinol)

Vitamin A atau retinol ini memegang peranan penting di dalam mempertahankan

kelenturan dan lapisan dalam kulit serta membran-membran lendir dan selain itu juga

sangat penting bagi pertumbuhan, fungsi hormon dan daya penglihatan. Vitamin

terkandung di dalam makanan yang berasal dari sumber hewani, terutama minyak

ikan, keju, telur, mentega, dan susu berlemak.

2) . Karotin atau karotinoid

Karotinoid atau karotin adalah bahan dasar dari vitamin A, dimana jika zat ini masuk

ke dalam tubuh maka akan dikonversi menjadi vitamin A. Zat ini terkandung di dalam

jeruk dan sayuran dan buah lain yang berwarna kuning, terutama wortel, pir, alpukat,

labu, blewah, dan juga terdapat pada sayuran hijau.

3) . Betakarotin

Betakarotin diketahui memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat dan bisa membantu

dalam melindungi sel-sel dan kerusakan serta dapat melindungi sel dari kemungkinan

terjadinya kanker ketika dikonsumsi bersama dengan selenium dan vitamin E dalam

jumlah yang cukup. Makan banyak sayuran dan buah yang mengandung zat

pravitamin ini adalah salah satu cara mudah untuk membantu dalam melindungi diri

kita dari kanker

4) . Vitamin C

Vitamin ini memegang peranan penting di dalam menjaga kekuatan dinding sel dan

jaringan pengikat sehingga sangat penting bagi kesehatan pembuluh darah, kulit,

kartilage, tendon, ligamen, gusi dan membran-membran pelapis organ. Sumber terbaik

dan Vitamin C adalah blackberry, red berry, buah-buahan lain, sayuran, kentang,

mangga, pepaya, paprika merah, tomat dan jus buah.

5) . Asam folat

Asam folat adalah salah satu dari vitamin-vitamin B dan zat ini sangat penting bagi

kelancaran fungsi kerja vitamin B12 di dalam memproduksi sel darah merah dan di

dalam melakukan metabolisme terhadap lemak, karbohidrat, dan protein. Sumber dan

asam folat adalah sayuran hijau, ragi, kacang, bulir gandum, polong-polongan, ginjal

dan hati.

6) . Flavonoid

Flavonoid adalah beberapa jenis pigmen alami dalam tanaman yang ada di dalam buah

dan sayuran hijau. Zat ini banyak memiliki sifat anti kanker, anti alergi, anti

peradangan, dan beberapa diantaranya memiliki efek seperti hormon. Flavonoid dapat

ditemukan didalam bahan pangan seperti jeruk sitrun, apel, mangga, tomat, bawang

merah, bawang putih dan teh hijau.

7) . Selenium

Selenium adalah sejenis mineral yang telah banyak dikenal belakangan ini kerena

memiliki kemampuan anti oksidan yang tinggi. Selenium terdapat pada beberapa jenis

bahan makanan seperti ikan, terutama ikan yang dagingnya memiliki banyak minyak

(halibut dan tuna), kerang, kuning telur, ginjal, hati, daging, kacang brazol, mentega,

produk-produk susu, bulir gandum, dan apokat (Greg Miller, 2008)

C. METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik kolerasional yaitu merupakan penelitian yang

mengkaji hubungan antara variabel. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan hubungan kolerasi

antara variabel (Nursalam, 2008; 82). Dengan menggunakan metode pendekatan Case Control

yaitu suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari

Page 89: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

82

dengan menggunakan pendekatan dan selanjutnya ditelusuri cara retrospektif yaitu untuk

melihat atau mengukur factor resiko dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian (Hidayat,

2008 : 51).

2. Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang akan dibuktikan adalah hipotesis penelitian ini

menyatakan hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian Ca Cervix.

3. Populasi, sampel, variabel dan definisi operasional

Populasi dalam penelitian ini sebanyak 70 orang adalah ibu yang menderita Ca Cervix

di RSUD Sidoarjo Periode Januari – Desember 2009. Dalam penelitan ini sampel yang

digunakan adalah semua ibu yang menderita Ca Cervix di RSUD Sidoarjo tahun 2009.

Penelitian ini menggunakan teknik Non Probability sampling dengan memakai total sampling.

Dalam penelitian ini variabel independennya adalah usia dan paritas. Sedangkan variabel

dependennya adalah kejadian Ca Cervix.

Tabel 38. Definisi Operasional Hubungan antara paritas dengan kejadian Ca Cervix.

No. Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala

1. Variabel

independent

Paritas

Keadaan wanta berkaitan

dengan jumlah anak

yang dilahirkan

Paritas ibu meliputi :

1. Paritas rendah bila

jumlah anak yang

dimiliki < 3 orang (1-3)

2. Paritas tinggi bila

jumlah anak yang

dimiliki > 3 orang

Nominal

2. Variabel

dependent

Kanker cervix

Kanker yang terjadi

dalam serviks uterus

suatu daerah pada organ

reproduksi wanita yang

merupakan pintu masuk

ke arah rahim yang

terletak diantara rahim

dengan liang senggama

1. Stadium 0

Terbatas pada

permukaan servix

2. Stadium 1

Terbatas pada servix

3. Stadium 2

Belum menyebar ke

dinding pelvis

4. Stadium 3

Telah menyebar dari

servix

5. Stadium 4

Sudah menyebar

keseluruh tubuh

(Sarwono, 2005:378)

Ordinal

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis

univariat yaitu untuk melihat proporsi paritas ibu dan kejadian kanker serviks dalam bentuk

prosentase dari masing-masing kejadian kanker serviks dalam bentuk prosentase dari masing-

masing variabel yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Rumus yang digunakan adalah :

%100xN

fP

Keterangan :

P : prosentase

f : frekuensi

N : jumlah seluruh observasi

Page 90: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

83

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau

berkorelasi. Dalam analisis ini dapat dilakukan uji Mann Whitney :

Keterangan :

n1 : Jumlah sampel 1

n2 : Jumlah sampel 2

U1 : Jumlah peringkat 1

U2 : Jumlah peringkat 2

R1 : Jumlah ranking pada sampel n1

R1 : Jumlah ranking pada sampel n2

D. HASIL PENELITIAN

1. Data Umum

a. Karakteristik Umur Responden.

Tabel 38. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Sidoarjo

Tahun 2009

No Umur Jumlah (N) Prosentase (%)

1.

2.

3.

< 20 tahun

20 – 35 tahun

> 35 tahun

8

14

17

22,5

35

42,5

Jumlah 40 100

Sumber : rekam medik VK kandungan RSUD Sidoarjo tahun 2009

Berdasarkan tabel 38 menunjukkan bahwa prosentase terbesar umur lebih dari 35

tahun 17 responden (42,5%).

b. Karakteristik Pendidikan Responden.

Tabel 39. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di RSUD

Sidoarjo Tahun 2009

No Pendidikan Jumlah (N) Prosentase (%)

1.

2.

3.

SD

SMP

SMA

15

16

9

37,5

40

22,5

Jumlah 40 100

Sumber : rekam medik VK kandungan RSUD Sidoarjo tahun 2009

Berdasarkan tabel 39 menunjukkan bahwa prosentase terbesar pendidikan SD 15

responden (37,5%).

2. Data Khusus

a. Paritas.

Tabel 40. Distribusi Data Berdasarkan Paritas Pasien Rawat Inap di VK Kandungan

di RSUD Sidoarjo Tahun 2009

Paritas Jumlah (N) Prosentase (%)

Paritas Rendah (≤ 3 orang)

Paritas Tinggi (> 3 orang)

16

24

40

60

Jumlah 40 100

Sumber : Data rekam medik di VK Kandungan di RSUD Sidoarjo

Page 91: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

84

Berdasarkan tabel 40 menunjukkan bahwa prosentase terbesar paritas tinggi 24

responden (60%).

b. Stadium Kanker.

Tabel 41. Distribusi data berdasarkan Stadium Kanker Serviks di VK Kandungan di

RSUD Sidoarjo Tahun 2009

Stadium Kanker Serviks Jumlah (N) Prosentase (%)

Stadium 0

Stadium I

Stadium II

Stadium III

Stadium IV

17

18

5

0

0

42,5

45

12,5

0

0

Jumlah 40 100

Sumber : Data rekam medik di VK Kandungan di RSUD Sidoarjo

Berdasarkan tabel 41 menunjukkan bahwa prosentase terbesar stadium I 17

responden (42,5%).

E. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

1. Paritas Pasien

Pada penelitian ini didapatkan data paritas pasien rawat inap di VK kandungan RSUD

Sidoarjo tahun 2009 dengan paritas rendah atau yang memiliki jumlah anak ≤ 3 orang (1 – 3

orang) sebesar 16 orang (40%) dan dengan paritas tinggi atau yang memiliki jumlah anak > 3

orang sebesar 24 orang (60%).

Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang

dapat hidup (Bertiani, 2009 : 46). Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak

yang lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau dekat, sebab dapat menyebabkan

timbulnya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim dan dapat berkembang jadi

keganasan.

Orang yang terkena kanker serviks dengan paritas tinggi 1-2x lebih besar resiko

dibandingkan dengan orang dengan paritas rendah Paritas merupakan faktor risiko terhadap

kejadian kanker servik dengan besar risiko 4,556 kali untuk terkena kanker servik pada

perempuan dengan paritas > 3 dibandingkan perempuan dengan paritas ≤ 3 dengan hubungan

yang ditimbulkan bermakna sehingga HO ditolak.

2. Kejadian Kanker Serviks

Pada penelitian ini didapatkan data pasien rawat inap yang mengalami stadium 0, 17

orang (42,5%), stadium I, 18 orang (45%), stadium II, 5 orang (12,5%). Menunjukkan bahwa

kejadian kanker serviks pada tahun 2009 di di RSUD Sidoarjo mengalami penurunan.

Kanker serviks adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau

serviks, yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina (Bertiani, 2009 :

25). Deteksi kanker serviks ini dilakukan melalui pemeriksaan PAP SMEAR, dikatakan

menderita kanker serviks jika hasil papsmear positif terdapat sel-sel ganas pada pemeriksaan

mikroskopi, berdasarkan hasil papsmear diketahui bahwa kanker serviks yang ditemukan

kebanyakan berada pada stadium lanjut sehingga pengobatan yang dilakukan kurang optimal,

pengobatan yang dilakukan adalah melakukan biopsi.

Menurut penelitian di Australia dilaporkan setidaknya ada 85 penderita kanker serviks

dan 40 pasiennya meninggal dunia. Salah satu sumber penularan utama (70%) adalah hubungan

seksual. Sebab kanker ini ditularkan melalui HPV atau (Human Pappiloma Virus). HPV ini

menyerang mulai adanya kematangan seksual. Mulai anak umur 9 tahun hingga lansia umur 70

tahun. Dengan begitu maka ada kontak seksual, sangat mungkin selama hidup seorang wanita

masih berada dalam ancaman HPV. Kanker leher rahim memang dapat dicegah. Meskipun

begitu penderita terbanyak adalah penduduk Indonesia bila dibandingkan negara-negara

Page 92: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

85

berkembang lainnya. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 400 ribu kasus baru kanker leher

rahim (cercival cancer), sebanyak 80% terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang

(bertiani, 2009 : 25).

Menurut margatan Arcole faktor hormon merupakan penyebab lain, setiap kehamilan

memiliki resiko untuk mengalami perubahan hormonal dalam arti menjadi peka terhadap virus

rangsangan hormon esterogen yang kontinue bisa menimbulkan perubahan sesl-sel dalam rahim

yang berpengaruh pada tumbuhnya sel-sel kanker, selain itu infeksi disetiap bagian tubuh yang

tidak segera diatasi akan memicu terjadinya perubahan sel normal. Wanita yang sering

melahirkan bibir rahimnya semakin melemah dan gampang terinfeksi berbagai kuman penyakit,

seringnya seorang ibu mengalami persalinan menyebabkan terjadi perobekan bagian leher rahim

yang tipis sehingga ada kemungkinan peradangan yang selanjutnya berubah menjadi kanker

(Margatan Arcole, 1996 : 13).

Beberapa penelitian menyimpulkan pada wanita hamil sering mengalami defisiensi zat

gizi termasuk defisiensi asam folat, defisiensi asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya

displasi ringan dan sedang, serta kemungkinan meningkatkan resiko terkena kanker serviks pada

wanita hamil yang makannya rendah beta karotin dan retinon (Vitamin A) (Setiawan

Dalimartha, 2003 : 12).

Di RSUD Sidoarjo penyakit kanker serviks diketahui melalui pemeriksaan papsmear

menyatakan negatif kanker serviks terjadi kanker serviks jika hasil papsmear menyatakan positif

kanker serviks, pengambilan lesi dilakukan oleh dokter spesialis obgyn di poli kandungan,

begitu juga penilaian stadium kanker serviks.

Penanganan atau pengobatan kanker serviks di RSUD Sidoarjo hanya pada pasien

dengan kanker serviks stadium 0, I, dan II. Pada stadium III, IV penderita kanker serviks dirujuk

di RSU dr. Soetomo.

Penatalaksanaan pada pasien positif kanker serviks stadium 0 dan I, II di RSUD

Sidoarjo adalah dengan dilakukan biopsi kerucut, biopsi dilakukan tidak hanya sekali. Tapi

beberapa kali tergantung stadium kanker serviks (biopsi ulangan dilakukan untuk melihat

apakah kanker serviks sudah sembuh atau belum) biopsi dilakukan di VK kandungan. Setelah

dilakukan biopsi pasien dilakukan perawatan di ruang kandungan dan kebidannan (mawar

hijau).

Dari tabel juga dapat dilihat bahwa pasien rawat inap yang mengalami kanker serviks

juga terjadi pada paritas rendah sebesar 15 orang (38%) hal ini disebabkan karena menikah di

usia muda (< 20 tahun) dan status perkawinan yang menikah lebih dari satu, seperti yang

dikemukakan Manuaba bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker serviks adalah

menikah di usia muda multi patner, kurangnya personal hygine , infeksi menahun sekitar serviks

(Manuaba, 2004 : 632) .

Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang dapat dicegah dan dapat

disembuhkan dari semua jenis kanker, kanker serviks tidak hanyaterjadi pada wanita dengan

paritas tinggi, wanita dengan paritas rendah juga berisiko terkena kanker serviks. Pencegahan

penyakit kanker serviks dapat diselenggarakan melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang

penyebab dan faktor terjadinya kanker serviks serta pentingnya deteksi dini melalui

pemeriksaan papsmear.

3. Paritas dengan kejadian kanker servik

Berdasarkan hasil penelitian paritas tinggi dengan stadium 0 adalah 17 responden

(42,5%) setelah dilakukan uji Mann-Whitney didapatkan Dari hasil uji mann whitney dengan

= 0,05 dan hasil perhitungan 0,236 > 0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima yaitu

menunjukkan adanya hubungan antara paritas dengan kejadian kanker serviks.

Wanita yang berpotensi besar menderita kanker servik ini adalah para wanita yang

melakukan hubungan seksual di usia muda dan wanita sering berganti-ganti pasangan. Dari hasil

penelitian penderita kanker serviks ini juga banyak yang berasal dari sosial ekonomi lemah.

Perokok pasif atau pasif juga memiliki potensi menderita kanker serviks ini.

Page 93: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

86

Pada stadium awal tidak terdapat adanya gejala yang ditimbulkan dan sel-sel kanker

tidak dapat diamati dengan mata telanjang, sehingga banyak penderita yang diketahui setelah

stadium lanjut (stadium II ke atas) pada saat terjadinya gejala yang berupa keluarnya yang

berbau busuk, pendarahan setelah berhungan seksual dan pegal di perut bagian bawah. Jika

dilihat mata telanjang, kanker tumbuh seperti bunga kol. Seperti sifat bungan kol yang rapuh,

bila digosok dengan tangan maka bunga kol akan jatuh berhamburan. Begitu juga dengan

kanker ini sangat rapuh. Bila terkena sentuhan disaat hubungan seksual misalnya, maka kanker

akan rontok dan berdarah, bahkan bisa terjadi perdarahan yang memerlukan perawatan.

Penderita kanker serviks harus melakukan terapi, terapi kanker serviks termasuk terapi yang

sangat maju perkembangannya, dan penerapannya tergantung dari stadium yang di derita, usia

penderita, usia paritas, jumlah anak karena ada yang masih ingin punya anak, sosial ekonomi di

daerah tersebut (Kharisma, 2009).

Terapi yang mempertahankan rahim pada penderita yang masih ingin punya anak

disebut konisasi yaitu pemotongan bentuk kerucut pada mulut rahim dan terbatas pada daerah

yang terinfeksi saja sehingga fertilisasi masih dapat dipertahankan. Tujuan terapi untuk

membantu penderita mengurangi rasa sakit dan menghentikan pendarahan. Sifat lain dari kanker

serviks ini adalah dapat di deteksi dini dan bila diketahui pada stadium awal maka kanker ini

90% bisa diobati. Oleh sebab itu pakar kesehatan pada wanita indonesia dimanapun berada

untuk melakukan pencegahan dengan melakukan deteksi dini. Deteksi ini dapat dilakukan

dengan cara papsmear yang dilakukan rutin setahun sekali.

E. PENUTUP

Hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Paritas di RSUD Sidoarjo pada tahun 2009

adalah sebesar 40%, ibu dengan paritas rendah dan 60% ibu dengan paritas tinggi. Kejadian kanker

serviks di RSUD Sidoarjo pada tahun 2009 pada stadium 0 42,5%, stadium I 45%, stadium II

12,5%. Oleh sebab itu para wanita perlu melakukan pencegahan dengan melakukan deteksi dini

pada kanker serviks. Deteksi ini dapat dilakukan dengan cara papsmear yang dilakukan rutin setahun

sekali.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2008. Kiat mencegah kanker rahim (http.//www/indoforum.org/archive/index.php/t-

53696.html), diakses 29 April 2010

Elita 2008. Pengertian Ca Cervix.http://kanker. Muslim.com), diakses 29 April 2010

Farid aziz. 2002. Jenis – jenis kanker rahim para wanita waspadalah (http://kanker . muslim.com),

diakses 26 April 2010

Gregg miller. 2008. Pengertian Kanker (http ://kanker.com), diakses 28 April 2010

Hacker, Nevile f.(2001). Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates

Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta :

Salemba Medika

Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Rineka

Cipta

Prawirohardjo, Sarwono. 2000. Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Soepardiman. 2000. Macam-Macam Kanker. (http://gym7887.com), diakses 28 April 2010

Soepardiman. 2002. Penderita kanker terus meningkat (http ://www.mediaindo.co.id), diakses 28

April 2010

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Alfabeta

Vivi. 2008. Kiat Mencegah Kanker (http://indoforum.org/arvhive/index.php/t-53696.html, diakses 22

April 2010

Page 94: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

87

KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN

POST PARTUM DI RB MEDIKA UTAMA WONOKUPANG

BALONGBENDO SIDOARJO TAHUN 2009

Sarmini Moedjiarto

Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

ABSTRAK

Perdarahan post partum merupakan salah satu komplikasi persalinan yang dapat di pengaruhi

oleh berbagai penyebab. Salah satu penyebab terjadinya perdarahan post partum yaitu jarak

persalinan. Jarak persalinan yang terlalu dekat maupun terlalu jauh dapat beresiko terjadi perdarahan

post partum. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah hubungan jarak persalinan

dengan perdarahan post partum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jarak

persalinan dengan perdarahan post partum.

Jenis penelitian yang di gunakan adalah analitik dengan rancang bangun cross sectional.

Variabel independenya jarak persalinan dan varibel dependenya adalah perdarahan post partum.

Populasinya adalah semua ibu bersalin di RB Medika Utama Wonokupang kecamatan Balongbendo

Kabupaten Sidoarjo pada 1 Januari–31 Desember 2009 sebanyak 386 ibu bersalin. Jumlah sampel

sebanyak 386 ibu bersalin dengan pengambilan sampel non probability sampling dengan teknik total

sampling di mulai tanggal 22 Mei – 22 Juni 2010. Jenis pengumpulan data berupa data sekunder

melalui observasi dengan instrumen ckeck list. Uji statistik yang di gunakan adalah exact fisher.

Hasil penelitian di peroleh bahwa dari semua ibu bersalin yang memiliki jarak persalinan

kurang dari 2 tahun adalah sebanyak 42 responden (10,8%) dan yang memiliki jarak persalinan ≥2

tahun sebanyak 344 responden ( 89,2%). Dan ibu bersalin yang mengalami perdarahan post partum

sebanyak 33 responden (8,6%) dan yang tidak perdarahan post partum sebanyak 353 responden (

91,4%).42 responden yang memiliki jarak persalinan kurang dari 2 tahun yang mengalami

perdarahan post partum sebanyak 12 responden ( 3,1%) dan yang tidak mengalami perdarahan post

partum sebanyak 30 responden ( 7,7%)

Uji statistik yang di lakukan adalah uji statistik exact fisher dengan hasil p= 0,000. Hasil

nilai uji Fisher exact 0,000<p<0,05 maka Ho ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang

bermakna antara variabel independen (jarak persalinan) dan variabel dependen ( perdarahan post

partum).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa jarak persalinan merupakan salah satu

penyebab predisposisi terjadinya perdarahan post partum. Perlu adanya penanganan obstetrik yang

efisian dalam pemantauan kehamilan agar komplikasi persalinan terhadap perdarahan post partum

bisa di cegah.

Kata Kunci : Jarak Persalinan, Perdarahan Post Partum

A. PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan salah satu hal yang harus mendapatkan perawatan cukup dalam

perkembangan janin, perawatan antenatal mempunyai tujuan untuk mengusahakan agar ibu

dan sampai pada akhir kehamilan sama sehatnya atau lebih sehat dari pada sebelum hamil.

(Jones, 2002 : 35).

Kehamilan dan persalinan merupakan proses alami, tetapi bukannya tanpa resiko dan

merupakan beban bagi seorang wanita. Ibu dapat mengalami keluhan fisik dan mental, sebagian

kecil mengalami kesukaran selama kehamilan dan persalinan. Salah satu resiko yang dapat

menyebabkan komplikasi pasca persalinan yaitu jarak persalinan (Poedji Rochjati, 2003 :56).

Ibu hamil dengan jarak kelahiran dengan anak terkecil (kurang dari 2 tahun) untuk

kesehatan fisik dan rahim masih butuh istirahat. Ada kemungkinan ibu masih menyusui, selain

itu anak tersebut masih butuh asuhan dan perhatian orang tuanya. Bahaya yang dapat terjadi

Page 95: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

88

antara lain persalinan yang belum cukup bulan, bayi dengan berat badan rendah kurang dari

2500 gram (Poedji Rochjati, 2003 :56).

Jarak persalinan yang sehat adalah 2-5 tahun yang aman diharapkan dapat

mengembalikan fungsi–fungsi alat–alat kandungan (involusio). Jika jarak persalinan kurang dari

2 tahun atau lebih dari 5 tahun maka dapat mengakibatkan kematian maternal lebih besar yang

diawali dengan berbagai penyulit diantaranya perdarahan post partum salah satunya (Poedji

Rochjati, 2003 : 57).

Perdarahan post partum adalah salah satu resiko terbesar yang menyebabkan terjadinya

kematian maternal. Frekuensi perdarahan post partum di Amerika Serikat sekitar 5-10%. Dan

dari laporan – laporan baik di negara maju dan negara berkembang angka kejadian berkisar

antara 5%-15%. dan di Indonesia komplikasi perdarahan post partum 5,1% dari seluruh

persalinan (Admin, 2009 : 1).

Berdasarkan pembangunan kesehatan Indonesia yang telah dicapai sampai tahun 2008,

terdapat AKI (Angka Kematian Ibu) sebesar 248/100.000 KH/Kelahiran Hidup. Jumlah

kematian ini masih tinggi dan jauh dibawah standart yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia

untuk tahun 2010 yaitu menurunkan AKI sebesar 125/100.000 Kelahiran Hidup. Selain faktor

kemiskinan dan masalah aksesibilitas penanganan kelahiran 75% hingga 85% kematian

maternal disebabkan karena obstetrik langsung terutama akibat perdarahan. Padahal dari 90%

dari kematian itu bisa dihindari (Depkes, 2009:1).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Propinsi Jawa Timur pada tahun 2008 terdapat 690.282

jumlah ibu hamil, dari jumlah kelahiran terdapat 357 kasus kematian ibu maternal, yang terjadi

pada saat kehamilan 65 orang, kematian ibu saat bersalin 221 orang, dan kematian ibu nifas 68

orang (Dinkes JATIM, 2008 :1).

Jumlah kematian ibu di Sidoarjo saat melahirkan meningkat dari 91,3/100.000 kelahiran

hidup, pada tahun 2007 menjadi 112,6/100.000 kelahiran hidup. Peningkatan Angka Kematian

Ibu (AKI) terjadi lantaran keterlambatan rujukan ke rumah sakit yang dilakukan petugas

pembantu persalinan ibu, rendahnya asupan gizi yang dipengarui ekonomi rendah (Dinkes

Sidoarjo, 2008 : 1).

Perdarahan pasca persalinan adalah sebab penting kematian ibu, 25% kematian ibu

disebabkan karena perdarahan. Dari penyebab perdarahan tersebut, perdarahan post partum

yang paling sering. Bahkan 4 kali lebih tinggi dibandingkan perdarahan antepartum. Perdarahan

post partum (HPP) disebabkan karena hal–hal berikut antara lain : (1). Atonia Uteri (50%-60%)

yang disebabkan karena proses persalinan yang lama, pembesaran uterus berlebih pada waktu

hamil/overdistensi uterus (pada hamil kembar/janin besar), persalinan yang sering atau

multiparitas, anastesi yang dalam. (2). Retensio plasenta (16%-17%) yang disebabkan karena

implantasi plasenta yang terlalu dalam pada dinding uterus. (3). Sisa plasenta (23%-24%)

karena ada selaput plasenta/lobus yang tertinggal dalam uterus. (4). Laserai jalan lahir(4%-5%)

dapat terjadi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah dapat

menimbulkan perdarahan yang hebat. (5). Kelainan darah (0,5%-0,8%) karena kelainan proses

pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia (Solusio plasenta, Retensio janin mati dalam

uterus, Emboli air ketuban) (Admin, 2009 :1).

Perdarahan post partum dapat terjadi tiba – tiba dan bahkan sangat lambat, perdarahan

sedang tetapi menetap dapat berlanjut dalam beberapa hari/minggu. Perdarahan dapat terjadi

dini selama 24 jam setelah melahirkan atau lambat 24 jam setelah melahirkan, sampai hari ke 28

post partum (Bobak dkk, 2004;664).

Upaya bidan untuk menangani perdarahan yaitu dengan meningkatkan upaya preventif

seperti meningkatkan penerimaan keluarga berencana (KB) sehingga memperkecil jumlah

grandemultipara dan memperpanjang jarak kehamilan. Melakukan konsultasi terhadap

kehamilan ganda/dugaan janin besar (makrosomia) dan mengurangi peranan pertolongan

persalinan oleh dukun tidak terlatih.

Berdasarkan data rekam medis yang diperoleh dari Rumah Bersalin Medika Utama

Wonokupang, Kecamatan Balong Bendo, Kabupaten Sidoarjo didapatkan data tahun 2008

Page 96: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

89

yaitu jumlah persalinan didapat 572 persalinan dengan 366 persalinan normal (63,98%) dan

206 perabdominal (36,01%), 29 persalinan (5,06%) mengalami perdarahan post partum.

Berdasarkan fenomena diatas yaitu kejadian perdarahan post partum sebanyak 5.06%

merupakan angka yang tergolong tinggi pada kejadian patologi persalinan. Oleh sebab itu

peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post

partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo

tahun 2009.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Jarak Persalinan

a. Pengertian

1) Jarak persalinan adalah waktu antara persalinan terakhir dengan kehamilan sekarang

(Mufdlilah, 2009 : 71).

2) Jarak persalinan adalah jarak kehamilan tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak

kelahiran pertama (Agus Supriyadi, 2005 : 1).

b. Faktor Penyebab Jarak Persalinan

b. Jarak Persalinan Aman

Jarak ideal untuk kehamilan yaitu tidak kurang dari 2 tahun dan lebih dari 5 tahun.

Namun untuk jarak 2 tahun masih terdapat prasyarat, asalkan nutrisi ibu baik. "Bila gizi ibu

tidak bagus, berarti tubuhnya belum cukup prima untuk kehamilan berikutnya‖.

Perhitungan tidak kurang dari 9 bulan ini atas dasar pertimbangan kembalinya

organ-organ reproduksi pada keadaan semula. Makanya ada istilah masa nifas, yaitu masa

organ-organ reproduksi kembali ke masa sebelum hamil. Namun masa nifas berlangsung

hanya empat puluh hari, sementara organ-organ reproduksi baru kembali pada keadaan

semula minimal 3 bulan.

1) Faktor-faktor yang mempengarui jarak persalinan yaitu :

a) Keadaan uterus

Uterus sewaktu tidak hamil beratnya hanya 30 g. Setelah hamil, beratnya hampir

1 kg atau 1000 g. Kenaikannya hampir 30 kali lipat. Setelah persalinan, beratnya

berkurang mencapai 60 g, untuk mencapai 30 g kembali butuh waktu kira-kira 3

bulan.

b) Sistem aliran darah

Selama hamil, ada sistem aliran darah dari ibu ke janin. Setelah lahir, tentunya

aliran darah ini terputus. Untuk kembali ke kondisi aliran darah yang normal, ibu

butuh waktu sekitar 15 hari setelah melahirkan.

c) Gizi ibu selama hamil

Untuk memulihkan energi, ibu harus meningkatkan gizinya. Energi baru benar-

benar prima seperti keadaan sebelum melahirkan setelah 9 bulan. Kalau belum 9

bulan, belum begitu prima energi ibu walaupun kelihatan tubuhnya sehat-sehat

saja.

2) Jarak Terlalu Dekat (< 2 tahun)

Jarak kehamilan terlalu pendek atau kurang dari 9 bulan akan sangat berbahaya,

karena organ-organ reproduksi seperti : uterus, serviks, vulva, perineum, dan sistem

perkemihan belum kembali kekondisi semula. Ibu harus menjaga kondisi

kehamilannya dengan lebih intensif, artinya, kehamilan tersebut harus terus dipantau

lebih ketat. Seperti pada trimester I dan II dilakukan sebulan sekali, saat menginjak

usia kehamilan 28 minggu 3 minggu sekali, di usia kehamilan 32 minggu dilakukan

pemeriksaan 2 minggu sekali, dan setelah usia kehamilan 38 minggu seminggu sekali.

Resiko jarak perrsalinan apabila terlalu dekat antara lain :

a) Keadaan Gizi Ibu

Page 97: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

90

Keadaan gizi ibu yang belum prima ini membuat gizi janinnya juga sedikit,

hingga pertumbuhan janinnya tak memadai yang dikenal dengan istilah PJT atau

pertumbuhan janin terhambat.

b) Kelahiran Premature

Kemungkinan kelahiran prematur juga bisa terjadi pada kehamilan jarak dekat,

terutama bila kondisi ibu juga belum begitu bagus. Padahal, kelahiran prematur

erat kaitannya dengan kematian, khususnya jika paru-paru bayi belum terbentuk

sempurna.

c) Plasenta Previa

Plasenta previa sangat erat kaitannya dengan gizi yang rendah, karena plasenta

punya kecenderungan mencari tempat yang banyak nutrisinya. Kalau yang

banyak nutrisinya itu terletak di bagian bawah uterus atau rahim, maka di situlah

ia akan menempel. Akibatnya bisa menutup jalan lahir yang memungkinkan

untuk terjadi perdarahan.

d) Kekurangan Gizi

Pada kehamilan jarak dekat, kemungkinan kekurangan gizi ini amat besar sebab

ibu masih menyusui bayinya. Dengan demikian nutrisi ibu jadi berkurang, hingga

janinnya juga bisa semakin kekurangan gizi. Oeh karena itu, jika ketahuan hamil,

pemberian ASI sebaiknya segera dihentikan. Karena dapat mengakibatkan

keguguran. Selama menyusui, ada pengaruh oksitosin pada isapan mulut bayi.

Oksitosin ini membuat perut ibu jadi tegang atau kontraksi. Pada kehamilan

muda, bisa terjadi perdarahan atau ancaman keguguran.

e) Partus Lama

Jika ibu bisa mempertahankan kehamilannya hingga waktu persalinan tiba, tidak

berarti aman-aman saja. Soalnya, bukan tak mungkin kendala justru menghadang

saat persalinan. Bahayanya, ibu mengalami kelelahan saat proses persalinan.

Untuk mengejan dan hisnya juga susah. Hingga bisa menimbulkan partus atau

persalinan lebih lama (Agus Supriyadi, 2005 : 5).

f) Perdarahan Post Partum

Jarak persalinan kurang dari 2 tahum beresiko terjadinya perdarahan post partum,

Hal ini disebabkan karena organ-organ reproduksi yang belum kembali ke kondisi

semula, sehingga dapat menyebabkan terganggunya kontraksi uterus yang

memicu terjadinya atonia uteri sehingga menyebabkan perdarahan post partum.

3) Jarak Terlalu Jauh

Jarak kehamilan tidak boleh lebih dari 5 tahun. Seorang ibu juga harus memikirkan

usia saat kehamilan berikutnya, berarti ibu masuk dalam kategori resiko tinggi.

Sementara usia reproduksi yang paling bagus adalah 20-30 tahun.

Resiko yang dapat terjadi bila jarak persalinan terlalu jauh:

a) Perdarahan Post Partum

Ibu hamil usia di atas 35 tahun punya resiko 4 kali lipat dibanding sebelum usia

35 tahun. Tidak hanya itu, saat persalinan juga berisiko terjadi perdarahan post

partum. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tak selentur dulu, sehingga saat

mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang berisiko terjadi Hemorargi Post

Partum (HPP).

b) Preeklamsi dan eklamasi

Risiko terjadi preeklamsi dan eklamsi juga sangat besar, karena terjadi kerusakan

sel-sel endotel dan sirkulasi darah ibu ke janin dan plasenta terganggu, hingga

suplai makanan dari ibu ke janin terganggu pula.

c) Masalah Psikis

Bahaya lain juga dapat terjadi seperti masalah psikis. Bila saja ibu sudah lupa

dengan cara menghadapi kehamilan dan persalinan. Misalnya bagaimana cara

mengejan sehingga dapat menimbulkan stress baru lagi (Agus Supriyadi, 2005:7).

Page 98: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

91

2. Konsep Dasar Perdarahan Post Partum

a. Definisi :

1) Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah

persalinan berlangsung (Hanifa, 2005 : 188).

2) Perdarahan post partum adalah kehilangan 500 ml darah atau lebih setelah kelahiran

pervaginam (Bobak dkk, 2004 : 663).

3) Perdarahan post partum adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml atau lebih dari

traktus genetalis setelah melahirkan (WHO, 2002 : 44).

4) HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran

(Dongoes, 2001 : 54).

b. Pembagian Perdarahan Post Partum

Perdarahan post partum di bagi menjadi 2 yaitu :

1) Perdarahan post partum dini/primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan

(early post partum hemorrhage). Hampir selalu disebabkan karena atonia uteri,

laserasi jalan lahir, retensio plasenta, dan sisa plasenta (Bobak dkk, 2004 : 664).

Penyebab :

a) Uterus atonik terjadi karena plasenta, selaput ketuban tertahan dan overdistensi

uterus

b) Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat

penetalaksanaan/gangguan). Misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan

termasuk SC dan episiotomi.

c) Kolagulasi intravaskuler desiminata (jarang terjadi)

d) Invertio Uteri (jarang terjadi)

2) Perdarahan post partum lanjut/sekunder terjadi 24 jam setelah melahirkan sampai hari

ke 28 post partum (late post partum hemorrhage). Paling umum merupakan akibat sub

involusio tempat plasenta, jaringan plasenta tertahan atau infeksi (Bobak dkk, 2004 :

664).

Penyebab :

a) Fragmen plasenta/selaput ketuban tertahan

b) Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di servik, vagina,

kandung kamih, dan rektum)

3) Terbukanya luka pada uterus (setelah SC atau rupture uteri)

c. Etiologi

Kehilangan darah terjadi akibat arterial spiral miometrium dan vena desi dua

sebelumnya di drainase ruang intervilus palsenta karena kontraksi dalam rahim yang

sebagian kosong menyebabkan perusakan plasenta, terjadilah perdarahan dan berlanjut

hingga otot rahim berkontaksi disekitar pembuluh darah dan bekerja sebagai pengikat

fisiologik anatomi. Kegagalan kontraksi rahim setelah pemisahan plasenta (atonia uteri)

mengakibatkan perdarahan yang berlalu banyak di tempat plasenta (Hacker, 2001: 319).

Perdarahan pada suatu tempat didalam tubuh baru terjadi jika keutuhan pembuluh

darah terganggu atau terbuka dan mekanisme pembekuan darah tidak mampu

membendungnya. Frekuensi perdarahan post partum 4/5%-15% dari seluruh persalinan

berdasarkan penyebabnya :

1) Atonia Uteri (50%-60%)

Akibat kurangnya kuatnya otot-otot uterus untuk berkontraksi sehingga menyebabkan

pembuluh darah dan bekas perlekatan plasenta terbuka sehingga perdarahan terus

menerus. Faktor predisposisinya adalah :

a) Umur yang terlalu tua atau muda

b) Paritas, sering dijumpai pada multipara dan grandemulti

c) Partus lama dan partus terlantar

d) Uterus yang terlalu tegang : gemeli, hidramnion dan janin besar

e) Obstetrik operatif dan narkosa

Page 99: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

92

f) Keluhan pada uterus seperti mioma uteri

g) Faktor sosial, ekonomi dan nutrisi

h) Keadaan anemia

2) Retensio Plasenta (16%-17 %)

Retensio plasenta adalah tertahannya sisa plasenta melebihi 30 menit setelah bayi lahir

(Prawiroharjo, 2005 : 656).

Akibat-akibat dari retensio plasenta adalah :

a) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tambah melekat lebih dalam.

b) Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uterus atau akan

menyebabkan perdarahan banyak karena adanya lingkaran konstriksi dan pada

bagian segmen bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III yang akan

mengahalangi plasenta keluar. Retensio plasenta bsa terjadi seluruh atau sebagian

plasenta masuk terdapat di dalam rahim sehingga akan mengganggu kontraksi

dan retraksi menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka menimbulkan

terjadinya perdarahan post partum, begitu bagian plasenta terlepas dari dinding

rahim, maka perdarahan terjadi di bagian tersebut bagian plasenta yang masih

melekat, mengimbangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung sampai

sisa plasenta tersebut terlepas seluruhnya.

3) Sisa plasenta dan selaput ketuban (23%-24%)

Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga masih ada

perdarahan yang tetap terbuka dan akan menyebabkan terjadinya perdarahan

(Sarwono, 2005 : 189).

Perdarahan post partum dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau

selaput janin. Bila hal tersebut terjadi harus segera di keluarkan secara manual atau

dikiret dan disusul dengan pemberian obat-obatan oksitosin intravena (Sarwono,

2005:197).

4) Robekan jalan lahir (5%-6%)

Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai perineum, vulva, vagina dan

uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang

disertai perdarahan hebat. Pada primigravida yang melahirkan bayi cukup bulan,

perlukan jalan lahir tidak dapat dihindarkan (Sarwono, 2005 : 409).

Pada umumnya luka yang kecil dan supervisial tidak terjadi perdarahan yang banyak,

akan tetapi jika robekan jalan lahir lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai

pembuluh darah menimbulkan perdarahan yang hebat (Sarwono, 2005 : 180).

Adapun perlukaan jalan lahir dapat terjadi pada :

a) Dasar panggul berupa episiotomi atau robekan perineum spontan

b) Vulva dan vagina

c) Serviks uteri

d) Uterus

5) Kelainan darah (0,4%-0,6%)

Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia.

Tanda-tanda yang sering dijumpai :

a) Perdarahan yang banyak

b) Solusio plasenta

c) Kematian janin yang lama dalam kandungan

d) Pre eklamsi dan eklamsi

e) Infeksi, hepatitis dan syok septik

Penyakit darah seperti anemia berat yang tidak di obati selama kehamilan tua dapat

menyebabkan partus lama, perdarahan dan infeksi. Perdarahan dapat disebabkan oleh

gangguan pembekuan darah karena meningkatnya aktifitas fibrinilitik dan turunnya

kadar fibrinogen serum (Sarwono, 2002 : 458).

d. Faktor predisposisi yang menyebabkan perdarahan post partum adalah sebagai berikut :

Page 100: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

93

1) Anemia

Seseorang baik pria maupun wanita, dinyatakan menderita anemia apabila kadar

hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12 gr/100 ml. Anemia lebih sering dijumpai

dalam kehamilan. Keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula

perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang untuk wanita hamil yang

memiliki Hb kurang dari 10 gr/100 ml barulah dikatakan menderita anemia dalam

kehamilan (Hanifa, 2005 : 448).

Anemia akan membuat maternal merasa lelah dan kurang mampu merawat dirinya

sendiri, meyusui dan memberi makan bayinya serta keluarganya. Hal tersebut akan

mempengaruhi kesehatan dan keamanan seluruh keluarga (WHO, 2002 : 46).

Berbagai penyulit dapat timbul karena anemia seperti :

a) Abortus

b) Partus premature

c) Partus lama karena inertia uteri

d) Perdarahan post partum karena atonia

e) Syok

f) Infeksi

(Hanifa, 2005 : 45).

2) Overdistensi uterus

a) Gemeli

Kehamilan kembar adalah salah satu kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Bahaya

bagi ibu pada kehamilan kembar lebih besar dari pada kehamilan tunggal, kerena

sering terjadi anemia, pre eklamsi dan eklamsi, operasi obstetric dan perdarahan

post partum (Hanifa, 2005 : 396).

b) Hidramnion

Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari

normal, biasanya lebih dari 2 liter. Hidramnion berpotensi terjadi atonia uteri

yang berakibat pada perdarahan post partum karena peregangan uterus yang

berlebihan (Hanifa, 2005 : 252).

c) Janin besar (janin > 4000 gr)

3) Multi paritas

Uterus yang melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua

kala dalam persalinan.

Karena ibu sering melahirkan, maka, kemungkinan akan di temui keadaan kesehatan

terganggu anemia, kurang gizi, kekendoran dinding perut, tampak ibu dengan perut

menggantung, kekendoran dinding rahim, sedangkan bahaya yang dapat terjadi antara

lain adalah kelainan letak, robekan rahim pada kelainan lintang persalinan lama,

perdarahan pasca persalinan (Rochjati, 2003 : 60).

4) Jarak persalinan

Jarak persalinan yang sehat adalah 2-5 tahun. Yang mana dapat mengembalikan

fungsi–fungsi organ kandungan (involusio). Jika jarak persalinan kurang dari 2 tahun

atau lebih dari 5 tahun, maka dapat mengakibatkan berbagai macam penyulit terutama

untuk kesehatan fisik dan rahim yang masih belum cukup istirahat dan pemulihan

kesehatan secara keseluruhan. Apabila berlanjut dapat mengakibatkan kematian

maternal 2 1/5 kali lebih besar (Rochjati, 2003 : 56).

5) Persalinan lama

Persalinan lama dapat menyebabkan kelelahan. Bukan hanya rahim yang lelah

cenderung berkonsentrsi lemah setelah melahirkan. Tetapi juga ibu yang keletihan

kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah (Oxorn, 2003 : 414).

6) Persalinan dengan tindakan narkosa

Melahirkan dengan tindakan ini mencakup prosedur terhadap prosedur operatif seperti

forcep tengah dan versi ekstraksi yang mempunyai komplikasi perdarahan.

Page 101: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

94

Anastesi inhalasi yang dalam dan lama merupakan faktor yang sering menjadi

penyebab terjadinya relaksasi miometrium yang menjadi penyebab terjadinya

kontraksi serta retraksi atonia uteri dan perdarahan post partum (Oxorn, 2003 : 419).

e Manifestasi klinis

Perdarahan post partum perlu diperhatikan ada perdarahan yang membuat hipotensi

dan anemia. Apabila dibiarkan terus pasien akan jatuh dalan keadaan syok. Perdarahan

yang terjadi dapat deras dan merembes saja, perdarahan yeng deras biasanya akan segera

menarik perhatian, sehingga cepat ditangani. Sedangkan perdarahan yang merembes karena

kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian yang seharusnya. Perdarahan yang

bersifat merembes ini bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang

banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir

harus dicatat dan ditampung. Kadang-kadang perdarahan tidak terjadi keluar dari vagina,

tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena

adanya kenaikan dari tingginya fundus uteri setelah uri lahir (Hanifa, 2005 : 189).

Gejala klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah banyak

(>500 ml), nadi lemah, pucat, lokhe berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat

terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.

1) Gejala klinis perdarahan post partum

a) Perdarahan pervaginam

b) Konsistensi rahim lunak

c) Fundus uteri naik (kalau pengaliran darah terhalang oleh bekuan darah atau

selaput janin)

2) Tanda-tanda syok

f. Diagnosis

Tabel 42. Diagnosis perdarahan post partum

Gejala dan tanda yang selalu ada Gejala dan tanda yang

kadang ada

Diagosis

kemungkinan

a. Uterus tidak berkontraksi dan

lembek

b. Perdarahan segera setelah anak

lahir (perdarahan pasca

perdarahan primer )

a. Syok Atonia Uteri

a. Perdarahan segera

b. Darah segar yang mengalir

segera setelah anak lahir

c. Uterus berkontraksi baik

d. plasenta lengkap

a. Pucat

b. Lemah

c. Menggigil

Robekan Jalan

Lahir

a. Plasenta belum lahir setelah 30

menit

b. Perdarahan segera

a. tali pusat putus akibat

traksi berlebih

b. invertia uteri akibat

tarikan

c. perdarahan berlanjut

Retensio

plasenta

a. Plasenta/sebagian selaput

(pembuluh darah tidak lengkap)

b. Perdarahan segera

a. Uterus berkontraksi

tetapi tinggi fundus uteri

tidak berkurang

Tertinggalnya

sebagian

plasenta

a. Uterus tidak teraba

b. Lumen vagina teraba masa

c. Tampak tali pusat (jika plasenta

lahir)

d. Nyeri sedikit atau berat

a. Syok neurogenik

b. Pucat dan limbung

Invertio Uteri

Page 102: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

95

a. Sub involusio uterus

b. Nyeri tekan perut bagian bawah

c. Perdarahan > 24 jam setelah

persalinan, perdarahan sekunder,

perdarahan bervariasi

(ringan/berat, terus/tidak teratur

dan berbau/infeksi)

a. Anemia

b. Demam

Perdarahan

terlambat

endometritis/sisa

plasenta

(terinfeksi atau

tidak)

(Syaifuddin, 2005 : 175)

g. Penanganan dan pencegahan perdarahan post partum

1) Pencegahan perdarahan post partum

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersikap siaga pada kasus-kasus yang di sangka

terjadi peradarahan adalah penting. Tindakan peradarahan tidak hanya dilakukan

sewaktu bersalin, namun dimulai sejak hamil dengan melaksanakan antenatal care

dengan baik. Ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum

sangan di anjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

2) Penanganan umum

a) Meminta bantuan segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada sampai UGD

b) Melakukan pemeriksaan secara tepat keadaan ibu termasuk tanda-tanda vital

c) Tanda-tanda syok terlihat, evaluasi cepat, kemudian tangai syok

d) Pastikan kontraksi uterus baik

e) Pasang infuse cairan intravena

f) Kateter atau pantau cairan keluar dan cairan masuk

g) Periksa kelengkapan plasenta

h) Periksa robekan serviks, vagina dan perineum

i) Uji darah

Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan melakukan tindakan

dengan urutan :

a) Pasang infuse

b) Pemberian uterotonuka intravena 3-5 unit oksitosin/ergometrin 0,5 – 1 cc

c) Kosongkan kandung kemih dan masase uterus (fundus )

d) Menekan uterus ( perasat crede )

e) Periksa apa masih ada plasenta yang tertinggal

f) Bila masih berdarah dalam keadaan darurat dapat melakukan penekanan pada

fundus uteri/kompresi bimanual.

C. METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Analitik. Rancang bangun penelitian yang digunakan adalah

Studi Cross Sectional yang merupakan rancangan penelitian pada saat bersamaan (sekali waktu)

antara faktor resiko/paparan dengan penyakit (Hidayat, 2007 : 56). Dalam penelitian ini yang

dimaksud dengan faktor resiko adalah jarak persalinan dan perdarahan post partum sebagai

efeknya

2. Hipotesis

Menurut Notoatmodjo (2005) hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari

pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel dan

merupakan pernyataan yang harus dibuktikan.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ada hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post partum di Rumah Bersalin Medika

Utama, Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo tahun 2009.

3. Variabel Dan Definisi Operasional

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya

variabel dependen (terikat). Variabel ini dikenal dengan nama variabel bebas dalam

Page 103: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

96

mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2007 : 37). Variabel independen/variabel bebas dalam

penelitian ini adalah jarak persalinan.

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi/dapat berubah akibat pengaruh

variabel independen (Hidayat, 2007 : 37). Variabel dependen/variabel terikat dalam penelitian

ini adalah perdarahan post partum.

Tabel 43. Definisi Operasional Hubungan Jarak Persalinan Dengan Perdarahan Post

Partum Di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang, Kecamatann

Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009

Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala

Independen : jarak

persalinan

Jarak atau interval antara

persalinan terakhir dengan

kehamilan sekarang

(Mufdlilah, 2009 : 71).

Alat ukur yang digunakan

yaitu format pengumpulan data

(cheklist)

Jarak <2 tahun : 1

Jarak ≥2 tahun : 2

(Poedji Rochjati,

2003:56)

Nominal

Dependen :

Perdarahan post

partum

Kehilangan darah lebih dari

500 ml selama atau setelah

kelahiran.

(Dongoes, 2001 : 54)

Alat ukur yang digunakan

yaitu format pengumpulan data

(cheklist)

1. Ibu bersalin dengan

HPP > 500 ml : 1

2. Ibu bersalin dengan

tidak HPP < 500 ml

: 2

(Dongoes, 2001 : 54)

Nominal

4. Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin di Rumah Bersalin Medika

Utama, Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo pada 1 Januari-31

Desember 2009 sebanyak 386 ibu bersalin.

Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling dengan

teknik Total sampling, yaitu mengambil seluruh anggota populasi sebagai sampel. Sampel yang

di gunakan adalah sebanyak 386 ibu bersalin pada pada 1 Januari – 31 Desember 2009 .

Teknik dalam pengumpulan data ini adalah menggunakan teknik observasi sehingga

menghasilkan data sekunder. yang di peroleh dari buku register ibu bersalin di Rumah bersalin

Medika Utama, Wonokupang Kecamatan Balong Bendo Kabupaten Sidoarjo dari tanggal 1

Januari sampai 31 Desember 2009 dengan menggunakan format pengumpul data (Cheklist) data

sekunder dan di tabulasi kemudian dianalisa.

5. Teknik Analisis Data

a. Tahapan univariat

1) Variabel independen (Jarak Persalinan )

Data dalam penelitian ini adalah data nominal, setelah data di peroleh dari register ibu

bersalin kemudian data ditabulasikan dan dikelompokkan sesuai dengan sub variabel

yang diteliti. Kejadian yang diharapkan diberi kode 1 dan penilaian. Kejadian dengan

jarak persalinan <2 tahun diberi kode 1 dan jarak persalinan ≥2 tahun diberi kode 2,

kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi dalam

bentuk presentase dengan rumus :

%100xn

fP

( Budiarto, 2001 : 37 )

Page 104: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

97

Keterangan :

P : Presentase

f : Jumlah frekuensi

n : Jumlah populasi

2) Variabel dependen (Perdarahan post partum)

Data dalam penelitian ini adalah data nominal, kemudian data dengan jarak persalinan

(<2 tahun dan ≥2 tahun) yang mengalami perdarahan post partum yang diperoleh dari

register ibu bersalin di beri kode 1 dan yang tidak mengalami perdarahan post partum

diberi kode 2, kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan distribusi

frekuensi dalam bentuk presentase.

%100xn

fP

(Budiarto, 2001 : 37)

Keterangan :

P : Presentase

f : Jumlah frekuensi

n : Jumlah populasi

b. Tahapan bivariat

Dari kedua data tersebut (Jarak persalinan dengan perdarahan post partum) yang

keduanya berskala data nominal, maka uji statistik yang di gunakan yaitu uji Chi Squre

yaitu melalui rumus sebagai berikut :

2xrumus

dbcadcba

bcadN

2

Keterangan :

X2 :

Koefisien korelasi Chi Squre

N : Nilai sampel

a : Sel a

b : Sel b

c : Sel c

d : Sel d

Data disajikan dalam bentuk tabulasi silang dengan kriteria X2 hitung lebih besar

dari X2 tabel, maka H1 di terima, Ho ditolak artinya ada hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Sebaliknya apabila X2 hitung lebih kecil dari X

2 tabel,

maka H1 ditolak, Ho diterima artinya tida ada hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen. Tetapi apabila uji Chi Squre tidak terpenuhi yaitu adanya sel dengan

frekuensi harapan < 5, maka dilakukan uji Fisher Exact dengan rumus :

Dimana :

a = sel a : baris 1 kolom 1

b = sel b : baris 1 kolom 2

c = sel c : baris 2 kolom 1

d = sel d : baris 2 kolom 2

Jika nilai p< 0.05 maka Ho ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang

bermakna antara variabel independen dan variabel dependen, sebaliknya jika nilai p>0.05

maka Ho diterima, H1 ditolak artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel

independen dan variabel dependen.

dcban

dbcadcbaP

!!!!

)(!)(!)(!

Page 105: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

98

D. HASIL PENELITIAN

1. Data Umum

a. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Usia

Tabel 44. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Usia di RB Medika Utama

Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari – 31

Desember 2009

No. Usia Jumlah Presentase (%)

1.

2.

3.

< 20 Tahun

20-30 Tahun

> 30 Tahun

67

236

83

17,4

61,2

21,4

Jumlah 386 100

Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama

Berdasarkan tabel 44 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden sebagaian

besar ibu bersalin berusia 20 - 30 Tahun, yaitu sebanyak 236 responden ( 61,2% ).

b. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pendidikan

Tabel 45. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Pendidikan di RB Medika

Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1

Januari – 31 Desember 2009

Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama

Berdasarkan tabel 46 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir

setengah dari ibu bersalin yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 158 responden

(41,0%).

c. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan

Tabel 46. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Pekerjaan di RB Medika

Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1

Januari – 31 Desember 2009

No. Pekerjaan Jumlah Presentase (%)

1.

2.

Bekerja

Tidak Bekerja

80

306

20,8

79,2

Jumlah 386 100

Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama

Berdasarkan tabel 46 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir

seluruhnya ibu bersalin tidak bekerja yaitu sebanyak 306 responden ( 79,2% ).

d. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Paritas

Tabel 47. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Paritas di RB Medika

Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1

Januari – 31 Desember 2009

No. Paritas Jumlah Presentase (%)

1.

2.

3.

1

2 – 4

> 5

150

186

50

38,8

48,3

12,9

Jumlah 386 100

Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama

No. Pendidikan Jumlah Presentase ( % )

1.

2.

3.

4.

5.

Tidak sekolah

SD

SMP

SMA/Sederajat

Perguruan Tinggi

5

115

158

93

15

1,1

29,8

41,0

24,2

3,9

Jumlah 386 100

Page 106: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

99

Berdasarkan tabel 47 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir setengah ibu

bersalin mempunyai paritas 2-4 yaitu sebanyak 186 responden (48,3%).

2. Data Khusus

Data khusus ini menggambarkan tentang jarak persalinan ibu dan ibu bersalin yang

mengalami perdarahan post partum, serta tabulasi silang jarak pesalinan ibu dengan perdarahan

post partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo

Kabupaten Sidoarjo Periode 1 Januari sampai 31 Desember 2009.

a. Jarak Persalinan

Berikut ini di sajikan tabel mengenai kejadian jarak persalinan ibu di Rumah

Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1

Januari - 31 Desember 2009

Tabel 48. Distribusi Frekuensi Relatif Kejadian Jarak Persalinan Ibu di RB Medika

Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1

Januari – 31 Desember 2009

No. Jarak Persalinan Jumlah Presentase (%)

1.

2.

< 2 tahun

≥ 2 tahun

42

344

10,8

89,2

Jumlah 386 100

Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama

Berdasarkan tabel 48 diatas menunjukkan bahwa hampir seluruhnya responden ibu

bersalin mempunyai jarak persalinan ≥ 2 tahun yaitu sebanyak 344 responden (89,2%)

b. Perdarahan Post Partum

Berikut ini di sajikan tabel mengenai kejadian perdarahan post partum di Rumah

Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Tahun

2009

Tabel 49. Distribusi frekuensi Relatif Kejadian Perdarahan Post Partum di RB

Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten

Sidoarjo 1 Januari – 31 Desember 2009

No. Perdarahan Post Partum Jumlah Presentase(%)

1.

2.

Perdarahan post partum > 500 ml

Tidak perdarahan post partum < 500 ml

33

353

8,6

91,4

Jumlah 386 100

Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama

Berdasarkan tabel 49 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir

seluruhnya ibu bersalin tidak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 353 responden

(91,4%).

c. Hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post partum

Berikut ini akan di sajikan keterkaitan antara kedua variabel yaitu jarak persalinan

dengan perdarahan post partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang

Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009

Tabel 50. Tabulasi Silang jarak persalinan Dengan Perdarahan Post Partum di RB

Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten

Sidoarjo 1 Januari – 31 Desember 2009

Perdarahan Post Partum Jumlah

Ya (%) Tidak (%) Total (%)

Jarak Persalinan <2 thn 12 3,1 30 7,7 42 10,8

≥2 thn 21 5,5 323 83,7 344 89,2

Jumlah 33 8,6 353 91,4 386 100

Page 107: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

100

Berdasarkan tabel 50 menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir seluruhnya

yang memiliki jarak pesalinan ≥ 2 thn dan tidak mengalami perdarahan post partum yaitu

323 responden (83,7%).

Untuk mengetahui hubungan antara jarak persalinan dengan perdarahan post

partum maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, karena dengan

menggunakan uji Chi Square tidak terpenuhi yaitu adanya sel dengan frekuensi harapan

<5, maka dilakukan uji Fisher Exact yaitu dengan hasil p= 0,000.Karena nilai uji Fisher

exact 0,000<p<0,05 maka Ho ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang bermakna

antara variabel independen (jarak persalinan) dan variabel dependen ( perdarahan post

partum ).

E. PEMBAHASAN

1. Jarak Persalinan

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa hampir seluruh responden ibu bersalin

mempunyai jarak persalinan ≥ 2 tahun yaitu sebanyak 344 responden (89,2%).

Menurut Poedjirochyati (2003 : 56) jarak persalinan adalah salah satu penyebab

perdarahan post partum yang bisa berakhir dengan kematian ibu. Apabila jarak persalinan

terlalu dekat (<2 tahun) atau terlalu jauh lebih dari 5 tahun akan sangat berbahaya karena hal

tersebut dapat memicu terjadinya perdarahan.

Berdasarkan data diatas banyak faktor yang mempengarui jarak persalinan antara lain

ada faktor usia, paritas, dan pendidikan. Hal ini dapat dapat ditunjukkan dari data yang

diperoleh dengan jarak persalinan kurang dari 2 tahun sebagian kecil ibu mempunyai paritas (2-

4) yaitu sebanyak 21 responden (3,9%), dari segi usia responden sebagian kecil ibu bersalin

berusia 20-30 yaitu tahun sebanyak 21 responden (4,7%), dari segi pendidikan sebagian kecil

ibu bersalin berpendidikan SD yaitu 15 respoden (2,8%).

Jarak persalinan juga dapat dipengarui oleh umur, pendidikan dan paritas. Apabila ibu

hamil pertama dengan umur yang cukup matang, maka ibu dapat mengerti dan mengatur jarak

persalinan yang aman yaitu lebih dari dua tahun. Sedangkan dilihat dari segi pendidikan, bila

semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu semakin baik pula tingkat pengetahuannya

sehingga ibu dapat mengatur jarak persalinan antara anak pertama dengan anak berikutnya.

Kemudian dilihat dari segi paritas bila ibu terlalu sering melahirkan kemungkinan akan ditemui

keadaan kesehatan terganggu, seperti anemia, kurang gizi, kekendoran pada dinding perut. Hal

ini dapat mempengarui keselamatan dan kesehatan tubuh ibu dan janin.

Hal ini menunjukkan bahwa ibu bersalin perlu mengatur persalinan agar tidak

membahayakan kondisi ibu dan janin. Dan dengan digalakkan dengan progam KB dari

pemerintah di harapkan untuk semua ibu untuk mengatur jarak persalinan sehingga dapat

mengurangi angka kematian ibu dan janin.

2. Perdarahan Post Partum

Berdasarkan data hasil penelitian dapatkan bahwa dari 386 responden hampir

seluruhnya tidak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 353 responden (96,4%).

Perdarahan post partum merupakan kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang

terjadi selama atau setelah persalinan. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang

sebenarnya. Kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur

amnion atau urine ( Sarwono, 2005; 450 ).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan faktor lain penyebab terjadinya perdarahan post

partum antara lain adalah usia dan paritas. Pada responden dengan usia 20 - 30 tahun sebagaian

besar kecil mengalami perdarahan post partum yaitu sebanyak sebanyak 19 responden (7,1%).

Setiap bertambahnya usia maka terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan . Jika usia

ibu terlalu muda rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran yang dewasa.

Akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan. Selain itu juga

beresiko terjadi perdarahan setelah bayi lahir. Apabila umur ibu terlalu tua yaitu lebih dari 35

tahun maka akan terjadi kelemahan otot-otot rahim, dan organ kandungan menua sehingga

Page 108: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

101

kemungkinan dapat terjadi preeklamsia, ketuban pecah dini, persalinan macet, dan perdarahan

post partum (Poedjirochyati, 2003 : 62).

Pada responden yang paritas 2-4 yaitu sebanyak 16 responden (4,6%) mengalami

perdarahan post partum. Bila ibu sering melahirkan maka akan terjadi kekendoran pada otot

dinding rahim sehingga kondisi ini dapat membahayakan kondisi ibu dan janin. Diantaranya

kelainan letak, robekan rahim pada kelainan letak lintang, persalinan lama dan perdarahan post

partum (Poedjirochyati, 2003 : 62).

Dari data diatas menunjukkan bahwa ibu bersalin yang usianya lebih tua dan

mempunyai paritas tinggi mempunyai pengaruh terhadap perdarahan post partum dikarenakan

fungsi pada uterus sudah berkurang. Data ini menunjukkan bahwa usia dan paritas ibu bersalin

mempengarui terjadinya perdarahan post partum.

Perdarahan post partum dapat juga timbul karena salah penanganan kala III persalinan

dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta,

sedangkan sebenarnya plasenta belum terlepas. Kadang-kadang perdarahan kelaianan proses

pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia (solusio plasenta, retensio plasenta, retensi

jani mati dalam uterus, emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagaian lagi

belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak berkontraksi dengan baik pada batas antara dua

bagian itu. Selanjutnya, apabila sebagian besar plasenta sudah lahir tapi sebagaian plasenta

masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan pada masa nifas. Perlukaan jalan

lahir yang juga dapat menyebabkan perdarahan sebab terpenting perdarahan post partum adalah

atonia uteri. Ini terjadi akibat dari partus lama, pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu

hamil seperti hamil kemba, hidramnion, atau janin besar, multiparitas, anastesi yang dalam, dan

anastesi lumbal. Oleh karena itu perdarahan post partum perlu diwaspadai karena dapat

menimbulkan kematian pada ibu.

3. Hubungan Jarak persalinan dengan perdarahan post partum

Berdasarkan tebel diats dapat di ketahui bahwa dari 386 responden sebagian kecil ibu

bersalin yang memiliki jarak persalinan kurang dari 2 tahun yaitu sebanyak 12 responden

(3,1%) yang mengalami perdarahan post partum. Dan dibuktikan dengan uji statistik Fisher

exact karena frekuensi harapan pada 1 sel < 5 dan di dapatkan hasil 0,000 <p< 0,05 maka Ho

ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang bermakna variabel independen (Jarak

Persalinan) dan variabel dependen (perdarahan post partum ).

Salah satu faktor penyebab perdarahan post partum adalah jarak persalinan. Jarak

persalinan yang dekat dapat mempengarui involusi uteri, otot-otot rahim yang kendor,

mempengarui tingginya kegagalan konraksi yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas

implantasi plasenta terbuka yang mengakibatkan perdarahan (Poedjirochyati, 2003 : 62). Dari

data diatas menunjukkan bahwa jarak persalinan yang <2 tahun mempunyai pengaruh terhadap

terjadinya perdarahan post partum.

Berdasarkan hasil penelitian ibu yang mempunyai jarak persalinan ≥2 tahun ternyata

juga masih terjadi perdarahan post partum hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor

usia dimana jika usia ibu terlalu muda rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran

yang dewasa. Sedangkan umur ibu lebih dari 35 tahun, dapat mudah terjadi penyakit pada organ

kandungan menua serta jalan lahir juga kaku. Sehingga meski jarak persalinan yang sudah lebih

dari 2 tahun masih dapat terjadi perdarahan post partum. Adapun faktor lain yang dapat

mempengarui yaitu ibu yang memiliki riwayat penyakit misalnya anemia, preeklamsia dan

eklamsia.

Tindakan pencegahan atau sekurang-kurangnya bersikap siaga pada komplikasi

persalinan terutama hal yang dapat mengakibatkan perdarahan merupakan hal yang paling

penting. Tindakan ini di maksudkan untuk mengurangi kejadian perdarahan selama hamil,

bersalin, dan nifas. Pencegahan terhadap terjadinya perdarahan post partum ini tidak hanya

dilakukan sewaktu bersalin saja, namun di mulai sejak hamil dengan melaksanakan antenatal

care (ANC) dengan baik. Bagi semua ibu yang mempunyai resiko terhadap terjadinya

Page 109: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

102

perdarahan post partum maupun riwayat perdarahan post partum pada persalinan sebelumnya

dianjurkan untuk bersalin di Rumah Sakit.

Selain penanganan obstetrik yang baik di harapkan juga dapat digalakkan program KB

(Keluarga Berencana ) dengan alasan program KB dapat mencegah proses kehamilan dan dapat

memperpanjang jarak persalinan. Pertolongan yang dapat diberikan oleh ibu diantaranya yaitu

diberikan komunikasi, informasi, edukasi agar melakukan perawatan kesehatan yang teratur.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa jarak persalinan mempunyai

hubungan dengan perdarahan post partum.

F. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dari 386 responden hampir

seluruhnya ibu bersalin mempunyai jarak persalinan ≥ 2 tahun yaitu sebanyak 344 responden

(89,2%), hampir seluruhnya ibu bersalin tidak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak

353 responden (91,4%). Dari uji statistik Fisher exact didapatkan hasil 0,000 <p< 0,05 maka Ho

ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang bermakna jarak persalinan dengan perdarahan

post partum. Tindakan pencegahan atau sekurang-kurangnya bersikap siaga pada komplikasi

persalinan terutama hal yang dapat mengakibatkan perdarahan merupakan hal yang paling

penting. Tindakan ini di maksudkan untuk mengurangi kejadian perdarahan selama hamil,

bersalin, dan nifas. Pencegahan terhadap terjadinya perdarahan post partum ini tidak hanya

dilakukan sewaktu bersalin saja, namun di mulai sejak hamil dengan melaksanakan antenatal

care (ANC) dengan baik. Bagi semua ibu yang mempunyai resiko terhadap terjadinya

perdarahan post partum maupun riwayat perdarahan post partum pada persalinan sebelumnya

dianjurkan untuk bersalin di Rumah Sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2009). Perdarahan Post Partum. (http://medlinux.blogspot.com/2009 /02/perdarahan-post-

partum.html, diakses tanggal 20 april 2010).

Agus Supriyadi. (2005). Jarak Persalinan Yang Aman. (http://andriesalima.multiply.com, diakses

pada tanggal 20 April 2010).

Alimul , Aziz.(2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba

Medika.

Arikunto Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT Rineka

Cipta.

Barbara R Stright. (2005). Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir Edisi 3 . Jakarta . EGC.

Bobak Dkk. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4 . Jakarta . EGC.

Budiarto eko. (2001) Statistika untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.

Carey J Christoper & William Rayburn. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta . Widya Medika.

Dongoes E Marilyn. (2001). Rencana Asuhan Perawatan Maternitas Dan bayi. Jakarta EGC.

Depkes RI. (2007). Buku Acuan Asuhan persalinan Normal. Jakarta. JNPK-KR.

Depkes. (2009). AKI Dan AKB Di Indonesia ( http://www.depkes.go.id, diakses tanggal 20 April

2010).

Hellen Varney, Dkk, (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan . Jakarta . EGC.

Nanda.(2009). Penanganan Perdarahan Post Partum. (www.goescities.com diakses pada tanggal 20

April 2010) .

Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep Dan Rencana Penetapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta . Salemba Medika.

Prawiroharjo Sarwono. (2005). Ilmu Kandungan . Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo.

Rochjati Poedji. (2003). Skrining Antenatal Pada Ibu Pada Ibu Hamil Dan Pengenalan Faktor

Resiko Deteksi Dini Ibu Hamil Resiko Tinggi. Jakarta. Airlangga University Press.

Ruth Johnson & Wendy Tailor. (2005). Buku Ajar Praktek Kebidanan . Jakarta. EGC

Page 110: Hospital majapahit-vol-3-no-1

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3 No. 1, Februari 2011

103

Syaifudin Abdul Bari. (2005). Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Noenatal Edisi 1.

Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Hacker er More. ( 2001 ) Esensial Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta. Hipocrates.

WHO. (2002) Safe Motherhood Modul hemorragie Post Partum Materi Pendidikan Bidan. Jakarta.

EGC.

William. (2006). Obstetri Williams. Jakarta : EGC.